makalah asli kel 1 sop - copy
DESCRIPTION
buatan guruhTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melakukan Asuhan Keperawatan (Askep) merupakan aspek legal bagi seorang
perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai Rumah Sakit berbeda
– beda. Berlaku metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek
yang seorang perawat profesional di dorong untuk dapat memberikan Pelayanan
Kesehatan seoptimal mungkin memberikan informasi secara benar dengan
memperhatikan aspek legal etik yang dapat menentukan kualitas Asuhan Keperawatan
(Askep) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional. Pemberian asuhan keperawatan
pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita
menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah, diharapkan
mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya di Indonesia.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa bisa memahami dan mengetahui bagaimana tata cara
“pemasangan, perawatan dan pelepasan kateter kandung kemih,
perhitungan balance cairan, dan pemasangan huknah.”
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mampu memahami tentang pemasangan kateter
kandung kemih pada klien dengan benar.
2. Agar mahasiswa bisa mengetahui tentang perawatan kateter
kandung kemih pada klien dengan benar.
3. Agar mahasiswa bisa mengetahui dan melakukan pelepasan kateter
kandung kemih pada klien dengan benar.
4. Agar mahasiswa mampu menghitung balance cairan pada klien
dengan benar.
1
5. Agar mahasiswa mampu melakukan pemasangan huknah, cerobong
angin pada klien dengan benar.
1.3 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode
deskriptif yaitu mencari gambaran yang jelas.
Ada pun teknik pengumpulan data digunakan adalah studi kepustakaan yakni dilakukan
dengan cara menggali sumber dari buku-buku untuk mendapatkan landasan teori yang
berkaitan dengan parktik kebutuhan eliminasi yang dihadapi. Sehingga dapat
melakukan teori dengan fakta yang ada dalam praktik.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 1: Pendahuluan
Pendahuluan terdiri dari: latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB 2: Pembahasan
BAB 3: Kesimpulan dan Saran.
Daftar Pustaka.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemasangan, Perawatan dan Pelepasan Kateter
2.1.1 Definisi Kateter
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan,
misalnya urine. Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, woven silk
dan silikon. Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk
menampung air seni yang berubah – ubah jumlahnya yang dialirkan oleh
sepasang ureter dari sepasang ginjal. Kateterisasi kandung kemih adalah
dimasukkannya kateter melalui uretra ke dalam kandung klemih untuk
mengeluarkan air seni atau urine.
Jenis-jenis kateter :
1. Kateter plastic : digunakan sementara kerena mudah rusak dan tidak
fleksibel
2. Kateter latex/karet : digunakan untuk penggunaa/ pemakaian dalam
jangka waktu sedang (kurang dari 3 minggu)
3. Kateter silicon murni / telfon : untuk penggunaan jangka waktu lama
2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatus urethra.
3
4. Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-6 minggu,
bahannya lembut, tidak panas dan nyaman bagi urethra.
5. Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara biasanya
pada pengosongan kandung kemih pada ibu yang melahirkan.
Ukuran kateter
1. Anak : 8-10 French(Fr)
2. Wanita : 14.-16 Fr
3. Laki-laki: 16-18 Fr
1. Kateter sementara
· Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi Vesika Urinaria
· Pengambilan urine residu setelah pengosongan Vsika Urinaria
2. Kateter tetap jangka pendek
· Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
· Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria,
urethra dan organ sekitarnya.
· Preventif pada obstruksi urethra dari perdarahan
· Untuk memantau output urine
· Irigasi Vesika Urinaria
3. Kateter tetap jangka panjang
· Retensi urine pada penyembuhan penyakit ISK/UTI
· Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urine
· Klien dengan penyakit terminal
2.1.2 anatomi fisiologi saluran perkemihan pada pria dan wanita
a. saluran perkemihan pada pria
Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada kepala/glans penis.
Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian dan dinamakan sesuai dengan
letaknya:
4
pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat.
pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak
muara vas deferens.
pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar
bulbouretralis.
pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum
penis.
o pars bulbosa, pars spongiosa yang terlapisi otot bulbocavernosus dan
menempel pada tubuh karena tergantung oleh ligamantum
suspensorium penis.
o pars pendulosa, pars spongiosa yang tidak terlapisi otot dan
menggantung pada kondisi tidak ereksi.
b. saluran perkemihan pada wanita
Pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di antara
klitoris dan pembukaan vagina.
5
2.1.3 Tujuan Pemasangan Kateter
a. Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih.
b. Untuk pengumpulan spesimen urine.
c. Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih.
d. Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan
2.1.4 Prosedur Pemasangan Kateter
1. Sarana dan Persiapan
A. Alat
a. Tromol steril berisi.
b. Aqua bidest 200cc.
c. Deppers steril.
d. Handscoen steril.
e. Gunting.
f. Neirbecken.
g. Pinset anatomis.
h. Doek.
i. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan.
6
j. Tempat spesimen urine (jika diperlukan).
k. Urobag.
l. Plester.
m. Disposable spuit 10cc.
n. Selimut.
o. Kapas lidi steril
p. Kom
q. Kate gel
B. Petugas
a. Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan
sterilisasi mutlak dibutuhkan dalam rangka tindakan
preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial.
b. Cukup keterampilan dan berpengalaman untuk melakukan
tindakan dimaksud.
c. Usahakan jangan sampai menyinggung perasaan penderita,
melakukan tindakan harus sopan, perlahan – lahan dan
berhati – hati.
d. Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup
tentang prosedur dan tujuan tindakan (informed concern).
C. Penderita
Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu
tentang tindakan yang akan dilakukan penderita atau keluarga
diharuskan menandatangani informed consent.
2.1.5 Penatalaksanaan Pemasangan Kateter
1. Menyiapkan penderita: untuk penderita laki – laki dengan posisi terlentang,
sedangkan wanita dengan posisi dorsal recumbent atau posisi slim.
2. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi yang baik.
3. Siapkan deppers dan kom, tuangkan bethadine secukupnya (Prinsip Steril).
4. Kenakan handscone dan pasang doek lubang pada genetalia penderita.
5. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan Alcohol.
6. Melakukan desinfeksi sebagai berikut:
7
a. Pada penderita laki – laki, penis dipegang dan diarahkan ke atas atau
hampir tegak lurus dengan tubuh untuk meluruskan uretra yang
panjang dan berkelok agar kateter mudah dimasukkan. Desinfeksi
dimulai dari meatus termasuk glans penis dan memutar sampai
pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan alkohol. Pada
saat melaksanakan tangan kiri memegang penis, sedangkan tangan
kanan memegang pinset dan dipertahankan tetap steril.
b. Pada penderita wanita, jari tangan kiri membuka labia minora,
desinfeksi dimulai dari atas (klitoris), meatus lalu kearah bawah
menuju rektum. Hal ini diulang 3 kali, deppers terakhir ditinggalkan
diantara labia minora dekat klitoris untuk mempertahankan
penampakan meatus uretra.
7. Lumuri kateter dengan jelly (kate gel ) dari ujung merata sampai sepanjang
10 cm untuk penderita laki – laki dan 4 cm untuk penderita wanita. Khusus
pada penderita laki – laki gunakan jelly dalam jumlah yang agak banyak
agar kateter mudah masuk.
8. Masukkan kateter ke dalam meatus, bersamaan dengan itu penderita
diminta untuk menarik nafas dalam.
Untuk penderita laki – laki, tangan kiri memegang penis dengan posisi
tegak lurus tubuh penderita sambil membuka orificium uretra externa,
tangan kanan memegang kateter dan memasukkannya secara pelan – pelan
dan hati – hati bersamaan penderita menarik nafas dalam. Kaji kelancaran
pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba
lagi. Jika masih ada tahanan, kateterisasi dihentikan. Menaruh neirbecken di
bawah pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai
urine keluar sedalam 5 – 7,5 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi 3 cm.
Untuk penderita wanita, jari tangan kiri membuka labia minora sedang
tangan kanan memasukkan kateter pelan – pelan dengan disertai penderita
menarik nafas dalam. Kaji kelancaran pemasukan kateter sebelum urine
keluar. Masukkan kateter urine keluar sedalam 18 – 23 cm dan selanjutnya
dimasukkan lagi 3 cm.
9. Mengambil spesimen urine kalau perlu.
8
10. Mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril sesuai volume yang
tertera pada label spesifikasi kateter yang dipakai.
11. Memfiksasi kateter. Pada penderita laki – laki, kateter difiksasi dengan
plester pada abdomen. Pada penderita wanita, kateter difiksasi dengan
plester pada pangkal paha.
12. Menempatkan urobag ditempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari
kendung kemih.
13. Melaporkan pelaksanaan (dokumentasi) dan hasil tertulis pada status
penderita yang meliputi:
a. Hari, tanggal dan jam pemasangan kateter.
b. Tipe dan ukuran kateter yang digunakan.
c. Jumlah, warna, bau urine dan kelainan – kelainan yang ditemukan.
d. Nama terang dan tanda tangan pemasang.
2.1.6 Perawatan Kateter
1. Definisi
Melakukan tindakan perawatan pada daerah genetal yang terpasang
kateter
2. Tujuan
- Mencegah infeksi
- Memberikan rasa nyaman
3. Peralatan
- Bak instrument steril berisi lidi kapas
- Sarung tangan steril
- Desinfektan
- Air hangat, waslap, handuk
- Perlak dan pengalas
9
- Bengkok
4. Tahap PraInteraksi
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
5. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
6. Tahap Kerja
a. Memasang sampiran/menjaga privacy
b. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan
melepaskan pakaian bawah pasien
c. Memasang perlak, pengalas
d. Memakai sarung tangan
e. Membersihkan genetalia dengan air hangat
f. Memastikan posisi kateter terpasang dengan benar (menarik
dengan hati-hati, kateter tetap tertahan)
g. Memberikan desinfektan dengan lidi kapas pada ujung pemasangan
kateter
h. Melepas pengalas dan sarung tangan
i. Merapikan pasien
7. Tahap Terminasi
10
a. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
b. Berpamitan dengan klien
c. Membereskan dan kembalikan alat
d. Mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
2.1.7 Pelepasan Kateter
1. Definisi
Melakukan tindakan melakukan pelepasan kateter uretra dari kandung
kemih/
2. Tujuan
Mencegah infeksi.
3. Kebijakan
a. Pasien yang terpasang kateter lebih dari tujuh hari.
b. Pasien yang tidak memerlukan / melewati proses Bladder Training
hasil positif dalam 3x BT dan sudah ada rasa ingin berkemih.
4. Peralatan
a. Pinset chirurgis.
b. Kassa.
c. Kass alkohol.
d. Sarung tangan.
e. Spuit 10 atau 20 cc.
f. Bengkok.
5. Prosedur pelaksanaan
1) Tahap Prainteraksi
a. Mengecek program terapi.
b. Mencuci tangan.
c. Menyiapkan alat.
2) Tahap Orientasi
a. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama pasien.
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan.
11
c. Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien.
3) Tahap Kerja
a. Memasang sampiran / menjaga privacy.
b. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan
melepaskan pakaian bawah pasien.
c. Memasang perlak, pengalas.
d. Memasang selimut mandi.
e. Memakai sarung tangan.
f. Melepas plester dan membersihkan sisa plester.
g. Melakukan aspirasi balon kateter hingga habis isinya.
h. Mengarahkan penis keatas.
i. Menarik kateter perlahan – lahan hingga lepas, pasien
diminta nafas dalam dan rileks.
j. Merapikan pasien.
4) Tahap Terminasi
a. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan.
b. Berpamitan dengan klien.
c. Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula.
d. Mencuci tangan.
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.
