makalah keamanan pangan jarot
DESCRIPTION
makalah panganTRANSCRIPT
MAKALAH
KEAMANAN PANGAN DAN TOKSIKOLOGI PADA
“CANNED FOOD”
Dosen Pengampu: Drs. Agus Prabowo, Apt, MSc
Dr. FX. Jarot Dwi Poyono (12.93.0006)
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
APRIL 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan kaleng merupakan makanan produk sterilisasi yang dikemas dengan
menggunakan kaleng tertutup rapat. Berbagai produk seperti susu bubuk, susu
kental manis, sardine, biskuit, sayur, maupun buah kini telah banyak yang
dikemas menggunakan metode pengemasan kaleng tersebut. Namun tingkat
pengetahuan masyarakat tentang bahaya yang dapat ditimbulkan akibat
mengkonsumsi makanan kaleng masih sangat rendah. Meskipun secara visual
kondisi makanan kaleng aman untuk dikonsumsi, tetapi dari segi mikrobiologis
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu kehadiran mikroorganisme
patogen yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan kaleng yaitu
Clostridium botulinum.
Dewasa ini seiring dengan meningkatnya tingkat kesibukan , masyarakat
cenderung kurang memperhatikan makanan yang mereka makan. Baik itu dari
segi kebersihan, kesehatan, atau kandungan gizi yang terkandung dalam
makanan, kecenderungan orang hanya memikirkan dari segi ekonomis dan
kepraktisannya saja. Sehingga keracunan makanan sangat mungkin terjadi
karena makanan kaleng yang dikonsumsi. Kurangnya pemahaman masyarakat
tentang cara preservasi dan mencegah kerusakan pada makanan kaleng
memicu terjadinya tingkat keracunan makanan yang fatal. Mengingat
C.botulinum merupakan bakteri yang mampu menghasilkan toksin yang
menyerang sistem syaraf manusia, maka penting untuk mengetahui tanda-
tanda kerusakan, gejala-gejala dan bahaya sindrom botulisme pada manusia
serta cara pencegahan dan penanganan yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Makanan Kaleng
Makanan kaleng merupakan makanan yang dikemas dalam kaleng melalui
proses dan pengolahan tertentu. Makanan kaleng melewati beberapa proses
yaitu pretreatment contohnya blansing, setelah itu sterilisasi dan pengawetan
dengan bahan tertentu. Pada makanan kaleng proses sterilisasi yang
digunakan adalah sterilisasi komersial. Canning (pengalengan) merupakan
metode yang penting dan aman untuk mengawetkan makanan. Makanan yang
dikalengkan seperti saus, produk daging dan ikan, beans, lentils, pasta, tuna,
juga sayur dan buah. Produk makanan kaleng memiliki daya simpan yang
panjang .
Proses pengalengan merupakan salah satu cara mengawetkan makanan
karena di dalam kaleng diusahakan tidak terdapat oksigen sehingga bakteri
aerob tidak bisa tumbuh dan merusak makanan. Akan tetapi, masih ada
kemungkinan makanan tersebut mengandung bakteri anaerob yang dapat
tumbuh pada lingkungan tanpa oksigen seperti Clostridium botulinum yang
sering disebut bakteri makanan kaleng. Oleh sebab itu diperlukan pengujian
yang ketat terhadap bakteri ini sebelum makanan dikemas dalam kaleng.
Penggunaan pengawet yang tepat (baik secara jenis dan jumlah) juga
merupakan salah satuusaha pencegahan kontaminasi mikroba ini.Jenis kaleng
yang digunakan untuk mengemas produk makanan juga harus disesuaikan.
Kaleng tersebut tidak boleh melepas kandungan logam ke produk makanan,
kuat dan menjamin tidak adanya kebocoran yang dapat menjadi pintumasuk
bakteri atau oksigen yang dapat menyebabkan kerusakan makanan
kaleng.Berikut ini adalah ciri-ciri kerusakan makanan kaleng adalah flat sour
yaitu kaleng tidak cembung namun isinya sangat asam, flipper yaitu kaleng
kelihatan normal, namun jika ditekan akan menjadi cembung. Springer salah
satu ujung kaleng datar, namun ujung yang lain cembung dan jika ditekan,
cembung ke arah sebaliknya. Kaleng cembung karena terdapat bakteri yang
membentuk gas.
