makalah kasus 2 sistem imun dan hematologi i keolompok 12
TRANSCRIPT
1 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT
MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi I
Disusun oleh:
Kelompok 12
Ajeng Gustiani 220110110006
Asti Nurhalimah 220110110042
Dewi Yulia Fathonah 220110110056
Fauzia Fatharani 220110110028
Fransiska Yusrida 220110110108
Lusiyanti 220110110047
Melda Iskawati 220110110043
Mona Yosefhin 220110110129
Nurul Iklima 220110110055
Oky Octaviani 220110110064
Putri Panjaitan 220110110133
Ria Herliani 220110110038
Toayah Indah Sari 220110110072
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
2 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT
MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan
Hematologi I
Disusun oleh:
Kelompok 12
Ajeng Gustiani (Anggota)
Asti Nurhalimah (Anggota)
Dewi Yulia Fathonah (Anggota)
Fauzia Fatharani (Anggota)
Fransiska Yusrida (Anggota)
Lusiyanti (Anggota)
Melda Iskawati (Scriber 2)
Mona Yosefhin (Anggota)
Nurul Iklima (Anggota)
Oky Octaviani (Anggota)
Putri Panjaitan (Anggota)
Ria Herliani (Chair)
Toayah Indah Sari (Scriber 1)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
3 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini membahas tentang sistem imun dan hematologi I khususnya
mengenai penyakit kanker darah (leukemia).
Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat
teratasi berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ermiati, S.Kp., M.Kep, Sp.Mat selaku dosen koordinator mata
pelajaran Sistem Imun dan Hematologi I
2. Ibu Siti Yuyun, S.Kp., M.Kes selaku dosen tutor kelompok 12
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun demi penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita. Amin.
Jatinangor, September 2012
Penulis
4 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering terjadi, mencapai lebih
kurang 33% dari keganasan pediatrik. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
merupakan keganasan yang paling umum terjadi pada anak, rata-rata 30 %
dari seluruh keganasan pada anak. Insidensi meningkat pada anak-anak usia
dibawah 15 tahun dimana insidensi tertinggi pada anak usia 1-15 tahun dengan
puncaknya pada usia 3-4 tahun (Crist, 1999). Sekitar 3000 kasus baru LLA per
tahun terjadi di Amerika Serikat, 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah
umur 15 tahun. Di Indonesia, diperkirakan terjadi 2000-3000 kasus baru per
tahun untuk LLA.
Dahulu penyembuhan leukemia masih sangat sulit, banyak penderita
yang hanya mampu bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih. Sejak
ditemukan alat kemoterapi, harapan hidup pasien bisa diperpanjang 8-12
bulan. Hampir semua pustaka menyebutkan, kemoterapi
selain untuk penyembuhan leukemia ternyata mempunyai efek samping yang
cukup serius bagi tubuh penderita leukemia. Obat-obat kemoterapi tidak
hanya menyerang sel-sel kanker saja namun sel-sel darah normal yang
diproduksi dalam sumsum tulang juga turut diserang. Akibatnya pasien bisa
sangat rawan terhadap infeksi, perdarahan maupun gangguan kesehatan
umum (Tehuteru, 2005). Kemoterapi juga mempunyai efek samping terhadap
organ-organ seperti ginjal dan hati.
Pengobatan anti kanker seperti kemoterapi, radiasi serta
pembedahan dapat mempengaruhi status nutrisi penderita. Kemoterapi
mempunyai kontribusi pada terjadinya malnutrisi dengan berbagai sebab
antara lain mual, muntah, stomatitis atau sariawan, gangguan saluran
pencernaan dan penurunan nafsu makan. Kekerapan gejala mual dan
muntah pada penggunaan kemoterapi tergantung pada jenis obat
kemoterapi, dosis dan jadwal pemberian.
5 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Sebagai tenaga kesehatan, perawat sebagai mitra bagi dokter dan tenaga
kesehatan lainnya perlu memiliki pengetahuan tentang Leukemia dan
penatalaksanaannya sebagai bentuk tuntutan masyarakat agar penderita dan
penyebaran leukemia dapat tertangani secara komprehensif.
1.2 Tujuan
Menjelaskan konsep dasar penyakit leukemia
Memahami epidemologi penyakit ALL
Mamahami tanda dan gejala, cara penularan, pencegahan, dan pengobatan
leukemia
Memahami peran perawat dalam menghadapi kasus leukemia
Memahami asuhan keperawatan pada pasien penderita leukemia
6 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
BAB II
ANALISIS KASUS
2.1 Uraian Kasus
An. D, laki-laki, usia 4 tahun, masuk ruang perawatan anak di sebuah
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Sejak 2 bulan sebulan sebelum masuk RS
klien mengeluh sering merasa lemas, cepat cape serta sering merasa demam.
