lapsus tonsilitis
DESCRIPTION
lapsusTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
TONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT
Disusun Oleh:
Ni Kadek Putri Dwi Jayanti
H1A 009 049
Pembimbing:
dr. I Gusti Ayu Trisna, Sp.THT- KL
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSU PROVINSI NTB
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang termasuk dalam cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yaitu: tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual, tonsil tuba
Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi
melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua
umur, terutama pada anak.1
Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya
merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.
Kelainan ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit
tenggorok berulang dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT.2,3
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia)
pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah
Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin
pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien
Tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas
pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit
anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi,
Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7
persen pada perempuan).2,3
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu
konservatif dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa,
yaitu infeksi, dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan
menyebabkan sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk
abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi
tonsilektomi perlu dilakukan.2
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsil palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong
faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan
bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsil palatina. Pilar tonsil berasal
dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia
kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada
sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel – sel limfatik.
Secara histologi tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan
interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).4
2.2 ANATOMI TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh
jaringan alveolar yang tipis dari fasia faringeal dan permukaan bebas tonsil
ditutupi oleh epitel yang meluas ke dalam tonsil membentuk kantong yang dikenal
dengan kripta.5,6 Kripta pada tonsil ini berkisar antara 10-30 buah.1 Epitel kripta
tonsil merupakan lapisan membran tipis yang bersifat semipermiabel, sehingga
epitel ini berfungsi sebagai akses antigen baik dari pernafasan maupun pencernaan
untuk masuk ke dalam tonsil. Pembengkakan tonsil akan mengakibatkan kripta
ikut tertarik sehingga semakin panjang. Inflamasi dan epitel kripta yang semakin
longgar akibat peradangan kronis dan obstruksi kripta mengakibatkan debris dan
antigen tertahan di dalam kripta tonsil. 5,6
Tonsil palatina adenoid, tonsil lingual, pita lateral faring, tonsil tubaria dan
sebaran jaringan folikel limfoid membentuk cincin jaringan limfoid yang dikenal
dengan cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer ini merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Tonsil palatina dan adenoid merupakan bagian terpenting dari cincin
Waldeyer. Adenoid akan mengalami regresi pada usia puberitas.5
3
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.
2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.
3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium
tuba auditiva.
1) Tonsilla Palatina
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris dan dibatasi oleh
pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil
palatine dibatasi dari anterior oleh pilar anterior yang dibentuk otot palatoglossus,
posterior oleh pilar posterior dibentuk otot palatofaringeus, bagian medial oleh
ruang orofaring, bagian lateral dibatasi oleh otot konstriktor faring superior,
bagian superior oleh palatum mole, bagian inferior oleh tonsil lingual. Tiap
tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas
menonjol ke dalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang
berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fossa tonsillaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan
fibrosa yang disebut “Capsula” tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan
tonsilla lingualis.1,8
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripte tonsila. Epitel yang melapisi permukaan tonsila palatina
mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana
mukosa tonsila palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga
memerlukan perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan terhadap trauma.
Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang
kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan
4
jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme
pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh
limfatik.8
Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte
dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa
yang terdapat di sekitar tonsil. Fossa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu
batas anterior adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus
dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior.
Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring
terdapat nervus ke IX, yaitu nervus glosofaringeal.8
Vaskularisasi tonsil diperoleh dari arteri yang terutama masuk melalui polus
caudalis, tapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr.
tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus
cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua
cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna. Darah venous
dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di sekitar kapsula
tonsillaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan
pleksus pharyngealis. Vena paratonsillaris dari palatum mole menuju ke bawah
lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk mengalirkan darah ke dalam pleksus
pharyngealis.9
5
Gambar 1. Vaskularisasi Tonsil Palatina
Cairan limfe dialirkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan
sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior, terutama pada limfonodi
yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsillaris). Nodus paling penting
pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan
belakang angulus mandibulae. Tonsil bagian bawah mendapat persarafan dari
cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden
lesser palatine nerves.9
2) Tonsilla Pharingeal (Adenoid)
Adenoid merupakan massa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai
kriptus.8
Adenoid terletak pada dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum
nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, serta kompleks tuba Eustachius –
telinga tengah – kavum mastoid pada bagain lateral. Jaringan adenoid di
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fossa Rosenmuller dan orifisium tuba Eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai
ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.8
3) Tonsilla Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata. Tempat
ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinis
6
merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau
kista duktus tiroglosus.10
2.3 IMUNOLOGI
Tonsil adalah jaringan limfoid yang mengandung limfosit B, limfosit T, dan
sel plasma. Sentrum germinativum tonsil menghasilkan berbagai macam
immunoglobulin meliputi Ig G, Ig M, Ig A, Ig D, dan Ig E. Ig A sekretori (s-IgA
merupakan imunoglobulin terbanyak dalam saliva, yang dapat mencegah penetrasi
antigen melalui mukosa rongga mulut.10
Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan
limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang.
Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,
IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4
area, yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid, dan pusat germinal pada folikel limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama, yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.8
Tonsilektomi sudah sejak lama merupakan kontroversi di berbagai kalangan,
baik awam maupun profesi. Bagi yang kontra, tonsilektomi dianggap dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh. Beberapa penelitian mengenai s-IgA pada
saliva telah dilakukan oleh Thaweboon et al. yang meneliti s-IgA pada saliva, pH
dan laju saliva pada anak dengan infeksi streptokokus dan kandida serta karies
dentis memiliki kadar yang lebih tinggi dibanding kontrol. Begitu juga yang
didapatkan oleh Thornber et al. yang melakukan penelitian mengenai s-IgA pada
anak dengan limfadenitis mikobakterial atipik lebih tinggi dibanding kontrol.
D’Amelio R et al. 8 yang meneliti kadar Ig A serum dan saliva pada subyek
normal dibandingkan dengan penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah
tonsilektomi mendapatkan hasil 1,6 % menunjukkan penurunan baik Ig A serum
7
maupun Ig A saliva, 27,4 % menunjukkan penurunan parsial Ig A serum
sedangkan Ig A saliva tetap normal dan 71,4 % tidak menunjukkan penurunan Ig
A serum maupun saliva. Penelitian mengenai kadar imunoglobulin A sekretori
pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi dilakukan di
Makassar menyimpulkan bahwa sebelum tonsilektomi, kadar s-IgA penderita
tonsilitis kronik umumnya tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadarnya
menurun mendekati kadar s-IgA pada individu normal.10
2.4 TONSILITIS KRONIS
DEFINISI
Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat
infeksi akut atau subklinis yang berulang. Tonsillitis adalah peradangan tonsila
palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Sedangkan Tonsilitis
kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun.
Penyebaran infeksinya melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.
Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1
Gambar 2. Tonsilitis
ETIOLOGI
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat. Kuman penyebabnya sama
dengan tonsilitis akut, yaitu Grup A
Streptococcus ß hemoliticus,
pneumokokus, Streptococcus
viridan, dan Streptococcus
8
piogenes, tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram
negatif.1
PATOLOGI
Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte
melebar. Secara klinis kripte ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula.1
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-
kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang
mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil),
maupun melalui mulut bersama makanan.11
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk ke dalam dihancurkan
oleh makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi
maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya,
akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh
dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu
– waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum
yang menurun. 11
MANIFESTASI KLINIS
Pada tonsilitis akut, gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, dan rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga
(otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui
n.glosofaringeus (n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis
9
dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.3
Pada tonsilitis kronik, rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan
kering di tenggorok dan napas berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar
dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus.3
Tonsilitis AkutTonsilitis Kronis
Eksaserbasi akutTonsilitis Kronis
Hiperemis dan
edema
Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil
tapi tidak hiperemis
Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar
Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)
Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)
Antibiotika,
analgetika,
obat kumur
Sembuhkan radangnya, Jika
perlu lakukan tonsilektomi 2
– 6 minggu
setelah peradangan tenang
Bila mengganggu
lakukan
Tonsilektomi
DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. Standar untuk pemeriksaan
tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik diklasifikasikan berdasarkan ratio
tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior
kanan dan kiri. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: 1
TO: tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
10
TERAPI
1) Medikamentosa
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.
Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala
yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh
streptokokus perlu diobati dengan Penisilin V secara oral, Sefalosporin,
Makrolida, Klindamisin, atau injeksi secara intramuskular Penisilin Benzatin G.
Terapi yang menggunakan Penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh karena itu
penggunaan antibiotik tambahan mungkin akan berguna.3,4
2) Operatif
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan
pada pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan
tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan
11
berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok,
nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi. Tonsilektomi sebagai tindakan operasi
terbanyak dan biasa dilakukan di bidang THT belum mempunyai keseragaman
indikasi. Indikasi tonsilektomi yang diterima luas pada saat ini adalah tonsilitis
kronik dengan insidensi 7 atau lebih episode sakit tenggorok akibat tonsilitis
dalam 1 tahun atau 5 episode/tahun dalam dua tahun dan 3 episode/tahun dalam 3
tahun.3
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head
and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology ,Head
and Neck Surgery.4
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial.
c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonal.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
e. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus β
haemoliticus.
g. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h. Otitis media efusa atau otitis media supuratif.
KOMPLIKASI
- Komplikasi Tonsilitis
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses
peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut,
miokarditis, artritis serta septikemia akibat v. jugularis interna (sindrom
Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui
12
mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang
dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).1
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkulosis.1
- Komplikasi Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal
maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan
komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 12
1. Komplikasi anestesi12
Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien.
Komplikasi yang dapat ditemukan berupa:
• Laringosspasme
• Gelisah pasca operasi
• Mual muntah
• Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi
• Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan
henti jantung
• Hipersensitif terhadap obat anestesi.
2. Komplikasi Bedah12
a) Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan
dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat
perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali
karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah.
b) Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf
glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang
13
menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh
mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.
c) Komplikasi lain
Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara, aspirasi,
otalgia, pembengkakan uvula, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan
pneumonia.
PROGNOSIS
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat. 11
Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu
infeksi pada telinga dan sinus. 11
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : “Tn S”
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Selagalas, Mataram
Pekerjaan : Wiraswasta
RM : 150424
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Sakit tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan nyeri
tenggorok sejak 3 hari yang lalu. Pasien nyeri pada tenggorokan kadang
dirasakan menjalar sampai pada kedua telinganya. Os juga mengeluh nyeri
makin berat saat menelan makanan. Hal tersebut menyebabkan nafsu makan
15
pasien menjadi menurun. Pasien juga mengeluh demam, keluhan demam ini
dirasakan 4 hari yang lalu, namun hilang timbul. Keluhan nafas berbau juga
dirasakan oleh pasien. Keluhan batuk (-) , pilek (-), hidung tersumbat (-).
Pasien mengaku mendengkur saat tidur. Keluhan sesak napas disangkal.
Pasien menyangkal pendengaran telinga menurun, keluar cairan dari telinga
(-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan serupa sudah dirasakan pasien 1 tahun yang lalu,dan berulang > 3
kali. Riwayat batuk lama (-), asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak memiliki keluarga dengan keluhan yang serupa. Riwayat batuk
lama(-), asma (-).
Riwayat Alergi :
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat-obatan.
Riwayat alergi debu dan bersin-bersin di pagi hari (-).
Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah pernah minum obat parasetamol untuk mengurangi sakitnya.
Riwayat Sosial :
Pasienmerupakan seorang perokok, ia merokok selama ± 10 tahun, pasien
biasanya dapat menghisap rokok sebanyak 5 batang perhari.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Respirasi : 18 x/menit
16
- Suhu : 37,4oC
Status Lokalis :
Pemeriksaan Telinga
No. Pemeriksaan Telinga Auricula Dextra Auricula Sinistra
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga : aurikula,
preaurikuer, retroaurikuler.
Bentuk dan ukuran telinga
dalam batas normal, lesi
pada kulit (-), hematoma (-),
massa (-), fistula (-), nyeri
tarik aurikula (-).
Bentuk dan ukuran telinga
dalam batas normal, lesi
pada kulit (-), hematoma (-),
massa (-), fistula (-), nyeri
tarik aurikula (-).
3. Liang telinga (MAE) Serumen (+), hiperemis (-),
edema (-), furunkel (-),
otorhea (-).
Serumen
Serumen (-), hiperemis (-),
edema (-), furunkel (-),
otorhea (-).
4. Membran timpani Intak, retraksi (-), hiperemi
(-), bulging (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light
(-), cone of light (+).
Intak, retraksi (-), hiperemi
(-), bulging (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light
(+).
5. Tes garpu tala
- Rinne
- Weber
- Swabach
(+)
Lateralisasi (-)
Sama dengan pemeriksa
(+)
Lateralisasi (-)
Sama dengan pemeriksa
17
Pemeriksaan Hidung
Inspeksi Nasal Dextra Nasal Sinistra
Hidung luar Bentuk normal, inflamasi (-),
deformitas (-), massa (-).
Bentuk normal, inflamasi (-),
deformitas (-), massa (-).
Rinoskopi Anterior :
Vestibulum nasi Hiperemi (-), ulkus (-) Hiperemi (-), ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk normal, mukosa
hiperemi (-).
Bentuk normal, mukosa
hiperemi (-).
Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-),
perdarahan (-), ulkus (-).
Deviasi (-), benda asing (-),
perdarahan (-), ulkus (-).
Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-), sekret
(-), massa berwarna putih
mengkilat (-).
Mukosa hiperemi (-), sekret (-),
massa berwarna putih
mengkilat (-).
Konka media dan konka
inferior
Hipertrofi (-), hiperemi (-),
kongesti (-).
Hipertrofi (-), hiperemi (-),
kongesti (-).
Gambar :
Pemeriksaan Tenggorokan
No. Pemeriksaan Keterangan
1. Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda
18
2. Mulut Mulut dapat menutup sempurna, mukosa mulut
basah, berwarna merah muda.
3. Bucal Warna merah muda, hiperemi (-)
4. Gigi Gigi lengkap, berlubang (-)
5. Lidah Ulkus (-), pseudomembran (-).
6. Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-),
pseudomembran (-).
7. Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-), arkus palatum normal
8. Faring Mukosa hiperemi (-), edema (-), ulkus (-),
granul (-), sekret (-), refleks muntah (+).
9. Tonsila Palatina Hiperemia (+)/(+), detritus (+)/(+), kripte
melebar (+)/(+), ukuran T3/T3.
Gambar :
19
3.4. Diagnosis
Tonsilitis kronis eksaserbasi akut
3.5. Planning
Planning Diagnosis :
- Pemeriksaan ASTO (Anti-Streptolisin O)
- Pemeriksaan swap tenggorok dan uji sensitivitas
Planning Terapi :
- Analgetik : Parasetamol 3 x 500 mg
- Antibiotika : Amoxicillin 3 x 500 mg
- Pro tonsilektomi
3.7 KIE Pasien
- Untuk saat ini tonsil atau amandel pasien tidak dalam keadaan meradang
sehingga untuk mencegah kekambuhan, sementara hindari makanan yang
berminyak, minuman atau makanan dingin, serta makanan yang bersifat
iritatif terhadap tenggorokan.
- Menjaga higiene mulut agar tidak terjadi tonsilitis berulang.
20
- Menjelaskan kepada pasien bahwa tindakan terapi yang paling baik adalah
dengan tindakan operatif. Hal ini dilakukan karena adanya beberapa
indikasi yang menjadi dasar untuk dilakukan tindakan operasi pada pasien
yaitu berupa adanya riwayat kekambuhan yang lebih dari 3 kali dalam 1
tahun terakhir, adanya keluhan sulit menelan, nafas berbau serta gangguan
ketika tidur berupa mengorok.
- Edukasi kepada pasien untuk mengambil keputusan tindakan operatif
untuk mencegah kekambuhan dan apabila setuju akan dilakukan
pemeriksaan yang lengkap untuk persiapan operasi.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa apabila tidak dilakukan operasi maka
resiko kekambuhan akan tinggi, terutama jika tidak menjaga higienitas
rongga mulut, dan dapat menimbulkan infeksi ke daerah sekitar mulut
apabila tidak ditangani dengan baik.
3.8 Prognosis
Dubia ad bonam
BAB 4
PEMBAHASAN
Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
21
higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya tonsilitis kronik.
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan tonsilitis kronik eksaserbasi akut
yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis
didapatkan keluhan sakit tenggorokan yang telah dialami selama 3 hari. Pasien
juga mengeluhkan nyeri makin bertambah saat menelan makanan. Nyeri dirasakan
hingga telinga. Keluhan demam juga dirasakan pasien namun hilang timbul. Saat
tidur pasien juga dikatakan sering mengorok dan ada nafas yang berbau. Keluhan
tersebut sering berulang telah dialami selama 1 tahun. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan adanya tonsil yang hiperemi,detritus, kripte yang melebar, dan ukuran
tonsil T3/T3. Usulan pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan ASTO (Anti-
Streptolisin O). Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui adanya infeksi tonsil
oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus yang dapat menyebabkan berbagai
komplikasi ke organ lain seperti jantung dan ginjal.
Penanganan yang dilakukan pada penderita ini berupa pemberian analgetik
untuk keluhan nyeri menelan yang dialami pasien serta antibiotika untuk
menghilangkan infeksi pada tonsilitis yang mengalami eksaserbasi akut.
Antibiotika pilihan yang diberikan adalah amoxicillin dan diberikan selama 7-10
hari walaupun gejala klinis telah hilang. Selain itu, setelah gejala infeksi dan
peradangan teratasi, pasien direncanakan untuk dilakukan tonsilektomi untuk
mencegah komplikasi tonsilitis kronik. Persiapan untuk tonsilektomi perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap, bleeding
time, dan clotting time.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku
22
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010 : hlm 224-225.
2. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory
Tract. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY:
McGraw Hill.
3. Rusmarjono, Soepardi EA. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring.
Dalam :Soepardi EA, Iskandar N. (Ed). Buku Ajar Ilmu THT. Edisi 6.
Jakarta :Balai Penerbit FKUI ; 2007. Hal 221-5.
4. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otalaryngology.
6th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001;263-368
5. Brodsky L, Poje Ch. Tonsillitis, tonsilectomy and adenoidectomy. In: Bailey
BJ, Johnson JT, Newlands SD editors. Ototlaryngology Head and Neck
Surgery, 4th Ed Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
2006:p.1183-98.
6. Bluestone CD. Controversies in tonsillectomy, adenoidectomy, and
tympanostomy tubes. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD editors.
Ototlaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed Vol 1. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2006:p.1199-208.
7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi,
Cermin Dunia Kedokteran. [Available from :
http://www.cerminduniakedoteran.com]
8. Norhidayah. Gambaran Indikasi Tonsilektomi di RSUP Haji Adam Malik dari
Tahun 2008-2010. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2010.
9. Moore KL, Anne MR. Neck. In : Essential Clinical Anatomy. USA : Lippincott
Williams and Wilkins. 2002: hlm 439-445.
10. Sakka I, Sedjawidada R, Kodrat L, Rahardjo SP. Kadar imunoglobulin A
sekretori pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi.
23
Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas
Kedokteran Universitas hasanuddin. 2010: hlm 1-7.
11. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository.
[Accessed from: http://repository.usu.ac.id/]
12. Wanri A. Tonsilektomi. Palembang: Departemen Telinga, Hidung Dan
Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2007: hlm 1-8.
24