lapsus pneumonia

47
LAPORAN KASUS Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Jully, Sp. A Disusun Oleh : A. Shandy Amelia 1310221060 Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN ”VETERAN” JAKARTA

Upload: steven-lia

Post on 12-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lapsus pneumonia stase anak

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Pneumonia

LAPORAN KASUS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Diajukan Kepada :

Pembimbing :

dr. Jully, Sp. A

Disusun Oleh :

A. Shandy Amelia 1310221060

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan AnakFAKULTAS KEDOKTERAN – UPN ”VETERAN” JAKARTA

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Page 2: Lapsus Pneumonia

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Laporan Kasus dengan judul :

PNEUMONIA PADA ANAK

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Disusun Oleh:

A. Shandy Amelia

1310221060

Jakarta, Juni 2015

Pembimbing

dr. Jully, Sp. A

Page 3: Lapsus Pneumonia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah

Laporan kasus yang berjudul “PNEUMONIA pada ANAK”

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dr. Jully, Sp. A, selaku

pembimbing kepaniteraan klinik departemen Ilmu Kesehatan Anak yang

memberikan bimbingan dan dorongan demi terselesaikannya makalah ini.

Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih

jauh dari sempurna dan memiliki kelemahan serta keterbatasan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam rangka

penyempurnaan makalah ini.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Taufik-Nya kepada kita

semua, Amin.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

Page 4: Lapsus Pneumonia

BAB I

IDENTITAS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

Tanggal Lahir : 8 Oktober 2014 (8 Bulan)

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Kp. Kapuk III No. 4 RT 009/005, Klender, Duren Sawit

Masuk IGD : 18 Juni 2015

Masuk Bangsal : 19 Juni 2015 jam 13.00

Ruang Rawat : Bougenville Bawah

IDENTITAS ORANG TUA

NAMA

USIA

PEKERJAAN

PENDIDIKAN

PENGHASILAN

AGAMA

ALAMAT

AYAH IBU

Tn B Ny N

35 30

Supir truk Ibu Rumah Tangga

SMP SMA

Rp. 2500.000 -

Islam Islam

Klender, Duren

Sawit

Klender, Duren sawit

Page 5: Lapsus Pneumonia

ANAMNESA (19 Juni 2015 jam 18.30)

Berdasarkan alloanamnesa dengan ibu pasien

Keluhan Utama : Demam 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, sesak napas.

Riw. Penyakit Sekarang :

Sejak 1 bulan pasien mengalami batuk – batuk. Namun semakin parah

sejak 2 minggu terakhir ini. Batuk yang dialami pasien adalah batuk berdahak,

namun dahak sulit untuk dikeluarkan. Batuk tidak dipengaruhi oleh cuaca ataupun

aktifitas fisik selain itu batuk juga tidak disertai dengan adanya darah. Pasien juga

tidak mengalami mual atau pun muntah.

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam. Demam

yang dirasakan pasien naik turun. Suhu mencapai 38°C diukur menggunakan alat

pengukur suhu tubuh oleh ibu pasien. Sempat mengkonsumsi obat sirup penurun

panas, suhu tubuh menurun karena obat, 1 jam kemudian suhu kembali demam.

Namun pasien tidak sampai mengalami penurunan kesadaran dan kejang. Serta

tidak mengalami berkeringat malam hari

BAK normal, frekuensi ganti pampers 3-4 kali sehari kondisi pampers ¾

penuh. BAB normal, frekuensi ganti pampers 2-3 kali sehari.

Satu hari sebelum masuk RS, pasien tampak lemas dan nafsu makan

berkurang disertai dengan penurunan berat badan dari 8 kilogram (4 hari yang

lalu) menjadi 7.8kilogram. Batuk pilek dan demam masih ada.

Beberapa jam sebelum masuk RS, pasien terlihat napasnya cepat dan sesak.

Sesak muncul perlahan-lahan. Sesak tidak dipicu oleh udara dingin ataupun debu.

Pasien menjadi lebih cepat lelah minum susu botol, kira-kira sekitar 5 menit

minum susu botol lalu pasien melepas.

