lapsus

33
Laporan Kasus CKR + EDH ET REGIO TEMPORALIS SINISTRA + ICH ET REGIO FRONTOTEMPORAL DEKSTRA Oleh: Yuni Nur Hamida I1A007083 Pembimbing dr. Agus Suhendar, Sp.BS BAGIAN ILMU BEDAH FK UNLAM – RSUD ULIN 1

Upload: nutnutchan

Post on 07-Aug-2015

61 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapsus

Laporan Kasus

CKR + EDH ET REGIO TEMPORALIS SINISTRA + ICH ET REGIO

FRONTOTEMPORAL DEKSTRA

Oleh:

Yuni Nur Hamida I1A007083

Pembimbing

dr. Agus Suhendar, Sp.BS

BAGIAN ILMU BEDAHFK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASINOktober, 2012

1

Page 2: lapsus

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................

i

Daftar Isi.....................................................................................................................

ii

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................

1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

3

BAB III. LAPORAN KASUS....................................................................................

10

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................

17

BAB V. PENUTUP ...................................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury (cedera otak traumatik)

umumnya didefinisikan sebagai kelainan non-degeratif dan non-kongenital yang

terjadi pada otak sebagai akibat adanya kekuatan mekanik dari luar yang berisiko

menyebabkan gangguan temporer atau permanen dalam hal fungsi kognitif, fisik

dan fungsi psikososial dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran.

2

Page 3: lapsus

Dari berbagai sumber hampir selalu menunjukkan bahwa cedera

merupakan penyebab utama kematian pada pasien berusia kurang dari 45 tahun.

Dari beberapa kasus cedera ini, hampir 50% nya merupakan kasus cedera kepala

atau cedera bagian tubuh lainnya yang disertai pula oleh cedera kepala.

Cedera kepala adalah suatu kejadian yang sampai saat ini merupakan

pembunuh nomor satu didunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang.

Angka kematian yang tinggi ini adalah merupakan akumulasi kematian oleh sebab

cedera primer (dampak langsung dari cedera kepala) atau oleh sebab cedera

skunder (dampak runtutan mekanisme perburukan karena cedera primer). Sekitar

40% dari angka kematian tersebut adalah angka yang “avoidable” atau yang

seharusnya kematian dapat dicegah bila tindakan pertolongan yang cepat dan tepat

dengan sarana yang memadai.

Berdasarkan kelompok umur, beberapa sumber menunjukkan bahwa usia

yang paling banyak mengalami cedera kepala adalah 15-24 tahun. Cedera kepala

pada kelompok usia ini umumnya karena kecelakaan lalu lintas. Sedangkan untuk

kelompok usia diatas 65 tahun, penyebab utama terjadinya cedera adalah jatuh.

Untuk anak usia kurang dari 2 tahun, cedera terutama disebabkan karena jatuh

dari kursi, meja dan sebagainya. Cedera pada kelompok ini umumnya tidak

sampai mengakibatkan cedera otak yang berat. Anak usia 10-15 tahun umumnya

mengalami cedera kepala akibat kecelakaan olahraga atau kegiatan permainan

sehari-hari.

Pada cedera kepala dapat terjadi perlukaan dan perdarahan ekstrakranial

maupun perdarahan intrakranial. Termasuk dalam perlukaan dan perdarahan

ekstrakranial yaitu laserasi kulit kepala, subgaleal hematom, sefalhematoma, dan

3

Page 4: lapsus

cedera pada wajah. Pada perdarahan intrakranial meliputi hematoma epidural,

hematoma subdural, hematoma subaraknoid, hematoma intraserebri, higroma, dan

hematoma intraventrikuler.

Di Negara-negara berkembang berkisar antara 200-

300/100.000 populasi per tahun2,3,4. Data dari Traumatic Coma Data

Bank (TCDB) didapatkan bahwa kematian akibat cedera kepala lebih

kurang 17 per 100.000 orang pada pasien yang tidak dirawat di

rumah sakit, dan lebih kurang 6 per 100.000 orang pada pasien

yang dirawat di rumah sakit 2. Cedera primer otak berupa Intracranial

Space Occupying Lession yaitu hematoma, baik hematoma epidural

(EDH) maupun hematoma subdural sekitar 20-40%.

4

Page 5: lapsus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cedera Kepala

Dalam mengklasifikasikan cedera kepala dapat dibagi berdasarkan

keadaan klinis dan kelainan patologis. Klasifikasi keadaan klinis yaitu kesadaran

pasien yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu :

1. Cedera kepala ringan (CKR) jumlah score 14-15

2. Cedera kepala sedang (CKS) jumlah score 9-14

3. Cedera kepala berat (CKB) jumlah score 3-8

Pengklasifikasian kedua yaitu berdasarkan kelainan atau kerusakan

patologis yang terbagi dalam kerusakan primer dan kerusakan skunder.

1. Cedera kepala primer

Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu

terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan dapat mengenai jaringan kulit

sampai otak, dalam bentuk laserasi kulit kepala, perdarahan, fraktur, dan

kerusakan jaringan otak. Kerusakan primer ini dapat bersifat lokal maupun

difus.

Kerusakan Fokal : yaitu kerusakan jaringan yang bersifat fokal, yang

terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian lainya relatif

tidak terganggu. Kelainan ini umumnya bersifat makroskopis. Kerusakan

yang terjadi dapat berupa :

- Perlukaan dan perdarahan ekstrakranial

- Fraktur tulang kepala

5

Page 6: lapsus

- Perdarahan intrakranial

- Kontusio dan laserasi serebri

Kerusakan difus : yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi

menyeluruh dari otak, dan umumnya bersifat mikroskopis.

- Cedera aksonal difusa (diffuse axonal injury)

- Diffuse vascular injury

2. Cedera kepala sekunder

Cedera kepala skunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi setelah

terjadinya trauma/benturan dan merupakan akibat dari peristiwa yang terjadi

pada kerusakan primer. Penyebab terjadinya cedera kepala skunder ini dapat

bersifat intrakranial atau bisa juga sistemik. Kelainan ini dapat muncul dalam

hitungan menit namun dapat pula baru muncul dalam beberapa hari

kemudian. Beberapa literatur memasukkan kelainan yang terjadi sebagai

rangkian dari kelainan patologis yang terjadi, sedangkan beberapa literatur

lain menyebutnya sebagai komplikasi. Kelainan yang terjadi anatara lain :

- Gangguan sistemik akibat hipoksia dan hipotensi

- Edema serebral

- Herniasi jaringan otak

- Peningkatan tekanan intrakranial/ hipertensi intrakranial

- Infeksi

- Emboli lemak

- Hidrosefalus

- Fistula cairan serebrospinalis

6

Page 7: lapsus

B. Subgaleal Hematoma

Pada cedera yang tidak merobek lapisan kulit, namun menyebabkan

pembuluh darah pada lapisan jaringan ikat longgar di bawah kulit kepala pecah

akan menyebabkan terkumpulnya darah, yang disebut sebagai subgaleal

hematoma. Dalam keadaan ini darah terkumpul diantara lapisan galea dan tulang

tengkorak, dan menyebabkan adanya penonjolan keluar pada kepala. Keadaan ini

merupakan hematoma yang paling sering dijumpai pada kasus cedera kepala

sehari-harinya. Perlu diwaspadai terhadap kemungkinan terjadinya fraktur

depressed yang tertutup, yang kadang tidak mudah dibedakan tanpa pemeriksaan

penunjang.

Dalam penanganan kasus subgaleal hematoma, dianjurkan untuk segera

memberikan kompres dingin pada lokasi benjolan. Hal ini dilakukan dengan

asumsi tindakan tersebut dapat membantu terjadinya vasokontriksi pembuluh

darah yang pecah, sehingga perdarahan akan berhenti. Selain itu, untuk subgaleal

hematoma yang relatif kecil, tidak dianjurkan untuk melakukan intervensi apa-apa

secara invansif, karena kelainan akan hilang sendiri dalam beberapa hari.

7

Page 8: lapsus

Untuk hematoma yang besar, ada pendapat yang menganjurkan untuk

dilakukan insisi atau aspirasi untuk mengeluarkan cairan darah dan selanjutnya

dipasang pembalut yang menekan untuk mencegah penumpukan darah kembali.

Namun banyak juga ahli yang tidak menganjurkan cara ini, dengan pertimbangan

tindakan tersebut justru akan memberika resiko terjadinya resiko infeksi.

C. Hematoma Epidural

Epidural hematom atau dapat disebut juga ekstradural hematom adalah

keadaan dimana terjadi penumpukkan darah diantara durameter dan tabula interna

tulang tengkorak. Keadaan ini dapat terjadi karena trauma tumpul pada kepala

yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier. Lokasi yang paling sering adalah di

bagian temporal atau temporoparietal (70%) dan sisanya di bagian frontal,

oksipital dan fossa serebri posterior.

Sumber perdarahan yang paling lazim adalah dari cabang arteri meningea

media akibat fraktur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Namun

kadangkala dapat pula dari arteri atau vena lain, atau bahkan keduanya.

Hematoma yang sumber perdarahannya dari vena, umumnya tidak besar sebab

tekanan yang ditimbulkan tidak besar. Hal ini berbeda dengan sumber perdarahan

dari arteri yang bertekanan kuat, yang bahkan mampu mendesak perlekatan

durameter pada tulang tengkorak.

Walaupun umumnya tulang tengkorak mangalami fraktur (80%), namun

dapat pula kasus dimana tidak didapatkan fraktur, terutama pada kelompok

penderita anak-anak. Pada keadaan ini benturan yang terjadi tidak cukup kuat

unutk menyebabkan robeknya pembuluh darah di permukaan dalam saat tulang

8

Page 9: lapsus

melekuk ke dalam. Hematoma epidural yang tidak disertai fraktur tulang

tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat, karena peningkatan tekanan

intrakranial akan lebih cepat terjadi.

Perdarahan ini jarang pada pasien usia diatas 60 tahun, kemungkinan

karena duramater melekat lebih kuat ke tabula interna. Hal ini pula menerangkan

mengapa kebanyakan hematoma epidural terjadi di bagian temporal karena pada

lokasi tersebut perlekatan duramater pada tulang tengkorak lebih lemah dibanding

pada lokasi lainnya. Sedangkan pada anak dan bayi lebih sering terjadi hematoma

epidural bifrontal yang berasal dari vena. Beberapa literatur mengatakan

hematoma epidural relatif jarang terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan

tampaknya hal ini disebabkan karena pada usia tersebut tulang tengkorak relatif

lebih lentur dari orang dewasa.

Secara klinis, bisa terjadi beberapa macam perjalanan manifestasi klinis.

Pasien dapat saja tetap sadar; atau tetap tidak sadar; atau sadar lalu menjadi tidak

sadar; atau tidak sadar lalu menjadi sadar; atau tidak sadar beberapa waktu

(periode lucid interval) tetapi kemudian tidak sadar lagi.

Gangguan kesadaran yang terjadi langsung setelah cedera umumnya bukan

karena terjadinya hematoma epidural melainkan karena teregangnya serat-serat

formatio retikularis didalam batang otak. Mekanisme ini merupakan mekanisme

yang sama terjadi pada hilangnya kesadaran saat terjadi komosio cerebri. Setelah

beberapa saat, dimana hematoma yang terjadi telah mencapai sekitar 50cc barulah

gejala neurologis akibat hematoma bermanifestasi. Gejala neurologis ini muncul

tgerutama karena efek penekanan massa terhadap jaringan otak bukan efek

9

Page 10: lapsus

terjadinya iskemik jaringan otak. Penekanan hematoma menyebabkan

pendorongan otak dan menimbulkan herniasi yang menekan batang otak.

Hematoma yang terjadi di daerah frontal selain menimbulkan keluhan

nyeri, juga kerap disertai gangguan mental. Jika hematoma terjadi pada fossa

posterior, manifestasi sakit kepala dan kaku kuduk akan dijumpai. Selain itu,

dapat pula terjadi gangguan fungsi serebelum. Pada benturan yang mengenai

bagian oksipital, perlu diwaspadai terjadinya hematoma epidural infratentorial

akibat robeknya sinus vena pada dura. Dalam keadaan ini tanda fokal dapat tidak

dijumpai, namun pasien akan mengalami penurunan kesadaran.

Diagnosa hematoma epidural didasarkan pada tanda klinis dan hasil CT-

Scan kepala, yang merupakan pemeriksaan terpilih untuk memastikan diagnosa.

Pada pemeriksaan dengan CT Scan kepala, hematoma epidural akan tampak

gambaran massa hiperdensa dengan bentuk bikonveks (double convex sign) atau

adapula yang menyebutnya gambaran foorball shaped yang secara tipikal terletak

dibagian temporal tengkorak.

Hematoma epidural yang progresif membesar perlu penanganan operatif

untuk mengeluarkan hematoma dan menghentikan perdarahan secepatnya. Bila

tidak dilakukan, dapat berakibat fatal karena tekanan intrakranial yang semakin

tinggi, yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak dan aliran darah ke otak

terhenti. Bila tindakan operatif dapat dilakukan segera, sebelum berbagai defisit

neurologis terjadi, maka kesembuhan total dapat diharapkan untuk diperoleh.