Klien sering mengeluh cape jika pulang bermain, tapi oleh ibunya dianggap cape
biasa. Pada lutut dan paha sering timbul memar kebiruan, selain itu ketika
menggosok gigi, gusi sering berdarah. Pernah dibawa ke dokter dan di diagnose
DBD, klien sembuh setelah diobati, tapi tidak lama kemudian keluhan muncul
lagi. Terakhir dibawa ke rumah sakit daerah setempat, namun langsung dirujuk ke
RSUP. Di RSUP dilakukan pemeriksaan darah dan didapatkan hasil : Hb.7,8, Hct
22, leukosit 62.000, eritrosit 2.32 , thrombosit 36.000, MCV 93.1, MCH 30.2,
MCHC 32.4, Albumin 4.1, protein 6.3, Fe serum 108, TiBC 257. Hasil
pemeriksaan fisik menunjukan : hepar teraba 1-2 cm, lien tidak teraba. Saat ini
anak D sesah makan, sering memegang perut karena sakit. Kemudian ia juga tidak
mau berjalan sendiri karena sering kesakitan sendi saat berjalan. Berdasarkan
hasil pemeriksaan tadi, dokter melakukan pemeriksaan BMP dan hasilnya
menunjukan sel blast (+): 20 %. Hasil pemeriksaan immunoferrotyping
menunjukan ALL-L2. Dokter kemudian memanggil ibu klien untuk berbicara di
ruang konsultasi, menjelaskan tentang kondisi penyakit anaknya dan
diagnosisnya. Setelah mendengar penjelasan dari dokter ibu klien terdiam
kemudian menangis. Dia mengatakan bingung dan tidak percaya penjelasan yang
didapatkan. Anak D adalah anak satu-satunya dan sangat diharapkan. Ibu
membayangkan jumlah biaya yang diperlukan dan proses panjang yang harus
dilalui untuk penyembuhan klien. Rencana saat ini yang akan dilakukan terhadap
An.D di RSUP adalah Chemoterapi tahap I (induksi) menggunakan Indonesia
ALL Protokol HR.
7 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
STEP 1
TiBC (Mona)
Lien (Dewi)
Immunofenotyping(Fransiska)
ALL-L2 (Putri)
ALL Protokol HR (Melda)
BMP (Asti)
Sel Blast (Nurul Iklima) : Bagian dari sel darah putih ( Ajeng)
STEP 2
1. Apakah diagnosis medis pada kasus? (Dewi)
2. Mengapa memar kebiruan hanya timbul pada lutut? (Ajeng)
3. Apakah penyebab gusi berdarah? (Asti)
4. Apakah penyebab sakit perut An. D?(Fransiska)
5. Apa hasil dari pemeriksaan BMP dan Immonofenotyping? (Toayah)
6. Berapa nilai normal pemeriksaan darah ?(Melda)
7. Mengapa gejala muncul kembali setelah diobati? (Mona)
8. Apakah diagnose keperawatan pada kasus? (Melda)
9. Apa tahapan kemoterapi ?( Fauzia)
10. Apa hubungan penyakit masa lalu dengan penyakit sekarang ? (Nurul)
STEP 3
1. Leukemia atau kanker darah. Sebab pada kasus leukosit pasien 62.000 itu
merupakan angka yang sangat tinggi karena normalnya 5000-10000.
Selain itu pula klien sedang mengalami kemoterapi I sehingga menjadi
tanda bahwa klien mengalami kanker darah. (Melda)
2. Karena beban di kaki terlalu berat, sehingga anak akan menumpu beban
yang berat yang akibatnya menimbulkan memar kebiruan.(Nurul)
3. Karena ada perlukaan di daerah gusi hal ini disebabkan karena kadar
trombosit klien yang rendah.(Dewi)
8 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
4. Penyebab sakit perut pasien bisa berasal dari hepar. Klien mengalami
hepatomegaly sehingga hepar klien mengalami pembesaran akibatnya
menimbulkan nyeri perut.(Ajeng)
5. BMP adalah salah satu jenis pemeriksaan sel darah putih
Sedangkan immonofenotyping adalah pemeriksaan pada sel imun (Dewi)
6. Nilai normal eritrosit = 120.000
Niali normal leukosit = 5000-10.000 (putri)
7. Gejala muncul kembali karena pemeriksaan tidak tuntas. Pada
pemeriksaan awal klien didiagnosa DBD setelah itu diobati dan akhirnya
sembuh. Saat gejala mulai muncul kembali akhirnya anak diperiksa ulang
dan ternyata bukan DBD tapi leukemia. Hal ini bisa saja terjadi karena
data-data yang hamper mirip antara DBD dan leukemia.(Dewi)
8. Diagnosa keperawatan yang tepat pada kasus adalah pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan, intoleransi aktivitas, ansietas.(Dewi)
9. penyakit klien awal adalah DBD dan kemudian Leukemia. Antara DBD
dan leukemia merupakan penyakit yang berbeda. Karena data-data
pemeriksaan darah yang hampir mirip sehingga diagnosa yang tidak tepat
akan dilakukan intervensi yang tidak tepat pula. Awalnya klien menderita
DBD dan diberi obat DBD sehingga akhirnya sembuh kemudian kambuh
lagi. Hal ini merupakan kurang teliti dalam memberikan diagnosa pada
pasien.(Fauzia)
9 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
STEP 4
STEP 5
1. Mind Map
2. Peran perawat pada kasus
3. Apakah Indonesia ALL protocol HR itu?
4. Apa tahapan kemoterapi ?
5. Nama istilah kekurangan dan kelebihan leukosit, Hb, trombosit,
MCV,MCH,dan MCHC?
6. Epidemologi
2.2 Reporting
2.2.1 Definisi
Leukemia adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini
yang berlebihan dari sel darah putih. (Dewi)
Leukemia adalah nama kelompok penyakit yang maligna/ganas yang
dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit.
Berdasarkan etimologi, kata leukemia diturunkan dari bahasa Yunani yaitu
leukos dan aima berarti “ putih “ dan “darah” yang mengacu pada peningkatan
abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan
Leukemia
Askep
Etiologi
Terminologi
Pem.diagnostik Manisfestasi Klinik
Treatment
darah
BMP
genetik
Lingkungan
definisi
Klasifikasi
s.pencernaan
s.muskulo
Jenis
Efek samping
10 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
anemia, infeksi, trombositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan
kematian. (Putri)
2.2.2 Klasifikasi
Leukemia akut adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya
berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri
dengan kematian.
