makalah gigi come terbaru 2
TRANSCRIPT
Makalah Kasus Gigi
GAMBARAN GIGI MOLAR SATU PADA
SISWA KELAS ENAM SD 012 LIPAT KAIN
KECAMATAN KAMPAR KIRI
Disusun oleh :
Andika Siswanta, S.Ked
Herry Saputra Yunior, S.Ked
Muhammida, S.Ked
Oni Masriyati, S.Ked
Putri Pratiwi, S.Ked
Rahmatul Khairiyah, S.Ked
Regina Lisa, S.Ked
Yulia Rosi, S.Ked
Tiska Adzy, S.Ked
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN COMMUNITY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (COME)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PUSKESMAS KAMPAR KIRI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada sistem pencernaan
dalam tubuh manusia. Masalah utama kesehatan gigi dan mulut anak ialah karies
gigi. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa
prevalensi karies aktif di Indonesia sebesar 46,5% sedangkan prevalensi penyakit
karies gigi pada murid sekolah dasar (SD) menurut hasil Riskesdas 2007 adalah
72,1%.1,4,7
Umumnya anak-anak memasuki usia sekolah mempunyai resiko karies
yang tinggi, karena pada usia sekolah ini anak-anak biasanya suka jajan makanan
dan minuman sesuai keinginannya. Pemilihan siswa kelas VI sekolah dasar
sebagai sampel dikarenakan anak-anak kelas VI rata-rata berusia 10-11 tahun.
Anak-anak pada usia ini rentan terhadap pertumbuhan dan perkembangan karies
gigi karena memiliki kebiasaan jajan makanan dan minuman baik di sekolah
maupun di rumah. Berdasarkan hal tersebut kami tertarik melakukan pengamatan
pada anak-anak sekolah dasar kelas VI.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Odontogenesis
Gigi secara embriologi berasal dari dua jaringan, yaitu ektoderm yang
akan membentuk enamel dan mesoderm yang akan membentuk pulpa, sementum,
dan pulpa. Gigi terdiri dari mahkota yang dikelilingi oleh enamel dan dentin serta
akar yang tidak ditutupi oleh enamel. Gigi terdiri dari pulpa yang vital (terdapat
persarafan) yang didukung oleh ligamen periodontal. Pada minggu ke-5 masa
embrio, epitel ektoderm yang melapisi kavum oris mengalami penebalan
sepanjang tepi dari bakal rahang atas dan rahang bawah. Penebalan ini terdiri atas
dua lapisan yang meluas sampai ke mesenkim, di mana lapisan pertama yaitu di
sebelah labial akan memisahkan diri dan membentuk ruangan di antara bibir dan
prosesus alveolaris dari rahang. Lapisan kedua yaitu di sebelah lingual akan
membentuk gigi yang disebut lamina dentalis. Pada lamina dentalis, terjadi
penebalan yang berbentuk kuncup dan masuk ke dalam jaringan pengikat
(mesoderm). Kuncup-kuncup ini merupakan benih-benih gigi. Ada 10 benih-
benih gigi dalam masing-masing tulang rahang yang akan menjadi gigi desidui.
Pada awal minggu ke-10 lamina dentalis yang masih tinggal akan membentuk
kuncup-kuncup lagi yang akan menjadi benih-benih gigi permanen.
Perkembangan gigi dimulai sejak dalam kandungan (fetus) sekitar 28 hari IU.
Gigi desidui berkembang pada minggu ke-6 dan minggu ke-8 dan gigi permanen
berkembang pada minggu ke-20. Tahap mineralisasi pada gigi desidui dimulai
pada minggu ke-14 IU dan seluruh gigi desidui termineralisasi secara sempurna
setelah kelahiran. Gigi I dan M1 permanen termineralisasi pada atau waktu setelah
kelahiran, setelah itu baru gigi-gigi permanen lain mengalami mineralisasi.
Erupsi gigi terjadi setelah formasi dan mineralisasi mahkota terbentuk
sempurna tetapi sebelum akar terbentuk sempurna. Gigi tumbuh dari dua tipe sel,
yaitu epitel oral dari organ enamel dan sel mesenkim dari papilla dental.
Perkembangan enamel dari enamel organ dan perkembangan dentin dari papila
dental. Mahkota dan bagian akar dibentuk sebelum gigi tersebut erupsi, mahkota
dibentuk terlebih dahulu, kemudian baru pembentukkan akar. Pertumbuhan
mandibula dan maksila menurut Sadler, dipersiapkan untuk tumbuhnya gigi
geligi. Perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu: tahap pra-erupsi, tahap
pra-fungsional (tahap erupsi), dan tahap fungsional.
2.2. Tahap Pra-Erupsi
Tahap pra-erupsi, yaitu saat mahkota gigi terbentuk dan posisinya dalam
tulang rahang cukup stabil (intraosseus), ketika akar gigi mulai terbentuk dan gigi
mulai bergerak di dalam tulang rahang ke arah rongga mulut, penetrasi mukosa,
dan pada saat akar gigi terbentuk setengah sampai tiga perempat dari panjang
akar.
Tahap pra-erupsi terdiri dari :
a. Inisiasi (Bud Stage)
Tahap inisiasi merupakan penebalan jaringan ektodermal dan
pembentukkan kuntum gigi yang dikenal sebagai organ enamel pada minggu ke-
10 IU. Perubahan yang paling nyata dan paling dominan adalah proliferasi
jaringan ektodermal dan jaringan mesenkimal yang terus berlanjut.
b. Proliferasi (Cap Stage)
Dimulai pada minggu ke-11 IU, sel-sel organ enamel masih terus
berproliferasi sehingga organ enamel lebih besar sehingga berbentukan cekung
seperti topi. Bagian yang cekung diisi oleh kondensasi jaringan mesenkim dan
berproliferasi membentuk papila dentis yang akan membentuk dentin. Papila
dental yang dikelilingi oleh organ enamel akan berdiferensiasi menjadi pulpa.
Jaringan mesenkim di bawah papila dental membentuk lapisan yang bertambah
padat dan berkembang menjadi lapisan fibrosa yaitu kantong gigi (dental sakus)
primitif.
c. Histodiferensiasi (Bell Stage)
Tahap bel merupakan perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi
menjadi bentuk bel. Perubahan histodiferensiasi mencakup perubahan sel-sel
perifer papila dental menjadi odontoblas (sel-sel pembentuk dentin). Ada empat
lapisan sel yang dapat dilihat pada tahap bell, yaitu Outer Enamel Epithelium,
Retikulum Stelata, Stratum Intermedium, dan Inner Enamel Epithelium.
d. Morfodiferensiasi
Morfodiferensiasi adalah susunan sel-sel dalam perkembangan bentuk
jaringan atau organ. Perubahan morfodiferensiasi mencakup pembentukkan pola
morfologi atau bentuk dasar dan ukuran relatif dari mahkota gigi. Morfologi gigi
ditentukan bila epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas
antara epitel email dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction
yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khas pada setiap
gigi, sebagai suatu pola tertentu pada pembiakan sel.
e. Aposisi
Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi
(email, dentin, dan sementum). Pertumbuhan aposisi ditandai oleh pengendapan
yang teratur dan berirama dari bahan ekstraseluler yang mempunyai kemampuan
sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang.
f. Kalsifikasi
Kalsifikasi terjadi dengan pengendapan garam-garam kalsium anorganik
selama pengendapan matriks. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang
sebelumnya telah mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari bagian ke
bagian lainnya dengan penambahan lapis demi lapis. Gangguan pada tahap ini
dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi seperti hipokalsifikasi.
2.3. Tahap Pra-Fungsional/Pra-Oklusal (Tahap Erupsi)
Erupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin ‘erumpere’, yang
berarti menetaskan. Erupsi gigi adalah suatu proses pergeraka gigi secara aksial
yang dimulai dari tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai
akhirnya mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi
merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari tahap
pembentukkan gigi sampai gigi muncul ke rongga mulut.
Menurut Lew gigi dinyatakan erupsi jika mahkota telah menembus
gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi
atau dari tepi insisal. Gerakan dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal
selama proses gigi berlangsung, gigi juga mengalami pergerakan miring, rotasi,
dan pergerakan ke arah mesial.
Proses erupsi gigi permanen selain gigi molar permanen, melibatkan gigi
desidui, yaitu gigi desidui tanggal yang digantikan oleh gigi permanen. Resorpsi
tulang dan akar gigi desidui mengawali pergantian gigi desidui oleh gigi
permanennya. Resoprsi akar gigi desidui dimulai di bagian akar gigi desidui yang
paling dekat dengan benih gigi permanen. Tahap awal erupsi gigi permanen akan
menghasilkan tekanan erupsi yang akan menyebabkan resorpsi akar gigi desidui.
Teori mekanisme erupsi gigi dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
1. Gigi didorong atau didesak keluar sebagai hasil dari kekuatan yang
dihasilkan dari bawah dan disekitarnya, seperti pertumbuhan tulang
alveolar, akar, tekanan darah atau tekanan cairan dalam jaringan
(proliferasi).
2. Gigi mungkin keluar sebagai hasil dari tarikan jaringan penghubung di
sekitar ligamen periodontal.
Pergerakan gigi ke arah oklusal berhubungan dengan pertumbuhan
jaringan ikat di sekitar soket gigi. Proliferasi aktif dari ligamen periodontal akan
menghasilkan tekanan di sekitar kantung gigi yang mendorong gigi ke arah
oklusal. Tekanan erupsi pada tahap ini semakin bertambah seiring meningkatnya
permeabilitas vaskular di sekitar ligamen periodontal yang memicu keluarnya
cairan secara difus dari dinding vaskular sehingga terjadi penumpukkan cairan di
sekitar ligamen periodontal yang kemudian menghasilkan tekanan erupsi. Faktor
lain yang juga berperan dalam menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap ini
adalah perpanjangan dari pulpa, di mana pulpa yang sedang berkembang pesat ke
arah apikal dapat menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah
oklusal.
2.4. Tahap Fungsional/Tahap Oklusal
Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah
tanggal dan berlangsung bertahun-tahun. Selama tahap ini gigi bergerak ke arah
oklusal, mesial, dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap ini bertujuan untuk
mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga
oklusi dan titik kontak proksimal dipertahankan.
Pada tahap ini, tulang alveolar masih mengalami pertumbuhan terutama pada
bagian soket gigi sebelah distal. Demikian halnya dengan sementum pada akar
gigi yang menimbulkan interpretasi bahwa bergeraknya gigi ke arah oklusal dan
proksimal pada tahap ini berhubungan dengan pertumbuhan tulang alveolar dan
sementum. Interpretasi ini tidak benar, pertumbuhan tulang alveolar dan
sementum bukanlah penyebab bergeraknya gigi tetapi pertumbuhan tulang
alveolar dan sementum yang terjadi merupakan hasil dari pergerakan gigi.
Pergerakan gigi pada tahap fungsional sama dengan pada tahap prafungsional,
tetapi proliferasi ligamen periodontal berjalan lambat.
2.5. Waktu Erupsi Gigi
Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepi
insisal dari gigi menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat
perbedaan waktu erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda
ras. Berdasarkan penelitian Hurme pada berbagai etnis di Amerika Serikat dan
Eropa Barat didapat data bahwa tidak ada dua individu yang mempunyai waktu
erupsi yang persis sama pada rongga mulut. Perbedaan atau variasi 6 bulan pada
erupsi gigi adalah biasa, tetapi kecenderungan waktu erupsi terjadi lebih lambat
daripada waktu erupsi lebih awal.
Berdasarkan penelitian Djaharuddin di Surabaya, terdapat perbedaan
waktu erupsi gigi permanen pada anak perempuan dan anak laki-laki di mana gigi
pada anak perempuan lebih cepat dari pada anak laki-laki. Menurut Mundiyah,
tidak terdapat perbedaan waktu erupsi gigi desidui antara anak perempuan dan
anak laki-laki.
Gigi yang bererupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi desidui
atau gigi primer. Untuk beberapa lama gigi susu akan berada dalam rongga mulut
untuk melaksanakan aktivitas fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen
erupsi untuk menggantikan gigi susu tersebut. Gigi susu berjumlah 20 di rongga
mulut, yaitu 10 pada maksila dan 10 pada mandibula. Gigi susu terdiri dari
insisivus pertama, insisivus kedua, kaninus, molar pertama dan molar kedua di
mana terdapat sepasang pada rahang untuk tiap jenisnya. Erupsi gigi desidui
dimulai saat bayi berusia 6 bulan yang ditandai dengan munculnya gigi insisivus
rahang bawah dan berakhir dengan erupsi gigi molar dua pada usia 2 tahun.
