laporan sken a blok 9.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Sistem Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada
semester III dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan Rony, anak laki-laki, 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP
dengan keluhan kejang yang terjadi sejak 30 menit yang lalu, saat di RS
kejang masih berlangsung, frekuensi kejang 3 kali, interval antar kejang 5
jam. Intertiktal dan postiktal Rony tidak sadar. Kejang hamper seluruh badan,
tangan dan kaki tegang lurus, mata mendelik ke atas.
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS, Rony panas tinggi disertai
keluarnya cairan melalui telinga. Panas makin lama makin tinggi. Ibu Rony
hanya member obatpenurun panas yang diberi diwarung. Panas turun setelah
diberi obat penurun panas tapi kemudian naik kembali. Rony belum pernah
kejang sebelumnya.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG
Moderator : Falaah Islama
Sekretaris Papan : Nurfrida Aini
Sekretaris Meja : Anindia Elok Susanti
Waktu : Senin, 2 November 2015
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.
Rabu, 4 November 2015
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.
The Rule of Tutorial : 1. Menonaktifkan ponsel atau mengkondisikan
ponsel dalam keadaan diam
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan
argumen.
3. Izin saat akan keluar ruangan
2.2 Skenario Kasus
Susi, anak perempuan 2 tahun dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI
dengan keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang (+-) 15
menit, frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam, saat kejang
berlangsusng susi tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Susi
sadar. Kejang hampie seluruh badan tangan dan kaki kelojotan, mata
mendelik keatas. Saat tiba di IGD, Susi kejang kembali, lama kejang (+-) 5
menit, bentuk kejang sama seperti kejang sebelumnya.
Sejak satu hari sebelum masuk RS, Susi panas disertai batuk pilek.
Panas makn lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi,
Susi mengalami kejang. Susi belum pernah mengalami kejang
sebelumnya. Ayah Susi pernah kejang demam saat bayi. Susi lahie spontan
ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung menangis.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Kesadaran kompos mentis
Tanda Vital: Nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas
30x/menit, suhu 39,5 derajat
Keadaan Spesifik
Kepala: mata: pupil isokor, reflex cahaya (+), hidung: rinorea (+/+), faring:
hiperemis, tonsil:T1-T1, detritus (+)
Leher: tidak ada kaku kuduk
Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II, bising jantung (-),
paru: vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologikus:
Nn. Craniales : sulit dinilai
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Fisiologis Normal Normal normal Normal
Refleks Patologis - - - -
2.3. Klarifikasi Istilah
No Istilah Klarifikasi
1 Kejang Kontraksi otot berlebihan dan terjadi
diluar kehendak
2 Interval Masa tenggang diantara dua kejadian.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 3
3 Kelojotan
4 Mendelik Membelalak matanya (melotot).
5 Kejang Demam Kejang yang didahului demam
sebelumnya.
6 Lahir Spontan Lahir pervaginam dengan tenaga ibu
sendiri.
7 Pupil Isokor Kesamaan ukuran pupil di kedua mata.
8 Rinorea Sekresi mukus encer dari hidung.
9 Hiperemis Pembengkakan atau kelebihan darah pada
bagian tertentu.
10 Detritus Bahan partikulat yang dihasilkan atau
tersisa setelah pengausan atau
disintergrasi jaringan.
11 Kaku Kuduk Keras tak dapat dilentukan pada bagian
leher sebelah belakang atau tengkuk.
12 Retraksi Tindakan menarik kembali atau keadaan
tertarik kembali.
13 Vesikuler Berkenaan dengan kulit terbentuk dari
vesikel dan memiliki frekuensi bunyi
yang rendah seperti bunyi napas normal
pada paru.
14 Ronki Suara yang dihasilkan saat udara melewati
jalan napas yang penuh cairan atau
mukus, terdengar saat inspirasi maupun
ekspirasi.
15 Akral Berkenaan dengan memengaruhi tungkai
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 4
atau ektremitas lain.
16 Tonus Kontraksi otot ringan dan terus menerus
yang pada otot otot rangka membantu
dalam mempertahankan postur dan
pengembalian darah ke jantung.
17 Klonus Serangkai kontraksi dan relaksasi otot
involunter yang bergantian secara cepat.
18 Eutoni Keadaan tonus normal.
19 Refleks Fisiologis Refleks yang terjadi secara normal.
20 Refleks Patologi Refleks yang terjadi karena adanya
gangguan atau kerusakan system saraf.
2.4. Identifikasi Masalah
1. Susi, anak perempuan 2 tahun dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI
dengan keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang (+-)
15 menit, frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam, saat
kejang berlangsusng susi tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah
kejang Susi sadar. Kejang hampie seluruh badan tangan dan kaki
kelojotan, mata mendelik keatas. Saat tiba di IGD, Susi kejang
kembali, lama kejang (+-) 5 menit, bentuk kejang sama seperti kejang
sebelumnya.
2. Sejak satu hari sebelum masuk RS, Susi panas disertai batuk pilek.
Panas makn lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas
tinggi, Susi mengalami kejang.
3. Susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya.
4. Ayah Susi pernah kejang demam saat bayi.
5. Susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 5
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Kesadaran kompos mentis
Tanda Vital: Nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi
napas 30x/menit, suhu 39,5 derajat
7. Keadaan Spesifik
Kepala: mata: pupil isokor, reflex cahaya (+), hidung: rinorea (+/+),
faring: hiperemis, tonsil:T1-T1, detritus (+)
Leher: tidak ada kaku kuduk
Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II, bising
jantung (-), paru: vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
8. Status neurologikus:
Nn. Craniales : sulit dinilai
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Fisiologis Normal Normal normal Normal
Refleks Patologis - - - -
2.5. Analisis Masalah
1. Susi, anak perempuan 2 tahun dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI
dengan keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang (+-)
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 6
15 menit, frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam, saat
kejang berlangsusng susi tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah
kejang Susi sadar. Kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki
kelojotan, mata mendelik keatas. Saat tiba di IGD, Susi kejang
kembali, lama kejang (+-) 5 menit, bentuk kejang sama seperti kejang
sebelumnya.
a. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histology dari otak?
Jawab:
1) Anatomi
Kulit kepala terdiri dari 5 lapis, yakni SCALP
S Skin, kulit tebal dan berambut yang mengndung banyak
kelenjar sebacea.
C Connective tissue, jaringan ikat di bawah kulit, yang
merupakan jaringan lemak fibrosa.
A Aponeurosi (epicranial), lembaran tendo yang tipis yang
menghubungkan venter occipitale dan venter frontale
m. Occipitofrontalis
L Loose areolar tissue, jaringan ikat longgar yang mengisi
spatium subaponeuroticum, dan secara longgar
menghubungkan aponeurosis epicranialis dengan
periosteum cranium.
P Pericranium, merupakan periosteum yang menutupi
permukaan luar tengkorak.
Otak dibungkus oleh 3 membran (meninges), yakni:
1) Duramater:
Lapisan endosteal yaitu periosteum yang meliputi
permukaan dalam tulang-tulng tengkorak.
Lapisan meningeal yaitu (duramater yang sebe-
narnya) merupakan membran fibrosa padat dan kuat
yang membungkus otak.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 7
2) Arachnoideamater merupakan membran impermeabel
halus yang meliputi otak.
3) Piamater merupakan membran vaskular yang dengan
erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam.
Otak terdiri dari 3 bagian utama yakni Rhombencephalon
(Metencephalon {pons & cerebellum} & Mielencephalon
{MO}), Mesencephalon, Prosencephalon (Diencephalon &
cerebrum)
1) Rombhencephalon :
a. Medula oblongata berbentuk conus, pada bagian su-
perior berhubungan dengan pons, dan bagian inferior
berhubungan dengan MS. MO terdapat banyak neuron
(nuclei) berfungsi untuk menyalurkan serabut-serabut
saraf ascendens dan descendens.
b. Pons (jembatan) dinamakan dari banyaknya ser-
abut yang berjalan transversal pada permukaan anteri-
ornya yang menghubungkan kedua hemispherium
cerebelli.
c. Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior.
Terdiri dari 2 hemispherium yang dihubungkan oleh
sebuah bagian median (vermis).
2) Mesencephalon bagian sempit otak yang
menghubungkan prosencephalon dengan rhomben-
cephaloncephalon. Rongga sempit di mesencephalon
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 8
adalah aqueductus cerebri. Mesencephalon terdapat
banyak nuclei dan berkas swrabut-serabut saraf asendens
dan desendens.
3) Prosencephalon:
a. Diencephalon terdiri dari thalamus pada bagian
dorsal dan hypothalamus di bagian ventral.
b. Cerebrum bagian otak besar yang terdiri dari 2
hemispheriumcerebri yng dihubungkan oleh masa
substantia alba (corpus callosum)
Batang otak merupakan istilah untuk gabungan MO, pons,
Mesencephalon: truncus encephali) (Snell, RS.2006).
2) Fisiologi
1. Otak
1. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan
berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual dan kecerdasan intelek-
tual atau IQ.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang
disebut Lobus, yaitu:
a. Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 9
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol
perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara
umum.
b. Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d. Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata.
2. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan
tubuh.
3. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau
lari) saat datangnya bahaya.Batang Otak terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
a. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid
Brain) berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak,
seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
pencernaan.
4. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis,
rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 10
metabolisme dan juga memori jangka panjang
(Gillen,2003).
2. Cairan Serebro Spinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid
merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak
dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml,
volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-
162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari
jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra
sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35
ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan
serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini
merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,
sirkulasi dan absorpsi.Untuk mempertahankan jumlah cairan
serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal
diganti 4-5 kali dalam sehari.
Fungsi Cairan Serebrospinalis (CSS)
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-
unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan
cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan
luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi
berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan
mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang
mengenai tulang tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari
otak, seperti CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting
karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 11
untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi
purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral.
Hormon-hormon dari lobus posterior hipofise,
hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke
CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara
pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga
tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui
berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau
masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang
mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.
(Sherwood L. 2002).
3) Histologi
Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk
struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara
mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan,
yakni:
1. Lapisan molekularis merupakan lapisan terluar dan terletak
tepat di bawah lapisan piamater. Mengandung sel-sel neu-
roglia dan sel horizontal Cajal.
2. Lapisan granularis externa merupakan mengandung sel neu-
roglia dan sel piramid kecil
3. Lapisan piramidalis externa merupakan tipe predominan
adalah sel piramid ukuran sedang
4. Lapisan granularisinterna merupakan lapisan tipis dengan
sel granula kecil (stellate), sel piramid, dan neuroglia.
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling padat.
5. Lapisan piramidalis interna merupakan mengandung sel
neuroglia dan sel piramid terbesar.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 12
6. Lapisan sel multiformis merupakan lapisan terdalam dan
berbatasan dengan substansia alba, dengan varian sel yang
banyak..
a. Korteks cerebelli
Lipatan-lipatan dalam di korteks (folia serebelli) yang
dipisahkan oleh sulci.
1. Lapisan molecular merupakan lapisan terluar, mengan-
dung neuron kecil dan serat saraf.
2. Lapisan Purkinjense merupakan (lapisan ganglioner), di
tengah, mengandung banyak sel-sel Purkinje yang besar
dan berbentuk seperti botol dan khas untuk serebelum.
Dendritnya bercabang dan memasuki lapisan molekular,
sementara akson termielinasi menembus substansia alba.
3. Lapisan granular merupakan lapisan terdalam, mengan-
dung sel granula kecil, sel Golgi tipe II dan ruang kosong
yaitu gromeruli (Eroschenko, VP. 2010).
Saraf Kepala (Saraf Otak)
Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang keluar dari
otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang
tengkorak berhubungan erat dengan otot panca indera mata,
telinga, hidung, lidah dan kulit. Di dalam kepala ada dua
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 13
saraf cranial, beberapa diantaranya adalah serabut campuran
gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang
terdiri dari saraf motorik saja atau hanya sensorik saja,
misalnya alatalat panca indera. Saraf kepala terdiri dari:
Saraf Cranialis
Pada otak terdapat 12 saraf tepi, yakni :
1) Saraf Olfaktorius (N.I)
2) Saraf Optikus (N. Ii)
3) Saraf Okulomotorius (N. Iii)
4) Saraf Troklearis (N. Iv)
5) Saraf Trigeminus (N. V)
6) Saraf Abdusens (N. Vi)
7) Saraf Fasialis (N. Vii)
8) Saraf Vestibulokoklearis (N. Viii)
9) Saraf Glosofaringeus (N. Ix)
10) Saraf Vagus (N. X)
11) Saraf Asesorius (N. Xi)
12) Saraf Hipoglosus (N. Xii)
Pembahasan:
1) Nervus Olfaktorius
Sifatnya sensorik menyerupai hidung membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke
otak. Fungsinya: saraf pembau yang keluar dari otak di
bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius, kemudian saraf
ini melalui lubang yang ada di dalam tulang tapis akan
menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel
pancaindera.
2) Nervus Optikus
Sifatnya, sensoris, mensyarafi bola mata membawa
rangsangan penglihatan ke otak. Fungsinya, serabut mata
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 14
yang serabut-serabut sarafnya keluar dari bukit IV dan
pusat-pusat didekatnya serabut-serabut tersebut memiliki
tangkai otak dan membentuk saluran optik dan bertemu di
tangkai hipofise dan membentang sebagai saraf mata,
serabut tersebut tidak semuanya bersilang. Sebagian
serabut saraf terletak di sebelah sisi serabut yang berasal
dari saluran optik. Oleh sebab itu serabut saraf yang
datang dari sebelah kanan retina tiap-tiap mata terdapat di
dalam optik kanan begitu pula sebaliknya retina kiri tiap-
tiap mata terdapat disebelah kiri.
3) Nervus Okulomotoris
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot
penggerak bola mata). Di dalam saraf ini terkandung
serabut-serabut saraf otonomi (para simpatis). Fungsinya:
saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai otak dan
menuju ke lekuk mata dan mengusahakan persarafan otot
yang mengangkat kelopak mata atas, selain dari otot
miring atas mata dan otot lurus sisi mata.
4) Nervus Troklearis
Sifatnya motoris ia mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya: saraf pemutar mata yang pusatnya terletak
dibelakang pusat saraf penggerak mata, dan saraf
penggerak mata masuk ke dalam
lekuk mata menuju orbital miring atas mata.
5) Nervus Trigeminus
Sifatnya majemuk (sensoris motoris), saraf ini mempunyai
3 buah cabang yaitu:
a) Nervus optalmikus.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 15
Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelompok mata atas, selaput lendir kelopak
mata dan bola mata.
b) Nervus maksilaris.
Sifatnya sensoris, mensarafi gigi-gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, rongga hidung dan sinus
maksilaris.
c) Nervus mandibularis.
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris), serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah,
serabut- serabut sensorinya mensarafi gigi bawah,
kulit daerah temporal dan dagu. Serabut rongga mulut
dan lidah dapat membawa rangsangan cita rasa ke
otak. Fungsinya: sebagai saraf kembar 3 dimana saraf
ini merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2
buah akar saraf besar yang mengandung serabut saraf
penggerak. Dan di ujung tulang belakang yang
terkecil mengandung serabut saraf penggerak. Di
ujung tulang karang bagian perasa membentuk sebuah
ganglion yang dinamakan simpul saraf serta
meninggalkan rongga tengkorak.
6) Nervus Abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya: sebagai saraf penggoyang sisi mata dimana
saraf ini keluar disebelah bawah jembatan pontis
menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di
lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
7) Nervus Fasialis
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput
lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 16
serabut saraf otonomi (parasimpatis) untuk wajah dan kulit
kepala. Fungsinya: sebagai mimik dan menghantarkan
rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar di sebelah
belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.
8) Nervus Auditorius
Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar
membawa rangsangan dari pendengaran dari telinga ke
otak. Fungsinya: sebagai saraf pendengar, yang mana saraf
ini mempunyai 2 buah kumpulan serabut saraf yaitu:
rumah keong (koklea), disebut akar tengah adalah saraf
untuk mendengar dan pintu halaman (vestibulum), disebut
akar tengah adalah saraf untuk keseimbangan.
9) Nervus Glossofaringeus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), ia
mensarafi faring, tonsil dan lidah. Saraf ini dapat
membawa rangsangan cita rasa ke otak, di dalamnya
mengandung saraf-saraf otonomi. Fungsinya: sebagai saraf
lidah tekak dimana saraf ini melewati lorong diantara
tulang belakang dan karang, terdapat dua buah simpul
saraf yang di atas sekali dinamakan ganglion jugularis atau
ganglion atas dan yang dibawah dinamakan ganglion
petrosum atau ganglion bawah. Saraf ini (saraf lidah
tekak) berhubungan dengan nervus-nervus fasialis dan
saraf simpatis ranting 11 untuk ruang faring dan tekak.
10) Nervus Vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),
mengandung serabut-serabut saraf motorik, sensoris dan
para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 17
intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen dan lain-lain. Fungsinya: sebagai saraf perasa,
dimana saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan
terdapat di bawah saraf lidah tekak.
11) Nervus Assesorius
Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus
sternokloide mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya:
sebagai saraf tambahan, terbagi atas dua bagian, bagian
yang berasal dari otak dan bagian yang berasal dari
sumsum tulang belakang.
12) Nervus Hipoglosus
Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.
Fungsinya: sebagai saraf lidah dimana saraf ini terdapat di
dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu dan
melewati lubang yang terdapat Saraf ini juga memberikan
ranting-ranting pada otot yang melekat pada tulang lidah
dan otot lidah.
b. Apa yang dimaksud dengan kejang?
Jawab:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 18
Lepasan muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau darah jaringan normal yang terganggu oleh proses pathologis. Kontraksi otot involunter yang kuat dan tiba-tiba.
Sintesa:
Kejang adalah suatu kejadian paroksismal (serangan yang secara sering dalam waktu yang singkat dan mempunyai gejala yang sama) yang disebabkan oleh lepasnya muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Manifestasi kejang adalah kombinasi beragam dari perubahan tingkat kesadaran, serta gangguan fungsi motorik, sensorik, atau autonom, bergantung pada lokasi neuron-neuron fokus kejang ini (Price and Wilson. 2005).
c. Apa saja klasifikasi kejang?
Jawab:
Klasifikasi kejang terdiri dari:
1. Kejang Parsial
a. Parsial sederhana
b. Parsial kompleks
2. Kejang Generalisata
a. Tonik-Klonik
b. Absence
c. Mioklonik
d. Atonik
e. Tonik
f. Klonik
Sintesa:
Klasifikasi kejang antara lain:
1) Parsial
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di satu
bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 19
a) Parsial Sederhana
a. Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal, unilat-
eral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar
sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardia,
brakikardia, takipnu, kemerahan, rasa tidak enak di
epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya in-
gat)
b. Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
b) Parsial Kompleks
Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang
menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh
a. Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme
(mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-
narik baju)
b. Beberapa kejang parsial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata. Biasanya
berlangsung 1-3 menit
2) Generalisata
Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral dan
simetrik; tidak ada aura
a) Tonik-Klonik
Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;
menggigit lidah; fase pascaiktus
b) Absence
Sering salah didiagnosis sebagai melamun
a. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak
mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus
postural tidak hilang
b. Berlangsung selama beberapa detik
c) Mioklonik
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 20
Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di
beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat
d) Atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai
lenyapnya postur tubuh (drop attacks)
e) Klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso
f) Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan
dan ekstensi tungkai
a. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
b. Dapat menyebabkan henti napas
(Price, SA. & Wilson, LM., 2005).
Menurut IDAI klasifikasi kejang demam umumnya terbagi 2
1. Kejang demam sederhana
a. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit
b. Akan berhenti sendiri
c. tidak terulang dalam waktu 24 jam
d. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara selu-
ruh kejang demam
e. Kejang tidak bersifat fokal
f. Sekitar 80-90% dari keseluruhan kasus kejang digo-
longkan kejang demam sederhana.
Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika
suhu meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua
tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.
Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting
untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 21
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal,
kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.
Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam
waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu
yang mendadak (Hendarto, 2002).
2. Kejang demam kompleks
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-
dahului kejang parsial
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu
sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16%
diantara anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing,
2014).
d. Termasuk jenis kejang apa yang dialami oleh Susi?
Jawab:
Susi termasuk mengalami tipe kejang demam kompleks
Sintesa:
Ciri-ciri dari kejang demam kompleks antara lain:
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-
dahului kejang parsial
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 22
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih
dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam. Kejang fokal
adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didauhului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang
2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara
anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing,
2014).
e. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan kejang?
Jawab:
Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada
kelompok umur pediatric dan terjadi pada frekuenzi 4-6/1000
anak. Kejang ini merupaka rujukan paling lazim ke bagian
neurologi. Kejang bukanlah diagnosis melainkan suatu gejala
gangguan pada SSP yang mendasari kejang tersebut (Behram, RE,
2000).
Sintesa:
Menurut UKK Neurologi IDAI 2005, kejang demam terjadi
pada usia antara 6 bulan- 5 tahun, umumnya terjadi pada usia 18
bulan. Selain itu, kejang berulang umumnya terjadi pada balita usia
dibawah 12 bulan. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5
tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang
lebih cepat dibandingkan laki-laki (IDAI, 2005).
Sedangkan menurut Consensus Statement On Febrile Seizures (1980) kejam demam sering terjadi pada bayi dan anak.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 23
terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam tergantung pada usia, dan jarang terjadi sebelum usia 9 bulan dan setelah usia 5 tahun. Puncak terjadinya kejang demam yaitu pada usia 14 sampai 18 bulan, dan angka kejadian mencapai 3-4% anak usia dini. (Haslam Robert H. A. 2000 ; Setiowulan dkk. 2000). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Karena disebabkan maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan laki-laki (Saing.B, 1999)
f. Apa makna lama kejang dan frekuensi kejang pada kasus ini?
Jawab:
Susi mengalami kejang kompleks dimana dengan ciri-ciri kejang berlangsung >15 menit, berulang dalam 1 periode, adanya riwayat kejang demam dalam keluarga.
g. Apa saja penyebab kejang pada kasus?
Jawab:
Kejang demam diawali oleh infeksi virus atau bakteri. Paling sering dijumpai adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof.Dr.dr.Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam yang paling banyak menyebabkan demam yang memicu serangan kejang demam adalah tonsilitis/faringitis (34%) , otitis media akut (31%) dan gastroenteritis (27%) (Lumbantobing SM.2007).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan): perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi: Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 24
2)Ekstra kranial
Gangguan metabolik: Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K).
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik: Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
Faktor yang mempengaruhi kejang demam :
1. Faktor Umur
Ada 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki
3. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 25
4. Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali. Faktor –faktor lain diantaranya: riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi. (Mansjoer, Arif dkk. 2001).
Demam yang disebabkan oeh imunisasi juga memprovokasi kejang demam. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang emam pada umumnya. Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren. Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
Usia muda saat kejang demam pertama
Suhu yang rendah saat kejang pertama
Riwayat kejang demam dalam keluarg
Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejangPasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren (Mansjoer, Arif dkk. 2001).
h. Bagaimana pembagian kejang berdasarkan proses terjadinya?
Jawab:
Pembagian kejang menurut IDAI adalah:
1. Kejang demam sederhana
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 26
2. Kejang demam kompleks
Sintesa:
Menurut IDAI klasifikasi kejang demam umumnya terbagi 2
Kejang demam sederhana
g. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit
h. Akan berhenti sendiri
i. tidak terulang dalam waktu 24 jam
j. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara selu-
ruh kejang demam
k. Kejang tidak bersifat fokal
l. Sekitar 80-90% dari keseluruhan kasus kejang digo-
longkan kejang demam sederhana.
Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika
suhu meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua
tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.
Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting
untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal,
kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.
Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam
waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu
yang mendadak (Hendarto, 2002).
Kejang demam kompleks
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-
dahului kejang parsial.
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 27
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu
sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16%
diantara anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing.
2014).
i. Bagaimana patofisiologi kejang?
Jawab:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 28
Sintesa:
Infeksi pengeluaran pirogen endogen ke hipotalamus merangsang as.arakidonat mengeluarkan PGE2 mengacaukan set point termoregulator suhu tubuh meningkat(demam) kenaikkan metabolism basal, kebutuhan O2 dan glukosa meningkat gangguan fungsi normal Na+ dan Reuptake (pengambilan kembali) as.glutamat oleh sel glia Na+ yang masuk ke sel meningkat dan timbunan as.glutamat ekstrasel permaebilitas membrane sel neuron terhadap Na+ perubahan konsentrasi ion Na+ ekstra dan intrasel Na+ banyak di intrasel perubahan potensial membrane sel neuron membran sel dalam keadaan depolarisasi banyak terjadi pelepasan ion di membrane sel neuron yang ada di otak dan juga merusak neuro
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 29
GABA-ergik fungsi inhibisi terganggu dan terjadi pelepasan ion Ca secara terus menerus kejang
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985)
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion
kalium maupun ion natrium melalui membran sel neuron, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1985).
j. Apa dampak dari kejang pada kasus?
Jawab:
Dampak dari kejang adalah
1. Awal, Kejang kurang dari 15 menit
a. Meningkatnya kecepatan denyut jantung
b. Meningkatnya tekanan darah
c. Meningkatnya kadar glukosa
d. Meningkatnya suhu pusat tubuh
e. Meningkatnya sel darah putih
2. Lanjut, Kejang 15-30 menit
a. Menurunnya tekanan darah
b. Menurunnya gula darah
c. Disritmia
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 30
d. Edema paru non jantung
3. Berkepanjangan, Kejang lebih dari 1 jam
a. Hipotensi disertai berkurannya aliran darah serebrum
sehingga terjadi hipotensi serebrum
b. Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema
serebrum
(Price, SA. & Wilson, LM.. 2005)
k. Apa makna kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki
kelojotan, mata mendelik keatas?
Jawab:
Makna kejang hampir di seluruh badan, yaitu Susi mengalami
kejang generalisata
Sintesa:
Adapun ciri-ciri dari kejang generalisata adalah:
Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral dan
simetrik; tidak ada aura
c) Tonik-Klonik
Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;
menggigit lidah; fase pascaiktus
d) Absence
Sering salah didiagnosis sebagai melamun
c. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak
mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus
postural tidak hilang
d. Berlangsung selama beberapa detik
g) Mioklonik
Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di
beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat
h) Atonik
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 31
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai
lenyapnya postur tubuh (drop attacks)
i) Klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso
j) Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan
dan ekstensi tungkai
c. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
d. Dapat menyebabkan henti napas
(Price, SA. & Wilson, LM., 2005).
l. Apa makna Susi kejang kembali, lama kejang (+-) 5 menit, bentuk
kejag sama seperti kejang sebelumnya?
Jawab:
Maknanya telah terjadi kejang berulang, kejang berulang adalah
kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di antara anak
yang mengalami kejang demam.
2. Sejak satu hari sebelum masuk RS, Susi panas disertai batuk pilek.
Panas makn lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas
tinggi, Susi mengalami kejang.
a. Bagaimana mekanisme demam?
Jawab:
Infeksi pathogen pirogen eksogen (toksin, mediator inflamasi,
atau reaksi imun) stimulasi leukosit (monosit, limfosit, &
neutrofil) sekresi pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan
IFN) stimulasi endothelium hypothalamus pelepasan asam
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 32
arakidonat peningkatan sintesis PGD E2 (prostaglandin)
peningkatan patokan thermostat suhu sekarang < patokan
mekanisme peningkatan panas (vasokonstriksi pembuluh darah &
menggigil) demam asimptomatik (peningkatan kuantitas
dan kualitas karena perkembangan pathogen) demam
meningkat lebih tinggi (Guyton, A.C., & Hall,. 2012).
b. Apa saja jenis-jenis demam?
Jawab:
Jenis-jenis kejang antara lain:
- Demam septik
- Demam remiten
- Demam intermiten
- Demam kontinyu
- Demam siklik
Sintesa:
Demam septik : Pada tipe demam septik, suhu badan
berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi
hari.Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
Demam remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan
dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
Demam intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu
badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari.
Demam kontinyu : Pada tipe demam kontinyn variasi suhu
sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 33
Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan
suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula
c. Apa hubungan demam, kejang dengan batuk pilek?
Jawab:
Batuk pilek yang dialami Susi menandakan adanya infeksi pada
saluran pernafasan atasnya. Infeksi yang terjadi dapat
menimbulkan demam atau hipertermia yang kemudian memicu
timbulnya kejang. Jadi, kejang yang dialami oleh Susi merupakan
kejang yang disebabkan oleh demam karena infeksi. (Chiu SS, Tse
CY, Lau YL, Peiris M. 2001)
d. Apa makna panas makin lama makin tinggi?
Jawab:
Demam makin lama makin tinggi pada kasus ini
menandakan bahwa masih terjadi infeksi dan belom dapat
ditangani oleh tubuh pasien. Sehingga efek respon inflamasi terus
berlangsung.
Sintesa:
Infeksi yang ditimbulkan dari otits media supurative
menyebabkan penyebaran secara perkontinuitatum sehingga
terjadi infeksi ke meningens. Infeksi yang berlanjut inilah yang
menyebabkan panas yang makin lama makin tinggi.
Hipertermia akibat Kegagalan termoregulasi terjadi ketika
tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas dari pada
mengeluarkan panas.
Infeksi/peradangan + makrofag (pelepasan) pirogen
endogen + prostaglandin peningkatan titik patokan
hipotalamus inisiasi”respon dingin”peningkatan produksi
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 34
panas;penurunan pengeluaran panaspeningkatan suhuh tubuh
ke titik patokan baru=demam.
Infeksi Miko Organisme mengeluarkan toksin (pirogen
eksogen) tubuh mengaktifkan makrofag dan sel NK
memproduksi interferon tipe 1 (α, β dan γ) untuk membunuh
virus, namun virus secara terus menerus bereplikasi dalam tubuh
produksi interferon meningkat panas terus menerus
(Sherwood,L.2011).
e. Apa makna jarak waktu timbulnya panas dengan kejang?
Jawab:
Karena pada saat demam metabolisme basal akan
meningkat sekitar 10-20% dan juga kebutuhan oksigen kan
meningkat menyebabkan perubahan neurologis pada membran sel
saraf yang memnyebabkan difusi membran sel yaitu k dan na,
dimana akan mengeluarkan neurotrasmitter yang berfungsi untuk
kontraksi, apabila neurotransmiter tidak terkendali akan
menyebabkan kontraksi trus menerus(kejang) (Soetomenggolo,
Taslims. 2000)
f. Apa saja pembagian kejang demam?
Jawab:
Pembagian kejang:
- Kejang demam sederhana
- Kejang demam kompleks
Sintesa:
Klasifikasi Kejang demam :
- Kejang demam sederhana
1. Kejang generalista
2. Durasi < 15 menit
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 35
3. Kejang tidak disebebkan olehg adanya infeksi atau
penyakit yang berhubunjgan dengan gangguan di otak.
4. Terjang tidak berulang selama 24 jam.
- Kejang demam kompleks
3. Kejang fokal
4. Durasi > 15 menit
5. Dapat terjadi kerjang berulang dalam 24 jam.
(Nafsiah Mboi, 2014).
g. Termasuk jenis kejang demam apa yang dialami oleh Susi?
Jawab:
Dalam kasus ini Susi termasuk mengalami demam kejang
kompleks.
Sintesa:
Dimana ciri-ciri dari kejang demam kompleks adalah sebagai
berikut:
1) Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
3) Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8% bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang
parsial satu sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang
parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam
1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami
kejang demam. (Lumbantobing, 2014).
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 36
h. Apa patogenesis kejang demam?
Jawab:
Sintesa:
Infeksi Respon Inflammasi Pelepasan mediator Inflammasi
(Pirogen Endogen : IL-1, IL-4, IL-6, TNFα) Merangsang
pembentukan Prostaglandin Menstimulasi Hipotalamus,
menganggap bahsa suhu tubuh turun Peningkatan Set point
dipusat Termoregulasi Hipotalamus Muncul mekanisme
peningkatan suhu tubuh (Metabolisme basal meningkat)
Demam.
Metabolisme meningkat Kebutuhan glukosa dan oksigen
meningkat perubahan keseimbangan membran sel neuron (Na,
K) terjadi ketidakseimbangan potensial aksi (Depolarisasi >
Repolarisasi) Terjadi ketidak seimbangan neurotransmitter
(Eksitasi > Inhibisi) Kontraksi otot terus menerus Kejang
(Sheerwood dan Neurologi Klinis Dasar).
3. Susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya.
a. Apa makna Susi belum pernah kejang sebelumnya?
Jawab:
Makna susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya
yaitu kejang yang dialami Susi bukan merupakan bangkitan
kejang sehingga dapat mengurangi diagnosis banding pada
epilepsy.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 37
4. Ayah Susi pernah kejang demam saat bayi.
a. Apa hubungan keluhan yang dialami Susi dengan riwayat
penyakit keluarga?
Jawab:
Hubungannya adalah adanya faktor predisposisi yaitu
apabila ada keluarga dekat (orangtua atau saudara) yang ketika
kecil mengalami kejang demam maka kemungkinan untuk
mengalami kejang demam meningkat.
Sintesa:
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung
berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun
bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula
mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat
menjadi 50%.
Kejang demam cenderung terjadi dalam satu
keluarga, walaupun pola pewarisan sampai sekarang belum
jelas.5 Anak yang mengalami kejang demam cenderung
mempunyai riwayat kejang demam pada keluarga. Anak yang
mengalami kejang demam juga lebih sering dijumpai riwayat
kejang tanpa demam pada keluarga, walaupun masih belum
ada bukti yang jelas.2,6 Hubungan antara riwayat kejang pada
keluarga dengan tipe kejang demam pertama masih menjadi
perdebatan. Penelitian oleh Wadhwa dkk7 menunjukkan
bahwa anak yang mempunyai riwayat kejang pada keluarga
lebih banyak yang mengalami kejang demam kompleks
sebagai tipe kejang demam pertama dibandingkan anak yang
tanpa riwayat kejang pada keluarga.
Riwayat kejang demam pada keluarga juga dihubungkan
dengan onset kejang demam pada usia yang lebih dini.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rerata usia saat
timbulnya kejang demam adalah 22,2 bulan, dan pada anak
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 38
dengan riwayat kejang demam pada keluarga 14,5 bulan
(Deliana, 2002).
5. Susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
a. apa makna susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak
langsung menangis?
Jawab:
Makna susi lahir spontan yaitu Susi lahir tanpa bantuan alat persalinan (forcep, vakum, seksio sesaria) sehingga tidak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi.
Sedangkan makna Susi lahir lebih bulan adalah bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun.Dan makna Susi tidak langsung menangis yaitu tidak langsung menangis (tidak bernafas atau asfiksia) : anak yang lahir asfiksia tidak lebih beresiko mengalami kejang demam.
Sintesa:Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42
minggu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi yang lahir postmatur ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik. Gawat janin terutama terjadi pada persalinan, bila terjadi kelainan obstetrik seperti : berat bayi lebih dari 4000 gram, kelainan posisi, partus > 13 jam, perlu dilakukan tindakan seksio sesaria. Kelainan tersebut dapat menyebabkan trauma perinatal (cedera mekanik ) dan hipoksia janin yang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinis dari keadaan ini dapat berupa kejang.
Bayi lahir tanpa bantuan alat persalinan (forcep, vakum, seksio sesaria) sehingga tidak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi. Trauma lahir dapat menyebabkan perdarahan subdural, subaraknoid dan perdarahan
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 39
intraventrikuler. Manifestasi neurologis dari perdarahan tersebut dapat berupa iritabel dan kejang.Lahir lebih bulan (post term): anak yang lahir lebih bulan lebih beresiko mengalami kejang demam. Tidak langsung menangis (tidak bernafas atau asfiksia): anak yang lahir asfiksia tidak lebih beresiko mengalami kejang demam.
6. Pemeriksaan Fisik :
a. Bagaimana interpretasi dari hasi pemeriksaan fisik?
Jawab:
Kesadaran Kompos mentis: Sadar sepenuhnya Normal
1. Denyut nadi: 124x/menit Dalam batas normal
Tabel Laju Nadi Normal pada Bayi dan Anak
U
M
U
R
Laju (denyut/ menit)
Isti
rah
at
(ba
ng
un)
Ist
ira
ha
t
(ti
du
r)
Aktif/
dema
m
B
ar
u
la
hi
r
10
0 –
18
0
80
–
60
Samp
ai
220
1
m
in
g
10
0 –
22
0
80
–
20
0
Samp
ai
220
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 40
g
u
–
3
b
ul
a
n
3
b
ul
a
n
–
2
ta
h
u
n
80
–
15
0
70
–
12
0
Samp
ai
200
2
ta
h
u
n
–
1
0
ta
h
u
n
70
–
14
0
60
–
90
Sam
pai
200
> 70 50 Samp
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 41
1
0
ta
h
u
n
–
11
0
–
90
ai
200
2. Respiration rate : 30x per menit Dalam batas normal
UMU
R
RENTA
NG
RATA-RATA
WAKTU TIDUR
Neonat
us
30-60 3
5
1
bulan
– 1
tahun
30-60 3
0
1
tahun
– 2
tahun
25-50 2
5
3
tahun
– 4
tahun
20-30 2
2
5
tahun
– 9
tahun
15-30 1
8
10
tahun
15-30 1
5
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 42
atau
lebih
3. Suhu
Suhu:39,50c : febris
Normal : 360 C - 37,50 C
hypopirexia/hypopermia : < 360 C
Demam : 37,50 C – 380 C
Febris : 380 C – 400 C
Hypertermia : > 400 C
(Price dan Wilson, 2005).
b. Bagaimana patofisiologi dari hasil pemeriksaan fisik yang
abnormal?
Jawab:
Suhu Febris
Sintesa:
Infeksi pathogen pirogen eksogen (toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun) stimulasi leukosit
(monosit, limfosit, & neutrofil) sekresi pirogen endogen
(IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN) stimulasi endothelium
hypothalamus pelepasan asam arakidonat peningkatan
sintesis PGD E2 (prostaglandin) peningkatan patokan
thermostat suhu sekarang < patokan mekanisme
peningkatan panas (vasokonstriksi pembuluh darah &
menggigil) demam asimptomatik (peningkatan kuantitas
dan kualitas karena perkembangan pathogen) demam
meningkat lebih tinggi (Guyton, A.C., & Hall,. 2012).
7. Keadaan Spesifik :
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 43
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik?
Jawab:
Interpretasi
Kepala Mata : pupil isokor Normal
Refleks cahaya (+) Normal
Hidung: rinorea (+/+) Abnormal
Terjadinya infeksi pada saluran
nafas atas
Faring: hiperemis Abnormal
Terjadinya infeksi
mikroorganisme
Tonsil: T1/T1, detritus
(+)
Abnormal
Infeksi mikroorganisme pada
epitel tonsil => detritus
Leher Tidak ada kaku kuduk Normal
Thorax Simetris, retraksi tidak
ada
Normal
Jantung: BJ I dan II
normal
Normal
Bising jantung (-) Normal
Paru Vesikuler normal Normal
Ronki tidak ada Normal
Abdomen Bising usus normal Normal
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 44
Hepar dan lien tidak
teraba
Normal
Extremitas Akral hangat Normal
Kaku sendi tidak ada Normal
b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan abnormal?
Jawab:
1. Tonsil detritus
Invasi mikroorganisme pada epithel jaringan tonsil
menimbulkan radang berupa keluarnya leukosit
polymorfonuklear. Kumpulan sel-sel leukosit, mikroorganisme
yang mati, dan epithel jaringan yang lepas membentuk detritus
pada tonsil.
Gambar: Detritus pada tonsil (tonsilitis akut)
2. Faring hiperemis
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas atas =>
invasi mukosa faring => faring hiperemis
3. Rinorea
Mucus dalam jumlah kecil pada hidung bersifat normal untuk
membersihkan hidung dari partikel-partikel yang ikut masuk
melalui respirasi seperti debu, kotoran, dal lain-lain. Partikel
tersebut akan ditangkap oleh mucus yang dikeluarkan oleh sel
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 45
goblet dan akan dialirkan oleh silia pada mukosa hidung. Jika
terjadi terjadi gangguan pada mukosa seperti edema mukosa
akan menyebabkan ostium tersumbat karena silia tidak dapat
bergerak. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi. (Price dan
Wilson,2005)
8. Status neurologikus:
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik?
Jawab:
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan Normal
Gejala rangsang meningeal: tidak ada Normal
b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan abnormal?
Jawab:
Dari hasil interpretasi didapatkan hasil yang semuanya normal
c. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fungsi nervus
cranialis?
Jawab:
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a) N.I: Olfaktorius (daya penciuman) : Pasiem
memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang
dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)
b) N.II: Optikus (Tajam penglihatan): dengan snelen card,
funduscope, dan periksa lapang pandang
c) N.III: Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas,
kontriksi pupil, gerakan otot mata): Tes putaran bola
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 46
mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil
dan inspeksi kelopak mata.
d) N.IV: Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke
dalam): sama seperti N.III
e) N.V: Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah,
lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):
menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan
mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi
nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu
dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh
permukaan kornea dengan kapas
f) N.VI: Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti
N.III
g) N.VII: Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3
anterior lidah ): senyum, bersiul, mengerutkan dahi,
mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan
tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula
dengan garam
h) N.VIII: Vestibulocochlearis (pendengaran dan
keseimbangan ) : test Webber dan Rinne
i) N.IX: Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):
membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)
j) N.X: Vagus (refleks muntah dan menelan) :
menyentuh pharing posterior, pasien menelan
ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”
k) N.XI: Accesorius (gerakan otot trapezius dan
sternocleidomastoideus) palpasi dan catat kekuatan
otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 47
lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan
tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot
sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala
dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l) N.XII: Hipoglosus (gerakan lidah): pasien suruh
menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi.
Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan
dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan
tadi.
Tabel:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 48
(Sherwood, Lauralee., 2001)
Sintesa:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 49
1. Nervus Olfaktorius
Sifatnya sensorik menyerupai hidung membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke
otak. Fungsinya: saraf pembau yang keluar dari otak di
bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius, kemudian
saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang tapis
akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel
pancaindera.
2. Nervus Optikus
Sifatnya, sensoris, mensyarafi bola mata membawa
rangsangan penglihatan ke otak. Fungsinya, serabut
mata yang serabut-serabut sarafnya keluar dari bukit IV
dan pusat-pusat didekatnya serabut-serabut tersebut
memiliki tangkai otak dan membentuk saluran optik
dan bertemu di tangkai hipofise dan membentang
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 50
sebagai saraf mata, serabut tersebut tidak semuanya
bersilang. Sebagian serabut saraf terletak di sebelah sisi
serabut yang berasal dari saluran optik. Oleh sebab itu
serabut saraf yang datang dari sebelah kanan retina
tiap-tiap mata terdapat di dalam optik kanan begitu pula
sebaliknya retina kiri tiap-tiap mata terdapat disebelah
kiri.
3. Nervus Okulomotoris
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot
penggerak bola mata). Di dalam saraf ini terkandung
serabut-serabut saraf otonomi (para simpatis).
Fungsinya: saraf penggerak mata keluar dari sebelah
tangkai otak dan menuju ke lekuk mata dan
mengusahakan persarafan otot yang mengangkat
kelopak mata atas, selain dari otot miring atas mata dan
otot lurus sisi mata.
4. Nervus Troklearis
Sifatnya motoris ia mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya: saraf pemutar mata yang pusatnya terletak
dibelakang pusat saraf penggerak mata, dan saraf
penggerak mata masuk ke dalam
lekuk mata menuju orbital miring atas mata.
5. Nervus Trigeminus
Sifatnya majemuk (sensoris motoris), saraf ini
mempunyai 3 buah cabang yaitu:
Nervus optalmikus.
Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelompok mata atas, selaput lendir
kelopak mata dan bola mata.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 51
Nervus maksilaris.
Sifatnya sensoris, mensarafi gigi-gigi atas,
bibir atas, palatum, batang hidung, rongga hidung
dan sinus maksilaris.
Nervus mandibularis.
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris),
serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot
pengunyah, serabut- serabut sensorinya mensarafi
gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
Serabut rongga mulut dan lidah dapat membawa
rangsangan cita rasa ke otak. Fungsinya: sebagai
saraf kembar 3 dimana saraf ini merupakan saraf
otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf
besar yang mengandung serabut saraf penggerak.
Dan di ujung tulang belakang yang terkecil
mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung
tulang karang bagian perasa membentuk sebuah
ganglion yang dinamakan simpul saraf serta
meninggalkan rongga tengkorak.
6. Nervus Abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya: sebagai saraf penggoyang sisi mata dimana
saraf ini keluar disebelah bawah jembatan pontis
menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di
lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
7. Nervus Fasialis
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan
selaput lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat
serabut-serabut saraf otonomi (parasimpatis) untuk
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 52
wajah dan kulit kepala. Fungsinya: sebagai mimik dan
menghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini
keluar di sebelah belakang dan beriringan dengan saraf
pendengar.
8. Nervus Auditorius
Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar
membawa rangsangan dari pendengaran dari telinga ke
otak. Fungsinya: sebagai saraf pendengar, yang mana
saraf ini mempunyai 2 buah kumpulan serabut saraf
yaitu: rumah keong (koklea), disebut akar tengah
adalah saraf untuk mendengar dan pintu halaman
(vestibulum), disebut akar tengah adalah saraf untuk
keseimbangan.
9. Nervus Glossofaringeus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), ia
mensarafi faring, tonsil dan lidah. Saraf ini dapat
membawa rangsangan cita rasa ke otak, di dalamnya
mengandung saraf-saraf otonomi. Fungsinya: sebagai
saraf lidah tekak dimana saraf ini melewati lorong
diantara tulang belakang dan karang, terdapat dua buah
simpul saraf yang di atas sekali dinamakan ganglion
jugularis atau ganglion atas dan yang dibawah
dinamakan ganglion petrosum atau ganglion bawah.
Saraf ini (saraf lidah tekak) berhubungan dengan
nervus-nervus fasialis dan saraf simpatis ranting 11
untuk ruang faring dan tekak.
10. Nervus Vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),
mengandung serabut-serabut saraf motorik, sensoris
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 53
dan para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen dan lain-lain. Fungsinya: sebagai saraf
perasa, dimana saraf ini keluar dari sumsum
penyambung dan terdapat di bawah saraf lidah tekak.
11. Nervus Assesorius
Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus sternokloide
mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya: sebagai
saraf tambahan, terbagi atas dua bagian, bagian yang
berasal dari otak dan bagian yang berasal dari sumsum
tulang belakang.
12. Nervus Hipoglosus
Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.
Fungsinya: sebagai saraf lidah dimana saraf ini terdapat
di dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu dan
melewati lubang yang terdapat Saraf ini juga
memberikan ranting-ranting pada otot yang melekat
pada tulang lidah dan otot lidah (Snell, 2006)
d. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fungsi motoric?
Jawab:
Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan
sendi.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 54
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas
bumi
2 :Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan
gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test.
e. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fungsi sensorik?
Jawab:
Cara pemeriksaan fungsi sensorik adalah:
Test: Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak, Getar, sikap,Tekan,
Refered pain.
f. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan rangsang meningeal?
Jawab:
Cara pemeriksaan rangsang meningeal yaitu:
- Pemeriksaan Brudzinsky I
- Pemeriksaan Brudzinsky II
- Pemeriksaan Kernig
- Pemeriksaan Babinsky
Sintesa:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 55
Mekanisme Pemeriksaan:
a. Pemeriksaan Brudzinsky I
Untuk memeriksa tanda ini dilakukan hal berikut: dengan
tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin
sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegahnya
diangkatnya badan. Bila tanda Brudzinsky I positif, maka
tindakan ini akan mengakibatkan fleksi kedua tungkai.
(Lumbantobing, 2008)
Gambar 1 Tanda Brudzinsky I
b. Pemeriksaan Brudzinsky II
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai
difleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai
yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
Bila tungkai yang satu ini ikut pula terefleksi, maka
disebut tanda Brudzisky II positif. (Lumbantobing,
2008)
Gambar 2 Tanda Brudzinsky II
c. Pemeriksaan Kernig
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 56
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring
difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai
membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat
melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara
tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan
dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka
dikatakan bahwa tanda kernig positif. Tanda kernig
positif terjadi pada kelainan rangsang selaput otak. Pada
meningitis tandanya biasanya positif bilateral.
(Lumbantobing, 2008)
Gambar 3 Tanda Kernig
d. Pemeriksaan Babinsky
Untuk membangkitkan refleks Babinsky, penderita
disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai
diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki
tetap pada tempatnya. Untuk merangsang dapat
digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing.
Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai
mengakibatkan rasa nyeri. Goresan dilakukan pada
telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju
pangkal jari. Jika reaksi positif, kita dapatka gerakan
dorso fleksi ibu jari yang dapat disertai gerak mekarnya
jari-jari lain. (Lumbantobing, 2008)
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 57
Gambar 4 Refleks Babinsky
Lumbantobing, S.M. 2014. Neurologis Klinik Pemeriksaan Fisik
dan mental. Jakarta : FK UI
9. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?
Jawab:
Ananmensis : cari tahu mengenai Usia, riwayat kejang keluarga,
penyakit yang diderita
Pemeriksaan Lab: lakukan pemeriksaan;
I. glukosa darah
II. kalsium dan magnesium darah
III. pemeriksaan darah lengkap( different leukosit dan
trombosit)
IV. elektrolit
V. gas darah
VI. analisis cairan cerebral spinalis
VII. kultur darah
Tambahan: pemeriksaan USG kepala, EEG CT scan; untuk
memastikan tidak ada cedera atau tingkatan keparahan kejang
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan
diagnosis kejang demam antara lain:
1) Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapan mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 58
o Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama
kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca
kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
o Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam,
seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam
tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.
o Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam
berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama,
riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah
demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang
sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks
(Dewanto dkk,2009).
2) Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam
adalah:
o Suhu tubuh mencapai 39°C.
o Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang
o Kepala anak sering terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai
dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang.
Gejala kejang tergantung jenis kejang.
o Kulit pucat dan mungkin menjadi biru
o Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu menjadi sadar
3) Pemeriksaan Fisik dan Abnormal
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan
fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam
kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi.
Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa
gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan
aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan
aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun
penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 59
gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. (M.
Mesranti, 2011)
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lum bal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel
dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein
normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju
Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan
kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mas-
toid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Mesranti,
2011).
1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 60
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan
subdural karena adanya infeksi oleh kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan
abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan sere-
brospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di
otak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark
otak karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengaki-
batkan kematian pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung
saluran pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya re-
tardasi mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan ke-
cerdasan anak terganggu (Mesranti, 2011) .
10. Apa diagnosis banding pada kasus ini?
Jawab:
Kejang demam kompleks (febrile kompleks seizure)
Meningitis
Ensefalitis
Tetanus
Epilepsy
Sintesa:
Kejang Demam Mening
itis
Ensefali
tis
Tetanus Epilepsi
KDS KDK
Kejang + + + + + +
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 61
Frekuensi kejang
dalam 24 jam
Tidak
berulang
Berulang
(> 2x)
Berulan
g
berulang Kejang bila
dirangsang
Durasi kejang < 15
menit
> 15
menit
> 1 jam
Demam + + + + + -
Kesadaran Kompos
mentis
Kompos
mentis
↓ ↓ Sadar ↓
Riwayat Keluarga + + - - - +
Kaku kuduk - - + + + -
11. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus ini?
Jawab:
a. Laboratorium
Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang
normal pada pemeriksaan laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak
diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan
pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya
meningitis baktrialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur
cairan serebrospinal. Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes
simpleks.
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Macam pemeriksaan laboratorium
ditentukan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan
laboratorium : darah tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum,
kreatinin, kalsium dan magnesium.
b. Pungsi Lumbal
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 62
Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang
disertai penurunan status kesadaran/mental, perdarahan kulit, kaku
kuduk, kejang lama, gejala infeksi paresis, peningkatan sel darah putih,
atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang
dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan adanya
infeksi SSP. Bila didapatkan kelainan neuroligis fokal dan adanya
peningkatan tekanan intracranial, dianjurkan pemeriksaan CT Scan
kepala terlebih dahulu, untuk mencegah terjadinya resiko herniasi.
The American Academy of Pediatric merekomendasikan
pemeriksaan pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai
demam pada anak usia di bawah 12 bulan sangat dianjurkan, karena
gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat minimal
bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 – 18 bulan lumbal pungsi
dianjurkan, sedangankan pada usia lebih dari 18 bulan lumbal pungsi
dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi intracranial (meningitis).
c. Neuroimaging
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. paresis nervus VI
3. papiledema.
Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang
demam, berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak
ditemukan adanya suatu kondisi kelainan intrakranial seperti adanya
lesi, perdarahan, hidrochephalus, abses atau edema serebri.
d. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 63
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
(Isselbacher, 2000)
12. Apa diagnosis pasti pada kasus ini?
Jawab:
Diagnosa pasti pada kasus ini adalah kejang demam kompleks dalam
bentuk tonik-klonik.
13. Apa saja komplikasi yang terjadi pada kasus?
Jawab:
Komplikasi menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan:
a. Kerusakan sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama
lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral
c. Kelumpuhan
d. Epilepsy
e. Hemiparesis
(Hendarto, 2002).
14. Bagaimana tatalaksana secara komprehensif pada kasus ini?
Jawab:
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
a. Segera menghilangkan kejang.
b. Turunkan panas.
c. Pengobatan terhadap panas.
d. Suportif.
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 64
2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma.
Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah
atau sapu tangan diantara gigi.
3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena
hipoksia.
4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es.
Seperti Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis melalui oral atau minum.
Bisa juga dengan pemberian obat jenis Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali per hari.
Pemberian kompres sebaiknya dilakukan dengan segera bila suhu
> 39 derajat Celcius lakukan kompres dengan air hangat, bila suhu
>38 derajat Celcius cukup melakukan kompres dengan air biasa.
5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan
antibiotic/antivirus yang sesuai.
6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan ko-
rtikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan
cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB
(Sukandar, 2009).
Diberikan segera pada saat kejang terjadi
1) Oksigenisasi
Diberi larutan diazepam per rectal, Diazepam rektal sangat
efektif, dan dapatdiberikan di rumah, Dosis 0,3-0,5mg/kg
Untuk memudahkan:
5 mg untuk BB < 10 kg
10 mg untuk BB > 10 kg
2) Antipiretik
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 65
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis Parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15
mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali.
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari
3) Antikonvulsan
Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-
60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg
setiap 8 jam pada suhu >38,50 C.
Jika kejang berulang, Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam
( Deliana , 2002)
Masih kejang
- Fenitoin iv 20 mg /kgBB perlahan-lahan.
Setelah kejang berhenti :
1. Pengobatan Rumat Diberikan secara terus menerus dalam waktu tertentu (1 tahun) Asam valproate : 10-40mg/kgBB dibagi 2-3 dosis Fenobarbital : 3-5 mg/khgBB/hari dibagi 2 dosis
Pengobatan rumat diberikan jika terdapat salah satu atau lebih gejala :
o Kejang lama > 15 menit o terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah
( misalnhya : hemiparesis, paresis todd, CP, RM, hidrosefalus)o kejanhg fokal
2. Pengobatan intermiten
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 66
Antipiretik Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali
Antikonvulsan Diazepam oral 0,3-0,5 mg /kgBB Setiap 8 jam dosis yang dianjurkan 0,5 mg/kgBB/Kali diberikan 3 kali .
15. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Prognosis pada kasus ini adalah Dubia et Bonam.
16. Bagaimana etiologi pada kasus?
Jawab:
Etiologi kejang adalah sebagai berikut :
1. Gangguan vaskuler
a. Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia
yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.
b. Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan
di sub kranial atau subdural.
c. Trombosis
d. Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e. Sindroma hiperviskositas
2. Gangguan metabolisme
a. Hipokalsemia
b. Hipomagnesemia
c. Hipoglkemia
d. Amino Asiduria
e. Hipo dan hipernatremia
f. Hiperbilirubinemia
g. Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
3. Infeksi
a. Meningitis
b. Enchepalitis
c. Toksoplasma congenital
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 67
d. Penyakit cytomegali inclusion
4. Toksik
a. Obat convulsion
b. Tetanus
c. Echepalopati timbale
d. Sigelosis Salmenalis
5. Kelainan kongenital
a. Paransefali
b. Hidrasefali
6. Lain- lain
a. Narcotik withdraw
b. Neoplasma
(Mary Rudolf, Malcolm Levene.2006)(Ling SG. 2001)
17. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Jawab:
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan – 5 tahun. Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang
mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau
setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6 tahun pasien tidak kejang
demam lagi. Kejang demam diturunkan secara dominant autosomal
sederhana. Faktor prenatal dan perinatal berperan dalam kejang
demam.
Sebanyak 80 % kasus kejang demam adalah kejang demam
sederhana,dan 20 % nya kejang demam kompleks. Sekitar 8%
berlangsung lama (> 15 menit), 16 % berulang dalam waktu 24 jam.
Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah
menderita kejang demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak
perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0. Hal tersebut disebabkan
karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 68
dibandingkan laki-laki. Menurut ras maka kulit putih lebih banyak
daripada kulit berwarna.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur,
tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga
memegang peranan. Lennox Buchthal (1971) berpendapat bahwa
kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah
gen dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41,2% anggota
keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak
normal hanya 3%.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab.SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data
adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien
kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian
sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 –
4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.
Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di
antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang
harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita,
kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki
(Kania,nia. 2010).
18. Apa Kompetensi Dokter Umum pada kasus ini?
Jawab:
Tingkat kemampuan 4 :
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 69
dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri
hingga tuntas.
19. Bagaimana pandangan islam pada kasus ini?
Jawab:
HR. Bukhari : Janganlah engkau mencelah demam karena ia
menghapus dosa-dosa anak adam sebagaimana panas yang
merontokan karat besi.
Kandungan : disaat demam menyerang maka secara alami muncul
protektor (perlindungan) dari dalam tubuh dari zat makanan beracun
dan menyerap zat makanan yang bermanfaat. Itu semua berguna untuk
membantu membersihkan tubuh
2.6. Kesimpulan
Susi perempuan 2 tahun mengalami kejang demam kompleks ddengan infeksi
saluran pernafasan akut.
2.7. Kerangka Konsep
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 70
Infeksi saluran pernafasan
Respon Inflamasi
Daftar Pustaka
Behram, RE.. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.i 15 Vol. 3. Jakarta: EGC.
Chiu SS, Tse CY, Lau YL, Peiris M. Influenza A infection is an important cause of fibril seizures. Pediatrics 2001;108: 1-7
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 71
PilekBatuk Termoregulator meningkat
Gangguan keseimbangan
membran
Demam
Metsbolisme
Oksigen
Ekstensi > Inhibisi
Gangguan keseimbangan
neurotransmiter
Gangguan potensial aksi
KejangFaktor predisposes posisi
Ayah pernah kejang demam.
Deliana,M. 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari
Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62
Dewi, PN & Zahara, D. 2013. Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. E-Journal FK USU Vol 1 No 1,
2013. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=51348&val=4098 [Di akses tanggal 3 November 2015].
Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi Difiore. Jakarta: EGC
Ghanie, A.. 2010. Tatalaksana Otitis Media Akut pada Anak.
http://www.eprints.unsri.ac.id [diakses pada 3 November2015].
Guyton, A.C., & Hall,. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11. Jakarta :
EGC.
Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 2002 : 6 – 8.
Kania, nia. 2010. Kejang Pada Anak. Unpad: Bandung.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/kejang_pada_an
ak.pdf diakses pada tanggal 3 oktober 2015) .
Lumbantobing, SM. 2014. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Nafsiah Mboi, Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Mentri Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2014.
Price, SA. & Wilson, LM.. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol. 2. Jakarta : EGC.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 72
Sherwood L. 2002. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.
Snell, RS.2006. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: EGC.
Soetomenggolo, Taslims. 2000. Buku Ajar NEUROLOGI ANAK.
Cetakan ke-2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1985. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Hlm 847-854. Jakarta : Infomedika
Jakarta.
Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 73