Leukemia akut menurut klasifikasi FAB (French-America-British) dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Leukemia mielositik akut/acute myeloid leukemia (LMA/AML)
Leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang kelak
berdiferensiasi ke semua sel mieolid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang sering terjadi.
Insiden LMA kira-kira 2-3/100.000 penduduk, LMA lebih sering
ditemukan pada usia dewasa (85%) dari pada anak-anak (15%).
Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.
Menurut klasifikasi FAB, LMA dibagi menjadi 6 jenis, yaitu:
M1: Leukemia mieloblastik tanpa pematangan
M2: Leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan
M3: Leukemia promielositik hipergranular
M4: Leukemia mielomonositik
M5: Leukemia monoblastik
M6: Eritoleukemia
2.Leukemia limfositik akut/acute lymphositic leukemia (LLA/ALL)
Adalah suatu proliferasi ganas dari limfoblast
Insiden ALL berkisar 2-3 per 100.000 penduduk, lebih sering ditemukan
pada anak-anak (82%) daripada usia dewasa (18%) dan lebih sering
ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.
Klasifikasi ALL:
Secara morfologis, menurut FAB (French-America-British) ALL dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu:
11 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
L1: ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84% dari
ALL, biasanya ditemukan pada anak-anak.
L2: sel lebih besar, inti reguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen
dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL, biasanya
terjadi pada orang dewasa.
L3: ALL mirip dengan limfoma burkit, yaitu sitoplasma basofil dengan
banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL(Mona)
Leukemia kronis
1. Leukemia myeloid
Leukemia granulostik kronis atau leukemia myeloid kronis
(LGK/LMK)
2. Leukemia limfoid (Toayah)
2.2.3 Etiologi
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:
1. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan
mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang
mendukung:
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan
Nagasaki, Jepang
2.Faktor Leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi
frekuensi leukemia:
Racun lingkungan seperti benzena
Bahan kimia industri seperti insektisida
Obat untuk kemoterapi
12 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
3.Herediter
Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar
dari orang normal. Pada anak-anak dengan sindrom Bloom's, anemia
Fanconi's, dan ataksia telangiektasia juga diketahui mempunyai insidens
menderita leukemia yang lebih tinggi.
Jarang ditemukan leukemia familial, tapi kelihatnnya terdapat insiden
leukemia lebih tinggi dari saudara kandunganak-anak yang terserang,
dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot
(identik). Individu dengan kelainan kromosom seperti Sindrom Down,
kelihatannya mempunyai insiden leukemia akut 20 kali lipat
4.Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline,
HTLV-1 pada orang dewasa.
5. Infeksi
6. Zat kimia
7. Mutasi Gen (Ajeng, Melda, Putri, Ria)
2.2.4 Epidemologi
Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi
hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan.
Beberapa data epidemiologi :
a. Insidensi
Di Negara barat insiden sebanyak 13/10.000 penduduk/tahun. Leukemia
merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti
mengenai insiden leukemia di Indonesia.
Insidensi LLA adalah 1/60000 orang per tahun,dengan 75% pasien
berumur kurang dari 15 tahun.insidensi puncaknya usia 3-5 tahun . LLA
lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita .Saudara kandung
xdari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk
13 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
berkembang menjadi LLA ,sedangkan kembar monozigot dari pasien
LLA mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.
b. Frekuensi relative
Frekuensi relative leukemia di Negara barat menurut Gunz adalah sbb :
- Leukemia akut 60%
- CLL 25%
- CML 15%
Di Indonesia frekuensi CLL sangat rendah, CML merupakan leukemia
kronis yang paling sering dijumpai
c. Usia
Insiden leukemia menurut usia:
- ALL terbanyak pada anak dan dewasa
- AML pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa
- CML pada semua usia, tersering usia 40-60 tahun
- CLL terbanyak pada orang tua
d. Jenis kelamin
Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki disbanding wanita [2:1]
(Fauzia, Nurul)
2.2.5 Pengertian Istilah
Sel blast
Sel darah yang masih muda (immature)
Immunofenotyping
Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype
imunologi adalah antiodi terhadap sel B, sel T, sel precursor B
BMP (Bone Marrow Puncture)
Proses pemeriksaan sumsum tulang belakang dengan cara
mengambil sedikit sampel dari sumsum tulang belakang pasien yang
terindikasi leukemia
Indonesia Protokol HR
Protocol yang dipakai di rumah sakit saat ini adalah
14 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Protokol kemoterapi resiko standar terdiri dari fase induksi,
konsolidasi, maintenance
Protokol kemoterapi resiko tinggi lebih banyak obat sitostatika,
terdapat fase reinduksi
MCV(Mean Corpuscular Volume)
volume sel darah merah, nilai normal: 82-92 femtoliter
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)
Jumlah sel hemoglobin dalam tiap sel darah merah, nilai normal: 27-
31 picogram/sel
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
rata-rata konsentrasi hemoglobin yang terdapat dalam eritosit, nilai
normal: 32-37 gr/dl
TiBC (Transferin Iron Binding Capacity)
Jumlah besi yang dapat berikatan dengan transferin, nilai normal:
200-410 mg/dl
Fe Serum/Serum Ion: merupakan jumlah besi dalam peredaran darah,
nilai normal: 60-180 mg/dl (Mona, Toayah)
2.2.6 Penamaan istilah
Nama Kelebihan Kekurangan
leukosit Leukositosis
Leikopenia
Trombosit Trombositosis trombositopenia
Hb Polisitemia anemia
MCV makrositosis Mikrositosis
MCHC hiperkromia hipokromia
2.2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penderita ALL :
1) Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi
Demam
15 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Keletihan
Pucat, lesu, mudah terstimulasi
Anoreksia
Petekia, memar tanpa sebab, dan perdarahan
Hipertrofi gusi
Nyeri sendi dan tulang
Nyeri abdomen yang tidak jelas
Berat badan turun
Pembesaran dan fibrosis organ-organ system
retikuloendotelial : hati, limpa, limfonodus
2) Peningkatan tekanan intracranial karena infiltrasi meninges
Nyeri dan kaku kuduk
Sakit kepala
Kelumpuhan saraf cranial
Iritabilitas
Letargi
Muntah
Edema papil
Koma
3) Gejala-gejala system saraf pusat yang berhubungan dengan
bagian system yang terkena
Kelemahan ekstremitas bawah
Kesulitan berkemih
Kesulitan belajar, khususnya matematika dan hapalan (efek
samping lanjut dari terapi)
4) Sistem respirasi
Anak mudah mengalami kelelahan serta sesak saat beraktivitas
ringan. Ditemukan adanya dyspnea, takipnea, batuk, ronchi, dan
penurunan suara nafas
5) Sistem kardiovaskuler
Keluhan berdebar, takikardi, suara mur-mur jantung
16 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
6) Sistem urologi
anak kadang mengalami mengalami diare, penurunan urine
output.
