laporan skenario 1

64
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berikut ini adalah permasalahan pada skenario 1 : Pasien perama, seorang perempuan usia 45 tahun datang dengan keluhan susah membaca meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi : VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, setelah dilakukan koreksi OD dengan S - 5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS denga S -0.75 D C -0.50 D axis 90 o visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S + 1.50 D. Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan : visus 6/6 E, mata tenang. Adapun kondisi mata kiri : visus 3/60, mata tenang, dan sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan pemariksaan uji pinhole tidak maju, dan setelah dilakukan koreksi juga tidak mengalami kemajuan. Kemudian senior meminta untuk dilakukan pemeriksaan : persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi dan reflex fundus. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari Mata ? 2. Apa saja pemeriksaan pada mata ? 3. Mengapa pasien dengan keluhan berbeda mendapat pemeriksaan yang berbeda ? 4. Bagaimanakah kriteria mata tenang ? 5. Kelainan apa saja yang dapat menurunkan visus pada kondisi mata tenang ? 6. Penatalaksanaan apa saja yang harus dilakukan ? 1

Upload: rabiatull-adawiyah

Post on 30-Nov-2015

250 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan skenario 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berikut ini adalah permasalahan pada skenario 1 :

Pasien perama, seorang perempuan usia 45 tahun datang dengan keluhan susah membaca

meskipun sudah memakai kacamata sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan

mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi : VOD 6/15, VOS 4/60 mata

tenang, setelah dilakukan koreksi OD dengan S -5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS

denga S -0.75 D C -0.50 D axis 90o visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi

dengan S + 1.50 D.

Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan : visus 6/6 E, mata

tenang. Adapun kondisi mata kiri : visus 3/60, mata tenang, dan sering merasa nyeri pada

bola mata. Pada mata kiri dilakukan pemariksaan uji pinhole tidak maju, dan setelah

dilakukan koreksi juga tidak mengalami kemajuan. Kemudian senior meminta untuk

dilakukan pemeriksaan : persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi dan reflex

fundus.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari Mata ?

2. Apa saja pemeriksaan pada mata ?

3. Mengapa pasien dengan keluhan berbeda mendapat pemeriksaan yang berbeda ?

4. Bagaimanakah kriteria mata tenang ?

5. Kelainan apa saja yang dapat menurunkan visus pada kondisi mata tenang ?

6. Penatalaksanaan apa saja yang harus dilakukan ?

C. Tujuan

1. Memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran dan kedokteran klinik terutama yang berkaitan

dengan skenario.

2. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik ilmu

penyakit mata untuk memecahkan masalah dalam skenario.

1

Page 2: laporan skenario 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGI MATA

Organon visus atau alat penglihatan secara anatomis dibagi menjadi :

Oculus

- Bulbus Oculi

- Nervus opticus

Organa Oculi Accessoria

- Palperae

- Aparatus Lakrimalis

Bola mata (bubus oculi), atau organ penglihatan, berada pada cavum orbita. Dinding bulbus

oculi disusun oleh tiga lapisan :

Tunika Fibrosa

- Sklera adalah bagian putih mata yang terletak dibagian posterior bulbi oculi yang

merupakan lanjutan dari kornea

2

Page 3: laporan skenario 1

- Kornea adalah lapisan penutup bulbi oculi dibagian anterior, transparan dan

avaskuler.

Tunika Vaskulosa

- Koroid merupakan membran tipis, vaskular, warna coklat tua atau muda. Di bagian

belakang ditembus oleh nervus optikus. Salah satu fungsi koroid adalah memberikan

nutrisi untuk retina serta menyalurkan pembuluh darah dan saraf menuju badan

siliaris dan iris

- Badan siliaris (corpus ciliare) merupakan terusan koroid ke anterior yang terdapat

processus ciliaris serta musculus ciliaris.

- Iris adalah lempeng (disk) kontraktil, tipis, sirkular, berada di aqueous humor antara

kornea dan lensa, dan berlubang di tengah yang disebut pupil. Iris membagi ruangan

antara lensa dan kornea menjadi kamera anterior dan kamera posterior.

Tunika Nervosa

- Retina adalah membran nervosa penting, dimana gambaran objek eksternal

ditangkap. Tepat di bagian tengah di bagian posterior retina, pada titik dimana

gambaran visual paling bagus ditangkap, disebut fovea sentralis. Sekitar 3 mm ke

arah nasal dari makula lutea terdapat pintu masuk nervus optikus (optic disk), Bagian

ini satu-satunya permukaan retina yang insensitive terhadap cahaya, dan dinamakan

blind spot atau bintik buta.

Media refraksi adalah media yang akan membiaskan cahaya sehingga cahaya dapat tepat

jatuh di retina. Media refraksi pada bulbi oculi terdiri atas : kornea, aqueous humor, lensa dan

corpus vitreous.

- Humor Aqueous

Aqueous humor mengisi ruang anterior dan posterior bola mata. Humor aqueous

dihasilkan oleh processus silliaris yang kemudian dikeluarkan pada kamera posterior

ke kamera anterior melalui pupil dan didrainase melalui kanalis schlem.

- Corpus Vitreous

Corpus vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan

gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul

3

Page 4: laporan skenario 1

asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak

terdapatnya pembuluh darah dan sel.

- Lensa

Lensa terletak tepat di belakang iris, di depan badan vitreous, dan dilingkari oleh

prosesus siliaris yang mana overlap pada bagian tepinya. Kapsul lensa (capsula lentis)

merupakan membran transparan yang melingkupi lensa, dan lebih tebal pada bagian

depan daripada di belakang. Lensa merupakan struktur yang rapuh namun sangat

elastis.

Struktur mata yang sudah dijelaskan diatas berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke

retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas

berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan

lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan

menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang

impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak (Mann, 2008).

HISTOLOGI MATA

Mata adalah organ kompleks yang berkembang sangat fotosensitif yang memungkinkan analisis

dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan dari objek. Mata terdiri atas

3 lapisan konsentris : 1. Lapisan luar atau tunika fibrosa yang terdiri atas sklera dan kornea;

2.lapisan tengah atau tunika vaskuler terdiri atas koroid, korpus siliaris, dan iris; 3. Lapisan

dalam terdiri atas jaringan saraf, retina, yang berhubungan dengan sistem saraf pusat melalui

nervus opticus.

1. Lapisan luar atau tunika fibrosa

a. Sklera

5/6 posterior lapisan luar mata yang tidak tembus cahaya dinamakan sklera. Sklera terdiri

dari jaringan ikat padat kuat yang terutama dibentuk dari berkas-berkas kolagen yang

saling berpotongan dalam berbagai arah mempertahankan posisi paralel dalam

hubungannya dengan permukaan organ, zat dasar yang jumlahnya sedang, dan sedikit

fibroblas. Permukaan luar sklera (episklera) dihubungkan dengan lapisan jaringan ikat

padat yang dinamakan kapsula Tenon oleh serabut-serabut kolagen. Antara kapsula tenon

4

Page 5: laporan skenario 1

dan sklera terdapat ruang tenon, yang menyebabkan bola mata dapat bergerak berputar

pada semua arah.

b. Kornea

1/6 anterior lapisan luar mata yang tidak berwarna dan transparan dinamakan kornea.

Potongan melintang kornea menunjukkan kornea terdiri dari 5 bagian : epitel, membrana

bowman, stroma, membrana descemet, dan endotel. Epitel kornea adalah berlapis gepeng

tanpa tanduk dan terdiri dari 5-6 lapis sel. Pada bagian basal sel-sel tersebut terdapat

banyak gambaran mitosis yang bertanggung jawab atas kemampuan regenerasi kornea

yang besar.