Namun bila volume hematoma kurang dari 30cc dan tidak bertambah

besar, operasi tidak mutlak dilakukan. Bekuan darah yang ada dapat diharapakan

mencair dan sedikit demi sedikit diserap. Sel-sel makrofag akan memfagositosis

10

Page 11: lapsus

dan membawanya masuk ke dalam pembuluh darah. Namun tentunya dalam

melakukan perawatan konservatif ini harus dilakukan pemantauan secara ketat,

termasuk dengan menggunakan pemeriksaan ulang CT scan kepala.

11

Page 12: lapsus

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama Penderita : Tn. Upi

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 20 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia

Alamat : Simpang Warga, Aluh-aluh

RMK : 1013430

MRS tanggal : 28 September 2012

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Nyeri kepala

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh nyeri kepala hebat sejak ± 3 hari SMRS akibat

kecelakaan lalu lintas yang dialaminya. Pasien diserempet mobil dengan

kecepatan tinggi yang datang dari arah berlawanan. Pasien terlempar

sejauh ± 1 m dan kepala membentur aspal. Pasien menggunakan helm,

namun helmnya terlepas. Pasien ditemukan dipinggir jalan dalam keadaan

sadar dan lemah. Muntah (+), kejang (-), keluar darah dari hidung dan

telinga (-). Pasien sempat dibawa ke puskesmas aluh-aluh dan

dipulangkan. Karena nyeri kepala tidak kunjung hilang pasien kemudian

12

Page 13: lapsus

berobat ke RS Ansari Saleh dan kemudian dirujuk ke RSUD Ulin

Banjarmasin.

3. RPD : DM (-), HT (-)

4. RPK : DM (-), HT (-)

III.PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey

Airway : Clear, C-spine control (-)

Breathing : Clear, RR: 20 x/m, VBS kanan = kiri

Circulation : Stable, TD : 120/80 mmHg, N : 64 x/m

Disability : GCS= E4M5V6 = 15

Pupil bulat isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+, Parese -/-

Secondary survey

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis, GCS : 4-5-6

Tanda vital : TD : 120/ 80 mmHg

Nadi : 64 kali/ menit(reguler)

Respirasi : 20 kali/ menit

Suhu : 36,7oC

Kepala/ Leher

Kepala : Vulnus laseratum (-), hematom et regio

temporal sinistra.

Leher : peningkatan JVP (-) pembesaran KGB (-).

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

edem palpebrae (-/-), refleks cahaya (+/+),

pupil isokor, diameter pupil (3mm/3mm)

Telinga : simetris, serumen minimal, sekret tidak ada,

perdarahan (-)

Hidung : simetris, sekret tidak ada, perdarahan (-)

13

Page 14: lapsus

Mulut : mukosa bibir kering, tidak anemis, tidak

sianosis, perdarahan (-)

Toraks

Paru-paru

Inspeksi : bentuk normal simetris, gerak napas

normal, retraksi tidak ada, jejas (-)

Palpasi : fremitus vokal simetris, krepitasi (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Thrill tidak teraba

Perkusi : Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra

Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

Kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

Kiri bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis

Sinistra

Auskultasi : S1 S2 tunggal, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : cembung, distensi (-), jejas (-)

Palpasi : hepar/lien/massa tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani (+),

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Inguinal, genital, anus : tidak ada kelainan

Ekstremitas

Atas : akral hangat (+), edem (-/-), parese (-/-)

Bawah : akral hangat (+), edem (-/-), parese (-/-),

Tulang Belakang

Tidak ada deformitas, kifosis, lordosis, dan skoliosis

14

Page 15: lapsus

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah

LABORATORIUMHEMATOLOGI

Parameter 27 September 2012 Nilai Normal (Satuan)

Hemoglobin 15,4 12,0-16,0 g/dlLekosit 8,9 4,0-10,5 ribu/ulEritrosit 5,49 3,9-5,50 juta/ul

Hematokrit 50,1 35-45 vol %Trombosit 237 150-450 ribu/ul

MCV 91,4 80-97 flMCH 28,0 27-32 pg

MCHC 30,7 32-38 %RDW-CV 14,0 11,5-14,7 %

HITUNG JENIS% #

Gran 75,4 6,7Limfosit 17,7 1,6

PROTHROMBIN TIMEPT 12,6 9,9 – 13,5 detik

Kontrol normal PT 11,4APTT 25,3 22 ,2 – 37,0 detik

Kontrol normal APTT

26,1

INR 1,10

GULA DARAHGDS 100 <200 mg/dl

HATISGOT 21 0-46 U/lSGPT 12 0-45 U/l

GINJALUreum 28 10-50 mg/dl

Kreatinin 0,6 0,6-1,2 mg/dl

ELEKTROLITNa 137,5 135-146 mmol/lK 4,4 3,4-5,4 mmol/lCl 101,8 95-100 mmol/l

15

Page 16: lapsus

2. X-Ray Kepala (26 September 2012)

Kesimpulan :

Fraktur tulang temporal sinistra

3. CT - Scan Kepala (27 September 2012)

16

Page 17: lapsus

Calvaria sella mastoid normal

Bikonveks epidural hemorrhage left temporal 60 x 23,3 mm

dengan counter coup multiple intracerebral hemorrhage :

o Right frontal 14,5 mm

o Right temporal 11 mm

Pelebaran cisterna magna

Coup EDH temporal kiri

Counter coup ICH frontotemporal kanan

V. DIAGNOSIS KERJA

CKR + EDH et regio temporal sinistra + contusio serebri

VI. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

VII. PENATALAKSANAAN SEMENTARA

IVFD NaCl 0,9% 30 tpm

Inj. Ceftriaxone 2x1 gr

Inj. Ketorolac 3x30 mg

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Follow Up

Pemeriksaan Post Op Day (POD)

I II III IV V VI VII VIII

Subyektif

Nyeri kepala + + + + + < < -

Mual/Muntah +/- -/- -/- +/+ +/- +/- -/- -/-

Obyektif

17

Page 18: lapsus

TD (mmHg) 120/80 120/70 120/80 120/80 120/80 120/70 110/80 110/60

N (x/menit) 84 78 84 78 80 80 80 82

RR (x/menit) 23 22 24 18 20 20 20 20

T (Celcius) 36,8 36,9 36,8 36,6 36,5 36,7 36,6 36,7

GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6

Pupil Isokor isokor isokor isokor isokor isokor isokor isokor

Drain + + + - - - - -

NGT + + - - - - - -

DC + + + - - - - -

Assesment

Post op craniotomy evakuasi a/i Epidural hematom temporal sinistra

Planning

O2 2 lpm + + + - - - - -

IVFD NaCl 0,9%

30 tpm

+ + + + + + + -

Inj. Ceftriaxone 2 x

1 gr

+ + + + + + + -

Inj. Ketorolac 3 x

30mg

+ + + + + + + -

Inj. Ranitidin

2 x 1 amp

+ + + + + + + -

BAB IV

18

Page 19: lapsus

PEMBAHASAN

Pada pasien ini saat datang ke rumah sakit dengan kesadaran

komposmentis GCS 15 maka dapat diklasifikasikan cedera kepala ringan dan

kerusakan diduga terjadi setelah trauma atau masa akut sehingga masuk dalam

klasifikasi cedera kepala primer. Tindakan yang dilakukan pada pasien diatas

yaitu primery survey yaitu ABCD, Airway (jalan nafas), Breathing (pernafasan),

Circulation (sirkulasi darah) dan Disability (status neurologis). Pada pasien ini

airway, breathing, dan circulation clear.

Pada hasil pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens pada epidural

di regio temporal kiri dan bentuk bikonveks sehingga diinterptretasikan hematoma

epidural et regio temporal sinistra. Selain itu didapatkan juga adanya lesi

hiperdens pada intracerebral di regio frontotemporal kanan sehingga

diintrepatasikan intracerebral hematoma et regio frontotemporal dekstra.

Perhitungan jumlah perdarahan yaitu 20 cc.

Hematoma epidural paling banyak ditemukan didaerah temporal

dibandingkan dengan daerah yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena pada

lokasi tersebut, perlekatan durameter pada tulang tengkorak lebih lemah

dibanding pada lokasi lainnya.

Prognosis hematoma epidural ini sangat baik bila ditangani

dengan segera Lucid Interval ditemukan pada 20-50% pasien dengan

EDH. Hal ini berarti bahwa kondisi otak sebelumnya adalah baik dan

bila terjadi EDH berlanjut akan mengakibatkan peningkatan TIK,

penurunan kesadaran, kerusakan otak menetap sampai herniasi

otak. Penelitian prospektif yang dilakukan Servadei dkk, pada 158

19

Page 20: lapsus

pasien hematoma epidural dengan GCS 14-15 yang dianalisa

dengan Mancova bahwa koovariat tebal dan midline shift merupakan

faktor yang sangat bermakna dihubungkan dengan timbulnya

indikasi untuk tindakan operasi yaitu penurunan kesadaran atau

pusing yang menetap, tetapi lokasi dan adanya kelainan lain tidak

mencapai nilai yang signifikan. Pada kasus tekanan intrakranial

yang meningkat yang disebabkan oleh hematoma epidural

besarnya volume sangat mempengaruhi outcome dari pasien-pasien

hematoma epidural setelah dilakukan evakuasi hematom. Volume

hematom 56 ± 30 mL mempunyai outcome yang baik, tetapi pada

volume 77 ± 63 mL, outcomenya tidak memuaskan. Dari Brain Trauma

Foundation New York mengeluarkan guideline yang menggolongkan

volume hematoma epidural dalam dua kategori yaitu Low Volume

Lession yaitu kurang dari 25 mL, dan High Volume Lession yaitu lebih

dari 50 mL

Pada Post Op Day (POD) hari pertama sampai kedelapan dilakukan

pemantauan dan didapat kemajuan pada pasien tersebut antara lain kesadaran

yang meningkat (4-5-6). Secara klinis dapat terjadi beberapa macam manifestasi

klinis misalnya pasien tetap saja sadar, tetap tidak sadar, tidak sadar lalu menjadi

sadar atau tidak sadar lalu sadar beberapa waktu (periode lucid interval) tetapi

kemudian tidak sadar lagi.

Gangguan kesadaran yang terjadi langsung setelah cedera umumnya

bukan karena terjadinya hematom epidural, melainkan karena teregangnya serat

formation retikularis didalam batang otak. Mekanisme ini merupakan mekanisme

yang sama yang terjadi pada hilangnya kesadaran saat terjadi komosio serebri.

20

Page 21: lapsus

Setelah beberapa saat, dimana hematom yang terjadi telah mencapai sekitar 50cc

barulah gejala neurologis ini muncul terutama karena efek penekanan massa

terhadap jaringan otak, bukan efek terjadinya iskemia jaringan otak. Penekanan

hematoma menyebabkan pendorongan otak dan menimbulkan herniasi yang

menekan batang otak.

Pada pasien dilakukan craniotomi evakuasi. Indikasi operasi pada

perdarahan intrakranial antara lain ialah :

Massa hematoma kira-kira 40 cc

Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah

dengan GCS 8 atau kurang

Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas

atau pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm.

21

Page 22: lapsus

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan pasien atas nama Tn. Upi yang datang ke IGD pada

tanggal 29 September 2012 dengan keluhan nyeri kepala hebat post KLLD 3

hari SMRS. Pasien terlempar sejauh ± 1 m dan kepala membentur aspal.

Pasien menggunakan helm, namun helmnya terlepas. Muntah (+), pingsan (-),

kejang (-), keluar darah dari hidung dan telinga (-). Pasien sempat dibawa ke

puskesmas aluh-aluh dan dipulangkan. Karena nyeri kepala tidak kunjung

hilang pasien kemudian berobat ke RS Ansari Saleh dan kemudian dirujuk ke

RSUD Ulin Banjarmasin. dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang

ditentukan diagnosisnya CKR + EDH et regio temporal sinistra dengan

indikasi untuk dilakukan craniotomi evakuasi. Pasien membaik dan

diperbolehkan pulang pada hari perawatan ke 8 setelah operasi dengan

diagnosis post op craniotomy evakuasi a/i Epidural hematom temporal

sinistra.

22

Page 23: lapsus

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahjoepramono EJ. Cedera Kepala. 2005. Jakarta : FKUI

2. Salinas P. Closed head trauma. In: Penar PL, Talavera F editors. Traumatic brain injury. 2006. Available from:URL: http://www.emedicine.com/med/to p ic3403.htm

3. Raymond HA, Herbert JP. Advanced trauma life support program for physician. Chicago: American College of Surgon. 1993.

4. American College of Surgon Committee on Trauma. ATLS for doctor. 1997. Jakarta: Komisi Trauma IKABI.

5. Valadka AB, Narayan RK. Injury to the cranium. In: Feliciano DV, Moore EE, Mattox KL. editors. Trauma. 3rd ed. 1999. Connecticut : Appleton and Lange.

23