lereng
DESCRIPTION
tugas mekanika tanah mengenai analisis stabilitas lerengTRANSCRIPT
TUGAS MEKANIKA TANAH LANJUTKESTABILAN LERENG
Oleh :
Danu Wahyudi 1215011022Giwa Wibawa Permana 1215011048Hedi Saputra 1215011050Lidya Susanti 1215011059
FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK SIPILUNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan
tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan
manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan
ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan,
misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian
untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan
diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan
air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan
penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai
akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana
penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil,
maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng
merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan
terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.
Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya
berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari
dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan
keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan,
erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk
mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa
proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk
longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan
keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak
terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal
dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting
dalam membentuk kestabilan lereng.
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli
tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi
dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah
dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam
usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan
pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-
sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat
dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau
“diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan
atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut
menjadi stabil dan mantap.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membatasi dengan hanya
mengkaji masalah - masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Stabilitas lereng/longsor ?
2. Jenis- jenis lereng/longsor ?
3. Apa saja pencegahan terjadinya lereng/longsor ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat tujuan masalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan apa itu Stabilitas lereng/longsor
2. Menjelaskan beberapa jenis- jenis lereng/longsor
3. Menjelaskan pencegahan terjadinya lereng/longsor
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Stabilitas Lereng dan Longsor
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horizontal Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena
proses geologi ataukarena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk
secara alamiah misalnya lereng bukitdan tebing sungai, sedangkan lereng
buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunanuntuk membuat jalan
raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal sertatambang
terbuka.Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak
pada sebuahlereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan
ke luar. Longsoran dapatterjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan
atau mendadak serta denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.Setelah
gempa bumi, longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak
mengakibatkan kerugian materi maupun kematian. Kerugian dapat
ditimbulkan oleh suatulongsoran antara lain yaitu rusaknya lahan pertanian,
rumah, bangunan, jalurtransportsi serta sarana komunikasi.Analisis
kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai
kondisimaterial bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang
mungkin bekerja pada lereng.
Tanpa sebuah model geologi yang memadai, analisis hanya dapat
dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar sehingga kegunaan
dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode
Taylor, metode janbu, metode Fenellius, metode Bishop, dll.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor
keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya
yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah
tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan
perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
a. Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan
kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis
batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan
mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya : kemiringan lereng
yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari
lempung atau campurannya.
b. Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu
diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur
ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin,
ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan
batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut,
dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses
pelapukan.
c. Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan
lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik,
karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi
dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan
maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.
d. Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh
pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan
curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih
cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah
tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
e. Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya
angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi
tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.
f. Hasil kerja manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil.
Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi
pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang
tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng
tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah
terjadi.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya
tegangan geser (she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser (shear
strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :
a. Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran
terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
b. Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan
air rembesan, dan penumpukan.
c. Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
d. Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan
pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
e. Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh
sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan
dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
f. Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta
pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa
tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
a. Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan
oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
b. Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan
lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya
kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen
batuan.
c. Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan
tekanan air pori.
d. Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang
terdapat di tebing / lereng.
2.2 Jenis-Jenis Lereng
2.2.1 Lereng Alam (Natural Slopes)
Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap
kestabilan terjadi bilamana tahanan geser tanah tidak dapat
mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang
longsor. Lereng alam yang telah stabil selama bertahun-tahun dapat
saja mengalami longsor akibat hal-hal berikut :
a. Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.
b. Gempa.
c. Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena
hujan yang berkepanjangan, pembangunan dan pengisian waduk,
gangguan pada sistem drainase dan lain-lain.
d. Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi
sepanjang bidang yang berpotensi longsor.
e. Proses pelapukan.
Pada lereng alam, aspek kritis yang perlu dipelajari adalah kondisi
geologi dan topografi, kemiringan lereng, jenis lapisan tanah, kuat
geser, aliran air bawah tanah dan kecepatan pelapukan.
2.2.2 Lereng Buatan (Man Made Slopes)
Lereng buatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope)
Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong dengan
kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk
irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi,
sifat teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara
pemotongan.
b. Lereng Buatan Tanah yang Dipadatkan/lereng timbunan
(Embankment)
Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya, bendungan,
badan jalan kereta api. Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi
oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan tanah.
2.2.3 Klasifikasi Longsor
Suatu keruntuhan teknis yang paling umum adalah longsornya suatu
galian atau timbunan. Apabila terjadi suatu longsoran dalam tanah
lempung, seringkali didapat merupakan sepanjang suatu busur
lingkaran. Busur lingkaran ini dapat memotong permukaan lereng,
melalui titik kaki lereng (toe) atau memotong dasar lereng (deep
seated) dan menyebabkan peningkatan pada dasar.
Sharpe (1938) telah mengklasifikasikan longsor berdasar material dan
kecepatan pergerakan tanah dengan siklus geomorfologi serta faktor
cuaca. Sedangkan Savarenski dari Soviet (1939) membagi
kelongsoran kedalam 3 kelompok sebagai berikut :
a. Longsor Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang homogen dan
bidang longsornya hampir mendekati lingkaran.
b. Longsor Conseqvent
Longsor conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas bidang-bidang
lapis atau sesar (joint).
c. Longsor Insiqvent
Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara transversal
terhadap lapisan dan umumnya memiliki ukuran yang luas serta
bidang runtuhnya panjang menembus kedalam tanah.
Nemcok, Pasek, dan Rybar dari Cekoslowakia (1972) telah
mengusulkan untuk memperbaiki klasifikasi dan terminologi longsor
berdasarkan mekanisme dan kecepatan pergerakan.
Pengelompokkannya berdasarkan empat katagori dasar yaitu:
a. Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam pergerakan yang lambat
dari rangkak talud sampai pergerakan lereng gunung akibat
gravitasi dalam jangka waktu yang panjang atau lama.
b. Aliran (flowing)
Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air, maka
perilaku longsor seperti aliran. Contoh aliran tanah (earthflow)
atau aliran lumpur (mudflow).
c. Gelincir (Sliding)
Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang bidang
longsor yang tertentu dikelompokkan kedalam kategori ini.
d. Tanggal (Fall)
Pergerakan batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat
utamanya tanggal bebas (free fall).
Tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir tegak
lurus dan sejajar dengan muka tanah yang bersifat bergerak dalam
suatu jurusan.
2.2.4 Analisa Terjadinya Longsor
Untuk ketepatan suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu
lereng terhadap bahaya longsor, perlu dilakukan diagnosis terhadap
faktor-faktor kelongsoran. Dari pengamanan, maka perlu diketahui
lebih rinci penyebab terjadinya suatu longsor, antara lain :
a. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-
lain atau secara disengaja akan mengganggu stabilitas yang ada,
karena secara logis dapat dikatakan semakin terjal suatu lereng
akan semakin besar kemungkinan untuk longsor.
b. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-
lain atau disengaja juga akan merubah stabilitas suatu lereng.
Semakin tinggi lereng akan semakin besar longsornya.
c. Peningkatan beban permukaan ini akan meningkatkan tegangan
dalam tanah termasuk meningkatnya tegangan air pori. Hal ini
akan menurunkan stabilitas lereng dan sering terjadi karena adanya
pembangunan didaerah tebing seperti : jalan, gedung dan lain-lain.
d. Perubahan kadar air, baik karena air hujan maupun resapan air
tempat lain dalam tanah. Ini akan segera meningkatkan kadar air
dan menurunkan kekuatan geser dalam lapisan tanah.
e. Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor, karena air
bekerja sebagai pelumas. Bidang kontak antar butiran melemah
karena air dapat menurunkan tingkat kelekatan butir.
f. Pengaruh getaran, berupa gempa, ledakan dan getaran mesin dapat
mengganggu kekuatan geser dalam tanah.
g. Penggundulan daerah tebing yang digundul menyebabkan
perubahan kandungan air tanah dalam rongga dan akan
menurunkan stabilitas tanah. Faktor air sangat berpengaruh
terhadap keseimbangan dalam tanah. Disamping itu, kestabilan
lapisan permukaan tanah juga tergantung adanya penggundulan.
h. Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan merubah sifat
kekuatan tanah dan batuan hingga mengganggu stabilitas
lereng.Kekuatan Geser Tanah dan Hubungannya Dengan
Kemantapan Lereng Jika tanah dibebani, maka akan
mengakibatkan tegangan geser. Apabila tegangan geser akan
mencapai harga batas, maka massa tanah akan mengalami
deformasi dan cenderung akan runtuh. Keruntuhan tersebut
mungkin akan mengakibatkan longsoran timbunan tanah.
Keruntuhan geser dalam tanah adalah akibat gerak relatif antara
butir-butir massa tanah. Jadi kekuatan geser tanah ditentukan
untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi
keruntuhan.
Cara-cara Menstabilkan Lereng pada prinsipnya, cara yang dipakai
untuk menjadikan lereng supaya lebih aman (lebih mantap) dapat
dibagi dalam dua golongan, yaitu :
a. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak.
Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan cara
merobah bentuk lereng yang bersangkutan. Untuk itu ada dua cara :
1) Membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut
kemiringan.
2) Memperkecil ketinggian lereng.
b. Memperbesar gaya melawan atau momen melawan
Gaya melawan atau momen melawan dapat ditambah dengan
beberapa cara; yang paling sering dipakai ialah sebagai berikut :
1) Dengan memakai “counterweight”, yaitu tanah timbunan pada
kaki lereng.
2) Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.
3) Dengan cara mekanis, yang dengan memasang tiang atau
dengan membuat dinding penahan.
4) Dengan cara injeksi.
2.3 Pencegahan Terjadinya Longsor pada Lereng
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode
tradisional atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi
canggih yang rumit dan mahal. Yang paling sederhana adalah membuat
terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi erosi akibat
limpasan air hujan.
Untuk metode pencegahan longsor dengan cara yang lebih rumit,
diantaranya adalah dengan pembangunan turap, retaining wall maupun sheet
pile pada lereng. Cara-cara ini mampu meng-counter gaya yang timbul
akibat perubahan morfologi lereng, yang kebanyakan dibuat lebih curam
maupun lebih tinggi. Namun, penggunaan cara ini belum mampu
mengantisipasi adanya longsoran-longsoran kecil, karena cara-cara di atas
belum ada yang mampu mengikat tiap butir tenah secara baik. Yang
dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan, sedangkan
lapisan atas tanah dibiarkan terbuka.
Metode pencegahan longsor lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang
belakangan banyak dilakukan. Pada prinsipnya, metode ini dilakukan untuk
mengikat butir-butir tanah dengan memberikan lapisan selimut lolos air
(permeable) untuk menutupi seluruh permukaan tanah. Pada daerah dengan
lereng curam, biasanya lapisan geosintetik diikat ke lapisan tanah keras
menggunakan angkur. Namun, kelemahan dari metode ini, selain biaya yang
mahal dan proses yang rumit, lapisan tanah yang tertutup menjadi tidak
produktif dan hanya mungkin ditumbuhi oleh rerumputan.
Pada daerah pertanian dan perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya,
metode geosintetik tentu saja tidak dapat diterapkan dalam skala yang luas
untuk melindungi lereng secara keseluruhan. Walaupun di atas lapisan
geosintetik dapat ditutup dengan lapisan tanah, namun pasti tingkat
produktifitasnya tidak sebaik tanah asli. Akar-akar tanaman yang ada dapat
merusak lapisan geosintetik. Metode ini hanya cocok diterapkan pada
bangunan infrastruktur sipil yang memang memerlukan kestabilan lereng
yang baik, seperti :jalan, lining pada sungai, dan sebagainya
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan
tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan
manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan
ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan,
misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian
untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan
diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan
air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan
penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai
akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana
penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil,
maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan
terjadi bilamana tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya
yang menyebabkan gelincir pada bidang longsor.
Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope), Lereng ini dibuat dari
tanah asli dengan memotong dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan
jalan atau saliran air untuk irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh
kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara
pemotongan.
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode
tradisional atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi
canggih yang rumit dan mahal. Yang paling sederhana adalah membuat
terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi erosi akibat
limpasan air hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Dakung, S, 1987, Stabilitas lereng/longsor , Mekanika Tanah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Depdikbud,.
Sardjono, Agung B, 1996, Mekanika Tanah, Tesis Program Pascasardjana UGM, Yogyakarta.
Tjahjono, Gunawan, 1989, Mekanika Tanah, Semarang