Dibawah lapisan kornea terdapat membrana bowman, yang merupakan lapisan homogen

yang tebal dan terdiri atas serat-serat kolagen yang bersilangan secara acak dan pemadatan

subtansi interseluler, namun tanpa sel. Membran Bowman ini sangat membantu stabilitas

dan kekuatan kornea. Stroma terdiri atas banyak lapisan berkas kolagen parallel yang

saling menyilang tegak lurus. Serabut kolagen dalam setiap lamel saling berjajar parallel

dan melintasi seluruh lebar kornea. Membran Descemet adalah struktur homogen tebal

terdiri atas filament kolagen halus tersusun berupa jalinan 3 dimensi.

Endotel kornea adalah epitel selapis gepeng. Sel-sel ini memiliki organel khas bagi sel-sel

yang secara aktif mentranspor dan membuat protein untuk sekresi yang mungkin

berhubungan dengan pembuatan dan pemeliharaan Membran Descemet. Endotel dan

Epitel kornea berfungsi mempertahankan kejernihan kornea. Kedua lapisan itu sanggup

mentranspor ion Natrium ke permukaan apikalnya. Ion klorida dan air ikut secara pasif

sehingga stroma kornea dipertahankan dalam keadaan relative kering. Hal ini bersama

susunan serabut kolagen yang sangat halus dari stroma yang disusun teratur yang

menyebabkan jernihnya kornea.

2. Lapisan tengah atau tunika vaskuler

a. Koroid

Koroid adalah lapisan yang sangat vascular. Melanosit terdapat banyak dalam lapisan ini

dan memberikan warna hitam yang khas. Lapisan dalam koroid lebih banyak mengandung

pembuluh darah kecil daripada lapisan luar dan disebut lapisan koriokapiler yang

berfungsi sebagai nutrisi retina. Membran hialin amorf tipis memisahkan lapisan

koriokapiler ini dari retina. Lapisan ini dikenal sebagai Membran Bruch dan meluas dari

5

Page 6: laporan skenario 1

diskus optikus sampai ke ora serata. Diskus optikus juga disebut papilla optikus adalah

tempat nervus optikus memasuki bola mata. Koroid terikat pada sclera oleh lamina

suprakoroidal yaitu lapisan jaringan ikat longgar dengan banyak melanosit.

b. Korpus siliaris

Korpus siliaris adalah sebuah perluasan koroid ke anterior setinggi lensa, merupakan

cincin tebal yang utuh pada permukaan dalam bagian anterior sclera. Struktur histologis

korpus siliaris pada dasarnya adalah jaringan ikat longgar mengelilingi muskulus siliaris.

Struktur ini terdiri atas 2 berkas serat otot polos yang berinsersi pada sclera di anterior dan

pada berbagai daerah dari korpus siliaris di posterior. Salah satu berkas ini berfungsi

meregangkan koroid, berkas lain, bila berkontraksi mengendurkan ketegangan pada lensa.

Retina yang berbatasan langsung dengan korpus siliaris terdiri atas dua lapis sel. Lapisan

langsung yang berbatasan dengan korpus siliaris terdiri atas epitel selapis silindris yang

banyak mengandung melanin. Lapisan kedua yang menutupi lapisan pertama, berasal dari

lapisan sensoris retina dan epitel silindris tanpa pigmen.

c. Processus siliaris

Processus siliaris adalah perluasan korpus siliaris yang menyerupai gerigi yang

mempunyai inti jaringan ikat longgar dan diliputi oleh 2 lapisan epitel. Dari processus

siliaris serabut-serabutnya mengumpul (zonula), yang melekat pada dan mengikatkan

lensa pada korpus siliaris. Lapisan luar yang tak berpigmen dinamakan epitel siliaris, dan

sel-selnya berfungsi untuk mensekresi humor aqueous.

d. Iris

Iris adalah perluasan koroid yang untuk menutupi sebagian lensa menyisakan lubang bulat

di pusat yang disebut pupil. Iris dibentuk oleh lapisan sel pigmen yang tidak utuh dan

fibroblast dan melanosit. Fungsi melanosit dalam berbagai bagian mata adalah untuk

mencegah berkas cahaya yang tidak seharusnya mengganggu pembentukan bayangan.

Melanosit dari stroma iris ikut menentukan warna mata. Makin banyak pigmennya, makin

gelap warna irisnya. Iris juga mengandung berkas otot polos yang disusun melintang

konsentris dengan tepian pupil membentuk muskulus sfingter pupil.

e. Lensa

Lensa memiliki 3 komponen utama yaitu simpai lensa, epitel subkapsular, dan serat lensa.

Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20µm), homogen, refraktil, dan kaya karbohidrat.

6

Page 7: laporan skenario 1

Lensa merupakan suatu membrane basal yang terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein

amorf. Epitel subkapsular lensa terdiri atas selapis sel epitel kuboid, hanya terdapat pada

permukaan anterior lensa. Lensa bertambah besar dan bertumbuh seumur hidup dengan

terbentuknya serat lensa baru.

Serat lensa panjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Mereka adalah sel-sel

yang highly differentiated berasal dari epitel subkapsular. Mereka akhirnya kehilangan

intinya lain dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan kelompok-kelompok protein

yang disebut kristalin.

Lensa ditahan pada tempatnya oleh zonula yang tertanam satu sisi pada simpai lensa dan

sisi lain pada korpus siliaris. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang dapat

memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kelengkungan lensa. Jadi bila mata

sedang beristirahat, lensa tetap diregangkan oleh zonula menurut bidang tegak lurus pada

sumbu optic. Agar dapat memfokus benda dekat, muskulus siliaris berkontraksi, berakibat

tertariknya koroid serta korpus siliaris ke depan. Ketegangan yang dibuat zonula

dihilangkan dan lensa menebal sehingga mempertahankan objek pada focus.

3. Lapisan dalam

Retina, lapisan dalam bola mata, berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan

terdiri atas lapisan :

7

Page 8: laporan skenario 1

a. Stratum pigmenti retina

b. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang

mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut

c. Membran limitans eksterna yang merupakan membran ilusi

d. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Keempat

lapisan di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

e. Lapis fleksiform luar, merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal

f. Lapis nukelus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel muller. Lapis ini

mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

g. Lapis fleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel

amakrin dan sel ganglion

h. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua

i. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik.

Didalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

j. Membran limitan internam merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

8

Page 9: laporan skenario 1

B. PATOFISIOLOGI

NYERI

Nyeri pada mata dapat terjadi karena penyakit pada mata itu sendiri, penyakit intracranial,

maupun penyakit non-Okular.

Nyeri mata karena penyakit pada mata itu sendiri:

1. Glaukoma akut sudut sempit

Sifat sakit : hebat, berdenyut, konstan

Lokasi sakit : di dalam dan sekitar mata

Faktor yang mempengaruhi sakit : tidak ada

Pemeriksaan umum : tekanan intracranial meningkat; kornea suram

dilatasi pupil, bilik depan dangkal

2. Uveitis

Sifat sakit : hebat

Lokasi sakit : di dalam atau sekitar mata

Faktor yang mempengaruhi sakit : memburuk dengan cahaya

Pemeriksaan umum : lakrimasi, blefarospasme, pupil konstriksi ringan

3. Benda asing

Sifat sakit : rasa benda asing

Lokasi sakit : mata

Faktor yang mempengaruhi sakit : memburuk dengan tegang waktu dipegang

Pemeriksaan umum : riwayat termasuk injeksi konjungtiva lakrimasi

blefarospasme

4. Ketegangan otot mata pada kornea atau abrasi

Sifat sakit : sakit dalam, kontinu

Lokasi sakit : menyilang dahi dan/di dalam

Faktor yang mempengaruhi sakit : memburuk cahaya dengan pekerjaan dekat

istimewa bila lelah; sembuh oleh aspirin

Nyeri mata karena penyakit intracranial:

9

Page 10: laporan skenario 1

1. Aneurisma Karotis

Sifat sakit : hebat

Lokasi sakit : area supra orbita

Faktor yang mempengaruhi sakit : tidak ada

Pemeriksaan umum : palsi saraf-III komplet dengan pitosis dan dilatasi

pupil pada sisi yang sama

2. Oftalmoplegia diabetic

Sifat sakit : hebat

Lokasi sakit : dahi dan mata

Faktor yang mempengaruhi sakit : tidak ada

Pemeriksaan umum : kelompok usia tua, diabetes, palsi saraf-III dengan

pupil yang baik pada mata

3. Hipertensi

Sifat sakit : sedang, konstan

Lokasi sakit : dahi dan kepala

Faktor yang mempengaruhi sakit : muncul waktu bangun, hilang oleh aspirin

Pemeriksaan umum : tekanan darah tinggi gejala-gejala penyakit

pembuluh darah

4. Migren

Sifat sakit : kehebatan bervariasi didahului oleh visual aura

pada sisi berlawanan

Lokasi sakit : hanya pada satu sisi kepala satu saat

Faktor yang mempengaruhi sakit : menjadi lebih buruk karena cahaya terang, dan

sebaiknya bila baring dalam kamar gelap

Pemeriksaan umum : biasanya pada wanita riwayat keluarga

5. Tekanan intracranial tinggi

Sifat sakit : meletup atau mengganggu yang hebat

Lokasi sakit : bervariasi

Faktor yang mempengaruhi sakit : menjadi lebih buruk waktu rukuk, bersin, ngedan

waktu defekasi

Pemeriksaan umum : adanya papil edema

10

Page 11: laporan skenario 1

Nyeri mata karena penyakit non-Okular:

1. Arteritis Temporal

Sifat sakit : mengganggu berat

Lokasi sakit : sisi kepala, berhubungan dengan pembesaran dan

pegal arteri temporal

Faktor yang mempengaruhi sakit : tidak ada

Pemeriksaan umum : usia 58-80 tahun, berhubungan dengan hilangnya

visus meningkat

2. Sinusitas

Sifat sakit : sakit yang dalam

Lokasi sakit : alis, kepala depan, di belakang mata

Faktor yang mempengaruhi sakit : pegal waktu palpasi di atas sinus yang terlibat,

diringankan oleh aspirin

Pemeriksaan umum : radiologi memperlihatkan sinusitas kronik

3. Neuritis herpes zoster

Sifat sakit : hebat, tetap lama

Lokasi sakit : dahi dan sekitar mata

Faktor yang mempengaruhi sakit : tidak ada

Pemeriksaan umum : vesikel merah

4. Tensi

Sifat sakit : tertekan atau kaku pada dahi dan ubun-ubun

Lokasi sakit : bilateral kepala dan ke leher

Faktor yang mempengaruhi sakit : tensi atau kekhawatiran meningkat; sakit kepala

segera sembuh oleh aspirin

Pemeriksaan umum : tak ada penyakit organic

C. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN

Pasien Pertama

11

Page 12: laporan skenario 1

VOD (Visus Oculi Dextra) 6/15 : ketajaman penglihatan mata kanan pasien 6/15, artinya pada

orang normal dapat melihat snellen chart dari jarak 15 meter, pasien hanya dapat melihat dengan

jelas dari jarak 6 meter.

VOS (Visus Oculi Dextra) 4/60 : ketajaman penglihatan mata kiri pasien 4/60, artinya pada

orang normal dapat melihat lambaian tangan dengan jelas pada jarak 60 meter, pasien hanya

dapat melihat lambaian tangan dengan jelas dari jarak 4 meter.

Koreksi OD (Oculi Dextra)

Spheris -5,25 Dioptri : artinya mata kanan pasien menderita miopi atau titik focus

pasien kurang dari 25 cm, dan harus menggunakan lensa cekung sebesar -5,25 Dioptri

agar dapat melihat snellen chart dengan jelas.

Visus 6/6 : artinya mata kanan pasien dapat melihat snellen chart dengan jelas pada

jarak 6 meter.

Koreksi OS (Oculi Sinistra)

Spheris -0,75 Dioptri : artinya mata kiri pasien menderita myopi atau titik focus

pasien kurang dari 25 cm, dan harus menggunakan lensa cekung sebesar -0,75 Dioptri

agar dapat melihat snellen chart dengan jelas.

Cylinder -0,50 Dioptriaxix 90 derajat : artinya mata kiri pasien menderita

astigmatisme pada axis 90 derajat dan harus menggunakan lensa silinder agar dapat

melihat dengan jelas.

Spheris +1,50 Dioptri : artinya mata kiri pasien menderita presbiopi atau titik focus

pasien lebih dari 25 cm, dan harus menggunakan lensa cembung sebesar +1,50

Dioptri agar dapat melihat snellen chart dengan jelas.

Pasien Kedua

VOD 6/6 E : artinya visus atau ketajaman penglihatan mata kanan pasien normal atau emetropi.

VOS 3/60 : artinya visus atau ketajaman penglihatan mata kiri pasien 3/60, yang berarti pada

orang normal dapat melihat lambaian tangan dengan jelas dari jarak 60 meter sedangkan pasien

hanya dapat melihat lambaian tangan dengan jelas pada jarak 3 meter.

12

Page 13: laporan skenario 1

Pada mata kiri uji pinhole tidak maju : artinya pada mata kiri pasien terdapat kelaian organic

pada media refrakter, misalnya pada kornea, bilik mata depan, lensa, vitreous, retina, maupun

lintasan visual.

Setelah dilakukan koreksi masih tidak maju : artinya mengindikasikan untuk uji pinhole

untuk mengetahui adanya kelainan pada mata.

UJI PINHOLE

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan

diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan organik.

Pada mata pasien yang telah dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan terbaik, diminta untuk

terus menatap baris huruf paling bawah pada kartu Snellen yang masih terlihat. Pada mata

tersebut dipasang lempeng pinhole. Melalui lubang kecil yang terdapat di tengahnya pasien

kemudian disuruh membaca. Bila ketajaman penglihatan bertambah berarti pada pasien

terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang

berarti pada pasien tersebut terdapat kekeruhan media penglihatan .

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

VISUS

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk

melihat ketajaman penglihatan.

Cara memeriksa visus ada beberapa tahap:

1. Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya 5

atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal

akan relaksasi dan tidak berakomodasi. Kartu yang digunakan ada beberapa macam :

13

Page 14: laporan skenario 1

Snellen chart => kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda

=> untuk pasien yang bisa membaca.

Klik untuk perbesar gambar

E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-

beda.

Klik untuk perbesar gambar

Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah

cincin yang berbeda-beda.

14

Page 15: laporan skenario 1

Klik untuk perbesar

2. Cara memeriksa

o Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi atau

sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5

artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada

jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada

kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).

o Pastikan cahaya harus cukup

o Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien diminta

membaca kartu.

o Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :

Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak

usah membaca pada baris berikutnya => visus normal

Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek

pada 1 baris tersebut:

Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris

tersebut dengan false 1. 

Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut

dengan false 2.

Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti

visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.

15

Page 16: laporan skenario 1

Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di

atasnya.

Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk

memfokuskan titik pada penglihatan pasien)

Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi

Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti merupakan kelainan

refraksi

o Contoh: membaca Snelleen chart

Klik untuk perbesar gambar

Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20.

Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti visusnya normal

16

Page 17: laporan skenario 1

Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya 20/30 dengan

false 2 artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien

hanya dapat  membacanya pada jarak 20 kaki.

Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40

Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan ketentuan

seperti di atas.

o Cara pemeriksaan berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.

3. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.

o Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5 atau 6 m

Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60

Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan lakukan

penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60. 

Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m,

sampai 1 m di depan pasien.

4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan

penglihatan dengan lambaian tangan.

o Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke kiri

dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaian, berarti

visusnya 1/300

5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat menggunakan

'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi :

o Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya 1/~

dengan proyeksi baik Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk

mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal,

superior, dan inferior.

o Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~

dengan proyeksi salah.

6. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0 

PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

17

Page 18: laporan skenario 1

 Definisi:

            Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan pada keluasan pandang klien

terhadap aspek lateral, medial, superior, dan inferior penglihatan.

 Alat:

Buku catatan

 Prosedur:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien

2. Anjurkan klien untuk berdiri, pemeriksa berdiri sekitar 2,5 meter didepan klien, usahakan

tinggi mata sejajar antara klien dan pemeriksa

3. Tutup mata yang tidak diperiksa

4. Anjurkan klien untuk melihat mata pemeriksa dengan menggunakan mata yang akan

diperiksa. Perawat juga mefokuskan pandanganpada klien

5. Tempatkan jari pemeriksa pada bagian depan tepat diantara klien dan perawa

6. Perlahan gerakan tangan kea rah lateral, kemudian ke tengah kembali, lalu gerakkan kea rah

medial, ke tengah kembali, kearah superior dan inferior

7. Anjurkan klien untuk memberi isyarat dengan lisan apabila ia tidak dapat melihat jari

pemeriksa ketika digerakkan

8. Catat area yang tidak dapat diidentifikasi oleh klien

9. Lakukan pemeriksaan yang sama pada mata yang lain

18

Page 19: laporan skenario 1

UJI FUNGSI OTOT EKSTRAOKULER

Untuk mengkaji fungsi otot ekstraokuler klien, perawat harus melakukan tiga tes : enam posisi

kardinal tes penglihatan, tes terbuka-tertutup, dan tes refleks cahaya korneal.

A. Enam posisi kardinal tes penglihatan

Duduk langsung di depan klien, dan pegang objek silindris, seperti pensil, tepat di

depan hidung klien, dan menjauh sekitar 46 cm dari hidung klien.

Minta klien untuk memperhatikan objek tersebut pada saat dan menggerakkannya

searah jarum jam melewati enam posisi kardinal-medal superior, lateral superior,

lateral, lateral inferior, dan medial-kembalikan objek ke titik tengah setelah setiap

gerakan.

19

Page 20: laporan skenario 1

Melalui tes ini, mata klien akan tetap paralel pada saat bergerak. Perhatikan adanya

temuan abnormal, seperti nistagmus, atau deviasi salah satu mata yang menjauh dari

objek.

TES REFLEKS FUNDUS

 Pemeriksaan reflek fundus menggunakan oftalmoskop langsung.

 Saat penderita menatap pada sasaran jauh dengan mata sebelah pemeriksa membawa

rincian retina ke dalam fokus.

 Pemeriksa melihat pembuluh darah yang ada di retina yang muncul di diskus.

Lalu, berkas oftalmoskop diarahkan ke arah nasal dari sisi pasien untuk menilai

bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepian, dan ukuran mangkuk fisiologik

pucat di pusat.

Disebelah temporal diskus terdapat refleks pantulan putih yang menandakan fovea

centralis yang dikelilingi bagian gelap (macula lutea).

Pembuluh vena terlihat lebih besar dan gelap dari arteri, pada iskemik di retina

pembuluh vena dan arteri terlihat terputus-putus.(Vaughan, 1995)

TONOMETRI

Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan

beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea)

akan menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam melalui

kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer.

Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%)

20

Page 21: laporan skenario 1

Teknik :

Pasien diminta rileks dan tidur telentang

Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih

Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata

tertekan

Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada

permukaan kornea tanpa menekannya

Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5 gr

(beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.

Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan

bola mata dalam mmHg

Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien menderita

glaucoma.

Angka skala Tekanan bola mata (mmHg) berdasarkan masing masing beban

5.5 gr 7.5 gr 10 gr

3.0 24.4 35.8 50.6

3.5 22.4 33.0 46.9

4.0 20.6 30.4 43.4

4.5 18.9 28.0 40.2

5.0 17.3 25.8 37.2

5.5 15.9 23.8 34.4

6.0 14.6 21.9 31.8

6.5 13.4 20.1 29.4

7.0 12.2 18.5 27.2

21

Page 22: laporan skenario 1

7.5 11.2 17.0 25.1

8.0 10.2 15.6 23.1

8.5 9.4 14.3 21.3

9.0 8.5 13.1 19.6

9.5 7.8 12.0 18.0

10.0 7.1 10.9 16.5

Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit tiroid

dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita

myopia dan tiroid.

E. FISIKA OPTIK

Sistem lensa

Mata memiliki seperangkat komponen optik yang mampu membiaskan sinar yang

melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem lensa, terdiri atas kornea, anterior

chamber, lensa, dan posterior chamber. Pembiasan sistem lensa bersifat konvergen

menuju ke retina. Konvergensi pembiasan sistem lensa menjamin tajam pengihatan

(visus) normal manusia.

Index bias

Konvergensi adalah proses pembiasan sinar yang memusat, dihasilkan

dari sebuah sistem lensa positif. Positif atau negatif merupakan ukuran indeksi

bias (refraction index), yaitu rasio antara kecepatan rambat cahaya melalui

media hampa dibandingkan dengan kecepatan rambat cahaya melalui media

tertentu yang spesifik. Indeks bias dapat diilustraikan melalui persamaan

22

Page 23: laporan skenario 1

berikut :

n = c/v ,dimana c adalah kecepatan rambat cahaya pada media hampa

dan v adalah kecepatan rambat cahaya pada media tertentu yang

spesifik.

Pembiasan terjadi ketika sinar melalui 2 atau lebih media dengan

indeks bias yang berbeda. Konvergensi terjadi bila sinar dari media yang

memiliki kerapatan molekul lebih rendah melalui media yang memiliki

kerapatan molekul yang lebih tinggi, sehingga diperoleh sinar hasil

pembiasan yang cenderung dibelokan menuju garis median. Divergensi terjadi

bila sinar dari media yang memiliki kerapatan molekul lebih tinggi melalui

media yang memiliki kerapatan molekul yang lebih rendah, sehingga diperoleh

sinar hasil pembiasan yang cenderung menjauhi garis median.

Setiap perubahan indeks bias yang terjadi pada komponen system lensa

mata menyebabkan kelainan pembiasan (refraksi). Gangguan pembiasan

menyebabkan sinar hasil refraksi tidak tepat pada retina, sehingga

menyebabkan tajam penglihatan (visus) mengalami penurunan. Gangguan

yang muncul dapat berupa penambahan dan pengurangan konvergensi system

lensa. Contoh kelainan yang menyebabkan perubahan system lensa mata

antara lain : xerophthalmia pada kornea, katarak pada korteks dan medulla

lensa, dan galukoma pada anterior dan posterior chamber.

Refraksi mata

Sistem lensa mata yang positif menyebabkan terkumpulnya sinar hasil

pembiasan pada retina. Posisi bintik kuning retina sendiri terletak pada garis

median dari system lensa mata. Bila sinar datang sejajar sumbu utama akan

dibelokan melalui jari-jari lensa, sedangkan bila sinar datang melalui pusat

kelengkungan lensa akan diteruskan dan bila sinar datang dari arah selain itu

akan dibelokan sejajar sumbu utama.

Konvergensi tepat pada retina hanya diperoleh bila benda yang dilihat

23

Page 24: laporan skenario 1

berada 6 meter atau lebih jauhnya dari mata. Bila jarak benda kurang dari

6 meter, maka konvergensi berkurang dan bayangan yang terbentuk tidak

tepat pada retina. Jarak 6 meter adalah jari-jari kelengkungan lensa mata,

sehingga benda harus berada di ruang 3 agar bayangan yang terbentuk tepat

pada retina. Semakin jauh jarak benda, semakin jelas bayangan yang terbentuk.

Tajam penglihatan (visus)

Jarak 6 meter menjadi standar pengukuran tajam penglihatan. Tes

tajam penglihatan (visus) dilakukan pada jarak 6 meter dari Snellen chart.

Hasil pemeriksaan visus normal adalah 6/6, artinya benda yang seharusnya

dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter, ternyata dapat dilihat dengan

jelas pada jarak 6 meter. Bila hasil pemeriksaan menyatakan visus < 6/6, misal

4/6 atau 5/6, maka benda yang seharusnya dapat dilihat dengan jelas pada jarak

6 meter, ternyata dapat dilihat dengan jelas pada jarak 4 dan 5 meter.

Akomodasi

Benda yang terletak pada jarak kurang dari 6 meter, maka perlu ada

penambahan konvergensi lensa. Akomodasi mata merupakan upaya

penambahan konvergensi lensa agar mata tetap dapat melihat benda yang

jaraknya kurang dari 6 meter. Kemampuan akomodasi semakin berkurang

dengan bertambahnya umur. Hal ini terlihat dari ukuran titik dekat pada setiap

kelompok umur yang semakin bertambah. Titik dekat adalah jarak terdekat

benda dari mata yang masih dapat diidentifikasi dengan jelas.

Umur 0 20 0 40 50 60 Titik dekat 10 4 22 40 200

Akomodasi terjadi karena kontraksi dari m ciliaris yang memiliki origo

pada lensa dan insersi pada orbita. Kontraksi m ciliaris menarik orbita

mendekat ke media sehingga jarak superior dengan posterior orbita berkurang.

Secara tidak langsung hal ini menyebabkan tekanan pada lensa mata ke arah

medial, sehingga menyebabkan kelengkungan lensa (terutama posterior)

bertambah cembung.

24

Page 25: laporan skenario 1

Akomodasi menyebabkan seakan-akan jarak benda bertambah, atau

menjauh karena bagian posterior lensa bertambah cembung ke dalam. Selain

jarak benda, jari-jari dan diameter lensa juga bertambah saat akomodasi. Efek

samping lain yang muncul saat akomodasi adalah peningkatan tekanan

chamber, terutama posterior. Hal inilah yang menyebabkan munculnya rasa

nyeri tumpul (kemeng), ditambah dengan terbentuknya asam laktat dari

kontraksi m ciliaris menyebabkan akomodasi mata tak dapat dilakukan

terlalu lama.

Kelainan refraksi

Kelainan refraksi mata dihasilkan dari penurunan dan penambahan

konvergensi sistem lensa mata. Secara umum dikenal 2 jenis kelainan dasar

refraksi mata, yaitu hipermetropi dan miopi. Pada miopi, refraksi sinar

terlalu konvergen, sehingga bayangan terbentuk di depan retina. Penderita

miopi memiliki visus < 6/6 dan kesulitan melihat benda yang terletak jauh.

Secara prinsip, penderita miopi terlalu sering menggunakan akomodasi mata.

M ciliaris menjadi lebih rigid, tonusnya meningkat dan fleksibilitasnya

menurun, sehingga lambat laun panjang m Ciliaris semakin memendek.

Selain itu, bentuk orbita dengan jarak superior dan inferior yang pendek

menyebabkan kecenderungan terjadinya miopi. Solusi bagi penderita miopi

adalah mengurangi konvergensi dengan menambahkan lensa cekung (minus) di

depa mata.

Pada hipermetropi, refraksi sinar kurang konvergen, sehingga bayangan

terbentuk di belakang retina. Penderita hipermetropi memiliki visus normal,

namun kesulitan melihat benda yang terletak dekat. Secara prinsip, m. ciliaris

penderita hipermetropi mengalami kelemahan karena proses degenerasi,

tonusnya menurun dan fleksibilitasnya meningkat, sehingga lambat laun

panjang m Ciliaris semakin memajang. Selain itu, bentuk orbita dengan jarak

anterior dan posterior yang pendek menyebabkan kecenderungan terjadinya

hipermetropi. Solusi bagi penderita hipermetropi adalah menambah

konvergensi dengan

25

Page 26: laporan skenario 1

F. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

I. KELAINAN REFRAKSI

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.

Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga

menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi

dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus.

Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan

lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.

Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada

mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada

retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh),

hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.

Gejala dan Tanda

Penderita kelainan refraksi biasanya datang dengan keluhan sakit kepala terutama

di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas,

pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur. Tajam penglihatan pasien kurang

dari normal (6/6). Ametropia pada anak dapat mengakibatkan seperti penglihatan

kabur dan juling.

Miopia

Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi

dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu

cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu

panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan

retina.Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi

miopia antara lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat

(>9D).

26

Page 27: laporan skenario 1

Gejala miopia antara lain penglihatan kabur melihat jauh dan hanya jelas pada

jarak tertentu/dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat

pada mata, gangguan dalam pekerjaan, dan jarang sakit kepala

Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang

sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya

pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Pemakaian kaca mata dapat

terjadi pengecilan ukuran benda yang dilihat, yaitu setiap -1D akan memberikan

kesan pengecilan benda 2%. Pada keadaan tertentu, miopia dapat diatasi dengan

pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi

fotorefraktif,Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).

Hipermetropia

Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan

bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak

sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah

sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan

oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang

terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif

(hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).

Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat

sukarnya berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan

jauh juga akan terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia

muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa

kesulitan, namun tidak demikian bila usia sudah 60 tahun. Keluhan akan

bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar

untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa

berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina sehingga akan

lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau

konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan

bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.

27

Page 28: laporan skenario 1

Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang

juling atau melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan

sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan

bayangan yang terletak di belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia

tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan

akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak

membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut

akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa

sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.

Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk

mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah

diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan

normal. Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif

terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.

Astigmatisma

Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau

tidak rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan

kornea atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan

akan dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar

difokuskan di belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata

dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air

yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, terlalu

lebar atau kabur.

Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur

sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata,

melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh

ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak,

sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat

adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang berbeda. Astigmat

ringan tidak perlu diberi kaca mata.

28

Page 29: laporan skenario 1

Presbiopia

Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu

akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi

akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya

kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar

memfokuskan sinar pada saat melihat dekat.

Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula

terjadinya tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran

pupil), kegiatan penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah

membaca akan mengeluh mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca

dengan menjauhkan kertas yang dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam

hari, sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca. Koreksi dengan

kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat. Untuk membantu kekurangan

daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien presbiopia diperlukan kaca

mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan kekuatan tertentu sesuai

usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D untuk 50 tahun,

+2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya 33cm,

sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.

Pemeriksaan Refraksi

Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif.

Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi

yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi

menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland.

Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat

ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya

akomodasi.

Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien

istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun.

29

Page 30: laporan skenario 1

Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka

pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun,

pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.

Pencegahan 

Selama bertahun-tahun, banyak pengobatan yang dilakukan untuk mencegah atau

memperlambat progresi miopia, antara lain dengan:

1. Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata

2. Pemberian tetes mata atropin.

3. Menurunkan tekanan dalam bola mata.

4. Penggunaan lensa kontak kaku : memperlambat perburukan rabun dekat

pada anak.

5. Latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh – dekat.

Terapi

Terapi meliputi edukasi mengenai kelainan refraksi, penggunaan kaca

mata tidak menyembuhkan kelainan refraksi, meningkatkan jumlah asupan

makanan yang mengandung vitamin A, B, dan C. Kebutuhan mengkoreksi

kelainan refraksi tergantung gejala pasien dan kebutuhan penglihatan.

Pasien dengan kelainan refraksi ringan dapat tidak membutuhkan koreksi.

Koreksi kelainan refraksi bertujuan mendapatkan koreksi tajam

penglihatan terbaik.

Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan

karena mudah merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca

mata atau lensa kontak akan mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan

lebih kuat terlihat dengan mata telanjang dibanding dengan kaca mata.

Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda yang dilihat

menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan

lebih besar. Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak

30

Page 31: laporan skenario 1

selalu bersih, coating kaca mata mengurangkan kecerahan warna benda

yang dilihat, mudah turun dari pangkal hidung, sakit pada telinga dan

kepala.

Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak

dipergunakan. Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di

dataran depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan

pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm, nyaman dipakai

karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar

lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan

belakang berbentuk sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang

lensa atau base curve dibuat steep (cembung kuat), flat (agak datar)

ataupun  normal untuk dapat menempel secara longgar sesuai dengan

kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan

kesempatan air mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan

kornea. Air mata ini diperlukan untuk membawa makanan seperti

oksigen. 

Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:

1. Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan

normal

2. Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat

gangguan tepi bingkai pada kaca mata.

Selain itu dapat pula dilakukan pembedahan. Salah satu terapi

pembedahan yang cukup populer adalah dengan cara LASIK atau bedah

dengan sinar laser. Pada lasik yang diangkat adalah bagian tipis dari

permukaan kornea yang kemudian jaringan bawahnya dilaser. Pada lasik

dapat terjadi hal-hal berikut : kelebihan koreksi, koreksi kurang, silau,

infeksi kornea, ataupun kekeruhan pada kornea. Terapi bedah lain yang

dapat dilakukan antara lain penanaman lensa buatan di depan lensa mata,

31

Page 32: laporan skenario 1

pengangkatan lensa, radikal keratotomi dan Automated Lamelar

Keratoplasty (ALK).

II. KELAINAN ORGANIK

a. Glaukoma

Glaukoma adalah keadaan pada mata dengan tanda khas neuropati optik

glaukomatosa yang menimbulkan kerusakan lapang pandangan progresif dengan

faktor resiko utamanya adalah kenaikan tekanan bola mata

Secara umum glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan

meningkatnya tekanan bola,atrofi papil syaraf optik dan menciutnya lapang pandang.

Dan salah satu tanda utama dari glaukoma adalah peningkatan tekanan intra okuler

(Ilyas).

Klasifikasi Glaukoma:

I. Glaukoma Primer

1) Glaukoma Simpleks / Glaukoma Sudut Terbuka Primer khronis

Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor

aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat.

Secara bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu pada kedua mata) dan

menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan yang

progresif. Hilangnya fungsi penglihatan dimulai pada tepi lapang pandang dan

jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar ke seluruh bagian lapang

pandang, menyebabkan kebutaan. Glaukoma sudut terbuka sering terjadi

setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anak-anak. Penyakit ini

cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes

atau miopia. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi dan biasanya

penyakit ini lebih berat jika diderita oleh orang kulit hitam.

Pada awalnya, peningkatan tekanan di dalam mata tidak menimbulkan gejala.

Lama-lama timbul gejala berupa: penyempitan lapang pandang tepi , sakit

32

Page 33: laporan skenario 1

kepala ringan, gangguan penglihatan yang tidak jelas (misalnya melihat

lingkaran di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan).

Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang menyebabkan

penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi lain ketika penderita

melihat lurus ke depan (disebut penglihatan terowongan). Glaukoma sudut

terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang

tidak dapat diperbaiki.

2) Glaukoma Akut / Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut

Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya humor

aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil

(misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang digunakan untuk

pemeriksaan mata atau obat tertentu) bisa menyebabkan penyumbatan aliran

cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser ke depan dan secara tiba-

tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di

dalam mata secara mendadak. Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata

yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu.

Glaukoma akut lebih sering terjadi pada malam hari karena pupil secara

alami akan melebar di bawah cahaya yang redup. Episode akut dari glaukoma

sudut tertutup menyebabkan:

- penurunan fungsi penglihatan yang ringan

- terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya

- nyeri pada mata dan kepala.

Gejala tersebut berrlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya

serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi

penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga

mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan

merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang.

Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan

33

Page 34: laporan skenario 1

tersebut bisa berulang.

Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang pandang penderita.

II. Glaukoma Konginental

1. Glaukoma konginental primer.

2. Glaukoma yang berhubungandengan anomali konginental

Sindrom pembentukan bilik maa depan

Contoh : sindrom rieger dan anomali peter

iniridia

III. Glaukoma Sekunder

Etiologi:

1. Karena kelainan LENSA

2. Karena perubahan TRACTUS UVEA

3. Karena RUDAPAKSA

4. Akibat OPERASI

5. Akibat ROBEOSIS IRIDIS

6. Akibat KORTIKO STEROID

Ciri-ciri:

1. Jarang sekali ditemukan di klinik

2. Umumnya bilateral

3. Umur < 3 tahun à laki-laki > perempuan

4. Harus dibedakan : megalokornea

5. Biasanya ada gangguan pada sudut COA

6. Bersifat resesif

IV. Glaukoma absolut

Merupakan akhir dari glaukomayang tidak terkontrol. Cirinya mata terasa keras

tajam pengelihatan nol,dan nyeri mata hebat. Diperlukan pemeriksaan sebagai

berikut:

Anamnesa

Pemeriksaan glaukoma / umum :

34

Page 35: laporan skenario 1

1. Anamnesa

2. Pemeriksaan Visus

3. Pemeriksaan mata luar/flash light

4. Pemeriksaan tekanan bola mata

5. Pemeriksaan bilik depan dan sudut COA/Klinis

6. Pemeriksaan lapang pandangan

7. Pemeriksaan Oftalmoskopi

8. Pemeriksaan Bio-mikroskopi / Slit-lamp

PENGOBATAN GLAUKOMA

1. Miotika

Pilocarpine 0.5% - 4%

Carbachol 0.75% - 3%

Esserine 0.25% - 1%

2. Carbonic-Anhydrase Inhibitors

- Sistemik :

Acetazolamide : Diamox,glaupax,glaukon

Methazolamide : Naptazone

Ethoxzolamide : Cardrase

Dichlorphenamide : Daramide

- Topikal :

Brinzolamide 1% (Azopt) 3 kali

Dorzolamide 2% (Trusopt) 3 kali

3. Symphatomemetic :

Epinephrine / Adrenaline

Levo-epinephrine

4. Adrenergic Antagonist

Non selektif : Timolol Maleat 0.25%- 0.50%

35

Page 36: laporan skenario 1

b. Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai

oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Kelainan

patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan

penurunan jumlah perisit.

Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai sekarang belum diketahui, namun

keadaan hiperglikemia yang lama dianggap sebagai factor resiko utama. Teori lain

menyebutkan karena Growth Hormone, misalnya retinopati diabetik yang

menyembuh pada pasien nekrosis hipofisis hemoragik pascapartum (Sindrom

Sheehan). Dapat juga akibat abnormalitas komponen darah berupa kelainan viskositas

akibat peningkatan agregasi eritrosit, penurunan deformabilitas sel darah merah,

peningkatan agregasi trombosit, serta adhesi trombosit ke pembuluh darah yang

mengakibatkan sirkulasi yang mampet, kerusakan endotel, yang akhirnya berbuah

oklusi kapiler fokal. (Pandelaki, 2007).

Peningkatan glukosa darah yang persisten akan memaksa beberapa jaringan

untuk glikolisis yang tidak sempurna sehingga metabolismenya bergeser ke jalur

aldosa reduktase menghasilkan produk-produk alkohol, termasuk sorbitol, galaktosa,

hingga dulcitol. Perisit intramural pada kapiler retina menjadi kehilangan struktur dan

fungsi aslinya. Akibatnya pembuluh menjadi lemah dan mudah terjadi

mikroaneurisma. Inilah petanda dini adanya retinopati diabetic (Pandelaki, 2007).

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan eksudasi cairan dan

protein serum yang secara klinis terdeteksi sebagai penebalan retina dan eksudat.

Edema yang terjadi pada makula merupakan penyebab utama turunnya penglihatan

pada pasien retinopati diabetik nonprolifelatif. Kadang terjadi juga di retinopati

diabetik proliferatif. Edema makula juga bisa terjadi akibat peningkatan Diasilgliserol

(DAG) akibat glukosa berlebih yang mengaktifkan protein kinase C (PKC) yang

mempengaruhi aktivitas dinamis kapiler retina, terutama mengubah permeabilitas,

sehingga jadilah kebocoran cairan, edema, dan penebalan retina (Rahmawati, 2007).

Seiring perkembangan penyakit, terjadi penutupan kapiler retina yang

mengakibatkan hipoksia dan infark lapisan serabut saraf sehingga membentuk cotton-

wool spots (CWS) atau eksudat lunak dengan stasis aliran aksoplasma. Hipoksia

36

Page 37: laporan skenario 1

lanjut memicu mekanisme kompensasi mata untuk menyediakan oksigen ke

jaringannya. Terjadi abnormalitas kapiler vena berupa pelebaran vena yang

memperburuk hipoksia dan hampir selalu menjadi batas tegas perfusi darah pada

jaringan tersebut (Rahmawati, 2007).

Abnormalitas mikrovaskular intraretina umumnya menjadi tanda pertumbuhan

pembuluh baru atau remodelling pembuluh lama melalui proliferasi sel endotel pada

jaringan retina. Kelainan ini menjadi jalan pintas area yang tidak mendapat perfusi.

Jika hipoksia ini berlanjut terus-menerus, akan memicu produksi faktor

vasoproliferatif, misalnya vascular endothelial growth factor (VEGF) yang memicu

pembentukan pembuluh baru (Rahmawati, 2007).

Pembuluh darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel tanpa sel

perisit dan membrana basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami

perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena tumbuh secara

abnormal keluar dari retina sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan yang

menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi penampakan berupa

bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan penglihatan (Pandelaki,

2007).

Awalnya pembuluh ini bekerja sebagaimana fungsinya, namun lama kelamaan

akan menjadi kental dan padat dan perlahan-lahan menjadi jaringan parut yang lekat

antara retina dengan permukaan hyaloid posterior. Makin sering terjadi kontraksi

vitreus, jaringan parut ini akan tertarik-tarik hingga menjadi edema kemudian

heteretropia retina, sampai akhirnya permukaan retina pun akan terlepas (ablasio

retina). Pembuluh darah juga dapat tumbuh pada stroma dan iris dan dapat meluas ke

chamber anterior sehingga akan menghambat aliran keluar ari aqueous humor dan

menimbulkan glaucoma neovaskular (Rahmawati, 2007)

Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

1. Retinopati Diabetik Nonproliperatif (RDNP)

a. RDNP minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,

perdarahan intraretina yang kecil, atau hard eksudat.

37

Page 38: laporan skenario 1

b. RDNP ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,

perdarahan, hard eksudat, soft eksudat, atau intraretinal microvascular

abnormalities (IRMA)

c. RDNP berat: terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada

4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran atau IRMA pada1 kuadran

d. Retinopati nonproliperatif sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada RDNP berat

2. Retinopati Diabetik Proliperatif (RDP)

a. RDP ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular

pada diskus (NVD) yang mencakup < ¼ daerah diskus tanpa disertai

perdarahan preretina atau vitreus; atau neovaskular dimana saja di retina

(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus

b. RDP berat (dengan resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 resiko berikut, a)

ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b) ditemukan pembuluh

darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang

tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼ daerah diskus, d) perdarahan

vitreus.

Pemeriksaan penunjang

Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada

retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic

menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga

sangat berrmanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non

proliferative. Tes angiografi menggunakan kontras untuk melihat aliran darah dan

kebocoran (James, 2005).

Pencegahan dan pengobatan

Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic adalah mencegah terjadinya

kebutaan permanen. Metodenya saat ini meliputi:

- Kontrol glukosa darah

- Kontrol tekanan darah

- Fotokoagulasi dengan sinar laser, apabila dilakukan tepat pada waktunya sangat

efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliperatif dan edema makula.

38

Page 39: laporan skenario 1

Indikasinya adalah apabila telah terjadi neovaskularisasi di daerah chamber

anterior.

- Vitrektomi, perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan

vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Selain itu, vitrektomi juga

diindikasikan pada pasien yang mengaami ablasio retina, RDP berat, dan

perdarahan viterus yang tidak mengalami perbaikan (Pandelaki, 2007).

Pasien RDNP dengan hanya ditandai mikroaenurisma yang jarang memiliki

prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun. Pasien

yang tergolong RDNP tanpa disertai edema macula, perlu dilakukan pemeriksaan

ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat progresif. Pasien RDNP derajat ringan

sampai sedang dengan disertai edema macula perlu diperiksa kembali dalam waktu

4-6 bulan. Untuk pasien RDNP berat dalam waktu 1 taun 50% akan berkembang

menjadi RDP. Oleh sebab itu, pasien RDNP berat perlu dilakukan pemeriksaan

ulang setiap 3-4 bulan (Pandelaki, 2007).

c. Katarak

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan lensa yang dapat terjadi karena hidrasi

(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya.

Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif atau dapat tidak

mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya merupakan

penyakit usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit

penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat

mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi retina, uveitis, dan retinis

pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokular lainnya. Gejala

yang dirasakan oleh penderita katarak adalah penglihatan yang berkabut, silau, bila

dilihat dengan bantuan cahaya pada pupil akan terlihat keruh.

Katarak dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Katarak Senilis (Ketuaan), yaitu katarak yang timbul setelah umur 40 tahun,

proses pasti belum diketahui, diduga karena ketuaan.

39

Page 40: laporan skenario 1

2. Katarak Kongenital, yaitu katarak yang timbul sejak dalam kandungan atau

timbul setelah dilahirkan, umumnya disebabkan karena adanya infeksi, dan

kelainan metabolisme pada saat pembentukan janin. Katarak Kongenital yang

sering timbul karena infeksi saat ibu mengandung, terutama pada kehamilan 3

bulan pertama.

3. Katarak Traumatika, yaitu katarak yang dapat menyerang semua umur, biasanya

karena pasca trauma baik tajam maupun tumpul pada mata terutama mengenai

lensa.

4. Katarak Komplikata, adalah katarak yang timbul pasca infeksi mata.

Katarak dapat diatasi dengan operasi yaitu pengambilan lensa keruh. Ada

beberapa teknik operasi yang dilakukan di Rumah Sakit, yaitu: Operasi dengan irisan

luas dengan jahitan konvensional dan dengan irisan kecil tanpa jahitan lensa

dikeluarkan dengan alat Phaceomulsifikasi (small incision surgery).

(Ilyas S, 2008)

40

Page 41: laporan skenario 1

BAB III PEMBAHASAN

Pasien pertama yaitu wanita berusia 45 tahun, merupakan salah satu predsiposisi dari

presbiopia, yang biasanya terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Mata tenang menandakan bahwa

tidak ada peradangan pada mata bagian luar yaitu kornea, sklera, konjungtiva, dan palpebra.

Pandangan kabur disebabkan oleh adanya gangguan pada lensa yang sudah kurang elastis pada

usia tua.

Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan visus 6/15, visus menurun karena adanya

penurunan fungsi lensa karena pengapuran sel selnya. Seharusnya benda yang bisa dilihat

dengan jelas pada orang normal dengan jarak 15 m, namun pada pasien ini hanya bisa melihat

benda tersebut pada jarak 6 m. Lalu mata kanan dikoreksi dengan spheris -5.25 D visus bisa

mencapai 6/6. Berarti pada mata kanan lensanya kurang bisa memipih sehingga dibantu dengan

lensa spheris -5.25 D.

Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan penurunan visus menjadi 4/60. Pada orang

normal bisa melihat pada jarak 60 m, namun pada pasien ini hanya bisa melihat pada jarak 4 m

saja. Lalu setelah dikoreksi dengan lensa sheris -0.75 D dan cilinder -0.50 D axis 900 visusnya

bisa normal. Pada mata kiri juga kurang bisa memipih jadi harus dikoreksi juga dengan lensa

spheris -0.75 D. Namun ternyata pasien juga mengalami astigmatisme, yaitu keadaan dimana

terjadi perbedaan kelengkungan pada permukaan kornea yang menyebabkan sinar datang tidak

fokus pada satu titik pada retina tapi menjadi 2 garis yang saling tegak lurus. Astigmatisme

sendiri ada yang ireguler dan reguler. Pada pasien masih bisa dikoreksi dengan axis 900 berarti

pasien mengalami astigmatisme reguler.

Sedangkan untuk membaca dekat, pasien bisa dikoreksi dengan memakai lensa spheris

+1.50 D. Hal ini bisa terjadi karena pada usia 45 lensa yang mulai mengapur juga menjadi

kurang elastis saat harus berakomodasi, sehingga menyebabkan lensa menjadi kurang cembung.

Pada pasien ini dibantu dengan lensa spheris +1.50 D sudah bisa membaca dengan normal.

Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan mata tenang, visus 6/6. Pada mata

kiri didapatkan, visus 3/60, mata tenang dan nyeri pada bola mata. Visus menurun bisa karena

gangguan pada refraksinya, atau bisa juga pada saraf-sarafnya. Mata tenang menandakan tidak

ada infeksi atau tanda peradangan pada mata. Nyeri pada bola mata sendiri bisa disebabkan oleh

kelainan pada mata (glaukoma), kelainan intrakranial (migrain, tekanan intrakranialnya

41

Page 42: laporan skenario 1

meningkat, sakit kepala), kelainan nonokuler (hipertensi), bisa karena benda asing, trauma,

arthritis temporal dll. Pada mata kiri, dengan uji pinhole tidak mengalami kemajuan. Apabila

kelainan visus disebabkan oleh kelainan refraksi, maka akan mengalami kemajuan, artinya bisa

melihat dengan jelas. Namun pada pasien 2 ini tidak mengalami kemajuan berarti terjadi

kelainan namun tidak pada refraksinya. Kemudian dilakukan koreksinya tidak ada kemajuan.

Berarti tidak terjadi kelainan pada daya pembiasan yaitu kornea dan lensa. Kemudian pasien 2

ini masih memerlukan pemeriksaan seperti persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri,

konfrontasi, dan refleks fundus. Uji persepsi warna bertujuan untuk melihat apakah pada pasien

masih bisa mendiskriminasi warna untuk memastikan tidak ada buta warna. Kemudian tes

proyeksi sinar bertujuan untuk memeriksa keadaan retina perifer pasien. Tes tonometri bertujuan

untuk menghitung tekanan bola mata pasien untuk memastikan ada tidaknya glaukoma. Tes

konfrontasi bertujuan untuk melihat lapang pandang pasien apakah normal atau tidak. Karena

pada glaukoma juga terjadi penurunan lapang pandang. Sedangkan refleks fundus bertujuan

untuk melihat kondisi retina dan vaskularisasi di mata dengan alat oftalmoskop. Pasien kedua

predisposisi dari glaukoma, karena nyeri pada bola mata mengarah ke glaukoma dan harus

dilakukan tes tonometri untuk memastikannya.

42

Page 43: laporan skenario 1

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penurunan visus pada pasien pertama disebabkan oleh adanya kelainan pada media

refrakta organon visusnya.

2. Penatalaksanaan pada pasien pertama dengan menggunakan bantuan lensa (kaca mata)

sesuai dengan nilai koreksinya.

3. Kelainan pada pasien kedua bukan karena kelainan refraksi dan termasuk pada golongan

penyakit dengan mata tenang visus menurun.

4. Kelainan mata tenang dapat dibedakan menjadi mata tenang dengan visus menurun

mendadak dan mata tenang dengan visus menurun perlahan

B. Saran

1. Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan diagnosis pasti

dari keluhan pasien

2. Sebaiknya segera dilakukan penatalaksanaan pada masing-masing mata dengan sesuai

dengan diagnosisnya untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.

43

Page 44: laporan skenario 1

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Jackson M B. 2006. Molecular and Cellular Biophysics. Cambridge University Press.

Junqueira, Luis C. Carneiro, Jose. 1991. Organ Sensoris dalam Histologi Dasar Edisi 3. Jakarta :

EGC.

Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1, 23nd ed; alih bahasa, Y. Joko Suyono;

editor edisi bahasa Indonesia, Liliana Sugiharto. Jakarta: EGC; 2012.

Vaughan, daniel G et al. 1995.  Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika (BPP praktikum

fisiologi FK UNS, 2012)

Waigh T. 2007. Aplied Biophysics: A molecular Aproach for Physical Scientis. Wiley and Sons

Ltd

Widjokongko, Bambang. 2013. Histologi Organon Sensorium Mata. Disampaikan pada Kuliah

KBK Blok Mata Semester V. Surakarta: FK UNS.

www.perdami.or.id diakses pada tanggal 23 september 2013

44