laporan penelitianweb.unikal.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/nia_ulfa...umum yaitu mengenai pesan...
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI SASTRA
DENGAN METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA FKIP UNIKAL
Oleh
Nia Ulfa Martha, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2010
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN
1. Judul: “Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra dengan Metode Pembelajaran
Kontekstual Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
UNIKAL”
2. Bidang Ilmu Penelitian : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
3. Peneliti
a. Nama : Nia Ulfa Martha, M.Pd.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NPP : 111010215
d. Jabatan/Gol : -/IIIa
e. Prodi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
4. Jumlah Peneliti : Satu
5. Lokasi Penelitian : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP Unikal
6. Waktu Penelitian : Oktober s/d Desember 2010
7. Biaya : Rp. 1.000.000
8. Sumber Biaya : LPPM
Pekalongan, 18 Desember 2010
Mengetahui
Dekan FKIP
Universitas Pekalongan, Peneliti,
Dr. H. Imam Suraji, M.Ag. Nia Ulfa Martha, M.Pd.
NIP 19550704198131006 NPP 111010215
Ketua LPPM
Universitas Pekalongan.
Muhammad Agus, S.Pi., M.Si.
NPP 110042137
RINGKASAN PENELITIAN
Melalui penerapan pendekatan PPK, mahasiswa kelas pagi A semester 3 Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL dapat mempelajari hal-hal yang bersifat
umum yaitu mengenai pesan yang terkandung dalam novel, maupun yang bersifat spesifik
(unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik) seperti yang dimaksudkan oleh pengarang. Dengan
demikian, mahasiswa telah mampu meningkatkan pemahamannya terhadap unsur-unsur yang
ada dalam karya sastra. Mahasiswa juga merasakan perbedaan selama penelitian tindakan
berlangsung, mahasiswa merasakan proses pembelajaran berlangsung menarik dengan bantuan
penggunaan media yang telah dipilih.
Pembelajaran apresiasi novel dengan pendekatan PPK pada mahasiswa kelas pagi A
semester 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL, berhasil
mengajak mahasiswa untuk mengenal novel secara langsung setelah mengenal novel ini
mahasiswa mampu membuat sinopsis dan menceritakan kembali isi novel kepada teman-teman.
Hal ini merupakan sebuah indikator atas penghayatan mahasiswa terhadap karya sastra. Dari
pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan PPK mahasiswa
dapat meningkatkan penghayatannya terhadap karya sastra, khususnya novel.
Pembelajaran sastra dengan pendekatan PPK pada mahasiswa kelas pagi A semester 3
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL mampu membuat
mahasiswa menikmati novel melalui tahap-tahap yang sistematis, sehingga pada akhirnya
mahasiswa tidak hanya mengapresiasi novel yang sebatas penguasaan pokok bahasan saja
melainkan dapat meningkatkan kemampuan pengembangan keterampilan berpikir secara kritis,
yang berorientasi kepada pendekatan proses. Mahasiswa mampu memberikan kesan-kesan
terhadap karya sastra dan mampu menilai apakah sebuah karya sastra dapat dijadikan bahan
pendidikan bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat dijadikan simpulan bahwa pendekatan PPK
dalam proses pembelajaran apresiasi sastra mampu meningkatkan penghargaan mahasiswa
terhadap karya sastra.
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penelitian
yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra dengan Metode Pembelajaran
Kontekstual Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL”
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan laporan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan ini diberikan kepada:
1. Rektor Universitas Pekalongan
2. Ketua LPPM Universitas Pekalongan
3. Dekan FKIP Universitas Pekalongan
4. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Pekalongan
Laporan penelitian ini masih belum sempurna, karenanya saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakannya. Semoga penelitian ini dapat
memberi kontribusi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan. Terima
kasih.
Peneliti
Nia Ulfa Martha, M.Pd.
NPP 111010215
BIODATA PENELITI
Nama Lengkap : Nia Ulfa Martha, M.Pd.
Jenis Kelamin : Perempuan
NPP : 111010215
Disiplin Ilmu : Pendidikan Bahasa Indonesia
Jabatan/Golongan : -/IIIa
Prodi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Perguruan Tinggi : Universitas Pekalongan
Alamat Kantor/Telp/Faks/E-mail : Jalan Sriwijaya 3 Pekalongan/(0285) 421096/
411429/[email protected]
Alamat Rumah/Telp/E-mail : Perum Pisma Griya Permai 2 Blok J1 8
Wiradesa Pekalongan/HP. 081228256843/
Pekalongan, 16 Desember 2010
Peneliti,
Nia Ulfa Martha, M.Pd.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
RINGKASAN PENELITIAN ..................................................................... iii
PRAKATA ................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS..................... 5
2.1 Kajian Pustaka ........................................................................... 5
2.1.1 Konsep Sastra.................................................................... 5
2.1.2 Pembelajaran Membaca .................................................... 8
2.1.3Pendekatan dan Metode Membaca ..................................... 11
2.1.4 Strategi Pembelajaran ....................................................... 15
2.1.5 Pembelajaran Membaca dengan Pendekatan PPK ............. 16
2.2 Tindakan yang Akan Dilakukan ................................................ 18
2.3 Hipotesis Tindakan .................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 23
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................... 23
3.2 Subjek dan Objek Penelitian ...................................................... 23
3.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................. 23
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................... 24
3.5 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 29
3.6 Instrumen Penelitian .................................................................. 30
3.7 Teknik Analisis Data .................................................................. 30
3.8 Teknik Penentuan Keabsahan Data ............................................ 31
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 33
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 33
4.1.1 Observasi ....................................................................... 33
4.1.2 Pelaksanaan Tindakan .................................................... 34
4.1.2.1 Pelaksanaan Tindakan Siklus I ........................... 34
4.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus II ........................... 45
4.2 Upaya Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra dengan Metode
Pembelajaran Kontekstual ........................................................ 56
4.3 Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra dengan Metode
Pembelajaran Kontekstual ........................................................ 57
4.3.1 Peningkatan Kemampuan Menemukan Gagasan
Pokok Novel (Konstuktivisme) ........................................ 58
4.3.2 Peningkatan Kemampuan Menceritakan Kembali Novel yang
Dibaca Kepada Teman Sekelas, Dosen Pengampu, dan
Audien yang Lain(Inquiry) .............................................. 60
4.3.3 Peningkatan Kemampuan Aktif Bertanya untuk Menggali
Informasi yang Terkandung dalam Novel (Questioning) . … 62
4.3.4 Peningkatan Kemampuan Aktif Mendiskusikan Makna dan
Pesan Novel (Learning Community) ............................... 64
4.3.5 Peningkatan Kemampuan Menerapkan Cara Menganalisis
dan Penyampaikan Apresiasi Novel (Modeling) ............. 66
4.3.6 Peningkatan Kemampuan Merefleksi Apresiasi Novel
(Reflection) ..................................................................... 67
BAB V PENUTUP....................................................................................... 70
5.1 Simpulan .................................................................................. 70
5.2 Saran ....................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 72
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Deskripsi nilai pretes dan postes kemampuan apresiasi sastra
mahasiswa kelas pagi A semester 3 Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL ............... 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kemmis dan
Mc Taggart (Madya, 1994) ..................................... 25
Gambar 2 : Diagram Peningkatan Kemampuan Menceritakan Kembali
Novel yang Dibaca Kepada Teman, Dosen Pengampu, dan
Audien yang Lain (Inquiry) ..................................... 62
Gambar 3 : Diagram Peningkatan Kemampuan Aktif Bertanya untuk
Menggali Informasi yang Terkandung dalam Novel
(Questioning) ........................................................... 64
Gambar 4 : Diagram Peningkatan Kemampuan Aktif Mendiskusikan
Makna dan Pesan Novel (Learning Community) ..... 65
Gambar 5 : Diagram Peningkatan Kemampuan Merefleksi Apresiasi
Novel (Reflection) ................................................... 69
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era reformasi yang terbuka dewasa ini, manusia dituntut untuk berpikir kritis dan
kreatif. Seiring dengan semakin mudahnya arus informasi dan teknologi modern terdapat
efek negatif bagi generasi penerus bangsa ini. Terjadi kemerosotan nilai-nilai yang ada
dalam budaya, sehingga diperlukan pembinaan mental generasi muda bangsa ini agar
permasalahan dapat teratasi. Pendidikan agama, baik formal maupun informal menjadi
tumpuan kuat untuk mengembalikan mentalitas generasi muda yang mulai keropos, namun
terdapat usaha lain yang dapat dilakukan. Usaha tersebut adalah mengenalkan kembali
budaya sendiri, khususnya melalui bidang kesenian.
Kesenian adalah unsur kebudayaan yang mempunyai nilai luhur dan mempunyai nilai
kepribadian yang tinggi. Hal tersebut terdapat dalam seni budaya yang ada di negeri ini, yaitu
wayang, kethoprak, seni tari, seni suara, seni sastra, dan sebagainya yang kesemuanya itu
mengandung nilai-nilai luhur bangsa, sekaligus dapat dimanfaatkan untuk mengingatkan
generasi muda akan nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa ini.
Sehubungan dengan hal tersebut, pembaca yang benar-benar memahami, menghayati,
dan menikmati karya sastra akan merasakan manfaat sastra yaitu selain memperoleh hiburan
dan informasi, juga memperoleh pandangan kehidupan yang lebih baik dan memperoleh
pengetahuan nilai sosiokultural dari zaman atau masa karya sastra itu dilahirkan. Dengan
demikian, pembaca dapat melestarikan nilai-nilai sosiokultural yang terkandung dalam novel
sebagai wujud pemesraan terhadap nilai kebaikan. Mengingat besarnya manfaat yang
diperoleh dalam menggauli sastra, pembaca harus mempunyai bekal untuk dapat
mengapresiasi sastra dengan baik.
Kampus merupakan wadah yang memegang peranan penting dalam pembinaan
mahasiswa untuk mewujudkan generasi muda yang mampu melestarikan sekaligus
menginternalisasikan nilai-nilai sosiokultural dari karya sastra ke dalam kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, dalam pembelajaran membaca memasukkan poin pemahaman karya
sastra.
Membaca karya sastra pada hakikatnya adalah belajar tentang hidup dan kehidupan.
Melalui karya sastra, manusia akan memperoleh gizi batin sehingga sisi-sisi gelap dalam
hidup dan kehidupannya bisa tercerahkan lewat kristalisasi nilai yang terkandung dalam
karya sastra. Teks sastra tidak ubahnya sebagai layar tempat diproyeksikan pengalaman
psikis manusia. Dengan demikian, karya sastra mampu memunculkan sikap dan dapat
menggugah nurani dalam diri mahasiswa, selanjutnya mereka mampu menghadapi kehidupan
nyata ke arah yang positif.
Berdasarkan kenyataan di lapangan selama ini, tidak semua mahasiswa mampu
menyajikan membaca karya sastra dengan baik. Mahasiswa yang mampu memahami novel
atau karya sastra dengan baik. Paradigma untuk peningkatan budaya baca, mengarang, dan
apresiasi sastra perlu diperhatikan untuk memerangi kemerosotan pemahaman karya sastra
tersebut.
Berdasarkan pernyataan di atas, pembelajaran membaca karya sastra sangat penting
diajarkan kepada mahasiswa. Dengan metode pembelajaran seperti itu, budaya baca bangsa
kita mulai dibenahi dari awal, yaitu dengan menguasai teknik membaca dan menanamkan
kegemaran membaca karya sastra yang akan dilanjutkan dengan membaca bacaan yang lebih
umum. Pendekatan pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar
mengajar. Pemilihan metode dan strategi yang tepat akan menciptakan situasi pembelajaran
yang berkualitas, dan diharapkan sikap mahasiswa yang positif untuk menggauli karya sastra
dapat tumbuh dan berkembang. Untuk itu, peneliti menerapkan pendekatan Pembelajaran dan
Pengajaran Kontekstual (PPK). Pendekatan PPK (Sayuti dkk, 2002:50) dapat diterapkan oleh
dosen dalam upaya peningkatan kemampuan mahasiswa membaca dan memahami karya
sastra. Strategi tersebut dirancang untuk membantu mahasiswa agar mudah membaca dan
memahami makna yang terkandung dalam salah satu bentuk karya sastra yaitu novel. Dengan
demikian, mahasiswa akan terarah pada pembelajaran yang aktif, efektif, dan menyenangkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas dapat disusun beberapa rumusan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual (PPK) dapat
meningkatkan kemampuan apresiasi sastra mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL?
2. Bagaimanakah penerapan Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual (PPK) dapat
meningkatkan kecintaan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP UNIKAL terhadap karya sastra?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan kemampuan apresiasi sastra mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL dengan metode Pembelajaran dan Pengajaran
Kontekstual (PPK).
2. Meningkatkan kecintaan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP UNIKAL terhadap karya sastra dengan metode Pembelajaran dan
Pengajaran Kontekstual (PPK).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam penambahan wawasan strategi
pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran apresiasi sastra khususnya novel.
2. Secara Praktis
(1) Bagi dosen pengampu, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
pengelolaan pembelajaran apresiasi sastra khususnya novel.
(2) Bagi institusi, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan untuk meningkatkan
kualitas pelaksanaan pembelajaran di kelas dan dapat dijadikan bahan masukan dalam
rangka perbaikan pembelajaran pada masa yang akan datang.
(3) Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
apresiasi sastra khususnya novel.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Sastra
Kata ”sastra” dapat ditemukan dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu
dengan lainnya. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu tidak hanya sekadar istilah
untuk menyebut fenomena yang sederhana dan gamblang. Sastra merupakan istilah yang
mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Orang dapat
berbicara sastra secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa
mempertimbangkan budaya, suku, ataupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang
dihasilkan dan dinikmati (Rahmanto, 1988:9-10). Orang-orang tertentu di masyarakat
dapat menghasilkan sastra, sedangkan orang lain dalam jumlah yang besar menikmati
sastra itu dengan cara mendengarkan atau membacanya. Sastra dapat disajikan dalam
berbagai cara yaitu langsung diucapkan, lewat radio, majalah, buku, dan sebagainya
(Rahmanto, 1988:9-10).
Menurut Sumarjo dan Saini (1986:3) sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang
berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Selanjutnya, Hartoko
(1984:9) mengatakan bahwa sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah
sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam
suatu lingkungan kebudayaan. Dari beberapa pendapat di atas peneliti menambahkan
bahwa sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia yang dibangun dengan imajinasi
dan perasaan yang menyenangkan yang tidak terlepas dari kebudayaan yang ada pada
lingkungannya.
Bahan untuk mewujudkan sastra adalah bahasa. Moody (1971:2) menyatakan
Literature springs from our inborn love of telling a story, of arranging words in pleasing
paterns, of expressing in words some special aspect of our human experience. (Sastra
muncul dari kecintaan diri sendiri dalam bercerita, menyusun kata-kata dengan indah, dan
mengungkapkan kata-kata dalam aspek khusus dari kehidupan manusia).
Bahasa dalam sastra dapat berwujud lisan yang akan melahirkan sastra lisan. Akan
tetapi, hal itu dapat juga berbentuk tulisan yang selanjutnya melahirkan sastra tulis, baik
sastra tulis maupun sastra lisan mewujudkan dirinya dalam suatu bentuk. Bentuk sastra itu
bermacam-macam, namun apa pun bentuknya setiap bentuk itu terdiri atas satuan unsur-
unsur yang membentuk suatu susunan atau struktur sehingga menjadi sesuatu wujud yang
bulat dan utuh.
Dalam garis besarnya, terdapat tiga hal yang membedakan karya sastra dan bukan
sastra, yaitu: 1. sifat khayal sastra, 2. adanya nilai-nilai seni, dan 3. adanya cara
penggunaan bahasa secara khas (Sumardjo dan Saini, 1986:16). Dalam praktiknya ketiga
hal tersebut memiliki bobot dan nuansa yang berbeda-beda antara jenis karya yang satu
dengan jenis yang lainnya. Ciri-ciri karya sastra yang menuntut adanya nilai-nilai seni
boleh dikatakan tidak ada permasalahan karena semua karya sastra apa pun jenisnya
mempunyai nilai-nilai estetik.
Selanjutnya, Sumardjo dan Saini (1986:25) bahwa sastra dapat digolongkan menjadi
dua jenis, yaitu sastra imajinatif dan nonimajinatif. Golongan sastra yang pertama, ciri
khayal sastra agak kuat dibandingkan dengan sastra nonimajinatif. Begitu pula dalam
penggunaan bahasanya, sastra imajinatif lebih menekankan penggunaan bahasa yang
konotatif, sedangkan sastra nonimajinatif lebih menekankan pada penggunaan bahasa yang
bersifat denotatif.
Novel yang akan dibahas dalam pembelajaran apresiasi sastra merupakan karya
sastra yang bersifat imajinatif. Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam
ukuran yang luas. Luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks,
karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting
cerita yang beragam pula. Namun, ukuran luas di sini juga tidak mutlak demikian,
mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya, sedangkan
karakter, setting, dan lain-lainnya hanya satu saja.