Di IGD pasien dipasang selang oksigen dan mendapatkan terapi uap satu

kali karena adanya pergerakan cuping hidung dan retraksi dada namun tidak ada

suara mengik. Setelah keadaan mengalami stabil, pasien dimasukkan ke bangsal

Page 6: Lapsus Pneumonia

Riw. Penyakit Dahulu

- Riwayat batuk sejak usia 3 bulan. Kumat – kuamatan

- Riwayat penggunaan obat lama disangkal

- Riwayat alergin obat dan susu formula disangkal

- Riwayat penyakit asthma disangkal

- Riwayat kencing tidak lancar dan nyeri disangkal

Riw. Keluarga

- Ibu dan kakak pasien mengalami batuk – batuk yang tertular oleh pasien

- Riwayat kontak dengan penderita TB di keluarga maupun lingkungan

sekitar disangkal

- Riwayat alergi, asma, penyakit jantung disangkal

Riw. Sos dan Lingkungan

Pasien tinggal dilingkungan padat pendudukan. Jarak antar rumah saling

berdekatan. Rumah pasien beralas keramik, berdinding tembok, jendela berada

pada bagian depan rumah. Terdapat 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi dengan wc

jongkok. Setiap hari rumah dibersihkan. Ventilasi rumah jarang dibersihkan.

Penggunaan air disekitar rumah menggunakan air PAM. Pengelolaan sampah

rumah tangga kurang baik, tidak diangkat setiap hari oleh pngelolah sampah.

Pasien dirumah tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien anak ketiga

dari tiga bersaudara. Ayah pasien bekerja sebagai supir dan ibu tidak bekerja.

Biaya perawatan menggunakan biaya pribadi

Kesan : Sanitasi kurang baik, ekenomi menengah

Riw. Antenatal

Ibu kontrol kehamilan di bidan secara teratur. Pada trimester pertama dan

kedua tiap 4 minggu sekali dan setelah memasuki trimester ketiga ibu kontrol tiap

2 minggu sekali. Selama kehamilan ibu tidak pernah menderita sakit seperti

demam, keputihan yang berbau dan gatal, darah tinggi, infeksi saluan kemih, dan

muntah – muntah hebat.

Kesan : Riwayat antenatal baik

Page 7: Lapsus Pneumonia

Riw. Persalinan

Anak laki - laki lahir dari ibu P3A0 hamil 38 minggu, lahir secara caesar

di Rs, anak lahir langsung menangis, warna kulit kemerahan, berat badan lahir

2600 gram, panjang badan 40 cm. Tidak terdapat riwayat kuning, kebiruan, sesak,

kejang, dan pucat pada saat lahir.

Kesan : Bayi tunggal, cukup bulan, sesuai masa kehamilan

Riw. Imunisasi

NO Jenis

Imunisasi

Jumlah Dasar

1 BCG 1x 1 bulan

2 Polio 4x -

3 Hepatitis B 1x 0 Bulan

4 DPT - -

5 Campak - Belum

dilakukan

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap sesuai umur

Riw. Makanan

Usia Makanan

0 – 6 Bulan Asi dan susu formula

6 – Sekarang Susu formula sesuai keinginan

anak, makanan pendamping

( bubur cerelac, buah, biskuit)

3x sehari, 1 porsi = 1 mangkuk

kecil

Kesan : Kualitas cukup kuantitas cukup

Page 8: Lapsus Pneumonia

Riw. Perkembangan dan Pertumbuhan

Personal Sosial : saat ini pasien sudah dapat menatap muka, tersenyum,

mengamati tangan, berusaha meraih mainan, memegang biskuit sendiri

Motorik Halus : saat ini pasien sudah dapat menoleh ke samping kanan dan

kiri, berusaha meraih mainan, memegang biskuit sendiri

Bahasa : saat ini pasien sudah dapat bersuara, berteriak, menoleh ke arah suara,

mengoceh

Motorik Kasar : saat ini pasien kepala sudah bisa tegak ketika didudukan,

duduk tanpa berpegangan

Kesan : Tumbuh kembang normal

PEMERIKSAAN FISIK ( 19 Juni 2015, jam 18.45)

Status Generalis

Kesan Umum

Kesadaran

:

