lp meningitis
TRANSCRIPT
LP Meningitis
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS
A. PENGERTIAN
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme
pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long,
1996).
Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini
lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga
terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan
disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Jadi meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau semua apisan selaput yang membungkus
jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan
oleh bakteri spesifik atau nonspesifik atau virus.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari meningitis adalah :
Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat
menyebabkan meningitis adalah :
Haemophillus influenza
Nesseria meningitides (meningococcal)
Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
Streptococcus, grup A
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Klebsiella
Proteus
Pseudomonas
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
Virus
Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir/sequeledari berbagai penyakit yang
disebabakan oleh virus spereti campak, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pada meningitis virus ini
tidak terbentuk exudat dan pada pemeriksaan CSF tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada
korteks serebri, white matter dan lapisan meninges. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel
yang terkena. Pada herpes simplex, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa
menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi
sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologist.
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat “self-limitting”,
dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna. Contohnya virus,
toxoplasma gondhii dan ricketsia
Jamur
Meningitis cryptococcal merupakan meningitis karena jamur yang paling serimh, biasanya menyerang SSP pada
pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantungdari system kekebalan tubuh yang akan berefek
pada respon inflamasi. Gejala klinisnya bia disertai demam atau tidak, tetapi hamper semuaklien ditemukan
sakit kepala, nausea, muntah dan penurunan status mental
Protozoa
( Donna D., 1999)
Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah :
Otitis media
Pneumonia
Sinusitis
Sickle cell anemia
Fraktur cranial, trauma otak
Operasi spinal
Faktor predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry masuknya kuman juga bisa
melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea,
otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.
C. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-
otot leher.
b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi
pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral
dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar,
syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
E. PATHOFISIOLOGI
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar
ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-
vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di
bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral
mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat
menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel
serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak
dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah
yang disebabkan oleh meningokokus.
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN1. Riwayat keperawatan: riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan
pada otak, cedera kepala
2. Pada Neonatus: kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek menghisap kurang,
muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah
3. Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti
dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium,
halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda
Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus
4. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): kaji adanya demam, malas makan,
muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk,
dan tanda Kernig dan Brudzinsky positif
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput
otak
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
L. PERENCANAAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
a. Tujuan 1 :
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
b. Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman:
i) Gunakan posisi miring, bila ditoleransi, karena kaku kuduk
ii) Tinggikan sedikit kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal karena hal ini seringkali
menjadi posisi yang paling tidak nyaman
2) Berikan analgesik sesuai ketentuan, terutama asetaminofen dengan kodein
c. Hasil yang diharapkan:
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri atau tanda-tanda nyeri yang dialami anak minimum
2. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput
otak.
a. Tujuan:
Tekanan intra karanial (TIK) tetap atau berkurang menuju normal
b. Intervensi keperawatan/rasional:
1. Kaji tanda vital, GCS (jika dapat dilakukan) dan tanda-tanda dari terjadinya penurunan
kesadaran
2. Ciptakan dan pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman
3. Beri posisi head up ± 3 cm
4. Ukur lingkar kepala setiap hari
5. Olaborasi dalam pemberian cairan adekuat
6. Berikan obat sesuai dengan program; antibiotic, antipiretik, dan antikonvulsan
7. Ikut sertakan keluarga dalam perawatan bayi secara aktif
c. Hasil yang diharapkan:
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama dalam masa perawatan, dengan kriteria;
reaksi pupil terhadap cahaya (+), refleks normal, gerak dan tangis yang kuat, respirasi spontan,
suhu dalam batas normal.