Gigi permanen berjumlah 32 yang terdiri dari 4 insisivus, 2 kaninus, 4
premolar, dan 6 molar pada masing-masing rahang. Waktu erupsi gigi permanen
ditandai dengan erupsinya gigi molar pertama permanen rahang bawah pada usia
6 tahun. Pada masa ini gigi insisivus pertama rahang bawah juga sudah bererupsi
di rongga mulut. Gigi insisivus pertama rahang atas dan gigi insisivus kedua
rahang bawah mulai erupsi pada usia 7-8 tahun, serta gigi insisivus kedua rahang
atas erupsi pada usia 8-9 tahun. Pada usia 10-12 tahun, periode gigi bercampur
akan mendekati penyempurnaan ke periode gigi permanen. Gigi kaninus rahang
bawah erupsi lebih dahulu daripada gigi premolar pertama dan gigi premolar
kedua rahang bawah. Pada rahang atas, gigi premolar pertama bererupsi lebih
dahulu dari gigi kaninus dan gigi premolar kedua bererupsi hampir bersamaan
dengan gigi kaninus. Erupsi gigi molar kedua berdekatan dengan erupsi gigi
premolar kedua, tetapi ada kemungkinan gigi molar kedua bererupsi lebih dahulu
daripada gigi premolar kedua. Erupsi gigi yang paling akhir adalah molar ketiga
rahang atas dan rahang bawah.
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erupsi Gigi
Erupsi gigi adalah proses yang bervariasi pada setiap anak. Variasi ini
dapat terjadi dalam setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
gigi, terutama pada periode transisi pertama dan kedua.
Variasi dalam erupsi gigi dapat disebabkan oleh banyak faktor, yaitu :
a. Faktor Genetik (Keturunan)
Faktor genetik dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor
genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi
gigi, termasuk proses kalsifikasi. Menurut Stewart, pengaruh faktor genetik
terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78%.
b. Faktor Ras
Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi
permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa
lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika
Indian. Orang Amerika, Swiss, Prancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras
yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang
terlalu besar. Erupsi lebih cepat pada ras Afrika hitam dibandingkan dengan ras
Kaukasoid, orang Korea (Mongoloid) sedikit lebih cepat daripada ras Kaukasia,
dan pada orang Australia pribumi lebih lambar daripada Kaukasoid.
c. Jenis Kelamin
Waktu erupsi gigi permanen mandibula dan maksila terjadi bervariasi pada
setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat
dibandingkan dengan anak laki-laki.
d. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan, antara lain :
1. Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan
seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat
ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih
lambat dibandingkan dengan anak yang tingkat ekonomi menengah.
2. Nutrisi
Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan
perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat
mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi
gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D
dan gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh nutrisi terhadap perkembangan
gigi adalah sekitar 1%.
e. Faktor Penyakit
Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial
dysostosis, Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial
synostosis dan Hemifacial atrophy.
f. Faktor Lokal
Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi
ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi yang berlebih, trauma dari benih
gigi, mukosa gusi yang menebal, dan gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya.
2.7. Karies Gigi
2.7.1. Definisi Karies
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses
demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar
gigi yang dapat dicegah.6 Karies dentis merupakan proses patologis berupa
kerusakan yang terbatas di jaringan gigi mulai dari email kemudian berlanjut ke
dentin. Karies dentis ini merupakan masalah mulut utama pada anak dan remaja,
periode karies paling tinggi adalah pada usia 4-8 tahun pada gigi sulung dan usia
12-13 tahun pada gigi tetap, sebab pada usia itu email masih mengalami maturasi
setelah erupsi, sehingga kemungkinan terjadi karies besar. Jika tidak mendapatkan
perhatian karies dapat menular menyeluruh dari geligi yang lain (Behrman,
2002).8
2.7.2. Proses Terjadinya Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan
gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada
waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH
mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut
menjadi karies gigi (Suryawati, 2010).
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin
melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-
kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah
rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat
dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat
(lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk
rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan
opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin
merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi
kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam,
tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit,
dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati,
2010).
Pada anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal
ini disebabkan:2
1. Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai
maturasi setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan
flourida) yang berlangsung terutama 1 tahun setelah erupsi.
2. Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena
perbedaan fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan
makanan kecil)
3. Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi
yang tidak memadai
4. Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak
terdapat jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh
aktivitas proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.
2.7.3. Faktor penyebabnya terjadi karies gigi
Menurut Yuwono (2003) faktor yang memungkinkan terjadinya karies yaitu :8
1. Umur
Terdapat tiga fase umur yang dilihat dari sudut gigi geligi yaitu :
a. Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena karies
b. Periode pubertas (remaja) umur antara 14 tahun sampai 20 tahun pada
masa pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan
pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang
terjaga. Hal ini yang menyebabkan prosentase karies lebih tinggi.
c. Umur antara 40- 50 tahun, pada umur ini sudah terjadi retraksi atau
menurunya gusi dan papil sehingga, sisa – sisa makanan lebih sukar
dibersihkan
2. Kerentanan permukaan gigi
a. Morfologi gigi
Daerah gigi yang mudah terjadi plak sangat mungkin terjadi karies.
b. Lingkungan gigi
Lingkungan gigi meliputi jumlah dan isi saliva (ludah), derajat kekentalan
dan kemampuan bbuffer yang berpengaruh terjadinya karies, ludah
melindungi jaringan dalam rongga mulut dengan cara pelumuran element
gigi yang mengurangi keausan okulasi yang disebabkan karena
pengunyahan, Pengaruh buffer sehingga naik turun PH dapat ditekan dan
diklasifikasikan element gigi dihambat,
c. Agrogasi bakteri yang merintangi kolonisasi mikroorganisme, Aktivitas
anti bakterial, Pembersihan mekanis yang dapat mengurangi akumulasi
plak.