:

Tampak sakit sedang, tampak sesak, kesan status gizi

cukup

Compos mentis

Tanda Vital : N : 100x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler

RR : 48x/menit

S : 37,8’C

SpO2 : 92% (tanpa memakai nasal kanul)

Status Antropometri : BB : 7,8 kg BB/U : -1 < z score < 0 ( norma)

PB : 70 cm PB/U : -2 < z score < 0 (normal)

BB/PB : -2 <z score < 0 (normal)

Kesan : Gizi Baik

Kepala : Normocephal (Lingkar kepala 45 cm), rambut hitam,

distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor 2mm/2mm

Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-

Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas

sekret mengering +/+ warna putih kekuningan

Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-

Page 9: Lapsus Pneumonia

: T1 tenang

Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba

pembesaran kelenjar getah bening

Dada : Pulmo :

I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,

retraksi suprasternal (-) retraksi epigastrium (-)

P : Ekspansi dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi +/+, wheezing -/-

Cor :

I : Tidak tampak ictus cordis

P : Iktus cordis teraba di ICS 2-3 linea MCS

P : Pekak

A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen : I : Datar

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien

tidak teraba, turgor baik

P : Timpani

A : Bising usus (+) normal

Alat Kelamin : O , Fimosis (-), Eritema (-)

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill <2detik, akral

hangat (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 18 Juni 2015, jam 20.34 wib)

Hasil Unit Nilai

Normal

Leukosit 10.97 ribu/mm3 5-14,5 N

Netrofil 52.7 % 17-60 N

Monosit 12.6 % 1-11 ↑

Page 10: Lapsus Pneumonia

Limfosit 34.2 % 20-70 N

Eosinofil 0.1 % 1-5 ↓

Basofil 0.4 % 0-1 N

Eritrosit 4.86 juta/uL 3.87-

5.39

N

Hemoglobi

n

11.8 g/dL 11.5-

13.5

N

Hematokrit 35 % 34-40 N

MCV 71.0 fL 75-87 ↓

MCH 24.3 pg 24-30 N

MCHC 34.2 % 31-37 N

RDW-CV 15.1 % 11.5-

14.45

Trombosit 440 ribu/mm3 150-440 N

DIAGNOSA KERJA

Pneumonia

DIAGNOSA BANDING

-

USULAN PEMERIKSAAN

Foto Rontgen Thorax

PENATALAKSANAAN

02 : Nasal kanul 2 lpm

IVFD KaEn 1b 8 tpm

Page 11: Lapsus Pneumonia

Kebutuhan cairan anak dengan BB 7.8 kg

[7.8 x 100] x 20 = 10.8 ~ 10 tpm

24 x 60

Antibiotik

- Ampicilin 4 x 150 mgiv

Ampicilin ( 50 – 100 mg/KgBB) diberikan sebanyak 4x sehari

7.8 x 50 mg = 390 mg/ 4x = 97.5mg/x

7.8 x 100 mg = 780/4x = 195 mg/x

- Kloramfenikol 4 x 100mgiv

Kloramfenikol (25 - 50mg/KgBB) diberikan 4x sehari

7.8 x 25mg = 195mg/4x = 48.5 mg/x

7.8 x 50mg = 390mg/4x = 97.5mg/x

- Paracetamol sirup 4 x ¾ cth

Paracetamol syrup : 10-15 mg/kg bb/x , syrup 125mg/5ml

7.8 kg X 10 mg = 78 mg , 7.8 kg X 15 mg = 117 mg

78 g-117 mg = 3 x 3/4 cth

- Ambroxol 3 x 1 puyer

Ambroxol : 1,2 mg – 1,6 mg/kg bb/hari terbagi dalam 3 kali

pemberian, 1 tab = 30 mg

1,2 mg x 7.8 kg = 9.36 mg

1,6 mg x 7.8 kg = 12.48 mg

9.36 mg- 12.48 mg / hari = 10 mg/hari x 3 hari = 30 mg, 1 tablet untuk

3 hari dibuat puyer . 3 x 1 puyer

EDUKASI

- Bila anak bertambah sesak (RR > 50x/menit) maka semntara anak

dipuasakn telebih dahulu dan dipasang NGT

- Bila anak demam, beri minum ASI yang cukup, kompres hangat, dan beri

obat penurun panas

PROGNOSA

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Page 12: Lapsus Pneumonia

Quo ad funtionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

PENDAHULUAN

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun. Diperkirakan hampir

seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita

meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan

Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian

bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori,

terutama pneumoia. Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru.

sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/ bakteri) dan sebagian

kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang

disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari

pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh

infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis

pada anak sulit membedakan pneumonia bakerial dengan pneumonia viral.

Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya

cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata

pada pemeriksaan radiologis.

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh

bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus

pneumonia, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia

yang disebabkan oleh bakteri-bakteri umumnya responsif terhadap pengobatan

dengan antibiotik beta-laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang tidak

responsif dengan antibiotik beta-laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik.

Pnemonia atipik terutama disebbakan oleh Mycoplasma pneumoniae dan

Chlamydia pneumoniae. Berdasarkan tempat terjadnya infeksi, dikenal dua

bentuk pneumonia, yaitu; 1. Pneumonia masyarakat, 2. Pneumonia RS. Oleh

kerana tingginya mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak, diharapkan

Page 13: Lapsus Pneumonia

dengan pembuatan referat ini dapat membantu masyarakat untuk dapat mengenali

gejala pneumonia serta penangananya dengan harapan angka mortalitas dan

morbiditas pneumonia pada anak dapat menurun.

Page 14: Lapsus Pneumonia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia

didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal

bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,

sakus alveolaris, dan alveoli.1

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan

hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak

balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika

dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%

angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh

penyakit system respiratori, terutama pneumonia 2.

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak

di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di

Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada

anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara

maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20

kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian

pertahun pada anak balita di negara berkembang 2.

ETIOLOGI

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan

pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi

pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi

Page 15: Lapsus Pneumonia

Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,

atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering

disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.

aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,

sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2.

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang

mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human

metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens

global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia

dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan

tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV,

99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas

kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia

anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.2

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber

dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus

pneumoniae

Haemophillus influenza tipe

B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Page 16: Lapsus Pneumonia

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe

B

Mycoplasma

pneumoniae

Moraxella catharalis

Streptococcus

pneumoniae

Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

tahun – remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumonia Haemophillus influenza

Mycoplasma

pneumoniae

Legionella sp

Streptococcus

pneumoniae

Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza / Parainfluenza

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di

negara maju.8

Page 17: Lapsus Pneumonia

KLASIFIKASI

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan

retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.

Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak

malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut2 :

Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia

Sangat Berat

Kesadaran turun,

letargis

Tidak mau menetek /

minum

Kejang

Demam atau

hipotermia

Bradipnea atau

pernapasan ireguler

Kesadaran turun, letargis

Tidak mau minum

Kejang

Sianosis

Malnutrisi

Pneumonia

Berat

Napas cepat

Retraksi yang berat

Retraksi (+)

Masih dapat minum

Sianosis (-)

Pneumonia

Ringan

Takipnea

Retraksi (-)

Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.2

Berdasarkan lokasi lesi di paru (9)

a) Pneumonia lobaris

b) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

c) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

Berdasarkan asal infeksi (9)

a) Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community

acquired pneumonia=CAP)

Page 18: Lapsus Pneumonia

b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital

acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)

Berdasarkan mikroorganisme penyebab (9)

a) Pneumonia bakteri:

Diplococcus pneumoniae, Pneumococus,

Streptococcus aureus, Streptococcus hemolyticus,

Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander,

Mycobacterium tuberculosis

b) Pneumonia virus:

Respiratory syncytical virus, virus influenza,

adenovirus, virus sitomegalo

c) Pneumonia mikoplasma

d) Pneumonia jamur:

Histolplasma capsulatum, Cryptococcus

neoformans, Blastomyces dermatitides, Coccidoides

immitis, Aspergillus species, Candida albicans

Berdasarkan karakteristik penyakit (9))

a) Pneumonia tipikal

b) Pneumonia atipikal

Berdasarkan lama penyakit (9)

a) Pneumonia akut

b) Pneumonia persisten

Patogenesis1,4

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan

paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara

daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat

timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas

dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :

1. Inhalasi langsung dari udara

2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.

