laporan tutorial skenario1 neoplasma
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO 2 BLOK NEOPLASMA
KARSINOMA MAMMAE
Kelompok 20 :
Annisa Susilowati G0011030 Lauraine W.S G0011126
Astridia Maharani PD G0011042 Ratu. S.K.S G0011166
Bayu Prasetyo G0011050 Rina Dwi P G0011174
Dyah Rohmi N G0011076 Rizal Nur R G0011180
Hernowo Setyo U G0011108 Zakiatunnisa G0011216
Johanna Tania G0011122
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pertumbuhan sel normal dapat dipengaruhi oleh berbagai stimulus dan injuri, baik
internal maupun eksternal, non lethal maupun lethal, yang direspon secara beragam oleh
individu. Respon individu dapat berupa adaptasi sel, perubahan sel yang reversible ataupun
irreversible, sampai dengan terjadinya kematian sel, bergantung kepada seberapa berat
stimulusnya dan juga kondisi individu itu sendiri. Beberapa faktor risiko dan kondisi genetic
individu tertentu dapat menimbulkan respon patologis terhadap stimulus dan injuri, berupa
lesi perubahan non neoplastik maupun neoplasma.
A. Rumusan masalah
1. Mempelajari bagian-bagian sel, pertumbuhan sel normal, serta keterkaitannya dengan
stimulus dan injuri pada sel.
2. Mempelajari perubahan sel akibat adanya perubahan stimulus ataupun injuri yang non
lethal maupun lethal dan patofisiologinya.
3. Menyebutkan macam proses adaptasi sel dan patofisiologinya.
4. Menyebutkan macam kematian sel dan menjelaskan bagaimana patofisiologinya serta
penyebabnya.
5. Menyebutkan macam pertumbuhan non neoplastik dan patofisiologinya.
6. Mempelajari mekanisme terjadinya neoplasma, faktor risiko serta nomenklaturnya.
7. Mempelajari tanda dan gejala neoplasma, baik gejala lokal, sistemik maupun
metastasisnya serta cara mengevaluasinya.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui bagian-bagian sel, pertumbuhan sel normal, serta
keterkaitannya dengan stimulus dan injuri pada sel.
2. Mahasiswa mengetahui perubahan sel akibat adanya perubahan stimulus ataupun
injuri yang non lethal maupun lethal dan patofisiologinya.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan macam proses adaptasi sel dan patofisiologinya.
4. Mahasiswa mampu menyebutkan macam kematian sel dan menjelaskan bagaimana
patofisiologinya serta penyebabnya.
5. Mahasiswa mampu menyebutkan macam pertumbuhan non neoplastik dan
patofisiologinya.
6. Mahasiswa mengetahui mekanisme terjadinya neoplasma, faktor risiko serta
nomenklaturnya.
7. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala neoplasma, baik gejala lokal, sistemik
maupun metastasisnya serta cara mengevaluasinya.
C. Manfaat
Mahasiswa mengetahui bagian-bagian sel, pertumbuhan sel normal, serta
keterkaitannya dengan stimulus dan injuri pada sel , mengetahui perubahan sel akibat
adanya perubahan stimulus ataupun injuri yang non lethal maupun lethal dan
patofisiologinya , macam proses adaptasi sel dan patofisiologinya , macam kematian sel
dan menjelaskan bagaimana patofisiologinya serta penyebabnya , macam pertumbuhan
non neoplastik dan patofisiologinya ,mekanisme terjadinya neoplasma, faktor risiko serta
nomenklaturnya , tanda dan gejala neoplasma, baik gejala lokal, sistemik maupun
metastasisnya serta cara mengevaluasinya.
BAB II
ISI
A. Bagian-Bagian Sel
Sel adalah unit sturktural dan fungsional terkecil yang mampu menjalankan
proses-proses kehidupan dan pembangun tubuh makhluk hidup . Sel memiliki tiga bagian
utama yaitu membrane plasma yang membungkus sel , nucleus yang membangun bahan
genetik sel , dan sitoplasma yang tersusun menjadi organel-organel diskret sangat
khususyang tersebar di seluruh cairan , yaitu sitosol .
Berbagai macam zat yang turut membentuk sel secara keseluruhan disebut
protoplasama. Protoplasma terutama terdiri atas lima zat dasar: air, elektrolit, protein,
lipid dan karbohidrat.
Sel tidak hanya merupakan suatu kantung yang berisi cairan, enzim, dan zat kimia; sel
juga mengandung struktur-struktur fisik yang sangat terorganisasi yang disebut organel
intrasel.
Sebagian besar organel sel dilapisi oleh membran yang terutama tersusun dari lipid
dan protein. Membran inti meliputi membran sel, membran nukelus, membran retikulum
endoplasma, membran mitokondria, lisosom dan apparatus Golgi.
Membran sel disebut juga membran plasma, yang menyelubungi sel, adalah suatu
struktur yang elastis, fleksibel, tipis dengan ketebalan hanya 7,5 sampai 10 nanometer.
Membran sel hamper seluruhnya tersusun dari protein dan lipid.
Gambaran protein membran sel seperti massa globulus yang mengapung dalam lapisan
lipid ganda. Massa ini merupakan protein membran, yang sebagian besar merupakan
glikoprotein. Terdapat dua jenis protein membran yaitu protein integral yang menembus
membran sepenuhnya dan protein perifer yang hanya melekat pada suatu sisi atau
permukaan membran dan tidak menembus membran sepenuhnya. (Guyton, 2007)
Dua bagian utama interior sel adalah nukelus (inti) dan sitoplasma. Nukleus adalah
komponen tunggal sel yang paling besar, dapat berupa struktur bulat atau oval yang
biasanya terletak di tengah sel. Nukleus berisi bahan genetic sel, asam deoksiribonukleat
(DNA), yang memiliki dua fungsi penting yaitu mengarahkan sintesis protein dan
berfungsi sebagai cetak biru genetic selama replikasi sel. Sedangkan sitoplasma adalah
bagian interior sel yang tidak ditempati oleh nukelus. Sitoplasma mengandung sejumlah
struktur yang jelas, sangat teratur, terbungkus membran yang disebut organel (organ
kecil) yang tersebar di dalam sitosol, yaitu cairan kompleks mirip gel.
Bagian sisa sitoplasma yang tidak ditempati organel terdiri dari sitosol (cairan sel).
Sitosol dibentuk oleh suatu massa setengah cair seperti gel yang berisi anyaman protein
dinamakan sitoskeleton.
Retikulum endoplasma (RE) adalah system membranosa berisi cairan yang tersebar
luas di seluruh sitosol. RE utamanya adalah pabrik pembuat protein dan lemak. Dapat
dikenali dua jenis reticulum endoplasma, yaitu RE halus dan RE kasar. RE halus adalah
suatu anyaman tubulus-tubulus halus yang saling berhubungan. Fungsi dari RE halus
ialah mengkhususkan diri dalam sintesis lipid. Sedangkan RE kasar tonjolannya menonjol
keluar dari RE halus sebagai tumpukan kantung yang relatif gepeng. RE kasar berfungsi
dalam sintesis molekul protein.
Mitokondria adalah organel energi, atau “generator listrik” sel; organel ini
mengekstraksi energi dari nutrient dalam makanan dan mengubahnya menjadi bentuk
yang dapat digunakan oleh sel untuk beraktivitas. Setiap mitokondria dibungkus oleh
suatu membrane rangkap, membrane luar halus yang mengelilingi mitokondria itu
sendiri, dan membrane dalam yang membentuk lekukan dalam atu rak yang disebut
krista. Krista ini menonjol ke dalam rongga dalam yang terisi oleh larutan mirip gel yang
dikenal sebagai matriks.
Lisosom adalah kantung terbungkus membrane yang berisi berbagai enzim hidrolitik
kuat, yang mengatalisis reaksi hidrolisis. Reaksi ini menguraikan molekul organic yang
membentuk debris sel dan benda asing. Enzim lisosom serupa dengan enzim hidrolitik
yang dikeluarkan oleh system pencernaan untuk mencerna makanan, sehingga lisosom
berfungsi sebagai “sistem pencernaan” intrasel. Tidak seperti organel lain yang memiliki
struktur seragam, lisosom memiliki bentuk dan ukuran bervariasi, bergantung pada isi
yang sedang dicernanya. Umumnya lisosom adalah bulat atau oval kecil. (Sherwood,
2011)
Komples Golgi berkaitan erat hubungannya dengan reticulum endoplasma. Golgi
memiliki membran yang mirip dengan membrane reticulum endoplasma agranula. Golgi
ini penting pada sel sekretorius, karena apparatus tersebut terletak di sisi sel tempat zat
sekretorik akan dikeluarkan.
B. Pertumbuhan Sel Normal
Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi sel
dapat dibagi menjadi langkah-langkah sebagai berikut: (1) satu molekul, sering menjadi
sebagai faktor pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel; (2)
reseptor faktor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein
transduser; (3) sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messenger menuju
inti sel; (4) faktor transkripsi inti yang memulai pegaktifan transkripsi asam
deoksiribonukleat (DNA).
Ketika keadaannya stabil dan keadaannya menguntungkan untuk pertumbuhan sel, sel
terus melalui fase siklus replikasi sel. Siklus sel dapat ditetapkan sebagai duplikasi
komponen intraseluler yang lebih awal, termasuk sel genom (DNA), diikuti dengan
pembelahan sel menjadi dua. Siklus sel tersebut dibagi menjadi empat fase: G1 (gap 1), S
(sintesis), G2 (gap 2), dan M (mitosis). Sel tidak aktif yang dalam keadaan tidak
membelah disebut Go. Beberapa sel sering membelah (sel labil, seperti sel epidermal
kulit dan usus); sel yang lain jarang membelah (sel stabil, seperti sel parenkim organ
glandula), sedangkan sel permanen tidak pernah membelah sejak terbentuk (misalnya
neuron CNS atau otot jantung). Selama siklus G1, disintesis enzim dan zat untuk replikasi
DNA. Selama siklus sel fase S, terjadi sintesis DNA, menghasilkan kromosom yang telah
bereplikasi. Peristiwa ini dipicu oleh sel-sel yang bersangkutan,yang kelihatannya
kadang-kadang untuk mengevaluasi sel-sel itu sendiri dalam fase G1 dan untuk
menentukan apakah sel-sel tersebut memiliki sumber untuk membelah.sekali dimulai,
proses pembelahan ini tidak dapat mundur; sel tersebut sudah mulai membelah. Sintesis
asam ribonukleat (RNA) dan protein dibutuhkan untuk terjadinya mitosis dalam fase G2.
Titik pemeriksaan penting untuk mengontrol mekanisme muncul lebih lanjut dalam
G1 dekat dengan titik restriksi dan pada batas G2/M yang dapat menahan siklus sel bila
terdeteksi kerusakan DNA. Setelah menyelesaikan titik pemeriksaan ini dan bila
semuanya dalam keadaan baik, mitosis atau fase pembelahan sel dimulai dan diakhiri
dengan hasil dua sel anak.
Telah diidentifikasi empat golongan gen yang memainkan peran penting dalam
mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan siklus sel itu sendiri, termasuk
protoonkogen (berfungsi untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan normal dan
pembelahan sel), gen supresi tumor (menghambat atau “mengambil kerusakan” pada
pertumbuhan dan siklus pembelahan), gen yang mengatur apoptosis, dan gen repair DNA
(berfungsi untuk mengoreksi kesalahan yang timbul ketika sel menduplikasi DNA-nya
sebelum pembelahan sel) (Sylvia,2005).
C. Perubahan Sel Akibat Adanya Stimulus dan Injuri
Sel normal memiliki fungsi dan struktur yang terbatas dalam metabolisme,
diferensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel di sekitarnya dan tersedianya
bahan-bahan dasar metabolisme. Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik normal
yang dikenal dengan istilah homeostasis normal.
Apabila sel mendapatkan rangsangan atau stimulus (dorongan berbagai bahan
tindakan atau pengaruh yang menghasilkan reaksi fungsional/tropik pada reseptor atau
jaringan yang peka) patologik, secara fisiologik dan morfologik, sel akan mengalami
adaptasi. Bila stimulus diperbesar hingga melampaui adaptasi sel terhadap stimulus maka
timbul jejas sel atau sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara
(reversible). Namun, jika stimulus menetap atau bertambah besar, sel akan mengalami
jejas yang menetap (ireversibel) yaitu sel akan mati atau nekrosis. Sel yang mati
merupakan hasil akhir dari jejas sel yang biasanya disebabkan oleh iskemia,infeksi, dan
reaksi imun. Adaptasi, jejas, dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan
progresif dari fungsi dan struktur normal sel (Sudiono, 2003).
D. Proses Adaptasi Sel
Proses adaptasi sel adalah kecenderungan sel untuk mempertahankan lingkungan
segera dan intraselnya dalam rentang parameter yang relatif sempit, sel mempertahankan
homeostasis normalnya. Ketika mengalami stres fisiologis atau rangsangan patologis, sel
bisa beradaptasi, mencapai kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Respons adaptasi sel yang utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia dan metaplasia. Jika
kemampuan adaptif berlebihan, sel mengalami jejas.
Adaptasi fisiologis biasanya mewakili respons sel terhadap rangsangan normal oleh
hormon atau mediator kimiawi endogen. Adaptasi patologik sering berbagai mekanisme
dasar yang sama, tetapi memungkinkan sel untuk mengatur lingungannya, dan idealnya
melepaskan diri dari cedera. Adaptasi selular merupakan keadaan yang berada di antara
kondisi normal, sel yang tidak stres dan sel cedera yang stres berlebihan.
1. Atrofi
Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel disebut atrofi. Apabila
mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ berkurang
massanya menjadi atrofi. Walaupun dapat menurunkan fungsinya, namun sel atrofi tidak
mati. Kematian sel terprogram (apoptosis) bisa juga diinduksi oleh sinyal yang sama
dengan yang menyebabkan atrofi sehingga dapat menyebabkan hilangnya sel pada
seluruh organ.
Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja, hilangnya persyarafan,
berkurangnya suplai darah, suplai nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan
endokrin, dan penuaan. Perubahan selular yang mendasari bersifat identik, perubahan ini
menggambarkan kemunduran sel menjadi berukuran lebih kecil dan masih
memungkunkan bertahan hidup. Suatu keseimbangan baru dicapai antara ukuran sel dan
berkurangnya suplai darah, nutrisi, atau stimulasi trofik.
2. Hipertrofi
Hipertofi merupakan penambahan ukuran sel dan menyebabkan penambahan ukuran
organ. Sebaliknya, hiperplasia ditandai dengan penambahan jumlah sel. Pada hipertrofi
murni tidak ada sel baru, hanya sel yang menjadi lebih besar, pembasaran akibat
peningkatan sintesis organela dan protein struktural. Hipertrofi dapat fisiologik atau
patologik dan disebabkan juga oleh peningkatan kebutuhan fungsional atau rangsangan
hormon spesifik. Hipertrofi dan hiperplasia dapat terjadi secara bersamaan dan jelas
keduanya mengakibatkan pembasaran organ (hipertrofik).
3. Hiperplasia
Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan. Hipertrofi
dan hiperplasia terkait erat dan sering kali terjadi bersamaan. Namun pada kondisi
tertentu, bahkan sel yang secara potensial membelah, seperti sel ginjal, mengalami
hipertrofi tetapi tidak hiperplasia.
Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik dibagi menjadi
hiperlasia hormonal, ditunjukkan dengan proliferasi epitel kelenjar payudara perempuan
pada masa pubertas dan selama kehamilan; dan hiperplasia kompensatoris, yaitu
hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan dibuang atau sakit. Sebagian besar bentuk
hiperplasia patologik adalah contoh stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal yang
berlebih. Misalnya pada ledakan aktivitas endometrium proliferatif setelah periode
menstruasi normal, yang secara esensial merupakan hiperplasia fisiologik.
4. Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan reversibel, pada perubahan tersebut satu jenis sel
dewasa (epitelial atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa lain. Metaplasia
merupakan adaptasi seluler, yang selnya sensitif terhadap stres tertentu, digantikan oleh
jenis sel lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikan. Metaplasia
diperkirakan berasal dari pemrograman kembali genetik sel stem epitelial atau sel
mesenkimal jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi.
Metaplasia juga dapat terjadi pada sel mesenkimal, tetapi kurang jelas seperti suatu
respons adaptif. Oleh karena itu, tulang atau kartilago dapat terbentuk dalam jaringan
yang pada keadaan normal tidak dapat. Misalnya, tulang kadang-kadang terbentuk dalam
jaringan lunak, terutama (tetapi tidak selalu) di tempat terjadinya jejas (Robbins, 2007).
E. Kematian Sel
Akibat jejas yang paling ekstrim ialah kematian sel . Kematian sel dapat mengenai
eluruh tubuh atau kematian umum dapat pula setempat , terbatas mengenai suatu daerah
jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja . Kematian sel dan kematian jaringan
pada tubuh disebut nekrosis . Jaringan atau alat tubuh yang nekrotik terlihat sudah tidak
segar lagi , melainkan keruh , putih abu-abu , dan lainnya . Jaringan nekrotik merupakan
rangsan bagi jaringan sehat sekitarnya , karena itu sekeliling darah nekrotik tampak
hiperemik dan bersebukan sel radang . Pada nekrosis perubahan tertentu tampak pada
inti , berbeda dengan degenerasi yang perubahannya hanya terdapat pada sitoplasma.
Perubahan inti diantaranya hilangnya gambaran kromatin , inti menjadi keriput , tampak
lebih padat , warnanya gelap hitam , inti terbagi atas fragmen-fragmen . Nekrosis dapat
disebabkan oleh :
1. Iskhemi
Iskhemi terjadi saat suatu sel atau jaringan tidak menerima oksigen atau makanan yang
bisa disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah
2. Agen biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan jaringan , dinding pembuluh darah , dan
thrombosis .
3. Agen kimia
Dapat berupa eksogen maupun endogen .beberapa zat tertentu dalam konsentrasi rendah
sudah dapat meracuni dan mematikan sel , sedang zat lain baru menimbulkan kerusakan
jaringan bila konsentrasi tinggi contoh natrium dan glukosa bila terlallu tinggi dapat
menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan osmotik .
4. Agen Fisik
Trauma , suhu yang sangat ekstrim , baik panas maupun dingin , tenaga listrik , cahaya
matahari , tenaga radiasi . Kerusakan sel dapat akibat ionisasi atau tenaga fisik , sehingga
timbul kekacauan tata kimia protoplasma dan inti .
Jenis- jenis nekrosis :
1. Necrosis coagulativa
Terjadi pada nekrosis iskhemik akibat putusnya perbekalan darah . daerah yang terkena
menjadi padat , pucat dikelilingi oleh daerah yang hemorargik . Nekrosis coagulativa
dapat juga terjadi akibat bakteri misalnya thypus abdominalis , pada dipteri . Mikroskopis
tampak inti-inti yang piknotik , sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang ,
sitoplasma tampak berbutir , berwarna merah tua . Sampai beberapa minggu rangka sel
masih dapat dilihat , tetapi kemudian sel akan melarut , lisis dan menghilang .
2. Nekrosis colliquativa
Terjadi dalam watu yang lebih cepat , akibat pengaruh-pengaruh enzim yang bersifat litik
. Sering terjadi pada otak . Nekrosis mencair ini juga dapat terjadi pada jaringan yang
mengalami infeksi bakteriologik yang membentuk nanah . Pada infeksi ini dibentuk
berbagai enzim proteolitik oleh bakteri , yang merusak jaringan .
3. Nekrosis caseosa
Infeksi bakteri tuberculosis dapat menimbulkan sarang-sarang nekrosis dengan
membentuk masa yang rapuh , berbutir , dan berlemak putih kuning seperti keju .
4. Gangren
Iskhemi yang disertai superimposisi bakteri saprofitik mengakibtkan nekrosis gangrenosa
. akibat gangguan perbekalan karena sel-selnya membengkak , kemudian terjadi iskhemi .
masuknya kuman saprofitik yang hidup baik pada jaringan iskhemik , melanjutkan proses
sehingga terjadi gangrene . Proses seperti ini sering terjadi pada appendiks sehingga
terjadi appendiks gangrenosa .
5. Nekrosis enzimatik
Dekstruksi jaringan pancreas dapat mengakibtakan dikeluarkannya lipase dan enzim
lain , yang kemudian mempengaruhi jaringan sekitarnya . Lipase menghidrolisis lemak
dari jaringan lemak . Asam lemak yang terlepas kemudian bereaksi dengan alkali
membentuk sabun yang Nampak sebagai benda putih sebagai kapur . Kadang lemak yang
terapung bergabung dan membentuk eksudat dan mengakibatkan enzymatic fat nekrosis
yang dapat menyebabkan kematian bila tidak segera ditindak lanjuti .
F. Neoplasma dan Nomenklaturnya
Neoplasma, secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”, adalah massa abnormal dari
sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang
sebelumnya adalah sel-sel normal, namun selama mengalami perubahan neoplastik
mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik tumbuh dengan
kecepatan yang tidak terkoordinasi dengan keutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak
bergantung pada pengawasan homeostatis sebagian besar sel tubuh lainnya. Pertumbuhan
sel neoplastik biasanya progresif, yaiu tidak mencapai keseimbangan, tetapi lebih
mengakibatkan penambahan massa sel yang mempunyai sifat-sifat yang sama.
Neoplasma tidak melakukan tujuan yang bersifat adaptasi yang menguntungkan hospes,
tetapi lebih sering membahayakan. Akhirnya, oleh karena sifat otonom sel neoplastik,
walaupun rangsangan yang menyebabkan neoplasma telah dihilangkan, neoplasma terus
tumbuh dengan progresif.
Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma. Semua istilah
tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau gumpalan, dan kadang-
kadang istilah “tumor sejati” dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan
lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada pula
yang ganas. Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukan neoplasma
ganas, dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker.
Neoplasma jinak (yaitu, yang bukan kanker) adalah peristiwa lokal semata. Sel-sel
yang berproliferasi merupakan neoplasma cenderung sangat kohesif, sehingga waktu
massa sel neoplastik itu tumbuh, terjadi perluasan massa secara sentrifugal dengan batas
yang nyata. Karena sel-sel yang berproliferasi tidak saling meninggalkan, tepi neoplasma
cenderung bergerak ke luar dengan bebas sambil mendesak jaringan yang berdekatan.
Dengan demikian neoplasma jinak mempunyai kapsul jaringan ikat padat yang
memisahkan neoplasma dari sekelilingnya. Di atas semua itu neoplasma jinak tidak
menyebar ke tempat yang jauh. Laju pertumbuhan neoplasma jinak sering agak lamban,
dan beberapa neoplasma tampaknya tidak berubah dan kurang lebih tetap pada ukuran
yang stabil selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Banyak sifat neoplasma ganas yang sangat berlawanan dengan sifat-sifat neoplasma
jinak. Neoplasma ganas umumnya tumbuh lebih cepat dan hampir selalu tumbuh secara
progresif, jika tidak dibuang. Sel neoplasma ganas tidak memiliki sifat kohesif, akibatnya
pola penyebaran neoplasma ganas sering kali tidak teratur. Neoplasma ganas cenderung
tidak berkapsul, dan tidak seperti sel jinak, biasanya tidak mudah dipisahkan dari
sekitarnya. Neoplasma ganas bersifat menyerbu masuk ke daerah sekitar dan bukan
mendesak ke samping. Sel-sel ganas apakah dalam bentuk kelompok, benang, atau
tunggal, kelihatannya mencari jalan melalui jaringan sekitarnya dengan cara destruktif
(Sylvia, 2006).
Untuk memberikan nama antara tumor ganas dan tumor jinak, maka ada sistem
tersendiri untuk menamainya yang disebut dengan nomenclature. Semua tumor jinak dan
ganas memiliki dua komponen dasar yaitu parenkim dan stroma. Tumor jinak, secara
umum diberi nama dengan tambahan akhiran –oma ke jenis sel asal tumor tersebut,
contoh: fibroma (tumor jinak yang berasal dari jaringan fibrosa), kondroma (tumor tulang
rawan yang jinak). Tumor ganas, tata nama tumor ganas mengikuti tata nama tumor jinak,
dengan penambahan dan pengecualian tertentu. Neoplasma ganas yang berasal dari
jaringan mesenkim atau turunannya disebut sarcoma. Neoplasma ganas yang berasal dari
sel epitel disebut karsinoma (Robbins, 2007).
G. Faktor resiko
Kesalahan dalam replikasi DNA yang terjadi selama kehidupan tidak dapat
dihindari.Namun keadaan atau perilaku tertentu yang disebut sebagai faktor risiko dapat
meningkatkan atau menurunkan kemungkinan munculnya suatu mutasi dan
dipromosikannya sel yang bermutasi sampai menjadi kanker.
1. Faktor Risiko Perilaku
Perilaku tertentu meningkatkan kemungkinan bahwa seseorang akan lebih sering terpajan
ke stimulus penyebab kanker, antara lain merokok, makan makanan yang banyak
mengandung lemak dan daging yang diawetkan, mengonsumsi alkohol yang dapat
memicu kanker payudara, sedentary lifestyle, sering terpajan bahan karsinogenik (asbes,
radon, tar, radiasi sinar matahari), dan perilaku seksual.
2. Faktor Risiko Hormonal
Esterogen dapat berfungsi sebagai promoter bagi kanker payudara dan endometrium,
karena kadar esterogen yang tinggi dapat meningkatkan risiko kanker payudara pada
wanita yang mengalami haid lebih cepat dan menopause lambat.
3. Faktor Risiko yang Diwariskan
Defek yang terjadi pada gen TP53, RB, BRCA 1, BRCA 2 dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara (Corwin, 2009).
H. Tanda dan Gejala Neoplasma
Sama seperti penyakit lainnya neoplasma merupakan kelainan yang muncul bertahap
dari beberapa level, di mulai dari munculnya kelainan pada level sel kemudian jaringan,
organ, sistem, dan tubuh. Kebanyakan pada level sel dan jaringan penderita tidak akan
menyadari penyakitnya dikarenakan belum munculnya gejala-gejala namun telah terjadi
perubahan morfologis. Akibat perubahan morfologis yang terjadi terus menerus ini dapat
mengakibatkan gangguan pada organ, pada level organ inilah muncul gejala-gejala yaitu
local symptom. Pada level organ bisa meningkat pada kerusakan level sistem yang di
tandai dengan systemic symptom. Pada Neoplasma maligna atau neoplasma ganas sering
timbul adanya metastase berupa tumor sekunder atau neoplasma di bagian tubuh lain
yang jauh dari tempat asal tumor primernya. Munculnya tumor sekunder ini ditandai
dengan adanya metastatic symptom (Chrestella, 2009). Berikut ini adalah penjelasan:
1. Efek local neoplasma
Suatu neoplasma jinak tetap berada di tempatnya berasal. Tumor ini tidak
mempunyai kemampuan untuk menginfiltrasi, atau menyebar ke tempat yang jauh,
seperti yang dilakukan neoplasma ganas. Sebagian dari neoplasma ini membentuk kapsul
fibrosa yang memisahkan diri dari jaringan penjamu. Kapsul ini berasal dari stroma
jaringan asli karena parenkim mengalami atrofi akibat tekanan tumor yang membesar.
Stroma tumor itu sendiri juga mungkin membentuk kapsul.
Efek local nuoplasma bergantung pada lokasi dan bentukan struktur yang
berdampingan dan termasuk nekrosis sistemik; obstruksi jalan napas, usus; traktus biliaris
dan urinarius; perdarahan akibat erosi ke dalam pembuluh darah; nyeri akibat penekanan
struktur yang sensitif; dan patah patologis akibat metastasis pada tulang dalam kasus
neoplasma ganas.
2. Efek sistemik pada neoplasma
Efek sistemik pada neoplasma ganas berupa kakeksia (wasting sindrome) yaitu
terjadinya penyusutan progesif lemak dan masa tubuh nonlemak, disertai melemahnya
tubuh secara mencolok, anoreksia, dan anemia. Perburukan yang lambat ini biasanya
diakhiri dengan timbulnya infeksi. Secara umum terdapat korelasi antara ukuran dan luas
penyebaran kanker dengan keparahan kakeksia. Kemudian efek sistemik lainnya berupa
anemia yang disebabkan oleh supresi sumsum tulang atau perdarahan serta timbulnya
gejala-gejala akibat sekresi hormon yang tidak normal.
3. Efek metastasis pada neoplasma
Metastasis menunjukkan terbentuknya implant sekunder yang terpisah dari tumor
primer, mungkin pada jaringan yang jauh dari letak tumor primer. Terjadinya metastasis
menunjukkan secara pasti bahwa neoplasma bersifat ganas. Secara umum, semakin besar
neoplasma primernya, semakin besar kemungkinan terjadinya metastasis. Neoplasma
ganas menyebar melalui salah satu dari tiga jalur: penyemaian di rongga tubuh,
penyebaran limfatik, penyebaran hematogen. Penyemaian kanker terjadi apabila
neoplasma menginvasi suatu rongga alami tubuh, penyebaran limfatik lebih khas ubtuk
karsinoma, sedangkan rute hematogen lebih cenderung menunjukkan sarcoma (Robbins,
2007) (Sylvia, 2005).
I. Terapi
Terapi neoplasma rangka primer di dasarkan pada perilaku biologinya, baik
neoplasma jinak maupun neoplasma ganas. Neoplasma jinak dapat dilakukan terapi
rangka primer dengan pengangkatan tumor tersebut, karena neoplasma jinak cenderung
tidak menyebar dan berkapsul maka dengan melakukan pengangkatan bias didapatkan
kesembuhan total (David, 1994). Sedangkan neoplasma ganas dapat dilakukan terapi
sebagai berikut:
1. Operasi Pengangkatan Jaringan Kanker
Tindakan ini sangat efektif jika eksisi tumor primer disertai dengan eksisi tepi
jaringan normal dan mungkin disertai pula dengan eksisi kelenjar getah bening regional.
Hal ini akan menghilangkan semua sel kanker dari tubuh atau mengurangi seluruh beban
tubuh dari sel-sel kanker hingga saat daya tahan hospes mampu menghilangkan sel
kanker yang masih tersisa. Namun terdapat tumor yang tidak dapat dioperasi karena
tumor primer tersebut tidak dapat dieksisi seluruhnya tanpa mengorbankan struktur lokal
yang penting (Sylvia, 2005).
Selama beberapa tahun terapi rangka primer neoplasma ganas hanya dilakukan
dengan melakukan bedah pengangkatan, namun seiring dengan ditemukannya teknologi-
teknologi baru terapi pada neoplasma dapat dilakukan dengan radioterapi dan kemoterapi
(David, 1994).
2. Radioterapi
Yaitu dengan memberikan radiasi ionisasi pada neoplasma, karena pengaruh radiasi
yang mematikan lebih besar pada sel-sel kanker yang sedang berproliferasi dan
berdiferensiasi buruk, dibandingkan terhadap sel-sel normal yang berada di dekatnya,
maka jaringan normal mungkin mengalami cedera dalam derajat yang dapat ditoleransi
dan dapat diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker dapat dimatikan. Namun, beberapa tumor
berisfat radioresisten, yaitu tidak lebih peka terhadap iradiasi dibandingkan dengan sel-
sel normal lainnya, jika hal tersebut terjadi maka sudah tidak dapat diobati dengan radiasi
karena iradiasi pada daerah tubuh yang luas dapat memberikan risiko morbiditas yang
tiak dapat ditoleransi atau bahkan mematikan.
3. Kemoterapi
Yaitu dengan memaparkan sel kanker yang berproliferasi dan sel-sel normal dengan
berbagai macam zat sitotoksik. Sel-sel kanker yang tersebar luas sehingga tidak mungkin
untuk dioperasi atau ditangani dengan radioterapi masih dapat dihilangkan dengan
pemberian obat secara sistemik yang toksisitasnya terhadap sel-sel normal cukup rendah
untuk dapat ditoleransi.
Kemoterapi seringkali terbatas penggunaannya karena toksisitasnya terhadap sel-sel
normal yang berproliferasi cepat, lapisan sumsum tulang, dan saluran pencernaan.
4. Imunoterapi
Sel-sel kanker memiliki perbedaan antigen dengan sel normal, perbedaan ini dapat
membangkitkan reaksi imunologik. Reaksi semacam dapat menunjukan reaksi pada
beberapa keadaan kanker (Sylvia, 2005).
Pencegahan Neoplasma yang Dapat Dilakukan
Pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
1. Menghindari merokok dapat mengurangi risiko terjadinya neoplasma.
2. Menghindari mengunyah tembakau yang dapat meningkatkan risiko neoplasma ganas
(kanker) mulut.
3. Makanan yang kaya buah, sayuran, dan serabut serta rendah lemak.
4. Menghindari penyakit menular seksual menurunkan risiko terjangkit kanker tertentu yang
terkait dengan proses infeksi,misalnya kanker serviks dan hati (Corwin, 2009).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari apa yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sel yang normal akan mengalami pertumbuhan secara bertahap, dengan mengalami
berbagai siklus yaitu fase S (sintesis), M (mitosis), G (gap), dan interfase.
2. Pada sel yang mengalami tekanan-tekanan tertentu, dapat terjadi lesi sel, dan dapat pula
mengalami proses adaptasi sel, seperti atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia.
3. Neoplasma adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada tubuh, yang secara garis besar
terbagi menjadi dua, yaitu neoplasma jinak (benigna) dan neoplasma ganas (maligna),
dengan penamaan yang sudah ditetapkan masing-masing.
4. Pada dasarnya, terapi neoplasma dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, seperti
pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi.
5. Berbagai penyebab dan faktor resiko munculnya neoplasma, seperti faktor genetik,
pekerjaan yang berkaitan dengan energi radiasi dan zat-zat kimia yang karsinogenik, juga
gaya hidup yang kurang baik, dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan rutin untuk
mendeteksi neoplasma sedini mungkin.
Saran
Dari skenario yang kami bahas, kami memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Gaya hidup yang kurang baik, seperti merokok, minum alkohol, dan mengonsumsi
makanan berbahan kimia sangat berpengaruh pada munculnya neoplasma, oleh karena itu
kita sebaiknya mulai menjalankan gaya hidup sehat sebelum terlambat.
2. Bagi orang yang memiliki resiko besar menderita neoplasma, seperti faktor genetik dan
pekerjaan, sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin untuk mencegah munculnya
neoplasma sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,J Elizabeth.2009.Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta:EGC.
Guyton AC, Hall JE.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Himawan , Sutisna. Kumpulan Kuliah Patologi . Jakarta: FKUI
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 1.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A, Lorraine M., Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta: EGC
Sudiono, Janti, et al. 2003. Ilmu patologi. Jakarta: EGC