laporan tutorial dan pleno skenario 1
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL DAN PLENO
Modul 1 Blok 7
Skenario
“Upin, kok loyo?”
Disusun Oleh :
Kelompok III
Anggota Kelompok :
Aldian Tri Wahyuda P Ega Rahman Evsya Elsa Diana Fiari Elsi Rahmadhani Hardi Elva Gabriella Depari Elvicha Dwi Novertha
Erizal Azmi Esti Prihastika Fanniy Indah Prammitha Febrian Putra Velly Eveninda Yogi Wibowo
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
2010
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas setiap rahmat yang tak dapat kami hitung banyaknya
dari Allah swt yang telah Ia limpahkan kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan tutorial dan pleno ini dengan baik. Tak lupa pula shalawat beriring salam kami ucapkan
atas junjungan alam, nabi besar Muhammad saw yang telah membimbing kita semua dari alam
yang penuh akan kebodohan ke alam yang penuh akan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh staff pengajar baik itu dosesn mau pun pengurus
blok yang telah memberikan ilmu serta waktunya kepada kami dalam perkuliahan di blok 7
Hematoimunologi ini. Kami dari kelompok III juga mengucapkan terimakasih kepada dr. Lily
Haslinda,M.biomed selaku tutor kelompok kami, yang telah membimbing kami selama kegiatan
tutorial.
Atas beberapa kesalahan ataupun kekurangan yang mungkin terdapat di dalam laporan ini, kami
memohon maaf dan semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, 25 September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................................. 1
Kata Pengantar.............................................................................................................. 2
Daftar Isi. ...................................................................................................................... 3
Skenario. . ...................................................................................................................... 4
Klarifikasi Terminologi dan Istilah............................................................................... 5
Identifikasi dan Analsis Masalah................................................................................. 6
Sistematika Permasalahan............................................................................................. 9
Tujuan Pembelajaran.................................................................................................... 10
Pengumpulan Informasi
Definisi Anemia Defisiensi Besi....................................................................... 10
Klasifikasi Anemia............................................................................................ 11
Etiologi Anemia Defisiensi Besi....................................................................... 12
Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi............................................................... 15
Metabolisme Fe................................................................................................. 17
Diagnosis Banding............................................................................................ 21
Diagnosis Anemia Defisiensi Besi.................................................................... 23
Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi......................................................... 28
Epidemiologi dan Pencegahan Anemia Def. Besi............................................ 29
Daftar Pustaka............................................................................................................... 31
SKENARIO
“Upin, Kok Loyo?”
Seorang anak laki-laki Upin umur 8 tahun dibawa ibunya ke dokter puskesmas karena lesu dan
kurang semangat sejak 1 bulan yang lalu. Biasanya Upin terlihat aktif bermain dengan teman
sebaya, namun akhir-akhir ini sering menolak ajakan temannya untuk bermain bola. Sewaktu
bermain Upin sering tidak mamakai alas kaki. Upin tinggal bersama orang tuanya yang bekerja
sebagai petani sayur di kawasan pertanian.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : vital sign baik; berat badan 21 kg, tinggi 120 cm,
konjungtiva : anemis; sklera tidak ikterik; cor pulmo, abdomen : dalam batas normal; ekstremitas
: agak pucat.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Hb : 7,0 g/dL, Ht : 24 %, leukosit 5000/uL, hitung jenis 0/2/2/66/34/6, jumlah eritrosit 4 juta/uL,
trombosit 200.000/uL, (MCV=60 fL, MCH=17,5 pg, MCHC=29 %)
Gambaran darah tepi :
Eritrosit : mikrositik hipokrom, anisositosis, poikilositosis (sel pensil +, ovalosit +)
Leukosit : kesan jumlah dan morfologi dalam batas normal, eosinofilia
Trombosit : kesan jumlah dan morfologi dalam batas normal
Pada pemeriksaan feses ditemukan telur cacing tambang (+)
KLARIFIKASI TERMINOLOGI DAN ISTILAH
Anemis : berkenaan dengan penurunan kadar eritrosit / hemoglobin dibawah rentang
normal.
Konjungtiva : membrane halus yang melapisi kelopak mata dan sclera.
Sclera : lapisan luar bola mata yang putih dank eras, menutupi ± 5/6 permukaan
posterior, kedepan berlanjut dengan kornea, dank e posterior dengan selubung
eksterna nervus opticus.
Ikterik : warna kuning di kulit, mukosa, dan sclera akibat dari menumpuknya pigmen
empedu (bilirubin).
Anisositosis : kelainan yang ditandai dengan adanya variasi ukuran dari eritrosit.
Poikilositosis : kelainan yang ditandai dengan variasi bentuk eritrosit yang abnormal.
Eosinofilia : penumpukan dan akumulasi secara abnormal eosinofil yang besar di dalam
darah.
Ovalosit : eritrosit yang berbentuk oval (abnormal).
MCV : mean corpuscular volume = volume rata-rata sel eritrosit.
MCH : mean corpuscular hemoglobin = jumlah Hb rata – rata yang terdapat di dalam
sel eritrosit .
MCHC : persentase kadar Hb yang terdapat didalam sel eritrosit.
Mikrositik hipokrom : morfologi eritrosit pada keadaan anemi yang ditandai dengan ukuran
dan kandungan Hb yang berkurang.
Cacing tambang : ada dua jenis = Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
Identitas Pasien
Nama : Upin
Jenis Kelamin : laki – laki
Umur : 8 tahun
Keluhan Utama
lesu dan kurang bersemangat sejak 1 bulan yang lalu ( disebabkan oleh anemia sehingga perfusi
oksigen ke jaringan berkurang ).
Riwayat Penyakit Sekarang :
-
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Riwayat Penyakit Keluarga :
-
Riwayat Sosial Ekonomi :
sering tidak memakai alas kaki à faktor resiko terinfeksi larva filariform cacing tambang.
tinggal di kawasan pertanian à tanah gembur tempat hidup cacing tambang.
Pemeriksaan Fisik :
vital sign : baik
BB : 21 kg à IMT = 14,58 à kurang ( IMT normal=18-25)
TB : 120 cm
Konjungtiva : anemis
Sclera : tidak ikterik (normal)
Cor, pulmo, abdomen : normal
Ekstremmitas : agak pucat
Pemeriksaan Laboratorium :
Hemoglobin : 7 gr/dl ( dibawah normal , normal = 12 g/dl )
Hematokrit : 24 % ( dibawah normal , normal = 37-44 % )
Leukosit : 5000 / ul (normal)
Hitung jenis : 0/2/2/66/34/6
Basofi : normal
Eosionofil : normal
N. batang : normal
N. segmen : normal
Limfosit : normal
Monosit : normal
Eritrosit : 4 juta/ul ( dibawah normal, normal = 4,5-5,5 juta/ul )
Trombosit : 200.000/ul ( normal )
MCV : 60 fl ( dibawah normal, normal = 80-96 fl )
MCH : 17,5 pg ( dibawah normal, normal = 28-34 pg )
MCHC : 29 % ( dibawah normal, normal = 33-38% )
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit
o Mikrositik hipokrom à terjadi akibat gangguan sintesis hemoglobin dalam jangka waktu
yang lama.
o Anisositosis à gangguan eritropoesis.
o Poikilositosis (sel pensil + , ovalosit +)à gangguan eritropoesis.
Leukosit
o Eosinofilia à akibat adanya infeksi parasit berupa cacing tambang.
Trombosit à normal
Pemeriksaan Feses
telur cacing tambang +.
Analisis Masalah
Usia : resiko tinggi untuk anemia defisiensi besi.
Main tanpa alas kaki, tinggal di kawasan pertanian: resiko tinggi untuk infestasi cacing
tambang.
IMT dibawah normal : kurangnya nutrisi dari diet yang juga dapat menyebabkan anemia
def. besi.
Cacing tambang : menyebabkan perdarahan kronis GIT à besi hilang dari tubuh à
gangguan eritropoiesis à Hb, Ht, jumlah eritrosit, MCH, MCV, MCHC turun à
berlangsung lama à anemia mikrositik hipokrom à gangguan dalam proses
pengangkutan O2 àekstremitas agak pucat, lesu, dan kurang bersemangat.
Faktor resiko (kurang gizi) + infeksi cacing (perdarahan GIT) + gejala à kronis + hasil
lab à ANEMIA DEFISIENSI BESI et causa MAL NUTRISI DAN INFESTASI
CACING TAMBANG.
SISTEMATIKA PERMASALAHAN
IMT (gizi)
anemia mikrositik hipokrom
tinggal di kawasan pertanianMain tanpa alas kaki
Resiko tinggi infeksi (cacing tambang)
Pendarahan kronis, cacing mengambil zat
makanan inang
Hb, Ht, eritrosit, MCH, MCV, MCHC turun
Anisositosis dan poikilositosis
Lesu, pucat, kurang bersemangat + hasil PF
dan PP
Anemia defisiensi besi
Usia; kerja sistem imun, kbthn nutrisi
TUJUAN PEMBELAJARAN
Definisi Anemia Defisiensi Besi
Klasifikasi Anemia
Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Metabolisme Fe
Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Diagnosis Banding
Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
Epidemiologi dan Pencegahan Anemia Def. Besi
PENGUMPULAN INFORMASI
ANEMIA
1. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang
beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh.
Secara klinik seseorang dikatakan anemia, berdasarkan daripada penurunan dari,
– Hb
– Hitung eritrosit
– Hematokrit
Kriteria Anemia
Secara klinik criteria seseorang menderita anemia adalah,
• Hemoglobin < 10 g/dl
• Ht < 30%
• Eritrosit < 2,8 juta/mm3
Selain criteria diatas, WHO sebagai organisasi dunia juga memiliki standar untuk
seseorang yang bisa dikatakan menderita anemia, yaitu
• Laki2 dewasa Hb< 13 g/dl
• Perempuan Hb< 12 g/dl
• Bumil Hb< 11 g/dl
• Anak 6-14 tahun Hb< 12 g/dl
• Anak 6 bln- 6 thn Hb< 11 g/dl
•
2. Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Sesungguhnya anemia bukanlah suatu diagnosis yang bisa membuat seorang dokter
memberikan suatu terapi, melainkan anemia itu adalah suatu gejala, sehingga kita sebagai
seorang dokter harus berusaha mencari, sesungguhnya apakah penyakit yang menjadikan
seseorang itu menderita anemia.
Adapun beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya keadaan anemia, adalah sebagai
berikit,
a. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
Pada kasus ini seseorang menderita suatu anemia yang fisiologis, dikarenakan hal
yang fisiologis seperti pada wanita yang menstruasi, wanita hamil, dan anak- anak
yang sedang dalam masa pertumbuhan.
b. Kurangnya besi yang diserap
Hal dapat terjadi akibat masukan besi yang kurang adekuat atau dapat juga
disebabkan oleh malabsorpsi dari besi itu sendiri.
c. Perdarahan, akibat
Perdarahan bisa diakibatkan Obat- obatan ( as. Salisilat, kortikosteroid ) dan
Infestasi cacing ( Ancylostomma duodenale, Necator americanus )
d. Transfusi Feto- maternal
e. Hemoglobinuria
Pada anak dengan katub buatan dan PNH
f. Laterogenik Blood Loss
Hal ini umumnya terjadi pada seseorang yang terlalu sering melakukan pengembilan
darah vena.
g. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
h. Latihan yang berlebihan
3. Klasifikasi Anemia
a. Berdasarkan morfologi
- Anemia normositik normokrom
- Anemia mikrositik hipokrom
- Anemia makrositik
b. Berdasarkan etiologi
- Akibat kehilangan darah
- Aktivitas eritropoiesis berkurang
- Destruksi eritrosit meningkat
c. Klasifikasi menurut etiologi
1. Akibat kehilangan darah
• Akut
• Menahun
2. Aktivitas eritropoiesis berkurang
• Gizi :def. protein, asam folat, besi, vitamin B12
• Kegagalan sumsum tulang : anemia aplastik, anemia pada keganasan
3. Destruksi eritrosit meningkat
• Bawaan : kelainan membran eritrosit, kelainan enzim erirosit, gangguan
pembentukan rantai hemoglobin
• Didapat : imunologi, mekanik, infeksi, zat kimia, fisika
Mendiagnosis Anemia Berdasarkan pada Klasifikasi Menurut Bentuk Sel Eritrosit
Diagnosis anemia mikrositik hipokrom
Tes laboratorium Interpretasi
Gambaran darah tepi Anemia mikrositik hipokrom(MCV ↓, MCHC ↓)
Feritin
Menurun
Elektroforesis Hb
Anemia def. besi
Normal
Thall/Hb pati
Anemia sideroblastik
Meningkat
Ringed sideroblast +
AbnormalNormal
Diagnosis Anemia Peny.kronis
RDW Meningkat Normal
Besi serum
BMP
MeningkatMenurun
Menurun Meningkat
Normal Normal
Normal
Normal/Meningkat
Normal/Meningkat
Normal
Diagnosis anemia normositik normokrom
Tes laboratorium Interpretasi
Gambaran darah tepi Anemia normositik normokrom(MCV N, MCHC N)
Retikulosit Meningkat Normal/Menurun
Perdarahan/Darah samar
(feses, urin dll)
Positif
DiagnosisBlood loss
anemia
Negatif
Coomb’s Test Positif Negatif
AIHA Non AIHA
BMP Hiperseluler/Eritroid
hiperplasia
Normal
Hiposeluler
Mieloptisis
Displasia
Abnormal
Anemia Aplastik, infeksi,
malnutrisi,PNH
MDSAnemia sekunder
(Peny. hati/ginjal,
def.hormon)
TumorLeukemiamielofibrosisInfeksi
Diagnosis anemia makrositik
Tes laboratorium Interpretasi
Gambaran darah tepi Anemia makrositik (MCV ↑, MCHC ↑)
Hitung retikulosit Meningkat Normal/menurun
Perdarahanakut
Anemiahemolitik
BMP
Diagnosis
Megaloblastik Non megaloblastik
Kadar folat dan Vit B12 Menurun
Def. folat/Vit B12
Normoblast Displasia
Peny. ginjalHipotiroidPeny. hatiAlkoholik
MDS
PATOFISIOLOGI ANEMIA
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh
berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan
untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan
bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan
besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti
dengan menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu
rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186 :303)
Menurut Bothwell dalam Soemantri (1982) perkembangan terjadinya anemia gizi digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1
Skema perkembangan tingkat terjadinya anemia gizi
Sumber: Bothwell dalam Soemantri (1982)
©2004 Digitized by USU digital library 6
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin
serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam
jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut
dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan
adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan
normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb,
hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH)
dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990) .
METABOLISME BESI
Besi merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan. Besi juga merupakan elemen yang paling
sering ditemukan pada kerak bumi. Deposit besi yang berlebihan pada jaringan bersifat toksik,
akan menyebabkan kerusakan miokardium, pankreas, dan terutama hati. Kandungan besi
sebagian besar di kontrol oleh absorbsinya. Karena kemampuan untuk mengabsorbsinya terbatas
dan cenderung peningkatan hilangnya besi akibat perdarahan, yang kelihatannya akan
menyebabkan keseimbangan besi yang negatif dan terjadi defisiensi besi.
Dalam keadaaan normal psling sedikit 60 % dari kandungan besi tubuh berada di dalam
hemoglobin dari sel eritroid. Sekitar 30 % disimpan didalam sel retikulo endotelial, terutama
dalam sumsum tulang, sebagai feritin dan hemosiderin. Sebagian kecil dari total besi tubuh
terdapat pada jaringan lain, terutama pada otot dan enzim yang mengandung besi. Besi dalam
jaringan ini relatif akan mengalami perubahan sewaktu terjadi defisiensi besi. Hanya sebagian
kecil dari total besi tubuh dalam perjalanan, yang diikatkan pada protein pembawa yaitu
transferin.
Feritin merupakan suatu kompleks protein-besi. Protein apoferitin merupakan struktur yang
terdiri atas 22 subunit. Inti tersusun atas ferik oksihidrid. Hemosiderin terdiri atas sebagian dari
agregat feritin yang telah didegradasi. Feritin ditemukan pada semua jaringan tetapi terutama
pada makrofag dari sumsum tulang dan limpa serta dalam hepatosit. Sejumlah kecil yang dapat
ditemukan dalam plasma karena mereka berasal dari kumpulan penyimpanan besi tubuh
manusia. Konsentrasi plasma merupakan indikator yang akurat untuk simpanan besi tubuh.
Feritin larut dalam air tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, Hemosiderin tidak larut
dalam air dan berbentuk sebagai granula yang kekuningan. Apabila penyimpanan besi hanya
sejumlah kecil hemosiderin yang terlihat, terutama didalam sel retikulo endotelial bagian dalam.
Pada kelebihan besi sebagian besar besi dalam bentuk hemosiderin.
Transferin merupakan besi yang berikatan dengan beta globulin yang bertanggung jawab untuk
transpor dan pengiriman kepada reseptor di sel eritroid imatur. Setiap molekul transferin hanya
sepertiganya yang jenuh. Transferin digunakan kembali setelah mengirimkan besi yang
dikandungnya.
Didalam upaya mempertahankan keseimbangan besi, harus cukup besi yang diabsorbsi untuk
mengganti besi yang terbuang melalui traktur urinarius dan gastrointestinal sebagai sel yang
terlepas dan dalam keringat bersama dengan segala kebutuhan tambahan.
Mekanisme Regulasi Absorbsi Besi
Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbs besi dalam usus :
Regulator Dieetik
Absorbsi besi dipengaruhi oleh jenis diet dimana besi terdapat. Diet dengan bioavailabilitas
tinggi yaitu besi heme, besi dari sumber hewani, serta adanya factor enhancer akan
meningkatkan absorbsi besi. Sedangkan besi dengan bioavailabilitas rendah adalah besi non-
heme, besi yang berasal dari sumber nabati dan banyak mengandung inhibitor akan disertai
presentase absorbs besi yang rendah. Pada dietary regulator ini juga dikenal adanya mucosal
block, dimana merupakan suatu fenomena dimana setelah beberapa hari dari suatu bolus besi
dalm diet, maka enterosit resisten terhadap absorbs besi berikutnya. Hambatan ini mungkin
timbul karena akumulasi besi dalam enterosit sehingga menyebabkan set-point diatur seolah-
olah kebutuhan besi sudah berlebihan.
Regulator Simpanan
Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh. Penyerapan besi rendah
jika cadangan besi tinggi, sebaliknya apabila cadangan besi rendah maka absorbs besi akan
ditingkatkan. Bagaimana mekanisme regulasi ini bekerja belum diketahui dengan pasti.
Diperkirakan melalui crypt-cell programming sehubungan dengan respon saturasi transferin
plasma dengan besi.
Regulator Eritropietik
Besar absorbs besi berhubungan kecepatan eritropoiesis. Erythropoietic regulator mempunyai
kemampuan regulasi absorbs besi lebih tinggi dibandingkan dengan stores regulator.
Mekanisme erythropoietic regulator ini belum diketahui dengan pasti. Eritropoiesis inefektif
(peningkatan eritropoesis tetapi disertai penghancuran precursor eritrosit dalam sumsum
tulang), seperti misalnya pada thalasemmia atau hemoglobinopati lainnya, disertai
peningkatan absorbs lebih besar dibandingkan dengan peningkatan eritropoiesis akibat
destruksi eritrosit di darah tepi, seperti misalnya pada anemia hemolitik autoimun.oleh
karena itu hemokromatosis sekunder jauh lebih sering pada keadaan pertama dibandingkan
dengan keadaan kedua. Akhir-akhir ini ditemukan suatu peptide hormonal kecil yaitu
heptidin yang diperkirakan mempunyai peran sebagai soluble regulator absorbs besi dalam
usus.
Siklus Besi dalam Tubuh
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang
diserap usus, sedangan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap
hari berkisar anatara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi
epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan mobi yang di mobilisasi
dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan
eritopoiesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar
melalui sirkulasi memerlyukan besi 17 mg, sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke
makrofag karena terjadinya eritropoiesis inefektif (hmolisis intramedular). Besi yang terdapat
pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada
makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg.
Metabolisme Vitamin B12
Vitamin B12 diperlukan untuk sintesis DNA. Deoksiadenosilkobalamin merupakan bentuk
utama dalam jaringan dan metilkobalamin merupakan bentuk utama dalam plasma. Vitamin ini
merupakan koenzim dalam metilasi homosistein menjadi metionin dan juga dalam konversi dari
metilmalonil CoA menjadi suksinil CoA.
Vitamin B12 didapat didalam daging.sereal, buah-buahan dan sayur tidak mengandung B12,
keculai apabila terkontaminasi bakteri. Susu dan telur mengandung vitamin B12 yang cukup
untuk kebutuhan manusia dan karenanya defisiensi diet hanya terjadi apabila melakuka diet
vegetarian yang sangat ketat. Karena itu defisiensi B12 nutrisional jarang dijumpai.
Vitamin B12 yang dibebaskan dari makanan didalam gaster akan membatasi glikoprotein yang
diproduksi oleh sel parietalis gaster- faktor instrinsik. Kompleks dari kobalamin dan faktor
intrsinsik mengikatkan diri ke reseptor pada sel mukosa ileum terminalis, tempat vitamin B12
diabsorbsi dan faktor intrinsik tetap berada disalam lumen usus. Pada keadaan faktor intrinsik
tidak ada, kobalamin tidak dapat di absorbsi.
Vitamin B12 dibawa ke jaringan yang melekat pada protein pengikat plasma yaitu
transkobalamin II. Transkobalamin I disintesis oleh neutrofil granulosit, mengikat bagian yang
lebih besar dari vitamin B12 plasma tetapi tidak dibebaskan secara efisien. Fungsi
transkobalamin I yang mebatasi vitamin B12 belum diketahui. Tubuh menyimpan sejumlah
vitamin B12 hanya sebanyak 2-3 mg.
Metabolisme Asam Folat
Folat diperlukan untuk sintesis DNA. Seluruh diet folat mengalami metabolisme ke bentuk
monoglutamat metiltetrahidrofolat selama terjadinya absorbsi dalam usus dan di transporkan
dalam bentuk ini. Folat memungkinkan untuk reaksi transfer unit karbon tunggal dalam
interkonversi asam amino, dalam sintesis purin dan secara krusial, dalam sintesis timidilat.
Absorbsi fplat terjadi pada jejunum proksimal. Poliglutamat dalam makanan sangat sensitif
terhadap panas, dan proses memasaknya dapat menghancurkan folat yang dikandungnya. Tubuh
manusia menyimpan folat, terutama pada hati, sebanyak sekitar 10 mg. keperluan folat akan
meningkat tajam pada waktu hamil dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan naiknya
pembentukan kembali sel, misalnya hemolisis kronis.
DIAGNOSIS BANDING
Anemia Sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah anemia mikrositik hipokrom yang ditandai oleh adanya sel-sel
darah imatur (sideroblas) dalam sirkulasi dan sum-sum tulang. Etiologi dari anemia sideroblastik
sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Sex linked
Sex linked recessive karena defisiensi enzim delta amino levulanic acid (ALA) synthetase
2. Didapat
Menyertai penyakit keganasan sumsum tulang (MDS, mielosklerosis, leukemia,
mieloma) atau akibat zat kimia (etanol, timah) dan obat-obatan (Anti TB, sitostatik,
kloramfenikol)
Anemia sideroblastik perlu dibedakan dengan anemia mikrositik hipokromik lainnya seperti
anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, dan anemia defisiensi besi. Perbedaan yang
ditemukan diantaranya seperti derajat anemia, MCV, MCH, besi serum, TIBC, dan lainnnya.
Diagnosis Diferensial Anemia Sideroblastik:
Anemia Defisiensi
Besi
Anemia Akibat
Penyakit KronikThalassemia
Anemia
Sideroblastik
Derajat
anemia
Ringan sampai
beratRingan Ringan Ringan- berat
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/ N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/ N
Besi serum Menurun < 30 Menurun < 50 Meningkat/N Meningkat/N
TIBC Meningkat > 360 Menurun < 300 Menurun/N Menurun/N
Saturasi
TransferinMenurun < 15% Menurun / N Meningkat > 20%
Meningkat >
20%
Besi sumsum
tulangNegatif Positif Positif kuat
Positif dengan
ring sideroblast
Protoporfirin
eritrositMeningkat Meningkat N N
Feritin serum Menurun<20μg/dl N 20-200 μg/dlMeningkat>50
μg/dl
Meningkat>50
μg/dl
Elektrofoesis
HbN N Hb A2 meningkat N
Anemia Akibat Penyakit Kronis
• Anemia ini ditemukan pada beragam gangguan peradangan kronis, yaitu :
– Infeksi mikroba kronis, seperti osteomielitis, endokarditis bakterialis.
– Gangguan imun kronis, seperti artritis reumatoid
– Neoplasma, seperti peny. Hodgkin serta karsinoma payudara dan paru
Gambaran Umum :
• Zat besi serum yang rendah
• SDM yang mungkin normositik normokrom atau mikrositik hipokrom.
• Adanya peningkatan zat besi simpanan di makrofag sumsum tulang.
• Kadar feritin serum yang tinggi
• Penurunan kapasitas mengikat zat besi
• Anemia ini mungkin berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dependen zat besi atau untuk memperkuat aspek tertentu imunitas penjamu.
Gambaran klinis :
• Gejala sering tertutup oleh gejala penyakit dasarnya.
• Umumnya asimtomatik karena Hb sekitar 7-11 gr/dL
• Pada PF tidak ada kelainan yang khas , diagnosis biasanya tergantung dari hasil lab.
Laboratorium
• Umumnya berbentuk normositik normokrom,
• Nilai retikulosit absolut dalam batas normal/ sedikit meningkat.
• Perubahan nilai leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung penyakit dasarnya.
• Penurunan Fe serum
• Konsentrasi transferin meningkat
Pengobatan :
• Transfusi : pilihan pada kasus-kasus yang disertai dengan gangguan hemodinamik,
sebaiknya Hb dipertahankan 10-11 gr/dL.
• Preparat besi, masih mengalami perdebatan dan belum direkomendasikan untuk diberikan
pada anemia penyakit kronis.
• Eritropoietin : mempunyai efek anti inflamasi dengan menekan produksi TNF-alfa dan
interferon-gamma
DIAGNOSIS ANEMIA DEFISIENSI BESI
ANAMNESIS
Pertanyaan yang dapat ditanyakan kepada pasien, mengenai :
Having bleeding
Prolonged menstruation (menormetrorhagia)
Spotting
Peptic Ulcer
Hemorrhoids
Family related anemia
Dietary
Got worms
Hematuria
hemaptoe atau hematemesis
Fruit consumptions
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadar hemaglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini dapat
berupa :
Extreme fatigue
Pale skin
Weakness
Shortness of breath
Headaches
Dizziness (lighthea dedness)
Cold hands and feet
Irregular heartbeat (Arrhythmia)
Poor appetite
Pada anemia defisiensi besi karena penuruna kadar hemaglobin yang terjadi secara
perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemaglobinnya terjadi lebih cepat.
Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala khas yang dapat dijumpai pada anemia defisiensi besi adalah :
a. Koilonychia (spoon nail)
Atau lebih dikenal dengan kuku sendok. Kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung seperti sendok.
b. Atrofi papil lidah
Permukaan lidah menjadi lebih licin dan megkilap karena papil lidah
menghilang.
c. Stomatitis angularis
Adanya keradangan pada sudutmulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia
Nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa gaster
Sehingga menimbulkan akhloridia.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga Sindrom Peterson Kelly adalah
kumpulan gejala yang tediri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah,
dan disfagia.
Gejala penyakit dasar
Disebabkan oleh cacing tambang dg gejala dispepsia, parotis membengkak, dan kulit
telapak tangan seperti jerami dengan warna kuning.
ADA 3 TAHAP DIAGNOSIS ADB:
• Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar Hb dan Ht
• Memastikan adanya defisiensi besi
• Menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi
Pemeriksaan Laboratoriumn ADB
• Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit.
– Hb ↓ à ringan-berat.
– MCV,MCHC,MCH ↓
– RDW ↑ à Anisositosis ↑
GDT :
– Anemia hipokromik mikrositer
– Anisositosis
– Poikilositosis
– Ring cell, pencil cell, sel target à jika terjadi hipokromia dan mikrositosis
ekstrim.
– Leukosit trombosit à normal.
– Granulositopenia ringan à ADB yang berlangsung lama.
– Eosinofilia à ADB karena infeksi cacing tambang.
– Trombositosis à ADB dengan episode perdarahan akut.
Konsentrasi besi serum dan TIBC
– Kadar besi serum < 50 ul/dl
– TIBC > 350 ul/dl
– Saturasi transferin < 15%
Kadar feritin serum
feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada keadaan
inflamasi dan keganasan tertentu.
– Kadar feritin serum < 20 ul/dl.
Protoporfirin
def. besi à sintesis heme terganggu à protoporfirin menumpuk pada eritrosit.
– Protoporfirin > 100mg/dl
– Normalnya < 30 mg/dl
Kadar reseptor transferin
Untuk membedakan ADB dgn anemia akibat penyakit kronik.
– ADB < 1,5
– Anemia akiibat penyakit kronik > 1,5
Sumsum tulang
– Hiperplasia normoblastik ringan – sedang dengan normoblas kecil-kecil.
– aspirasi sumsum tulang dengan pewarnaan Prussian-blue à cadangan besi negatif
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menentukan penyebab :
– Pemeriksaan feses --) untuk cacing tambang
– Sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz)
– Pemeriksaan darah samar dlm feses, endoskopi, barium intake/barium inloop
PENATALAKSANAAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
I. Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini
diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. Asam askorbat 100 mg/15 mg
besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).
II. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum
Meckel.
III. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
IV. Lain-lain (rujukan sub spesialis, rujukan spesialisasi lainnya)
Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (Gizi, Infeksi, Pulmonologi, Gastro-
Hepatologi, Kardiologi).
PEMANTAUAN
I. Terapi
o Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
o Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
o Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-
intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan
mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
II. Tumbuh Kembang
o Penimbangan berat badan setiap bulan
o Perubahan tingkah laku
o Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan
konsultasi ke ahli psikologi
o Aktifitas motorik
EPIDEMIOLOGI DAN PENCEGAHAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah
ADB dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih
merupakan masalah gizi utamaselain kekurangaan kalori protein, vitamin A dan yodium.
Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekita 30-40%, pada anak
sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar55,5%. ADB
mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang,
penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga
menurunkan prestasi belajar di sekolah
Pencegahan ADB :
Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu BALITA,anak usia
sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita.
Upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan
upaya-upaya pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya AKB yaitu berupa
penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi
kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi
DAFTAR PUSTAKA
• IDAI. Buku Ajar Hematologi - Onkologi Anak.2006. Badan Penerbit IDAI: Jakarta
• I Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. 2002. EGC: Jakarta
• Larry Waterbury. Hematologi. 2002. EGC: Jakarta
• FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan Fk UI.
• Robbins. Buku Ajar Patologi Volume II. 2007. Jakarta : EGC.
• FK UI. Farmakologi dan Terapi. 2007. Jakarta : Gaya Baru.
• FK UI. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. 2001 Jakarta : Media Aesculapius
• Murray, Robert K. Biokimia Harper. 2009. Jakarta : EGC.
• Price, Sylvia A. Patofisiologi Volume I. 2006. Jakarta : EGC.
• Kamus Kedokteran Dorland. 2002. Jakarta : EGC.
• Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasardan Klinik. 1998. Jakarta : EGC.
• Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001 Jakarta : EGC.
• Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2008. Jakarta : EGC.
• FK UI. Parasitologi Kedokteran. 1998. Jakarta : Gaya Baru.
• FK UI. Ilmu Kesehatan Anak JilidI. 1998. Jakarta : Infomedika.