3. Air ludah
Pengaruh air ludah terhadap gigi sudah lama diketahui terutama dalam
mempengaruhi kekerasan email. Air ludah ini dikeluarkan oleh: kelenjar
paritis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis.
Selama 24 jam, air ludah dikeluarkan glandula sebanyak 1000 – 1500
ml, kelenjar submandibularis mengeluarkan 40 % dan kelenjar parotis
sebanyak 26 %. Pada malam hari pengeluaran air ludah lebih sedikit, secara
mekanis air ludah ini berfungsi membasahi rongga mulut dan makanan yang
dikunyah. Sifat enzimatis air ludah ini ikut didalam pengunyahan untuk
memecahkan unsur – unsur makanan.
Hubungan air ludah dengan karies gigi telah diketahui bahwa pasien
dengan sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki
prosentase karies gigi yang semakin meninggi misalnya oleh karena: terapi
radiasi kanker ganas, xerostomia, dalam waktu singkat akan mempunyai
prosentase karies yang tinggi. Sering juga ditemukan pasien-pasien balita
berumur 2 tahun dengan kerusakan atau karies seluruh giginya, aplasia
kelenjar proritas (Yuwono, 2003).
4. Bakteri
Menurut Yuwono (2003) tiga jenis bakteri yang sering menyebabkan karies
yaitu :
a. Steptococcus
Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama karies dan
jumlahnya terbanyak di dalam mulut, salah satu spesiesnya yaitu
Streptococus mutan, lebih dari dibandingkan yang lain dapat menurunkan
pH medium hingga 4,3%. Sterptococus mutan terutama terdapat populasi
yang banyak mengkonsumsi sukrosa
b. Actynomyces
Semua spesies aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama
membentuk asam laktat, asetat, suksinat, dan asam format. Actynomyces
visocus dan actynomises naesundil mampu membentuk karies akar, fisur
dan merusak periodontonium.
c. Lactobacilus
Populasinya mempengaruhi kebiasaan makan, tempat yang paling disukai
adalah lesi dentin yang dalam. Lactobasillus hanya dianggap faktor
pembantu proses karies.
5. Plak
Plak ini trerbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti
mucin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dengan sisa makanan
serta bakteri. Plak ini mula-mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan
menjadi kelat, tempat bertmbuhnya bakteri.
6. Frekuensi makan makanan yang menyebabkan karies (makanan kariogenik)
Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga
kerusakan gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu
senggang jam makan akan lebih berbahaya daripada saat waktu makan utama.
Mengkonsumsi makanan kariogenik juga berpotensi menimbulkan karies.
2.7.4. Makanan Kariogenik8
Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya
karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat,
lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Hubungan antara konsumsi
karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak
pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-
sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah
glukosa menjadi asam sehingga pH rongga mulut menurun sampai dengan 4,5.
Pada keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut. Pengulangan
konsumsi karbohidrat yang terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh
bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga mulut menjadi lebih
asam dan semakin banyak email yang terlarut (Rahmadhan, 2010).
Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga
kerusakan gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu senggang
jam makan akan lebih berbahaya daripada saat waktu makan utama. Terdapat dua
alasan, yaitu kontak gula dengan plak menjadi diperpanjang dengan makanan
manis yang menghasilkan pH lebih rendah dan karenanya asam dapat dengan
cepat menyerang gigi. Kedua yaitu adanya gula konsentrasi tinggi yang normal
terkandung dalam makanan manis akan membuat plak semakin terbentuk
(Rahmadhan, 2010).
Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :
a. Bentuk fisik
Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta
mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding
bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim, susu,
permen dan lain-lain. Diet karbohidrat cenderung mempunyai lebih banyak
karies. Jenis karbohidrat yang paling kariogenik adalah gula atau sukrosa
karena mempunyai kemampuan untuk menolong pertumbuhan bakteri
kariogenetik. Mikroorganisme yang aktif menyebabkan karies gigi adalah
Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus salivarius. Oleh
mikroorganisme ini gula diubah menjadi asam yang berperan untuk terjadinya
permulaan karies gigi.
Karbohidrat yang dapat menyebabkan karies dentis bersifat :
i. Ada dalam diet dalam jumlah yang berarti:
a. Siap difermentasikan oleh bakteri kariogenik
b. Larut secara perlahan-lahan dalam mulut.
ii. Karbohidrat yang memenuhi ke tiga syarat tersebut adalah Starch
(polisakharida), Sukrosa (disakharida), dan Glukosa (monosakharida).
b. Jenis
Karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah polisakarida,
disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang
lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding
karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan
zat-zat asam. Makanan manis dan penambahan gula dalam minuman seperti
air the atau kopi bukan merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang.
c. Frekuensi konsumsi
Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi
tetapi juga kerusakan karies. Banyaknya intake gula harian lebih besar
korelasinya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam
makanan dengan karies lebih besar dari total diet karena makanan ringan lebih
sering dimakan dalam frekuensi tinggi. Hal-hal yang dapat meningkatkan
karies gigi adalah sebagai berikut :
i. Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies.
ii. Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika
dikonsumsi dalam bentuk yang lengket
iii. Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan
yang manis dan lengket ditingkatkan
iv. Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan
v. Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan makanan
manis yang lengket dari bahan makanan.
2.7.5. Klasifikasi karies gigi
Jenis karies gigi Menurut Widya (2008), jenis karies gigi berdasarkan tempat
terjadinya :
a. Karies Insipiens
Merupakan karies yang terjadi pada permukaan email gigi (lapisan terluar dan
terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau
cokelat pada email.
b. Karies Superfisialis
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan kadang-
kadang terasa sakit.
c. Karies Media
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau
bagian pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa
sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.
d. Karies Profunda
Merupakan karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa
sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit secara tiba-tiba
tanpa rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati dan ditambal maka gigi
akan mati, dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama dibandingkan pada
karies-karies lainnya.
Gambar 1. Karies gigi
2.7.6. Pencegahan Karies Gigi
Menjaga kebersihan mulut adalah merupakan cara terbaik untuk mencegah
terjadinya penyakit-penyakit dalam mulut, seperti: karies gigi dan radang gusi.
Kedua penyakit tersebut merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dalam
mulut, penyebab utama penyakit tersebut adalah plaque. Beberapa cara
pencegahan karies gigi antara lain:1,2
1. Plaque control
Plaque control merupakan cara menghilangkan plaque dan mencegah
akumulasinya. Tindakan tersebut merupakan tingkatan utama dalam mencegah
terjadinya karies dan radang gusi. Menurut Wirayuni (2003), ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan plaque control, antara lain:
a. Scalling
Scalling yaitu tindakan membersihkan karang gigi pada semua permukaan
gigi dan pemolesan terhadap semua permukaan gigi.
b. Penggunaan dental floss (benang gigi)
Dental floss ada yang berlilin ada pula yang tidak yang terbuat dari nilon.
Floss ini digunakan untuk menghilangkan plaque dan memoles daerah
interproximal (celah di antara dua gigi), serta membersihkan sisa makanan
yang tertinggal di bawah titik kontak.
c. Diet
Diet merupakan makanan yang dikonsumsi setiap hari dalam jumlah dan
jangka waktu tertentu. Hendaknya dihindari makanan yang mengandung
karbohidrat seperti: dodol, gula, permen, demikian pula makanan yang
lengket hendaknya dihindari. Adapun yang disarankan dalam plaque
control adalah makanan yang banyak mengandung serat dan air. Jenis
makanan ini memiliki efek self cleansing yang baik serta vitamin yang
terkandung di dalamnya memberikan daya tahan pada jaringan penyangga
gigi.
d. Kontrol secara periodik
Kontrol dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mengetahui kelainan dan
penyakit gigi dan mulut secara dini.
e. Fluoridasi
Fluor adalah suatu bahan mineral yang digunakan oleh manusia sebagai
bahan yang dapat membuat lapisan email tahan terhadap asam. Menurut
YKGI (1999), penggunaan fluor ada dua macam yaitu secara sistemik dan
lokal. Secara sistemik dapat dilakukan melalui air minum mengandung
kadar fluor yang cukup,sehingga fluor dapat diserap oleh tubuh. Secara
lokal dapat dilakukan dengan diteteskan/dioleskan pada gigi, kumur-kumur
dengan larutan fluor dan diletakkan pada gigi dengan menggunakan sendok
cetak.
f. Menyikat gigi
Menyikat gigi ádalah cara yang dikenal umum oleh masyarakat untuk
menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan maksud agar terhindar dari
penyakit gigi dan mulut. Menurut Manson dan Elley (1993), menyikat gigi
sebaiknya dilakukan dengan cara sistematis supaya tidak ada gigi yang
terlampaui, yaitu mulai dari posterior ke anterior dan berakhir pada bagian
posterior sisi lainnya. Beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam
menyikat gigi yang baik, antara lain:
i. Sikat gigi
Sikat gigi yang baik adalah sikat gigi yang mempunyai ciri-ciri,
seperti: bulu-bulu sikat lunak dan tumpul, sehingga tidak melukai
jaringan lunak dalam mulut. Ukuran sikat gigi diperkirakan dapat
menjangkau seluruh permukaan gigi atau disesuaikan dengan ukuran
mulut. Dalam memilih sikat gigi, yang harus diperhatikan adalah
kondisi bulu sikat. Pilihlah bulu sikat yang terbuat dari nilon karena
sifatnya yang elastis.
ii. Pasta gigi
Pasta gigi yang baik adalah pasta gigi yang mengandung fluor,
karena fluor akan bereaksi dengan email gigi dan membuat email
lebih tahan terhadap serangan asam. Pasta gigi yang mengandung
fluor apabila digunakan secara teratur akan dapat mencegah kerusakan
gigi. Pasta gigi mengandung bahan abrasif ringan seperti kalsium
karbonat dan dikalsium fosfat, tetapi baru sedikit bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa penggunaan pasta gigi dapat meningkatkan
efisiensi pembersihan plaque. Pasta gigi yang mengandung fluorida
ternyata sudah terbukti dapat meningkatkan absorpsi ion fluor pada
permukaan gigi yang akan menghambat kolonisasi bakteri dari
permukaan gigi. Beberapa pasta gigi tentu juga mengandung bahan-
bahan kimia seperti formaldehid atau strongsium clorida, yang dapat
membantu mengurangi sensitivitas dari akar gigi yang terbuka akibat
resesi gingiva (Manson dan Eley, 1993).
iii. Alat bantu menyikat gigi
Menurut Manson dan Elley (1993), beberapa alat bantu yang
digunakan untuk membersihkan gigi adalah: benang gigi, tusuk gigi,
dan sikat sela-sela gigi. Penggunaan benang gigi akan membantu
menghilangkan plaque dan sisa-sisa makanan yang berada di sela-sela
gigi dan di bawah gusi. Daerah-daerah tersebut sulit dibersihkan
dengan sikat gigi.
iv. Waktu menyikat gigi
Waktu menyikat gigi yang tepat adalah pagi setelah sarapan dan
malam sebelum tidur. Waktu tidur produksi air liur berkurang
sehingga menimbulkan suasana asam di mulut. Sisa-sisa makanan
pada gigi jika tidak dibersihkan, maka mulut semakin asam dan
kumanpun akan tumbuh subur membuat lubang pada gigi. Sifat asam
ini bisa dicegah dengan menyikat gigi.
v. Teknik menyikat gigi
Menurut Depkes RI (1996), teknik menyikat gigi adalah:
a. Sikatlah semua permukaan gigi atas dan bawah dengan gerakan
maju mundur dan pendek-pendek atau atas bawah, sedikitnya
delapan kali gerakan setiap permukaan gigi.
b. Permukaan gigi yang menghadap ke bibir disikat dengan gerakan
naik turun.
c. Permukaan gigi yang menghadap ke pipi disikat dengan gerakan
naik turun agak memutar.
d. Permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah disikat dengan
gerakan maju mundur.
e. Permukaan gigi yang menghadap ke langit-langit atau lidah
disikat dengan gerakan dari arah gusi ke permukaan gigi.
f. Setelah permukaan gigi selesai disikat, berkumur satu kali saja
agar sisa fluor masih ada pada gigi.
g. Sikat gigi dibersihkan di bawah air mengalir air dan disimpan
dengan posisi kepala sikat gigi berada di atas.
BAB III
HASIL PEMERIKSAAN GIGI MOLAR SATU SISWA KELAS ENAM
SDN 012 LIPAT KAIN KAMPAR KIRI
1. Karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki laki 23 58,97%
Perempuan 16 41,03%
Total 39 100%
2. Karakteristik subjek berdasarkan usia
Umur Jumlah Persentase
< 12 tahun 27 69,23%
> 12 tahun 12 30,77%
Total 39 100%
3. Tabel distribusi penderita karies pada gigi molar satu berdasarkan jenis
kelamin
Jenis Kelamin Karies Tidak karies Persentase karies
Laki-laki 20 orang 3 orang 51,28%
Perempuan 15 orang 1 orang 38,46%
Jumlah 35 orang 4 orang 89,74%
4. Tabel distribusi penderita karies pada gigi molar satu berdasarkan umur
Umur Karies Tidak karies Persentase karies
< 12 tahun 25 orang 2 orang 64,10%
> 12 tahun 10 orang 2 orang 25,64%
Jumlah 35 orang 4 orang 89,74%
BAB IVPEMBAHASAN
1. Penderita karies pada gigi molar satu berdasarkan jenis kelamin
Dari hasil pemeriksaan, siswa laki laki lebih banyak menderita karies
daripada perempuan dengan persentase siswa laki-laki yang menderita karies
sebanyak 51,28 persen dan perempuan sebanyak 38,46%. Hal ini sesuai dengan
hasil pengamatan yang dilakukan oleh Joshi (2005) di India dari total populasi
anak usia 6-12 tahun sebanyak 150 orang, diperoleh kejadian karies lebih tinggi
pada laki-laki yaitu 80% sedangkan perempuan 73%. Hal ini terjadi karena
perempuan lebih memiliki keinginan untuk menjaga kebersihannya.2
2. Penderita karies pada gigi molar satu berdasarkan usia
Dari hasil pemeriksaan, siswa dengan usia 12 tahun atau kurang lebih
banyak menderita karies daripada siswa yang berusia 12 tahun ke atas dengan
persentase pederita karies siswa dengan usia 12 tahun atau kurang sebanyak
dengan 64,10%. Hal ini disebabkan jumlah siswa kelas 6 pada pemeriksaan ini
sebagian besar adalah siswa dengan usia di atas 12 tahun yaitu sebanyak 27 siswa
dengan presentase sebesar 69,23%.2
3. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah siswa penderita karies
a. Kebiasaan membersihkan gigi
Semua responden mengakui tidak mengetahui cara menggosok gigi yang
benar dan tidak rutin menggososk gigi sesuai dengan anjuran (2 kali sehari
pagi dan malam).
b. Kebiasaan Makan
Anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk
dipisahkan. Anak memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara
berlebihan sehingga beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut
akan mulai memproduksi asam yang menyebabkan terjadi demineralisasi
yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode
makan, saliva akan berkerja menetralisir asam dan membantu proses
remineralisasi. Namun, apabila makanan jajanan terlalu sering dikonsumsi,
maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadinya karies. Anak yang
sering mengkonsumsi jajanan yang mengandungi gula, seperti biskut,
permen, es krim memiliki skor karies yang lebih tinggi di bandingkan
dengan anak yang mengonsumsi jajanan nonkariogenik seperti buah-
buahan.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Kuntari S. Makanan dan Karies Gigi. Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. 2011 available at
http://www.fkg.unair.ac.id/filer/Makanan%20dan%20karies%20gigi%20-
Satiti%20Kuntari.pdf [cited at February 25th, 2014]
2. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-395-758510795-bab
%20ii.docx%20new%20prop.pdf [cited at February 25th, 2014]
3. Novrinda H. Penyuluhan Kesehatan Gigi & Mulut Dept. Ilmu Kesehatan
Gigi Masyarakat – Pencegahan FKG-UI. 2009
4. Darwita RR, Novrinda H, Budiharto, Pratiwi PD, Amalia R, Asri SR.
Efektivitas Program Sikat Gigi Bersama terhadap Risiko Karies Gigi pada
Murid Sekolah Dasar. Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat dan
Kedokteran Gigi Pencegahan, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia, Jakarta.2011
5. Worotitjan I, Mintjelungan CN, Gunawan P. Pengalaman Karies Gigi
Serta Pola Makan Dan Minum Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Kiawa
Kecamatan Kawangkoan Utara. Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi. 2011
6. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi
(Primary prevention in children with high caries risk). Departemen
Pedodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan
– Indonesia. 2005
7. Darwita RR. Efektivitas Program Sikat Gigi Bersama terhadap Risiko
Karies Gigi pada Murid Sekolah Dasar. J Indon Med Assoc, Volum: 61,
Nomor: 5, Mei 2011. 204-10.
8. Kusuma H. Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan jenis
karies gigi pada anak usia sekolah di SD 02 A Purwosari Semarang Utara.
[skripsi]. Semarang. 2007.