Page 19: Lapsus Pneumonia

3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.

4. Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk

mencegah infeksi yang terdiri dari :

1. Susunan anatomis rongga hidung.

2. Jaringan limfoid di nasofaring.

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius

dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

4. Refleks batuk.

5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang

terinfeksi.

6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang

bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat

melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada

dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba

di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat

stadium, yaitu :

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

Page 20: Lapsus Pneumonia

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel

darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi

padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti

hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal

sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat

singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan

fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan

diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya

semula.

Page 21: Lapsus Pneumonia

GEJALA KLINIS

Gambaran klinis pneumonia karena virus atau bakteri biasaya berbeda,

walaupun perbedaan tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Takipea, batuk,

malaise, demam, nyeri dada pleuritis dan retraksi sering terjadi pada keduanya.

Pneumonia virus lebih sering disertai dengan batuk, mengi, atau stridor,

demam kurang menonjol dibanding dengan pneumonia bakteri. Roentgenogram

dada menunjukkan infiltrat bronkopneumonia bergaris-garis difus, dan jumlah

leukosit sering tidak meningkat (limfosit merupakan tipe sel yang dominan).

Pneumonia bakteri biasanya disertai dengan batuk, demam tinggi,

menggigil, dispnea, dan temuan-temuan auskultasi berupa konsolidasi paru

(misalnya, penurunan suara pernapasan atau pernapasan bronchial, perkusi redup,

dan egofoni pada daerah terlokalisasi). Roentgenogram dada sering menunjukkan

konsolidasi lobari (pneumonia bundar) serta efusi pleura (10-30%), dan jumlah

leukosit perifer meningkat (>15.000-20.000/mm3), dengan dominasi neutrofil.

Banyak kasus pneumonia mempunyai sifat-sifat yang berada antara dua

gambaran khas pneumonia virus dan bakteri. Pneumonia lobus bawah dapat terasa

seperti nyeri abdomen.(10)

Page 22: Lapsus Pneumonia

DIAGNOSA

Anamnesis

Non-respiratorik

Demam, sakit kepala, kuduk kaku terutama bila lobus

kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare,

sakit perut dan distensi abdomen terutama pada bayi. Pada

bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan

batuk.

Respiratorik

Batuk, sesak napas, sakit dada. (1,4)

Pemeriksaan fisis

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan

kelompok umur tertentu. Takipnea, grunting, pernapasan cuping

hidung, retraksi subkostal, sianosis, auskultasi paru crackles.

Takipnea berdasarkan WHO:

Usia < 2 bln : ≥ 60 x/mnt

Usia 2-12 bln : ≥ 50 x/mnt

Usia 1-5 thn : ≥ 40 x/mnt

Frekuensi pernapasan normal usia 6 thn - pubertas : 16-20x/mnt (4)

Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,

grunting, dan sianosis.Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan

grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, sianosis, batuk,

panas dan iritabel. (1)

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk

(non produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan

retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolahan dan remaja,

dapat dijumpai demam, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada,

Page 23: Lapsus Pneumonia

nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan

dijumpai adanya pernapasan cuping hidung. (1)

Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine

crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar, biasa tidak

ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup)

pada perkusi, vocal fremitus menurun, suara napas menurun, dan

terdengar fine crackles (ronki basah halus) di daerah yang terkena.

Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada. Bila berat, gerakan dada

menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan

kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.(1)

Hepatomegali terjadi akibat perubahan letak diafragma yang tertekan

kebawah oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung

kongestif. (4)

Pemeriksaaan penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan

dasar diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila

diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi

dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai

dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemui

apa-apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia

berat.(1)

Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri

dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat

dibedakan menjadi tiga macam:

Konsolidasi lobar atau segmental disetai adanya air

bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat atau bakteri

lain.

Page 24: Lapsus Pneumonia

Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau

mycoplasma; gambaran berupa corakan bronchovaskular

bertambah, peribronchial cuffing, dan overeaciation; bila

berat terjadi patchy consolidation karena atelektasis.

