laporan praktikum kimia dasar ii

22
Laporan Praktikum Kimia Dasar II ASAM BASA Tanggal Praktikum : Selasa, 10 Maret 2015 Tanggal Laporan : Selasa, 24 Maret 2015 Disusun Oleh : Naurah Nazhifah 1147040047 Nurul Tafiani 1147040055 Nurul Wulansari 1147040056 Jurusan Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi

Upload: naurah-nazhifah

Post on 10-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Asam dan Basa

TRANSCRIPT

Laporan Praktikum Kimia Dasar II

ASAM BASA

Tanggal Praktikum : Selasa, 10 Maret 2015

Tanggal Laporan : Selasa, 24 Maret 2015

Disusun Oleh :

Naurah Nazhifah 1147040047

Nurul Tafiani 1147040055

Nurul Wulansari 1147040056

Jurusan Kimia

Fakultas Sains Dan Teknologi

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

Tahun 2015

A. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari praktikum ini adalah :

a. Mempelajari berbagai larutan asam-basa.

b. Mengidentifikasi sifat-sifat dari larutan asam dan basa.

c. Menentukkan pH dari suatu larutan dengan pH meter.

d. Mengidentifikasi titik akhir titrasi dengan indikator fenoltalein.

B. DASAR TEORI

Asam dan Basa

Pada tahun 1884, Svante Arrhenius (1859-1897) seorang ilmuwan Swedia yang

memenangkan hadiah nobel atas karyanya di bidang ionisasi, memperkenalkan

pemikiran tentang senyawa yang terpisah atau terurai menjadi bagian ion-ion dalam

larutan. Dia menjelaskan bagaimana kekuatan asam dalam larutan aqua (air) tergantung

pada konsentrai ion-ion hidrogen di dalamnya.

Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air melepakan ion H+,

sedangkan basa adalah zat yang dalam air melepaskan ion OH–. Jadi pembawa sifat

asam adalah ion H+, sedangkan pembawa sifat basa adalah ion OH–. Asam Arrhenius

dirumuskan sebagai HxZ, yang dalam air mengalami ionisasi sebagai berikut.

HxZ ⎯⎯→ x H+ + Zx–

Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh 1 molekul asam disebut valensi asam,

sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepaskan ion H+ disebut ion

sisa asam. Beberapa contoh asam dapat dilihat pada gambar 1.

Basa Arrhenius adalah hidroksida logam, M(OH)x, yang dalam air terurai sebagai

berikut. M(OH)x ⎯⎯→ Mx+ + xOH–

Jumlah ion OH– yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi

basa. Beberapa contoh basa diberikan pada gambar 2.

Adapun secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:

1. Rasa: masam ketika dilarutkan dalam air.

2. Sentuhan: asam terasa menyengat bila disentuh, dan dapat merusak kulit, terutama

bila asamnya asam pekat.

3. Kereaktifan: asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif terhadap

logam.

4. Hantaran listrik: asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan cairan elektrolit.

5. 0 ≤ pH < 7

Sedangkan sifat kimia dari asam adalah ketika dalam air,

reaksi kesetimbangan berikut terjadi antara suatu asam (HA) dan air, yang berperan

sebagai basa,

HA + H2O ↔ A- + H3O+

Tetapan asam adalah tetapan kesetimbangan untuk reaksi HA dengan air:

Asam kuat mempunyai nilai Ka yang besar (yaitu, kesetimbangan reaksi berada

jauh di kanan, terdapat banyak H3O+; hampir seluruh asam terurai). Misalnya,

nilai Ka untukasam klorida (HCl) adalah 107. Asam kuat memiliki derajat ionisasi 1.

Meskipun demikian, tingkat keasaman asam kuat berbeda-beda. Berikut adalah

tingkat keasaman asam kuat dari yang paling kuat(paling asam):

1. Aqua Regia: campuran H2SO4 dengan HNO3

2. HNO3

3. H2SO4

4. Asam halida (kecuali HF)

5. HI>HBr>HCl

6. Asam oksi halogen

7. HXO4>HXO3>HXO2>HXO

Asam kuat mencakup asam halida - HCl, HBr, dan HI. (Tetapi, asam fluorida, HF,

relatif lemah.) Asam-asam okso, yang umumnya mengandung atom pusat ber-bilangan

oksidasi tinggi yang dikelilingi oksigen, juga cukup kuat; mencakup HNO3, H2SO4, dan

HClO4.

Asam lemah mempunyai nilai Ka yang kecil (yaitu, sejumlah cukup banyak HA

dan A- terdapat bersama-sama dalam larutan; sejumlah kecil H3O+ ada dalam larutan;

asam hanya terurai sebagian). Misalnya, nilai Ka untuk asam asetat adalah 1,8 × 10-5.

Kebanyakan asam organik merupakan asam lemah.

Larutan asam lemah dan garam dari basa konjugatnya membentuk larutan

penyangga.

Adapun sifat-sifat basa adalah :

1. Kaustik

2. Rasanya pahit

3. Licin seperti sabun

4. Nilai pH lebih dari 7

5. Mengubah warna lakmus merah menjadi biru

6. Dapat menghantarkan arus listrik

7. Menetralkan asam

8. Menyebabkan pelapukan

Basa kuat adalah jenis senyawa sederhana yang dapat mendeprotonasi asam sangat

lemah di dalam reaksi asam-basa. Contoh paling umum dari basa kuat adalah hidroksida

dari logam alkali dan logam alkali tanah seperti NaOH dan Ca(OH)2.

Berikut ini adalah daftar basa kuat:

1. Kalium hidroksida (KOH)

2. Barium hidroksida (Ba(OH)2)

3. Caesium hidroksida (CsOH)

4. Natrium hidroksida (NaOH)

5. Stronsium hidroksida (Sr(OH)2)

6. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2)

7. Magnesium hidroksida (Mg(OH)2)

8. Litium hidroksida (LiOH)

9. Rubidium hidroksida (RbOH)

Kation dari basa kuat di atas terdapat pada grup pertama dan kedua pada daftar

periodik (alkali dan alkali tanah). Asam dengan pKa lebih dari 13 dianggap sangat lemah,

dan basa konjugasinya adalah basa kuat.

Beberapa basa kuat seperti kalsium hidroksida sangat tidak larut dalam air. Hal itu

bukan suatu masalah – kalsium hidroksida tetap terionisasi 100% menjadi ion kalsium dan

ion hidroksida. Kalsium hidroksida tetap dihitung sebagai basa kuat karena kalsium

hidroksida 100% terionisasi.

Titrasi Asam dan Basa

Titrasi netralisasi adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam

dengan basa

H3O+ + OH- ⇔ 2 H2O

Dalam titrasi ini berlaku hubungan :

jumlah ekivalen asam (H3O+) sama dengan jumlah ekivalen basa (OH-).

Larutan baku yang digunakan pada titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa

kuat, karena zat-zat tersebut bereaksi lebih sempurna dengan analit dibandingkan dengan

jika dipakai asam atau basa yang lebih lemah. Larutan baku asam dapat dibuat dari HCl,

H2SO4 atau HClO4, sedangkan larutan baku basa dibuat dari NaOH atau KOH. Larutan

baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan perhitungan

langsung dari berat zat yang mempunyai kemurnian tinggi, stabil dan bobot ekivalen

tinggi kemudian dilarutkan sampai volume tertentu. Sedangkan larutan baku sekunder,

konsentrasinya harus ditentukan terlebih dahulu dengan pembakuan/standarisasi terhadap

baku primer.

Contoh:

Baku primer              : Na2CO3, Na2B4O7, Kalium Hidrogen Ptalat (KHP), H2C2O4

Baku sekunder         : HCl, H2SO4, NaOH, KOH

Titrasi netralisasi dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat;

asam/basa lemah dengan basa/asam kuat seperti:

NH4OH + H3O+ ⇔ NH4+ + 2H2O                 (basa lemah dengan asam kuat)

CH3COOH + OH- ⇔ CH3COO- + H2O      (asam lemah dengan basa kuat)

CH3COO- + H3O+ ⇔ CH3COOH + H2O    (garam dengan asam kuat)

NH4+ + OH- ⇔ NH3 + H2O                           (garam dengan asam kuat)

Kedua contoh terakhir di atas menggambarkan titrasi garam monofungsional.

Garam-garam tersebut dalam air mengalami hidrolisis menghasilkan larutan yang bersifat

asam atau basa. Apakah garam-garam ini dititrasi dengan asam atau basa bergantung pada

nilai Ka dan Kb. Bila nilai Ka>Kb (larutan lebih bersifat asam), maka garam tersebut

dapat dititrasi dengan basa, bila sebaliknya (Ka<Kb), garam tersebut dapat dititrasi dengan

asam. Titik ekivalen dicapai pada pH larutan CH3COOH atau NH4OH.

Asam-asam poliprotik/polifungsional (H3PO4, H3AsO4) bila dititrasi dengan basa

kuat dapat mempunyai titik ekivalen lebih dari satu.

H3PO4 + NaOH –> NaH2PO4 + H2O                       (Titik Ekivalen  I)

NaH2PO4 + NaOH –> Na2HPO4 + H2O                 (Titik Ekivalen II)

Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaH2PO4/NaH2AsO4 dan titik

ekivalen kedua oleh pH larutan Na2HPO4/Na2HAsO4. Garam-garam tersebut karena dapat

terhidrolisis menjadi asam dan basa maka untuk:

Titik Ekivalen  pertama        : [H3O+] = √K1K2

Titik Ekivalen  kedua           : [H3O+] = √K2K3

Untuk garam-garam amfoter seperti NaHCO3, NaH2PO4, Na2HPO4sifat larutannya

ditentukan oleh nilai Ka dan Kb. Besarnya nilai Ka dan Kb menentukan apakah garam-

garam tersebut sebaiknya dititrasi dengan asam atau basa. Bila nilai Ka>Kb maka

sebaiknya garam tersebut dititrasi dengan basa kuat atau sebaliknya dengan asam kuat.

Seperti halnya asam-asam polifungsional, titrasi garam-garam seperti Na2CO3 dan

Na3PO4 mempunyai titik ekivalen lebih dari satu. Garam tersebut dalam larutan bersifat

basa sehingga dapat dititrasi dengan asam. Contoh:

CO32- + H3O+ ⇔ HCO3

- + H2O

HCO3- + H3O+ ⇔ H2CO3 + H2O

Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaHCO3 dan titik ekivalen

kedua oleh pH larutan H2CO3

Titik akhir titrasi dan pemilihan indikator

Titik akhir titrasi ditentukan dengan memilih indikator yang warnanya berubah

sekitar titik ekivalen. Misalnya pada titrasi larutan garam Na2CO3 dengan larutan HCl, titik

ekivalen pertama terjadi pada [H3O+] = √K1K2 nilai pH sekitar 8,35. Jadi indikator yang

dapat digunakan adalah fenolftalein (8,1 – 10) yang berubah dari merah menjadi tidak

berwarna. Pada titik ekivalen kedua, [H3O+] = √Ka1 nilai pH = 3,17; dan indikator yang

sesuai adalah jingga metil. Dengan indikator ini perubahan warna yang diamati kurang

tajam. Untuk memperbaiki pengamatan pada titik ekivalen ini, larutan dapat dididihkan

terlebih dahulu, sehingga gas CO2keluar dan sifat larutan ditentukan oleh garam NaCl

yang tertinggal. Kelebihan asam dititrasi dengan larutan baku basa, dengan demikian dapat

digunakan indikator metil jingga.

Pada pemilihan indikator harus diperhitungkan pula zat apa yang digunakan

sebagai titran (yang diisikan dalam buret). Misalnya pada titrasi larutan HCl dengan

larutan NaOH. Jika larutan HCl dipakai sebagai titran, larutan analit bersifat basa, maka

indikator fenolftalein yang ditambahkan pada analit berwarna merah. Hilangnya warna

merah indikator terjadi pada pH 8,1; sedangkan titik ekivalen titrasi terdapat pada pH 7,0.

Jadi hilangnya warna merah terjadi sebelum titik ekivalen tercapai. Karena itu sebaiknya

dipakai indikator dengan trayek perubahan warna pada sebelum atau sekitar pH 7,0.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan pada praktikum asam dan basa :

1. Erlenmeyer 1 buah

2. Gelas Beker 6 buah

3. pH Meter 1 buah

4. Statif dan Klem 1 paket

5. Buret 50 mL 1 buah

6. Gelas Ukur 1 buah

Bahan yang digunakan pada praktikum asam dan basa :

1. Asam Klorida A (HCl) 0,1 M

2. Asam Klorida B (HCl) 0,01 M

3. Asam Klorida C (HCl) 0,001 M

4. Natrium Hidroksida A (NaOH) 0,1 M

5. Natrium Hidroksida B (NaOH) 0,01 M

6. Natrium Hidroksida C (NaOH) 0,001 M

7. Deterjen A 0,1 M

8. Deterjen B 0,01 M

9. Deterjen C 0,001 M

10. Natrium Klorida (NaCl) A 0,1 M

11. Natrium Klorida (NaCl) B 0,01 M

12. Natrium Klorida (NaCl) C 0,001 M

13. Indikator Fenolftalein

D. CARA KERJA

1. Bagian pH

a. Pengenceran HCl

Langkah pertama yaitu dibuat HCl A dengan 0,1 M dalam gelas beker. Lalu

dilakukan pengenceran dengan konsentrasi setelah pengenceran 0,01 M dari 5 mL

HCl A, dan larutan ini diberi nama HCl B, lalu diambil kembali 5 mL HCl B dan

ditempatkan pada gelas beker yang lain hingga konsentrasi terakhir menjadi

0,001 M dan diberi label HCl C.

b. Pengenceran NaOH

Sama halnya dengan pengenceran HCl, pada NaOH dibuat dengan konsentrasi

0,1 M dan diberi label A. Setelah itu, diambil 5 mL untuk diencerkan menjadi

0,01 M dan diberi label B. Lalu yang terakhir diambil kembali 5 mL untuk

diencerkan dengan konsentrasi akhir 0,001 M.

c. Pengenceran Detergen dan NaCl

Dibuat arutan dari detergen dan NaCl dengan konsentrasi 0,1 M dan diberi

label A. Lalu diencerkan dengan mengambil masing-masing 5 mL dari detergen

A dan NaCl A dan larutan yang kedua diberi label B. Setelah itu dienceran

kembali menjadi 0,01 M dari 5 mL masing-masing larutan detergen B dan NaCl

B. Setelah itu diberi label C.

d. Penentuan pH

Dari semua larutan yang telah diencerkan lalu dihitung pH nya dengan pH meter

(gambar 3).

2. Garam

Pertama erlenmeyer diisi dengan HCl 0,1 M, lalu ditetesi sebanyak 3 tetes

fenolftalein. Di sisi lain, pada buret diisi NaOH 0,1 M sebanyak 50 mL (gambar 4).

Lalu buret disusun dengan klem dan statif sedemikian rupa (gambar 5). Setelah itu

dilakukan titrasi dengan diteteskan NaOH pada HCl tersebut sedikit demi sedikit

hingga muncul perubahan warna merah muda. Setelah itu dilihat pada buret volume

NaOH yang terpakai.

Selanjutnya erlenmeyer diisi dengan HCl 0,01 M, lalu ditetesi sebanyak 3 tetes

fenolftalein. Setelah itu, dilakukan titrasi kembali dengan diteteskan NaOH pada

HCl tersebut sedikit demi sedikit hingga muncul perubahan warna merah muda.

Setelah itu dilihat pada buret volume NaOH yang terpakai.

Yang terakhir dilakukan dengan cara yang sama, yaitu erlenmeyer diisi dengan

HCl 0,001 M, lalu ditetesi sebanyak 3 tetes fenolftalein. Setelah itu, dilakukan titrasi

kembali dengan diteteskan NaOH pada HCl tersebut sedikit demi sedikit hingga

muncul perubahan warna merah muda. Setelah itu dilihat pada buret volume NaOH

yang terpakai.

E. HASIL PENGAMATAN

1. Bagian pH

a. Larutan HCl dan NaOH

N

o

Larutan HCl pH Larutan NaOH pH

1 A (0,1 M) 1,5 A (0,1 M) 12,7

2 B (0,01 M) 2,5 B (0,01 M) 12,8

3 C (0,001 M) 3,8 C (0,001 M) 11,0

b. Larutan Detergen dan NaCl

N

o

Larutan pH Sifat Larutan

1 Detergen A (0,1 M) 11 Basa

2 Detergen B (0,01 M) 10,7 Basa

3 Detergen C (0,001 M) 10,3 Basa

4 NaCl A (0,1 M) 8,9 Garam basa

5 NaCl B (0,01 M) 7 Netral

6 NaCl C (0,001 M) 7,6 Garam basa

2. Bagian Garam

No Larutan Indikator

warna

Volume NaOH (mL) Mol

HCl

(mmol)

Mol

NaOH

(mmol)

Vol. Awal

(mL)

Vol. Akhir

(mL)

Vol. Terpakai

(mL)

1 A

Fenolftalein

50 42,7 7,3 1,0 0,73

2 42,7 35,2 7,5 1,0 0,75

3 B 35,2 34,5 0,7 0,1 0,07

4 34,5 33,7 0,8 0,1 0,08

5 C 33,7 33,4 0,3 0,01 0,03

6 33,2 33,0 0,2 0,01 0,02

F. PERHITUNGAN

a. Pengenceran Larutan 0,1 M menjadi 0,01 M

Dengan volume larutan 0,1 M sebanyak 5 mL

V1M1 = V2M2

5 mL . 0,1 = V2 . 0,01 M

V2 = 50 mL

b. Pengenceran Larutan 0,1 M menjadi 0,01 M

Dengan volume larutan 0,1 M sebanyak 5 mL

V1M1 = V2M2

5 mL . 0,01 = V2 . 0,001 M

V2 = 50 mL

c. Jumlah mol HCl

Rumus umum,

a. Larutan A (0,1 M)

V1 = 10 mL → mol = 0,1 M × 10 mL = 1 mmol

V2 = 10 mL → mol = 0,1 M × 10 mL = 1 mmol

b. Larutan B (0,01 M)

V1 = 10 mL → mol = 0,01 M × 10 mL = 0,1 mmol

V2 = 10 mL → mol = 0,01 M × 10 mL = 0,1 mmol

c. Larutan C (0,001 M)

V1 = 10 mL → mol = 0,001 M ×10 mL = 0,01 mmol

V2 = 10 mL → mol = 0,001 M ×10 mL = 0,01 mmol

d. Jumlah mol NaOH

Rumus umum,

d. Larutan A (0,1 M)

V1 = 7,3 mL → mol = 0,1 M × 7,3 mL = 0,73 mmol

V2 = 7,5 mL → mol = 0,1 M × 7,5 mL = 0,75 mmol

e. Larutan B (0,01 M)

V1 = 0,7 mL → mol = 0,01 M × 0,7 mL = 0,07 mmol

V2 = 0,8 mL → mol = 0,01 M × 0,8 mL = 0,08 mmol

f. Larutan C (0,001 M)

mol = M × Volume

mol = M × Volume

V1 = 0,3 mL → mol = 0,001 M × 0,3 mL = 0,0003 mmol

V2 = 0,2 mL → mol = 0,001 M × 0,2 mL = 0,0002 mmol

G. PEMBAHASAN

Pada praktikum asam basa, kami melakukan pengujian pH pada berbagai larutan

untuk mngetahui sifatnya itu sendiri dan melakukan pengenceran pada larutan tersebut

untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap pH. Yang pertama dilakukan adalah

membuat larutan HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M dari bahan yang ada. Setelah itu kami

lakukan pengukuran terhadap kedua senyawa tersebut, hasilnya pada HCl 0,1 M berpH

1,5 sedangkan pada NaOH 0,1 M berpH 12,7. Dapat kita amati bahwa HCl memiliki pH

yang nilainya <7 maka dapat kita simpulkan bahwa larutan HCl bersifat asam. Lalu kita

amati pula larutan NaOH, pH yang ia miliki >7 maka dapat kita simpulkan bahwa NaOH

merupakan larutan yang bersifat basa.

Selanjutnya kita lakukan pengenceran pada HCl dan NaOH masing-masing

sebanyak 2 kali yaitu menjadi larutan 0,01 M dan 0,001 M. Dapat kita lihat dihasil

pengamatan nilai pH yang ada pada HCl yang bersifat basa semakin besar. Ini berarti

kekuatan keasamannya semakin kecil karena nilai pH mendekati keadaan netral

(mendekati pH 7). Lalu pada NaOH juga dapat kita lihat dihasil pengamatan, semakin

kecil konsentrasi maka semakin kecil nilai pH pada NaOH. Hal ini dapat diartikan bahwa

sifat kebasaan dari larutan tersebut semakin lemah karena mendekati nilai pH 7 atau sifat

netral. Nilai pH yang semakin besar pada larutan basa dan nilai pH yang semakin kecil

pada larutan basa ketika terjadi pengenceran terjadi akibat menurunnya konsentrasi [H+]

pada larutan asam dan [OH-] pada basa. Konsentrasi ion hidrogen dan ion hidroksida

sangat berpengaruh pada nilai pH. Hal ini dapat kita amati sendiri pada rumus

perhitungan nilai pH yaitu –log [H+] dan pOH = -log [OH-] dimana pH dari larutan basa

adalah pKw – pOH dengan nilai pKw = 14.

Pengamatan yang selanjutnya yaitu pengenceran dan pengukuran pH pada detergen

dan NaCl. Seperti yang kita ketahui, bahwa salah satu ciri fisik dari detergen yaitu

bersifat licin, ini sama dengan sifat fisik basa yang licin. Namun kita belum dapat

memastikan sifat dari larutan detergen itu sendiri hanya berdasarkan salah satu ciri fisik

saja. Setelah melakukan pengukuran berdasarkan hasil pengamatan pH detergen 0,1 M

sebesar 11, detergen 0,01 M berpH 10,7 dan pada detergen 0,001 M berpH 10,3. Ini

dapat kita lihat bahwa nilai pH dari seluruh larutan detergen > 7. Barulah dapat kita

simpulkan bahwa detergen itu bersifat basa. Lalu kita lihat bahwa semakin pekat

konsentrasi detergen nilai pH semakin besar. Kemudian kami melakukan percobaan

pengenceran dan pengukuran pH pada NaCl hasilnya dapat kita amati bahwa NaCl

bersifat netral karena pH nya 7 dan sekitar 7.

Percobaan yang selanjutnya adalah percobaan mengenai garam. Ini dilakukan

dengan cara mentitrasi HCl dengan varian konsentrasi (0,1 M ; 0,01 M ; dan 0,001 M)

oleh NaOH 0,1 M. Lalu indikator pH yang digunakan adalah fenolftalein. Langkah

pertama adalah memasukkan 10 mL HCl sebagai titrat pada erlenmeyer lalu ditetesi

indikator fenolftalein. Hal ini bertujuan agar kita dapat mengamati titik akhir titrasi

(gambar 6). Titik akhir titrasi dapat diamati bila titrat pada erlenmeyer telah ditetesi

NaOH (titran) yang terdapat dalam buret, lalu larutan produknya berwarna merah muda.

Warna merah muda itu sendiri muncul dari sifat indikator fenoltalein itu sendiri yang

tidak berwarna pada larutan asam dan berwarna merah muda di larutan basa pada kisaran

pH > 8,3. Bila kita amati bahwa larutan yang digunakan untuk titrasi keduanya berasal

dari asam dan basa kuat, maka kurva yang ditunjukkan dalam titrasi seperti pada

lampiran (gambar 7 ). Terlihat bahwa kurva pH begitu curam di dekat titik ekuivalen, ini

artinya penambahan sedikit saja titran menyebabkan peningkatan pH yang cukup besar.

Lalu, dapat kita lihat bahwa semakin rendah konsentrasi titrat maka jumlah volume titran

yang terpakai semakin sedikit, ini artinya semakin rendah konsentrasi titrat maka

semakin mudah mencapai titik akhir titrasi. Dan jumlah mol titrat dan titran yang ikut

terlibat semakin kecil.

H. KESIMPULAN

Kesimpulan praktikum ini adalah :

1. Larutan asam adalah zat yang apabila dilarutkan dalam air akan membentuk ion

hidrogen [H+] sebagai satu-satunya ion positif yang mana ion tersebut akan berikatan

dengan molekul air dan membentuk ion hidronium. Sedangkan basa merupakan

suatu zat yang apabila dilarutkan dalam air akan membentuk ion hidroksida [OH-].

2. pH dari larutan asam yaitu 0 ≤ pH < 7. Sedangkan pH dari larutan basa adalah 7 <

pH ≤ 14.

3. pH dari HCl 0,1 M adalah 1,5 ; HCl 0,01 M berpH 2,5 dan HC 0,001 M berpH 3,8.

Sedangkan NaOH 0,1 M berpH 12,7 ; NaOH 0,01 M berpH 12,8 ; dan NaOH 0,001

M berpH 11.

4. Semakin tinggi konsentrasi asam maka nilai pH semakin kecil dan kekuatan asam

semakin besar. Dan semakin tinggi konsentrasi basa maka nilai pH semakin besar

dan semakin besar pula kekuatan kebasaannya.

5. Pada HCl 0,1 M dibutuhkan 7,3 mL dan 7,5 mL NaOH untuk mencapi titik akhir

titrasi. Sedangkan pada HCL 0,01 M dan 0,001 M dibutuhkan 0,7 mL ; 0,8 mL ; 0,3

mL ; dan 0,2 mL untuk mencapai titik akhir titrasi.

6. Semakin sedikit volume titrat yang akan dititrasi maka semakin sedikit pula volume

titran yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi.

I. DAFTAR PUSTAKA

Suhendar, Dede.2013.Buku Panduan Praktikum Kimia Dasar.Bandung:UIN Sunan

Gunung Djati.

Chang, Raymond.2004.Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Jilid II.Jakarta:Erlangga.

Achamd, Hiskia.1996.Penuntun Belajar Kimia Dasar Kimia Larutan.Bandung:PT. Citra

Aditya Bakti.

Vogel, A.I.1979.Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi

Kelima.Diterjemahkan oleh Setiono dan A. Hadyana Pudjaatmaka.Jakarta:PT. Kalman

Media Pustaka.

J. LAMPIRAN

Gambar 1 ( Berbagai Jenis Asam)

Gambar 2 ( Berbagai Jenis Basa)

Pre-test

1. Kita akan membuat sebuah seri larutan HCl dan NaOH dengan konsentrasi yang berbeda, kira-kira apa maksudnya ? Jawab : Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap tingkat keasamaan atau kebasaan pada suatu larutan (HCL dan NaOH) yang sama namun dengan varian konsentrasi.

2. Dasar apa yang digunakan untuk menyebut suatu zat itu asam atau basa kuat atau lemah ?

Jawab : bedasarkan nilai tetapan ionisasi baik pada asam maupun basa. Semakin besar tetapan ionisasi nya maka semakin kuat asamnya. Contoh pada H2SO4 nilai nya sangat besar sehingga dapat dikatakan sebagai asam kuat. Atau bisa dilihat dari nilai pHnya,bila pHnya semakin mendekati 0 maka semakin asam dan bila semakin mendekati pH 14 berarti semakin basa. Atau dalam ionisasinya, bila pada asam kuat dan basa kuat dapat terionisasi secara sempurna dan asam dan basa lemah tidak terionisasi secara sempurna.

Post-test 1. Apa yang paing menarik perhatian bagi kalian pada percobaan mengukur pH dari larutan

asam sitrat, soda kue,detergen, NaCl dan kapur sirih ?Jawab : detergen dan NaCl

2. Apakah garam yang kalian gunakan dapat diprediksi pHnya sebelum melakukan percobaan ? lalu bagaimana hasil pemeriksaannya dengan pH meter ? bila hasilnya meleset jelaskan penyebabnya!Jawab : bila diprediksi angka spesifiknya kammi tidak bisa memprediksi, namun bila kisarannya kami bisa memprediksi. Untuk detergen kami memprediksi pHnya kisaran diatas 7 sedangkan HCl kami memprediksi kisaran 7. Dan melalui pengamatan yang dilakukan dengan bantuan pH meter hasil prediksi dengan nilai pada pH meter sama.