limfadenopati (tjl) pr ujian
DESCRIPTION
bedahTRANSCRIPT
NAMA : Eka Budi Utami
NPM : 1102011085
PR
1. Keluhan benjolan maka termasuk dalam dalam golongan penyakit apa?
Termasuk kedalam penyakit neoplasia.
Menurut kepustakaan no.5 halaman 176 benjolan adalah tumor. Karena dalam arti
luas, tumor adalah setiap benjolan abnormal pada tubuh tanpa melihat penyebabnya,
misalnya benjolan pada dahi karena terbentur benda keras atau pembengkakan akibat
infeksi. Sementara itu tumor atau benjolan dalam arti sempit disebut juga dengan
neoplasma, yakni pertumbuhan sel atau jaringan baru di luar kendali tubuh.
2. Untuk golongan penyakit inflamasi maka keluhan utama pasien adalah?
Menurut kepustakaan no. 5 halaman 29 penyakit inflamasi adalah penyakit dengan
jaringan yang meradang, ditandai dengan rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan/
udem), kalor (panas), dolor (nyeri) dan fungsiolaesa (gangguan fungsi organ).
Menurut kepustakaan no. 5 halaman 30 vasodilatasi awalnya melibatkan arteriol yang
selanjutnya diikuti dengan pembukaan dinding kapiler baru di daerah cedera sehingga
terjadi peningkatan aliran darah yang menyebabkan peningkatan suhu dan kemerahan
di daerah inflamasi.
Menurut kepustakaan no. 5 halaman 31 peningkatan tekanan hidrostatik akibat
vasodilatasi akan memperkuat pengaliran keluar cairan dari intravaskula ke
interstisial. Hal ini menyebabkan peningkatan cairan ekstravaskular yang dikenal
sebagai udem.
3. Apa definisi keluhan utama?
Menurut kepustakaan no. 8 keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang
datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan medis
Menurut penjelasan dr. Harifudin, Sp.B keluhan utama mempunyai 2 unsur yaitu yang
membuat seseorang mencari pertolongan medis dan waktu.
1
4. Sifat dari limfadenitis TB dan bagaimana terapinya?
Menurut kepustakaan no. 6 pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara
unilateral atau bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak
nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan
paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio
supraklavikular.
Nodus limfe servikal biasanya terlibat pada limfadenitis TB dengan 63-77% dari
kasus. Massa unilateral biasanya sering muncul di bagian anterior atau posterior
triangular servikalis, tetapi nodus limfe submandibular dan supraklavikular juga
terlibat. Lesi bilateral jarang dijumpai, mungkin terjadi kurang dari 10% kasus .
Meskipun, kebanyakan pasien mempunyai manifestasi di satu lokasi, nodus-nodus
yang lain di lokasi tersebut dapat terlibat juga.
Menurut kepustakaan no. 9 Jones dan Campbell mengklasifikasikan lymph nodes
tuberculosis ke dalam beberapa stadium:
a. Stadium 1: pembesaran, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan
hyperplasia reaktif non-spesifik
b. Stadium 2: rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan
sekitarnya
c. Stadium 3: perlunakan sentral akibat pembentukan abses
d. Stadium 4: formasi abses collar-stud absess
e. Stadium 5: formasi traktus sinus
Menurut kepustakaan no. 9 ciri khas limfadenitis tuberculosis antara lain ditemukan
pembesaran KGB multiple, dapat terjadi periadenitis yang bergerombol seperti
untaian mutiara, dan keluar perkijuan pada permukaan kulit (sklofuloderma).
Menurut kepustakaan no. 9 penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi
menjadi dua bagian, farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis
adalah dengan pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan
regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan dapat
dipertimbangkan seperti prosedur dibawah ini:
Biopsy eksisional
Aspirasi
2
Insisi dan drainase
Menurut kepustakaan no. 3 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan obat
2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and Compbell
(BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam regimen
2RHE/7RH.
Menurut kepustakaan no. 9 dan 1 ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):
1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua)
jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
a. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin,
pirazinamid dan streptomisin.
b. Bakteriostatik, yaitu etambutol.
Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama
2. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Para-
aminosalicylicAcid (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin.
OAT sekunderini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai
lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah:
Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan
dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya
kekebalan terhadap OAT.
Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan
dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
3
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
Menurut kepustakaan no. 1 regimen pengobatan TB yang digunakan adalah:
Kategori 1 (2RHZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru TB Paru BTA Positif.
Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif
Penderita TB Ekstra Paru
kategori 2 (2HRZES/1RHZE).Obat ini diberikan untuk:
Penderita kambuh
Pasien gagal pengobatan
Pasien default
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu.
Apa diagnosis banding limfadenitis TB?
Menurut kepustakaan no. 7 Limfoma maligna. Limfoma maligna terbagi menjadi dua
yaitu Hodgkin dan Non Hodgkin. Limfanodul servikal pada Hodgkin timbul secara
4
unilateral, multipel. Limfanodul servikal pada Non Hodgkin timbul secara bilateral,
multiple.
Menurut kepustakaan no. 4 halaman 486 limfoma Hodgkin lebih sering terlokalisasi
ke satu kelompok kelenjar getah bening (servikalis, mediastinum, paraaorta).
Limfoma non Hodgkin lebih sering mengenai kelenjar perifer.
Menurut pendapat saya diagnosis banding untuk limfadenitis TB adalah limfoma
maligna karena sama mengenai kelenjar getah bening dan dengan regio yang sama.