Sumardjo (1986) juga berpendapat istilah novel sama dengan istilah roman. Kata
novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika
Serikat. Istilah roman berasal dari genre romance dari abad pertengahan yang merupakan
cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman,
Belanda, Prancis, dan bagian-bagian Eropa daratan yang lain. Berdasarkan asal-usul istilah
tadi memang ada sedikit perbedaan antara roman dengan novel, yaitu bahwa bentuk novel
lebih pendek dibandingkan dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
Menurut Hoed (1992:6) dalam bukunya yang berjudul Kala dalam Novel Fungsi dan
Penerjemahannya, novel adalah hasil karya kreatif, yakni yang menyajikan bukan
kenyataan yang ada dalam dunia ini, melainkan perkembangan dari kenyataan itu. Oleh
karena itu, hal yang disajikan dalam sebuah novel itu bukan kenyataan maka biasanya
novel disebut juga karya fiksi atau karya rekaan yang isinya berupa ciptaan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa novel adalah hasil karya atau hasil cipta seseorang
yang berupa cerita berbentuk prosa yang menyajikan cerita kehidupan yang bukan
sebenarnya yang ada dalam dunia ini, akan tetapi sebagai perkembangan ilustrasi dari
kenyataan tersebut oleh pengarang. Lazar (2002) menyatakan novel sebagai sebuah sekuen
kronologi peristiwa yang dihubungkan berdasarkan hubungan sebab-akibat. Deskripsi
peristiwa dalam novel dipertajam oleh pengarang dan bahasa yang digunakan adalah
bahasa pilihan pengarang yang dimunculkan untuk memberikan efek tertentu.
2.1.2 Pembelajaran Membaca
Istilah pembelajaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, perbuatan,
cara mengajar atau mengajarkan (Poerwadarminto, 1990:13). Menurut Brown
(Pringgowidagda, 1987:20), pembelajaran didefinisikan dengan
”Proses menunjukkan atau membantu seseorang untuk belajar bagaimana, mengerjakan
sesuatu, memberikan instruksi, membimbing dalam mempelajari sesuatu, memberikan
pengetahuan, menyebabkan (seseorang) menjadi tahu atau mengetahui.”
Menurut Oemarjati (1978:59), pembelajaran adalah proses belajar mengajar di dalam
lingkungan formal yang bertujuan mengembangkan potensi individual mahasiswa sesuai
dengan kemampuan mahasiswa menyangkut kecerdasan, kejujuran, keterampilan,
pengenalan kemampuan dan batas kemampuannya, dan karsa mengenali dan
mempertahankan kehormatan dirinya. Istilah lain, tiap pembelajaran menyiratkan upaya
pendidikan, yang bertujuan akhir membina watak mahasiswa. Dengan demikian,
pembelajaran sastra adalah suatu cara dosen pengampu memberikan pelajaran untuk
membimbing dan mengarahkan mahasiswa sehingga memiliki keterampilan, pengetahuan,
dan pengalaman belajar untuk menghargai nilai-nilai hidup dan kehidupan sehingga dapat
membentuk watak kepribadian yang utuh.
Adapun hubungannya dengan membaca karya sastra, jelas bahwa seorang pembaca
tidak akan dapat menikmati karya tersebut sebelum ia memahami dan merasakan apa yang
terkandung dalam karya sastra itu. Demikian juga halnya dengan penghargaan dan
penilaian seorang pembaca tidak akan dapat menghargai atau memberikan penilaian
terhadap mutu suatu karya sastra tanpa terlebih dahulu memahami, menikmati, atau tidak
menikmatinya.
Kaitannya dengan pembelajaran, menurut Wardani (1981:1-2) ada empat tingkatan
proses apresiasi yaitu tingkat menggemari, menikmati, mereaksi, dan menghasilkan.
Tingkat menggemari di sini ditandai dengan ketertarikan terlebih dahulu terhadap karya
sastra sehingga orang mempunyai keinginan untuk membaca suatu karya sastra. Pada
tingkat menikmati mahasiswa mulai mampu menikmati karya sastra yang dibacanya. Di
sini pula rasa kagumnya terhadap pengarang mulai muncul. Tingkat selanjutnya mereaksi
yaitu ditandai oleh adanya keinginan untuk menyatakan pendapatnya tentang karya sastra
yang dibaca. Adapun tingkat yang terakhir adalah produktivitas yakni mahasiswa mampu
menghasilkan karya sastra yang tentunya sangat bermanfaat.
Membaca merupakan suatu kegiatan belajar, dengan membaca kita dapat menyerap
sejumlah informasi atau ilmu pengetahuan. Banyak orang yang menghadapi buku atau
bahan materi dengan jalan membacanya dari awal hingga akhir dan mereka selalu
beranggapan benar bahwa dengan cara itu mereka telah menguasai buku atau bahan
bacaan. “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar
yang terpisah-pisah, meliputi menggunakan pengertian, khayalan mengamati sampai
mengingat-ingat” ( Soedarso, 2006:4).
Kemampuan setiap individu berbeda-beda dalam memahami bahan bacaan. Hal ini
tergantung pada perbendaharaan kata yang dimilikinya, minat baca, kecepatan membaca,
jangkauan mata, pengalaman, latar balakang dan lain sebagainya. Karena kemampuan
setiap individu berbeda-beda dalam menyerap sejumlah informasi dari bahan bacaan, maka
harus ada niat-niat atau usaha-usaha yang lebih efektif dalam membaca.
“Usaha yang lebih efektif untuk memahami dan mengingat-ingat lebih lama dapat
dilakukan dengan 1. mengorganisasikan bahan yang dibaca dalam kaitan yang mudah
dipahami dan 2. mengaitkan fakta yang satu dengan yang lain atau dengan
menghubungkan pengalaman atau konteks yang anda hadapi” (Soedarso, 2006).
Kebanyakan dari kita masih mengikuti pola membaca pada saat anak-anak. Hal
inilah yang menyebabkan kita menjadi lebih sulit dalam menangkap sejumlah informasi
dan bahan bacaan, lebih cepat lupa dari apa yang kita baca dan lain sebagainya. Pada saat
membaca hendaklah menghindari membaca dengan cara:
1. Vokalisasi, atau mambaca dengan bersuara sangat memperlambat. Hal tersebut
dikarenakan kita harus mengucapkan kata demi kata secara lengkap, meski dengan
menggumam sekalipun. Sehingga membaca dengan vokalisasi tidak efektif dan efisien.
2. Menggerakkan bibir, yaitu mengucapkan kata demi kata dari apa yang kita baca dengan
menggerakkan bibir. Menggerakkan bibir merupakan tindak lanjut dari proses membaca
vokalisasi, meskipun menggerakkan bibir belum tentu bersuara. Membaca dengan
menggerakkan bibir sama lambatnya dengan membaca dengan cara vokalisasi.
3. Menggerakkan kepala, membaca cepat dan efektif tidaklah harus menggerakkan kepala,
tetapi cukup hanya dengan fokus dan menggerakkan bola mata saja. Proses membaca
dengan menggerakkan kepala akan sangat menghambat efektivitas dari proses
membacanya itu sendiri.
4. Dan lain sebagainya, dengan kata lain belajar dengan jalan membaca materi atau bahan
ajar harus mengetahui kiat-kiat membacanya, sehingga waktu yang diperlukan
sebanding dengan materi yang diserapnya. Sehingga efektivitas belajar dapat
dimaksimalkan. Tidaklah heran belajar dengan membaca lebih menjenuhkan,
dibandingkan dengan cara berdiskusi. Maka dibutuhkan kiat-kiat khusus dalam
membaca seperti: 1. menemukan ide pokok, 2. mengetahui ide pokok paragraf, 3.
mengenali detail penting, dan 4. membuat catatan.
2.1.3 Pendekatan dan Metode Membaca
Pendekatan (approach) adalah tingkat asumsi atau pendirian mengenai bahasa dan
pembelajaran bahasa atau boleh dikatakan ‟falsafah tentang pembelajaran bahasa‟.
Pendekatan mengacu tesis, asumsi, parameter yang diturunkan dari teori-teori tertentu yang
kebenarannya tidak dipersoalkan (Pringgowidagdo, 2002:57).
Banyak pendekatan yang bisa dipergunakan untuk memahami sistem sastra, tetapi
hanya ada empat pendekatan yang sudah lazim dipergunakan dalam kritik sastra ataupun
dalam apresiasi sastra. Ada empat pendekatan terhadap karya sastra menurut (Abrams,
1971:8–21) yaitu pendekatan mimetik, ekspresif, pragmatik, dan objektif. Pendekatan
mimetik menganggap bahwa karya sastra sebagai tiruan alam, kehidupan, atau dunia ide;
pendekatan ekspresif menganggap bahwa hanya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran,
dan pengalaman pengarangnya; pendekatan pragmatik menganggap bahwa hanya sastra
sebagai alat untuk mencapai tujuan pembaca; dan pendekatan objektif lebih menganggap
karya sastra sebagai suatu yang dapat berdiri sendiri.
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual merupakan pendekatan yang diterapkan
dalam pembelajaran pada umumnya termasuk pembelajaran sastra. Pendekatan ini
merupakan konsep belajar yang membantu dosen pengampu mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep tersebut,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi mahasiswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari dosen pengampu ke mahasiswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil (Nurhadi, 2002:1).
Johnson (2002:25) menyatakan sebagai berikut.
”The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning
in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the
context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural
circumstances. To achive this aim, the system encompasses the following eight
components: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated
learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching
high standards, using authentic assessment.”
PPK sebagai proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu mahasiswa
mengetahui makna materi akademis yang mereka pelajari sehingga mereka mampu
menghubungkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dalam
perwujudan tujuan tersebut haruslah diperhatikan delapan komponen, yakni: 1. membuat
hubungan kebermaknaan antara subjek pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, 2.
melakukan latihan yang signifikan, 3. pembelajaran mandiri, 4. kolaborasi, 5. pemikiran
yang kreatif dan kritis, 6. memperhatikan individual, 7. pencapaian standar yang tinggi,
dan 8. menggunakan ujian yang otentik.
Lebih lanjut, Blanchard (2001) memberikan konsep mengenai PPK sebagai berikut.
”Learning-in-context is so obvious a notion that the average person might tend to
dismiss its importance. Contextual learning is learning that occurs in close relationship
with actual experience. People have used such terms as experiential learning, real-world
education, active learning, and learner-centered instruction to mean similar ideas.”
(“Pembelajaran dalam konteks begitu nyata memperhatikan apakah yang dianggap
penting oleh semua orang. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi
berhubungan dengan pengalaman nyata kehidupan. Beberapa orang menyatakan
pembelajaran ini sebagai pembelajaran pengalaman, pendidikan dunia nyata,
pembelajaran aktif, dan instruksi terpusat pada pembelajar merupakan sebuah ide yang
sama.”)
Berdasarkan uraian-uraian di atas, selanjutnya dalam penelitian ini dipilih
pendekatan PPK karena dalam pembelajaran diperlukan suatu pendekatan belajar yang
lebih memberdayakan mahasiswa. Selain itu, pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan
konsep yang diterima, tetapi ”sesuatu” yang harus dikonstruksikan sendiri oleh mahasiswa.
Dengan demikian, pendekatan PPK tepat dipergunakan untuk mewujudkan tercapainya
peningkatan pembelajaran, termasuk pembelajaran apresiasi sastra.
Metode (method) adalah tingkat yang menerapkan teori-teori pada tingkat
pendekatan (Pringgowidagdo, 2002:57). Metode pembelajaran mempunyai peranan
penting dalam proses belajar-mengajar. Penggunaan metode yang tepat akan berpengaruh
terhadap hasil pembelajaran. Akan tetapi, harus disadari pula bahwa faktor dosen
pengampulah yang pada akhirnya banyak menentukan berhasil tidaknya pembelajaran
(Rahmanto, 1992:16).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pembelajaran sastra, Semi (1993: 150
-164) secara garis besar memberikan beberapa metode yang dapat diterapkan oleh dosen
pengampu dalam pembelajaran sastra. Adapun metode-metode tersebut antara lain:
1. Metode diskusi, melalui diskusi pemahaman karya sastra mungkin dilakukan, bahkan
dapat dikatakan bahwa diskusi merupakan kegiatan yang cukup menarik untuk dipakai
dalam pembelajaran sastra. Howes (1971:83) berpendapat bahwa diskusi dalam
kelompok kecil di kelas akan membantu mahasiswa dalam memahami dan menghayati
karya sastra selain itu dapat dijadikan satu cara bagi dosen pengampu dalam mensiasati
terbatasnya waktu dalam pembelajaran. Masalah yang dibahas dalam diskusi
menyangkut kegiatan menjawab pertanyaan ‟mengapa‟ dan ‟bagaimana‟. Bila tidak
demikian, hal itu akan dapat menjuruskan diskusi pada sesuatu yang kurang bermanfaat
atau mengarah segi-segi pengetahuan teoretis. Diskusi tentang sastra sebaiknya tidak
berkecenderungan untuk memperoleh kesimpulan atau keputusan yang mengikat
tentang suatu karya sastra, yang paling penting dalam diskusi adalah para mahasiswa
memberikan pandangan dan sikapnya. Dosen pengampu memberikan simpulan umum
tentang suatu kegiatan diskusi setelah diskusi berakhir.
2. Metode atau teknik penalaran, teknik penyampaian penalaran mahasiswa mengenai
suatu kegiatan membaca karya sastra merupakan kegiatan yang bermanfaat pula untuk
pembinaan apresiasi sastra, yang penting dalam kegiatan ini adalah upaya
mengembangkan sikap berpikir objektif dengan argumentasi yang logis tentang sesuatu.
Dengan demikian, diharapkan lahir sikap kritis yang akan menjurus kepada kemampuan
apresiasi kreatif.
3. Metode atau teknik pembinaan kreativitas, metode atau teknik ini mengarahkan
mahasiswa lebih menghayati sastra dan penciptaan karya sastra. Teknik ini dapat
dilakukan antara lain dengan cara:
(1) Memecahkan persoalan misalnya mahasiswa disuruh menyelesaikan sebuah cerita
menurut tanggapan masing-masing;
(2) Melatih imajinasi mahasiswa dengan jalan seolah-olah mengirimkan surat kepada
seorang pengarang yang isinya menanggapi atau menghargai karya sastra yang
ditulis oleh pengarang tersebut;
(3) Membaca ekstensif, yaitu mahasiswa digalakkan membaca karya sastra sebanyak-
banyaknya di luar kelas atau di perpustakaan, kemudian melaporkan secara tertulis
hasil bacaan mereka dalam bentuk sinopsis singkat dan kesan umum tentang karya
sastra yang dibaca;
(4) Menyelenggarakan diskusi panel;
(5) Melaksanakan kegiatan sosiodrama dan pementasan drama. Dengan teknik ini akan
memberikan peluang kepada mahasiswa untuk terlibat secara aktif dan produktif
dalam menikmati dan mengkaji sastra.
4. Metode impresif, metode ini dilakukan dengan jalan memperdengarkan suatu
pembacaan puisi atau menyaksikan pertunjukan drama. Mahasiswa diberi kesempatan
untuk meresapi atau mengimpresi puisi atau pementasan tersebut, kemudian mereka
menyampaikan interpretasi masing-masing di dalam kelas.
Demikianlah gambaran singkat mengenai pendekatan dan metode pembelajaran
sastra. Yang jelas, setiap metode itu mempunyai kekuatan dan kelemahan sehingga upaya
penggabungan dua atau beberapa metode dalam pelaksanaan pembelajaran merupakan
sikap dan tindakan yang terpuji.
2.1.4 Strategi Pembelajaran
Pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran memang mempunyai peranan yang
sangat penting. Penggunaan strategi yang tepat besar pengaruhnya terhadap hasilnya dalam
pembelajaran. Namun demikian, harus disadari pula bahwa faktor dosen pengampulah
yang pada akhirnya banyak menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Untuk
itu, dalam penelitian ini pendekatan PPK sangat diperlukan karena pembelajaran sastra itu
tidak hanya terfokus pada teori-teori saja. Strategi ini menghendaki: 1.terhayatinya fakta
yang dipelajari, karya sastra benar-benar ”dimiliki” dari aspek kejiwaan (nyarira), bukan
verbalistik; 2. permasalahan yang akan dipelajari harus jelas, terarah, rinci 3. pragmatika
materi harus mengacu kebermanfaatan secara konkret; 4. memerlukan belajar kooperatif
dan mandiri.