Prinsip sterilisasi adalah metode untuk mematikan mikroba yang tidak
diinginkan yang ada pada produk pangan. Sterilisasi termal merupakan unit
pengolahan yaitu prosuk pangan diberi perlakuan panas, menggunakan suhu
tinggi dan waktu tertentu untuk mendestruksi mikroba dan aktivitas enzim.
Sterilisasi komersial merupakan proses sterilisasi dengan tujuan membunuh
mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan pada kondisi ruang,
pada umumnya sekitar 121°C dan menggunakan uap air selama waktu tertentu
dengan tujuan memusnahkan semua bakteri pathogen maupun pembusuk.
Bakteri yang menjadi concern adalah Clostridium botulinum .
Sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua jenis mikroba. Dilakukan
pada suhu tinggi 121°C (merupakan proses termal atau dengan panas) selama
15 menit. Suatu produk pangan dikatakan steril secara komersial apabila 1)
produk mengalami proses pemanasan lebih dari 100°C, 2) bebas dari mikroba
pathogen dan pembentuk racun, 3) bebas mikroba yang dalam kondisi
penyimpanan dan keadaan normal dapat menyebabkan kebusukan, dan 4)
awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi) .
Proses pada makanan kaleng diawali dengan blanching, kemudian pengisian
medium, pengeluaran udara (exhausting), penutupan, sterilisasi, kemudian
pendinginan. Dalam proses pengalengan dilakukan proses sterilisasi komersial
selama 15 menit 121°C setelah itu pendinginan dilakukan untuk memberi
thermal shock pada mikroorganisme dalam kaleng, untuk mencegah
berkembangnya spora dalam produk. Pengisian medium menggunakan larutan
brine (gula, garam, atau saus) berfungsi mempertahankan jaringan agar tetap
baik, mencegah terjadinya kerusakan sel, membantu proses transfer panas,
memperoleh derajat keasaman tinggi, dan sebagai pengawet. Pengeluaran
udara (exhausting) bertujuan menghilangkan udara sehingga tekanan dalam
kaleng setelah perlakuan panas dan pendinginan lebih rendah daripada
tekanan atmosfer. Pengurangan jumlah udara mengurangi oksigen dan
kesempatan oksidasi dari bahan selain itu mencegah pengkaratan dan
kebocoran kaleng .
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dibagi menjadi faktor intrinsik dan
ekstrinsik, factor intrinsik yaitu Aw bahan (bahan pangan dengan Aw tinggi
diatas 0,9 umumnya lebih mudah ditumbuhi mikroorganisme), pH (bahan
pangan dengan pH 3-8 lebih aman dari bakteri yang tumbuh pada pH 5-8,
namun khamir dan kapang tahan dengan kondisi asam), potensial redoks, O2
dan zat-zat gizi pada makanan. Faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan dari
penanganan dan penyimpanan produk bahan pangan mempengaruhi spesies
mikroba yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan yang harus
diperhatikan adalah suhu, dalam keadaan beku atau di bawah -10°C
pertumbuhan mikroba terhenti dan atau mati. Pada penyimpanan suhu 50-55°C
untuk waktu yang cukup lama mikroba-mikroba ermofilik berkembang secara
selektif. Rh, jenis konsentrasi gas dan iradiasi juga mempengaruhi.
2.2 Bahaya Makanan Kaleng
Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau
mikroba patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan
pemanasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih
bertahan hidup setelah proses pemanasan, atau karena masuknya mikroba dari
luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah proses pemanasan. Penyebab
yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak cukup
proses pemanasannya (under process). Jenis mikroba yang mengkontaminasi
produk yang mengalami under process lebih mudah ditentukan berdasarkan
pada informasi kondisi proses termal yang dilakukan dan jenis produk pangan
yang diproses, karena mikroba memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas
biologis tertentu. Sedangkan kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh
kebocoran kaleng sulit ditentukan karena mikroba yang mungkin
mengkontaminasi dapat bervariasi.
Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan.
Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan
kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah
pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih,
dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang
kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka
bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi
racun.
Selain itu, bahaya utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri
Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan. Bakteri yang
berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara
(anaerobik) dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik)
dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang demikian memungkinkan
bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada jenis-jenis
makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6 alias
nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin
botulinum yang sangat berbahaya
itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang
susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan
serta menyebabkan kematian.
Makanan kaleng juga mengandung zat adiktif seperti pewarna, penyedap dan
pengawet yang sangat berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi dalam jumlah
yang banyka dan dalam waktu yang panjang.
Diperkirakan organ pencernaan manusia semasa hidupnya mengolah makanan
sebanyak 100 ton (100.000kg). Jumlah tersebut tidak semuanya merupakan
zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh akan tetapi juga ikut serta zat-zat
berbahaya terutama Food Additive atau Bahan Tambahan Makanan
(BTM).BTM adalah semua yang bukan bagian dari bahan makanan yang diolah
seperti pemanis, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, pewarna, pengawet,
pengental/pengemulsi, anti bakteri, pemutih, pengeras, pengatur keasaman dan
lainnya. Saat ini hampir semua jenis makanan dan minuman yang diproses dari
pabrik dan juga yang tersedia di restoran-restoran menggunakan BTM untuk
meningkatkan kepuasan konsumen. Beberapa contoh BTM yang oleh riset
dinyatakan berpeluang menyebabkan kanker, tumor atau penyakit lainnya :
NO Bahan
Tambahan
Makanan
Pemakaian (contoh) Dampak
(Jika Berlebihan/Pemakaian
Jangka Panjang)
1 Sakarin Soft Drink, Permen,
makan ringan lainnya
Tumor kantong Kemih, beracun
bagi janin, kanker
2 Siklamat Minuman beralkohol Tumor
3 Nitrit/Nitrat Makanan kalengan Kanker
4 Sulfit Jus Buah, sosis, acar Sesak nafas, Sesak dada,
gatal-gatal dan bengkak
5 BHA/BHT Makanan Awetan Kelainan Kromosom Sel,
menurunkan antioksidan alami
tubuh
6 Benzoat Minuman, Makanan Pembesaran ginjal dan hati,
menurunkan berat badan
7 Sulfit Makanan Kalengan Menurunkan daya guna protein
dan Lemak
8 Amaranth Makanan, Minuman kanker
2.3 Clostridium botulinum
Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora,
berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan,
atau dapat menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya
tidak berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh
bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan
dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat
membunuh setiap manusia didunia.
Terdapat tujuh strain botulism, masing masing memproduksi protein yang
berpotensi sebagai neurotoxin. Tipe A, B, E dan F menyebabkan botulism pada
manusia. Tipe C-alpha menyebabkan botulism pada unggas domestik dan liar.
Tipe C-beta dan D menyebabkan botulism pada ternak. Tipe ketujuh dari
botulism, strain G, telah diisolasi dari contoh tanah, tetapi jarang dan belum
menunjukkan hubungan yang menyebabkan botulism manusia atau binatang.
Tipe A dan beberapa tipe B dan tipe F mendekomposisikan protein binatang
dan menyebabkan bau dari makanan yang membusuk, dan daging busuk. Tipe
E dan beberapa tipe B,C, D dan F tidak proteolytic (mereka tidak mencerna
protein binatang). Ketika muncul, tipe botulism ini tidak dapat terdeteksi dengan
bau yang kuat.
Bakteri Clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan
dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan
harus dipanaskan hingga temperatur 1200C atau lebih, seperti dalam
penggunaan pressure cooker. Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat
dihancurkan oleh panas.
Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak
terdapat oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin. Beberapa
toksin yang dihasilkan C. botulinum memiliki kadar protein yang tinggi yang
tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.
Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari
botulisme ini adalah makanan kalengan. Sayuran, ikan, buah, dan rempah –
rempah juga merupakan sumber penyakit ini. Demikian juga halnya dengan
daging, produk susu, daging sapi, dan unggas.
Toksin (botulism) adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan
kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan yang
berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :
Food-borne botulism (botulism yang dilahirkan makanan) disebabkan oleh
mamakan makanan-makanan yang mengandung botulinum neurotoxin.
Wound botulism (botulism luka) disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan
dari luka yang terinfeksi dengan bakteri Clostridium botulinum.
Infant botulism (botulism bayi) terjadi ketika bayi mengkonsumsi spores
(spora-spora) dari bakteri botulinum. Bakteri kemudian tumbuh didalam usus-
usus dan melepaskan neurotoxin.
2.4 Gejala Dan Kasus Botulism Pada foodborne botulisme, diagnosis
ditegakkan berdasarkan pola yang khas dari gangguan saraf dan otot. Tetapi
gejala ini sering dikelirukan dengan penyebab lain dari kelumpuhan, misalnya
stroke. Adanya makanan yang diduga sebagai sumber kelainan ini juga
merupakan petunjuk tambahan. Jika botulisme terjadi pada 2 orang atau lebih
yang memakan makanan yang sama dan di tempat yang sama, maka akan
lebih mudah untuk menegakkan diagnosis. Untuk memperkuat diagnosis,
dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan adanya toksin atau biakan
contoh tinja untuk menumbuhkan bakteri penyebabnya. Toksin juga dapat
diidentifikasi dalam makanan yang dicurigai.Elektromiografi (pemeriksaan untuk
menguji aktivitas listrik dari otot) menujukkan kontraksi otot yang abnormal
setelah diberikan rangsangan listrik. Tapi hal ini tidak ditemukan pada setiap
kasus botulisme. Diagnosis wound botulism diperkuat dengan ditemukannya
toksin dalam darah atau dengan membiakkan bakteri dalam contoh jaringan
yang terluka. Ditemukannya bakteri atau toksinnya dalam contoh tinja bayi,
akan memperkuat diagnosis infant botulisme.
Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram perut
dan diare. Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan ini tidak
muncul, terutama pada penderita wound botulism. Penderita mengalami
kesulitan untuk berbicara dan menelan. Kesulitan menelan dapat menyebabkan
terhirupnya makanan ke dalam saluran pernafasan dan menimbulkan
pneumonia aspirasi. Otot lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan akan
melemah. Kegagalan saraf terutama mempengaruhi kekuatan otot. Pada 2/3
penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala awal.
Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari wajah dan
kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan.
Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang
ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan menelan,
sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan gangguan
pernafasan.
2.5 Cara Penanganan Kasus Botulism
Cara untuk terhindar dari bakteri ini yaitu dengan melihat tanda-tanda
kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium botulinum
diantaranya sebagai berikut:
- Penampakan pada kaleng memperlihatkan bahwa kaleng menggembung, jika
dibiarkan terus menerus mungkin bisa meledak.
- Produk mengalami fermentasi, apabila tercium bau asam, keju atau bau
butirat yang menusuk tak usah dibeli.
- pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak.
- Lainnya, kamu bisa menekan salah satu ujung permukaan kaleng yang terlihat
datar. Bila ujung yang lainnya cembung, berarti bakteri tersebut sudah ngendon
di dalam.
- Sebaiknya juga, makanan kaleng selalu dipanaskan sampai mendidih selama
10 menit sampai 15 menit sebelum dikonsumsi.
- Selalu memperhatikan Label Expired Date secara seksama, Apabila batas
kadaluarsa habis atau tekstur kaleng mengalami penggembungan jangan
sekali-kali mencoba untuk membelinya.
- Perlu pula diingat apabila makanan kaleng sudah dibuka jangan pernah
berlama-lama menyimpannya, segera digunakan.
Agar terhindar dari bahaya keracunan makanan, tentu kita harus selalu
waspada terhadap setiap makanan yang kita konsumsi. Di dalam segala hal,
baik yang ada kaitannya dengan pengadaan, penyimpanan makanan sampai
mengonsumsinya harus dilakukan secara benar dan teratur sesuai dengan
syarat sanitasi dan kesehatan. Tempat menyimpan, air untuk mencuci,
memasak harus terbebas dari kemungkinan adanya zat dan bahan sumber
keracunan. Khusus untuk buah-buahan dan sayuran sebaiknya direndam dulu
beberapa saat, kalau bisa di air mengalir supaya sisa residu dan pestisida
dapat hilang.
Bahan makanan berupa ikan atau daging, meski sudah tersimpan dalam lemari
pendingin harus tetap diperhatikan, apakah sudah mengalami perubahan baik
warna , bau atau adanya lendir, misalkan daging yang masih segar akan
tampak kemerah-merahan, sedang yang sudah rusak akan tampak kehitaman.
Setelah memasak daging, hendaknya jangan menaruh daging tersebut di
tempat yang sama dimana sebelumnya ditaruh daging mentah. Hal yang
penting diperhatikan adalah selalu mencuci tangan, perkakas dapur dan
permukaan dapur (kalau bisa dengan air panas), setelah memotong ayam atau
daging mentah dan setelah memasak selesai. Untuk mengetahui makanan
sudah tercemar oleh mikrobia tertentu yang dapat membahayakan, kita dapat
melakukannya dengan pengamatan secara visual dan menggunakan indera
kita (bau, kenampakan) seperti perubahan warna misalnya pada ikan dan
daging sudah mulai tercium bau busuk, perubahan warna misalnya pada
daging dan ikan, kehadiran bintik/noktah warna pada makanan, baik oleh jamur
atau bakteri, misalnya bintik warna hitam, coklat pada roti. Kehadiran lendir,
umumnya akibat pertumbuhan bakteri yang diiukuti dengan bau busuk,
misalnya pada daging dan ikan.
Dengan mengetahui sumber dan penyebab keracunan makanan diharapkan
makanan yang kita olah dan konsumsi sehari-hari menjadi makanan yang aman
dan menyehatkan. Karena kita tahu bahwa dari makanan yang aman dan sehat
akan muncul pribadi-pribadi yang sehat dan berkualitas. Apabila keracunan
telah terjadi, beberapa bentuk pengobatan yang bisa
dilakukan adalah dengan pemberian antitoksin, terapi supportif dengan cara
injeksi nutrisi, serta menghilangkan toksin dengan merangsang muntah dan
atau peningkatan peristaltik usus untuk memudahkan buang air besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makanan kaleng merupakan makanan yang dikemas dalam kaleng melalui
proses dan pengolahan tertentu . Makanan kaleng mengandung tiga unsur
berbahaya bagi kesehatan yaitu C.botulinum, Bisfenol A (BPA) dan BTM yang
sangat berbahaya bagi tubuh sehingga penggunaan makanan kaleng
berlebihan idak dianjurkan.
Bahaya yang paling utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri
Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan. Racun yang
dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum adalah botulism. Toksin (botulism)
adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan
otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan yang berat pada saraf, maka
racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :
Food-borne botulism (botulism yang dilahirkan makanan) disebabkan oleh
mamakan makanan-makanan yang mengandung botulinum neurotoxin.
Wound botulism (botulism luka) disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan
dari luka yang terinfeksi dengan bakteri Clostridium botulinum.
Infant botulism (botulism bayi) terjadi ketika bayi mengkonsumsi spores
(spora-spora) dari bakteri botulinum. Bakteri kemudian tumbuh didalam usus-
usus dan melepaskan neurotoxin.
3.2 Saran
Pada awalnya makanan kaleng memang sangat mudah dikonsumsi dan tidak
repot serta murah namun, bahaya jangka panjang nya dapat menyebabkan
kematian dan penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker. Oleh sebab itu, lebih
bak hindari mengonsumsi makanan kaleng maupun makanan instan agar dapat
terhindar dari bahaya makanan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
D.Dagoon, Jesse. 2008. Applied Nutrition And Food Technology. Gueson City:
Rex Printing Company.
Evans, Judith. 2008. Thermal Processing Food Science And Technology.
Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Harsono (Ed.). 2003. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press,
edisi 2 hal 189;192;224
Sidharta P, Mardjono M,. 2003 . Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat