makalah efusi pleura
TRANSCRIPT
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN EFUSI PLEURA
Dosen Pengampu : Irma Mustika Sari, S.Kep, Ns
Disusun Oleh :
Sitti AisyahSri DayaniSri WahyuniStitia IndiraSulastriSyanur PutriTopan Ardi Tyas Ana
B2012083B2012084B2012085B2012086B2012087B2012088B2012090B2012092
Vila IstianiVrelly EkaWahyu Dian WahyuningtyasWulandariYen herdianYuliana Pungky
B2012093B2012094B2012095B2012096B2012097B2012098B2012099
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH SURARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan
suatu disiase entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat
mengancam jiwa penderita (WHO).
Efusi pleura adalah pengupulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia bahkan menjadi masalah
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini
disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat
ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih sering
bersifat epidemik di suatu daerah.
Pengetahuan tentang efusi pleura dan segalanya merupakan pedoman dalam
pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Disamping pemberian obat, penerapan
proses keperawatan yang tepat memegang peranan yang sangat penting dalam proses
penyembuhan dan pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat
efusi pleura.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Efusi Pleura?
2. Apa penyebab penyakit Efusi Pleura?
3. Bagaimana klasifikasi Efusi Pleura?
4. Bagaimana patofisiologi dari Efusi Pleura?
5. Bagaimana pathway dari Efusi Pleura?
6. Bagaimana manifestasi klinis Efusi Pleura?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Efusi Pleura?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan Efusi Pleura?
9. Apa komplikasi dari Efusi Pleura?
10. Bagaimana tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan Efusi Pleura
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Efusi Pleura.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit Efusi Pleura.
3. Untuk mengetahui klasifikasi Efusi Pleura.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Efusi Pleura.
5. Untuk mengetahui pathway dari Efusi Pleura.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Efusi Pleura.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Efusi Pleura.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan Efusi Pleura.
9. Untuk megetahui komplikasi dari Efusi Pleura.
10. Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang tepat, yang diberikan pada penderita
Efusi Pleura.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi
penumpukan cairan dalam rongga pleura). Efusi dapat berupa cairan jernih, yang
mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis dan Terapi/ UPF ilmu penyakit paru,
1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang
melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).
B. Etiologi
Berdasrkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat, dan hemoragi.
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior,
tumor, dan sindrom Meigs.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan
penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragi apat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, dan
tuberculosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, tumor
dan tuberkolosis.
C. Klasifikasi
Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C Smeltezer
dan Brenda G. Bare, 2002)
1. Efusi Pleura Transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbs cairan pleura seperti (gagal jantung kongestif,
atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).
2. Efusi Pleura Eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan
masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat.
Kriteria efusi pleura eksudat:
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit metastasis
(mis: kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium), hemotorak, infark paru,
keganasan, rupture aneurisma aorta.
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik
koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila
terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1998). Effusi pleura berarti terjadi
pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan
penyebab efusi antara lain :
1. Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura
3. Sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan
transudasi cairan yang berlebihan
4. Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga
pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein
plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1999, 623
- 624).
E. Pathways
Sumber: Brunner & Suddarth, 2001
Transudat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif Eksudat disebabkan oleh infeksi
EFUSI PLEURA
Pengumpulan cairan dalam rongga pleura
Normal cairan 10-20 Ekspansi paru
Sebagai pelicin gesekan kedua pleura pada waktu
Pertukaran O₂ di alveoli menurun
Serosa jernihDispnea
Darah Nanah Cairan seperti susu
Pola nafas tidak efektif
Iritasi membran mukosa dalam saluran pernafasan
Batuk
Sputum
Nyeri dada
Gangguan rasa nyaman nyeri
Mual
Bau sputum tertinggi di mulut
Tidak nafsu makan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Anoreksia
Munta
Mengalir ke tenggorokan
Sputum merah
Adanya tumor paru
Reakti paru terhadap
iritan
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Akumulasi sputum
F. Manifestasi Klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
2. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosisi). Banyak
keringat, batuk, banyak sputum.
3. Deviasi trakhea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar Tembus Dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru itu
sendiri.
Hal ini yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Namun, bila terdapat
atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinu akan tetap pada
tempatnya.
2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun terapeutik.
Pelaksanaan dilakukan sebaiknya pada posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada
bagian bawah paru-paru di sela iga IX garis aksila posterior dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak boleh lebih 1000-
1500 cc pada setip kali operasi. Aspirasi sekaligus banyak akan menimbulkan
pleura shock (hipotensi) atau edema paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena
paru-paru terlalu cepat mengembang.
Tabel 1.1 Perbedaan Cairan Transudat dan Eksudat.
Transudat Eksudat
1. Warna 1. Kuning pucat, dan jernih 1. Jernih, keruh, purulen
dan hemoragik
2. Bekuan 2. (-) 2. (-) / (+)
3. Berat jenis 3. <1018 3. > 1018
4. Leukosit 4. <1000 /µL 4. Bervariasi, > 1000/µL
5. Eritrosit 5. Sedikit 5. Biasanya banyak
6. Hitung jenis 6. MN (limfosit/misotel) 6. Terutama PMN
7. Protein total 7. < 50% serum 7. > 50% serum
8. LDH 8. < 60% serum 8. > 60% serum
9. Glukosa 9. = plasma 9. = / < plasma
10. Fibrinogen 10. 0,3 - 4% 10. 4-6% atau lebih
11. Amilase 11. (-) 11. > 50% serum
12. Bakteri 12. (-) 12. (-) / (+)
3. Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan
50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberculosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi
pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsy ulangan. Komplikasi biopsy adalah
pneumotoraks, hemotoraks, dan penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
4. Pendekatan pada Efusi yang Tidak Terdiagnosis
Pemeriksaan tambahan:
a. Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, dan abses paru-paru.
b. Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru-paru.
c. Torakospi (Fiber-optic pleuroscopy): pada kasus dengan neoplasma atau TBC.
H. Penatalaksanaan medis
Pengobatan terhadap pasien dengan efusi pleura adalah dengan mengatasi penyakit
yang mendasarinya, mencegah penumpukan kembali cairan, serta untuk mengurangi
ketidak nyamanan dan dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyabab yang
mendasari:
1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan mengumpulakan specimen untuk
analisis dan menghilangkan dispnea.
2. Selang dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks
(kadang merupakan akibat torasentesis berulang)
3. Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan
mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
4. Modalitas pengobatan lainnya: radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi
diuretik.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Kaji perkembangan nyeri pada klien.
2. Beri posisi yang nyaman pada klien untuk mengurangi rasa nyeri.
3. Ajari tehnik relaksasi pada klien.
4. Menganjurkan pada klien untuk makan sedikit tapi sering.
5. Memberi pendidikan kepada klien, maupun keluarga tentang penumpukan di paru
bisa disebabkan dari beberapa penyakit seperti gagal jantung, adanya neoplasma,
tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, sindroma nefrotik, hipoalbumin.
J. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan
ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan
hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membran-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada
efusi pleura atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada
sebagian/ semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan megakibatkan
kolaps paru.
K. Asuhan keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC yang menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB paru yang lain. (Hendrawan
Nodesul, 1996)
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafar, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir, terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak nafas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan duhu badan meningkat mendorng penderita
untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan efusi pleura biasanhya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga dinyatakan mulai kapan keluhan itu
muncul.
d. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang perah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberculosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberculosis paru yang kembali aktif.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga diteruskan penularannya.
f. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya. Pada penderita yang status ekonominya menengah kebawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain. (Hendrawan
Nodesul, 1996)
g. Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan keperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya
riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan
bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. Pada klien dengan TB
paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dir rumah yang sumpek.
Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan
nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnya lemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi
dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi.
Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu
pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan
untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri
dada akan menganggu aktivitas.
Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu
akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik
dan lain sebagainya. Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada
penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat.
Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya,
mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga
mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya
akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah. Pada penderita TB paru pada pola reproduksi
dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter
yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya. Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan
terhadap pengobatan.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
h. Pemeriksaan fisik
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran
tinggi badan berat badan pasien.
2. Diagnosa yang muncul
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan paru.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3. Intervensi dan Rasional
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
KH : Tidak ada dispnea, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, RR normal
(16-20 x/menit).
Intervensi :
a) Observasi pernafasan khsusnya bunyi nafas dan perkusi
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun
b) Pertahankan posisi yang nyaman dengan kepala ditinggikan
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimum
c) Anjurkan klien untuk tidak banyak aktivitas
Rasional : Aktivitas yang meningkat akan meningkatkan kebutuhan O₂
d) Kolaborasi pemberian O₂
Rasional : Alat membantu meningkatkan O₂
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada.
Tujuan : Tidak ada nyeri dada
KH :
Keluhan nyeri berkurang
Skala nyeri menurun
Intervensi
a) Kaji perkembangan nyeri
Rasional : Untuk mengetahui terjadinya kompikasi
b) Ajarkan klien tehnik relaksasi
Rasional : Untuk meringankan nyeri
c) Beri posisi yang nyaman
Rasional : Untuk memberikan kenyamanan kien
d) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi rasa sakit
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
Tujuan : Jalan nafas menjadi efektif
KH :
Tidak ada pengumpulan sekret
Tidak ada penggunaan alat bantu nafas
Intervensi :
a) Observasi karakteristik batuk
Rasional : Untuk mengetahui batuk apakah menetap atau tidak efektif
b) Ajarkan batuk efektif
Rasional : Membantu pengeluaran sekret
c) Berikan pasien posisi semi fowler
Rasional : membantu memaksimalkan ekspansi paru
d) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : Dapat meningkatkan intake oksigen
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
KH : Nafsu makan meningkat, porsi habis, BB tidak turun drastis.
Intervensi :
a) Observasi nafsu makan klien
Rasional : Porsi makan tidak habis menunjukkan nafsu makan belum
baik
b) Beri makan klien sedikit tapi sering
Rasional : Meningkatkan masukan secara perlahan
c) Beritahu klien pentingnya nutrisi
Rasional : Klien dapat memahami dan mau menigkatkan masukan
nutrisi.
d) Pemberian diit TKTP
Rasional : Peningkatan energi dari protein pada tubuh sebagai
pembangun.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi
penumpukan cairan dalam rongga pleura). Efusi dapat berupa cairan jernih, yang
mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. Berdasrkan
jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat, dan
hemoragi. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid
menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas
kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis
akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis
paru.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan, edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.