laporan ske e kelompok 6
DESCRIPTION
testTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO E BLOK 27
Disusun Oleh: KELOMPOK 6
1. Bima Ryanda Putra 04121401001
2. George Frazteo 04121401010
3. Tia Okidita 04121401015
4. Dico Fatejarum 04121401018
5. Evita Yolanda 04121401021
6. Dita Nurfitri Zahir 04121401047
7. Achmad Randi R. 04121401051
8. Yesi Eka Molita 04121401055
9. M. Fakhri Altyan 04121401082
10. Risfandi Ahmad T. 04121401090
11. Ima Desliana 04121401091
12. Rika Dayanti 04121401100
13. Norfaridzuan bin Abdul N. 04121401102
14. Anish Kumar 04121401105
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………….………………………… 3
KEGIATAN TUTORIAL..……………………………….……. 4
1. SKENARIO ………………………………............................. 5
2. KLARIFIKASI ISTILAH ……….………………………….. 5
3. IDENTIFIKASI MASALAH……….……………………….. 6
4. ANALISIS MASALAH ..…………………………………… 7
5. TEMPLATE…………………………………………………. 16
6. HIPOTESIS …………………………………………………. 28
7. SINTESIS ……………...………………………………..…. 28
8. KERANGKA KONSEP ………………….……………..…. 46
9. KESIMPULAN ……………………………………………. 46
10. DAFTAR PUSTAKA ……..……………………………….. 47
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan
tugas kompetensi kelompok “Laporan Tutorial Skenario E Blok 27”. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
umatnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. dr. H. Yan Effendi Hasjim, DAHK. selaku tutor kelompok 6,
2. teman-teman sejawat FK Unsri,
3. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang diberikan kepada semua
pihak yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, 15 Oktober 2015
Kelompok 6
3
KEGIATAN TUTORIAL
Tutor : dr.H. Yan Effendi Hasjim, DAHK.
Moderator : Ima Desliana
Sekretaris Meja : Evita Yolanda dan Rika Dayanti
Pelaksanaan : 12 & 15 Oktober 2015
13.00-15.00 WIB
Peraturan selama tutorial :
1. Angkat tangan sebelum berbicara. Lalu berbicara setelah dipersilakan.
2. Dilarang makan dan minum.
3. Penggunaan gadget tidak diperbolehkan selama diskusi tutorial.
4
1. SKENARIO
Tn. A, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak didapatkan sesak
napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Kebiasaan
olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes
Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, di rawat
inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner.
Pemeriksaan fisik umum: Didapatkan data: kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 80x/menit, irama regular, isian cukup, respiration rate 18x/menit, JVP tidak
meningkat.
Pada pemeriksaan fisik khusus thoraks: Inspeksi menunjukkan apeks tidak ada heaving, nampak di
linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea
medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks
di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi
jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada
ronkhi.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal.
Pada foto thoraks CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung
normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress (treadmill
test) normal. Pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal.
2. KLARIFIKASI ISTILAH
2.1 Nyeri dada : perasaan tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan pada daerah
thoraks (di antara leher dan upper abdomen)
2.2 Sesak napas : dispnea, perasaan sulit untuk bernapas ditandai dengan napas yang
pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan
2.3 JVP : jugular venous pressure, tekanan sistem vena yang dapat diamati
secara tidak langsung
2.4 Heaving : getaran jantung yang teraba seperti gelombang
2.5 Thrill : getaran dinding thoraks di daerah pre-kordial yang terjadi karena
adanya aliran turbulensi, ditemukan pada penyempitan katup, dilatasi segmen arteri
2.6 Gallop : kelainan bunyi jantung ketika pengisian darah ventrikel terhambat
selama diastolik
5
2.7 Murmur : suara jantung abnormal yang dapat didengar dengan stetoskop
biasanya hal ini karena peningkatan laju darah yang melewati jantung
2.8 Ronkhi : suatu pernapasan abnormal yang terdengar pada auskultasi dan
menunjukkan berbagai keadaan patologis
2.9 ECG : grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiogram yang merekam
aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu
2.10 CTR : cardio-thoracic ratio, rasio perbandingan diameter jantung terhadap
diameter thoraks yang digunakan untuk mendeteksi kardiomegali
2.11 Treadmill test : pemeriksaan EKG dengan pemberian beban atau stress pada jantung
3. IDENTIFIKASI MASALAH
3.1 Tn. A, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak didapatkan
sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar.
3.2 Kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu
sekali.
3.3 Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung
karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, di rawat inap, dan dinyatakan menderita sakit
jantung koroner.
3.4 Pemeriksaan fisik umum: Didapatkan data: kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80
mmHg, denyut nadi 80x/menit, irama regular, isian cukup, respiration rate 18x/menit, JVP
tidak meningkat.
3.5 Pada pemeriksaan fisik khusus thoraks: Inspeksi menunjukkan apeks tidak ada heaving,
nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV
linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung
normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I
intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur.
Tidak ada gallop. Tidak ada ronkhi.
3.6 Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG
normal. Pada foto thoraks CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol,
pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan
exercise stress (treadmill test) normal. Pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan jantung
dalam batas normal.
6
4. ANALISIS MASALAH
4.1 Tn. A, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak
didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar.
4.1.1 Apa saja jenis-jenis nyeri dada?
Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar,
diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan
oleh : Difusi pleura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.
Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke
tempat lain. Sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar
ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan
kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi,
mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa
menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul
setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau
gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa
nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung
lebih lama.
- Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan
infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan
dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada
hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam
7
beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispnea, palpitasi dan
berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serial EKG dan pemeriksaan enzim
jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang
dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sistolik dan mid
sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan
diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardial lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat
menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk
dan timbul pada saat menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri
hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat
menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang
perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung
seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko
tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang
hebat timbul tiba- tiba atau nyeri intraskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah intraskapuler
serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks esofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri
esofageal. Nyeri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu
dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga sangat menyerupai
nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang –
kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik
kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan
regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berkurang dengan antasida
adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram,
test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu
menegakan diagnosa.
8
5. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,
berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercise. Seperti halnya nyeri
pleuritik. Nyeri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul
pada gerakan yang berputar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak
enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa
adanya kelalinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional
dengan nyeri iskemik miokard.
4.1.2 Bagaimana mekanisme nyeri dada pada kasus?
Rasa nyeri merupakan manifestasi klinis dari iskemia jaringan di otot jantung. Hal ini
pada awalnya disebabkan karena adanya plak aterosklerosis yang menyebabkan
oklusi/penyempitan pembuluh darah pada arteri koronaria yaitu arteri yang memberikan
suplai oksigen dan nutrisi bagi jantung. Oklusi tersebut dapat menyebabkan iskemia
sehingga suplai darah ke otot jantung menjadi berkurang.
Pada keadaan iskemia, metabolisme anaerob meningkat menyebabkan terkumpulnya
sejumlah besar asam laktat dalam jaringan otot. Akibat kerusakan jaringan sejumlah
besar bahan-bahan kimia lain yang dapat merangsang rasa nyeri juga dilepaskan
meliputi bradikinin dan enzim proteolitik yang dapat merangsang ujung serabut saraf
aferen sensorik menuju sistem saraf pusat. Namun, korteks serebral tidak dapat
menentukan apakah nyeri berasal dari miokard. Karena rangsangan saraf melalui
medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari
sistem somatis yang lain. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri
substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama
lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher,
rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.
Stress emosional dapat meningkatkan cardial output konserasi oksigen oksigen yang
dapat menggangu kemampuan aliran darah arteri koronaria untuk mencukupi kebutuhan
oksigen myokardial, juga terjadi perangsangan terhadap myokardial dan distritmia.
Nyeri tajam khusus yang berlokasi disub mammaria dan sebentar sertacuaca dingin juga
dapat menyebabkan vasokontriksi dan tekanan pada jantung. nyeri dada yang berakhir
beberapa detik merupakan respon jantung normal yang bukan angina.pasien dianjurkan
9
menghindari faktor-faktor yang dapat manimbulkan stress serta mengatasi dengan
tenang.
Angina disebabkan oleh kerja berat,stress emosional, eksarserbasi karena padatnya
muatan perut,atau yang dingin.gejala otonomik kerap menyertai anda seperti
mual,muntah dan pucat.
Varian dari angina adalah prinzmetal angina yang terjadi pada pasien dengan arteri
koroner normal atau aterosklerosis yang tidak signifikan.hal itu disebabkan oleh spasme
pada arteri yang kerap terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
4.1.3 Hubungan jenis kelamin dan usia, dengan keluhan?
Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
a. Usia
Risiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya
setelah menopause).
b. Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat
protektif pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan
akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa menopause.
4.1.4 Apa makna klinis dari terdapatnya nyeri dada tanpa sesak napas, lekas
lelah dan berdebar-debar?
Terdapat tiga gejala klasik PJK.Pertama adalah angina pektoris, merupakan
karakteristik iskemia.Angina pektoris memiliki tipe retrosternal, menjalar ke lengan dan
leher, dan sering disertai dispnea.Angina bisa terjadi pada saat beraktivitas (stable
angina) dan pada saat istirahat (unstable angina).Gejala stable angina seringkali halus
dan sulit dibedakan dengan perasaan tidak nyaman di dada.Pada perempuan, gejala
angina tersebut jarang terjadi (Patterson and Runge, 2010).Gejala klasik penyakit
jantung koroner lainnya terkadang dapat ditemui berupa sesak napas dan berkeringat.
Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung pada derajat aliran dalam arteri koroner.
Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan tidak akan timbul keluhan atau
manifestasi klinis.
10
4.2 Kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang
seminggu sekali.
4.2.1 Apa hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan pada kasus?
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap
dinding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri,
nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedang glikoprotein
tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri.
Senyawa-senyawa kimia yang terkandung di rokok antara lain nikotin, tar, caffeine,
dietil eter, polifenol, naftalena, dan senyawa berbahaya lainnya. Senyawa-senyawa
kimia dalam rokok menurunkan HDL dalam tubuh sehingga timbul plak aterosklerosis,
misalnya di arteri koronaria. Plak ini mudah mencetuskan trombosis yang membentuk
trombus sehingga terjadi iskemik miokard yang menimbulkan nyeri dada.
4.2.2 Apa hubungan kebiasaan jarang olahraga dengan keluhan pada kasus?
Sejumlah penelitian epidemiologi mendukung hipotesis bahwa aktifitas fisik yang giat
menurunkan resiko PJK. Aktifitas fisik (exercise) dapat meningkatan kadar HDL
kolestrol, memperbaikai kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi,
memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miocard, menurunkan berat badan,
menurunkan kolesterol, trigliserida, dan KGD pada pendrita DM, menurunkan tekanan
darah.
Latihan olahraga merupakan suatu aktivitas aerobik, yang bermanfaat untuk
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran
darah, otot-otot, dan sendi-sendi. Suatu latihan olahraga yang dilakukan secara teratur
akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tubuh kita. Latihan fisik dengan
pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah
tingkat kesegaran jasmani. Perubahan secara cepat disebut respon, bila perubahannya
lambat akibat olahraga atau latihan teratur disebut adaptasi. Aktivitas aerobik teratur
menurunkan risiko PJK, meskipun hanya 11% laki-laki dan 4% perempuan.
4.3 Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit
jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, di rawat inap, dan dinyatakan
menderita sakit jantung koroner.
4.3.1 Apa hubungan DM, riwayat keluarga, dengan kejadian PJK?Jelaskan!
11
Diabetes dengan PJK
Diabetes menyebabkan faktor risiko terhadap PJK yaitu bila kadar glukosa darah naik
terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga gula darah (glukosa)
tersebut dapat menjadi pekat, dan ini mendorong terjadinya pengendapan
atherosclerosis pada arteri koroner. Pasien dengan diabetes cenderung mengalami
gangguan jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak terkontrol dengan
kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung menaikan kadar kolesterol.
Riwayat Keluarga dengan PJK
Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor genetik. Sebagian
kecilorang dengan makanan sehari-harinya tinggi lemak jenuh dan kolesterol ternyata
kadarkolesterol darahnya rendah, sedangkan kebalikannya ada orang yang tidak dapat
menurunkan kadar kolesterol darahnya dengan diet rendah lemak jenuh dan kolesterol
akan tetapi kelompok ini hanya sebagian kecil saja. Sebagian besar manusia dapat
mengatur kadar kolesterol darahnya dengan diet rendah lemak jenuh dan kolesterol.
4.4 Pemeriksaan fisik umum: Didapatkan data: kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, irama regular, isian cukup, respiration
rate 18x/menit, JVP tidak meningkat.
4.4.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan fisik umum?
4.4.2 Bagaimana hubungan hasil pemeriksaan fisik umum dan keluhan yang
dirasakan pasien?
Pada pasien di skenario, hasil pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium
masih dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa angina yang diderita masih
pada grade awal. Hasil pemeriksaan EKG pasien normal dikarenakan penyempitan
arteri yang terjadi tidak sampai menggangu systema conducent jantung pasien.
12
No Pemeriksaan fisik Normal Interpretasi
1 Kompos mentis Sadar penuh Normal
2 TD 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
3 Nadi 80x/mnt, irama regular, isian cukup
60-100x/mnt Normal
4 RR 18x/mnt 16-24x/mnt Normal
5 Tekanan vena Jugularis Normal Normal Normal
4.5 Pada pemeriksaan fisik khusus thoraks: Inspeksi menunjukkan apeks tidak ada
heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan
apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi
didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis
sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi jantung II
intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada
ronkhi.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan
ECG normal. Pada foto thoraks CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak
menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral
bawah. Pemeriksaan exercise stress (treadmill test) normal. Pemeriksaan
ekokardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal.
4.5.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan fisik dan
penunjang?
13
No Pemeriksaan Fisik Interpretasi
1 apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra
SIC IV
Normal
2 apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill Normal
3 pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra
Normal
4 bunyi jantung I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal,
normal splitting, tidak ada murmur, tidak ada gallop, tidak ada ronkhi.
Normal
No Pemeriksaan Penunjang Interpretasi
1 Pemeriksaan Lab: Normal Normal
2 EKG Normal
3 Foto thorax: CTR = 0,49 Normal
4 Vaskularisasi perifer normal Normal
5 Aorta tidak menonjol Normal
6 Pinggang jantung normal Normal
7 Apex tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah Normal
8 Treadmill Test Normal
9 Echocardiography : dbn Normal
4.5.2 Bagaimana cara pemeriksaan CTR?
Syarat pemeriksaan CTR yaitu :
- Posisi PA.
- Inspirasi cukup. Dilihat dari ketinggian diafragma (setinggi costa 9 & 10 posterior yang
berbentuk huruf “A” dan tepi medial jelas dan setinggi costa 5 & 6)
- Bentuk dada normal.
- Tidak ada scoliosis.
- Focus Film Distant: 1,8 – 2 m.
14
Keterangan :
Garis M: garis di tengah-tengah kolumna vertebra torakalis.
Garis A: jarakantara M dengan batas kanan jantung yang terjauh.
Garis B: jarakantara M dengan batas kiri jantung yang terjauh.
Garis C: garis transversal dari dinding toraks kanan ke dinding toraks sisi kiri.
RUMUS CTR :
Perhitungan CTR (Cardio Thoracis Ratio)
CTR= {(A+B)/(C1+C2)}x 100%
A= Titik terjauh jantung kanan.
B= Titik terjauh jantung kiri.
C= Garis yang melalui kedua sudut costofrenicus yang melewati cardiofrenicus.
Normal: 48-50 %
CTR>50% = Cardiomegali
4.5.3 Apakah perlu dilakukan pemeriksaan biomarker? Apa saja biomarker
yang dapat diperiksa?
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test
enzim jantung. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal
menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung
sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C Pada semua jenis otot
Troponin I & T Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil),
1-2 jam sejak onset nyeri
15
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
Ditemukan di seluruh jaringan
LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 >
LD1
Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Spesifik untuk infark miokard
16
Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal
cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari
5. TEMPLATE
5.1 Pendekatan Diagnosis
a. Anamnesis.
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri dada
Riwayat penyakit sekarang :
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Lokasi, penjalaran, frekuensi, intensitas, dan karakteristik nyeri
Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan.
Faktor pencetus serangan tidak diketahui, namun pasien yang memiliki riwayat
merokok, hipertensi
Manifestasi penyakit
Rasa nyeri dada
Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat pribadi
Riwayat keluarga
b. Pemeriksaan Fisik
Secara garis besar, pemeriksaan fisik terbagi menjadi 6, yaitu Pengukuran Tekanan Darah
& Frekuensi Jantung, Pengukuran Tekanan Vena Jugularis, Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan
Auskultasi.
Pengukuran Tekanan Vena Jugularis. Normalnya kurang dari 3-4 cm.
Inspeksi (look). Inspeksi adalah mengamati daerah yang sakit yang menjadi keluhan
utama dari pasien. Sama dengan inspeksi toraks anterior dan posterior, inspeksi jantung
pun harus dipastikan bahwa area yang diperiksa bebas dari pakaian atau penutup. Secara
umum hal yang harus diperhatikan adalah :
- Kulit : Apakah pada kulitnya terdapat bekas luka, penonjolan, perubahan warna
kulit, atau kelainan lainnya.
- Bentuk toraks : Apakah simetris atau asimetri, apakah terdapat deformitas, pectus
excavatum (funnel chest), pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest,
kyphoscoliosis, dll.
- Apeks Jantung
Auskultasi. Lakukan auskultasi di area aorta yaitu interkostal II garis sternal kanan, di
area pulmonal yaitu interkostal II garis sternal kiri, di area ventrikel kanan yaitu
17
interkostal IV/V garis sternal kanan, di area ventrikel kiri yaitu interkostal IV/V garis
midclavicula kiri, dan di regio epigastrium garis midsternal.
Perkusi. Perkusi pada jantung biasa dilakukan untuk menjadi batas paru-jantung. Agar
mengetahui ukuran jantung, batas pinggang jantung, sehingga bisa dicurigai terjadi
pembesaran atau tidak.
c. Pemeriksaan Penunjang
Ekg (elektrokardiogram). Ekg ini dapat merekam impuls elektrik jantung. Sehingga
dapat diketahui apakah otot jantung telah menerima supplay oksigen yang cukup atau
kekurangan oksigen (iskemia). Selain itu, ekg ini juga dapat digunakan untuk
menentukan atau mengetahui ritme jantung.
Arteriografi koroner. Merupakan satu- satunya teknik yang memungkinkan untuk
melihat penyempitan pada koroner
Foto rontgen dada . Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang
normal; pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang
tampak adanya pengapuran pembuluh darah aorta
Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam
diagnosis angina pektoris. Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis serangan
jantung akut sering dilakukan pemeriksaan enzim jantung. Enzim tersebut akan
meningkat kadarnya pada serangan jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih
normal. Pemeriksaan profil lemak darah seperti kolesterol, hdl, ldl, trigliserida dan
pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti kolesterol
dan/atau diabetes mellitus.
Uji latihan jasmani. Karena pada angina pectoris gambaran ekg sering kali masih
normal, maka seringkali perlu dibuat suatu ujian jasmani. Pada uji jasmani tersebut
dibuat ekg pada waktu istirahat lalu pasien disuruh melakukan latihan dengan alat
treadmill atau sepeda ergometer sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal
atau submaksimal dan selama latihan ekg di monitor demikian pula setelah selesai ekg
terus di monitor. Tes dianggap positif bila didapatkan depresi segmen st sebesar 1 mm
atau lebih pada waktu latihan atau sesudahnya. Lebih-lebih bila disamping depresi
segmen st juga timbul rasa sakit dada seperti pada waktu serangan, maka kemungkinan
besar pasien memang menderita angina pectoris. Di tempat yang tidak memiliki
treadmill, test latihan jasmani dapat dilakukan dengan cara master, yaitu latihan dengan
naik turun tangga dan dilakukan pemeriksaan ekg sebelum dan sesudah melakukan
latihan tersebut.
18
Thallium exercise myocardial imaging. Pemeriksaan ini dilakukan bersama-sama ujian
latihan jasmani dan dapat menambah sensifitas dan spesifitas uji latihan.thallium 201
disuntikkan secara intravena pada puncak latihan, kemudian dilakukan pemeriksaan
scanning jantung segera setelah latihan dihentikan dan diulang kembali setelah pasien
sehat dan kembali normal. Bila ada iskemia maka akan tampak cold spot pada daerah
yang yang menderita iskemia pada waktu latihan dan menjadi normal setelah pasien
istirahat. Pemeriksaan ini juga menunjukkan bagian otot jantung yang menderita
iskemia.
Klasifikasi Angina Pektoris menurut Canadian Cardiovascular Society
Classification System:
a. Kelas I: Pada aktivitas fisik biasa tidak mencetuskan angina. Angina
akan muncul ketika melakukan peningkatan aktivitas fisik (berjalan cepat, olahraga dalam
waktu yang lama).
b. Kelas II: Adanya pembatasan aktivitas sedikit/ aktivitas sehari-hari (naik tangga dengan
cepat, jalan naik, jalan setelah makan, stres, dingin).
c. Kelas III: Benar-benar ada pembatasan aktivitas fisik karena sudah timbul gejala angina
ketika pasien baru berjalan 1 blok atau naik tangga baru 1 tingkat.
d. Kelas IV: Tidak bisa melakukan aktivitas sehari-sehari, tidak nyaman, untuk melakukan
aktivitas sedikit saja bisa kambuh, bahkan waktu istirahat juga bisa terjadi angina.
5.2 Diagnosis Banding
Jantung Non Jantung
Tegang tidak enak Tajam
Tertekan Seperti pisau
Berat Ditusuk
Mengencangkan/diperas Dijahit
Nyeri/pegal Ditimbulkan tekanan/posisi
Menekan/menghancurkan Terus menerus seharian
STEMI: akut (trombotik oklusi), ST elevasi, nyeri dada > 20-30 menit dan asal nyeri dari
tempat yang berbeda
NSTEMI: akut (penyempitan), ST depresi, asal nyeri dari tempat yang sama
19
Jenis Penjelasan nyeri dada Temuan EKG Enzim
Jantung
Angina
Pectoris
Tidak Stabil
(APTS)
Angina pada waktu
istirahat/ aktivitas
ringan, Crescendo
angina, Hilang dengan
nitrat.
· Depresi segmen T
· Inversi gelombang T
· Tidak ada gelombang
Q
Tidak
meningkat
NonST
elevasi
Miocard
Infark
Lebih berat dan lama (>
30 menit), Tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
Perlu opium untuk
menghilangkan nyeri.
· Depresi segmen ST
· Inversi gelombang T
Meningkat
minimal 2
kali nilai
batas atas
normal
ST elevasi
Miocard
Infark
Lebih berat dan lama (>
30 menit), tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
Perlu opium untuk
menghilangkan nyeri.
· Hiperakut T
· Elevasi segmen T
· Gelombang Q
· Inversi gelombang T
Meningkat
minimal 2
kali nilai
batas atas
normal
5.3 Diagnosis Kerja
Tn. A, 40 tahun, menderita Diabetes Melitus, dengan riwayat keluarga penyakit jantung
koroner, datang dengan keluhan nyeri dada mengalami angina pectoris.
5.4 Epidemiologi
Di AS setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pectoris tak stabil;
diamna 6-8 % kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal
dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.
Yang dimasukkan kedalam angina tidak stabil yaitu:
- pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari
- pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
presipitasi makin ringan.
- pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
20
5.5 Etiologi dan Faktor Risiko
Terganggunya aliran koroner menyebabkan kerusakan miokard yang dapat dibagi menjadi
tiga tingkat: 1) iskemia, kelainan yang paling ringan dan masih reversible; 2) injuri, yaitu
kelainan yang lebih berat, tetapi masih reversible; 3) nekrosis, yaitu kelainan yang sudah
ireversibel, karena kerusakan sel-sel miokard sudah permanen.
jenis kelamin (laki-laki) menjadi factor risiko yang meningkat karena pada perempuan, lebih
kebal, karena terdapat efek perlindungan dari esterogen. Kemudian factor risiko juga
meningkat berdasarkan usia (pada usia 40-60 tahun, risiko meningkat 5 kali lipat). Hal ini
dapat dikarenakan adanya dua proses utama, yaitu degenerasi dan akumulasi. Factor ayah
pasien yang merupakan pasien PJK menjadi predisposisi PJK yang berasal dari factor
genetic. Selain itu, tekanan darah pasien yang termasuk hipertensi (menurut standar terbaru
2007) juga menjadi factor risiko karena dapat menyebabkan aterosklerosis karena tekanan
yang tinggi menjadi beban pada dinding arteri. Faktor merokok juga sangat jelas menjadi
salah satu faktor risiko pemberat.
Faktor risiko diartikan sebagai karakteristik yang berkaitan dengan kejadian suatu penyakit
di atas rata-rata. Faktor risiko mempunyai risiko penyakit jantung koroner dalam dua
kelompok, yaitu faktor risiko primer dan sekunder.
1. Faktor risiko primer
1. Merokok (1 pak atau lebih dalam sehari)
2. Hipertensi (diastolik > 90 mmHg ; siastolik > 150 mmHg)
3. Peningkatan kolesterol plasma (> 240 – 250 mg/dl)
2. Faktor risiko sekunder
1. Peningkatan trigliserida plasma
2. Obesitas
3. Diabetes melitus
4. Stres kronik
5. Pil KB
6. Vasektomi
7. Kurang aktifitas fisik
8. Keturunan
3. Hubungan kejadian dengan konsumsi makanan tertentu
a. Korelasi positif yaitu : protein hewani, kolesterol tinggi, daging, lemak total, telur, gula,
kalori total, lemak hewani
21
b. Korelasi negatif yaitu : serat, protein nabati
5.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Angina Pectoris, yaitu :
1. Infraksi myokardium yang akut
2. Tachicardia dan fibrilasi ventrikel
3. Kematian jantung secara tiba-tibaDispnea
4. Menurunnya nadi perifer
5. Gangguan kontraktilitas
6. Abnormalitas sirkulasi
7. Disritmia ventrikuler berat
8. Dekompensasi jantung atau komplikasi paru dan dispnea
5.7 Penatalaksanaan
Prinsip umum :
mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk
menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
Membatasi luasnya infark miokard
Mempertahankan fungsi jantung
memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
1. Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki kekurangan oksigen
pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul
hidung.
Nitrogliserin (NTG): Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50
kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol
spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip
intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan
22
kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga
mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran
kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan
tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga
preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan.
Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan
depresi pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50
mg intravena atau tramadol 25-50 mg iv
Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –
1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut
menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan ialah 160–
325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet. Aspirin
suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah.
Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi
platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara
menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga
menurunkan kejadian iskemi. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan
mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–
60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients
at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih
efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke)
pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
2. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam pengawasan ketat di
ICU
Trombolitik.
Indikasi :
- Umur < 70 tahun
- Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat.
- Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan EKG
Kontraindikasi :
23
- Perdarahan aktif organ dalam
- Perkiraan diseksi aorta
- Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik
- Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial
- Diabetic hemorrhage retinopathy
- Kehamilan
- TD > 200/120 mmHg
- Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko untuk terjadi
tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah. Heparin dan
Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan segera setelah
trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan dengan infark.
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit dilarutkan dalam 1
liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat
efek, dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung sebelumnya. Kecepatan infus
berdasarkan pada nilai APTT (Activated Partial Thromboplastin Time). Komplikasi
perdarahan umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara
intermiten.
3. Revaskularisasi Miokard
Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan ringan yang
stabil. Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap serius, episode nyeri dada menjadi
lebih sering dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila gejala tidak dapat dikontrol
dengan terapi farmakologis yang memadai, maka tindakan invasive seperti PTCA
(angioplasty coroner transluminal percutan) harus dipikirkan untuk memperbaiki sirkulasi
koronaria.
Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti iskhemia
a. Penyekat Beta
obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan
di arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul
24
bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol,
metoprolol, propranolol, nadolol.
b. Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom
angina pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi
pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat
jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya
toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12 jam.
Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
c. Kalsium Antagonis
obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang
akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada
pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat
kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin,
nifedipin, nimodipin, verapamil.
d. Terapi Farmakologis untuk mencegah Infark miokard akut
§ Terapi antiplatelet, obatnya adalah aspirin diberikan pada penderita PJK baik akut atau
kronik, kecuali ada kontra indikasi, maka penderita dapat diberikan tiiclopidin atau
clopidogrel.
§ Terapi Antitrombolitik, obatnya adalah heparin dan warfarin. Penggunaan antitrombolitik
dosis rendah akan menurunkan resiko terjadinya ischemia pada penderita dengan factor resiko
.
§ Terapi penurunan kolesterol, simvastatin akan menurunkan LDL (low density lipoprotein)
sehingga memperbaiki fungsi endotel pada daerah atheroskelerosis maka aliran darah di
arteria koronaria lebih baik.
5.8 Pencegahan dan Edukasi
1. Pencegahan Primordial
Yaitu upaya untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap PJK dalam suatu
wilayah dimana belum tampak adanya factor yang menjadi resiko PJK. Tujuannya adalah
25
untuk menghindari terbentuknya pola hidup sosial ekonomi dan kultural yang mendorong
peningkatan resiko penyakit.
Upaya primordial penyakit jantung koroner dapat berupa Kebijaksanaan Nasional Nutrisi
dalam sektor agrokultural, industri makanan,impor dan ekspor makanan, penanganan
konprehensif rokok, pencegahan hipertensi dan promosi aktivitas fisik/olah raga.
2. Pencegahan Primer
Yaitu upaya awal untuk mencegah PJK sebelum seseorang menderita PJK. Dilakukan
dengan pendekatan komunitas berupa penyuluhan faktor-faktor risiko PJK terutama pada
kelompok resiko tinggi, pencegahan ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembang
proses aterosklerosis.
Upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada pencegahan ini antara lain :
1. Mengontrol kolesterol darah. Yaitu dengan cara mengidentifikasi jenis makanan yang kaya
akan kolesteror kemudian mengurangi konsumsinya serta mengkonsumsi serat yang larut
(soluble fiber).
2. Mengontrol tekanan darah. Banyak kasus tekanan darah tinggi tidak dapat disembuhkan.
Keadaan ini berasal dari suatu kecenderungan genetik yang bercampur dengan faktor resiko
seperti stres, kegemukan, terlalu banyak konsumsi garam dan kurang gerak badan. Upaya
pengendalian yang dapat dilakukan adalah mengatur diet, menjaga berat badan, menurunkan
stres dan melakukan olah raga.
3. Berhenti merokok. Program-program umum dan kampanye anti merokok perlu
dilaksanakan secara intensif, seperti di pesawat terbang, di rumah sakit, dan di tempat umum
lainnya.
4. Aktifitas fisik. Manfaat dari melakukan aktifitas fisik dan olah raga bagi penyakit jantung
koroner antara lain adalah perbaikan fungsi dan efisiensi kardiovaskuler, pengurangan faktor
resiko lain yang menggaggu pembuluh darah koroner, perbaikan terhadap toleransi stres.
3. Pencegahan Sekunder
Yaitu untuk mencegah keadaan PJK yang sudah pernah terjadi untuk berulang untuk
menjadi lebih berat. Disini diperlukan perubahan pola hidup dan kepatuhan berobat bagi
mereka yang sudah pernah menderita PJK. Pencegahan sekunder ini ditujukan untuk
mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalitas.
Pedoman untuk mencegah serangan jantung dan kematian pada penderita PJK hampir sama
dengan pencegahan primer. Selain itu juga dilakukan intervensi dengan obat-obatan.
a. Intervensi dengan obat-obatan
26
(i) Aspirin
Obat yang paling banyak diberikan, tujuannya adalah mengencerkan darah agar tidak cepat
membeku.
(ii) Beta – Blocker
Obat yang menghambat kerja adrenalin agar tidak meresap ke dalam jantung dan pembuluh
darah, untuk mengurangi risiko terulangnya serangan jantung sehingga mampu menurunkan
angka kematian.
(iii) Penghambat ACE
ACE (Angiotensin Converting Enzyme) adalah suatu enzim yang meningkatkan jumlah
angiotensin dalam darah. Angiotensin membuat pembuluh darah berkerut hingga tubuh
dapat menahan garam dan air lebih banyak daripada yang normal. Dengan menurunkan
tingkat angiotensin, penghambat ACE berasil menurunkan tingkat angiotensin, penghambat
ACE berhasil menurunkan jumlah penderita serangan jantung dan kegagalan jantung.
(iv) Statin
Obat yang berfungsi untuk menurunkan jumlah kolesterol yang dibuat dalam tubuh
khususnya di hati, dan membantu agar pembuluh nadi tidak menyempit kembali.
(v) GTN
Obat ini digunakan bila penderita merasa nyeri di dada, bentuk obat ada yang berupa spray
untuk disemprot atau bentuk tablet. Obat ini sering diberikan pada penderita PJK yang baru
keluar dari rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
b. Pembedahan (operasi)
(i) Angioplasti
Angioplasty dilakukan dengan memasukkan balon tipis dan panjang melewati pembuluh
darah yang menyempit dengan bantuan kawat yang sangat halus, kemudian balon dipompa
pada tekanan tinggi hingga melebarkan pembuluh nadi dan sering memisahkan timbunan
lemak pada dinding pembuluh darah sehingga pembuluh membuka.
(ii)Bypass
Pembedahan bypass yaitu melakukan bypass terhadap penyumbatan di arteri koronaria dan
menggantikannya dengan pembuluh darah yang diambil dari dinding dada atau kaki dengan
menghentikan kerja jantung dan menggantikannya dengan mesin jantung paru saat operasi
jantung dilakukan.
4. Pencegahan Tersier
27
Pencegahan tersier merupakan terjadinya komplikasi yang lebih berat atau kematian.
Pencegahan dalam tingkatan ini berupa rehabilitasi jantung program rehabilitasi jantung
ditujukan kepada penderita PJK, atau pernah mengalami serangan jantung atau pasca operasi
jantung.
5.9 Prognosis
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun dengan hanya sedikit
pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas bervariasi dari 2% - 8% setahun. Faktor
yang mempengaruhi prognosis adalah beratnyan kelainan pembuluh koroner. Pasien dengan
penyempitan di pangkal pembuluh koroner kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima
tahun. Hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah
satu pembuluh darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan memperburuk
prognosis. Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah majunya tindakan
intervensi dibidang kardiologi dan bedah pintas koroner, harapan hidup pasien angina
pektoris menjadi jauh lebih baik.
5.10 KDU
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
28
6. HIPOTESIS
Tn. A, 40 tahun, menderita Diabetes Melitus, dengan riwayat keluarga penyakit jantung koroner,
datang dengan keluhan nyeri dada mengalami angina pectoris.
7. SINTESIS
7.1 ANGINA PECTORIS
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon
terhadap supalai oksigen yang tidak adequate ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat
menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen.
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan dada yang khas,
yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit
dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang
bila pasien menghentikan aktivitasnya.
Angina pectoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa tidak enak yang berulang di
dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang disebabkan oleh ischemia miokard tetapi
tidak sampai terjadi nekrosis. Rasa tidak enak tersebut sering kali digambarkan sebagai rasa
tertekan, rasa terjerat, rasa kemeng, rasa penuh, rasa terbakar, rasa bengkak dan rasa seperti
sakit gigi. Rasa tidak enak tersebut biasanya berkisar 1 – 15 menit di daerah retrosternal,
tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher, bahu, punggung dan lengan kiri. Walaupun
jarang, kadang-kadang juga menjalar ke lengan kanan. Kadang-kadang keluhannya dapat
berupa cepat capai, sesak nafas pada saat aktivitas, yang disebabkan oleh gangguan fungsi
akibat ischemia miokard. Penyakit angina pektoris ini juga disebut sebagai penyakit kejang
jantung. Penyakit ini timbul karena adanya penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang
mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu secara terus-
menerus karena aktifitas fisik atau mental.
B. KLASIFIKASI
Stable Angina
Juga disebut angina klasik. Terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen.
Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktifitas fisik seperti berolah raga, naiktangga, atau
bekerja keras. Pajanan dingin, terutama bila disertai bekerja seperti menyekop salju. Stres
mental termasuk stress yang terjadi akibat rasa marah serta tugas mental seperti berhitung,
29
dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri pada angina jenis ini, biasanya menghilang, apabila
individu yang bersangkutan menghentikan aktivitasnya.
Angina Variant (Prinzmetal)
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering terjadi
pada saat istirahat. Pada angina ini, suatu arteri koroner mengalami spasme yang
menyebabkan iskemik jantung. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan
aterosklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun tiak jelas tampak lesi pada arteri, dapat
terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif
memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan kontraksi arteri koroner.
Disritmia sering terjadi pada angina variant
Unstable Angina
Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera.
Dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk. Angina ini biasanya
menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis
koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi
spasme sebagai respon terhadap peptida vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke
area yang mengalami kerusakan. Seiring dengan pertumbuhan thrombus, frekuensi dan
keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan individu beresiko mengalami
kerusakan jantung irreversible. Unstable angina dapat juga dikarenakan kondisi kurang darah
(anemia) khususnya jika anda telah memiliki penyempitan arteri koroner sebelumnya Tidak
seperti stable angina, angina jenis ini tidak memiliki pola dan dapat timbul tanpa aktivitas
fisik berat sebelumnya serta tidak menurun dengan minum obat ataupun istirahat. Angina
tidak stabil termasuk gejala infark miokard pada sindrom koroner akut.
C. ETIOLOGI
Angina pektoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan oksigen yang lebih pada
waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja, makan, atau saat sedang mengalami stress. Jika
pada jantung mengalami penambahan beban kerja, tetapi supplai oksigen yang diterima
sedikit, maka akan menyebabkan rasa sakit pada jantung. Oksigen sangatlah diperlukan oleh
sel miokard untuk dapat mempertahankan fungsinya. Oksigen yang didapat dari proses
koroner untuk sel miokard ini, telah terpakai sebanyak 70 - 80 %, sehingga wajar bila aliran
koroner menjadi meningkat. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu diastole pada saat
otot ventrikel dalam keadaan istirahat.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pemakaian oksigen pada jantung, adalah
- Denyut Jantung
30
Apabila denyut jantung bertambah cepat, maka kebutuhan oksigen tiap menitnya akan
bertambah.
- Kontraktilitas
Dengan bekerja, maka akan banyak mengeluarkan katekolamin (adrenalin dan nor adrenalin)
sehingga dapat meningkatkan kontraksi pada jantung.
- Tekanan Sistolik Ventrikel Kiri
Makin tinggi tekanan, maka akan semakin banyak pemakaian oksigen.
- Ukuran Jantung
Jantung yang besar, akan memerlukan oksigen yang banyak.
Faktor-faktor penyebab lainnya, antara lain adalah :
Aterosklerosis
Denyut jantung yang terlalu cepat
Anemia berat
Kelainan pada katup jantung, terutama aortic stenosis yang disebabkan oleh sedikitnya aliran
darah ke katup jantung.
Penebalan pada di dinding otot jantung - hipertropi- dimana dapat terjadi pada penderita
tekanan darah tinggi sepanjang tahun
Spasme arteri koroner
D. PATOFISIOLOGI
Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia miokard atau karena
suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang karena penyempitan
pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis
atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan spasme.
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan
ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel
yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena
timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan
mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit
dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi
tersering aterosklerosis.
Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk memenuhi
kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard
31
meningkat seperti pada waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat
beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila
kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi
dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri
koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan terjadi iskemia(kekurangan
suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob
untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien
dan menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-sel
jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi adekut dan sel-sel otot kembali keproses
fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat.
Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pectoris mereda.
32
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Angina pectoris stabil.
Muncul ketika melakukan aktifitas berat
Biasanya dapat diperkirakan dan rasa nyeri yang muncul biasanya sama dengan rasa nyeri
yang datang sebelumnya
Hilang dalam waktu yang pendek sekitar 5 menit atau kurang
Hilang dengan segera ketika anda beristirahat atau menggunakan pengobatan terhadap
angina
Rasa sakitnya dapat menyebar ke lengan, punggung atau area lain
Dapat dipicu oleh tekanan mental atau stres.
2. Angina pectoris tidak stabil.
Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik frekuensi berat dan
lamanya meningkat.
Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
Tidak dapat diperkirakan
Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama
Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan angina
EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.
3. Angina variant.
Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada waktu aktifitas ringan.
Biasanya terjadi karena spasme arteri koroner
EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada waktu serangan yang
kemudian normal setelah serangan selesai.
F. DATA PENUNJANG
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan EKG 12 lead.
Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan angina pectoris. Depresi
atau elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan adanya angina dan menunjukkan suatu
ischemia pada beban kerja yang rendah.
Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto thoraks lebih sering
menunjukkan kelainan pada penderita dengan riwayat infark miokard atau penderita dengan
nyeri dada yang bukan berasal dari jantung. Manfaat pemeriksaan foto thorak secara rutin
pada penderita angina masih dipertanyakan.
Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku. Dari segi biaya,
tes ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo. Untuk mendapatkan informasi
33
yang optimal, protocol harus disesuaikan untuk masing-masing penderita agar dapat mencapai
setidaknya 6 menit. Selama EKG, frekwensi, tekanan darah harus dimonitor dengan baik dan
direkam pada tiap tingkatan dan juga pada saat abnormallitas segmen ST. metode yang
dipakai pada uji beban yaitu dengan menggunakan treadmill dan sepeda statis.
Interpretasi EKG uji latih beban yang paling penting adalah adanya depresi dan elevasi
segmen ST lebih dari 1 mm. Biasanya uji latih beban dihentikan bila mencapai 85% dari
denyut jantung maksimal berdasarkan umur, namun perlu diperhatikan adanya variabilitas
yang besar dari denyut jantung maksimal pada tiap individu. Indikasi absolute untuk
menghentikan uji beban adalah penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg dari
tekanan darah awal meskipun beban latihan naik jika diikuti tanda ischemia yang lain : angina
sedang sampai berat , ataxia yang meningkat, kesadaran menurun, tanda-tanda penurunan
perfusi seperti sianosis.
Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban berdasarkan EKG, maka
dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop yang biasa digunakan adalah thalium-210.
Tes uji latih ekokardiografi dianalisa berdasarkan penilaian penebalan miokard pada saat uji
latih dibandingkan dengan saat istirahat. Gambaran ekokardiografi yang mendukung adanya
ischemia miokard adalah: penurunan gerakan dinding pada 1 atau lebih segmen ventrikel kiri,
berkurangnya ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada saat uji latih beban,
hiperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang berkaitan atau yang tidak ischemia.
Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada penderita dengan nyeri
dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat dilakukan jika ada kontra indikasi untuk
test non invasive.
Untuk pemeriksaan Laboratorium Yang sering dilakukan adalah pemeriksaan enzim; CPK,
SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada
angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol LDH dan
LDL. Trigliserida perlu dilakukan untuk menemukan faktor resiko seperti hyperlipidemia dan
pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan diabetes mellitus yang juga
merupakan factor resiko bagi pasien angina pectoris.
G. KOMPLIKASI
1. Stable Angina Pectoris
Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi karena terdapat stenosis
menetap arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada timbul
34
bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat ringannya pencetus dibagi atas beberapa
tingkatan :
1. Selalu timbul sesudah latihan berat.
2. Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
3. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
4. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)
Diagnosa
1. Pemeriksaan EKG
2. Uji latihan fisik (Exercise stress testing dengan atau tanpa pemeriksaan radionuclide)
3. Angiografi koroner.
Terapi
1. Menghilangkan faktor pemberat
2. Mengurangi faktor resiko
3. Sewaktu serangan dapat dipakai
§ Penghambat Beta
§ Antagonis kalsium
§ Kombinasi
2. Unstable Angina Pectoris
Disebabkam primer oleh kontraksi otot polos pembuluh koroner sehingga mengakibatkan
iskemia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan
tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin, Prostagglandin). Selain dari
spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami
nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang subuh.
Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant (prinzmental).
Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja. Pada waktu serangan
didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan fisik pada penderita ini oleh karena
dapat mencetuskan aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita dapat
melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.
Terapi
1. Inhibitor trombosit: Pasien angina yang tidak stabil efektif terhadap aspirin selama fase
akut maupun kronis
2. Antikoagulan: Heparin dapat mencegah miokard infark dan mengurangi iskemia dan
depresi ST segmen.
35
3. Anti trombotik: preparat yang paling banyak digunakan adalah aspirin dimana dengan
pemberian aspirin angka kematian dapat diturunkan sampai 25%. Disamping itu aspirin dapat
juga mencegah re-infark
4. Nitrogliserin: hasilnya masih kontroversi akan tetapi dapat diberikan intravena pada
angina yang tidak stabil disepakati untuk mencegah timbulnya angina
5. Beta blocker: Mengurangi kecepatan jantung, kontraksi miokard dan kebutuhan oksigen
oleh miokard. Efektif untuk mengurangi nyeri dada. Sebaiknya diberikan intravenous
dilanjutkan dengan beta blocker sampai dengan denyut jantung 60 x/menit
6. Kalsium Antagonis: Efektif sebagai vasodilatasi. Dalam hal ini yang banyak digunakan
adalah diltiazim juga menyebabkan pengurangan denyut jantung dan verampamil. Tidak
mengurangi infark akan tetapi dapat mengurangi serangan angina. Yang banyak digaunakan
adalah nifedipine, nikardipin yang biasa dikombinasikan dengan beta blocker.
7. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau coronary by Pass Graff
Surgery (CBGS)
3. Infark miokard acut (IMA)
Gambaran Klinis:
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa sakit didada.
Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan
pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara
cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja
tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti
angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau
perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina
,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu
pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah
mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula
bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa
sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor.
Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau
dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis
akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).
36
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila pasien-pasien ini
ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa
benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang.
Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan)
dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat
irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar, tetapi bisa gelisah,
cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab
cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara
cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari
hari 1 hingga 2 minggu) ,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik
tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak
substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman
/pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada
angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih
agresif.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit
yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat,
kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam,
kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk
beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan
turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.
Pengobatan:
Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas. Kedua
mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah
jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma ventrikel,
infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit diberikan
sulfas morphin 2,5-10 mg IV.
Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia.
Obat ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis
25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan .
Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia dan tekanan
darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai
dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama
bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark. Nitrat baik sublingual maupun
transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama.
37
Nifedipin, C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah spasme koroner,
khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang. Istirahat, pemberian 02, diet kalori
rendah dan mudah dicernakan dan pasang infus untuk siap gawat.
Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus dimobilisasi agak lama seperti
gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar 60-70% dari infark tidak terdapat
komplikasi dan dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban
(ULJB) yang dimodifikasikan.
Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar diperiksa arteriogram
koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh darah koronernya agar dapat ditentukan
sikap yang optimal.
Pembatasan perluasan Infark:
Seperti telah diterangkan bahwa perfusi miokard dan kebutuhan metabolik tidak boleh
dirugikan oleh pengobatan. Keadaan yang mungkin memperluas infark harus dicegah atau
langsung diperbaiki seperti: Tachykardia, Hipertensi , Hipotensi, Aritmia dan Hipoxemia.
Menghadapi keadaan tersebut diperlukan strategi pengobatan yaitu :
1. Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara :
a. Beta Blocker
b. Menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
c. Membantu sirkulasi dengan ABC
2. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral ditingkat
kan sehingga persediaan 02 miokard meningkat. .
a. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen activator (Actylase) .
b. Calcium antagonist
c. Peningkatan perfusi koroner dengan ABC
Streptokinase intra vena memberi thrombolyse dalam 50% para penderita bila diberikan
dalam waktu 6 jam sesudah timbul gejala infark. Dosis : 250.000 U dalam 10 Menit, diikuti
dengan infus dengan dosis antara 850.000 sampai 1.700.000 U selama 1 jam. Sebaiknya
diberikan Hydrocortison IV-l00 mg sebelum streptokinase diberikan. Heparin diberikan 2 jam
sesudah streptokinase infus berakhir.
Actylase, recombinant human tissue-type plasminogen activator (rt-PA). Actylase adalah
suatu bahan thrombolitik yang unik dengan teknologi DNA rekombinan dan dinyatakan
sebagai bahan yang mampu menghambat terjadinya oklusi pembuluh darah koroner dengan
cara menyebabkan lysisnya thrombus sebelum terjadi infark jantung total. Bahan ini
mempunyai sifat spesifik dimana tidak mempengaruhi proses koagulasi sistemik. Disamping
itu bahan ini tidak menyebabkan allergi karena berasal dari protein manusia secara alami.
38
Untuk mendapatkan bahan ini secara alami tentu tidak mudah, karena untuk mendapat 1 gr
human tissue plasminogen acti vater dibutuhkan 5 ton jaringan manusia.
Cara membuatnya adalah dengan teknik Recombinant DNA dan metode fermentasi sel
jaringan. (genetic engineering).
Cara kerja actylase adalah fibrin spesifik dan berikatan dengan fibrin guna mengaktifkan
perobahan plasminogen menjadi plasmin. Afinitasnya besar pada fibrin dan tidak aktif di
darah.
Kerja actylase cepat yaitu 1-2 menit setelah pemberian 10 fig.
Indikasi: Thrombo-oklusi koroner, pulmoner, deep vein thrombosis peripheral arterial
occlusion.
Kontra indikasi:
1. Adanya diathese hemorrhagis
2. Adanya perdarahan internal baru
3. Perdarahan cerebral.
4. Trauma atau operasi yang baru
5. Hipertensi yang tidak terkontrol
6. Bacterial endocarditis
7. Acute pancreatitis.
4. Aritmia
Adalah suatu kelainan ireguler dari denyut jantung yang disebabkan oleh pembentukan impuls
yang abnormal dan kelainan konduksi impuls atau keduanya. Depolarisasi terlambat
disebabkan oleh meningginya kalsium intrasel. Kalsium intoksikasi adalah salah satu contoh
terjadinya depolarisasi tipe ini.
5. Kematian Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Death)
Didefinisikan sebagai kematian yang terjadi kurang dari 1 jam dari kesadaran tanpa diketahui
terlebih dahulu adanya penyakit jantung primer atau tidak. Secara umum penyebab dari
kematian jantung lebih dari 90% disebabkan oleh koroner (VT dan VF 60%), infark akut
(15%), iskemi akut (10%), spasme koroner (2-5%)
Terapi
Tidakan darurat yang dilakukan pada pasien yang selamat dari jantung:
1. Langkah pertama, stabilisasi, resusitasi, nilai status neurologi, dan lakukan ekstubasi
2. Langkah kedua, cari factor penyebab yang pada umumnya adalah infark akut, hipokalemi,
dan obat-obatan
39
3. Langkah ketiga, ketahui sttus jantung dengan tes exercise, talium scan, ekokardiografi
4. Langkah ke empat, ketahui apakah terdapat VT/VF baik melalui holter monitor maupun
tes treadmill
5. Langkah kelima, lakukan salah satu terapi, implantable defibrillator, CABG dengan atau
tidak defibrillator, amiodaron atau mungkin juga pemberian sotasol
H. PENATALAKSANAAN
Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris :
Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian meningkatkan kuantitas
hidup.
Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan demikian
meningkatkan kualitas hidup.
Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah: meningkatkan pemberian oksigen (dengan
meningkatkan aliran darah koroner) dan menurunkan kebutuhan oksigen (dengan mengurangi
kerja jantung).
1. Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti iskhemia
a. Penyekat Beta
obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan
di arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul
bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol,
metoprolol, propranolol, nadolol.
b. Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom
angina pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi
pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat
jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya
toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12 jam.
Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
c. Kalsium Antagonis
obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang
akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada
pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat
40
kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin,
nifedipin, nimodipin, verapamil.
d. Terapi Farmakologis untuk mencegah Infark miokard akut
§ Terapi antiplatelet, obatnya adalah aspirin diberikan pada penderita PJK baik akut atau
kronik, kecuali ada kontra indikasi, maka penderita dapat diberikan tiiclopidin atau
clopidogrel.
§ Terapi Antitrombolitik, obatnya adalah heparin dan warfarin. Penggunaan antitrombolitik
dosis rendah akan menurunkan resiko terjadinya ischemia pada penderita dengan factor resiko
.
§ Terapi penurunan kolesterol, simvastatin akan menurunkan LDL (low density lipoprotein)
sehingga memperbaiki fungsi endotel pada daerah atheroskelerosis maka aliran darah di
arteria koronaria lebih baik.
2. Revaskularisasi Miokard
Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan ringan yang
stabil. Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap serius, episode nyeri dada menjadi
lebih sering dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila gejala tidak dapat dikontrol
dengan terapi farmakologis yang memadai, maka tindakan invasive seperti PTCA
(angioplasty coroner transluminal percutan) harus dipikirkan untuk memperbaiki sirkulasi
koronaria.
3. Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara
lain : pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya
tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan
menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk
menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah.
Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif,
agresif atau ambisius.
41
7.2. KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER
1. Acute Coronary Syndrome
Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
Angina Pektoris Stabil
Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang
dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan sebagai angina
tak stabil. Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat. Nyeri yang tadinya
agak berat berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan,
kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres yg
tertentu/ lebih berat dari sehari-harinya)
Angina Pektoris Tak Stabil
Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: 1. pasien dengan angina yang masih baru
dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali sehari,
2. pasien dengan angina yang makin bertambah berat sedangkan faktor presipitasi makin
ringan, 3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Infark Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI)
Perbedaan angina tak stabil dan NSTEMI ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat
sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai
keluhan iskemia sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun
42
tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang
sebentar atau adanya gelombang T yang negatif.
2. Ventrikular fibrilasi
a. Definisi
Rangkaian tidak terorganisirnya kontraksi yang sangat cepat tapi tidak efektif dan disebabkan
multipel impuls elektrik yang gagal. Secara elektrikal ventrikular fibrilasi mirip dengan atrial
fibrilasi, akan tetapi prognosisnya lebih jelek.
b. Etiologi
Penyebab tersering adalah kurangnya aliran darah ke otot jantung karena penyakit arteri
koroner atau serangan jantung. Penyebab lain adalah shock dan hipokalemia.
c. Gejala
Gejala fibrilasi ventrikular berupa ketidaksadaran. Jika tidak diobati, pasien akan mengalami
keburukan seperti konvulsan dan berkembang menjadi rusaknya otak setelah 5 menit, akibat
oksigen tidak sampai ke otak.
43
d. Diagnosis
Mendiagnosa fibrilasi ventrikular dipertimbangkan jika pasien tiba-tiba kolaps, saat diperiksa
tidak ada nadi atau detak jantung dan tekanan darah tidak dapat diperiksa. Diagnosa
dipastikan dengan EKG.
e. Tatalaksana
Fibrilasi ventrikular harus cepat diobati. CPR harus dilakukan beberapa detik sampai menit
dan diikuti dengan kardioversi (kejutan elektrik). Baru kemudian obat diberikan untuk
pertahankan irama jantung normal.
f. Prognosis
Bila fibrilasi ventrikular terjadi kurang dari 1 jam setelah serangan jantung dan penderita tidak
dalam keadaan shock atau tidak mengalami gagal jantung, usaha kardioversi biasanya berhasil
rata-rata 95% dan prognosis akan baik. Akan tetapi jika sebaliknya, usaha kardioversi pun
hanya memiliki kesuksesan sebesar 30% dan 70% kemungkinan meninggal.
3. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan
yangdiakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas
dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan
penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri
rata-rata lebihdari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5
ml/kg/jam) dengan lajunadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti
organ. Tidak ada batas yangjelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok
kerdiogenik.
b. Etiologi
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang mengklasifikasikan penyebab
syokkardiogenik sebagai berikut :
Penyakit jantung iskemik (IHD)
Obat-obatan yang mendepresi jantung
Gangguan Irama Jantung
c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguanmengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat
pada perfusijaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik
44
yangdisebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot
padaventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhandan suplai oksigen miokardium. Gambaran klinis gagal jantung kiri :
Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
Pernapasan cheyne stokes
Batuk-batuk
Sianosis
Suara serak
Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
BMR mungkin naik
d. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
Electrocardiogram (ECG)
Scan jantung
Kateterisasi jantung
Roentgen dada
Enzim hepar
Elektrolit oksimetri nadi
AGD
Kreatinin
Albumin / transforin serum
HSD
e. Penatalaksanaan
1) Tindakan umum:
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiapdisritmia mayor
harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan padaterjadinya syok. Bila
dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemiaatau volume
intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairandalam
sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif
bilaaliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
2) Farmakoterapi:
Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanandarah arteri
45
rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yangdapat
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka
cenderungmeningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif
untukmenurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini
menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak
pintasan volumeintravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload.
Bahan vasoaktif inibiasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu
memelihara tekanandarah yang adekuat.
3) Pompa Balon Intra Aorta:
Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenikmeliputi penggunaan alat
bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakanadalah Pompa Balon
Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakancounterpulsation internal
untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan carapengembangan dan pengempisan
balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alatini dihubungkan dengan kotak
pengontrol yang seirama dengan aktivitas elektrokardiogram.Pemantauan hemodinamika juga
sangat penting untuk menentukan status sirkulasi pasien selamapenggunaan IABP.Balon
dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan
kecepatanyang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang
mengakibatkanpeningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama
sistole, yang akanmengurangi beban kerja ventrikel.
46
8. KERANGKA KONSEP
9. KESIMPULAN
Tn. A, 40 tahun, menderita Diabetes Melitus, dengan riwayat keluarga penyakit jantung koroner,
datang dengan keluhan nyeri dada mengalami angina pectoris.Akan ditatalaksana dengan ….
47
DAFTAR PUSTAKA
Bresler, Jay M., Sternbach, G. L. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.
Hazinski M, et al. 2010. Hand book of emergency cardiovaskular care for healthcare provider. Chicago: American Heart Association.
Karo, Santoso. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Latief S, Suryadi K, Dachlan R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi 2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Muhiman M, dkk. 2004. Anestesiologi. Jakarta: Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit E/6 Vol.1. Jakarta: EGC.
Purwadianto A, Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Purwadianto A, Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Terjemahan oleh: Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed V. Jakarta: Interna Publishing.
48