Blanchard (2001) menyatakan strategi pembelajaran secara kontekstual sebagai
berikut: 1. menegaskan pada pemecahan masalah, 2. mengenali kebutuhan pembelajaran
dan pengajaran yang terdapat dalam bermacam-macam konteks seperti rumah, kelompok,
dan kerja, 3. mengajar mahasiswa untuk memonitor dan mengawasi diri sendiri secara
langsung sehingga mereka mampu menjadi mahasiswa yang mandiri, 4. membatasi
pembelajaran pada segala perbedaan yang ada, 5. mengajak mahasiswa untuk belajar
bersama dan saling membantu, dan 6. menggunakan latihan yang otentik.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran PPK adalah 1. konteks
pembelajaran sastra selalu memberdayakan lingkungan. Yakni, mahasiswa mampu
memanfaatkan lingkungannya seoptimal mungkin. Pembelajaran sastra yang terlalu
berlebihan dan mengambang hanya akan menjauhkan mahasiswa dari sastra. Itulah
sebabnya, apa yang ada di sekeliling mereka harus dibangun dan dipergunakan sebagai
rujukan pembelajaran sastra. 2. pembelajaran sastra mestinya berlangsung dalam suasana
menyenangkan. 3. suatu bentuk pembelajaran sastra yang boleh melawan arus (teaching as
subversive activity), antara lain tidak harus semata-mata mengikuti buku teks. Dengan
demikian, pendekatan PPK lebih memungkinkan belajar sastra yang bersifat kontekstual.
Sastra sebagai cetusan imajinasi tetap dipahami sebagai percikan batin yang membumi.
2.1.5 Pembelajaran Membaca dengan Pendekatan PPK
Usaha untuk meningkatkan kemampuan membaca mahasiswa terhadap karya sastra
tidak terlepas dari kenyataan bahwa karya sastra, khususnya novel sangat bermanfaat bagi
hidup dan kehidupan. Strategi Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual (PPK) dapat
membantu mahasiswa dan dosen pengampu dalam proses belajar mengajar (Nurhadi,
2002:1).
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hakikat pembelajaran kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu dosen pengampu mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
Adapun langkah-langkah penerapan PPK dalam kelas secara garis besar sebagai
berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa mahasiswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan permintaan untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu mahasiswa dengan bertanya.
4. Ciptakan ”masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok).
5. Hadirkan ‟model‟ sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Selain langkah-langkah penerapan PPK dalam kelas, (Nurhadi, 2002:10-19) juga
menguraikan tujuh pokok komponen dalam pendekatan PPK, yaitu:
1. Konstruktivisme, yaitu langkah pengajar menyesuaikan bahan dengan kemampuan
mahasiswa. Dosen pengampu perlu pula menanyakan kesiapan mahasiswa.
2. Pembentukan pemahaman, yaitu melaksanakan pertanyaan dan permintaan. Pertanyaan
dilakukan dengan menanyakan berbagai yang ada dalam karya sastra, mungkin tentang
pelaku peristiwa, sisi kehidupan yang digambarkan dan sebagainya.
3. Belajar kooperatif, mahasiswa diajak berkelompok untuk bertukar pengalaman.
4. Komunitas belajar, kelas adalah dunia kecil yang perlu berhubungan satu sama lain,
sehingga hasil pembelajaran dapat diperoleh dari ”sharing” antara teman, kelompok dan
antara yang tahu kepada yang belum tahu.
5. Pemodelan, dosen pengampu memberikan contoh membaca dan menceritakan kembali
novel yang dibaca dalam kegiatan apresiasi sastra baik secara langsung maupun melalui
rekaman VCD.
6. Penilaian secara otentik, penilaian yang diambil dari kegiatan mahasiswa saat mereka
melakukan kegiatan apresiasi sastra baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
7. Refleksi, yaitu langkah penggambaran kembali pengalaman hasil belajar.
Selanjutnya, pembelajaran kontekstual akan mewujudkan suatu pembelajaran yang
aktif, kreatif, dan menyenangkan. Mahasiswa benar-benar diajak bergelut dalam sastra
secara langsung. Mereka dapat membaca atau menonton sendiri, dan tidak sekadar
mendengarkan cerita dari dosen pengampu yang hanya terbatas pada sinopsis yang telah
tersedia dalam buku. Dengan demikian, pembelajaran apresiasi sastra dengan pendekatan
PPK akan mewujudkan suasana pembelajaran yang kondusif dan tidak membosankan.
2.2 Tindakan yang akan Dilakukan
Cara pembelajaran sastra, terutama prosa cerita yang berbentuk novel sangatlah
bervariasi. Hal ini terbukti adanya dosen pengampu sastra yang mengajarkan novel
berdasarkan teori-teori saja. Ada pula yang mengajarkannya secara kontekstual, bahkan ada
yang tidak disampaikan sama sekali kepada mahasiswa walaupun sebenarnya silabus telah
menyediakan porsi untuk pembelajaran sastra.
Dari sudut pandang pendidikan secara umum ada beberapa novel yang dianggap kurang
berharga atau bahkan dikatakan sebagai dapat ”merusak moral” anak-anak, namun pada
kenyataannya novel banyak menampung ide-ide para sastrawan terkenal selama dua abad
terakhir ini. Novel-novel tersebut mengandung banyak pengalaman yang bernilai pendidikan
positif. Howes (1972:81) menyatakan karya sastra dapat menampilkan dunia baru yang
dapat memberikan pengalaman bagi mahasiswa dan memberikan cara pandang baru
mahasiswa dalam menghadapi dunia nyata. Apalagi jika dipilih dengan pertimbangan yang
mendalam jenis karya sastra yang berbentuk novel dapat membina minat membaca
mahasiswa secara pribadi dan lebih lanjut dapat meningkatkan semangat mereka untuk
menekuni bacaan secara lebih mendalam.
Cara membaca dan mempelajari karya sastra dengan ilmu pengetahuan yang lain
sangatlah berbeda. Bacaan fiksi dan nonfiksi dapat dibedakan dari segi bahasa yang
digunakan. Dalam karya sastra, bahasa yang digunakan oleh penyair dalam
mengaktualisasikan ide-ide kreatif dan imajinatifnya adalah kata-kata yang mengandung
makna konotatif yang tidak mengacu pada makna yang sebenarnya. Akan tetapi, dalam
bacaan nonfiksi, bahasa yang digunakan cenderung kepada kata-kata yang mengandung
maksud denotatif.
Penggunaan pendekatan PPK dalam pembelajaran apresiasi sastra, khususnya novel
diharapkan dapat meningkatkan hasil pembelajaran apresiasi sastra di universitas. Terkait
dengan kegiatan-kegiatan yang akan diupayakan dosen pengampu melalui penerapan
pendekatan PPK ini, mahasiswa diajak mengenal karya sastra (novel) secara langsung, dan
menganalisisnya melalui tahap-tahap yang sistematis. Hal ini relevan dengan penelitian
Sayuti dan Wiyatmi (2000) dengan judul ”Peningkatan Keterampilan Mahasiswa dalam
Berapresiasi Sastra”. Dalam penelitian tersebut, dikatakan bahwa pembelajaran yang
apresiatif dalam kegiatan pembelajaran sastra adalah melalui pengenalan sastra secara
langsung dengan contoh konkret, baik teks maupun melalui rekaman kaset dan video serta
tanggapan lisan dan tulisan terhadap sastra dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa
dalam berapresiasi sastra. Hal yang sama dapat terjadi pula pada mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL. Melalui penerapan pendekatan
PPK, mahasiswa diajak secara langsung untuk menggauli karya sastra (novel). Dengan
demikian, diharapkan sikap mahasiswa terhadap pembelajaran sastra menjadi lebih positif
dan tumbuh motivasi untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi karya sastra.
Menurut Endraswara (2003:63-64) yang perlu diperhatikan di dalam pembelajaran
sastra adalah hal-hal berikut ini.
1. Pembelajaran senantiasa mencari keasyikan, nikmat, dan menyenangkan. Kenikmatan
batiniah lebih dikedepankan dalam belajar sastra sehingga mahasiswa merasa perlu, tidak
dipaksa perlu belajar sastra. Belajar sastra tidak lagi menjadi keharusan, tetapi mahasiswa
merasa wajib.
2. Kesenangan bersastra, hanya dapat diraih melalui membaca, menggauli, dan menikmati
secara langsung sebuah cipta sastra. Melalui cara semacam ini berarti akan ada kontak
dan komunikasi antara mahasiswa dengan karya sastra. Karya tak lagi benda mati
melainkan memiliki ruh yang dapat merasuk ke jiwa mahasiswa.
3. Pembelajaran mengedepankan aspek kegunaan atau fungsi sastra bagi mahasiswa.
Kegunaan utama karya sastra adalah membangun kepribadian sehingga membentuk
mahasiswa yang humanis dan beradab.
Untuk menyikapi adanya strategi pembelajaran sastra seperti di atas, tindakan yang
perlu dilakukan untuk mempermudah memahami novel menurut Rahmanto (1988:75-80) 1.
pemilihan edisi buku, 2. mengawali pembicaraan dengan menyenangkan, 3. memberikan
penahapan belajar, 4. membuat cerita lebih hidup, 5. metode yang bervariasi, 6. membuat
catatan ringkas, dan 7. pengkajian ulang.
1. Pemilihan edisi buku
Apabila untuk satu judul buku tersedia lebih dari satu terbitan, hendaknya dipilih yang
lebih baik cetakannya ataupun bahannya meski harganya sedikit lebih tinggi. Buku-buku
yang dicetak dengan kertas yang baik dan cetakan yang bermutu biasanya lebih enak
dibaca.
2. Mengawali pembicaraan dengan menyenangkan
Agar mahasiswa sejak awal dapat tertarik pada buku yang sedang dibahas, dosen
pengampu hendaknya menunjukkan atau membacakan bagian-bagian yang menarik pada
buku itu sebelum mahasiswa membaca dan memilikinya. Mahasiswa dapat langsung
membaca pada bagian yang dramatis dan lucu. Jika memerlukan alat peraga, hendaknya
alat-alat tersebut dipersiapkan sebelumnya sehingga dapat dipakai tepat pada waktunya.
3. Memberikan penahapan belajar
Dosen pengampu hendaknya membantu mahasiswa memberikan penahapan bab-bab
yang akan dipelajari.
4. Membuat cerita lebih hidup
Tugas utama dosen pengampu dalam memberikan pembelajaran novel adalah membantu
mahasiswa menemukan konsep atau pemikiran fundamental yang benar tentang novel itu.
Agar mahasiswa betah menikmati sampai akhir, hendaknya dosen pengampu dapat
membuat cerita itu menjadi lebih hidup. Dalam hal ini dosen pengampu tidak perlu
membahas istilah-istilah teknis tentang latar belakang, tetapi yang penting mahasiswa
dapat asyik menikmati cerita itu sehingga hidup dan mengesankan diri mahasiswa.
5. Metode yang bervariasi
Membaca dan mempelajari novel memakan waktu yang lama, untuk mengurangi
kejemuan mahasiswa, dosen pengampu dapat menerapkan berbagai variasi dalam
pembelajarannya.
6. Membuat catatan ringkas
Karena sebuah novel biasanya panjang dan kompleks, hendaknya mahasiswa dianjurkan
membuat catatan ringkas untuk membantu mengingat kesan-kesan yang telah
didapatkannya dari apa yang telah dibacanya, catatan dapat berwujud daftar nama tokoh
yang penting dalam novel tersebut dengan memberikan komentar seperlunya.
7. Pengkajian ulang
Setelah seluruh novel dibaca, perlu diadakan pengkajian ulang tentang apa yang telah
dibacanya. Hal ini penting, terutama untuk memperjelas kesan pada mahasiswa tentang
novel yang mereka pelajari dan bila perlu untuk memperbaiki kesan-kesan yang keliru.
Pengkajian ulang ini dilaksanakan dengan cara berdiskusi.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi teoretis dan tindakan yang akan dilakukan, dapat diajukan
hipotesis tindakan sebagai berikut:
1. Apabila pendekatan PPK ini diterapkan dalam pembelajaran sastra, pemahaman
mahasiswa terhadap karya sastra dapat meningkat.
2. Pendekatan PPK yang diterapkan dalam pembelajaran sastra, dapat meningkatkan
penghayatan mahasiswa terhadap karya sastra.
3. Dengan pendekatan PPK dalam pembelajaran sastra, mahasiswa dapat meningkatkan
penghargaan terhadap karya sastra.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas, yaitu suatu strategi pemecahan masalah
yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam
mendeteksi dan memecahkan masalah dengan memanfaatkan interaksi partisipasi, dan
kolaborasi antara peneliti, dosen pengampu, mahasiswa, dan kepala program studi yang
saling mendukung satu dengan lainnya.
3.2 Subjek dan Objek Penelitian
Kemampuan apresiasi sastra dalam pembelajaran apresiasi sastra melalui pendekatan
PPK pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
UNIKAL dipilih sebagai objek penelitian. Hal ini berdasarkan pada hasil prasurvei di
lapangan. M. Haryanto, S.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah apresiasi sastra selama ini
belum memberikan pembelajaran sastranya secara maksimal. Untuk itu, kelas pagi A
semester 3 ditetapkan sebagai subjek penelitian guna meningkatkan pembelajaran apresiasi
sastra melalui pendekatan PPK.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan ditentukan sebelum pelaksanaan tes akhir semester, yaitu 6 sampai
dengan 7 Oktober 2010 dan 1 sampai dengan 3 November 2010, dengan pertimbangan
mahasiswa belum disibukkan tugas-tugas, ulangan-ulangan, maupun kegiatan-kegiatan
lainnya. Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP UNIKAL kelas pagi A semester 3 dengan jumlah mahasiswa 40.
3.4 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tindakan ini, kolaborasi dan partisipasi merupakan prinsip pokok.
Kolaborator dalam penelitian ini adalah dosen pengampu mata kuliah apresiasi sastra di
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL yaitu M. Haryanto,
S.Pd. Ragam desain penelitian yang diajukan untuk penelitian ini adalah desain AR model
Kemmis dan McTaggart (1988:11-14). Konsep pokok penelitian tindakan kelas (PTK)
model Kemmis dan McTaggart ini terdiri atas empat komponen, yaitu:
1. perencanaan (Planning)
2. tindakan (Acting)
3. pengamatan (Observing)
4. refleksi (Reflecting)
Hubungan keempat komponen tersebut di atas dipandang sebagai siklus (Sukamto dkk.,
1999:20-21). Penelitian tindakan menurut Kemmis dan McTaggart (Madya, 1994:2) adalah:
”Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleksif diri kolektif yang
dilakukan oleh pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan
keadilan praktik pendidikan, praktik sosial, serta pemahaman mereka terhadap praktik-
praktik itu dan situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.”
Desain penelitian tindakan yang sesuai dengan model Kemmis dan McTaggart dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1: Model Penelitian Tindakan
Menurut Kemmis & McTaggart (Madya, 1994)
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini bersifat siklus dan spiral. Dengan menggunakan
model ini, apabila dalam awal pelaksanaan tindakan didapati kekurangan, perencanaan dan
pelaksanaan tindakan untuk perbaikan masih dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya
sampai target yang diinginkan dapat tercapai.
Proses penelitian tindakan mempunyai empat tahap dalam setiap siklus, yaitu:
1. Perencanaan, rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun, dan dari
segi definisi harus prospektif pada tindakan serta harus memandang ke depan.
2. Tindakan, yang dimaksud di sini adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan
terkendali, dan merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana.
3. Observasi, berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan.
4. Refleksi, adalah dengan memberikan makna terhadap proses dan hasil yang terjadi
sebagai akibat adanya tindakan yang dilakukan (Madya, 1994:19–24).
Penelitian dilakukan melalui dua siklus, sedangkan setiap siklus dilaksanakan secara
bertahap. Adapun pelaksanaan tindakan dan implementasi di lapangan sebagai berikut.
1. Siklus Pertama
Pada siklus pertama, dilaksanakan kegiatan secara bertahap. Adapun tahapan itu
sebagai berikut:
(1) Perencanaan
a. Diskusi dengan dosen pengampu untuk mengidentifikasi permasalahan yang
muncul terkait dengan kemampuan berapresiasi mahasiswa terhadap novel,
seberapa jauh kemampuan mahasiswa terhadap apresiasi sastra.
b. Mengamati mahasiswa untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan mahasiswa
terhadap apresiasi sastra khususnya novel.
c. Melaksanakan tes untuk mengetahui kemampuan awal apresiasi mahasiswa
terhadap karya sastra khususnya novel.
d. Penyediaan sarana yang diperlukan.
e. Memberikan angket pada akhir siklus untuk mengetahui peningkatan apresiasi
mahasiswa terhadap karya sastra khususnya novel.
(2) Implementasi Tindakan
Dosen pengampu menyampaikan materi ajar dengan menggunakan pendekatan
PPK dalam pembelajaran apresiasi sastra (novel). Adapun realisasi tindakan yang
dapat dilakukan dosen pengampu dan mahasiswa di kelas sebagai berikut:
a. Dosen pengampu menyiapkan bahan yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa.
b. Dosen pengampu menanyakan berbagai hal yang ada dalam karya sastra,
mungkin tentang pelaku, peristiwa, sisi kehidupan yang digambarkan dan
sebagainya.
c. Mahasiswa diajak bertukar pengalaman dalam kelompok.
d. Hasil pembacaan dikomunikasikan antar mahasiswa.
e. Dosen pengampu memberi contoh membaca karya sastra atau menyampaikan
kembali kepada mahasiswa dari hasil karya sastra yang dibaca (novel) bisa juga
dengan rekaman VCD.
f. Dosen pengampu mengadakan penilaian yang otentik.
g. Dosen pengampu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
menyampaikan kembali hasil apresiasi kepada temannya.