7) Sistem Muskuloskeletal
Penurunan kordinasi dan pergerakan, keluhan nyeri sendi.
(Melda, Fransiska, Lusi)
2.2.8 Patofisiologi
Terlampir
2.2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah lengkap, menunjukan penurunan Hb, Ht, jumlah
eritrosit dan trombosit, jumlah sel darah putih yang meningkat pada
leukkimia kronis, tetapi juga dapat turun, normal atau tinggi pada
leukimia berat
2. Fungsi sumsum tulang, ini merupakan indikasi untuk membantu
diagnosis dan diskrasia darah seperti leukimia dan retikoloendoliosis,
dan untuk memperoleh biakan.
3. Asam urat serum meningkat karena adanya pelepasan oksipurin
setelah keluar masuknya sel-sel leukimia cepat dan penggunaan
obat sitotoksik
4. Sinar X dada, untuk mengetahui luasnya penyakit
5. Profil Kimia, EKG dan kultur spesimen, untuk menyingkirkan
masalah atau penyakit lain yang timbul
6. Punsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP
7. Pemindaian tulang atau survey rangka
8. Pemindaian ginjal, hati dan limpa, untuk menkaji infiltrat leukemik
9. Hitung trombosit (Asti, Putri)
17 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
2.2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata,
1996) yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi
anemi.Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari
10.000/mm³,maka diperlukan transfusi trombosit.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.
Pelaksanaannyatergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit,
tetapi prinsip dasarpelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi
kanker seringdisebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara
kombinasi dengan maksuduntuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5%
baik secara sistemik maupunintratekal sehingga dapat mengurangi gejala-
gajala yang tampak.
Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa
tidak memperbanyak diri lagi.
Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa
remisi
3 fase Pelaksanaan Kemoterapi:
1.Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapikortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakanberhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di
dalam sumsumtulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
18 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison
melaluiintratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi
irradiasi kranialdilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan sistem saraf pusat.
3. Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisis danmengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala,dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadappengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikansementara atau dosis obat dikurangi
Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar
pasiendapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi
terus menerus
Obat-obat yang dipakai dalam pengobatan :
Prednison : dipakai untuk efek antiinflamasinya yang kuat pada penyakit yang
melibatkan banyak system organ.
Efek samping :
1) Gangguan cairan dan elektrolit : retensi natrium, retensi cairan, gagal
jantung kongestif pada pasien rentan, kehilangan kalium, hipertensi
2) Efek musculoskeletal : kelemahan otot, osteoporosis, fraktur patologik pada
tulang panjang
3) Efek gastrointestinal : ulkus peptikum dengan kemungkinan perdarahan,
pancreatitis, distensi abdomen, peningkatan nafsu makan, berat badan naik
4) Efek dermatologic : gangguan penyembuhan luka, petekie dan ekimosis,
eritema fasial, hirsutisme, hipo/hiperpigmentasi
5) Efek neurologic : peningkatan tekanan intracranial dengan edema papil,
konvulsi, vertigo dan sakit kepala, iritabilitas, alam perasaan yang berubah-
ubah
6) Efek endokrin : berkembangnya ststus cushingoid
7) Efek oftalmik : katarak subkapsuler posterior
19 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
8) Efek metabolic : keseimbangan nitrogen negative
Metotreksat (Amethopterin) : menghalangi metabolisme asam folat
Efek samping : reaksi kulit, terkadang alopesia, ulserasi pada mulut, demam,
muntah, diare, depresi sumsum tulang, toksisitas hati
Asparaginase : menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk pertumbuhan
tumor)
Efek samping : manifetasi alergik, toksisitas hati, diabetes mellitus, gangguan
metabolisme
2.2.11 Asuhan Keperawatan
Pengkajian
I. Biodata
Nama : Anak D
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
II. Keluhan utama
klien mengeluh lemas, cepat cape, sering menderita demam, pada lutut
dan paha sering timbul memar kebiruan, susah makan
III. Riwayat kesehatan masa lalu :
klien didiagnosa DBD klien mendapatkan pengobatan kemudian
sembuh namun gejala timbul kembali
IV. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan susah makan, sering memegang perut karena sakit, sering
merasa kesakitan saat berjalan
20 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
V. Pemeriksaan fisik
Abdomen : hepar teraba 1-2 cm, lien tidak teraba
VI. Pemeriksaan penunjang
Hb 7,8 ( normal :11-16 gr/dl)
Hct 22 (normal pada laki-laki 42-54)
MCV 93,1 (normal pada laki-laki 82-98)
Albumin 4,1 (normal : 4-5,4 gr/dl)
Protein 6,3 (normal 6,1-79)
Fe serum 108 ( normal 60-180 mg/dl)
TiBC 257 (normal 200-410 mg/dl)
Sel blast 20 %
Leukosit 62.000 (normal 5.500-15.500 sel/mm3)
Eritrosit 2,32 (3,6-4,8 juta sel/mm3)
Trombosit 36.000 (normal 150.000-450.00 sel/mm3)
VII. Riwayat Terapi
Klien sedang menjalani kemoterapi tahap I (induksi) menggunakan
Indonesia ALL protocol HR
21 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Analisa Data
No Data yang menyimpang Etiologi Masalah
1 DO: Hepar teraba 1-2 cm
dan paha sering timbul
memar kebiruan
DS: Sering memegang
perut karena sakit, An. A
tidak mau berjalan sendiri
karena kesakitan ketika
berjalan
Peningkatan sel leukemia
Keluar darah ke perifer
Infiltrasi ke organ SSP
Sel blast menyebar ke organ
Pembesaran hati sakit sendi saat
berjalan
Nyeri
2 DS: Klien susah makan Infiltrasi ke organ SSP
Sel normal diganti sel kanker
Sel kekurangan makanan
Perubahan metabolism tubuh
Anoreksia
Gangguan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
tubuh
3 DO : Hb 7.8, eritrosit 2.32
DS: klien mengeluh lemas
dan cepat cape
Peningkatan sel blast
Inhibisi Entropoeosis
Trombositopenia
Lemah, pucat, mudah lelah
Intoleransi
aktivitas
22 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri berhubungan dengan
pembesaran organ/nodus limfe
ditandai dengan hepar teraba
1-2 cm dan paha sering timbul
memar kebiruan, sering
memegang perut karena sakit,
An. A tidak mau berjalan
sendiri karena kesakitan ketika
berjalan.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1×24jam,
nyeri dapat berkurang
atauterkontrol.
Kriteria hasil:
Nyeri terkontrol.·
Menunjukkan perilaku
penanganan nyeri.
Tampak dan mampu
istirahat atau tidur.
Mandiri :
1. Kaji adanya nyeri.
2. Observasi TTV.
3. Posisikan nyaman dan
sokongsendi ekstremitas
dengan bantal.
4. Evaluasi dan dukung
mekanismekoping pasien.
5. Bantu / berikan aktivitas
terapeutik, teknik
relaksasi.
Kolaborasi :
6. Berikan obat sesuai
indikasi:analgesic,
contoh:
asematinofen(tylenol).
7. Narkotik, misal:
1. Mengindikasikan
terjadinyakomplikasi.
2. Dapat membantu
mengevaluasipernyataan
verbal dan
keefektifanintervensi.
3. Dapat menurunkan
ketidaknyamanan tulang
dan sendi.
4. Penggunaan persepsi diri /
perilakuuntuk
menghilangkan nyeri
dapatmembantu pasien
mengatasinya lebih efektif.
5. Membantu manajemen
nyeri dengan perhatian
langsung.
23 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
kodein,meperdin
(demetol),
morfin,hidromorfan
(dilaudis).
6. diberikan untuk nyeri
ringan yang tidak hilang
dengan tindakan
kenyamanan.
7. Digunakan bila nyeri
hebat.
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan
penurunan intake makanan
yang ditandai dengan klien
susah makan
Gangguan nutrisi ; kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi
Kriteria Hasil
Nafsu makan meningkat
1. Lakukan pengkajian
nutrisi klien
2. Auskultasi bising usus
3. Mulai dengan makan
cairan perlahan
4. Anjurkan klien untuk
menghindari makanan
yang kaya serat, protein
dan lemak
Kolaborasi :
1. Untuk mengetahui
status nutrisi klien
2. Makanan yang kaya
serat akan lama
diprose dalam tubuh
3. Dengan mengetahui
kebutuhan nutrisi
pasien maka dapat
melakukan intervensi
dengan tepat
24 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
5.Konsul dengan ahli diet
/gizi
6.Tingkatkan diet dari cairan
sampai makanan rendah
residu bila masukan oral
dimulai
7.Mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan
untuk membantu memilih
intervensi
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai
oksigen ditandai dengan Hb
7.8, eritrosit 2.32, klien
mengeluh lemas dan cepat
Aktivitas sehari-hari klien
terpenuhi dan meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Dengan kriteria:
Klien menunjukan
kemampuan beraktivitas tanpa
1. Catat frekuensi dan irama
jantung, serta perubahan
tekanan darah selama dan
sesudah aktivitas
2. Tingkatkan istirahat
batasi aktivitas, dan
1. Respon klien terhadap
aktivitas dapat
mengindikasikan
penurunan oksigen
miokardium
2. Menurunkan kerja
25 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
cape gejala-gejal yang berat berikan aktivitas
senggang yang tidak berat
3. Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat
aktivitas, contoh bangun
dari kursi bila tidak ada
nyeri, dan istirahat 1 jam
setelah makan
4. Pertahankan klien tirah
baring sementara sakit
akut
5. Evaluasi tanda vital saat
kemajuan aktivitas terjadi
6. Berikan waktu istirahat
diantara waktu aktivitas
7. Selama aktivitas jaki
EKG, dyspnea, sianosis,
kerja dan frekuensi napas
serta keluhan subyektif.
miokardium/konsumsi
oksigen
3. Aktivitas yang maju
memberikan control
jantung, meningkatkan
regangan dan mencegah
aktivitas berlebihan
4. Untuk mengurangi beban
jantung
5. Untuk mengatahui fungsi
jantung, bila dikaitakan
dengan aktivitas
6. Untuk mendapatkan
cukup waktu resolusi bagi
tubuh dan tidka terlalu
memaksa kerja jantung
7. Melihat dampak dari
aktivitas terhadap fungsi
jantung
26 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi
3.1.1 Pengertian Sistem Imun dan Hematologi
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ
pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani yaitu haima
artinya darah. Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja
sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan
penyakit, seperti bakteri, jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada
kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan serangan ini.
Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh
1. Nodus Limfe
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk memberi
manfaat bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfatik yang
terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu
pada pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli
di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit
berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.Cara kerja
sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik
menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada disekitar
pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh
limfatik sesaat setelah melakukan kontak ini membawa serta informasi
mengenai jaringan tadi. Informasi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada
pembuluh limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan
ini akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening.
2. Timus
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang
belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan
sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah
terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem pertahanan kita.
27 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
3. Sumsum Tulang
Sumsum tulang janin di rahim ibunya tidak sepenuhnya mampu memenuhi
fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum tulang mampu mengerjakan tugas
ini hanya setelah lahir. Pada tahap ini, limpa akan bermain dan memegang kendali.
Merasakan bahwa tubuh membutuhkan sel darah merah, trombosit, dan
granulosit, maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini selain memproduksi
limfosit yang merupakan tugas utamanya.
4. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa
terdiri daridua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di
pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah.
Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di
bagian atas abdomen inimenying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang
sangat sulit dan rumitlah yangmembuatnya sangat menakjubkan. Keterampilan
limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah
merah dan trombosit). Limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk
sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia
untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh
suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih
besar.
3.2 Pengertian Leukemia
Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos λευκός, "putih"; aima αίμα,
"darah"), atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam
klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang
yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari
sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya
terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang
digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari
sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel
leukemia memengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal
dan imunitas tubuh penderita.
28 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak
sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak
merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi
ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk sistem
hematopoietik yang mengakibatkan ploriferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol
dan pada sel-sel darah merah namun sangat jarang. Sehingga terjadi ekspansi
progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel
leukemia beredar secara sistemik dan mempengaruhi produksi dari sel-sel darah
normal lainnya.
3.3 Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh , yaitu
berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah
putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3.
3.3.1 Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3
jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh
bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan
terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen
penyebab infeksi lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi
warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang
berwarna merah muda.
29 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60%
dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan
waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam
jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Easinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam
sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa
8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih
sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang
dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula
sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai
hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk
membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.
3.3.2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,
berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.
30 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran
sitoplasma yang sempit berwarna biru.
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T
bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak
bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit
T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel
yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya,
berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-
sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel
darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat
atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru
keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel
cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.
Sel darah putih Leukemia
31 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Granulosit
Neutrofil Basofil Easinofil
Agranulosit
Monosit Limfosit
3.4 Klasifikasi Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel
dan tipe sel asal yaitu :
3.4.1 Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah
abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.
Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan
penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
32 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.LLA lebih
sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).
Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis
terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Secara morfologik menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu:
L1: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.
L2: sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan
sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL
L3: ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan
banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL
Leukemia Limfositik akut
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.
33 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering
ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak
(15%).Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3
sampai 6 bulan.
Secara morfologik yang umum dipakai adalah klasifikasi dari FAB:
M0 - myeloblastic without differentiation
M1 - myeloblastic without maturation
M2 - myeloblastic with maturation
M3 - acute promyelocytic
M4 -acute myelomonocytic
M5 -monocytic
a) Subtipe M5a: tanpa maturasi
b) Subtipe M5b: dengan maturasi
M6 -erythroleukemia
M7 -acute megakaryocytic leukemia
Leukemia Mielositik Akut
34 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
3.4.2 Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk .laki-laki.
Leukemia Limfositik kronis
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia
pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom
philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda
35 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.
Leukemia Mielositik Kronik
3.5 Leukemia Limfositik Akut
3.5.1 Pengertian
Leukemia limfoblastik akut merupakan penyakit keganasan
hematologis yang ditandai dengan adanya infiltrasi progresif sumsum tulang dan
organ-organ limfotik oleh sel-sel limfosit imatur atau limfoblast yang membelah
tak terkendali. Sel-sel limfoblast tersebut berproliferasi secara progresif dan
kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel matang sehingga tidak
dapat berfungsi sebagaimana sel limfosit normal (Wirawan, 2002).
Penderita leukemia
36 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
3.5.2 Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia.
a. Host
Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan
puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39
tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK
merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat
insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih)
dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.
Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada
penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis
kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom,
anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan
sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden
leukemia meningkatdalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat
leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu,
leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
37 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
b. Agent
Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase
ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini
ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis
RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis
cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel
pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada
propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara
Negro Karibia dan Amerika Serikat.
Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap
sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian
tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom
atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih
banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan
tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang
diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih
banyak.
Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon)
diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.
38 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya
Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar
benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
3.5.3 Epidemologi
a. Berdasarkan Orang
Umur
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika
Serikat, leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita
leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak. Biasanya jenis
leukemia yang menyerang orang dewasa yaitu LMA dan LLK sedangkan
LLA paling sering dijumpai pada anak-anak.
Jenis Kelamin
Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan. Pada tahun 2009, diperkirakan lebih dari 57% kasus
baru leukemia pada laki-laki.
Berdasarkan laporan dari Surveillance Epidemiology And End Result
(SEER) di Amerika tahun 2009, kejadian leukemia lebih besar pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 57,22%: 42,77%.
Ras
IR di negara barat adalah 4 per 100.000 anak-anak di bawah usia 15 tahun.
Angka kejadian terendah terdapat di Afrika (1,18-1,61/100.000) dan tertinggi
di antara anak-anak Hispanik (Costa Rica 5,94/100.000 dan Los Angeles
39 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
5,02/100.000). IR ini lebih umum pada ras kulit putih (42,1 per 100.000 per
tahun) daripada ras kulit berwarna (24,3 per 100.000 per tahun).
3.5.4 Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul
cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu;
1. Gejala kegagalan sumsum tulang:
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. Disebabkan karena produksi
sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi
sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin,
turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita
leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise, infeksi
rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok
septic.
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan
kulit, perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-
tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa
seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering
disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi
secara spontan.
2. Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:
a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
40 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
b. Limfadenopati superficial
c. Splenomegali atau hepatomegali biasanya ringan
d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.
f. Ulserasi rectum, kelainan kulit.
g. Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-kadang terjadi termasuk
pembengkakan testis pada ALL atau tanda penekanan mediastinum
(khusus pada Thy-ALL atau pada penyakit limfoma T-limfoblastik yang
mempunyai hubungan dekat)
4. Gejala lain yang dijumpai adalah:
a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/µL. penderita dengan
leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan
visual. Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi,
dan adanya infiltrasi pada foto rontgen.
b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering
dijumpai pada leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat
pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen induksi remisi.
c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu
ginjal.
d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL.
Tetapi sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.
Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam
bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat
tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran,
sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan
gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
41 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Leukemia Limfositik Kronik21
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan
berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan
penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan
infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik21
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat
desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit
berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang
bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.
3.5.5 Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi
dan pemeriksaan sumsum tulang.
Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan
kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan
eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari
50.000/mm3 sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih
dari 50.000/mm3.
Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan
keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang
tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam
42 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh
limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95%
pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.
Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular
dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah
granulosit lebih dari 30.000/mm3.
Count Blood cell: indikasi normositik
Hemoglobin bisa kurang dari 10 %
Jumlah keping darah sangat rendah ( <50.000/mm)
Sel darah putih :>50.000/cm dengan peningkatan immature WBC(kiri ke
kanan)
Serum /urine uric acid : meningkat
Serum zinc : menurun
Bone marrow biopsy : indikasi 60-90% adalah blast sel dengan precursor
eritroid, sel matur, dan penurunan megakariosit.
Rontgen dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukan tingkat kesulitan
tertentu.
3.5.6 Pengobatan
Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-
obatan yang bertujuan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan
sel kanker (Noorwati, 2005). Seperti halnya pengobatan yang lain
kemoterapi juga mempunyai manfaat, resiko maupun efek samping.
a. Tahapan Kemoterapi:
1. Tahap Induksi
Pengobatan spesifik diawali dengan tahap induksi. Tahap ini
diberikan prednison, vincristin, metotrexate, 6-merkaptopurin,
LAsparaginase,dan Daunorubicine. Prednison untuk resiko standar
diberikan dengan dosis 60/40 mg/m², untuk resiko tinggi diberikan
43 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Dexametasone dengan dosis 6 mg/m², diberikan per oral pada minggu
ke-0 sampai minggu ke-6.
Vincristine diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena.
Diberikan pada minggu ke pertama sampai minggu ke enam.
Metotrexate diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung
dari umur pada minggu ke 0, 2, dan 4. L-Asparagine diberikan enam
kali dalam dosis 6000 U/m² secara intravena pada minggu ke 4 dan 5.
Daunorubicine diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan
dosis 30 mg/m².
2. Tahap Konsolidasi
Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-
Merkaptopurine diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m² pada
minggu Ke-8 sampai minggu ke-12. Metotrexate diberikan secara
intratekal dengan dosis tergantung umur pada minggu ke 8, 10,dan
12. Metotrexate dosis tinggi (dengan dosis 1000 mg/m²) diberikan
bersama dengan Leucovorin rescue.
3. Tahap Re induksi
Tahap ini hanya diberikan pada pasien resiko tinggi yang terdiri dari
Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis
tergantung umur dan diberikan pada minggu ke-15 dan ke-17.
Vincristine diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena.
Dexametasone diberikan per oral dengan dosis 6 mg/m² pada
minggu ke-14 sampai 17. Daunorubicine diberikan secara intravena
dalam dosis 75 mg/m² diberikan secara intravena empat kali pada
minggu ke-15 dan empat kali pada minggu ke-17. LAsparaginase
diberikan secara intravena empat kali pada minggu ke-15 dan 17.
44 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
4. Tahap Maintaince
Pengobatan pada tahap ini dengan 6-Merkaptopurine dan
Metotrexate. Dexametasone diberikan per oral dalam dosis 6 mg/m²
pada minggu-minggu yang tidak diberikan 6-Merkaptopurine dan
Metotrexate bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5
mg/m² secara intravena (Indonesia Protocol ALL-Standart Risk,
2006).
Remisi dipertahankan dengan siklus kemoterapi intermitten selama
2 tahun. Dengan terapi agresif modern, 70 % anak-anak akan bebas
dari penyakit selama 5 tahun setelah diagnosis.
Relaps juga jarang terjadi sesudah 5 tahun. Di Belanda, kurang lebih
60 % anak-anak dengan LLA dianggap sembuh setelah 4 tahun
dihentikan terapi dan masih berada dalam remisi komplit yang
pertama .
b. Jenis Obat-obat Kemoterapi :
Metotrexate
Metotrexat digolongkan sebagai anti metabolit. Obat ini menghalangi
metabolisme asam folat yang merupakan zat esensial untuk sintesis
nukleoprotein yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah.
memungkinan efek samping meliputi ruam kulit, urtikaria, jerawat,
alopesia, trombositopenia, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen,
diare, dan gangguan fungsi hati (Whitlock& Gaynon, 1999).
Vincristine
Vincristine adalah obat antibiotik yang menghambat pembelahan sel
selama metafase sel. Obat ini dipakai bersama siklofosfamid (cytoxan)
untuk mengobati LLA. Gangguan bisa berupa konstipasi,kram
abdomen, dan ileus paralitik, mual, muntah dan demam (Lukens,
1999).
Dexametasone
Dexametasone terutama dipakai untuk efek anti inflamasinya yang
kuat pada penyakit yang melibatkan banyak sistem organ. Obat ini
lebih banyak mempunyai efek kortikoid yang mempengaruhi
45 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Dexametasone juga
sangat imunosupresif sehingga pasien sangat rentan terhadap infeksi.
Efek gastrointestinal obat ini meliputi disfersi abdomen, pankreatitis,
serta peningkatan nafsu makan sehingga pasiendapat mengalami
peningkatan berat badan (Lukens, 1999).
L-Asparaginase
Obat ini untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor). Efek sampingnya bisa berupa reaksi alergi, mual,
muntah, koagulopati, gangguan fungsi liver dan pankreatitis. Efek
samping akibat obat ini dapat dikurangi dengan pemberian
merkaptopurin.
Douxorubicine
Obat ini merupakan tambahan untuk pasien resiko tinggi (HR). Obat
ini digunakan untuk menghambat pembelahan sel selama pengobatan
leukemia akut. Kemungkinana efek sampingnya mielosupresi, mual,
muntah segera setelah penyuntikan.
Stomatitis, gangguan gastrointestinal serta alopesia. Dosis yang
melebihi 200 mg/m² dapat mengakibatkan toksisitas jantung dengan
tanda takikardi, aritmia, dispnea dan hipotensi (Lukens,1999).
Dounorubicine
Obat ini terutama digunakan pada leukemia akut, reistensi silang
dengan douxorubicine dapat terjadi. Dosis 30-60 mg/m² sehari sebagai
infus cepat selama 3-5 hari setiap 4-6 minggu.
c. Efek Samping kemoterapi
Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau
beberapa waktu setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah:
Lemas
Mual dan Muntah
Gangguan pencernaan
Sariawan
Rambut Rontok
46 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
Otot dan Saraf
Efek Pada Darah
Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna
d. Pemberian kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan dengan cara infus, suntikan langsung (otot,
bawah kulit, rongga tubuh) dan cara diminum (tablet/kapsul). Kemoterapi
dapat diberikan di rumah sakit atau klinik. Kadang perlu menginap,
tergantung jenis obat yang digunakan. Jenis dan jangka waktu kemoterapi
tergantung pada jenis kanker dan obat yang digunakan (Djauzi, 2005).
e. Syarat seseorang mendapat kemoterapi
Fungsi organ baik
Jenis sel darah merah dan darah putih cukup.
Tidak demam.
Tidak perdarahan.
Dapat melakukan kegiatan sehari-hari sendiri (sehat)
Karena setiap obat memiliki efek yang berbeda dan reaksi setiap
pasien pada setiap tahap kemoterapi juga berbeda maka ada beberapa hal
47 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
yang perlu d ipertimbangkan untuk menentukan jenis kemoterapi yang
diberikan antara lain :
Fasilitas yang memadai; kemungkinan untuk kontrol dan
pengawasan.
Protokol kemoterapi.
Keadaan umum tubuh dan adanya penyakit atau kelemahan
lain yang menyertai (Noorwati, 2005).
Biaya kemoterapi
Transfusi darah
Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan bila
terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkatopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya.
umumnya sitostatiska diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping
berupa alopecia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila
jumlah leukosit kurang dari 2000/ mm3 pemberiannya harus hati-hati.
Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat dikamar yang suci
hama)
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-10
6), imunoterapi mulai
diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru, masih dalam
pengembangan)
Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian
lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa
menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar
48 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan
pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat
Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak
dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain
itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel
darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-
80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu
1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen
(HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada
penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada
penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap
pengobatan.
49 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Leukemia adalah penyakit yang menyerang sel darah putih. Sel yang
immatur akibat mengalami kelainan akan terus tumbuh tidak terkendali sehingga
menyebabkan kanker. Sel-sel kanker menekan sumsum tulang sehingga
pertumbuhan eritrosit terhambat.
Dari hasil penelitian para ahli, teridentifikasi bahwa leukemia yang banyak
terjadi pada anak adalah ALL. Faktor genetik, lingkungan, paparan sinar
radioaktif menjadi pemicu semakin bertambah banyaknya pasien leukemia.
4.2 Saran
Deteksi dini sangat penting dilakukan untuk pemberian pengobatan terhadap
pasien kanker. Ketepatan diagnosa harus selalu diperhatikan dengan teliti agar
pasien mendapat intervensi yang tepat.
Kolaborasi yang baik antar sesama tenaga kesehatan akan memberikan efek
positif bagi pasien. Di sinilah sangat di tuntut profesionalitasan yang tinggi baik
dari dokter, perawat, ahli gizi, farmasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
50 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2
DAFTAR PUSTAKA
Belzt, C. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Handayani, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Jackson, M. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta : Erlangga
Muttaqin, A.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Weller, B F. 2005. Kamus Saku Keperawatan Edisi 22. Jakarta : EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Leukemia