lp appendicitis
DESCRIPTION
Konsep dan Asuhan Keperawatan pada AppendicitisTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUANAPPENDISITIS ABSES
A. Konsep Medis1. Pengertian
a. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
b. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup
tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur.
c. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah,
usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu
dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian
usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir.
d. Abses periapendikular ditemukan lebih dari 10% pada penderita appendicitis.
Apendisitis abses merupakan lanjutan dari proses infiltrate jika infiltrate tidak remisi,
sehingga terjadi perforasi dan terbentuk abses appendik.
2. Klasifikasi a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/ nanah pada dinding
apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen
steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan
oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks
1) Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik
dibanding hanya apendektomi.
2) Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid
berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
3. Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai
Appendix vermiformis. Appendiks terletak di
ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior
ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan
medial dari saekum.
Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia
anterior, medial dan posterior. Secara klinik
appendiks terletak pada daerah Mc. Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu
di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal:
membelok ke arah di dinding abdomen.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi
ujung umbai cacing bisa berbed bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Ukuran
panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak
intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari
cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini
mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus.
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi
kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks
sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran
cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun
tubuh, khususnya saluran cerna
4. Epidemiologi a. Richardson (2004) : penelitian di Afrika Selatan menunjukkan angka kejadian
apendicitis:
1) 5/1000 penduduk di pedesaan
2) 9/1000 penduduk di peri urban
3) 18/100 penduduk di perkotaan
b. Addins (1996) : penelitian di USA menunjukkan kejadian apendicitis tertinggi pada usia
10-19 tahun.
c. Omran (2003) penelitian di Kanada menunjukkan perbandingan apendicitis pria : wanita
adalah 8,8 : 6,2 per 1000 penduduk.
d. Dombal (1994) : penelitian di USA, terjadi penurunan kasus apendicitisdari 100 menjadi
52 per 100.000 penduduk pada tahun 1987-1994.
5. Etiologi a. Menurut Syamsu Hidayat (2004)
1) Fekalit
2) Tumor appendiks
3) Cacing askaris
4) Erosi mukosa appendiks
5) Hiperplasi jaringan limfe
b. Menurut Mansjoer (2000)
1) Hiperplasi folikel limfoid
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Striktur karena fibrosis
5) Neoplasma
c. Menurut Markum (1996)
1) Fekalit
2) Parasit
3) Hiperplasia limfoid
4) Stenosis fibrosis
5) Tumor karsinoid
6. Patofisiologi
Pembedahan
Inflamasi sekunder di tempat lain, stenosis, tumor, fekalit, diet rendah serat
Obstruksi intraluminal
Terhambatnya aliran mukus
Kompresi dari pembuluh darah, iskemia
Ulserasi dari epitel apendiks
Invasi bakteri menyebabkan inflamasi
Nekrosis
Perforasi apendiks, abses apendiks, ruptur apendiks
- Mual, muntah- Peningkatan
suhu- Nyeri tekan di
titik Mc Burney- Leukositosis- Diare
- Absorbsi tidak sempurna feses tidak terbentuk seperti biasanya
- Motilitas usus menurun karena obstruksi
- Letak apendiks yg menempel pada saluran kemih disuria
Diare
Konstipasi
Nyeri
Defisit Volume Cairan
Hipertermi
(Karla, L. Luxner, 2005)
7. Tanda dan Gejala Gejala utama pada appendisitis adalah nyeri perut. Rasa sakit ini disebabkan oleh
penyumbatan appendiks, karena itu sifatnya sama seperti pada obstruksi usus. Pada
mulanya nyeri perut ini hilang timbul seperti kolik (mulas mendadak dan hebat) dan terasa
di epigastrium atau regio umbilikus. Bila penderita flatus atau buang air besar, rasa
sakitnya berkurang. Biasanya disertai mual, anoreksia dan muntah merupakan hal yang
khas. Muntah terjadi segera setelah rasa sakit dan pada mulanya timbul secara refektoris.
Biasanya terjadi konstipasi, tetapi pada anak-anak dan pada penderita yang appendiksnya
dekat dengan rektum sering terjadi diare karena omentum masih pendek dan tipis,
appendiks yang relatif panjang, dinding appendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh
yang masih kurang.
Bila proses radang telah menjalar ke peritonium parietal setempat, maka akan timbul nyeri
lokal pada perut kanan bawah di daerah Mc Burney seperti nyeri tekan, nyeri lepas, defens
muskuler dan timbul nyeri rangsangan peritonium tidak langsung, yaitu nyeri tekan bawah
pada tekanan kiri (rovsing). Nyeri perut kanan bawah bila ditekan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg) dan setiap gerakan yang menyebabkan daerah itu ikut bergerak atau teregang
akan menimbulkan nyeri seperti saat berjalan, batuk, mengejan, bahkan nafas dalam.
Nyeri bersifat tajam dan terus-menerus.
Gejala klasik Appendic Abses adalah rasa nyeri yang hebat pada perut kanan bawah satu
sampai dua hari yang disertai demam dan kemudian terjadi penurunan intensitas nyeri dan
demam, disertai kenaikan nadi, mual dan muntah . Setelah 7 sampai 10 hari demam
kembali muncul dan disertai intensitas nyeri ringan hingga sedang dengan perasaan tidak
enak pada perut kanan bawah. serta kenaikan angka leukosit.
Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan peningkatan suhu tubuh, jika pada proses
appendisitis infiltrative peningkatan suhu tubuhnya berkisar antara 37,5 – 38,5 0C, pada
abses appendiks
Pada perut kanan bawah akan teraba massa yang berfluktuasi jika dipalpasi, nyeri dan
harus disertai dengan demam.
Peritonitis, obstruksi usus, syok hipovolemik,
ileus, sepsis
Pembedahan untuk mengeringkan rongga peritoneum
menghilangkan tekanan abdomen
Resolusi
Kerusakan integritas Jaringan
Resiko Sepsis
Biasanya pasien mempunyai riwayat pertambahan ukuran massa dalam beberapa hari
pada perut kanan bawah, yang diperlukan USG dan Ct Scan untuk diagnosis pasti.
Peristaltic usus dapat normal ataupun berkurang, terutama jika telah terjadi appendicitis
perforata.
8. Pemeriksaan diagnostika. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : adanya distensi pada abdomen
2) Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan peristaltik
3) Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4) Palpasi : Nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah
5) Obturator: Fleksi panggul dan rotasi interna panggul
6) Uji psoas: hiperekstensi sendi panggul
b. Laboratorium
1) Darah lekosit akan terjadi peningkatan lekosit lebih dari 10.000.
2) Jika telah terbentuk abses maka nilai leukosit pasien akan jauh lebih meningkat dari
pada proses appendicitis infiltrat, yaitu lebih dari 13.000 / mm3. Hitung jenis leukosis
nilainya dapat bergeser ke kiri. Diperlukan pemeriksaan darah rutin untuk menilai
peningkatan angka leukosit.
3) Urin ditemukan jumlah lekosit dan bakteri yang diterlihat.
c. Radiologi
1) Foto polos abdomen setelah enema barium akan nampak jika appendik tidak terisi
oleh kontras dicurigai adanya sumbatan.
2) Ultrasonografi akan terlihat adanya sumbatan atau infeksi.
9. Penataksanaan medikPembedahan diindikasikan bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan. Pada abses
appendiks dilakukan drainase. Antibiotik dan cairan intra vena diberikan diberikan sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Appendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen
bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Jika keadaan memungkinkan appendiks dibuang sekaligus, tapi jika keadaan tidak
memungkinkan harus ditunggu 2-3 bulan baru appendiksnya diangkat melalui operasi
kedua. Perawatan pasca operasi yaitu puasa sampai terdengar bising usus dan flatus baru
boleh diberi bubur saring.
10. Komplikasia. Peritonitis
b. Ruptur Appendik
c. Syok Hipovolemik
d. Illeus
e. Sepsis
11. Prognosis Dilakukan tindakan appendiktomy akan lebih baik sebelum terjadi perforasi.Setelah infeksi
masih dapat terjadi infeksi lagi 30% dari kasus appendik perforasi dan appendik
ganggrenosa.
Prognosa mortalitas 0,1% jika appendik tidak pecah,dan 15% jika appendik
pecah.kematian biasanya oleh karena sepsis atau emboli paru.
B. Konsep dasar Keperawatan1. Pengkajian Keperawatan
a. Dapatkan riwayat penyakit dengan cermat.
b. Observasi adanya manifestasi klinis appendicitis.
1) Nyeri abdomen kuadran kanan bawah.
2) Demam,abdomen kaku
3) Bising usus menurun atau tidak ada
4) Muntah (umumnya mengikuti awitan nyeri )
5) Konstipasi atau diare dapat terjadi.
6) Anorexia.
7) Takikardi atau diare dapat terjadi.
8) Pucat,letargi.
9) Peka rangsang
10) Postur bungkuk.
c. Observasi adanya tanda-tanda peritonitis
1) Demam
2) Hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi
3) Peningkatan nyeri,yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen.
4) Distensi abdomen progresif
5) Takikardi
6) Pernafasan cepat dan dangkal
7) Pucat
8) Mengigil
9) Peka rangsang
d. Bantu dengan prosedur diagnostik seperti hitung darah putih dan radiografi abdomen.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre op
a. Nyeri Akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi atau adanya insisi
bedah.
b. Hipertermi
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Defisiensi pengetahuan
g. Risiko cedera
h. Konstipasi
i. Diare
j. Resiko syok
k. Resiko kekurangan volum cairan
l. Mual, muntah
m. Disfungsi motilitas gastrointestinal
Post op
a. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/
rupture pada appendiks; peritonitis; pembentukan abses, Prosedur infasif, insist bedah.
b. Kekurangan tidur
c. Kurang prngetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan terbatasnya
informasi yang didapat.
3. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Resiko kekurangan volum cairan
b. Mual
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
d. Hipertermi
e. Nyeri akut
f. Ansietas
g. Defisit pengetahuan
h. Intoleransi aktivitas
i. Resiko cedera
j. Disfungsi motilitas gastrointestinal
4. Rencana keperawatan
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI
HASIL
Pre-operatif
1 Defisit volume
cairan
berhubungan
dengan kehilangan
volume cairan
secara aktif,
kegagalan
mekanisme
pengaturan
NOC :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Menejemen cairan selama
3 x 24 jam, diharapkan
keseimbangan cairan pada
pasien adekuat dengan
status cairan skala 4.
Kriteria hasil:
a. Keseimbangan intake &
output dalam batas
normal
b. Elektrolit serum dalam
batas normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi
ortostatik
e. Tekanan darah dalam
batas normal
Skala :
a. Tidak pernah
menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. Sering menunjukkan
e. Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Cairan
a. Pertahankan intake &
output yang adekuat
b. Monitor status hidrasi
(membran mukosa
yang adekuat)
c. Monitor status
hemodinamik
d. Monitor intake output
yang akurat
e. Monitor berat badan
2 Mual berhubungan
dengan nyeri
NOC :
a. Comfort level
b. Hidrasil
c. Nutritional Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….x
24 jam, mual pasien
NIC : Fluid Managemet
a. Monitor status nutrisi
b. Catat intake dan output
secar akurat
c. Anjurkan untuk makan
pelan-pelan
d. Jelaskan untuk
teratasi dengan kriteria
hasil:
a. Melaporkan bebasdari
mual
b. Mengidentifikasihal-hal
yangmengurangi mual
c. Nutrisi adekuat
d. Status hidrasi:hidrasi
kulitmembran
mukosabaik, tidak ada
rasahaus yangabnormal,
panas,urin output
normal, TD, HCT normal
menggunakan napas
dalam untuk menekan
reflek mual
e. Batasi minum 1 jam
sebelum, 1 jam
sessudah dan selama
makan
f. Instruksikan untuk
menghindari bau
makanan yang
menyengat
g. Kolaborasi pemberian
antiemetik
3 Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
berhubungan
dengan
ketidakmampuan
untuk memasukkan
atau mencerna
nutrisi oleh karena
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi
NOC :
a. Nutritional status :
adequacy of nutrient
b. Nutritional status : foood
and fluid intake
c. Weight control
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x24
jam nutrisi kurang teratasi
dengan indikator :
a. Albumin serum
b. Pre albumin serum
c. Hematokrit
d. Hemoglobin
e. Total iron binding
capacity
f. Jumlah limfosit
NIC :
a. Monitor intake dan
output
b. adanya penurunan BB
dan gula darah.
c. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
d. Kaji adanya alergi
makanan
e. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
f. Anjurkan banyak
minum
g. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan
h. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
pasien
4 Hipertermi
berhubungan
dengan penyakit
NOC :
Thermoregulasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x 24
jam pasien menunjukkan
suhu tubuh dalam batas
normal dnegan kriteria hasil
:
a. Suhu 36-37o C
b. Nadi dan RR adlam
rentang normal
c. Tidak ada perubahan
warna kulit dan merasa
nyaman
NIC :
a. Monitor tanda vital (TD,
nadi, suhu, RR)
b. Monitor intake dan
output
c. Monitor WB, Hb, Hct
d. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
e. Berikan cairan
intravena
f. Selimuti pasien
g. Berikan antipiretik
5 Nyeri akut
berhubungan
dengan agen injuri
(biologi, kimia, fisik,
spikologis),
kerusakan jaringan
NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama ....x24 jam
pasien tidak mengalami
nyeri dengan kriteria :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal
NIC : Manajemen Nyeri
a. Kaji nyeris ecara
komprehensif (lokasi,
durasi, frekuensi,
intensitas)
b. Observasi isyarat-
isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan
c. Berikan pereda nyeri
dengan manipulasi
lingkungan (misal,
ruangan tenang dan
batasi pengunjung)
d. Berikan analgesik
sesuai ketentuan
e. Kontrol faktor-faktor
yang dapat
mempengaruhi
f. Tidak mengalami
gangguan tidur
Post-operatif
6 Resiko infeksi
berhubungan
dengan prosedur
invasif.
NOC :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
….x24jam masalah teratasi
dengan criteria:
a. Pasien memahami
tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi.
b. Terbebas dari tanda
atau gejala infeksi.
NIC :
a. Observasi vital sign,
penampilan luka dan
daerah sekitar luka.
b. Observasi kecukupan
nutrisi pasien & hasil
laboratprium.
c. Rawat luka dengan
memperhatikan tehnik
steril (septic &
antiseptic), cuci tangan
sesuai procedure
sebelum dan sesudah
melakukan interaksi
terhadap pasien.
d. Bersihkan lingkungan
dengan benar selama
dan setelah digunakan
oleh pasien, terapkan
universal precaution.
e. Ajarka pasien tehnik
mencuci tangan yang
benar, ajarkan
keluarga dan
pengunjung untuk
mencuci tangan
sewaktu masuk dan
keluar kamar pasien .
f. Kolaborasi pemberian
antibiotic.
7 Deprivasi tidur
berhubungan
ketidaknyamanan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama
….x24jam masalah teratasi
a. Observasi adanya
konfusi akut, agitasi,
ansietas, gangguan
fisik. dengan criteria:
a. Pasien mengatakan
segar setelah bangun
tidur.
b. Tidak ada gangguan
pada pola, kualitas dan
rutinitas tidur.
c. Tidak ada gangguan
pada jumlah jam tidur.
d. Bangun pada waktu
yang sesuai.
persepsi, respon
lambat dan iritabilitas.
b. Ciptakan lingkungan
tenang, damai dan
minimalkan gangguan.
c. Bantu pasien
mengidentifikasi faktor
– faktor yang mungkin
menyebabkan
gangguan tidur.
d. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat.
Daftar Rujukan
Carpenito, Lynda Juall, 1996, Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Jakarta : EGC.
Doenges Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Jakarta : EGC.
Lindseth, Glenda N. 2005. Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses –
proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1, Jakarta : EGC.
Mansjoer Arif, Trihartiti Kuspiji, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Media Aesculapius,
Jakarta : EGC.
Price, A. Wilson, 1992. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzana C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2, Alih Bahasa
dr. H. Y. Kureasa, Editor Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.