Gambaran pneumonia karena S.aureus dan bakteri lain

biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang difus, corakan

peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrate halus

sampai ke perifer.

Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan

pneumatocelle dan efusi pleura (empiema), sedangkan

mycoplasma akan memberikan gambaran berupa infiltrat

retikulat atau retikulonoduler yang terlokalisasir di satu lobus.(1)

Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih

dipertanyakan, namun para ahli sepakat adanya infiltrate alveolar

menunjukkan penyebab bakteri, sehingga pasien perlu diberi

antibiotik.(1)

Laboratorium

Hitung lekosit dapat membantu membedakan antara

pneumonia viral dan pneumonia bakteri. Pada pneumonia viral,

hasil pemeriksaan leukosit bisa normal atau meningkat (tidak

melebihi 20.000/mm3), limfosit predominan. Pada pneumonia

bakteri, hasil pemeriksaan leukosit meningkat

(15.000-40.000/mm3), neutrofil predominan.(1,4)

Laju endap darah (LED) dan C reactive protein juga tidak

menunjukkan gambaran khas. Trombositopeni biasa didapatkan

pada 90% penderita pneumonia dengan empiema.(1)

Page 25: Lapsus Pneumonia

Pemeriksaan sputum kurang sempurna, biakan darah jarang

positif, hanya positif pada 3-11% saja, tetapi untuk Pneumococcus

dan H.Influenza kemungkinan positif adalah 25-95%. Rapid test

digunakan untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan

sensitivitas rendah. Pemeriksaan serologi juga kurang manfaat.(1)

Diagnosis definitif pneumonia bakterial adalah dengan isolasi

mikroorganisme dari paru, cairan pleura, atau darah. Namun

pengambilan specimen dari paru sanagt invasif dan tidak rutin

diindikasikan. (4)

PENATALAKSANAAN

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres

pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,

komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi

kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Bayi Anak

Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis

Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50 kali/menit

Distres pernapasan, apnea intermiten,

atau grunting

Distres pernapasan

Tidak mau minum/menetek Grunting

Keluarga tidak bisa merawat di rumah Terdapat tanda dehidrasi

Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tabel 5. Kriteria rawat inap pneumonia2

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam

Page 26: Lapsus Pneumonia

dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi

dengan adekuat.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan

pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan

pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena

tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan

pengalaman empiris yakni didasrkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan

mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta epidemiologis.

Pneumonia rawat jalan

Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama

secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan

berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang

mencapai 90%. Dosis yang digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg

TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin

(25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan

selama 5 hari.

Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol

ulang anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak

memburuk, tidak bisa minum atau menyusu.

Ketika anak kembali :

-Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan

membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari

-Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan,

ganti ke antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.

-Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai

pedoman di bawah ini.

Pneumonia rawat inap

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6

jam), harus dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan

respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan

Page 27: Lapsus Pneumonia

di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali

diberikan 3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan

yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan

semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat)

maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).

Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen

dan pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).

Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan

gentamisin (7,5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM

atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian).

Bila keadaan anak membaik, lanjutkan klosasiklin (atau diklosasiklin) secara

oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau

klindamisin secara oral selama 2 minggu.

Tatalaksana Umum

Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar,

harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup

untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan

intravena dan dilakukan balans cairan ketat

- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak

dengan pneumonia

- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien

(Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)

- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucocilliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap

4 jam sekali, termasuk pemerikaan saturasi oksigen

Nutrisi

-Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral,

harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)

Page 28: Lapsus Pneumonia

atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat

menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan ukuran lubang

hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan yang

terkecil.

- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami

overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi

hormon antidiuretik

Kriteria pulang:

-Gejala dan tanda pneumonia menghilang

-Asupan peroral adekuat

-Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

-Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol dan

kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari pneumonia adalah :

Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps

paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.

Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga

pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

Infeksi sitemik

-Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

-Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

PROGNOSA6

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang

terlambat untuk pengobatan.

Page 29: Lapsus Pneumonia

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi

berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan

hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan

pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja

sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif

yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi

apabila berdiri sendiri.

PENCEGAHAN5

Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita

atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia ini.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya

tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup

sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang

cukup, rajin berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat

mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.

Vaksinasi pneumokokus

Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan

diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali,

namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2

bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan

cukup 1 kali.

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 30: Lapsus Pneumonia

Sejak 1 bulan pasien mengalami batuk – batuk. Namun semakin parah sejak 2

minggu terakhir ini. Batuk yang dialami pasien adalah batuk berdahak, namun

dahak sulit untuk dikeluarkan

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam. Demam yang

dirasakan pasien naik turun. Suhu mencapai 38°C diukur menggunakan alat

pengukur suhu tubuh oleh ibu pasien. Sempat mengkonsumsi obat sirup penurun

panas, suhu tubuh menurun karena obat, 1 jam kemudian suhu kembali demam.

Namun pasien tidak sampai mengalami penurunan kesadaran dan kejang.

Satu hari sebelum masuk RS, pasien tampak lemas dan nafsu makan berkurang

disertai dengan penurunan berat badan dari 8 kilogram (4 hari yang lalu) menjadi

7.8 kilogram. Batuk pilek dan demam masih ada.

Beberapa jam sebelum masuk RS, pasien terlihat napasnya cepat dan sesak. Sesak

muncul perlahan-lahan. Sesak tidak dipicu oleh udara dingin ataupun debu. Pasien

menjadi lebih cepat lelah minum susu botol, kira-kira sekitar 5 menit minum susu

botol lalu pasien melepas.

Di IGD pasien dipasang selang oksigen dan mendapatkan terapi uap satu kali

karena adanya napas cepas pergerakan cuping hidung dan retraksi dada namun

Pasien mempunyai Riwayat batuk sejak usia 3 bulan. Kumat – kuamatan.

Dikeluarga Ibu dan kakak pasien mengalami batuk – batuk yang tertular oleh

pasien

Gejala gangguan respiratori juga terjadi pada pasien anak ini, seperti batuk, pilek,

sesak napas. Dan pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu demam, suara ronkhi

basah halus seluruh lapang paru.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan sesuai protokol terapi pneumonia yakni

diberikan kombinasi antibiotik Ampisilin-Kloramfenikol. Ampisilin (50

mg/kgBB) diberikan 4 kali sehari (Ampisilin 4 x 150 mg IV) dan Kloramfenikol

Page 31: Lapsus Pneumonia

(25 mg/kgBB) diberikan 4 kali sehari (Kloramfenikol 4 x 100mg IV). Diberikan

pula ambroxol ( 1,2 – 1,6 mg/kgBB/hari) 3 kali sehari (Ambroxol 3 x 1 puyer).

Serta diberikan obat simtomatis antipiretik-analgetik paracetamol (10 – 15

kg/BB/x, sirup 125 mg/5ml) 3 kali sehari (3 x ¾ cth)

Prognosis pada pneumonia ini adalah sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %,

mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi

energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat

dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya

zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh

negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis,

maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang

lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi

apabila berdiri sendiri.

Penyakit pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita

atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

pneumonia ini.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan

tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat,

makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup,

rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi

kemungkinan terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: Lapsus Pneumonia

1. Garna, Herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD

2. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta : IDAI.

3. Latief, Abdul, dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit standar

WHO. Jakarta : Depkes

4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of

Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

5. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan pelayanan medis dept. IKA.

Jakarta : RSCM

6. Rahajoe, Nastini.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1. Jakarta :

IDAI

7. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.

8. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in

infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908

9 Garna H., dan Nataprawira H.M.D., Pedoman Diagnosis Dan Terapi; Ilmu

Kesehatan Anak.. In Pulmologi; Pneumonia. Bagian Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RS Dr Hassan Bandung, Jl.

Pasteur No. 38 Bandung. Edisi ke-3. 2005. p. 403-409

10.Behrman R.E., dan Kliegman R.M., Nelson Esenso Pediatri. In Sistem

Pernapasan; Pneumonia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, P.O. Box 4276/

Jakarta 10042. Edisi ke-4. 2010. p. 585-587.