2.2 Perhitungan balance cairan
2.2.1 Definisi
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan
zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-
partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena
(IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh
12
tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri
dari tiga kelompok yaitu :
1. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler.
2. Cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel.
3. Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
2.2.2 Prosentase cairan Tubuh
Prosentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan
tergantung beberapa hal antara lain :
a.Umur
b.Kondisi lemak tubuh
c.Sex
Perhatikan Uraian berikut ini :
No. Umur Prosentase
a. Bayi (baru lahir) 75 %
b. Dewasa :
1.Pria (20-40 tahun) 60 %
2.Wanita (20-40 tahun) 50 %
3. Usia Lanjut 45-50 %
2.2.3 Asupan cairan
Asupaan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah lebih
+ 2500cc / hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari
makanan lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan
mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur
keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan
volume cairan tubuh yang dimana asupan cairan kurang atau adannya
pendarahan, maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan darah.
13
2.2.4 Pengeluaran cairan
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam memngimbangi
asupan cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah + 2300cc. Jumlah
air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urin), sebanyak
+ 1500cc/hari pada orang dewasa. Hal ini dihubungkan dengan banyaknya asupan
air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui ginjal
mudah di ukur, dan sering dilakukan dalam praktik klinis. Pengeluaran cairan
dapat dilakukan melalui kulit (berupa keringat) dan saluran pencernaan (berupa
feses).
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan
asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan
pernapasan, demam, keringat, dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairamn
secara berlebihan. Kondisi lain yang menyebabkan kehilangan cairan secara
berlebihan adalah muntah secara terus menerus.
Hasil-hasil pengeluaran cairan adalah :
1. Urine
Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria
proses ini merupakan proses pengeluaran cairan tubuh yang utama. Cairan
dalam ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk
kemudianb diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekskresi terakhir
proses ini adalah urine.
2. Keringat
Keringat terbentuk jika tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas.
Keringat dapat mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion kalium.
Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan mempengaruhi kadar natrium
dalam plasma.
3. Feses
14
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran
air melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya
jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya berlebihan, maka
menyebabkan tubuh menjadi lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan
melalui feses adalah 100 ml/hari .
2.2.4 menghitung cairan intravena (infus)
Pemberian cairan iv yaitu memasukan cairan atau obat langsung kedalam
pembul;uh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan
infus set. Tindakan ini dilakukakn pada klien dengan dehidrasi, sebelum tanfusi
darah, pra dan pasca bedah sesuai pengobatan, serta klien yang tidak nbisa makan
dan minum melalui mulut.
\ faktor tetesan dalam bentuk banyaknya tetesan/ml (tetes/ml) dari sebuah set infus :
Mikrodip (tetes mikro) : 60 tetes/ml
Makrodip (tetes makro) yang terdiri dari :
- Abbott Lab : 15tts/ml
- Travenol Lab : 10tts/ml
- McGaw Lab : 15tts/m;l
- Baxter : 10tts/ml
Rumus untuk menghitung kecepatan alira (tts/ml) setelah menhitung jumlah ml/jam
jika dibutuhkan.
15
Volume total (ml) : jam pemberian infus = ml/jam
a. ml/jam : 60 menit= tetes/menit
b. ml/jam x faktor tetes: 60 menit= tetes/menit
Rumus perhitungan tetesan infus dewasa
1 cc= 20 tetes makro= 60 tetes mikro
2.2.5 Menghitung intake dan output cairan
Pengukuran intake dan output cairan merupakan suatu tindakan yang dilakukan
untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh (intake) dan jumlah
cairan yang keluar dari tubuh (output). Tujuan dari mengukur intake dan output
cairan yaitu untuk menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien dan untuk
menentukan tingkat dehidrasi klien
Prosedur :
a. Tentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh. Cairan yang masuk
kedalam tubuh melalui air minum, air dalam makanan, air hasil oksidasi
(metabolisme) dan cairan intravena.
b. Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien, cairan yang keluar dari
tubuh terdiri atas urine, insesible water loss (IWL), feses, dan muntah.
c. Tentukan keseimbangan caiaran tubuhg klien dengan rumus intake-output.
keseimbangan intake dan output
a. Rata-rata intake cairan per hari adalah
1. Air minum: 1500-2500 ml
2. Air dari makanan: 750 ml
3. Air hasil metabolisme oksidatif: 300 ml
b. Rata-rata output cairan perhari adalah
1. Urin: 1-2 cc/kg BB/ jam
2. Isensible water loss:
Rumus IWL Dewasa
IWL = (15 x BB )
24 jam
16
Jika dalam 24 jam = IWL x 24 = cc
Rumus IWL Kenaikan Suhu
[(10% x CM)x( jumlah kenaikan suhu-suhu normal )] + IWL normal = cc/jam
24 jam
Rumus IWL anak
IWL = (30 - usia anak dalam tahun) x cc/kgBB/hari
Rumus IWL anak kenaikan Suhu
IWL + 200 ( Suhu Tinggi - 36,8 °C)
3. Feses: 100-200 ml.
2.3 Pemasangan Huknah
2.3.1 Definisi Huknah
Huknah adalah memasukkan cairan fisiologis (naCl 0,9%) yang hangat
melalui anus rectum sampai ke dalam kolon desenden dan asenden. Fungsinya
adalah untuk mengeluarkan feses dan flaktus. Huknah dapat di klasifikasi dalam 4
golongan menurut cara kerjanya: cleansing (membersihkan), carminative (untuk
mengobati flakulance), retensi (menahan, dan mengembalikan aliran.) dua jenis
dari cleaning enema adalah High Enema diberikan untuk membersihkan kolon
sebanyak mungkin, sering di berikan sekitar 100 ml larutan orang dewasa dan
posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbeng dan
kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini agar cairan dapat turun ke
usus besar, cleaning enema paling efektif jika di berikan dalam waktu 5-10 menit.
Low enema diberikan hanya untuk membersihkan rectum dan kolon sigmoid.
Sekitar 500 ml larutan di berikan pada orang dewasa dan klien di pertahankan
pada posisi ke kiri selama pemberian.
17
2.3.2 Saluran pencernaan
2.3.3 Tujuan
1. Untuk membersihkan usus.
2. Untuk pengobatan.
3. Membantu menegakkan diagnose
2.3.4 indikasi
1. Untuk persiapan pemeriksaan radiologi
2. Untuk persiapan operasi.
3. Pada ibu yang akan di lakukan
2.3.5 kontraindikasi
1. Abortus immnens.
2. Kanker rectum.
3. Tipus abdominalis.
2.3.6 alat dan bahan
1. Spuit gliserin
2. Gliserin dalam tempatnya
3. Bengkok
4. Pengalas
5. Sampiran
6. Handscoon
18
7. Tissue
2.3.7 Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur pada pasien.
2. Cuci tangan
3. Atur ruangan, tutup pintu bila pasien dalam ruang rawat pribadi dan pasang
sampiran bila pasien di rawat dalam bangsal umum.
4. Atur posisi pasien (miring ke kiri)
5. Pasang pengalas di area gluteal.
6. Siapkan bengkok di dekat pasien.
7. Spuit di isi gliserin 10-20 cc
8. Gunakan handscoon
9. Masukkan gliserin perlahan ke dalam anus dengan cara tangan kiri
merenggangkan daerah anus, tangan kanan memasukkan spuit ke dalam anus
sampai pangkal kanula dengan ujung spuit di arahkan ke depan dan anjurkan
pasien bernafas dalam.
10. Setelah selesai, cabut dan masukkan spuit ke dalam bengkok. Anjurkan pasien
untuk menahan sebentar rasa ingin defeksi dan pasang pispot bila pasien tidak
mampu ke toilet. Kemudian bersihkan daerah perineum dengan air hingga
bersih lalu keringkan dengan tissue.
11. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
12. Catat jumlah feses, warna, konsistensi, dan respon pasien.
2.4 Pemasangan Drumbuis/Rectal Tube/Flatus Bag
2.4.1 Definisi
Rectal tube adalah obat yang dikemas dalam tube untuk dioleskan di
permukaan sekitar anus (berupa krim) atau disemprotkan ke dalam rektum/anus
(berupa cairan/krim).
19
2.4.2 Tujuan
1. Untuk membantu menghilangkan flatus dari saluran pencernaan terutama
pada pasien yang telah menjalani operasi pada usus atau anus.
2. Untuk membuka rektum dan dimasukkan ke dalam usus besar untuk
membiarkan gas bergerak ke bawah dan keluar dari tubuh
2.4.3 Indikasi
1. Untuk pasien yang telah menjalani operasi pada usus atau anus
2. Untuk mengeluarkan gas dari usus
2.4.4 Kontraindikasi
1. Setelah operasi rektum atau prostat baru
2. Infark miokard atau aritmia jantung
3. Penyakit mukosa rectum atau imunosupresi
2.4.5 Alat dan bahan
1. Rectal tube yang terhubung dengan flatus bag
2. Pelumas/kat gel
3. Plester
4. Tisu
5. Air hangat dan sabun
6. washlap
7. Doek
8. Handscoen
20
2.4.6 Prosedur kerja
1. Buka segel pembungkus aplikator (serupa pipa di bagian atas tube) atau
pasang aplikator pada tube jika tube sebelumnya terpisah dengan aplikator
2. Tekan tube perlahan sampai sedikit krim/cairan dalam tube melumuri
bagian luar aplikator
3. Masukkan aplikator ke dalam rektum. Jika digunakan pada anak di bawah
3 tahun, masukkan hanya setengah panjang aplikator
4. Pencet tube perlahan untuk mengeluarkan sejumlah krim/cairan yang
diperlukan dari tube (bila berupa kemasan sekali pakai maka masukkan
seluruh isi tube)
5. Tarik aplikator keluar dari lubang anus sambil tetap memencet tube
6. Diamkan selama beberapa menit sebelum bangun
7. Pisahkan kembali aplikator dari tube dan tutup rapat tube
8. Cuci aplikator dengan air dan sabun, keringkan untuk pemakaian
selanjutnya
9. Bila berupa kemasan sekali pakai, buang tube setelah pemakaian
10. Cuci tangan dan sabun
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan, misalnya
urine. Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, woven silk dan silikon.
Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk menampung air seni
yang berubah – ubah jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang
ginjal. Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui uretra ke
dalam kandung klemih untuk mengeluarkan air seni atau urine.
Pengukuran intake dan output cairan merupakan suatu tindakan yang
dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh (intake) dan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh (output). Tujuan dari mengukur intake dan
output cairan yaitu untuk menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien dan
untuk menentukan tingkat dehidrasi klien.
Huknah adalah memasukkan cairan sabun yang hangat melalui anus rectum
sampai ke dalam kolon desenden dan asenden. Fungsinya adalah untuk mengeluarkan
feses dan flaktus
3.2 Saran
Kiranya makalah ini, dapat menjadi panduan bagin perawat dalam melakukan
praktek tentang pemasangan, perawatan, pelepasan kateter, menghitung
22
keseimbangan cairan dan pemasangan huknah dalam pelayanan kesehatan dalam
praktiknya di rumah sakit.
Daftar Pustaka
Widjoeseno Gardjito, Urologi. (1994). Pedoman Diagnosa dan terapi Lab. UPF Ilmu Bedah :
Surabaya.
Soetomo. (1996). Prosedur tetap standar pelayanan medis. UPF Ilmu Bedah: Surabaya.
Asmadi. (2008). Teknik prosedural keperawatan konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta : Salemba Medika
Potter and Perry. (2006). Buku fundamental keperawatn konsep, proses dan praktik, edisi 4,
volume 2. Jakarta: EGC
23