(3) Observasi
Saat tindakan dalam pembelajaran berlangsung, peneliti mengadakan penilaian
dengan menggunakan lembar pengamatan peningkatan kemampuan apresiasi sastra
(novel) melalui penerapan pendekatan PPK dalam pembelajaran apresiasi sastra
mahasiswa kelas pagi A semester 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP UNIKAL yang terdiri dari 2 aspek, antara lain: mendeskripsikan
tampilan perilaku mahasiswa, reaksi, penerapan metode dan suasana kegiatan belajar
mengajar berlangsung, dan peran dosen pengampu dalam menerapkan pendekatan
PPK untuk meningkatkan kemampuan apresiasi mahasiswa terhadap karya sastra
novel. Hasil pengamatan ini untuk menentukan strategi yang efektif dan efisien dan
didokumentasikan dalam catatan lapangan.
(4) Refleksi
Dalam tahap ini peneliti bersama kolaborator berusaha memahami masalah dan
kendala nyata dalam tindakan. Hasil observasi, kemudian dideskripsikan bersama
dosen pengampu. Aspek yang dinilai belum berhasil, bisa ditindaklanjuti pada siklus
berikutnya.
2. Siklus Kedua
(1) Perencanaan
Membuat rencana kembali tindakan yang akan dilakukan. Tujuannya untuk
memperbaiki aspek-aspek yang dirasa masih menyulitkan mahasiswa dalam
mengapresiasi karya sastra (novel). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Diskusi dengan dosen pengampu tentang permasalahan yang dianggap masih
menyulitkan mahasiswa.
b. Penambahan materi dengan memberikan teks/novel lain yang berbeda dengan
yang pertama diberikan kepada mahasiswa.
(2) Implementasi Tindakan
Pendekatan PPK diterapkan kembali pada penyediaan bahan yang berbeda dari
yang dahulu. Realisasi tindakan yang dilakukan oleh dosen pengampu dan mahasiswa
di kelas sebagai berikut:
a. Dosen pengampu menyampaikan/membacakan novel (pada garis besarnya saja)
dengan judul yang berbeda, mahasiswa menyimak dengan cermat.
b. Dosen pengampu memberikan keterangan singkat tentang struktur novel.
c. Mahasiswa diberi motivasi untuk dapat menyampaikan karya sastra yang sudah
dibaca, dengan caranya sendiri, dosen pengampu memberikan intruksi, bahwa
akan diadakan penilaian.
d. Mahasiswa menjelaskan dengan singkat tentang struktur novel.
e. Mahasiswa diarahkan untuk dapat merangkum apa yang telah diketahui dari novel
yang dibaca.
f. Dosen pengampu memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengemukakan
kesan dan tanggapan terhadap novel yang telah dibaca.
(3) Observasi
Dilakukan pengamatan seperti pada siklus yang pertama.
(4) Refleksi
Jika proses pembelajaran sudah berakhir, peneliti bersama dosen pengampu
mendiskusikan hasil pengamatan serta mengevaluasi kegiatan praktik apresiasi sastra
yang telah dilaksanakan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Keberhasilan suatu penelitian bergantung pada teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti. Pengumpulan data yang dimaksud untuk memperoleh data dan
informasi mengenai peningkatan apresiasi sastra dalam pembelajaran apresiasi sastra
menggunakan pendekatan PPK.
Data penelitian diperoleh melalui tes, observasi, catatan lapangan, wawancara,
dokumentasi, dan angket. Tes hasil belajar dipergunakan untuk mengetahui prestasi
mahasiswa sebelum dan sesudah tindakan, observasi merupakan pencatatan secara sistematis
mengenai tingkah laku secara langsung pada individu/kelompok, catatan lapangan untuk
mengungkapkan secara deskriptif penampilan mahasiswa dan diisi pada saat proses kegiatan
belajar mengajar, wawancara berupa wawancara atau tanya jawab antara peneliti dengan
dosen pengampu dan mahasiswa, dokumentasi, berupa catatan penting yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti sehingga akan diperoleh data yang lengkap terkait dengan
penelitian, dan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan pelaksanaan
langkah tindakan.
3.6 Instrumen Penelitian
Keberhasilan kemampuan apresiasi sastra dapat diketahui melalui instrumen
penelitian. Adapun instrumen penelitian yang digunakan antara lain:
1. Catatan lapangan, digunakan untuk mencatat kegiatan penelitian, berupa persiapan,
perencanaan, tindakan, dan refleksi.
2. Pedoman wawancara, digunakan untuk memperoleh data mengenai pesan dan kesan
kolaborator, mahasiswa, dan partisipan yang lain.
3. Pretes dan postes, digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan apresiasi sastra
mahasiswa.
4. Angket, digunakan untuk memperoleh gambaran tentang proses pembelajaran.
5. Peneliti sendiri adalah instrumen.
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif
kualitatif, yaitu digunakan dalam rangka mendeskripsikan tingkat apresiasi siswa terhadap
karya sastra (novel) sebelum dan sesudah implementasi tindakan. Hal ini didasarkan pada
pendapat Madya (1994) yang menyatakan untuk menganalisis hasil dari penelitian tindakan
digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data perubahan perilaku, sikap, dan motivasi
dianalisis, ditentukan indikator deskriptifnya sehingga bisa dilihat perubahan-perubahan
yang terjadi. Adapun indikator keberhasilannya dikelompokkan dalam dua aspek yaitu:
1. Indikator keberhasilan proses dilihat dari perkembangan proses pembelajaran di kelas.
Indikator keberhasilan ini dijabarkan sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran dilaksanakan menarik, dan menyenangkan.
b. Mahasiswa berperan serta aktif selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Indikator keberhasilan produk dideskripsikan dari keberhasilan mahasiswa dalam praktik
berapresiasi melalui strategi yang ditentukan. Indikator keberhasilan ini dijabarkan
sebagai berikut:
a. Pembelajaran apresiasi sastra disukai oleh mahasiswa.
b. Mahasiswa mampu mengapresiasikan karya sastra dan menerapkan dalam kehidupan
mereka.
3.8 Teknik Penentuan Keabsahan Data
Data dan informasi yang diperoleh harus valid artinya dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya maka validitas data sangat diperlukan. Teknik penentuan keabsahan data yang
dipergunakan adalah teknik triangulasi. Suatu cara untuk mendapatkan keakuratan data
dengan menggunakan berbagai cara, prosedur, dan metode agar data yang diperoleh dapat
dipercaya kebenarannya. Menurut Burns (1999:163)
”triangulation of a way of arguing that if different methods of investigation produce the
same result then the data are likely to be valid.”
Adapun jenis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data situasional
dan metode pengumpulan data. Triangulasi data dilakukan dengan cara mengambil data dari
berbagai situasi, waktu, dan tempat. Triangulasi situasional yang dimaksud adalah
triangulasi yang mengamati objek yang sama dalam berbagai situasi, dan triangulasi metode
pengumpulan data menggunakan beberapa alat instrumen agar data yang terkumpul lebih
akurat. Dalam hal ini ditempuh dengan menggunakan pedoman pengamatan, pedoman
wawancara, dan angket.
Burns (1999:161-162) dalam teorinya menawarkan lima kriteria validitas yaitu: 1.
democratic validity, 2. outcome validity, 3. process validity, 4. catalytic validity, dan 5.
dialogic validity. Dari kelima kriteria di atas dalam penelitian ini hanya digunakan dua
kriteria, yaitu:
1. Validitas demokratik (democratic validity), dicapai dengan cara memberi kesempatan dan
kebebasan kepada semua komponen yang terlibat dalam penelitian ini yaitu Kepala
Program Studi, kolaborator, mahasiswa untuk berpartisipasi dan berkolaborasi antara
satu dengan lainnya.
2. Validitas dialogis (dialogic validity), yaitu validitas yang diperoleh dari tinjauan sejawat
antara peneliti dengan dosen pengampu (kolaborator) atau peneliti dengan teman sesama
praktisi saling berdialog menanggapi apa saja yang dihadapi dan dikatakan masing-
masing pihak. Tinjauan juga dapat dengan dialog reflektif dengan teman yang kritis atau
peneliti praktisi lainnya yang dapat berpihak sebagai jaksa nir kompromi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Observasi
Di dalam penelitian ini, terdapat dua hal penting yang harus dikaji yaitu: upaya
mengembangkan sikap positif mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran apresiasi sastra
dan peningkatan kemampuan apresiasi sastra (novel) mahasiswa melalui penerapan
pendekatan PPK. Untuk itu, dalam penelitian tindakan kelas ini akan disajikan kemampuan
apresiasi sastra (novel) mahasiswa mulai dari pratindakan sampai pada akhir siklus II.
Sebelum diadakan upaya pengembangan terlebih dahulu peneliti melakukan prasurvei di
kelas pagi A semester 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
UNIKAL dan mengadakan dialog dengan dosen pengampu sebagai kolaborator. Hasil dari
prasurvei peneliti mengobservasi pembelajaran sastra di kelas dengan pokok bahasan
apresiasi puisi “Kepada Peminta-minta” karya Chairil Anwar. Hampir sebagian besar
mahasiswa tidak begitu antusias dalam proses pembelajaran. Mahasiswa hanya
mendengarkan penjelasan dosen pengampu dan bersifat pasif. Hanya ada sedikit
mahasiswa yang mampu mengapresiasikan puisi tersebut, selain itu mahasiswa hanya
mampu mengapresiasi berdasarkan pertanyaan yang ada dalam buku.
Setelah pelajaran selesai peneliti berdiskusi dengan kolaborator tentang bagaimana
pembelajaran sastra dalam kelas. Dari diskusi ini disimpulkan bahwa keterbatasan waktu
dan banyaknya pokok bahasan yang harus diberikan dalam kurikulum maka pembelajaran
sastra hanya diberikan sebatas yang ada dalam buku. Selain itu peneliti juga menanyakan
33
apakah pokok bahasan apresiasi novel pernah dilakukan di kelas, dan kolaborator
menjawab bahwa apresiasi novel hanya diberikan dengan memberikan sinopsis yang telah
ada di buku tanpa mengetahui bentuk buku asli maupun membaca novel yang diajarkan.
Permasalahan yang dihadapi untuk pokok bahasan apresiasi novel adalah kurangnya media
yang dapat membantu mahasiswa mengapresiasi novel salah satunya adalah pengadaan
novel itu sendiri.
Berdasarkan observasi tersebut dapat ditemukan beberapa masalah yang dihadapi
dalam pembelajaran membaca karya sastra.
1. Pokok bahasan tentang novel (prosa fiksi) pada pembelajaran apresiasi sastra jarang
dilaksanakan.
2. Kendala pengadaan novel dalam pembelajaran apresiasi sastra.
3. Kurangnya variasi media dalam proses pembelajaran apresiasi sastra.
4.1.2 Pelaksanaan Tindakan
4.1.2.1 Pelaksanaan Tindakan Siklus 1
1. Perencanaan Penelitian Tindakan
(1) Tujuan
Merencanakan pelaksanaan tindakan untuk mengembangkan sikap positif
mahasiswa terhadap apresiasi sastra (novel) dan meningkatkan kemampuan
apresiasi mahasiswa terhadap karya sastra (novel).
(2) Penyusun
Nia Ulfa Martha, M.Pd. sebagai peneliti dan M. Haryanto, S.Pd. sebagai
kolaborator.
(3) Rancangan langkah-langkah penelitian tindakan
a. Mengadakan tes penjajagan (pretes) untuk mengetahui kemampuan awal
apresiasi mahasiswa terhadap sastra (novel).
b. Penentuan bahan/materi dengan mempersiapkan teks (novel).
c. Penentuan pendekatan PPK sebagai salah satu langkah yang dinilai efektif
untuk mengembangkan sikap positif dan meningkatkan kemampuan apresiasi
mahasiswa terhadap karya sastra.
d. Penentuan langkah-langkah praktik apresiasi sastra (novel) dengan pendekatan
PPK.
(4) Waktu pelaksanaan tindakan
Lima kali pertemuan selama dua minggu.
2. Implementasi Tindakan
Berdasarkan rancangan penelitian tersebut, implementasi tindakan dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Tujuan
Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam rangka mengembangkan sikap positif
mahasiswa dan meningkatkan kemampuan apresiasi sastra mahasiswa melalui
pendekatan PPK.
(2) Peneliti : Nia Ulfa Martha, M.Pd.
Kolaborator : M. Haryanto, S.Pd.
Pemantau : Peneliti dan kolaborator.
Subjek : Mahasiswa kelas pagi A semester 3 Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL.
(3) Langkah-langkah tindakan
a. Penyajian materi dengan novel yang telah disiapkan.
b. Penugasan praktik apresiasi sastra dengan pendekatan PPK.
a) Membaca dan menyimak novel yang telah disajikan.
b) Membuat catatan penting mengenai para tokoh, setting, perwatakandari
novel yang disimak/dibaca.
c) Menentukan gagasan utama pengarang dalam menulis novel.
d) Menganalisis mahasiswa unsur yang terkandung dalam novel yang disajikan
oleh dosen pengampu.
e) Menentukan alur ceritanya.
f) Memberikan kesan atau tanggapan terhadap novel yang telah dibacanya
baik secara lisan maupun tertulis.
Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam lima kali pertemuan pembelajaran. Setiap kali
pertemuan berlangsung selama 45 menit. Dalam siklus pertama pokok bahasan adalah
apresiasi novel Gita Cinta dari SMA karya Edy D. Iskandar. Pembelajaran
berlangsung dengan membagi seluruh mahasiswa di kelas menjadi lima kelompok.
Selanjutnya, pelaksanaan tindakan digambarkan dalam vignet berikut ini. Berdasarkan
catatan harian pada pertemuan pertama.
Berdasarkan catatan harian pertemuan kedua siklus pertama dapat digambarkan dalam
vignet berikut.
Pada pertemuan kedua pada hari Kamis tanggal 7 Oktober 2010 mahasiswa
mendapat penjelasan bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan
metode CTL dan melanjutkan diskusi yang telah mereka lakukan minggu
kemarin. Diskusi berlangsung dengan seru banyak mahasiswa yang
mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana mengapresiasi novel. Namun
mereka masih belum berani menyampaikan hasil diskusi mereka di depan kelas.
Pada waktu ini hanya ada dua perwakilan kelompok yang mampu
menyampaikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Mahasiswa membaca hasil
diskusi mereka di depan kelas sehingga kegiatan ini sedikit terlihat monoton.
Selanjutnya dosen pengampu memberikan tugas untuk menyiapkan hasil
diskusi mereka untuk disampaikan di depan kelas pada pertemuan selanjutnya.
Pertemuan pertama hari Rabu tanggal 6 Oktober 2010. pertemuan diawali
dengan presensi mahasiswa selanjutnya dosen pengampu mengemukakan
bahwa hari ini kegiatan belajar mereka berbeda, yakni membaca novel secara
utuh dan membahas novel tersebut. Dosen pengampu membagi kelas dalam
kelompok yang beranggotakan sepuluh orang tiap kelompoknya hal ini
dilaksanakan oleh karena keterbatasan novel yang dijadikan pokok bahasan.
Mahasiswa banyak yang mengeluh karena mereka tidak leluasa mengetahui
novel karena anggota kelompok terlalu besar. Selanjutnya dosen pengampu
memerintahkan mahasiswa membaca dua bab pertama dan menemukan unsur
intrinsik yang ada pada novel Gita Cinta dari SMA. Selanjutnya memberikan
motivator kepada mahasiswa untuk melaksanakan diskusi dengan baik. Banyak
mahasiswa yang berusaha menanyakan apa saja yang digolongkan unsur
intrinsik pada novel dan dosen pengampu memberikan penjelasan. Dosen
pengampu pada sepuluh menit terakhir pertemuan memberikan kesempatan
kepada perwakilan kelompok menyampaikan pendapatnya di depan kelas.
Akhirnya setelah lima menit belum ada yang berani maju perwakilan dari
kelompok II berani menyampaikan pendapat kelompok mereka di depan kelas,
mahasiswa masih membaca hasil diskusi mereka. Setelah perwakilan kelompok
ini maju maka dosen pengampu mengakhiri pertemuan dengan memberikan
tugas agar berdiskusi mengenai novel dengan membaca novel itu secara utuh.
Siklus pertama tindakan pada pertemuan ketiga dapat dikemukakan bahwa
pembelajaran berlangsung agak menarik. Mahasiswa berusaha mengkonstruksi jalan
pemikirannya untuk membuat tugas yang diberikan dosen pengampu pada waktu
tindakan berlangsung. Gambaran ini dapat terlihat pada vignet berikut.
3. Observasi
Setelah dilakukan praktik membaca karya sastra dengan pendekatan PPK, peneliti
dan kolaborator melakukan monitoring (pemantauan) dan evaluasi terhadap jalannya
perlakuan tindakan. Hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi
ini meliputi dampak tindakan terhadap proses pembelajaran (keberhasilan proses) dan
dampak tindakan terhadap hasil pembelajaran (keberhasilan produk).
Pertemuan ketiga Senin 1 November 2010 perwakilan kelompok berhasil
mengemukakan hasil diskusi mereka. Mereka membuat sinopsis dari novel dan
mengemukakan penokohan yang ada pada novel, meskipun sebagian besar dari
mereka masih membacakan catatan yang telah mereka buat pada diskusi
sebelumnya. Selanjutnya aktivitas berlanjut dan ditujukan kepada masing-
masing individu yakni dengan penugasan dari dosen pengampu untuk
menceritakan kembali novel yang telah mereka baca. Pada akhir pertemuan ini
ada dua mahasiswa yang berhasil menceritakan kembali novel tersebut yakni
Nardo yang bercerita “Novel ini diawali dengan datangnya siswi baru di sekolah
yang bernama Ratna. Ratna seorang gadis cantik namun ada seorang cowok
yang tidak memperhatikan dirinya sama sekali yakni Galih. Selanjutnya cerita
berlanjut dengan kisah percintaan antara Galih dan Ratna. Oleh karena
perbedaan strata sosial antara keduanya maka cinta tersebut mengalami
banyak halangan...” Namun oleh karena keterbatasan mahasiswa maka cerita
tersebut diselesaikan sampai di situ. Namun oleh mahasiswa yang lain
disambut dengan meriah oleh karena temannya telah berhasil menceritakan
kembali novel yang telah mereka baca.
(1) Keberhasilan Proses
Dari pemantauan yang telah dilakukan oleh peneliti dan kolaborator,
menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan telah sesuai dengan rencana dan telah
menunjukkan terjadinya perubahan (peningkatan) keadaan dari perilaku subjek
yang diinginkan pada rata-rata kelas.
Perubahan tersebut ditandai dengan tumbuhnya sikap positif mahasiswa
untuk menggemari karya sastra khususnya novel. Penumbuhan sikap positif
tersebut dapat dilihat dari reaksi mahasiswa ketika membaca novel yang telah
disajikan oleh dosen pengampu. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
mahasiswa mereka mengatakan tertarik dan senang dengan kegiatan apresiasi
sastra (novel) seperti ini. Dengan alasan: baru sekarang ini/dalam kegiatan
apresiasi sastra ini mahasiswa membaca novel (12 mahasiswa), novel yang telah
disajikan oleh dosen pengampu sangat menarik dan menyentuh perasaan (5
mahasiswa), menganalisis unsur karya sastra ternyata kegiatan yang sangat
mengasyikkan (3 mahasiswa), dan merasa tertantang untuk dapat mengapresiasi
karya sastra melalui pendekatan PPK (3 mahasiswa).
Pada saat diadakan diskusi kelas dalam kegiatan apresiasi sastra khususnya
novel dengan pendekatan PPK ini, mahasiswa terlihat enjoy, aktif, dan
bersemangat dalam mengajukan pertanyaan maupun tanggapannya serta
membahas materi yang telah diajukan oleh dosen pengampu. Situasi kelas nampak
semakin hidup ketika pendapat dan tanggapan yang diajukan antara mahasiswa itu
berbeda. Didukung oleh kompetensi yang dimiliki dosen pengampu (sebagai
kolaborator) dalam mengajarkan apresiasi sastra, reaksi yang berbeda dari
beberapa mahasiswa ini dapat diselesaikan dengan baik. Strategi komunikasi yang
diterapkan adalah dosen pengampu memberikan kebebasan kepada mahasiswa
untuk berekspresi sesuai dengan keinginannya.
Masalah yang dihadapi ketika pada awal dimulainya kegiatan apresiasi sastra
ini, sebagian mahasiswa ribut dan sibuk dengan aktifitas sendiri karena
keterbatasan media ajar, namun setelah dibagi dengan kelompok-kelompok dan
setiap kelompok mendapatkan satu novel mahasiswa mulai tenang. Mahasiswa
pun terlihat aktif dalam kegiatan pembelajaran dan nampak memperhatikan dosen
pengampu yang telah mulai menerangkan langkah-langkah yang akan ditempuh
dalam praktik apresiasi sastra dengan pendekatan PPK.
(2) Keberhasilan Produk
Penerapan strategi dalam pembelajaran sastra mempermudah ketrampilan
dalam mengapresiasi sastra (39 mahasiswa) dan 1 mahasiswa menyatakan
kadang-kadang serta tidak satu pun mahasiswa yang memberikan pernyataan
tidak.
Dari hasil pengamatan dan evaluasi yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa hampir semua mahasiswa dapat mengikuti dan menikmati kegiatan praktik
apresiasi sastra yang telah dilakukan di kelas. Perubahan hasil belajar yang
dicapai oleh mahasiswa dalam kegiatan apresiasi sastra khususnya novel tampak
dari kemampuan mahasiswa dalam mengenali, memahami, dan menilai novel
yang telah di sajikan. Setelah perlakuan tindakan sebanyak 3 kali kegiatan
kemampuan membaca karya sastra melalui pendekatan PPK, menunjukkan
terjadinya pengembangan sikap yang positif.
Tugas untuk membuat catatan kecil mengenai para tokoh, penokohan,
latar/setting untuk mempermudah memahami isi yang terkandung dalam novel
yang disajikan rupanya mendapat tanggapan yang baik dari mahasiswa. Dari 40
mahasiswa (29 mahasiswa) menyatakan “ya” dalam artian membuat catatan untuk
mempermudah pemahaman novel yang dibaca, dan (9 mahasiswa) menyatakan
kadang-kadang membuat catatan, serta (2 mahasiswa) tidak melakukan hal
tersebut.
Membaca novel yang dilakukan dengan hati-hati dan teliti serta menggunakan
intonasi yang tepat untuk memahami dengan jelas isi atau makna yang terkandung
dalam novel yang dibaca. Dari (24 mahasiswa) menyatakan “ya”, (15 mahasiswa)
menyatakan kadang-kadang melakukan membaca dengan hati-hati dan teliti untuk
mengetahui makna yang terkandung dalam novel dan (1 mahasiswa) menyatakan
tidak melakukan membaca dengan hati-hati dan teliti.
Tugas-tugas lain yang diberikan oleh dosen pengampu seperti halnya
menemukan tema, mencari tokoh-tokoh dalam novel dan menceritakan kembali
novel yang telah dibaca telah mendapatkan tanggapan yang baik dari mahasiswa.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap tugas-tugas yang diberikan, sebagian besar
mahasiswa sudah dapat mengerjakan dengan baik.
Melalui penerapan pendekatan PPK dalam kegiatan praktik apresiasi sastra,
mahasiswa juga diajak untuk dapat memberikan reaksi terhadap novel yang telah
disajikan dengan memberikan penilaian atau tanggapan terhadap novel yang
dibacanya. Reaksi dari kegiatan tersebut adalah mahasiswa diberikan kebebasan
untuk memberikan tanggapan atau kesan terhadap novel yang disajikan. Dari (29
mahasiswa) selalu memberikan kesan dan tanggapannya terhadap novel yang
dibacanya dan (11 mahasiswa) menyatakan kadang-kadang saja. Tanggapan
secara lisan dalam diskusi kelas maupun tanggapan yang diberikan secara tertulis
ini telah menunjukkan perkembangan sikap yang lebih baik untuk menghargai dan
menilai karya sastra khususnya novel.
Penerapan pendekatan PPK dalam pembelajaran sastra khususnya dalam
kegiatan apresiasi sastra ini telah mendapatkan respon yang positif dari
mahasiswa. Dari (32 mahasiswa) menyatakan setelah mendapatkan tugas
mengapresiasi karya sastra khususnya novel dengan pendekatan PPK ini lebih
memahami dan mengenal novel, (8 mahasiswa) menyatakan agak memahami
dan mengenal novel, serta tidak satu pun mahasiswa yang memberikan pernyataan
tetap tidak memahami dan mengenal novel.
Manfaat yang diperoleh melalui kegiatan praktik apresiasi sastra khususnya
novel, (25 mahasiswa) menyatakan meningkatkan pemahaman dan keterampilan
atau kemampuan apresiasi sastra, khususnya novel, dan (15 mahasiswa)
menyatakan agak meningkatkan pemahaman dan kemampuan apresiasi sastra.
Dalam melaksanakan praktik apresiasi sastra dengan pendekatan PPK ini, 4
mahasiswa menyatakan masih kesulitan, 13 mahasiswa menyatakan agak
kesulitan, dan 23 mahasiswa menyatakan tidak mengalami kesulitan saat
melaksanakan tugas mengapresiasi karya sastra dari dosen pengampu.
4. Refleksi
Di dalam refleksi, peneliti dan kolaborator melakukan analisis dan memahami
hasil perlakuan tindakan siklus I. Setelah dilakukan perlakuan tindakan dengan
penerapan pendekatan PPK sebanyak 5 kali, peneliti dan kolaborator menentukan
terjadinya penumbuhan sikap yang lebih positif terhadap kegiatan praktik apresiasi
sastra dan terjadi peningkatan kemampuan berapresiasi sastra relatif sedikit.
Mahasiswa yang masih kesulitan dalam mengikuti kegiatan apresiasi sastra
berjumlah 4, 13 mahasiswa menyatakan agak kesulitan, dan 23 mahasiswa lainnya
menyatakan tidak kesulitan. Hal yang menyebabkan mereka kesulitan dalam
mengikuti kegiatan apresiasi sastra khususnya novel ini karena tahap-tahap yang
disajikan dalam penerapan pendekatan PPK secara berkesinambungan. Dengan
demikian, mahasiswa harus aktif mengikuti pembelajaran dan harus memperhatikan
penjelasan dari dosen pengampu.
Berdasarkan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan peneliti dan kolaborator,
kendala yang muncul tidak berarti mahasiswa malas melakukan kegiatan apresiasi
sastra. Dari 32 mahasiswa menyatakan lebih memahami dan mengenal novel dan 8
mahasiswa yang lainnya menyatakan agak memahami dan mengenal novel setelah
mendapatkan tugas mengapresiasi novel. Beberapa hal yang dianggap sulit dalam
kegiatan apresiasi karya sastra khususnya novel dengan menggunakan pendekatan
PPK ini antara lain: (mahasiswa boleh menjawab lebih dari satu).
(1) Analisis plot (15 mahasiswa) alasannya, karena ada bermacam-macam alur. Ada
alur maju, alur mundur dan alur campuran, sehingga sulit untuk menentukan
termasuk alur mana novel yang dibacanya; sulit dipahami; selalu berubah-ubah
atau acak; sulit menentukan ceritanya itu dimulai dari mana; kadang-kadang
alurnya membingungkan; harus membaca novel secara keseluruhan sampai
paham.
(2) Analisis latar (2 mahasiswa) alasannya, sulit membayangkan jika ceritanya
mengenai kejadian di masa lampau (zaman dahulu kala); kesulitan menentukan
latar sosialnya.
(3) Analisis tokoh (1 mahasiswa) alasannya, kadang-kadang ada tokoh yang
mempunyai peran ganda mula-mula tokoh itu baik kemudian berubah menjadi
tokoh jahat dan berubah lagi menjadi tokoh yang baik lagi.
(4) Memberitahukan tanggapan terhadap isi novel (15 mahasiswa) alasannya, karena
bahasannya sulit dipahami; sulit memahami gaya bahasa yang digunakan oleh
pengarang; perlu membaca novel secara keseluruhan; tidak semua novel
menggunakan bahasa yang mudah dipahami; adanya penggunaan kata yang sulit
dimengerti maknanya; kadang-kadang tanggapan pembaca yang satu berbeda
dengan pembaca yang lainnya.
(5) Menentukan tema (29 mahasiswa) alasannya, karena harus paham betul isi dari
novel yang dibaca; kadang-kadang ceritanya membingungkan, karena pembaca
harus mengetahui apa yang sesungguhnya diungkapkan oleh pengarang serta apa
maksud pengarang; terlalu banyak kesamaan dari cerita yang muncul sehingga
sulit menentukan temanya; kurang mampu menentukan gagasan utamanya serta
kurang cermat memilih kalimat yang berfungsi sebagai pengukur untuk
menentukan tema; kadang-kadang di dalam novel ada beberapa hal yang
diceritakan secara bersamaan sehingga sulit menentukan yang mana yang
termasuk tema.
Cara yang ditempuh oleh mahasiswa untuk mengatasi kesulitan atau hambatan
yang dialami dalam kegiatan apresiasi sastra adalah dengan cara mengulangi membaca
novel dengan hati-hati dan teliti sehingga paham maksudnya (25 mahasiswa),
berdiskusi dengan teman (14 mahasiswa), berdiskusi dengan dosen pengampu (4
mahasiswa), bertanya kepada teman (13 mahasiswa), bertanya kepada dosen
pengampu (12 mahasiswa), meminta pendapat orang lain (1 mahasiswa), mencari
makna dari kata-kata yang sulit atau tidak tahu artinya (2 mahasiswa), dan membuat
catatan kecil ( 8 mahasiswa).
Berdasarkan data tersebut di atas, masih terlihat kurangnya kemampuan
mahasiswa menerapkan tahapan pendekatan PPK dalam kegiatan praktik apresiasi
sastra khususnya novel. Oleh karena itu, pada siklus II peneliti dan kolaborator
berusaha meningkatkan kemampuan apresiasi sastra pada mahasiswa. Salah satu cara
yang akan ditempuh adalah menambah variasi media yaitu memutarkan film yang
diangkat dari sebuah novel mengingat pada siklus I media yang digunakan sangat
terbatas sehingga mahasiswa harus menunggu temannya selesai membaca baru dia
mendapatkan gilirannya, sehingga kebanyakan mahasiswa mengemukakan alasan
dalam kesulitannya yaitu mengulangi membaca novel dengan hati-hati dan teliti. Perlu
diketahui bahwa novel yang disajikan pada siklus I adalah 1 kelompok yang terdiri
dari 8 mahasiswa hanya mendapatkan 1 buah novel.
Untuk mengatasi kesulitan lain yang dihadapi oleh mahasiswa, dosen pengampu
selaku kolaborator dengan peneliti akan menyediakan waktu dan kesempatan kepada
mahasiswa baik dalam jam pembelajaran maupun di luar jam pembelajaran mengingat
sebagian mahasiswa juga menyatakan untuk mengatasi kesulitannya mereka
menyatakan akan bertanya dan berdiskusi dengan dosen pengampu. Dengan demikian
semua kesulitan mahasiswa akan dapat teratasi dengan mudah.
4.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus II
1. Perencanaan Tindakan Siklus II
(1) Tujuan
Berdasarkan pelaksanaan tindakan siklus pertama dapat diketahui bahwa
mahasiswa belum begitu paham langkah-langkah dalam mengapresiasi novel dan
belum mampu mengungkapkan hasil diskusi mereka, maka siklus ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berapresiasi sastra.
(2) Penyusun
Nia Ulfa Martha, M.Pd. sebagai peneliti dan M. Haryanto sebagai kolaborator.
(3) Waktu pelaksanaan tindakan
Lima kali pertemuan selama dua minggu.
(4) Rancangan langkah-langkah tindakan
a. Penentuan materi ajar dengan mempersiapkan novel.
b. Pelaksanaan praktik apresiasi sastra dengan pendekatan PPK.
2. Implementasi Tindakan
(1) Tujuan
Pelaksanaan tindakan untuk meningkatkan kemampuan apresiasi sastra bagi
mahasiswa.
(2) Peneliti : Nia Ulfa Martha, M.Pd.
Kolaborator : M. Haryanto, S.Pd.
Pemantau : Peneliti dan kolaborator.
Subjek : Mahasiswa kelas pagi A semester 3 Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL.
(3) Langkah-langkah tindakan
a. Penyajian materi kegiatan apresiasi sastra berupa film yang diangkat dari
sebuah novel yang telah disiapkan.
b. Penugasan praktik apresiasi sastra dengan pendekatan PPK.
a) Menyaksikan film yang diangkat dari novel Salah Asuhan yang disajikan
oleh dosen pengampu.
b) Membuat catatan kecil atau catatan penting.
c) Menemukan gagasan pokok atau tema dari novel.
d) Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel.
e) Memparafrasekan atau menceritakan kembali secara lisan dengan singkat
dan jelas.
f) Memberikan tanggapan secara tertulis atas novel yang disajikan oleh
dosen pengampu.
c. Diskusi kelas.
d. Evaluasi.
(4) Waktu
Lima kali pertemuan selama dua minggu.
Pembelajaran pada tindakan siklus kedua ini dilakukan dengan variasi media berupa
penggunaan film yang skenarionya didasarkan pada novel Salah Asuhan. Pelaksanaan
proses pembelajaran ini merupakan variasi metode pembelajaran apresiasi sastra agar
pelajaran ini lebih menarik dan tidak membosankan bagi mahasiswa. Pembelajaran
berlangsung dalam 5 kali pertemuan dalam dua minggu dengan pembagian 2 kali
pertemuan untuk menyaksikan film dan tiga kali pertemuan untuk melakukan apresiasi
terhadap novel yang diangkat menjadi skenario film ini. Pelaksanaan tindakan pada siklus
ini digambarkan dalam vignet berikut, yang berdasarkan pada catatan harian.
Selanjutnya, pada pertemuan kedua mahasiswa diberi kesempatan untuk melanjutkan
kegiatan menonton film agar dapat menyaksikan secara utuh jalan cerita dari film Salah
Asuhan ini. Pertemuan ini selanjutnya digambarkan dalam vignet berdasarkan catatan
observasi.
Pertemuan pertama tanggal 2 November 2010 mahasiswa diajak oleh dosen
pengampu untuk berpindah dari kelas menuju laboratorium bahasa. Mahasiswa
menyambut gembira perlakuan ini sebagian besar dari mereka senang karena
proses pembelajaran tidak berlangsung di kelas. Kegiatan berlangsung dibantu
dengan petugas laboratorium untuk memutar film yang diangkat dari novel Salah
Asuhan. Pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menyimak,
mencermati, dan memperhatikan sehingga mereka mampu memberikan catatan
mengenai film baik itu dari alur, penokohan, dan latar yang ada. Pada pelaksanaan
ini mahasiswa sangat antusias dalam proses pembelajaran. Mahasiswa sangat
memperhatikan film yang diputar dan mereka mampu membuat catatan atas cerita
film. Selain itu juga mereka memberikan komentar atas perbuatan yang dilakukan
oleh tokoh protagonis yang ada. Mereka begitu menikmati pemutaran film hingga
ketika pertemuan pertama berakhir dan harus memotong jalannya film mereka
kecewa. Untuk menutup kekecewaan tersebut dosen pengampu menugaskan
mahasiswa untuk berdiskusi sesuai kelompok pada pertemuan sebelumnya. Setelah
berdiskusi satu perwakilan dari kelompok mengemukakan penokohan yang ada
pada film Salah Asuhan.
Untuk memberikan variasi setelah belajar di laboratorium bahasa pada pertemuan
ketiga siklus kedua tindakan ini dosen pengampu memindahkan kegiatan belajar
mengajar di perpustakaan, selanjutnya dosen pengampu memerintahkan mahasiswa untuk
mempersiapkan tanggapan mereka mengenai novel yang dijadikan skenario film tersebut.
Tugas ini dilaksanakan secara individu. Gambaran pertemuan ini dapat dibaca pada
vignet berikut.
Pertemuan ketiga berlangsung dengan kegiatan diskusi mengenai hasil catatan mereka
setelah melihat film Salah Asuhan. Pertemuan berlangsung sangat marak. Mahasiswa
telah lebih mampu melakukan apresiasi terhadap novel dengan bantuan film sebagai
media. Mahasiswa telah berhasil menghayati novel dengan menceritakan kembali
mengenai penokohan, latar, dan alur dari novel tersebut. Sebagian besar mahasiswa
mengungkapkan hasilnya dengan antusias keberhasilan proses ini dapat dilihat melalui
beraninya dua mahasiswa yang pada pertemuan sebelumnya belum mengungkapkan
pendapatnya di depan teman-teman. Pertemuan terkadang diiringi dengan canda karena
teman mereka yang mengungkapkan pendapatnya dengan menarik dan dengan
menirukan tingkah laku dari tokoh yang ada di film.
Pertemuan kedua berlangsung pada hari Rabu tanggal 3 November 2010 dan bertempat
di laboratorium bahasa dengan melanjutkan pemutaran film Salah Asuhan. Dosen
pengampu memerintahkan kepada mahasiswa untuk menyimak. Pada pertemuan ini
mahasiswa diharapkan mampu menyimak, mencermati, dan memperhatikan sehingga
mereka mampu memberikan catatan mengenai film baik itu dari alur, penokohan, dan
latar yang ada. Pada pelaksanaan ini mahasiswa sangat antusias dalam proses
pembelajaran. Mahasiswa sangat memperhatikan film yang diputar dan mereka mampu
membuat catatan atas cerita film. Selain itu juga mereka memberikan komentar atas
perbuatan yang dilakukan oleh tokoh protagonis yang ada. Selanjutnya mahasiswa
ditugaskan untuk berdiskusi membahas unsur intrinsik yang ada pada film Salah Asuhan.
Pada kesempatan ini mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya mengenai penokohan, alur, latar, dan tema yang ada pada film tersebut.
Pertemuan keempat pada pelaksanaan tindakan siklus kedua diawali dengan memberikan
kesempatan pada mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya di depan kelas,
selanjutnya pembelajaran dilakukan dengan melakukan refleksi kegiatan siklus dua.
3. Observasi
Hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan observasi (monitoring dan pemantauan)
pada siklus II ini meliputi dampak perlakuan tindakan terhadap proses belajar dan
dampak perlakuan tindakan terhadap hasil belajar.
(1) Keberhasilan Proses
Dari hasil pemantauan, kegiatan apresiasi sastra pada siklus II ini telah
menunjukkan adanya perubahan sikap yang positif. Kemampuan mahasiswa
mengerjakan tugas baik tertulis maupun lisan dalam kegiatan apresiasi sastra ini
juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pada perlakuan tindakan
siklus II ini, peneliti dan kolaborator menyediakan media pembelajaran dengan
cara memutarkan film yang diangkat dari sebuah novel dan menggunakan media
laboratorium bahasa.
Sebagian besar mahasiswa merespon penyediaan media dengan baik.
Mahasiswa tidak harus belajar di dalam kelas tetapi di laboratorium bahasa. Jadi
mahasiswa tidak merasa jenuh bahkan mahasiswa merasa enjoy sekali. Proses
belajar mengajar semakin hidup karena tanggapan-tanggapan yang diberikan
mahasiswa mulai kritis dan bervariasi. Sebagian besar mahasiswa mulai berani
menunjukkan kemampuan yang dimiliki dalam memberikan tanggapan dari
materi yang telah disajikan.
Proses pembelajaran menjadi lebih komunikatif. Di sini dosen pengampu
berperan sebagai fasilitator dan moderator dalam kegiatan apresiasi sastra. Sikap
dosen pengampu yang demikian dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
dan kebebasan kepada mahasiswa agar berani dan mampu mengungkapkan
seluruh pikiran, perasaan, gagasan, dan pesan dalam membahas materi yang
disajikan pada diskusi kelas. Selanjutnya dipaparkan bagaimana diskusi
berlangsung dalam vignet berikut.
Adapun kendala yang dihadapi pada pelaksanaan tindakan siklus II ini
adalah terbatasnya persediaan jam pembelajaran. Untuk itu langkah yang
ditempuh adalah dosen pengampu memberikan instruksi agar pemanfaatan
waktu yang seefisien mungkin sehingga semua tugas mahasiswa dapat
diselesaikan dengan baik.
(2) Keberhasilan Produk
Penggunaan media pembelajaran yang berupa kaset VCD dan
laboratorium bahasa dinilai sangat efektif. Dengan media ini mempermudah
Mahasiswa yang bernama Nardo menyampaikan hasil diskusi kelompok di
depan kelas Arina memaparkan tentang penokohan yang ada pada novel “Salah
Asuhan”. Hasil pemaparannya “Tokoh yang ada dalam novel ini adalah Hanafi,
Corrie, Rafiah dan Ibu Hanafi dalam novel ini Hanafi seorang pemuda
Minangkabau yang disekolahkan di HBS, namun hasil pendidikan ini menjadikan
Hanafi tidak menyukai lagi budaya Minang ini terbukti dengan meninggalkan
istri yang telah dipilih oleh ibunya. Corrie adalah seorang keturunan campuran
Indonesia-Belanda yang memiliki masa depan yang baik namun karena
pendidikannya dipengaruhi oleh kebudayaan barat maka Ibu Hanafi
menolaknya. Oleh karena kenekatan keduanya akhirnya keduanya menderita
hingga akhir cerita.” Teman dari kelompok lain menambahkan bahwa Hanafi
pada akhirnya sadar bahwa kebudayaan sendiri merupakan sesuatu yang
sangat luhur dan tidak boleh diingkari begitu saja.
mahasiswa dalam menikmati karya sastra dengan leluasa. Kemampuan
mahasiswa dalam mengapresiasi karya sastra menunjukkan peningkatan yang
cukup berarti. Di sini mahasiswa dituntut untuk mampu memahami maksud
pengarang dalam hal ini “sutradara” sehingga mahasiswa mampu memberikan
pesan atau tanggapan dari film yang telah diperhatikannya dalam pembelajaran
tersebut. Mahasiswa juga dituntut untuk mengenali semua unsur yang
terkandung dalam penceritaan tersebut. Hal ini terjadi karena kadang-kadang
alur ceritanya sering membingungkan mahasiswa, selain itu tanggapan dari
mahasiswa yang satu biasanya tidak sama dengan mahasiswa yang lain. Oleh
karena itu, ketelitian dan kecermatan mahasiswa dalam menyimak tayangan film
dari sebuah novel sangat berpengaruh terhadap hasil analisis.
Upaya dosen pengampu dalam memberikan motivasi mahasiswa agar
dapat berapresiasi sastra dengan baik adalah dengan cara mencarikan media ajar
yang cocok dan disenangi oleh mahasiswa. Dalam hal ini media film yang
diangkat dari novel Salah Asuhan karya Abdul Muis telah mendapat tanggapan
positif dari sebagian besar mahasiswa. Hal ini terbukti dari hasil refleksi,
menurut mereka setelah melihat film Salah Asuhan di layar kaca perasaannya
menjadi peka (6 mahasiswa), menambah semangat dan percaya diri untuk dapat
mengapresiasikan karya sastra khususnya novel dengan baik (20 mahasiswa),
mendorong untuk lebih menyenangi kegiatan apresiasi sastra (14 mahasiswa).
Metode yang ditempuh berdampak positif, sebagian besar (32
mahasiswa) menunjukkan perubahan yang baik ketika mendapatkan giliran
untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam novel Salah Asuhan melalui
film. Akan tetapi, masih ada juga beberapa mahasiswa yang tidak menghiraukan
instruksi dari dosen pengampunya. Penyampaian pesan dari film yang dinikmati
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, menurut mereka hal ini terjadi
karena tidak dapat mengawali cerita atau memulai dari mana (4 mahasiswa),
kurang percaya diri menyampaikan tanggapannya di depan kelas (2 mahasiswa),
grogi karena ditertawakan teman-temannya (2 mahasiswa). Untuk mengatasi
kendala tersebut, dosen pengampu menyuruh mahasiswa agar mendengarkan
dan menyimak dengan baik saat temannya maju ke depan kelas menyampaikan
tanggapan dari film yang telah dinikmatinya. Mahasiswa yang belum mampu
menyampaikan tanggapannya tadi akan mendapatkan giliran pada pertemuan
berikutnya.
a. Sikap mahasiswa yang memberikan respon positif terhadap kegiatan
apresiasi sastra ini, tampak pada data berikut (mahasiswa menjawab lebih
dari satu).
b. Mahasiswa senang terhadap pendekatan PPK yang telah diberikan oleh
dosen pengampu dalam kegiatan apresiasi sastra.
c. Senang sekali, karena pendekatan PPK sangat cocok diterapkan dalam
pembelajaran sastra khususnya kegiatan apresiasi sastra tentang novel (3
mahasiswa).
d. Senang, karena belajar sastra dengan pendekatan PPK ini mudah diikuti dan
sangat menyenangkan (17 mahasiswa).
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan media yang
bervariasi dalam hal ini pemutaran film yang diangkat dari novel berjudul Salah
Asuhan karya Abdul Muis sebagian besar mahasiswa masih banyak mengalami
kesulitan dalam mengapresiasikan unsur-unsur sastra (novel). Hal ini tampak
sebagian mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan tema (26
mahasiswa) dan (8 mahasiswa) menyatakan masih mengalami kesulitan dalam
menentukan latar cerita.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, dosen pengampu memberi instruksi
mahasiswa untuk mendiskusikan permasalahan yang ada dan menanyakan
kepada dosen pengampu maupun temannya. Instruksi ini mendapat respon
positif dari mahasiswa sebagaimana tampak pada data (wawancara) bahwa 15
mahasiswa selalu bertanya kepada dosen pengampu jika menemukan kalimat-
kalimat yang sulit dipahami dan selalu menjawab pertanyaan dosen pengampu,
11 mahasiswa bertanya kepada teman, dan mahasiswa memilih diam. Selain itu
mahasiswa tetap memanfaatkan kegiatan belajar kelompok untuk mendiskusikan
permasalahan yang dihadapi dalam mengapresiasi sastra (novel). Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh mahasiswa bahwa (15 mahasiswa) menyatakan
selalu memanfaatkan kegiatan belajar kelompok untuk berdiskusi karena
dianggap sangat efektif dan (25 mahasiswa) menyatakan bahwa kurang
memanfaatkan kegiatan belajar kelompok untuk berdiskusi karena dianggap
kurang efektif. Mengingat anggota kelompok jumlahnya masih cukup besar,
meskipun bahan media ajarnya sudah bervariasi.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil pemantauan pada perlakuan tindakan siklus II ini, peneliti dan
kolaborator melakukan analisis dan memaknai hasil perlakuan tindakan pada siklus
II. Setelah diadakan perlakuan tindakan dengan penerapan pendekatan PPK sebanyak
9 kali, peneliti dan kolaborator menentukan terjadinya penumbuhan sikap yang lebih
positif terhadap kegiatan praktik apresiasi sastra (novel) dan terjadi peningkatan
kemampuan berapresiasi sastra.
Masih ada mahasiswa (26 mahasiswa) yang masih menyatakan kesulitan dalam
menentukan tema pada kegiatan apresiasi sastra. Hal yang menyebabkan mereka
mengalami kesulitan dalam menentukan tema pada kegiatan apresiasi sastra ini
karena banyaknya kalimat yang mengecoh pada gagasan pokok sehingga
membingungkan. Artinya mahasiswa harus membaca dengan cermat atas novel yang
dibahas.
Selain itu mahasiswa (8 mahasiswa) masih mengalami kesulitan dalam
menentukan latar/setting khususnya latar sosial yang terdapat dalam novel yang
dibaca (pada siklus II ini) dari film yang dilihatnya. Penyebab kesulitan dalam
menentukan latar sosial adalah banyaknya budaya masyarakat yang melatarbelakangi
cerita.
Berdasarkan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan peneliti dan kolaborator,
dari kendala yang muncul itu tidak berarti mahasiswa enggan atau malas atau tidak
menyenangi dalam melakukan kegiatan apresiasi sastra dengan penerapan
pendekatan PPK ini. Mahasiswa menyatakan sangat setuju dengan pernyataan (20
mahasiswa), setuju dengan pernyataan (19 mahasiswa), dan kurang setuju dengan
pernyataan (1 mahasiswa). Hal itu berarti bahwa mahasiswa tidak enggan
melaksanakan kegiatan apresiasi sastra.
Mahasiswa mulai paham tentang pendekatan PPK dalam kegiatan apresiasi
sastra setelah mendapatkan pelajaran dari dosen pengampu, yang menyatakan sangat
setuju dengan pernyataan (3 mahasiswa), setuju dengan pernyataan (36 mahasiswa),
dan kurang setuju dengan pernyataan (1 mahasiswa).
Media yang bervariasi yang dipergunakan oleh dosen pengampu dalam
pembelajaran sastra melalui pendekatan PPK ternyata sangat menarik bagi
mahasiswa. (24 mahasiswa) menanggapi sangat setuju dengan pernyataan tersebut,
(16 mahasiswa) setuju dengan pernyataan tersebut, dan tidak satu pun mahasiswa
yang menyampaikan tanggapannya kurang atau tidak setuju.
Media yang bervariasi yang dipergunakan oleh dosen pengampu dalam
pembelajaran sastra khususnya kegiatan apresiasi sastra melalui pendekatan PPK
membuat suasana kelas menjadi enjoy dan membuat mahasiswa tidak merasa jenuh.
Diungkapkan oleh mahasiswa sangat setuju dengan pernyataan (33 mahasiswa) dan
setuju dengan pernyataan (7 mahasiswa).
Penggunaan media yang bervariasi membuat mahasiswa menyukai pelajaran
sastra khususnya dalam kegiatan apresiasi sastra tentang novel. Mahasiswa sangat
setuju dengan pernyataan (16 mahasiswa), setuju dengan pernyataan (22 mahasiswa),
dan kurang setuju dengan pernyataan (2 mahasiswa).
Mahasiswa menyatakan sangat setuju dengan pernyataan (8 mahasiswa), setuju
dengan pernyataan (26 mahasiswa), dan (6 mahasiswa) lainnya kurang setuju dengan
pernyataan.
Penerapan pendekatan PPK dalam kegiatan apresiasi sastra ini menambah
pengalaman mahasiswa dalam berapresiasi sastra. Dari 40 mahasiswa menyatakan
sangat setuju dengan pernyataan (18 mahasiswa), dan setuju dengan pernyataan (22
mahasiswa) serta tidak satu pun mahasiswa yang menyatakan kurang atau tidak
setuju dengan pernyataan.
Pada penggunaan media ajar berupa kaset VCD (mengenai film yang diangkat
dari sebuah novel) dalam kegiatan apresiasi sastra baru pertama kali ini dikenal oleh
mahasiswa di kampus. Mahasiswa menanggapi sangat setuju dengan pernyataan (24
mahasiswa), setuju dengan pernyataan (12 mahasiswa), dan (4 mahasiswa)
menyatakan kurang setuju dengan pernyataan.
Kegiatan apresiasi sastra dengan pendekatan PPK ini perlu dilaksanakan di
universitas. Hal tersebut ditanggapi oleh mahasiswa bahwa (27 mahasiswa)
menyatakan sangat setuju dengan pernyataan tersebut, dan (13 mahasiswa)
menyatakan setuju dengan pernyataan, serta tidak satu pun mahasiswa yang
memberikan tanggapannya kurang atau tidak setuju dengan pernyataan.
Dari data tersebut di atas, ternyata masih terlihat kurangnya kemampuan
mahasiswa dalam menentukan tema dan latar sosial dari novel yang dibaca atau film
yang ditonton dalam kegiatan apresiasi sastra melalui penerapan pendekatan PPK.
Oleh karena itu, peneliti dan kolaborator berusaha meningkatkan kemampuan
apresiasi sastra (novel) mahasiswa. Salah satu langkah yang ditempuh adalah
menyediakan referen yang sesuai dengan situasi dan kondisi mahasiswa pada masa
sekarang. Kemudian memperkecil jumlah kelompok dengan cara menambah referen
dalam hal ini novel, sehingga dengan kelompok kecil itu diharapkan mahasiswa
dapat membaca dengan leluasa dan cermat serta lebih teliti. Dengan demikian,
mahasiswa lebih mudah menyimak dan menyerap isi novel yang dibacanya sehingga
tidak ada kesulitan lagi dalam menentukan tema dan latar sosial yang selama ini
masih menjadi kendala mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan apresiasi sastra. Di
samping itu dosen pengampu akan selalu menyediakan waktu untuk berdiskusi
kepada mahasiswa yang membutuhkannya.
4.2 Upaya Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra dengan Metode Pembelajaran
Kontekstual
Alat ukur yang dipergunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan apresiasi
sastra (novel) mahasiswa kelas pagi A semester 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia FKIP UNIKAL baik sebelum dan sesudah implementasi tindakan adalah
tes. Dalam penelitian tindakan kelas ini akan disajikan hasil tes apresiasi sastra (novel) dari
pretes hingga postes. Hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.
Deskripsi nilai pre tes dan pos tes kemampuan apresiasi sastra mahasiswa kelas pagi
A semester 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP UNIKAL
No.
NPM
Nama Mahasiswa
P/L
Nilai Tes Apresiasi
Sastra (Novel)
Pretes Postes
1.
2.
3.
09.0166.H
09.0167.H
09.0169.H
Nardo
Arina Suwandi
Tri Wahyuningsih
L
P
P
60,0
63,3
66,7
83,3
80,0
76,7
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
09.0170.H
09.0172.H
09.0176.H
09.0178.H
09.0179.H
09.0180.H
09.0185.H
09.0186.H
09.0187.H
09.0188.H
09.0189.H
09.0190.H
09.0191.H
09.0192.H
09.0193.H
09.0194.H
09.0195.H
09.0196.H
09.0197.H
09.0199.H
09.0200.H
09.0201.H
09.0202.H
09.0203.H
09.0204.H
Eti Etmawati
Ircham Musyadad
Suci Hendika April
Khilya Walida
Larasati
Endang Krisdiyana
Riyanto
Septina Rulyani
Ika Febri Astuti
Fauziyah
Chamdi Aziz
Yuli Setiawan
Anik Wijayanti
Nisa‟a Afdila
Dwi Purnamasari
Ujang Jaelani
Moh Sidik Purwanto
Vigur Romi Hutama
Luluk Maulida
Dewi Prawita Sari
Rudi Yuniarto
Isti Dwi Yunita
Ika Meilina
Dwi Werdiningsih
Rini Sulistiani
P
L
P
P
P
P
L
P
P
P
L
L
P
P
P
L
L
L
P
P
L
P
P
P
P
66,7
66,7
70,0
66,7
76,7
70,0
70,0
66,7
63,3
63,3
73,3
70,0
63,3
60,0
66,7
66,7
63,3
63,3
70,0
70,0
63,3
63,3
60,0
70,0
73,3
83,3
76,7
83,3
80,0
83,3
80,0
76,7
83,3
83,3
80,0
83,3
73,3
76,7
76,7
83,3
83,3
80,0
76,7
76,7
83,3
73,3
83,3
80,0
83,3
76,7
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
09.0205.H
09.0207.H
09.0208.H
09.0209.H
09.0210.H
09.0212.H
09.0213.H
09.0214.H
09.0215.H
09.0216.H
09.0217.H
09.0218.H
Tri Mei Pujiastuti
Isaurra Agustina
Mandon Wibowo
Tri Susanti
Siti Nurfiana
Umi Masithoh
Zaenul Huda
Masfiyulhaq
Abdurrakhman Hadiy
Wijayanti Rahayu
Wahyuningsih
Indra Bayu Febriyanto
P
P
L
P
P
P
L
P
L
P
P
L
66,7
66,7
60,0
66,7
66,7
66,7
73,3
60,0
63,3
60,0
60,0
60,0
83,3
83,3
80,0
83,3
83,3
80,0
83,3
76,7
83,3
83,3
80,0
76,7
Jumlah rata-rata kelas 66,00 80,41
Dari tabel 1 di atas, dapat diketahui peningkatan nilai tes kemampuan apresiasi sastra
(novel) mahasiswa dari pra tindakan sampai dengan akhir tindakan (akhir siklus II) pada tes
penjajagan (pre tes) rata-rata nilai tes apresiasi sastra yang diperoleh mahasiswa adalah 66 di
mana skor ini dapat dikategorikan dalam nilai rata-rata cukup. Setelah dikenai tindakan 13
kali tindakan dalam II siklus dengan penerapan Pendekatan PPK, rata-rata nilai tes apresiasi
mahasiswa adalah 80,41, berarti mengalami kenaikan sebesar 21,83 %. Dapat dijelaskan
bahwa ada peningkatan dengan kategorisasi baik.
4.3 Peningkatan Kemampuan Apreasiasi Sastra dengan Metode Pembelajaran
Kontekstual
Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan apresiasi sastra
mahasiswa tentang novel baik sebelum maupun sesudah implementasi tindakan adalah
menggunakan tes. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-rata nilai tes apresiasi sastra
mahasiswa sebelum implementasi tindakan (pre-tes) sebesar 66 sedangkan setelah
implementasi tindakan (pos-tes) rata-rata tes apresiasi sastra mahasiswa sebesar 80,41. Dari
data ini menunjukkan rata-rata nilai tes apresiasi sastra (novel) mahasiswa mengalami
kenaikan sebesar 21,83%.
Aspek-aspek yang diamati pada praktik apresiasi sastra dengan penerapan pendekatan
PPK ini adalah 1. kontruktivisme, realisasi dari tahap ini adalah kegiatan membaca
keseluruhan novel untuk menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terkandung
dalam novel; 2. inquiry, realisasi dari tahap ini adalah mengkomunikasikan atau menyajikan
hasil karya pada teman sekelas, dosen pengampu, atau audien yang lain; 3. questioning,
realisasinya adalah kegiatan membangkitkan mahasiswa untuk bertanya dalam rangka
menggali informasi mengenai novel yang telah dibacanya; 4. learning community, realisasi
dari tahap ini adalah kegiatan belajar kelompok mahasiswa untuk mendiskusikan makna dan
pesan/amanat yang disampaikan oleh pengarang novel, 5. modeling, realisasi dari tahap ini
berupa kegiatan memberi contoh dalam menganalisis serta menyampaikan hasil apresiasi
sastra (novel); 6. refleksi, kegiatan memberi tanggapan/kesan mahasiswa terhadap novel
yang telah dibacanya baik mengenai isi maupun amanat yang disampaikan oleh pengarang;
7. authentic assessment, kegiatan penilaian yang sebenarnya dengan cara tes tertulis (tes
objektif dan esai) dan tes lisan (wawancara).
Keberhasilan kemampuan mahasiswa dalam praktik apresiasi sastra (novel) dengan
pendekatan PPK diperoleh melalui intensitas hasil pekerjaan mahasiswa terhadap tugas-
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu. Analisis dokumen yang berupa lembar tugas
mahasiswa digunakan untuk mengenali daya tangkap mahasiswa terhadap materi (bahan)
yang telah diajarkan. Dengan demikian, peningkatan kemampuan apresiasi sastra mahasiswa
dapat diketahui.
4.3.1 Peningkatan Kemampuan Menemukan Gagasan Pokok Novel (Konstruktivisme)
Kegiatan praktik apresiasi sastra (novel) yang dilakukan pada tahap ini adalah
mahasiswa harus membaca teks novel yang disajikan secara keseluruhan untuk
menemukan tema atau gagasan pokok dari sebuah novel. Hal penting yang harus
diperhatikan mahasiswa dalam kegiatan ini adalah kecermatan dalam membaca teks novel
yang disajikan oleh dosen pengampu. Membaca yang tidak cermat akan mengakibatkan
salah tafsir terhadap makna atau pesan yang terkandung dalam novel, sebaliknya apabila
mahasiswa membaca novel dengan cermat maka mahasiswa akan mudah menangkap dan
memahami maksud pengarang yang terkandung di dalam novel.
Berdasarkan pemantauan peneliti dan kolaborator, pada tahap-tahap awal perlakuan
tindakan kegiatan ini kurang direspon dengan baik oleh sebagian mahasiswa. Sebagian
mahasiswa ada yang tidak memperhatikan dengan seksama intruksi dosen pengampu.
Akan tetapi beberapa kali perlakuan tindakan dari siklus I sampai dengan siklus II, sikap
mahasiswa mulai ada kecenderungan perubahan yang lebih baik. Setiap kali disajikan teks
yang berupa novel, mahasiswa mulai membaca dan mencermatinya dengan baik.(data
keberhasilan proses, siklus I)
Bahan (materi) teks novel yang disediakan dosen pengampu selalu diupayakan yang
menarik bagi mahasiswa. Setiap siklus dalam tindakan, bahan (materi) teks novel yang
disiapkan selalu berbeda. Agar setiap mahasiswa dapat membaca, mencermati, dan
menikmati karya sastra secara langsung, setiap 4 mahasiswa mendapatkan 1 teks novel.
Dengan cara ini diharapkan perhatian mahasiswa terfokus pada teks novel yang disediakan.
Berdasarkan hasil penelitian (keberhasilan produk pada siklus I) dapat diketahui
bahwa intensitas mahasiswa dalam membaca dan mencermati dengan seksama bab demi
bab dari novel yang disajikan telah tersebut diketahui bahwa (21 mahasiswa) menyatakan
selalu membaca dan mencermati dengan seksama novel yang disajikan oleh dosen
pengampu, (18 mahasiswa) menyatakan kadang-kadang, dan (1 mahasiswa) lainnya
menyatakan tidak pernah membaca dengan cermat atau memperhatikan dengan seksama
atas novel yang disajikan oleh dosen pengampu.
4.3.2 Peningkatan Kemampuan Menceritakan Kembali Novel yang Dibaca Kepada
Teman Sekelas, Dosen Pengampu, dan Audien yang Lain (Inquiry)
Realisasi dari tahap ini adalah mahasiswa mengkomunikasikan kembali novel yang
telah dibaca. Setiap bab novel terdapat unsur-unsur penting yang menentukan atau
mewakili amanat yang disampaikan oleh pengarang novel. Oleh sebab itu, dalam
menemukan unsur-unsur penting sangat berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa
memahami amanat yang terkandung dalam novel yang nantinya untuk dapat
dikomunikasikan kembali kepada mahasiswa lainnya.
Sumardjo (1986:12) menyatakan bahwa “novel adalah cerita berbentuk prosa dalam
ukuran yang luas. Luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks,
karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting
cerita yang beragam pula. Namun ukuran luas di sini juga tidak mutlak demikian, mungkin
yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya, sedangkan karakter,
setting, dan lain-lainnya hanya satu saja.” Oleh karena itu, indikator yang digunakan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan mahasiswa menemukan unsur-unsur penting yang
terdapat dalam novel guna dikomunikasikan kepada mahasiswa atau audien lainnya
dibatasi pada aspek: 1. sesuai atau tidak dengan gagasan/ide yang ingin disampaikan
pengarang; 2. lengkap atau tidak dalam menyebutkan karakteristik tokoh cerita dalam
novel; 3. tepat atau tidak menentukan latar ceritanya; 4. tepat atau tidak dalam menentukan
sudut pandang.
Pada tahap awal perlakuan tindakan, unsur-unsur penting yang biasanya dicermati
dan disebutkan mahasiswa adalah alur cerita dan penokohan. Sedangkan unsur-unsur
lainnya seperti: tempat, sudut pandang, gagasan/ide pokok yang disampaikan pengarang
novel, dan peristiwa-peristiwa tertentu yang ditulis pengarang tidak dicermati dengan baik.
Menurut sebagian mahasiswa, unsur-unsur lain yang telah dipahami tidak memerlukan
perhatian khusus lagi. Setelah mendapatkan penjelasan dosen pengampu bahwa untuk
dapat mengkomunikasikan hasil apresiasi sastra (novel), mahasiswa harus senantiasa aktif
membuat catatan kecil terhadap hal-hal penting dalam setiap bab novel yang nantinya akan
membangun sebuah inti cerita novel akhirnya direspon mahasiswa dengan baik.
Beberapa kali perlakuan tindakan dalam setiap siklus, kemampuan mahasiswa
menemukan unsur-unsur penting dalam novel menunjukkan peningkatan yang cukup
berarti. Tugas-tugas yang diberikan berupa mencari dan menyebutkan unsur-unsur penting
dalam novel untuk dikomunikasikan kembali direspon mahasiswa dengan baik. Tugas
tersebut sangat menentukan kemampuan mahasiswa dalam memahami maksud yang
terkandung dalam novel. Hal ini sangat disadari oleh mahasiswa. Berdasarkan hasil
penelitian, dapat diketahui intensitas mahasiswa dalam menemukan dan menyebutkan
unsur-unsur penting yang terdapat dalam novel. Dari data (keberhasilan produk siklus I),
dapat diketahui bahwa 29 mahasiswa menyatakan selalu membuat catatan untuk
mempermudah pemahaman yang dibaca, 9 mahasiswa menyatakan kadang-kadang, dan 2
mahasiswa lainnya menyatakan tidak melakukan kegiatan ini.
Peningkatan kemampuan mahasiswa dalam mengkomunikasikan kembali isi novel
yang telah dibaca dalam hal ini membuat deskripsi singkat atau sinopsis novel, dapat
diketahui dari data-data skor praktik apresiasi novel selama implementasi akhir dari
tindakan dalam 2 siklus. Berdasarkan hasil analisis dokumen tugas-tugas mahasiswa yang
dikerjakan tertulis, rata-rata skor mahasiswa akhir tindakan siklus I sebesar 67,57, dan
akhir tindakan siklus II sebesar 71,80, Peningkatan kemampuan mahasiswa dalam
mengkomunikasikan kembali novel yang telah dibaca dapat dilihat pada gambar berikut.
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Siklus
Mean
Gambar 2: Diagram Peningkatan Kemampuan Menceritakan Kembali Novel
yang Dibaca Kepada Teman, Dosen pengampu, dan Audien yang
Lain (Inquiry)
4.3.3 Peningkatan Kemampuan Aktif Bertanya untuk Menggali Informasi yang
Terkandung dalam Novel (Questioning)
Pelaksanaan pembelajaran sastra (novel) tidak hanya mementingkan hasil belajar
yang hendak dicapai tetapi juga mengutamakan pada hasil proses yakni adanya
peningkatan kemampuan mahasiswa untuk menyajikan pokok bahasan yang menggunakan
proses berpikir kreatif. Realisasi tahap ini adalah dosen pengampu selalu mengarahkan
mahasiswa untuk bertanya dalam rangka menggali informasi yang terkandung dalam novel
sehingga berhasil menarik kesimpulan secara bernalar. Menurut Hilda Taba yang dikenal
dengan model Taba dalam kutipan Semi (1993:150-164) bahwa dalam kegiatan
pembelajaran apresiasi sastra dosen pengampu berperan sebagai motor penggerak yang
memungkinkan terjangkunya fase demi fase tersebut. Melalui rangkaian pertanyaan yang
2
diajukan kepada mahasiswa secara sambung menyambung dengan sasaran utamanya
berupa pengembangan keterampilan berpikir mahasiswa di samping penguasaan pokok
bahasan. Dengan kata lain, metode ini bermaksud mengajak atau mengajar mahasiswa
berpikir kritis, yang berorientasi kepada pendekatan proses. Selain itu dosen pengampu
juga sebagai fasilitator kegiatan belajar mengajar hendaknya secara terstruktur selalu
mengarahkan mahasiswa menjalani fase demi fase, sehingga berhasil menarik kesimpulan.
Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan
mahasiswa dalam hal tersebut adalah: 1. aktif atau tidaknya mahasiswa untuk bertanya
kepada dosen pengampunya; 2. keingintahuan mahasiswa dengan cara bertanya kepada
temannya; dan 3. kritis atau tidak terhadap pertanyaan dosen pengampu.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data (keberhasilan proses) sebanyak 12
mahasiswa selalu bertanya kepada dosen pengampu jika menemukan kalimat-kalimat yang
sulit dipahami serta berusaha menjawab pertanyaan dosen pengampu meskipun kurang
tepat, 13 mahasiswa bertanya kepada teman, dan 15 mahasiswa lainnya memilih diam
tanpa mencari jalan keluar pada akhir tindakan siklus I. Akhir siklus II diperoleh data 15
mahasiswa selalu bertanya kepada dosen pengampu jika menemukan kalimat-kalimat yang
sulit dipahami dan selalu menjawab pertanyaan dosen pengampu meskipun kurang tepat,
11 mahasiswa bertanya kepada teman, dan 14 mahasiswa memilih diam. Sedangkan akhir
tindakan siklus II terdapat 23 mahasiswa selalu bertanya kepada dosen pengampu dan aktif
menjawab pertanyaan dosen pengampu, 12 mahasiswa bertanya teman, dan 5 mahasiswa
menyatakan tidak pernah bertanya kepada siapapun apabila menemui kesulitan mengenai
informasi yang terkandung dalam novel.
Dari data tersebut menunjukkan adanya peningkatan kreativitas berpikir mahasiswa
dalam rangka menggali informasi dengan cara bertanya sehingga berhasil menarik
kesimpulan secara bernalar yaitu pada akhir tindakan siklus I sebesar 62,5%, dan akhir
tindakan siklus II sebesar 65%, Peningkatan kemampuan dalam hal ini dapat dilihat pada
diagram sebagai berikut.
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Siklus
Per
sen
tase
Pes
erta
Dik
lat
Gambar 3: Diagram Peningkatan Kemampuan Aktif Bertanya untuk Menggali
Informasi yang Terkandung dalam Novel (Questioning)
4.3.4 Peningkatan Kemampuan Aktif Mendiskusikan Makna dan Pesan Novel
(Learning Community)
Pada dasarnya novel merupakan bentuk sastra tertulis. Untuk mengetahui makna
yang terkandung di dalamnya mahasiswa tidak hanya dengan membaca saja, melainkan
perlu adanya diskusi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Realisasi tahap
ini berupa kegiatan belajar kelompok untuk mendiskusikan pemahaman karya sastra
(novel). Melalui diskusi pemahaman karya sastra (novel) yang dilakukan, bahkan dapat
2
MEA
N
dikatakan bahwa diskusi merupakan kegiatan yang cukup menarik untuk dipakai dalam
pembelajaran sastra. Belajar kelompok dimaksudkan agar mahasiswa dapat memberikan
pandangan dan sikapnya terhadap makna atau isi novel yang telah dibacanya.
Pada perlakuan awal, kegiatan praktik yang dilakukan dosen pengampu membagi
kelas menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri atas 8 mahasiswa dengan
1 novel untuk dibaca. Kegiatan ini kurang mendapat respon yang baik dari mahasiswa. Hal
ini tampak dalam perolehan data sebanyak 18 mahasiswa menyatakan efektif dan 22
mahasiswa lainnya menyatakan kurang efektif. Tahap selanjutnya (siklus II) pembagian
kelompok diperbesar menjadi 10 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri 4
mahasiswa. Dengan perluasan jumlah kelompok tersebut akan mempermudah mahasiswa
dalam belajar diskusi kelompok dan mendapat tanggapan positif mahasiswa. Berdasarkan
penelitian diperoleh data 21 mahasiswa menyatakan efektif dan 19 mahasiswa lainnya
menyatakan kurang efektif. Kemampuan mahasiswa belajar kelompok untuk
mendiskusikan karya sastra (novel) menunjukkan peningkatan yang sangat berarti yaitu
akhir tindakan siklus I sebesar 45%, dan akhir tindakan siklus II sebesar 52,5%,
Peningkatan kemampuan tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Siklus
Per
sen
tase
Pes
erta
Dik
lat
Gambar 4: Diagram Peningkatan Kemampuan Aktif Mendiskusikan Makna
dan Pesan Novel (Learning Community)
4.3.5 Peningkatan Kemampuan Menerapkan Cara Menganalisis dan Menyampaikan
Apresiasi Novel (Modeling)
Sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu sangat diperlukan
„pemodelan‟, demikian juga pembelajaran apresiasi sastra (novel). Realisasi tahap ini
berupa kegiatan pemberian contoh bagaimana mahasiswa meniru atau menerapkan cara
menganalisa dan menyampaikan apresiasi sastra (novel).
Pada dasarnya pembelajaran apresiasi sastra adalah mengarahkan mahasiswa lebih
menghayati sastra dan penciptaan karya sastra. Sasaran pembelajaran tersebut dapat
tercapai apabila sebelum mahasiswa melaksanakan tugas, dosen pengampu memberi
contoh cara mengerjakan apresiasi sastra (novel) terlebih dahulu misalnya cara
menemukan gagasan pokok dalam sebuah novel. Dalam pembelajaran tersebut dosen
2
MEA
N
pengampu mendemonstrasikan cara menemukan gagasan pokok dalam novel dengan
menelusuri bacaan secara cermat, cepat, dan tepat kemudian membuat catatan kecil yang
dianggap penting.
Hal penting yang harus diketahui mahasiswa dalam kegiatan ini adalah
memperhatikan dosen pengampu atau mahasiswa yang sedang mendemonstrasikan
apresiasi sastra (novel). Kecermatan dalam memperhatikan kalimat dalam novel sangat
diperlukan. Untuk itu dosen pengampu atau mahasiswa dalam memberikan contoh
mengapresiasi novel selain menyampaikan isi novel secara lengkap, penyampaiannya juga
harus runtut, intonasi harus jelas dan lancar penyampaian. Dengan cara ini, keseluruhan
pandangan dan pesan pengarang dapat dipahami teman lainnya.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan mahasiswa
dalam menerapkan cara mengapresiasi sastra (novel) yang didemonstrasikan dosen
pengampu atau mahasiswa yaitu: 1. kronologis atau tidak penyampaian apresiasi novel; 2.
kejelasan intonasi siswa; dan 3. kelancaran dalam menyampaikan apresiasi novel.
Berdasarkan pemantauan peneliti dan kolaborator, pada tahap-tahap awal perlakuan
tindakan kegiatan tindakan ini tidak direspon baik oleh sebagian mahasiswa. Sebagian
mahasiswa yang duduk di belakang kurang memperhatikan dengan saksama saat dosen
pengampu atau mahasiswa memberi contoh cara pemahaman dan penciptaan karya sastra.
Setelah beberapa kali perlakuan tindakan dari siklus I sampai dengan siklus II, sikap
mahasiswa mulai ada kecenderungan perubahan yang lebih baik. Setiap kali mahasiswa
menyajikan apresiasi novel setelah diberi contoh beberapa kali oleh dosen pengampu,
mahasiswa dalam memahami makna novel mulai berjalan baik meliputi keruntutan
peristiwa, kejelasan dan kelancaran penyampaian apresiasi novel. berdasarkan hasil
penelitian (keberhasilan produk I) dapat diketahui bahwa intensitas dosen pengampu atau
mahasiswa dalam memberi contoh mengenai bagaimana cara memahami dan menyajikan
apresiasi sastra (novel) dengan baik menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Dari
data tersebut diketahui bahwa 29 mahasiswa menyatakan selalu menyimak dan
memperhatikan dosen pengampu atau mahasiswa saat memberi contoh mengapresiasi
sastra (novel) dengan baik karena pemberian contoh tersebut dapat membantu mahasiswa
mempermudah memahami isi novel dan 11 mahasiswa lainnya menyatakan kadang-kadang
saja.
4.3.6 Peningkatan Kemampuan Merefleksi Apresiasi Novel (Reflection)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah memberi respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahuan yang telah diterima setelah membaca dan memahami karya
sastra (novel). Dari kegiatan ini, mahasiswa dapat memberikan kesan dan saran mengenai
pembelajaran apresiasi novel.
Indikator yang digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan mahasiswa
dalam merefleksi atau pemberian pesan dan kesan terhadap sebuah karya novel, dibatasi
pada aspek: 1. unsur pendidikan dalam novel; 2. baik atau tidak bahasa yang digunakan
dalam penyampaian isi novel; dan 3. unsur budaya yang disampaikan oleh pengarang.
Pada awal perlakuan tindakan, dosen pengampu memberikan keterangan singkat
kepada mahasiswa sebagai pengayaan atau revisi pengetahuan yang telah dipelajarinya
yaitu tentang bahasa yang baik yang digunakan oleh pengarang novel, unsur pendidikan
yang ada di dalam novel, kemudian dosen pengampu menyatakan langsung kepada
mahasiswa. Upaya pengayaan tersebut dimaksudkan agar mahasiswa dapat menyampaikan
kesannya terhadap isi novel yang dibaca serta dapat memberikan alasan yang logis
terhadap kesan tersebut.
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan peneliti dan kolaborator, tanggapan
yang diberikan mahasiswa dalam menyampaikan kesan ini sangat heterogen. Dari hasil ini,
dapat dikatakan bahwa mahasiswa sudah dapat mengembangkan perasaan, penalaran, dan
daya khayalnya dalam menikmati novel. Dosen pengampu sebagai pembimbing perannya
menjadi sangat penting. Kesan yang berbeda-beda dari mahasiswa harus dihargai. Dosen
pengampu harus terbuka terhadap pendapat mahasiswa yang berbeda selama pendapat
yang dikemukakan itu disertai dengan argumen yang logis.
Peningkatan kemampuan mahasiswa dalam merefleksi novel ini dapat diketahui dari
data-data skor praktik apresiasi sastra (novel) selama implementasi tindakan dalam 2
siklus. Berdasarkan analisis dokumen tugas-tugas mahasiswa yang dikerjakan tertulis, rata-
rata skor mahasiswa pada siklus I sebesar 6,75, akhir tindakan siklus II sebesar 7,05.
Peningkatan kemampuan tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.
0
2
4
6
8
10
1 2 3
Siklus
Me
an
Gambar 5: Diagram Peningkatan Kemampuan Merefleksi Apresiasi Novel
(Reflection)
2
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Sesuai dengan perumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian
tindakan kelas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Melalui penerapan pendekatan PPK, mahasiswa kelas pagi A semester 3 Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL dapat mempelajari hal-hal yang
bersifat umum yaitu mengenai pesan yang terkandung dalam novel, maupun yang bersifat
spesifik (unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik) seperti yang dimaksudkan oleh
pengarang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mahasiswa telah mampu
meningkatkan pemahamannya terhadap unsur-unsur yang ada dalam karya sastra.
Mahasiswa juga merasakan perbedaan selama penelitian tindakan berlangsung,
mahasiswa merasakan proses pembelajaran berlangsung menarik dengan bantuan
penggunaan media yang telah dipilih.
2. Pembelajaran apresiasi novel dengan pendekatan PPK pada mahasiswa kelas pagi A
semester 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL,
berhasil mengajak mahasiswa untuk mengenal novel secara langsung setelah mengenal
novel ini mahasiswa mampu membuat sinopsis dan menceritakan kembali isi novel
kepada teman-teman. Hal ini merupakan sebuah indikator atas penghayatan mahasiswa
terhadap karya sastra. Dari pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan
menggunakan pendekatan PPK mahasiswa dapat meningkatkan penghayatannya terhadap
karya sastra, khususnya novel.
3. Pembelajaran sastra dengan pendekatan PPK pada mahasiswa kelas pagi A semester 3
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIKAL mampu membuat
mahasiswa menikmati novel melalui tahap-tahap yang sistematis, sehingga pada akhirnya
mahasiswa tidak hanya mengapresiasi novel yang sebatas penguasaan pokok bahasan saja
melainkan dapat meningkatkan kemampuan pengembangan keterampilan berpikir secara
kritis, yang berorientasi kepada pendekatan proses. Mahasiswa mampu memberikan
kesan-kesan terhadap karya sastra dan mampu menilai apakah sebuah karya sastra dapat
dijadikan bahan pendidikan bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat dijadikan simpulan
bahwa pendekatan PPK dalam proses pembelajaran apresiasi sastra mampu
meningkatkan penghargaan mahasiswa terhadap karya sastra.
5.2 Saran
1. Dosen pengampu diharapkan dapat mencoba menerapkan pendekatan PPK dalam
pembelajaran apresiasi sastra (novel) dengan menggunakan media yang bervariasi serta
teks-teks novel yang inkonvensional, sehingga mahasiswa memiliki pengalaman yang
lebih banyak dan sikap positif terhadap kegiatan apresiasi novel.
2. Dosen pengampu diharapkan dapat menerapkan pendekatan PPK pada pembelajaran
apresiasi sastra (novel) sehingga dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
mengapresiasi sastra novel, dapat mengembangkan keterampilan berpikir secara kritis
mahasiswa, menumbuhkan minat baca, dan membentuk kematangan jiwa mahasiswa.
70
3. Dosen pengampu diharapkan dapat menerapkan pendekatan pembelajaran dan pengajaran
kontekstual dalam pembelajaran apresiasi sastra (novel) sehingga dapat meningkatkan
penghargaan mahasiswa terhadap karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1971. The Mirroir and The Lamp: Theory and Critical Tradition. London:Oxford
University Press.
Aminudin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Blanchard, A. 2001. Contextual Teaching and Learning. www.CTL.com/contextual.html.
Burns, A. 1999. Collaborative Action Research for English Language Teachers. Cambridge:
Cambridge University Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kumpulan Makalah Materi Konggres Bahasa
Indonesia V. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Kependidikan Elemen A.
Endraswara, S. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra. Yogyakarta: Kota Kembang.
Esten, M. 1990. Sastra Indonesia dan Tradisi Sub Kultur. Bandung: Angkasa.
Howes, A.B. 1972. Teaching Literature to Adolescents. London: Scott Foresman and Company.
Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning What Is and Why It’s Here to Stay.
California: Corwin Press, Inc.
Kemmis S. dan McTaggart, R. The Action Research Planner. Victoria, Australia: Deakin
University.
Lazar, G. 2002. Literature and Language Teaching a Guide for Teachers and Trainers. Port
Melbourne: Cambridge University Press.
Madya, S. 1994. Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Negeri Yogyakarta.
Mahmud, K. K. 1991. Sastra Indonesia dan Daerah: Sejumlah Masalah. Bandung: Angkasa.
Moleong, L. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moody, H.L.B. 1971. Literary Appreciation a Practical Guide to the Understanding and
Enjoyment of Literature English. London: Longman.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta:
Depdiknas. Dirjen Dikdasmen.
Nurgiantoro, B. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
------------------ 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University.
Oemarjati, B. 1983. Pengajaran Sastra Indonesia dan Pembinaan Apresiasi Sastra Konggres
Bahasa Indonesia III. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Pringgawidagda, S. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adicita.
Purwo, B. K. 1991. Bulir-Bulir Sastra dan Bahasa: Pembaharuan Pengajaran. Yogyakarta:
Kanisius.
Rahardi, R. K. 2001. Serpih-Serpih Masalah Kebahasaindonesiaan. Yogyakarta: Adicita.
72
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Rooijakkers. 1993. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: PT Grasindo.
Santosa, P. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.
Sayuti, S. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Segers, R.T. 2000. Evaluasi Teks Sastra Alih Bahasa Suminto A. Sayuti. Yogyakarta: Adicita.
Semi, M.A. 1984. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa.
-------------- 1993. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Staf Pengajar UGM, IKIP Negeri. 1994. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Masyarakat
Poetika Indonesia IKIP Muhammadiyah.
Suhidin. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Insan Cendekia.
Sukamto dkk. 1995. Pedoman Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP.
Sumardi, Mulyanto. 1992. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Sumardjo, Jakob dan Saini, K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Grasindo.
Tarigan HG. 1993a. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
--------------- 1993b. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.