5. Ada berapa macam benang jahit? Sebutkan contohnya!
Menurut kepustakaan no. 5 halaman 344-345 benang jahit menurut bahan asalnya
dibagi menjadi 2 yaitu, benang alami dan benang sintetik. Benang alami contohnya
adalah catgut. Catgut dibagi menjadi dua macam yaitu catgut murni dan catgut
kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat. Catgut murni cepat diserap,
kira-kira dalam waktu satu minggu, sedangkan catgut kromik diserap lebih lama, kira
kira 2-3 minggu. Benang alami lainnya terbuat dari sutera atau kapas.
Benang sintetik, seperti asam poliglikolat maupun dari poliglaktin-910 yang inert dan
memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dapat dipaki pada semua jaringa,
termasuk kulit. Benang sintetik lainnya terbuat dari polyester, nilon, atau polipropilen,
pada umumunya dilapisi oleh bahan pelapis Teflon atau dakron. Dengan lapisan ini
permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah tergulung atau terurai. Benang ini
mempunyai daya tegang yang kuat dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan
kekuatan pertautan yang besar.
Menurut kemampuan tubuh untuk menyerapnya, dikenal benang yang terserap
(absorbable) dan tak terserap (non absorbable). Benang absorbable terbuat dari bahan
yang tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan merupakan bahan biologis.
Benang ini dapat berasal dari sutera yang sangat kuat dan liat, dari kapas yang kurang
kuat dan mudah terurai, atau dari polyester yang merupakan bahan sintetik yang kuat
dan biasanya dilapisi oleh Teflon. Benang nilon terbuat dari polipropilen dan berdaya
tegang besar serta sifat yang sangat inert, tetapi tidak dapat diserap, benang ini akan
tetap berada di jaringan. Benang jenis ini biasa dipakai pada jaringan yang sukar
sembuh.
5
Menurut bentuk untaian seratnya, dikenal benang monofilamen yang hanya terdiri
dari satu serat saja, dan polifilamen yang terdiri dari banyak serat yang diuntai
menjadi satu.
Menurut kepustakaan no. 2 contoh benang jahit:
a. Benang yang dapat diserap (absorbable)
- Alami: plain catgut dan chromic catgut
- Buatan (sintetik): polyglactin, polyglecapron
b. Benang yang tidak dapat diserap (Non absorbable)
- Alami: silk, fibrin
- Buatan (sintetik): nylon, polyester, polypropylene
Menurut kepustakaan no. 5 halaman 345 ukuran benang jahit dinyatakan dalam satuan
baku Eropa atau dalam satuan metrik. Ukuran terkecil standar Eropa adalah 11/0 (11
kali 0) dan terbesar adalah ukuran 7.
6. Ada berapa macam jarum jahit? Sebutkan contohnya!
Menurut kepustakaan no. 5 halaman 345 – 346
- Mata jarum. Jarum yang bermata, yakni berlubang sebagai tempat
memasukkan benang jahit, akan menghasilkan lubang tusukan yang lebih
besar, dan jarum ini dapat digunakan berulang kali. Jarum yang tidak bermata
(atraumatik), yakni langsung menyambung dengan benang jahit, biasa disebut
jarum atraumatik, karena akan mengahasilkan lubang yang lebih halus, tetapi
jarum ini hanya sekali pakai.
- Kelengkungan. Bentuk jarum yang lurus (straight) banyak digunakan ketika
menjahit jaringan agar lebih mudah dicapai dan digunakan pada tempat yang
dapat dipegang dengan jari langsung dan manipulasi dapat mudah dilakukan
seperti traktus gastrointestinal, rongga hidung, faring, kulit, pembulu darah.
Jarum lengkung memerlukan ruang untuk manuver yang lebih kecil dari jarum
lurus, jarum ini memerlukan needle holder. Jarum lengkung dapat digunakan
untuk traktus bilier, mata, traktus gastrointestinal, otot, rongga hidung, pelvis,
peritoneum, faring, pleura, traktur respirasi, lemak subkutan, traktus urogenital
Jarum seperempat lingkaran digunakan untuk bedah mikro, atau menjahit
traktus bilier, mata, traktus gastrointestinal, otot, rongga hidung, dll.
6
Jarum tiga perempat lingkaran digunakan untuk menjahit dinding abdomen,
traktus urogenital, anus, sistem kardiovaskular, rongga hidung, rongga mulut.
- Daya tembus jarum. Jarum bermata bulat (rounded) digunakan untuk menjahit
otot dan jaringan halus dan empuk. Jarum berujur trocar digunakan untuk
jaringan cukup liat, sedangkan jarum tajam (cutting) untuk jaringan yang liat
seperti kulit.
A. (1) mata elips, (2) mata segiempat, (3) mata perancis, (4) atraumatik
B. ¼ lingkarang, 3/8 lingkaran, ½ lingkaran
C. (1) ekor jarum, (2) daerah tempat memasang pemegang jarum, (3) jarum atau
batang jarum, (4) ujung jarum
D. (1) jarum bulat, (2) jarum tajam, (3) bulat-tajam
7
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z & Bahar A, Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir, Dalam: Sudoyo, et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V, Jilid II, Pusat Penerbitan Departemen
IPD FK UI, 2009.
2. Basic Surgical Skill Manual, Principle and Application 2nd Edition, Philipne
College of surgeon, 2003.
3. PDPI. Tuberkulosis – Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Indah Offset Citra Grafika, 2006.
4. Robins, Buku Ajar Patologi, Edisi 7, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
2013.
5. Sjamsuhidajat.R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2007.
6. Shaikh U & Blumberg DE. Lymphadenitis Treatment & Management. Medscape,
2010. http://emedicine.medscape.com/article/960858-treatment#a1128 (diakses
pada tanggal 29 September 2015)
7. Tobing, Rugun. Infeksi dan Tumor Sistem Limfatik Universitas Padjajaran. 2010
8. Universitas Sebelas Maret, History Taking – Anamnesis. 2012.
9. Universitas Sumatera utara,. Limfadenitis Tuberculosis. 2011.
8