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat
a. Tujuan 1:
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Bantu praktisi kesehatan mendapat kultur yang diperlukan untuk mengidentifikasikan
organisme penyebab
2) Berikan antibiotic, sesuai resep, dan segera setelah diinstruksikan
3) Pertahankan rute intravena untuk pemberian obat
c. Hasil yang diharapkan:
Anak menunjukkan bukti-bukti penurunan gejala
d. Tujuan 2:
Pasien tidak menyebabkan infeksi ke orang lain
e. Intervensi keperawatan/ Rasional:
1) Implementasikan pengendalian infeksi yang tepat:
a) Tempatkan anak di ruang isolasi selama sedikitnya 24 jam setelah awal terapi antibiotik
b) Pantau tanda-tanda vital untuk tanda awal proses infeksi
c) Observasi adanya tanda-tanda infeksi khusus pada penyakit anak
2) Instruksikan orang lain (keluarga, anggota staf) tentang kewaspadaan yang tepat
3) Berikan vaksinasi yang tepat:
i) Berikan vaksin rutin sesuai usia (mis., vaksin untuk mencegah H. influenzae tipe B
[Hib])
ii) Identifikasi kontak erat dan anak berisiko tinggi yang dapat memperoleh manfaat dari
vaksinasi (mis., vaksinasi meningokokus)
f. Hasil yang diharapkan:
Orang lain tetp bebas dari infeksi
g. Tujuan 3 :
Pasien tidak mengalami komplikasi
h. Intervensi keperawatan/ Rasional:
1) Observasi dengan ketat adanya tanda-tanda komplikasi, terutama peningkatan TIK, syok,
dan distres pernapasan, sehingga dapat dilakukan tindakan kedaruratan
2) Pertahankan hirasi optimal sesuai ketentuan
3) Pantau dan catat masukan dan keluaran untuk mengidentifikasi komplikasi seperti ancaman
syok atau peningkatan akumulasi cairan yang berhubungan dengan edema serebral atau efusi
subdural
4) Kurangi stimulus lingkungan, karena anak mungkin sensitif terhadap kebisingan, sinar
terang, dan stimulus eksternal lainnya
5) Implementasikan kewaspadaan keamanan yang tepat karena anak sering gelisah dan kejang
6) Jelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut pada orang tua karena sekuel neurologis,
termasuk penurunan pendengaran mungkin tidak tampak selama penyakit akut
i. Hasil yang diharapkan:
Anak tidak mengalami komplikasi
4.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
a. Tujuan :
Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat
b. Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Dorong keluarga untuk mendiskusikan perasaan untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling
menyalahkan
2) Yakinkan keluarga bahwa awitan meningitis bersifat tiba-tiba dan bahwa mereka sudah
bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari bantuan medis untuk meminimalkan
rasa bersalah dan saling menyelahkan
3) Pertahankan agar keluarga tetap mendapat informasi tentang kondisi anak, kemajuan,
prosedur, dan tindakan untuk mengurangi kecemasan
M. EVALUASIAngka motalitas meningitis sangat bervariasi, tergantung pada usia pasien dan patogen penyebab.
Pasien dengan meningitis meningokokus tanpa meningokoksemia berat mempunyai angka
fatalitas sebesar hanya 20%, sedangkan neonatus dengan meningitis gram negative meninggal
dalam 70 kasus. Angka kematian akibat H. influenzae dan S. pneumoniae masing-masing adalah
sekitar 3% dan 6%.
Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat
predileksi usia serta petogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi
yang terinfeksi bakteri gram negative dan S. pneumoniea.
Gejala sisa neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf
kranial pada 2-7% pasien; dan cidera berat seperti hemiparesis atau cidera otaku mum pada 1-2%
pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari RS akan
membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implant koklea belum lama ini memberi harapan
pada anak dengan kehilangan pendengaran.
Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas dua bentuk: kemoprokfilaksis terhadap individu rentan
yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indek) serta imunisasi aktiv.
Sekarang, kemoprokfilaksis diindikasikan untuk mencegah meningitis sekunder yang disebabkan
oleh H. influenzae dan N. meningitides.
Imunisasi aktiv terhadap H. influenzae telah menghasilkan penguangan dramatis pada penyakit
invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-80% pada meningitis akibat organisme tersebut. Saat
ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkain imunisasi tiga dosis pada usia 2,4,6 bulan.
A. KESIMPULANOtak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus,
membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea
terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a. Pia meter, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan
sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan
darah untuk struktur-struktur ini.
b. Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
c. Dura meter, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat.
Komponen intrakaranial terdiri dari: parenkim otak, sistem pembuluh darah, dan CSF. Apabila salah
satu komponen terganggu, akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, yang akhirnya
akan menurunkan fungsi neurologis.
Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyeranga susunan saraf pusat, dimana
angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang mempunyai mobiditas
dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan pada permulaan pengobatan.
Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah menular seperti penyakit flu, pasien
meningitis tidak menularkan penyakit melalui saluran pernapasan. Resiko terjadinya penularan
sangat tinggi pada anggota keluarga serumah, penitipan anak, kontak langsung cairan ludah
seperti berciuman. Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat rentan
terhadap penyakit ini.
Meningitis adalah infeksi pada cairan otak dan selaput otak (meningen) yang melindungi otak dan
medulla spinalis. Meningitis bacterial merupakan penyakit yang sangat serius dan fatal.
Diagnose keperawatan yang muncul tergantung dengan kondisi saat pengkajian, tapi yang utama
adalah Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; resiko terjadi peningkatan tekanan
intrakranial berhubungan dengan Infeksi pada selaput otak; resiko cedera berhubungan dengan
kejang, reflek meningkat; perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita
penyakit serius.
DAFTAR PUSTAKA1. Alpers,Ann.2006.Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20.Jakarta:EGC.
2. Http://www.anneahira.com
3. Brough,Hellen,et al.2007.Rujukan Cepat Pediatri dan Kesehatan Anak.Jakarta:EGC.
4. Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGCSuriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar S