makalah konsep diri hg3
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika berada dalam kehidupan bermasyarakat, individu harus dapat
membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga atau lingkungan.
Namun kenyataannya, individu sering mengalami kegagalan yang berdampak
pada individu tersebut dalam mempertahankan identitas dirinya, sehingga
konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan dan
tidak bisa mengontrol dirinya bisa mengakibatkan gangguan jiwa.
Faktor sosial dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi
individu dalam kehidupan sehari-hari. Faktor tersebut membawa perubahan
dalam kehidupan sehingga memaksa individu untuk mengikuti atau
beradaptasi untuk menghadapi stresor yang timbul. Ketidakmampuan dalam
mengatasi stresor tersebut dapat menimbulkan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan kejiwaan yang ditemukan adalah gangguan harga
diri rendah yang ditandai dengan perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya kepercayaan diri, dan merasa tidak berharga. Apabila hal tersebut
tidak segera diatasi maka akan menimbulkan dampak yang lebih
berat,sehingga perawat harus menyadari perannya dalam membantu klien
yang mengalami gangguan kejiwaan. Hal yang dapat dilakukan perawat, yaitu
dengan memberikan motivasi agar konsep diri klien menjadi lebih baik.
Sebelum membantu dalam memperbaiki konsep diri klien, perawat juga harus
memiliki konsep diri yang baik pula.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep diri?
2. Bagaimana perkembangan konsep diri?
1
3. Bagaimana pola konsep diri yang normal?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri?
5. Bagaimana rentang respons konsep diri?
6. Bagaimana konsep berduka kehilangan dan kaitannya dengan konsep diri?
7. Bagaimana proses keperawatan terkait konsep diri?
8. Bagaimana dokumentasi asuhan keperawatan konsep diri yang harus
dilakukan melalui pendekatan proses keperawatan berdasarkan contoh
kasus yang ada?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat memahami definisi konsep diri.
2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan perkembangan konsep diri.
3. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pola konsep diri yang
normal.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri.
5. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan respon konsep diri.
6. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan konsep berduka kehilangan
dan kaitannya dengan konsep diri.
7. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses keperawatan terkait
konsep diri.
8. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan dokumentasi
asuhan keperawatan konsep diri yang harus dilakukan melalui pendekatan
proses keperawatan berdasarkan contoh kasus yang ada.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
kajian pustaka, yaitu metode dengan menggunakan literatur seperti buku.
Buku tersebut digunakan sebagai sumber ide untuk menggali sebuah
2
pemikiran maupun gagasan baru yang akan dituangkan dalam setiap bab pada
makalah. Selain buku, tim penyusun juga menggunakan referensi yang berasal
dari internet yang menyediakan website terpercaya sebagai sumber dan jurnal
sebagai sumber pengetahuan terbaru, sehingga dapat melengkapi dan
membangun kerangka teori baru yang dapat dikembangkan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi konsep diri
1. Definisi konsep diri
Setiap pribadi manusia memiliki pandangan terhadap dirinya, baik
pandangan positif ataupun negatif. Saat pandangan yang diberikan pada
dirinya adalah pandangan positif, hal tersebut menjadi pemicu dirinya
untuk menjadi lebih baik lagi. Sebaliknya, jika individu memberikan
pandangan negatif terhadap dirinya itu akan menjadi pemicu dirinya untuk
tidak percaya diri atau bahkan cenderung minder dengan dirinya.
Pandangan tersebut bisa dikatakan sebagai konsep diri individu.
Konsep diri memiliki beberapa definisi, menurut Boyd & Nihart
(1998), konsep diri tergambar dalam pola respon perilaku. Selain itu
mereka juga mengemukakan bahwa konsep diri individu dipengaruhi oleh
interaksinya dengan orang lain, pengaruh sosial-budaya, dan penyelesaian
tugas perkembangan. Kesuksesan dalam menyelesaikan tugas
perkembangan turut berperan menciptakan konsep diri yang positif.
Konsep diri merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendidikan
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhinya dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart & Laraia, 1998).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri
individu terlihat dari perilakunya sehari-hari dan semua hal yang diketahui
individu mengenai dirinya, mempengaruhi individu tersebut untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan keberhasilan individu dalam
menyelesaikan tugasnya di lingkungan sosial akan memupuk rasa percaya
dirinya dan pada akhirnya akan membentuk konsep diri yang positif pada
individu tersebut.
4
Selain itu, menurut Stuart (2006), konsep diri adalah semua pikiran
dan keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, sedangkan menurut
Videbeck (2001) konsep diri adalah cara individu memandang dirinya
dalam hal harga diri dan martabat. Konsep diri adalah citra subjektif dari
diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap, dan persepi
bawah sadar maupun tidak sadar. Konsep diri memberikan kerangka acuan
yang mempengaruhi manajemen individu terhadap situasi dan hubungan
dengan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan definisi-definisi mengenai konsep diri di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan individu mengenai
dirinya, baik positif ataupun negatif yang akan mempengaruhi dirinya
dalam berperilaku yang terbentuk dari interaksi yang dilakukan dengan
lingkungan sosialnya. Konsep diri juga bisa diartikan sebagai harapan
individu terhadap dirinya untuk menjadi individu yang sesuai dengan
harapannya.Harapan terbentuk dari hasil pemikiran individu dan interaksi
sosial yang dilakukan.Konsep diri yang positif bisa dijadikan sebagai
motivasi individu dalam menjalani hidup.
2. Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari empat komponen, yaitu identitas, gambaran
diri, harga diri, dan peran diri. Identitas adalah suatu hal yang membuat
individu unik, tidak ada yang menyerupai, dan merupakan ciri dari
individu. Identitas diri individu terbentuk saat kanak-kanak dan diperkuat
atau berubah sepanjang daur kehidupan (DeLaune & Ladner, 2002). Ciri
identitas diri diantaranya:
a. Memahami diri sendiri sebagai organisme yang utuh, berbeda dan
terpisah dari orang lain.
b. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
c. Mengakui jenis kelamin sendiri.
d. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.
5
e. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keserasian
dan keselarasan.
f. Mempunyai tujuan hidup yang bernilai dan dapat direalisasikan
(Sunaryo,2004).
Gambaran diri adalah penampilan fisik, karakter, sikap, dan
tingkah laku individu. Gambaran diri dapat berubah mengikuti tahap
perkembangan suatu individu (DeLaune & Ladner, 2002). Tanda dan
gejala gangguan gambaran diri, antara lain:
a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang terjadi.
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d. Preakupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
e. Persepsi negatif terhadap tubuh.
f. Mengungkapkan keputusan.
g. Mengungkapkan ketakutan.
Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya, penilaian
tentang keberadaannya di dalam keluarga ataupun lingkungan sosial
(Potter & Perry, 2005). Harga diri dipengaruhi oleh individu tersebut dan
lingkungannya.Harga diri rendah bisa disebabkan karena kehilangan kasih
sayang dan cinta kasih orangtua, kehilangan penghargaan dari orang lain,
dan hubungan interpersonal yang buruk.Jika ingin menumbuhkan harga
diri pada anak, dapat dilakukan hal berikut:
a. Beri kesempatan untuk berhasil.
b. Beri pengakuan dan pujian.
c. Tanamkan gagasan yang dapat memotivasi kreativitas untuk
berkembang.
d. Dorong aspirasi dan cita-citanya.
e. Bantu dalam pembentukan koping. (Sunaryo,2004).
Peran diri mengacu pada perilaku yang diharapkan dan ditentukan
oleh norma-norma keluarga, budaya, dan sosial. Setiap peran memiliki
6
kriteria perilaku yang diharapkan, yaitu keyakinan tentang bagaimana
individu harus bersikap dalam perannya tersebut(DeLaune & Ladner,
2002). Peran individu bisa menjadi stresor untuk dirinya dikarenakan
struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang
tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran, peran
yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak
(Sunaryo,2004).
Konsep diri diperoleh dari hasil interaksi individu dengan
individulain ataupun lingkungannya. Hasil interaksi tersebut memberikan
penilaian individu terhadap dirinya, baik fisik atau mental, positif atau
negatif, yang didasarkan dengan kemampuannya untuk berinteraksi
dengan orang lain. Konsep diri juga bisa diartikan sebagai mind set
individu terhadap dirinya yang mempengaruhi individu dalam beraktivitas
atau berinteraksi sosial. Jadi, konsep diri merupakan salah satu faktor
pembentuk tingkah laku individu yang dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya yang berdampak pada pandangan dirinya mengenai dirinya dan
lingkungan sosialnya.
B. Perkembangan konsep diri
Perkembangan konsep diri merupakan suatu proses seumur hidup yang
kompleks dan melibatkan banyak faktor. Teori perkembangan psikososial
Erikson (1963) menujukkan kegunaannya dalam memahami tugas utama yang
dihadapi individu pada berbagai tahapan perkembangan. Setiap tahapan
membangun tugas untuk tahap sebelumnya. Keberhasilan menyelesaikan setiap
tahap akan membentuk konsep diri yang kuat atau positif.
Perawat belajar untuk mengenali kegagalan individu dalam mencapai
tahapan perkembangan yang sesuai umur, atau penurunan individu pada
tahapan awal dalam suatu periode krisis. Pemahaman tentang hal ini membuat
perawat mampu memberikan pelayanan individual dan menentukan intervensi
keperawatan yang sesuai. Konsep diri selalu berubah dan berdasarkan pada hal-
hal berikut ini:
7
1. Perasaan mampu melakukan
sesuatu.
2. Persepsi terhadap kejadian yang
berdampak pada dirinya.
3. Reaksi penerimaan individu
terhadap tubuhnya.
4. Karakteristik personal yang
mempengaruhi harapan diri.
5. Persepsi dan interpretasi
berkelanjutan dari pemikiran dan
perasaan individu
6. Menguasai pengalaman baru dan
sebelumnya.
7. Hubungan personal dan profesional 8. Etnik, ras, dan identitas spiritual.
9. Akademi dan identitas yang
berkaitan dengan pekerjaan
Harga diri biasanya sangat tinggi kadarnya pada masa kanak-kanak,
kemudian menurun selama masa remaja, meningkat secara bertahap selama
masa dewasa, dan menurun lagi pada usia lanjut (Robins et al., 2002).
Walaupun perubahannya bervariasi, tetapi secara umum bentuk ini dipengaruhi
oleh jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan etnik. Anak-anak biasanya
melaporkan memiliki harga diri yang tinggi karena perasaan diri mereka
dikembangkan oleh berbagai sumber yang sangat positif, dan penyebab
penurunannya biasanya berhubungan dengan mulai diterimanya informasi yang
lebih realistis tentang diri mereka.
Fokus erikson pada tahap generativitas (1963) menjelaskan peningkatan
harga diri dan konsep diri pada masa dewasa. Individu berfokus meningkatkan
produktifitas dan kreatifitas saat bekerja, dimana pada saat yang bersamaan
mempromosikan dan mengajarkan generasi berikutnya. Selain pada masa
kanak-kanak, pertengahan usia 60-an juga menunjukkan level harga diri
tertinggi sepanjang masa kehidupan. Peneliti melaporkan penurunan tingkat
harga diri yang tajam terjadi pada usia sekitar 70 tahun (Robins et al., 2005).
Berdasarkan tahap-tahap perkembangan Erikson, penurunan konsep diri pada
usia lanjut ini merefleksikan berkurangnya kebutuhan akan promosi diri dari
pergeseran dalam konsep diri kepada pandangan kesederhanaan dan
keseimbangan diri. Mengidentifikasi intervensi keperawatan yang spesifik
berdasarkan kebutuhan khusus klien pada berbagai tahap kehidupan merupakan
hal penting.
8
Berikut tahapan perkembangan konsep diri spesifik yang dilalui atau
dialami manusia:
1. Bayi (kepercayaanVS ketidakpercayaan)
Hal yang pertama dibutuhkan seorang bayi adalah pemberian
perawatan primer dan hubungan dengan pemberi perawatan tersebut. Peran
pemberi perawatan ini dapat dipenuhi oleh ibu, ayah, atau individu yang
bertanggungjawab untuk merawat bayi. Jika bayi mengalami kesenangan,
interaksi penuh kasih sayang dengan pemberi perawatannya, maka hal ini
akan diingat dan diinternalisasikan ke dalam psikis bayi. Jika interaksinya
tidak memuaskan, menyakitkan, atau mengakibatkan frustasi, maka ini
akan terpisah dari psikis dan ditekan di bawah sadar. Perasaan yang ditekan
dan dipisah ini akan dikeluarkan ke dalam bantuk lain dalam kehidupan
(Scharff & Scharff, 1991). Penting artinya dimana kebutuhan fisik dan
emosional bayi harus selalu terpenuhi. Konsistensi ini memungkinkan
terbentuknya rasa saling percaya.
Pada awalnya, bayi baru lahir semata-mata menyatakan perbedaan
antara sensasi menyenangkan dan objek yang menyebabkan sensasi
tersebut didapat. Neonatus tidak mempunyai rasa batasan diri yang jelas.
Dunia luar adalah perluasan dari diri mereka. Hanya jika fungsi perseptif
dan fungsi sensoris matur, maka bayi secara bertahap belajar tentang tubuh
mereka. Bayi benar-benar bergantung pada orang dewasa untuk merawat
kebutuhan dasar mereka. Jika kebutuhan seperti makan dan perawatan
terpenuhi dengan cepat dan konsisten, bayi mulai membentuk rasa percaya
dengan dunia. Oleh karena bayi memandang diri mereka sebagai bagian
dari pemberi perawatan primer, maka pengalaman positif membantu
mereka meraih kepercayaan dalam diri mereka sendiri.
Penyapihan, kontak dengan orang lain, dan penggalian lingkungan
memperkuat kewaspadaan diri. Sejalan anak-anak mendekati ulang tahun
9
a. Membangun kepercayaan yang konsisten dalam hubungan
pengasuhan.
b. Membedakan dirinya dari lingkungan
pertama, koordinasi dari pengalaman sensoris diinternalisasikan ke dalam
citra tubuh mereka.
Tahap stimulasi yang adekuat dari kemampuan motorik dan
penginderaan, perkembangan citra tubuh, dan konsep diri mengalami
kerusakan, seperti yang ditunjukkan oleh studi tentang bayi prematur
dalam inkubator yang kurang dibuai, diayun, dan dipeluk (Kramer et al,
1975). Pengalaman pertama bayi dengan tubuh mereka, yang sangat
ditentukan oleh kasih sayang dan sikap ibu, adalah dasar untuk
perkembangan citra tubuh. Penerimaan dan pengaturan tubuh dikemudian
hari dan reaksi orang lain terhadap hal tersebut adalah cara kita
melanjutkan pembentukkan citra tubuh kita (Murray & Huelskoetter, 1991).
2. Toodler(otonomi VS rasa malu dan ragu)
Anak usia bermain (1 s.d 3 tahun) lebih aktif dan mampu untuk
berinteraksi dengan orang lain. Tugas psikososial utama mereka adalah
mengembangkan otonomi. Anak-anak beralih dari ketergantungan total
kepada rasa kemandirian dan keterpisahan diri mereka dari orang lain.
Mereka juga cenderung memandang orang lain dan diri mereka dalam
istilah "semua baik" atau "semua tidak baik". Mereka mencapai
keterampilan dengan makan sendiri dan melakukan tugas hygiene dasar.
Anak usia bermain belajar untuk mengkoordinasi gerakan dan meniru
orang lain. Mereka belajar mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan
locomotion, toilet training, berbicara dan sosialisasi.
Sebagian dari diri mereka mungkin dipandang sebagai "permanen"
sehingga tindakan memotong rambut atau menyiram limbah ke dalam toilet
dapat menyebabkan stres karena semua itu adalah bagian dari diri mereka.
Anak usia bermain tidak selalu mengetahui kapan mereka sakit, letih,
10
a. Mulai mengungkapkan apa yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan.
b. Meningkatkan kebebasan dalam berpikir dan bertindak.
c. Memahami penampilan dan fungsi tubuh (termasuk berpakaian,
pemberian makanan, berbicara, dan berjalan)
terlalu dingin, atau haus dan celananya basah. Anak usia bermain penuh
dengan impuls dan mempersonifikasi The Sesame Street Cookie Monster:
"Mau kue... ambil kue!" adalah tugas orangtua dan masyarakat untuk
dengan lembut memberikan batasan pada perilaku yang dapat diterima.
3. Usia prasekolah (inisiatif VS rasa bersalah)
Batasan tubuh, rasa diri dan gender dari anak usia prasekolah
menjadi lebih pasti bagi mereka karena perkembangan keingintahuan
seksual dan kesadaran tentang perbedaan dengan orang lain dari gender
yang sama atau yang berbeda. Mempelajari tentang tubuh, dimana
mulainya dan mana akhirnya, seperti apa nampaknya, dan apa yang
dilakukan, adalah dasar untuk pembentukan konsep diri dan citra tubuh.
Pertumbuhan kesadaran diri termasuk penemuan perasaan; misalnya, anak
usia sekolah belajar nama dari perasaan mereka. Mereka mulai belajar
tentang bagaimana mereka mempengaruhi orang lain dan bagaimana orang
lain berespon terhadap mereka. Mereka juga belajar dasar untuk
mengontrol perasaan dan perilaku. Konsep tentang tubuh direfleksikan
dalam cara anak-anak berbicara, bergerak, membuat gambar, dan bermain.
Anak-anak mulai menguji peran dan meniru orang seperti yang telah
mereka identifikasi dengan orangtua sesama jenis kelamin atau anggota
keluarga.
Anak-anak merasa kecil dalam hubungannya dengan orang
dewasa. Mereka menetapkan pandangan negatif atau positif tentang diri
mereka. Mereka mendengar dan mengalami emosi dan pernyataan dari
orang lain, terutama orangtua, tentang diri mereka sebagai individu. Mereka
juga mendengar tentang hal dan peristiwa disekitar mereka. Ketika
pengalaman ini terulang beberapa kali, mereka mulai membentuk pola yang
diharapkan. Anak-anak menginternalisasi pandangan dari orang lain
sebagai bagian dari diri mereka. Mereka kemudian berperilaku untuk
11
a. Memihak kepada salah satu gender.
b. Meningkatkan kewaspadaan diri.
c. Meningkatkan keterampilan berbahasa, termasuk
memahami.perasaan
memenuhi pandangan ini. Pandangan tentang diri ini mulai sebagai
penilaian yang dibuat oleh orang lain. Misalnya, orangtua Jhonny
menganggapnya lebih tertarik dengan hal yang berkaitan dengan mekanik.
Dengan berkembangnya Jhonny, persepsi ini menjadi bagian dari dirinya
dan ia bertindak untuk memenuhinya dengan mengumpulkan benda atau
memperbaiki sesuatu. Anak-anak belajar untuk menghargai apa yang
orangtua mereka hargai. Penghargaan dari anggota keluarga menjadi
penghargaan diri. Keluarga sangat penting untuk pembentukkan konsep diri
anak, dan masukan negatif pada masa ini akan menciptakan penurunan
harga diri, dimana orang tersebut sebagai orang dewasa akan terus bekerja
dengan sangat keras untuk mengatasinya.
4. Anak usia sekolah (rajin VS rendah diri)
Sampai anak-anak bersekolah, konsep diri dan citra tubuh terutama
didasarkan pada sikap orangtua. Di sekolah orang lain menunjang
terbentuknya konsep diri dan citra tubuh. Hal ini memberi efek
penyelarasan bagi anak-anak yang keluarganya sangat kritis, atau akan
menjadi negatif jika anak mengalami lingkungan pendidikan yang negatif.
Dengan anak memasuki usia sekolah, pertumbuhan menjadi cepat,
dan lebih baik didapatkan keterampilan motorik, sosial, dan intelektual.
Tubuh anak berubah, dan identitas seksual menguat, rentang perhatian
meningkat, dan aktivitas membaca memungkinkan ekspansi konsep diri
melalui imajinasi ke dalam peran, perilaku, dan tempat lain. Melalui
permainan, anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, mengembangkan
keterampilan motorik dan intelektual tambahan. Anak-anak
mengekpresikan perasaan melalui permainan, literatur, gambar, dan musik.
Perawat dapat menggunakan hal ini untuk mendapat petunjuk dalam
konsep diri anak-anak. Dengan meningkatkan kemampuan pemecahan
12
a. Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru.
b. Meningkatkan kepercayaan diri dengan menguasai keterampilan baru
(seperti membaca, matematika, olahraga, dan musik.
c. Mengenali kekuatan dan kelemahan diri.
masalah, kesadaran diri tentang perkembangan kekuatan dan keterbatasan
diri makin besar. Konsep diri dan citra tubuh dapat berubah pada saat ini
karena anak terus berubah secara fisik, emosional, mental, dan sosial.
5. Masa remaja (identitas VS kebingungan identitas)
Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial.
Sepanjang maturasi seksual, perasaan, peran, dan nilai baru, harus
diintegrasikan ke dalam diri. Pertumbuhan yang cepat, yang diperhatikan
remaja dan orang lain, adalah faktor penting dalam penerimaan dan
perbaikan citra tubuh.
Anak remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental tentang
diri mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan
perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Anak remaja
menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan,
dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka
sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan tentang
ketidaksempurnaan tubuh yang dikerap.
Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat
dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963). Pengamanan dini
mempunyai efek penting. Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak
memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka.
Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang
buruk. Anak-anak yang memasuki masa remaja dengan perasaan negatif
menghadapi periode yang sulit ini bahkan lebih menyulitkan lagi.
Anak remaja mungkin terlalu menekankan penampilan; hidung
yang mancung, telinga yang besar, tubuh yang pendek, atau kerangka tubuh
yang besar mengakibatkan remaja menilai buruk terhadap dirinya. Jika
anak remaja tidak merasa menerima diri mereka atau tubuh mereka, mereka
akan mencoba untuk berkompetensi melalui olahraga, keberhasilan dari
13
a. Menilai perilaku, nilai-nilai, dan kepercayaan;menentukan tujuan
untuk masa depan.
b. Perasaan positif tentang perkembangan perasaan diri.
hobi atau akademik, komitmen keagamaan, penggunaan obat atau alkohol,
atau kelompok teman untuk meningkatkan prestise. Kompensasi mungkin
berakibat cukup negatif atau positif, bergantung pada penerimaan
masyarakat dari aktivitas tertentu tersebut.
Anak remaja juga mulai menunjukkan pada teman dengan jenis
kelamin berbeda dengan cara baru dan minat yang lebih meningkat. Mereka
mengumpulkan berbagai peran perilaku sejalan dengan mereka menetapkan
rasa identitas, termasuk siapa mereka, apa makna kehidupan bagi mereka,
dan kemana mereka pergi.
6. Usia dewasa muda (keintiman VS isolasi)
Walaupun petumbuhan fisik telah terhenti, perubahan kognitif,
sosial, dan perilaku terus terjadi sepanjang hidup. Dewasa muda (awal 20
tahunan sampai pertengahan 40 tahunan) adalah periode untuk menetapkan
tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam pekerjaan, dan mulai
melakukan hubungan erat. Konsep diri dan citra tubuh menjadi relatif stabil
dalam masa ini.
Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi sosial, penghargaan dan
penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai
berdasarkan standar sosial. Konsep diri secara konstan terus berkembang
dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.
7. Usia dewasa tengah (generatifitas VS stagnasi)
Perubahan fisik seperti penumpukan lemak, kebotakan, rambut
memutih, dan varieses menyerang usia dewasa tengah. Tahap
14
a. Memiliki perasaan yang stabil dan positif tentang diri.
b. Mengalami keberhasilan perubahan peran dan meningkatkan
tanggung jawab.
a. Dapat menerima perubahan dalam penampilan dan daya tahan fisik.
b. Menetapkan tujuan hidup.
c. Menunjukkan kesenangan sesuai usia.
perkembangan ini terjadi sebagai akibat perubahan dalam produksi
hormonal dan sering penurunan dalam aktivitas mempengaruhi citra tubuh,
yang selanjutnya dapat mengganggu konsep diri. Individu menyadari
bahwa mereka tampak lebih tua, dan mereka mungkin merasakan juga
bahwa mereka menjadi lebih tua. Pekerjaan mungkin sangat menegangkan
jika orang dengan usia dewasa tengah merasa bahwa stamina, daya tahan,
dan ketegapan mereka menurun untuk menghadapi tugas. Tingkat energi
yang menurun ini sering menjadi akibat dari penurunan metabolisme basal
dan penurunan tonus otot.
Penyakit atau kematian orang yang dicintai dapat menimbulkan
perhatian tentang kematian diri sendiri. Individu usia dewasa tengah dapat
merasa minder dengan orang muda karena gambaran diri tentang tubuh
yang kuat dan sehat dengan energi yang tidak terbatas telah digantikan
dengan gambaran diri yang mencerminkan perubahan penuaan. Kesulitan
dalam menerima kemudahan juga disebabkan oleh ketakutan tentang efek
menopause, cerita tentang seksualitas, dan sosial serta tekanan dari media
iklan yang menggambarkan kemudaan.
Tahun usia dewasa tengah sering meluangkan waktu untuk
mengevaluasi kembali pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali
tentang diri dalam peran dan nilai hidup. Hal ini disebut krisis usia baya.
Evaluasi ulang ini dapat mencakup pilihan tentang karier dan perkawinan.
Jalan keluar yang berhasil mencakup integrasi kualitas baru ke dalam
konsep diri. Sebagian tubuh mereka yang berubah dengan lambat dan
menerima perubahan sebagai bagian dari kematangan. Orang dengan
kedewasaan emosional menyadari bahwa mereka tidak dapat kembali
menjadi muda dan menghargai bahwa masa lalu dan pengalaman mereka
sendiri adalah valid dan bermakna. Orang usia dewasa tengah yang
menerima usia mereka dan tidak mempunyai keinginan untuk kembali pada
masa-masa muda menunjukkan konsep diri yang sehat.
8. Lansia (integritas VS keputusasaan)
15
a. Perasaan positif tentang kehidupan dan arti kehidupan.
b. Tertarik untuk mempersiapkan warisan untuk generasi berikutnya.
Perubahan fisik pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap
struktur dan fungsi. Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot.
Osteoporosis, yang adalah penurunan kepadatan dan masa tulang, dapat
meningkatkan resiko fraktur dan menciptakan punuk dowanger.
Penurunan ketajaman pandangan adalah faktor yang
mempengaruhi lansia dalam berinteraksi dengan lingkungan. Proses normal
penuaan menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Kehilangan
pendengaran dapat meyebabkan perubahan kepribadian karena lansia
menyadari bahwa mereka tidak lagi menyadari semua yang terjadi atau
yang diucapkan. Kecurigaan, mudah tersinggung, tidak sabar, atau menarik
diri dapat terjadi karena kerusakan pendengaran. Sering lansia memandang
alat bantu dengar sebagai ancaman lain terhadap citra tubuh. Bagi banyak
lansia, kacamata lebih diterima secara sosial karena kacamata digunakan
oleh semua kelompok usia, tetapi alat bantu dengar dianggap sebagai bukti
langsung dari usia. Penyesuaian diri terhadap penggunaan alat bantu dengar
sulit terjadi; jika motivasinya rendah, alat bantu dengar dapat ditolak.
Kehilangan tonus kulit dengan disertai keriput dan penampilan
dapat mempengaruhi harga diri dan menyebabkan lansia merasa jelek
dalam masyarakat yang menghargai kemudaan dan kecantikan. Kultur barat
tidak terlalu mendeskriminasikan usia dan penampilan yang ditunjukkan
pada pria daripada ditunjukkan pada wanita.
Aktivitas seksual mungkin menghilang sejalan pertambahan usia,
meskipun kemampuan untuk melakukannya tetap ada. Sering lansia tidak
melakukan aktivitas seksual karena mereka tidak mempunyai pasangan.
Perubahan dalam citra tubuh dapat mengganggu aktivitas seksual karena
penolakan yang diantisipasi atau yang dirasakan oleh pasangan atau karena
ketakutan tentang ketidakmampuan untuk melakukannya, meskipun
sebagian besar riset menunjukkan bahwa tidak ada rintangan fisik.
16
Konsep diri selama masa lansia dipengaruhi oleh pengalaman
sepanjang hidup. Masa lansia adalah waktu dimana orang bercermin pada
hidup mereka, meninjau kembali keberhasilan dan kekecewaan dan dengan
demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri mereka dan
dunia membantu generasi yang lebih muda dalam cara yang positif sering
membantu lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.
Konsep diri juga dipengaruhi oleh status kesehatan yang dirasakan orang
tersebut saat ini.
Tugas perkembangan menurut Erikson:
Lahir sampai
18 bulan
Mengembangkan dasar rasa percaya pada figur ibu dan
menyamaratakannya pada orang lain.
18 bulan
sampai 3
tahun
Mencapai pengendalian diri dan kemandirian di lingkungan.
3 sampai 6
tahun
Mengembangkan perasaan berguna, kemampuan untuk
memulai dan menunjukkan aktivitas diri.
6 sampai 12
bulan
Mendapatkan rasa percaya diri dari orang terdekat, teman
sebaya, kenalan.
12 sampai 20
tahun
Menggabungkan tugas-tugas sebelumnya ke dalam perasaan
diri yang aman.
20 sampai 30
tahun
Membina hubungan yang intens dan lama dengan orang lain,
prinsip, institusi, atau usaha yang kreatif.
30 sampai 65
tahun
Mencapai tujuan hidup, perhatian terhadap kesejahteraan
generasi selanjutnya.
65 tahun
sampai
meninggal
Memperoleh makna dari kehidupannya, rasa harga diri yang
positif.
Hubungan Manusia dan Lingkungan Terkait Perkembangan Konsep Diri
Membahas tentang manusia berarti membahas tentang kehidupan
sosial dan budayanya, tentang tatanan nilai-nilai, peradaban, kebudayaan,
lingkungan, sumber alam dan segala aspek yang menyangkut manusia dan
lingkungannya secara menyeluruh.
17
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan
potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,
pertumbuhan, perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait
berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan
timbal balik, baik itu positif maupun negatif.
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya,baik
lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Manusia bernapas
memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Manusia makan, minum,
menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Seringkali
lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga sebagai
lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem
pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian individu.
Sebagai makhluk yang terbuka, manusia secara bebas memilih
situasi, melekatkan makna pada situasi tersebut, dan mengemban tanggung
jawab untuk mengambil keputusan. Manusia terlibat dalam menyesuaikan
dan meraih pencapaian diri diluar kemampuannya untuk meraih potensi
dan peluang. Melalui partisipasi bersama dengan lingkungan dan secara
bebas menganut nilai-nilai tertentu, manusia melakukan konstitusi
bersama dengan menciptakan makna dengan orang lain dan dunia, dan
menciptakan bersama diri dalam keselarasan. Manusia hidup dengan
individu-individu dahulu, individu sekarang, dan individu yang
memberikan keberhasilan semuanya secara bersamaan alam eksistensi
bersama, yang memberikan makna keselarasan.
Menurut Lerner dan Spanier dalam Nuryoto (1996:45),
perkembangan konsep diri seseorang selain ditentukan oleh kondisi
dirinya, juga dikaitkan dengan kehidupan kelompok dalam lingkungan
masyarakatnya pada setiap tahap perkembangan yang dilaluinya. Dalam
hal ini aspek sosiallah yang memengaruhi konsep diri manusia.
Konsep diri dilihat dari aspek sosial merupakan suatu penilaian
terjadinya kegiatan komunikasi dalam menjelaskan diri setiap orang dalam
memainkan peranannya pada aspek sosial. Aspek sosial
mengkomunikasikan berbagai hal yang berkaitan dengan hubungan setiap
18
diri orang dengan kondisi keluarganya, hubungannya dengan lingkungan
sekitarnya dan komunikasi yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dalam berbagai interaksinya dalam konteks status sosialnya.
Teori konsep diri yang berkaitan dengan aspek sosial, yang
digunakan adalah teori “rekayasa sosial”. Menurut Rakhmat (1999:47),
teori ini pada prinsipnya adalah teori yang mengantarkan pada perubahan
sosial yang diiliki oleh seseorang dalam menghadapi kondisi sosialnya
agar seseorang tersebut mendapatkan penilaian dan penghargaan diri.
Hal yang mendasar dalam membicarakan tentang konsep diri
terkait dengan penilaian diri dan penghargaan diri yaitu ada beberapa nilai
yang perlu dipertimbangkan. Nilai itu sangat terkait dengan eksistensi
sosial antara lain keberadaan individu dalam suatu keluarga, individu
dalam suatu lingkungan dan individu dalam berinteraksi memenuhi
kebutuhannya termasuk dalam hal ini kebutuhan untuk dinilai dan dihargai
sesuai keberadaannya dalam memainkan peranan sosial.
Mengembangkan suatu konsep diri, setiap individu berupaya
mengembangkan aspek sosialnya. Aspek sosial memainkan peran dari
setiap individu untuk memiliki nuansa yang meliputi adanya hubungan-
hubungan yang harmonis dalam mengembangkan eksistensi sosialnya
secara terpadu melalui hubungan yang harmonis dengan keluarganya,
hubungan yang berinteraksi dengan lingkungannya dan akses pemenuhan
kebutuhan sosialnya termasuk adanya keinginan dalam diri seseorang
untuk dinilai dan dihargai.
Penerapan aspek sosial dalam kaitannya dengan konsep diri yaitu
bagaimana setiap keluarga berupaya untuk menciptakan hubungan yang
harmonis diantara anggota keluarga untuk menghindari adanya keluarga
yang tidak harmonis, keluarga yang anaknya nakal, keluarga yang orang
tuanya bercerai, selingkuh, bahkan menyebabkan keluarga tersebut
berntakan (broken home), sehingga diantara keluarga tersebut eksistensi
dari konsep diri yang dimilki mengalami degradasi atau perpecahan. Untuk
itu konsep diri dari aspek sosial ditentukan oleh adanya penilaian atas diri
dan penghargaan diri.
19
Termasuk pula didalamnya pentingnya konsep diri pada aspek
sosial yang berkaitan dengan kebutuhan akan penilaian dan penghargaan
diri dalam mengatasi segala bentuk konflik yang dapat menjatuhkan harkat
dan martabat diri dan keluarga. Terjadinya perubahan sosial dalam diri
seseorang tidak terlepas dari adanya kebutuhan aktualisasi diri termasuk
kemampuan dalam mengaktualisasikan diri untuk memenuhi berbagai
kekurangan dan berkeinginan untuk memiliki kelebihan.
Maka, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep diri
pada aspek social (lingkungan) yaitu, mewujudkan eksistensi diri
seseorang dalam memperbaiki hubungan diri dan keluarganya, hubungan
diri dengan lingkungan sekitarnya dan hubungan diri terhadap pemenuhan
kebutuhannya, sehingga setiap orang memainkan peranan sesuai dengan
fungsi yang dibutuhkan untuk mendapatkan penilaian diri dan
penghargaan diri.
Psikondinamikan Terkait Perkembangan Konsep Diri
1. Id, Ego, dan Superego
Kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-
aspek psikis (contoh; motivasi, emosi), yang pada umumnya terjadi
pada anak-anak dini. Psikodinamika mencerminkan dinamika-
dinamika psikis yang menghasilkan gangguan jiwa atau penyakit jiwa.
Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan interaksi-interaksi elemen
psikis setiap individu. Seksualitas Freud sebagai sebuah dinamika,
menangkap ada bermacam-macam potensi psikopatologi dalam setiap
peta id, ego, dan superego.
Ketiga elemen psikis ini mempunyai kekhasan masing-masing
karena mereka menggambarkan tiap-tiap ide yang saling paradoks.
Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya nyaman,
karena manusia tetap saja orang yang sakit.Sebagaimana tubuh fisik
yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan batang tubuh,
Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai
struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang.
20
Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda.
Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-
sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama diantara ketiganya
sangat menentukan kesehatan jiwa individu. Ketiga sistem ini
meliputi: Id, Ego, dan Superego.
Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim,
tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang
menguasai kehidupan psikis manusia. Pada permulaan hidup manusia,
kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin dalam
kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus persen
sama identik dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apapun dan
secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, Id
itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.
Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan
apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” (the
pleasure principle). Pada Id tidak dikenal urutan waktu (timeless).
Hukum-hukum logika dan etika sosial tidak berlaku untuknya. Dalam
mimpi seringkali terlihat hal-hal yang sama sekali tidak logis atau pada
anak kecil, bisa dilihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai
berbagai keinginan. Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka
tidak mau ambil pusing tentang masuk akal-tidaknya keinginan
tersebut. Selain itu, mereka juga tidak peduli apakah pemenuhan
keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku.
Hal penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan mereka
memperoleh kepuasan.
Id merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan
Superego. Energi psikis dalam Id dapat meningkat karena adanya
rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu. Apabila energi
psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak
menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung
lama. Oleh karena itu, segeralah id mereduksikan energi tersebut untuk
menghilangkan rasa tidak enak yang dialaminya. Jadi, yang menjadi
21
pedoman dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri dari
ketidakenakan dan mengejar keenakan.
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini,
Id mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi
otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip karena sinar, dan
sebagainya, dan yang kedua adalah proses primer, seperti misalnya
ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan makanan; orang
yang haus terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti
itu adalah upaya-upaya yang dilakukan Id untuk mereduksi ketegangan
akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.
Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan
makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es
campur. Oleh karena itu, perluadanya sistem lain yang
menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian
itu ialah Ego.
Meski Id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu
memuaskannya. Subsistem yang kedua,Ego, berfungsi menjembatani
tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator
antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik.
Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat
hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi
yang normal). Ketika Id mendesak manusia untuk menampar manusia
lain yang telah menyakitinya, Ego segera mengingatkan jika hal
tersebut dilakukan, maka dirinya akan diseret ke kantor polisi karena
telah main hakim sendiri.
Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul
karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan
dunia kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan untuk menghilangkan
ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus
dapat membedakan antara khayalan dengan kenyataan tentang
makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok antara Id dan Ego. Id
22
hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara ego dapat
membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang
ada di dunia luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan Id,
Ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle) dan
berhubungan dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah
mencari objek yang tepat sesuai dengan kenyataan untuk mereduksi
ketegangan yang timbul di dalam diri. Proses sekunder ini adalah
proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses sekunder,
Ego merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan
mengujinya dengan suatu tindakan untuk mengetahui apakah
rencananya itu berhasil atau tidak.
Aktivitas Ego ini bisa sadar, prasadar atau tak disadari. Namun
untuk sebagian besar adalah disadari. Contoh aktivitas Ego yang
disadari antara lain : persepsi lahiriah (saya melihat teman saya tertawa
di ruang itu); persepsi batiniah (saya merasa sedih) dan berbagai ragam
proses intelektual. Aktivitas prasadar dapat dicontohkan fungsi ingatan
(saya mengingat kembali nama teman yang tadinya telah saya
lupakan), sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk
mekanisme pertahanan diri (defence mechanisme), misalnya individu
yang selalu menampilkan perangai temperamental untuk menutupi
ketidakpercayaan-dirinya; ketidakmampuannya atau untuk menutupi
berbagai kesalahannya.
Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang
objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri
melalui bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan
the reality principle. Sebagai contoh, ketika individu merasa lapar.
Rasa lapar ini bersumber dari dorongan Id untuk berfungsi menjaga
kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan yang dibutuhkan
nyata atau sekadar angan-angan. Baginya, ia butuh makanan untuk
memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada saat yang
bersangkutan hendak memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego
mengambil peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan tentang
23
makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari
makanan yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara untuk
mendapatkan makanan tersebut.
Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas pribadi
dan menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga
berperan memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-
konflik dengan keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain.
Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan
apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas
kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis.
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh
Sigmund Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di
atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah
mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego,
bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego. Superego ini
termasuk ego, dan seperti ego, ia mempunyai susunan psikologis lebih
kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat dengan id.
Superego dapat menempatkan diri dihadapan Ego serta
memperlakukannya sebagai objek dan caranya kerapkali sangat keras.
Bagi Ego sama penting mempunyai hubungan baik dengan Superego
sebagaimana halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego dan
superego mempunyai konsekuensi besar bagi psikis.
Seperti dikemukakan di atas, Superego merupakan sistem
kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego dapat
berupa self observation, kritik diri, larangan dan berbagai tindakan
refleksif lainnya. Superego terbentuk melalui internalisasi (proses
memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai dan norma yang represif
yang dialami individu sepanjang perkembangan kontak sosialnya
dengan dunia luar, terutama di masa kanak-kanak. Nilai dan norma
yang semula “asing” bagi individu, lambat laun diterima dan
dianggapnya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya.
Larangan, perintah, anjuran, cita-cita, dan sebagainya yang berasal dari
24
luar (misalnya orangtua dan guru) diterima sepenuhnya oleh individu,
yang lambat laun dihayati sebagai miliknya. Larangan “Engkau tidak
boleh berbohong“ Engkau harus menghormati orang yang lebih tua”
dari orangtuanya menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku harus
menghormati orang yang lebih tua”. Dengan demikian, Superego
berdasarkan nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal,
kemudian melalui proses internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut
menjadi acuan bagi perilaku yang bersangkutan.Superego merupakan
dasar moral dari hati nurani. Aktivitas superego terlihat dari konflik
yang terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari emosi-emosi, seperti
rasa bersalah, rasa menyesal, juga seperti sikap observasi diri, dan
kritik kepada diri sendiri.
Konflik antara Ego dan Superego, dalam kadar yang tidak sehat,
berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa
malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian
normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa
oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.
2. Asumsi-asumsi penting psikologi psikodinamika adalah:
1. Perilaku dan perasaan orang dewasa (termasuk masalah-masalah
psikologis) berasal dari pengalaman masa kecil.
2. Hubungan antar manusia (terutama hubungan orangtua-anak)
sangat penting dalam menentukan perasaan dan perilaku manusia.
3. Perilaku dan perasaan sangat dipengaruhi oleh makna kejadian-
kejadian dalam pikiran bawah sadar dan motif-motif bawah sadar.
4. Berlawanan dengan cabang-cabang lain dalam psikologi yang
sangat menekankan penelitian sistematis dan ilmiah, psikologi
psikodinamika mencari informasi melalui mimpi, gejala, tingkah
laku yang tidak masuk akal, dan semua ucapan pasien selama
terapi.
25
3. Penyebab umum psikodinamika gangguan jiwa:
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat
dikatakan secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab
gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini diperhatikan. Gangguan jiwa
artinya bahwa yang menonjol ialah gejala–gejala yang patologik dari
unsur psikologi. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak
terganggu.Sekali lagi yang sakit dan menderita adalah manusia
seutuhnya dan bukan hanya badannya, tetapi juga jiwanya dan
lingkunganya.Hal–hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia
konstitusi, umur dan seks, keadaan badan, keadaan psikologi,
keluarga, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan, pekerjaan,
kehamilan, dan perkawinan, kehilangan dan kematian orang yang
dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan
sebagainya.
Meskipun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada
unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di fisik
(somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psikis
(psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi
beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah
gangguan fisik ataupun jiwa. Contohnya,individu dengan depresi,
karena kurang makan dan tidur, daya tahan fisiknya mengalami
penurunan sehingga mengalami penyakit fisik.
Sebaliknya,individu dengan penyakit fisik seperti kanker yang
melemahkan, maka secara psikologisnya juga akan menurun sehingga
kemungkinan mengalami depresi. Penyakit pada otak sering
mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain adalah seorang anak yang
mengalami gangguan otak (karena kelahiran, peradangan dan
sebagainya) kemudian menjadi hiperkinetik dan sulit diasuh. Ia
mempengaruhi lingkungannya, terutama orangtua dan anggota lain
yang satu rumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling
mempengaruhi.
26
C. Pola konsep diri normal
Konsep diri normal berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental
yang dimiliki individu. Pada kondisi normal, individu memiliki kecenderungan
untuk mengumpulkan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan sehingga
membentuk diri yang positif dan akan menghindari pengalaman-pengalaman
negatifnya agar dapat mengurangi konsep negatif. Begitu juga ketika individu
memiliki konsep diri yang baik, maka dalam berhubungan interpersonal dengan
individu lain akan lebih mudah untuk bertahan dalamlingkungan. Hal ini akan
menguntungkan individu untuk beradaptasi disepanjang rentang kehidupan.
Sebaliknya, individu yang tidak memiliki konsep diri yang baik maka akan
merasa kesulitan untuk menerima berbagai tantangan kehidupan, sekaligus
memposisikan dirinya ketika harus berhubungan dengan orang lain.
Konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif (normal) dan
negatif. Potter dan Perry (2005) dalam buku Fundamental Of Nursing 6th
Edition memaparkan empat komponen konsep diri yang akan membentuk pola
konsep diri yang normal. Pemaparannya adalah sebagai berikut :
1. Identitas diri.
Identitas diri adalah integrasi permintaan individu dengan
lingkungannya untuk menemukan siapa dan akan menjadi apa dirinya.
Identitas diri meliputi kepribadian individu yang akan membedakan
dirinya dengan orang lain. Erikson(dikutip oleh Wallace, 1993)
mengemukakan bahwa remaja yang memiliki rasa identitas diri yang
positif akan mampu untuk membuat pilihan karier, nilai-nilai, dan hal lain
yang dapat diterima secara sosial dan hal tersebut akan dapat
diekspresikan secara pribadi oleh remaja tersebut. Identitas diri didapatkan
melalui pengamatan sendiri dan juga melalui apa yang dikatakan oleh
lingkungan (Stuart dan Laraia, 2001).
Identitas diri bersifat nyata dan fakta, diantaranya:nama, umur,
jenis kelamin, ras, nilai dan keyakinan, dan karakter. Untuk membentuk
sebuah identitas, setiap individu harus menjadikan tingkah laku dan
harapan sebagai suatu kesatuan yang utuh (Erikson, 1963).Pola konsep diri
27
yang normal ditandai dengan kejelasan dari identitas yang dimiliki
individu. Individu dengan identitas yang jelas meyakini dirinya sebagai
suatu pribadi unik yang memiliki jalan hidup yang berbeda dengan
individu lain sehingga secara otomatis individu tersebut akan merasa
memiliki petunjuk dan tujuan hidup yang jelas pula.
2. Gambaran atau pencitraan diri.
Pencitraan diri menunjukkan bagaimana individu melihat
penampilan, ukuran, dan kebermanfaatan dirinya, namun tidak harus sama
dengan penampilan yang terlihat dalam pandangan mata. Hal ini meliputi
perbuatan, struktur, manfaat diri, dan penampilan fisik seperti penggunaan
make up, perhiasan, dan pakaian. Pemikiran tentang gambaran diri
berkaitan dengan kesehatan, kekuatan, seksualitas, serta feminim dan
maskulin. Pencitraan diri ini dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan
afektif. Perkembangan kognitif berupa pengetahuan dan afektif berupa
sensasi, seperti lelah, sakit, dan senang. Selain itu, pencitraan diri juga
memiliki integrasi dengan lingkungan. Contohnya, tayangan media yang
sering menampilkan sosok ideal di layar kaca. Individu yang memiliki
pola konsep diri yang normal tidak akan dengan mudah terpengaruh oleh
info media tersebut. Ia akan senantiasa mendasari gambaran diri dengan
melakukan pengamatan dan memberi perhatian khusus pada keseimbangan
antara kesehatan dan penampilan dirinya.
3. Role performance.
Role performance adalah suatu cara dimana individu merasakan
kemampuannya untuk memainkan sebuah peran. Peran yang diikuti oleh
individu ini berkaitan dengan harapan dan standar tingkah laku yang
diyakini. Pada umumnya, pola ini bersifat stabil dan hanya berubah ketika
individu berada dalam usia dewasa. Individu dewasa yang sukses
menjalani perannya adalah individu yang mampu membedakan harapan
peran ideal dan kemungkinan yang realistis. Pola konsep diri yang normal
dalam hal ini ditandai dengan adanya kepuasan individu pada peran yang
28
ia miliki. Ia mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara dekat,
merasakan kegembiraan dari perannya dalam diri dan kelompok,
mempercayai orang lain, dan memasuki hubungan saling ketergantungan
dengan orang lain.
4. Harga diri.
Harga diri merupakan penilaian individu akan keberhargaan
dirinya yang didapatkan dengan menganalisis seberapa banyak kemiripan
diri dengan standar yang berlaku. Harga diri diyakini sebagai hal yang
sangat fundamental dalam evaluasi diri karena ia mewakili keseluruhan
penilaian nilai individu (Judge dan Bono, 2011). Harga diri dikatakan baik
apabila individu merasa mampu, berguna, dan kompeten (Rosenberg,
1965).
Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri dan lingkungan.
Harga diri ini pada kenyataannya dapat diperkenal kepada individu sejak
ia masih kecil. Cara terbaik untuk memperkenalkan harga diri terdiri dari
empat langkah, diantaranya: menyediakan kesempatan, menanamkan
gagasan, membangkitkan aspirasi, dan membantu mereka untuk
membangun pertahanan terhadap serangan persepsi diri. Keempat langkah
ini diharapkan dapat membimbing individu untuk mencapai pola konsep
diri yang normal. Pola konsep diri yang normal ditandai dengan adanya
penghargaan tertinggi pada harga diri dimana setiap individu meyakini
bahwa dirinya berharga sehingga ia akan senantiasa menjalani
kehidupannya dengan hal yang positif dan bermanfaat.
Konsep diri yang negatif ialah orang yang tidak mampu secara
sadar untuk dapat melihat dirinya dengan utuh dan bijak, hanya
mengetahui sedikit ciri tentang dirinya sendiri, dan tidak objektif terhadap
dirinya. Individu yang memiliki konsep diri yang negatif kurang bisa
menerima dirinya secara apa adanya sehingga kecewa terhadap
kekurangan-kekurangan pada dirinya. Individu menilai tentang dirinya
tidak akurat, bisa menduga bahwa dirinya terlalu rendah sehingga
29
mengakibatkan dirinya jauh dengan lingkungan sekitar (minder), rendah
diri atau bisa sebaliknya terlalu tinggi sehingga menjadi sombong, egois,
dan berlebihan. Selain itu, hal seperti cita-cita tidak akan masuk akal untuk
dicapainya, misalnya jika melihat orang lain bahagia, ia justru tidak
senang melihat temannya bahagia, sehingga ia berbuat sewenang-
sewenang saja untuk mencapai hal yang tidak rasional tanpa usaha yang
giat sehingga akan merasa dirinya berpikiran negatif terhadap orang lain
dan tidak memiliki jiwa yang sehat pikiran.
Secara keseluruhan, pola konsep diri yang normal akan terwujud
apabila individu berusaha menciptakan konsep diri yang positif beriringan
dengan perilaku ideal diri yang realistis. Artinya, persepsi individu tentang
bagaimana seharusnya berperilaku tidak boleh melebihi batas pencapaian
yang dapat diwujudkannya. Dalam praktik keperawatan, perawat memiliki
kewajiban untuk memulai menunjukkan rasa penerimaan terhadap diri
klien. Berhubungan dengan hal tersebut, perawat bisa menjadi role
performance,seperti cara berpakaian rapi, berinteraksi, maupun
menunjukkan harga diri, hal ini dilakukan agar tingkat pola diri normal
pada klien lebih efektif dan juga meningkatkan rasa kepercayaan diri klien
terhadap perawat.
D. Faktor yang mempengaruhi konsep diri
Konsep diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berpacu pada
komponen konsep diri.Komponen konsep diri tersebut, yaitu:
1. Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan
individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuh (ukuran, bentuk
struktur, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek) yang kontak secara terus
menerus, baik pada masa lalu maupun sekarang.Citra tubuh membentuk
persepsi individu tentang tubuh, baik secara internal maupun
30
eksternal.Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukkan
kepada tubuh.
Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang
karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang
lain.Citra tubuh juga dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan
perkembangan fisik.Perubahan perkembangan yang normal, seperti
pertumbuhan dan penuaan, mempunyai efek penampakkan yang lebih
besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep
diri.Contohnya, perbedaan citra tubuh bayi dan anak sekolah, yaitu
berjalan.Selain itu, sikap, nilai kultural dan sosial juga dapat
mempengaruhi citra tubuh. Contohnya: muda, cantik, dan utuh adalah hal
yang ditekankan dalam masyarakat di Amerika.
Jika faktor tersebut mempengaruhi konsep diri individu, maka
dapat menimbulkan gangguan citra tubuh.Gangguan citra tubuh adalah
perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan
ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang
sering kontak dengan tubuh. Faktor yang terkait adalah perubahan fisik
(terkait usia) dan efek penyakit.
2. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu (Stuart & Sudeen, 1991). Ideal diri mulai berkembang pada masa
kanak-kanak yang dipengaruhi individu yang penting pada dirinya yang
memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja.Ideal diri akan
dibentuk melalui proses identifikasi pada orangtua, guru, dan teman. Agar
individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara
persepsi diri dan ideal diri, ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu
tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi
pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 1992). Apabila faktor tersebut
mempengaruhi konsep diri individu, maka dapat menimbulkan gangguan
31
ideal diri. Gangguan ideal diri berupa ideal diri yang terlalu tinggi, sukar
dicapai, dan tidak realistis.
3. Harga diri
Harga diri berdasarkan pada faktor internal dan eksternal.Harga
diri atau rasa individu tentang nilai diri; rasa ini adalah suatu evaluasi
dimana individu membuat atau mempertahankan diri.Harga diri berkaitan
dengan evaluasi individual terhadap keefektifan di sekolah atau tempat
bekerja, di dalam keluarga, dan dalam lingkungan sosial. Keefektifan diri
berkaitan erat dengan ide harga diri (contohnya: penilaian diri tentang
kompetensi individu dalam melakukan berbagai tugas).
Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara
konsep diri individu dan ideal diri.Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan,
nilai, dan standar perilaku yang dianggap ideal dan diupayakan untuk
dicapai.Ideal diri berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang
sepanjang hidup. Ideal diri dipengaruhi oleh norma masyarakat. Secara
umum, individu yang konsep dirinya hampir memenuhi diri ideal
mempunyai harga diri yang tinggi, sementara individu yang konsep
dirinya mempunyai variasi luas dari diri idealnya mempunyai harga diri
yang rendah.
Selain itu, harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang
mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup.
Contohnya,individu dengan harga diri yang tinggi cenderung
menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya
pribadi, sedangkan individu yang harga diri rendah, ketika dirinya
berhasil, ia menganggap bahwa hal tersebut merupakan keberuntungan.
Lalu, harga diri dipengaruhi juga oleh penolakkan orangtua
(penolakkan orangtua menyebabkan anak menjadi tidak yakin pada diri
sendiri dan hubungan dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan harga
diri rendah), harapan orangtua yang tidak realistis (permintaan orangtua
dengan standar yang tidak masuk akal sering menuntut anak sebelum anak
memiliki kemampuanitu.Hal ini dapat menyebabkan harga diri rendah),
32
kegagalan yang berulang kali (kekalahan atau kegagalan yang berulang
dapat menghancurkan harga diri), kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak
realistik (ideal diri yang tidak realistis dapat menurunkan harga diri ketika
seseorang gagal mencapai ideal diri tersebut).
Faktor-faktor di atas dapat mempengaruhi konsep diri dan bisa
menyebabkan gangguan harga diri berupa perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan
dari individu berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 1992).Peran
yang ditetapkan adalah peran dimana individu tidak punya pilihan,
sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu sebagai aktualisasi diri.Harga diri yang tinggi merupakan hasil
dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri (Keliat,
1992).
Agar dapat berfungsi secara efektif dalam peran, individu harus
mengetahui perilaku dan nilai yang diharapkan, harus mempunyai
keinginan untuk memastikan perilaku dan nilai ini, dan harus mampu
memenuhi tuntutan peran.Sebagian besar individu mempunyai lebih dari
satu peran (peran orangtua, anak, teman, saudara). Setiap peran mencakup
pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini
mengarah pada penghargaan.Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan
ini menyebabkan tidak diterima.
Faktor yang mempengaruhi peran, yakni peran berlebihan, citra
tubuh, perubahan fisik, faktor sosial, stereotip jenis kelamin (Stereotip atau
pandangan umum mengenai jenis kelamin dapat mempengaruhi
penampilan peran seseorang), tuntutan peran kerja, harapan peran budaya
di sekitarnya.Apabilafaktor-faktor tersebut mempengaruhi konsep diri
individu maka dapat menyebabkan gangguan penampilan peran.
Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhentinya fungsi
33
peran, disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus
hubungan kerja. Gangguan penampilan peran muncul ketika perubahan
tidak diterima oleh individu.
5. Identitas
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart & Sudeen, 1991).
Individu yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan
memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari
perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan, dan penyesuaian
diri.Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.Identitas
diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri.Contohnya, anak mengidentifikasi pertama kali
dari orangtua, lalu guru, teman, dan pahlawan pujaan.
Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk membawa
semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren,
konsisten, dan unik.Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan
dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.Hal yang penting dalam identitas
adalah jenis kelamin (Keliat, 1992).
Faktor yang mempengaruhi identitas personal: ketidakpercayaan
orangtua (ketidakpercayaan orang tua dapat tidak menghargai opini anak
dan menyebabkan anak ragu-ragu, menuruti kata hati, dan bertindak agar
mencapai beberapa identitas. Ketika orang tua tidak mempercayai anak,
anak akan menghilangkan rasa hormat terhadap orang tua. Hal ini dapat
menyebabkan konflik antara orang tua dan anak), tekanan dari kelompok
sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.Apabila faktor-faktor tersebut
mempengaruhi konsep diri individu, maka dapat terjadi gangguan
identitas.Gangguan identitas adalah kekaburan atau ketidakpastian
memandang diri sendiri, penuh keraguan, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
34
E. Rentang respon konsep diri
Kehidupan dilalui oleh setiap individu mengundang berbagai stresor
internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keseimbangan dalam
dirinya, sehingga setiap individu memiliki respon diri terhadap stresor yang ada
dan hal tersebut dapat dinilai berdasarkan suatu rentang respon konsep
diri(Potter & Perry, 2005). Respon yang terjadi dapat bersifat adaptif atau
maladaptif. Hal ini tergantung bagaimana setiap individu dapat merespon
terhadap hal yang terjadi pada dirinya. Semakin adaptif maka individu tersebut
dapat merespon dan memanfaatkan konsep yang ada pada dirinya dengan baik.
Namun sebaliknya, jika respon yang diberikan bersifat maladaptif maka dapat
terjadi kekacauan perilaku(Stuart &Laraia, 2001).
Rentang Respon Konsep Diri
1. Aktualisasi diri.
Aktualisasi diri merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling
baik atau adaptif terhadap konsep diri manusia.Aktualisasi diri adalah
suatu implementasi dan kesadaran individu terhadap potensi sebenarnya
yang dimiliki manusia tersebut (Stuart &Laraia, 2001). Selain itu,
aktualisasi juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk
mengatur diri dan otonomi sendiri serta bebas dari tekanan luar dan
merupakan hasil dari kematangan diri(Asmadi, 2008), sehingga dapat
disimpulkan bahwa aktualisasi diri adalah suatu perkembangan
kemampuan untuk melakukan yang terbaik yang paling tinggi dengan
menggunakan potensi, bakat, kapasitas, kualitas yang terbaik dan dimiliki
35
Respon Adaptif ResponMaladaptif
AktualisasiDiri
Konsep DiriPositif
Harga DiriRendah
Kerancuan Indentitas
Depersonalisasi
oleh individu sehingga membuat keberadaannya dapat diakui dan dihargai.
Hal tersebut dapat membuat individu memiliki konsep diri yang terus
berkembang menuju kematangan.
2. Konsep diri positif.
Hal ini merupakan penilaian terhadap kepribadian sehat individu
yang tercermin pada citra tubuh yang positif, ideal diri terhadap cara
berperilaku, harga diri yang tinggi, penampilan peran yang memuaskan,
dan identitas diri yang jelas(Stuart &Laraia, 2001). Individu yang
memiliki konsep diri yang positif menunjukkan bahwa ia menilai dirinya
secara positif sehingga akan menimbulkan sikap positif dalam kehidupan
sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat dari kepribadian yang selalu optimis,
percaya diri yang baik, berani, serta bersikap dan berfikir positif. Citra diri
yang positif akan membuat individu berani mengoptimalkan sisi lain
secara positif pula yang dapat mengarah pada aktualisasi diri(Murdoko,
2006).
3. Harga diri rendah.
Perasaan harga diri rendah merupakan awal dari respon konsep diri
yang negatif pada individu.Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri sesuai dengan ideal diri atau harapan yang menghasilkan
perasaan berharga (Potter & Perry, 2005). Harga diri yang rendah terjadi
ketika individu merasa dirinya gagal dan tidak berharga untuk dapat
diterima oleh orang lain dan lingkungannya. Hal ini diakibatkan oleh
perasaan yang terus menerus negatif terhadap diri sendiri sehingga
menyebabkan hilangnya kepercayaan dan kemampuan diri.
4. Kerancuan identitas.
Kerancuanidentitasmerupakansuatukegagalanindividuuntukmengin
tegrasikanberbagaiidentifikasimasakanak-
kanakkedalamkepribadianpsikososialdewasa yang harmonis.Kerancuan
identitas adalah kegagalan individu untuk memaknai kepribadian
36
psikososial dirinya. Tanda dan gejala yang biasa ditemukan yaitu
sifatkepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif,
perasaanhampa, kerancuan gender, tingkatkecemasan yang tinggi, dan
ketidakmampuanuntukempatiterhadap orang lain (Learry & Tangney,
2012).
5. Depersonalisasi.
Depersonalisasi adalah suatu bentuk perasaan asing dan tidak
realistis terhadap diri sendiri. Biasanya individu mengalami kesulitan
untuk membedakan diri sendiri dengan orang lain dan merasa tubuhnya
merupakan sesuatu yang asing bagi dirinya. Contohnya, jika individu
merasa berada di luar tubuhnya sendiri atau suara mereka terdengar asing
bagi mereka sendiri.Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kecemasan, stres, dan
kegagalan dalam penilaian secara realistis. Penderita depersonalisasi
memiliki beberapa tanda dan gejala antara lain, aspek afektif (kehilangan
identitas diri, perasaan tidak aman, takut, malu, terisolasi yang kuat),
aspek perseptual (halusinasi pendengaran dan penglihatan, kebingungan
tentang seksualitas diri, gangguan citra tubuh, dan sulit membedakan diri
sendiri dan orang lain), aspek kognitif (bingung, disorientasi waktu,
gangguan berpikir, daya ingat, dan penilaian), serta aspek perilaku (emosi
pasif dan tidak berespon, kurang spontanitas, dan menarik diri secara
sosial) (Stuart &Laraia, 2001).
F. Konsep berduka kehilangan dan kaitannya dengan konsep diri
1. Konsep berduka kehilangan
a. Definisi kehilangan
Menurut Potter & Perry (2005), kehilangan dan kematian
adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan
unik secara individual. Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan
yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan
maturasional (maturational losses) adalah suatu bentuk dari
37
kehilangan yang penting dan melibatkan semua harapan hidup yang
secara normal berubah di sepanjang kehidupan.Rasa kehilangan yang
terlihat tidak diperlukan dan secara tiba-tiba, kejadian yang tidak
diperkirakan tersebut dapat menyebabkan rasa kehilangan
situasional.Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau individu tidak dapat
lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan.Kehilangan
yang bersifat aktual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya
seorang dewasa yang kehilangan pasangan akibat bercerai.Kehilangan
yang dirasakan itu kurang nyata dan bisa disalahartikan, seperti
kehilangan kepercayaan diri.
b. Kategori kehilangan
Kehilangan dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:
1) Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal mencakup segala kepemilikan
yang telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak
karena bencana alam.Kedalaman berduka yang dirasakan individu
terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki
individu tersebut terhadap benda yang dimilikinya dan kegunaan
benda tersebut.
2) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari
lingkungan yang telah dikenal mencakup meninggalkan
lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen.Kehilangan melalui perpisahan dari
lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi
maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah
perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah
akibat bencana alam atau mengalami cedera.
38
3) Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, anak, pasangan,
saudara, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Kehilangan dapat
terjadi akibat perpisahan, pindah, melarikan diri dan kematian.
4) Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh,
fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan bagian tubuh
mencakup anggota gerak, mata, dan payudara.Kehilangan fungsi
fisiologis mencakup kehilangan kontrol organ tubuh, mobilitas,
dan fungsi sensoris.Kehilangan fungsi psikologis termasuk
kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, respeks,
atau cinta.Kehilangan aspek diri dapat terjadi akibat penyakit,
cedera, atau perubahan perkembangan.
5) Kehilangan hidup
Individu yang menjalani hidup akan berakhir dengan
kematian. Perhatian utama bukan pada kematian itu sendiri
melainkan nyeri dan kehilangan kontrol.Kematian menimbulkan
respon yang berbeda terhadap setiap individu.Individu yang
mengalami penyakit kronik lama dapat mengalami kematian
sebagai suatu peredaan, sedangkan individu lain takut perpisahan,
dilalaikan, kesepian, atau cedera.
c. Definisi berduka
Berduka merupakan respon emosional melalui proses
berkabung terhadap rasa kehilangan yang dimanifestasikan melalui
cara yang khusus berdasarkan pengalaman personal, budaya, dan
kepercayaan spiritual (Hooyman dan Kramer, 2006) dalam (Perri dan
Potter, 2005).
39
d. Kategori Berduka
1) Berduka yang normal
Berduka yang normal merupakan reaksi terhadap kematian
yang paling umum. Gaya adaptasi (seperti daya tahan, ketabahan,
dan pengkontrolan diri) sama dengan kemampuan untuk
merasakan kehilangan dan menemukan manfaat dari rasa
kehilangan, merupakan faktor-faktor yang dapat membantu dan
bermanfaat (Holland et al.,2006; Ong et al.,2006; Onrus et
al.,2006; Matthews, 2007) dalam (Perry & Potter, 2010).
Penelitian terakhir menemukan bahwa penerimaan
(acceptance), ketidakpercayaan (disbelief), kerinduan (yearning),
marah (anger), dan depresi ditunjukan dalam proses berduka yang
normal (Maciejewski et al.,2007) dalam (Perry & Potter, 2010).
2) Berduka komplikasi
Pada berduka komplikasi, berduka yang dirasakan individu
berkepanjangan.Berduka berkomplikasi lebih sering terjadi pada
keadaan adanya hubungan yang bermasalah dengan orang yang
sudah meninggal, masalah kesehatan mental, atau kurangnya
dukungan sosial.
3) Berduka yang diantisipasi
Berduka yang diantisipasi (anticipatory grief) merupakan
suatu proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi”
sebelum kematian terjadi (Corless, 2006) dalam (Perry & Potter,
2010).
e.Teori Berduka
1) Teori Kübler-Ross
Teori Kübler-Ross (1969) menggambarkanlima tahap
kematian. Pada tahap penyangkalan (denial), individu bertindak
seperti tidak terjadi sesuatu dan menolak kenyataan adanya rasa
40
kehilangan.Ketika mengalami tahap kemarahan (anger) terhadap
rasa kehilangan, individu mengungkapkan pertahanan dan
terkadang merasakan kemarahan yang hebat kepada Tuhan,
individu lain, atau situasi.Tawar menawar (bargaining) melindungi
atau menunda realitas kehilangan dengan mencoba mencegahnya
terjadi.Tahap depresi (depression) terjadi ketika kehilangan
disadari dan timbul dampak nyata dari kehilangan tersebut.Karena
mengalami hal yang buruk, mereka terkadang menarik diri dari
hubungan dan kehidupan.Pada tahap terakhir dicapai suatu
penerimaan.Pada tahap penerimaan, individu memasukkan rasa
kehilangan dalam hidupnya dan menemukan cara untuk bergerak
maju.
2) Teori Bowbly
Teori kasih sayang Bowbly (1980) menggambarkan
pengalaman berkabung.Bowbly menggambarkan empat fase
berkabung.
a) Fase pertama, yaitu mati rasa (numbing), fase berkabung
yang paling singkat berlangsung dari beberapa jam sampai
satu minggu atau lebih. Individu yang berduka
menggambarkan sebagai perasaan “yang menyebabkan
pingsan”.
b) Ledakan kesedihan yang bersifat emosional merupakan
karakteristik fase kedua kehilangan, yaitu kerinduan dan
pencarian(yearning and searching). Gejala fisik yang
sering ditemukan dalam fase ini, seperti sesak dada dan
tenggorokan, napas pendek, perasaan lesu, sulit tidur, dan
tidak nafsu makan.
c) Fase ketiga, yaitu kekacauan dan
keputusasaan(disorganization and despair), individu
mencari tahu penyebab kehilangan tersebut terjadi dan
mengungkapkan kemarahan pada individu lain yang
41
sepertinya bertanggung jawab terhadap rasa kehilangan
tersebut. Namun secara bertahap, individu menyadari
bahwa kehilangan bersifat permanen.
d) Dengan reorganisasi yang biasanya memakan waktu satu
tahun atau lebih, individu mulai menerima perubahan,
menerima peran yang belum dikenal, membutuhkan
keterampilan baru, dan membangun hubungan baru.
3) Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan kembali respons berduka
menjadi tiga kategori:
a) Penghindaran, dimana terjadi syok, menyangkal, dan
ketidakpercayaan;
b) Konfrontasi, dimana terjadi luapan emosi ketika klien
berulang melawan kehilangan;
c) Akomodasiketika terdapat secara bertahap penurunan rasa
berduka yang akut dan mulai memasuki kembali secara
emosional dan sosial dunia sehari-hari.
2. Kaitan berduka kehilangan dengan konsep diri
Kehilangan dapat mengancam konsep diri individu, seperti kehilangan
terhadap lingkungan yang sudah dikenal melalui situasi maturasional,
misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah perawatan.Perawatan dalam
rumah perawatan mengakibatkan isolasi dari kejadian rutin yang biasanya
seorang lansia tersebut lakukan di lingkungan sebelumnya.Hal tersebut dapat
menimbulkan kejenuhan dan kesepian akibat lingkungan baru yang tidak
dikenal sehingga dapat mengancam harga diri dan membuat berduka menjadi
lebih sulit.
Kehilangan aspek dalam diri secara fisik, fisiologis, atau psikologis
dapat menurunkan kesejahteraan individu.Orang tersebut tidak hanya
mengalami kedukaan akibat kehilangan, tetapi juga dapat mengalami
perubahan citra tubuh.Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan persepsi
42
negatif tentang penampilan fisik mereka.Perasaan malu yang kuat, kesadaran
diri dan ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah
perilaku menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran
negatif, seperti visual menghindari kontak dengan sisa ekstremitas,
mengabaikan kebutuhan perawatan diri dari sisa ekstremitas dan
menyembunyikan sisa ekstremitas lain. Pada akhirnya, reaksi negatif tersebut
berkontribusi untuk meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).
Perubahan citra tubuh juga dapat mempengaruhi identitas dan harga
diri. Misalnya individu yang kehilangan anggota geraknya lebih memiliki
ketergantungan pada orang lain atau kehilangan pekerjaannya. Hal tersebut
mengganggu konsep diri individu tersebut.
Menurut Perry & Potter (2010), berduka karena kematian dapat
menimbulkan kerinduan berupa pencarian terhadap orang yang sudah
meninggal. Hal tersebut merupakan perasaan negatif yang paling sering
ditemukan, puncaknya terjadi sekitar dua bulan setelah rasa kehilangan.Emosi
yang negatif (marah dan depresi) mencapai puncaknya sekitar empat bulan
dan menurun sekitar enam bulan.Emosi yang negatif dapat menimbulkan stres
pada individu yang berduka.Stres berkepanjangan dapat menghalangi
kemampuan untuk adaptif.Respon maladaptif tersebut dapat menimbulkan
harga diri rendah, kerancuan identitas, dan depersonalisasi yang mengganggu
konsep diri individu.
G. Proses keperawatan konsep diri
1. PengkajianDalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan data objektif
dan subjektif yang berfokus pada konsep diri, baik aktual maupun
potensial. Data objektif berupa perilaku yang diperlihatkan oleh klien,
seperti preokupasi terhadap perubahan citra tubuh, keengganan untuk
mencoba hal-hal baru, serta interaksi verbal maupun non verbal antara
klien dengan orang lain. Data subjektif berupa persepsi orang terdekat,
seperti teman atau keluarga klien tentang diri dan lingkungan klien berada.
43
Pengkajian meliputi:
a. Tanda dan gejala
Memperlihatkan tanda dan gejala dari salah satu atau lebih
gangguan konsep diri:
1) Gangguan konsep diri
a) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan
terjadi.
c) Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d) Persepsi negatif pada tubuh.
e) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
f) Mengungkapkan keputusasaan.
g) Mengungkapkan ketakutan.
2) Kerancuan identitas
a) Sifat kepribadian yang bertentangan.
b) Hubungan interpersonal eksploitatif.
c) Perasaan hampa.
d) Kerancuan gender.
e) Tingkat kecemasan yang tinggi.
f) Ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain.
3) Harga diri rendah
a) Mengkritik diri sendiri.
b) Perasaan tidak mampu.
c) Pandangan hidup yang pesimis.
d) Penurunan produktifitas.
e) Penolakan terhadap kemampuan diri.
4) Gangguan ideal diri
44
a) Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya.
b) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Gangguan penampilan peran
a) Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.
b) Ketidakpuasan peran.
c) Kegagalan menjalankan peran yang baru.
d) Ketegangan menjalankan peran yang baru.
e) Kurang tanggung jawab.
f) Apatis atau bosan atau jenuh dan putus asa.
6) Depersonalisasi
a) Kehilangan identitas diri.
b) Perasaan tidak aman, takut, malu.
c) Halusinasi pendengaran dan penglihatan.
d) Kebingungan tentang seksualitas diri sendiri.
e) Bingung.
f) Disorientasi waktu.
g) Emosi pasif dan tidak berespons.
h) Kurang spontanitas.
i) Kehilangan kemampuan untuk memulai dan membuat
keputusan.
b. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang
objektif dan teramati serta bersifat subjektif dan dunia dalam klien
sendiri. Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah,
keracuan identitas, dan deporsonalisasi.
2) Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural.
45
3) Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi
ketidakpercayaan orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan dalam struktur sosial.
c. Stresor pencetus
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian mengancam kehidupan.Ketegangan peran
hubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu
mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran:
1) Transisi peran perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada
identitas.Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan
menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda.Hal ini dapat
merupakan stresor bagi konsep diri.
2) Transisi peran situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah
atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian,
misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orangtua.Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang
dapat menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran, peran
tidak jelas atau peran berlebihan.
3) Transisi peran sehat atau sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran
diri dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep
diri.Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep
diri, yaitu gambaran diri, identitas diri, peran, dan harga
diri.Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor psikologis,
sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien
terhadap ancaman.
46
d. Sumber-sumber koping
Setiap individu mempunyai kelebihan personal sebagai sumber
koping, meliputi :
1) Aktifitas olahraga dan aktifitas lain diluar rumah.
2) Hobi dan kerajinan tangan.
3) Seni yang ekspresif.
4) Kesehatan dan perawatan diri.
5) Pekerjaan atau posisi.
6) Bakat tertentu.
7) Kecerdasan.
8) Imajinasi dan kreativitas.
9) Hubungan interpersonal.
e. Mekanisme koping
1) Pertahanan koping dalam jangka pendek: cenderung menggunakan
problem-solving focused coping (individu secara aktif mencari
solusi dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stres) dalam menghadapai masalah-masalah yang
menurutnya bisa dikontrol, seperti masalah yang berhubungan
dengan sekolah atau pekerjaan.
2) Pertahanan koping jangka panjang.
Contoh: individu menggunakan strategi emotion-focused
coping (individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur
emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang
akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh
tekanan) ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang
menurutnya sulit dikontrol, seperti masalah-masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker
atau AIDS.
47
3) Mekanisme pertahanan ego.
Untuk mengetahui persepsi individu tentang dirinya, maka
individu tersebut harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
a) Persepsi psikologis:
(1) Bagaimana watak saya sebenarnya?
(2) Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
(3) Apakah yang sangat mencemaskan saya?
b) Persepsi sosial:
(1) Bagaimana orang lain memandang saya?
(2) Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
(3) Apakah mereka membenci atau menyukai saya?
c) Persepsi fisik:
(1) Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya?
(2) Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
(3) Apakah tubuh saya kuat atau lemah?
Pendekatan dan pertanyaan dalam pengkajian sesuai dengan faktor yang
dikaji :
a. Identitas:
Dapatkah Anda menjelaskan siapa diri Anda pada orang lain,
karakteristik dan kekuatan Anda?
b. Body image:
1) Dapatkah anda menjelaskan keadaan tubuh anda kepada saya?
2) Apa yang paling anda sukai dari tubuh Anda?
3) Apakah ada bagian dari tubuh Anda, yang ingin Anda ubah?
c. Self esteem:
1) Dapatkah Anda katakan apa yang membuat Anda puas?
2) Ingin jadi siapakah Anda?
3) Siapa dan apa yang menjadi harapan Anda?
4) Apakah harapan itu realistis?
48
5) Siginifikan: Apa respon Anda saat Anda tidak merasa dicintai dan
tidak dihargai?
6) Siapakah yang paling penting bagi Anda?
7) Competence: Apa perasaan Anda mengenai kemampuan dalam
mengerjakan sesuatu untuk kepentingan hidup Anda?
8) Virtue: Pada tingkatan mana Anda merasa nyaman terhadap jalan
hidup bila dihubungkan dengan standar moral yang dianut?
9) Power: Pada tingkatan mana Anda perlu harus mengontrol apa
yang terjadi dalam hidup Anda?Apa yang kamu rasakan?
d. Role Performance:
1) Apa yang anda rasakan mengenai kemampuan Anda untuk
melakukan segala sesuatu sesuai peran Anda?
2) Apakah peran saat ini membuat anda puas?
2. Diagnosa
Klien dengan batasan karakteristik untuk gangguan konsep diri
mungkin menunjukkan diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan
defisiensi identitas, citra tubuh, harga diri, atau kinerja peran.Perawat
harus cermat membuat diagnosis yang akurat berdasarkan data kajian
misalnya, pertimbangan klien tentang diagnosa penyakit paru
kronis.Perawat mungkin cepat berasumsi klien mempunyai citra tubuh
yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi tubuh.Dari pengkajian
seluruh komponen konsep diri dapat disimpulkan masalah keperawatan,
yaitu:
a. Gangguan harga diri: harga diri rendah situasional atau kronik.
b. Gangguan citra tubuh.
c. Ideal diri tidak realitas.
d. Gangguan identitaspersonal.
e. Perubahan penampilan peran.
f. Ketidakberdayaan.
g. Isolasi sosial:menarik diri.
h. Risiko perilaku kekerasan.
49
3. Perencanaan
Setelah melakukan diagnosa, perawat, klien, dan keluarganya harus
merencanakan perawatan yang diarahkan pada membantu klien meraih
kembali atau mempertahankan konsep diri yang sehat.Rencana perawatan
didasarkan pada tujuan dan hasil yang diperkirakan.Jika klien dirawat
dalam waktu yang singkat di fasilitas perawatan kesehatan, mungkin tidak
cukup waktu yang tersedia untuk membentuk kembali citra tubuh,
sehingga jika klien tidak dapat menyelesaikan masalah sampai waktu
pemulangan, rujukan ke sumber komunitas harus dianjurkan.Contohnya,
klinik kesehatan komunitas psikiatri, kelompok pendukung, dan layanan
konseling keluarga.
Setelah menentukan tujuan perawatan, perawat merencanakan
strategi yang ditujukan untuk penyelesaian diagnosa
keperawatan.Contohnya, dalam kasus gangguan citra tubuh berhubungan
dengan persepsi negatif terhadap diri setelah histerektomi, maka intervensi
perawat ditujukan untuk membantu klien mencapai kembali
feminimitasnya dan menerima perubahan fisiknya. Strategi yang dibuat
yaitu klien membutuhkan dukungan untuk memahami sifat penyakit dan
mengenali bahwa kehidupan normal akan dapat dipertahankan.
Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil yang diharapkan, dan
intevensi untuk klien dengan gangguan konsep diri.Intervensi difokuskan
untuk membantu klien dalam mengadaptasi stresor yang menyebabkan
gangguan konsep diri dan dorongan perkembangan metoda koping.
Contoh rencana asuhan keperawatan untuk gangguan konsep diri:
Diagnosa keperawatan: Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan
persepsi negatif tentang diri setelah menjalani mastektomi.
Definisi: Gangguan citra tubuh adalah gangguan dalam caraindividu
menyerap citra tubuhnya.
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan Klien Ajarkan Dengan memberikan
50
mengungkapka
n aspek positif,
dan realitas
tentang citra
tubuhnya
sampai waktu
pemulangan
(diperkirakan
24/3)
menyatakan
efek positif
dari
pembedahan
sampai 22/3
Klien mampu
melihat insisi
operasinya
sampai 24/3
tentang efek
fisik dan
fisiologi dari
histerektomi
abdominal
(19/3)
Berikan
dorongan
pada klien
untuk
memandang
dan
menyentuh
area
abdomen
selama mandi
informasi yang jelas
tentang efek setelah
histerektomi
menghilangkan salah
pengertian dan mitos
yang diakibatan oleh
pembedahan. Hal ini
juga menekankan
aspek positif
prosedur. Dengan
melibatkan anggota
keluarga akan
membantu
memastikan
penegasan informasi
dan dukungan bagi
klien.
Mempersonalisasikan
kehilangan bagian
tubuh
4. Implementasi
51
Menciptakan lingkungan dan hubungan yang terapeutik serta
mendukung penggalian diri penting untuk mengintervensi klien yang
mempunyai masalah konsep diri.Perawat harus jelas dan tulus
menunjukkan perawatannya kepada klien. Kemudian akan berkembang
rasa saling percaya untuk memberdayakan perawat bermitra dengan klien
dalam menetapkan intervensi.
a. Menciptakan lingkungan terapeutik
Klien membutuhkan lingkungan yang aman, tidak menghakimi,
dan mendukung. Cara untuk menciptakan dukungan adalah menerima
klien dan memahami bahwa kemarahan yang ditujukan pada individu
atau hal lain bukan di bawah kontrol individu sering ditujukan pada
orang terdekat.
Aktivitas perawatan kesehatan sehari-hari dapat menurunkan
konsep diri klien karena klien mengalami perubahan peran dan
penurunan harga diri (ketergantungan pada pemberi
perawatan).Dengan mendorong kunjungan dari teman-teman dan
keluarga, klien terbantu untuk mempertahankan peran yang lazim
diterimanya.
b. Membina hubungan terapeutik
Pada kasus klien dengan gangguan harga diri, penting untuk
menetapkan perasaan penerimaan terhadap individu, menciptakan rasa
harmoni dengan cara yang hangat, ramah, senyum, dan kontak mata.
Cara membina hubungan terapeutik:
1) Jangan menghakimi, tunjukkan penerimaan terhadap klien.
2) Bangun hubungan berdasarkan minat atau pengalaman yang
lazim saat interaksi.
3) Beri klien perhatian penuh, dengarkan dengan cermat, dan
tunjukkan bahwa perawat memiliki waktu untuk mendengarkan.
4) Adopsi terminologi klien sebanyak mungkin.
c. Mendukung eksplorasi diri
52
Dorongan eksplorasi diri klien tercapai dengan menerima perasaan
dan pikiran klien dengan membantu klien mengklarifikasi interaksi
dengan orang lain dan empati. Dorongan ini menguatkan konsep diri
klien, mengurangi ansietas, dan menunjukkan bahwa klien mempunyai
kontrol.Bantu klien mengevaluasi diri mencakup membantu klien
mendefinisikan masalah dan mengidentifikasi mekanisme koping
positif dan negatif.
Perawat bekerja sama dengan klien untuk menganalisis respon
adaptif dan maladaptif, membedakan alternatif, dan mendiskusikan
hasil. Stuart dan Sundeen (1991) dalam Potter dan Perry (2005),
menyimpulkan intervensi keperawatan yang tepat untuk
mengikutsertakan klien dalam mengeksplorasi diri:
1) Peningkatan kesadaran diri.
2) Eksplorasi diri.
3) Evaluasi diri.
4) Perumusan tujuan yang realistik.
5) Tanggung jawab pada tujuan dan pencapaian melalui tindakan.
6) Pengenalan terhadap pencapaian tujuan dan evaluasi terhadap
tujuan yang tidak tercapai.
7) Perumusan kembali rencana untuk mencapai tujuan.
Contoh tindakan keperawatan:
Setiap tingkat intervensi mencakup tujuan dan tindakan klien
khusus. Salah satu contoh tingkat intervensi keperawatan untuk gangguan
konsep diri:
Prinsip Rasional Tindakan keperawatan
Bekerja dengan
sumber yang dimiliki
klien
Beberapa sumber,
seperti kontrol diri
dan persepsi diri,
dibutuhkan sebagai
dasar untuk asuhan
1) Pastikan identitas.
2) Berikan tindakan
pendukung untuk
mengurangi
ansietas.
3) Perlakuan klien
53
Memaksimalkan
partisipasi klien dalam
hubungan terapeutik.
keperawatan lanjut
Kebersamaan perlu
untuk klien
melakukan tanggung
jawab tertinggi untuk
perilaku dan respon
koping.
dalam cara tindak
melanjut.
4) Terima dan
upayakan untuk
mengklarifikasi
komunikasi verbal
atau nonverbal.
5) Cegah isolasi
klien.
6) Bantu menetapkan
rutinitas
sederhana.
7) Bantu menyusun
batasan pada
perilaku yang
tidak tepat.
1) Secara bertahap
tingkatkan
aktivitas dan tugas
yang memberikan
pengalaman
positif.
2) Bantu dalam
higiene personal
dan berpakaian.
3) Dorong klien
untuk merawat
diri.
4) Secara bertahap
tingkatkan
partisipasi klien
54
dalam keputusan
yang
mempengaruhi
perawatan.
5) Tunjukkan bahwa
klien adalah
individu yang
bertanggung
jawab.
5. Evaluasi
Keberhasilan dalam memenuhi setiap tujuan klien memerlukan
penggunaan kriteria evaluasi objektif.Hasil yang diinginkan klien dengan
gangguan konsep diri dapat mencakup pernyataan penerimaan diri dan
penerimaan terhadap perubahan dalam penampilan atau fungsi.Interaksi
sosial, perawatan diri yang adekuat, penerimaan penggunaan atau
prostetik, dan pernyataan yang menunjukkan pemahaman tentang
penyuluhan, semua menunjukkan kemajuan.Sikap positif ke arah
rehabilitasi dan peningkatan gerakan ke arah kemandirian memudahkan
kembalinya pada peran sebelumnya.Pengaturan ulang konsep diri
memerlukan waktu.Meskipun perubahan lambat, perawatan klien dengan
gangguan konsep diri dapat memberikan dampak positif.
55
BAB 3
KASUS
Kasus
Seorang wanita 25 tahun, dirawat di ruang bedah untuk rencana operasi
pengangkatan rahim satu minggu yang akan datang. Saat bertemu perawat, pasien
mengatakan tidak bisa tidur dan sudah dua hari mengalami diare. Klien tampak
bicara cepat dan sering meremas tangan. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
menunjukkan tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 100x/menit, pernapasan
25x/menit. Suami pasien mengatakan sudah menikah selama enam tahun, namun
belum dikarunia anak. Mertua pasien mengharapkan cucu karena suami pasien
merupakan anak tunggal.
Pembahasan
A. Pengkajian
Proses pengkajian merupakan tahapan terpenting dalam asuhan
keperawatan. Pada tahap ini, perawat harus melihat secara komprehensif
biopsikososial klien dari sikap, perilaku, dan perasaan klien. Segala bentuk
perilaku klien yang menunjukkan perubahan konsep diri dapat dilihat dari
beberapa indikator, diantaranya identitas diri, citra diri, dan penampilan peran.
Pengkajian klien dimulai dari data subjektif yang ditunjukkan oleh
klien, berupa perubahan sikap seperti klien bicara cepat dan sering meremas
tangan, perubahan kesehatan yaitu sudah dua hari mengalami diare, dan
perubahan perilaku tidak bisa tidur. Selain pengamatan secara subjektif,
perawat juga mendapatkan data objektif yaitu tanda-tanda vital klien yang
menunjukkan TD 150/100 mmHg, nadi 110x/menit, serta pernapasan
56
25x/menit. Berdasarkan data objektif yang didapatkan, semuanya tidak
normal.
Data subjektif maupun objektif yang telah didapatkan perawat, dapat
dikatakan bahwa klien sedang mengalami gangguan kesehatan biopsikososial.
Berdasarkan data-data tersebut, bila merujuk pada NANDA 2012-2014, klien
mengalami ansietas. Hal ini dapat ditunjukkan pada perilaku klien yang tidak
bisa tidur, secara fisiologis dapat dilihat bahwa klien berbicara dengan cepat
sambil meremas tangannya. Selain itu, dapat dilihat juga dari efek simpatis,
pada klien yang ansietas, jantung akan berdebar-debar dan tekanan darahnya
akan meningkat seperti pada kasus 150/100 mmHg, begitu pun dengan
peningkatan nadi 110x/menit yang normalnya hanya 80-100x/menit,
peningkatan pernapasan hingga 25x/menit, dan klien juga mengalami diare
selama 2 hari. Seseorang yang sedang mengalami ansietas, kebutuhan
energinya akan meningkat. Meningkatnya kebutuhan energi pada tubuh, akan
mengganggu proses pencernaan klien. Gangguan yang terjadi berupa gerakan
peristaltik yang semakin cepat, namun kegiatan absorpsi air melemah,
sehingga ekskresi fekal yang berlebihan.
Beberapa tanda perubahan tersebut dapat mengindikasikan bahwa
klien pada saat itu mengalami perubahan konsep diri aktual, salah satunya
dengan menunjukkan ansietas. Ansietas muncul sebelum klien mengalami
histerektomi. Ketika klien merasa takut berhadapan dengan ancaman fisik
seperti tingkat keberhasilan proses pembedahan tersebut. Ansietas sebelum
pembedahan biasanya juga mengalami perasaan yang tidak menentu dan tidak
diketahui oleh individu secara tidak sadar, bila pada kasus sebelum menjalani
histerektomi (Judith & Nancy, 2012).Selain ansietas, klien juga berisiko
mengalami harga diri rendah. Hal ini ditunjang oleh penampilan diri klien di
masa yang datang karena klien telah kehilangan rahimnya. Oleh karena itu,
perlu penananganan lebih lanjut pasca histerektomi, agar kepercayaan diri
klien tetap terjaga.
Asuhan Keperawatan
57
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Evaluasi
Ansietas • Ansietas
berkurang dalam
waktu 2 hari,
dibuktikan
dengan tingkat
ansietas ringan
hingga sedang,
gejala diare,
susah tidur,
bicara cepat, dan
meremas tangan
dapat berkurang.
Klien
menunjukkan
pengendalian diri
terhadap
ansietas,
konsentrasi, dan
dapat
melaksanakan
kopingnya.
•Klien dapat
melakukan
aktivitas sehari-
hari meskipun
dalam kecemasan
seperti makan.
• Klien dapat
mengidentifikasi
gejala-gejala
1. Bimbingan
antisipasi ansietas dan
harga diri rendah
dengan
mempersiapkan klien
menghadapi
gangguan konsep diri
dengan melakukan
hubungan terapeutik
antara keluarga dan
klien.
2. Beri dukungan
emosi dengan
melakukan
komunikasi terapeutik
secara intensif dengan
mendengarkan klien.
3. Lakukan
diskusi tentang
aktivitas apa saja
yang biasa dilakukan
klien dan bantu klien
beradaptasi dengan
lingkungannya.
4. Lakukan
teknik distraksi
seperti menonton
televisi, teknik
imajinasi (Antal &
Kresevic, 2004 dalam
Judith & Nancy,
1. Hubungan
terapeutik antara
perawat-keluarga
klien-klien dapat
membantu
meningkatkan
kepercayaan diri
klien dalam
memperbaiki
konsep dirinya.
2. Menurunka
n tingkat
kekhawatiran,
ketakutan, atau
perasaan yang tidak
tenang klien dan
keluarga serta
membantu klien
mengekspresikanny
a secara verbal dan
nonverbal.
3. Mengidentif
ikasi mekanisme
koping yang tepat.
4. Menurunka
n ansietas dan
memperluas focus
5. Membantu
klien beradaptasi
dengan persepsi
1. Ting
kat
ansietas
menurun
dengan
klien
dapat
memperba
iki
komunika
si verbal
dan non
verbalnya,
pengendal
ian diri
yang
optimal
serta hasil
pemeriksa
an TTV
normal
dan gejala
susah
tidur,
diare
dapat
berkurang
.
2. Ting
kat ansietas
58
ansietas.
•Klien dapat
mengomunikasika
n kebutuhan dan
perasaan negatif
secara tepat.
•Klien dapat
mengidentifikasi
tindakan yang
dapat
meningkatkan
kualitas tidurnya
•Tanda-tanda vital
dalam batas
normal.
2012) dan relaksasi
preogresif .
• Berdiskusi klien
memfokuskan pada
situasi saat ini dengan
mendampingi klien.
• Lakukan koping
sesuai dengan klien di
waktu yang tepat.
• Monitor tanda-tanda
vital klien.
• Berikan dukungan
kepada klien dan
keluarga dengan
memberikan
penjelasan tentang
keadaan klien yang
sebenarnya yang
merupakan dampak
dari histerektomi
serta
menginformasikan
gejala ansietas.
stressor,
perubahan, atau
ancaman yang
menghambat
konsep diri.
6. menjaga
keadaan fisik klien
dalam batas
normal.
7. Klien dan
keluarga dapat
menerima keadaan
klien dan dapat
mengantisipasi
ansietas.
menurun
dengan
klien dapat
memperbaik
i
komunikasi
verbal dan
non
verbalnya,
pengendalia
n diri yang
optimal
serta hasil
pemeriksaan
TTV normal
dan gejala
susah tidur,
diare dapat
berkurang.
3. Klien
dapat
melakukan
koping
secara
efektif,
mampu
melakukan
perawatan
diri, dan
mampu
mengidentif
ikasi gejala
59
ansietas.
Risiko
harga diri
rendah
• Klien dapat
mempertahankan
harga dirinya
secara stabil,
dengan
penerimaan
penampilan
dengan
perawatan diri
serta memelihara
interaksi sosial
dan hubungan
personal
• Klien dapat
beradaptasi
antara keadaan
fisiknya dengan
lingkungan.
• Tingkatkan
motivasi klien.
• Meningkatkan
harga diri klien.
• Klien
mampu
menjalanka
n perannya
di
lingkungan
60
BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosa keperawatan pada kasus di atas adalah ansietas klien
sebelum mengalami histerektomi dan risiko harga diri rendah yang dialami
klien pasca histerektomi.Perawat perlu melakukan pengkajian secara
menyeluruh dengan keadaan klien, baik fisik, psikologis, maupun sosial.
Secara psikologis, kemungkinan klien juga berisiko mengalami krisis
konsep diri setelah menjalani histerektomi.Diagnosa keperawatan yang tepat
yaitu risiko harga diri rendah.Perasaan harga diri rendah merupakan awal dari
respon konsep diri yang negatif pada seseorang.Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri sesuai dengan ideal diri atau harapan yang
menghasilkan perasaan berharga.Harga diri yang rendah terjadi ketika
seseorang merasa dirinya gagal dan tidak berharga untuk dapat diterima oleh
orang lain dan lingkungannya. Hal ini diakibatkan oleh perasaan yang terus
menerus negatif terhadap diri sendiri sehingga menyebabkan hilangnya
kepercayaan dan kemampuan diri.
Harga diri rendah dapat diwujudkan dalam bentuk penerimaan klien
terhadap dirinya sendiri.Bagaimanareaksi penerimaan klien terhadap
perubahan yang terjadi dalam tubuhnya dan apakah akan berpengaruh pada
konsep diri klien yang terlihat dari sikap dan perilakunya. Jika dilihat dari
proses perkembangan konsep diri, karakteristik personal mempengaruhi
harapan diri seseorang pada waktu dan kondisi tertentu.
Persepsi terhadap kejadian yang berdampak pada dirinya dalam proses
perkembangan konsep diri juga akan mempengaruhi penampilan peran
klien.Klien akan merasakan kehilangan peran sesuai dengan harapan dan
61
perannya saat itu. Kehilangan salah satu anggota tubuh atau rusaknya salah
satu anggota tubuh akan mempengaruhi rasa takut klien bila terjadi penolakan
lingkungan terhadap dirinya. Hal ini berakibat mengganggu pandangan klien
tentang identitas dirinya dan perannya dalam keluarga. Penampilan peran
seseorang di lingkungan yang beranggapan bahwa citra tubuhnya kurang baik,
akan berfokus pada masalah tersebut sehingga kehilangan perannya di
lingkungan sekitar.Harapan klien pada masa itu adalah perannya menjadi
seorang ibu, namun pada kenyataannya, klien akan mengalami histerektomi
(operasi pengangkatan rahim).
Kehilangan aspek dalam diri secara fisik, fisiologis, atau psikologis
dapat menurunkan kesejahteraan individu.Individu tersebut tidak hanya
mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami
perubahan citra tubuh.Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan persepsi
negatif tentang penampilan fisik mereka.Perasaan malu yang kuat, kesadaran
diri dan ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah
perilaku menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran
negatif, seperti visual menghindari kontak dengan sisa ekstremitas,
mengabaikan kebutuhan perawatan diri dari sisa ekstremitas dan
menyembunyikan sisa ekstremitas lain. Pada akhirnya, reaksi negatif tersebut
berkontribusi untuk meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).
Persepsi klien jugaakan mempengaruhi klien dalam memandang citra
tubuhnya yang berbeda dengan wanita pada umumnya, karena histerektomi
yang akan merubah struktur dan fungsi fisik klien. Selain indikator konsep diri
seperti identitas, citra tubuh, dan penampilan peran, stresor lain juga dialami
klien. Dalam kasus disebutkan bahwa klien mempunyai suami yang
merupakan anak tunggal dan orang tua dari suaminya tersebut sudah
menginginkan cucu dari klien dan suaminya.Hal ini dapat berakibat pada
perubahan konsep diri klien dalam bentuk harga diri rendah karena klien
menganggap bahwa dirinya tidak dapat memberikan yang terbaik pada
keluarganya, dalam hal ini memberikan seorang cucu.
62
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep diri merupakan gambaran atau pandangan individu mengenai apa
yang ada pada dirinya baik itu secara pemikiran, maupun perbuatan. Individu
yang memiliki konsep diri yang positif maka akan mampu menerima berbagai
hambatan dan segera melakukan perubahan dari yang negatif menjadi positif,
individu ini juga akan bertahan pada tatanan lingkungan disekitarnya.
Sebaliknya, individu yang masih memiliki konsep diri yang negatif maka tidak
akan mampu menerima segala hambatan, sehingga akan berfokus pada hal
yang sebenarnya kurang penting untuk dipikirkan.Hal ini disebabkan karena
tidak sehatnya hati, jiwa dan pemikirannya, sehingga akan muncul perilaku
yang kurang baik terlebih bisa melakukan hal-hal negatif kepada orang lain.
Umumnya, sejak kecil konsep diri sudah ditata sedemikian rupa dari
orangtua kepada anak-anaknya, namun peran orangtua lebih dari sekadar
menata konsep diri anak karena dalam perjalanan hidup anak harus tetap
dikontrol dan dipertahankan oleh orang-orang disekitarnya terutama orangtua.
Hal ini untuk memudahkan perkembangan konsep diri anak yang lebih
berpotensi untuk memberi kebermanfaatan sekaligus menunjukkan kepribadian
yang sehat jasmani maupun rohani. Oleh sebab itu, diperlukan keseimbangan
dan keselarasan konsep diri yang baik untuk menghindari konsep diri yang
negatif. Berusaha maksimal dan terus pantau kondisi dalam sepanjang rentang
kehidupan.
63
B. Saran
Konsep diri wajib dimiliki oleh semua individu dalam kehidupan. Hal ini
untuk menunjukkan identitas diri dan menghasilkan perilaku yang positif.
Sebagai perawat yang profesional, sudah sewajarnya sebelum perawat
membantu membentuk kembali konsep diri positif pada klien, perawat terlebih
dahulu mengatur serta membentuk konsep diri yang seutuhnya positif, hal ini
akan memudahkan perawat ketika akan berkerja sesuai porsinya kepada klien.
Oleh karena itu, sehatkan jiwa dengan berpikir positif yang terpelihara, dengan
demikian pikiran akan positif dan menghasilkan perilaku yang positif untuk
orang-orang disekitarnya.
64
Daftar Pustaka
Alwisol.(2005). Psikologi kepribadian. Malang: Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.
Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC.
Azis R, dkk. (2003). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Carpenito, Lynda Juall. (2009). Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktik
klinis.Ed.9.Jakarta: EGC.
Christense, Paula J. Kenney, Janet W. (2009).Proses keperawatan (aplikasi model
konseptual). Ed.4. Jakarta: EGC.
DeLaune, Sue, C., Ladner, Patricia, K. (2002). Fundamentals of Nursing.2thed.
USA: Delmar Thompson Learning.
Keliat, B.A. (1994). Gangguan konsep diri. Jakarta: EGC.
Kozier, B., et al. (2001). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 5th Ed. New Jersey: Addison-Wesley Nursing.
Kozier, B., et al. (2004). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 7th Ed. New Jersey: Pearson Education.
Leary, M.R. (2012). Handbook of self and identity. 2nd Ed. New York: Guilford
Press.
Megaton, Yuri. Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan
Pendidikan Menengah Jilid II. Jakarta : Grasindo.
65
Murdoko, W.H. (2006). Personal quality management: Mengefektifkan
pengelolaan diri dengan mengaktifkan empat pilar kualitas pribadi. Jakarta:
Elex Media Komputindo Gramedia
Mustikasari, Achir Yani S. Hamid, dan Yossie Susanti Eka Putri. Konsep diri
pada klien dewasa. PPT Ceramah Umum KD 4.
Pamela, Elizabeth & Waruwu, Fidelis E. (2006).Efektivitas LVEP (Living Values:
an Educational Program) dalam meningkatkan harga diri remaja akhir.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Potter, P. A & Perry, A.G.(2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Process,
and Practice.Ed.4. Jakarta: EGC.
Potter, P.A., and Perry, A.G. (2005). Fundamental Of Nursing. 6th Ed. Missouri:
Mosby.
Potter, P.A., and Perry, A.G. (2009). Fundamental Of Nursing, 7th Ed. Missouri:
Mosby
Puspasari Amaryllia. (2007). Mengukur konsep diri anak. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.
Repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../1763/BAB%20II.docx?...(diakses 25
februari 2012).
Semiun, Yustinus. (2006).Teori kepribadian & terapi psikoanalitik freud.
Yogyakarta: Kanisius.
Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice Psychiatric
Nursing. 8th Ed. Missouri: Mosby.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila , L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith.M & Ahern, Nancy.R. (2012). Buku saku diagnosis
keperawatan edisi 9 terjemahan. Jakarta: EGC.
66
Wong, Donna. L. (2009).Wong's Essentials Of Pediatric Nursin. 6th Ed. Missouri:
Mosby.
Lampiran 1
STRATEGI PELAKSANAAN
Kasus
Tn.Z (30 tahun) berprofesi sebagai seorang pelukis. Ia melukis sejak kecil dan
menjadikan lukisannya tersebut sebagai pendapatan utama keluarga hingga
sekarang berkeluarga hanya ia yang dapat menafkahkan kehidupannya dalam
keluarga. Namun, setelah ia membeli peralatan lukis untuk acara pagelaran, ia
mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan dirinya terhempas ke jalan raya
sejauh 8m. Kecelakaan itu mengakibatkan lengan kanan bawah diamputasi karena
terlindas mobil yang sedang melaju kencang. Saat ini Tn Z masih dirawat di
rumah sakit pasca operasi. Tn. Z mengeluh karena dia tidak bisa lagi melanjutkan
aktivitas melukis seperti biasa untuk menafkahkan keluarganya (1 orang istri
sebagai ibu rumah tangga, 2 orang anak sebagai pelajar).
Diagnosa Keperawatan:
Keputusasaan yang disebabkan hilangnya anggota tubuh
Rencana Tindakan Keperawatan:
Memotivasi klien untuk tidak putus asa dan melakukan hal positif dengan
kemampuan yang dimiliki saat ini
Fase Orientasi
67
Assalamu’alaikum bapak ? Perkenalkan Saya Suster Anggi. Nama Bapak
siapa? Bapak senang dipanggil apa? Oke, Bapak Z. Bagaimana keadaanBapak
pagi ini?Saya adalah perawat yang akan merawat Bapak hari ini dari pkl 09.00
WIB s.d pkl 12.00 WIB. Lewat dari jam tersebut, Bapak akan dirawat oleh rekan
Saya yang lain, tetapi keesokkan harinya kita akan bertemu kembali. Bapak
bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan bapak saat ini? Baik
jika bapak bersedia, Bapak ingin kita berbincang-bincang dimana? Oke Bapak
kalau begitu kita akan berbincang-bincang disini dan berapa lama waktu yang
Bapak butuhkan? Oke kalau begitu selama 10 menit kita akan berbincang-bincang
ya pak.
Fase Kerja
Bapak Z, tadi bapak mengatakan bahwa bapak merasa sedih, apa yang
membuat bapak merasa sedih ? oh, bapak sedih karena bapak baru kehilangan
tangan kanan bapak.Lalu, apakah ada lagi yang Bapak rasakan?Oh, jadi Bapak
merasa bingung ya karena Bapak tidak bisa melukis lagi dan bekerja untuk
menafkahi keluarga Bapak. Bapak jangan merasa bingung dan sedih karena
sebenarnya masih banyak kegiatan lain yang bisa Bapak lakukan. Selain melukis,
apakah ada kegiatan lain yang Bapak senangi? Baiklah saya buat daftarnya ya
pak. Wah, bagus sekali Bapak, ada dua kegiatan yang Bapak senangi yaitu
menulis dan jogging. Bapak, dari dua kegiatan ini kira-kira mana yang bapak
inginkan dan bisa dikerjakan di rumah sakit? Coba kita lihat apakah yang pertama
yaitu menulis bisa dilakukan ? Kalau yang kedua jogging bagaimana pak ? Bagus
sekali pak ada dua kegiatan yang bisa dikerjakan di rumah sakit. Coba sekarang
Bapak pilih satu kegiatan dari dua kegiatan yang bisa Bapak lakukan di rumah
sakit. Oke jadi pilihan kedua ya Bapak yaitu jogging. Kegiatan yang bapak pilih
baik sekali karena kegiatan ini dapat memperlancar peredaran darah bapak dan
mencegah luka tekan karena terlalu sering di tempat tidur. Bagaimana kalau
sekarang kita berjalan-jalan disekitar rumah sakit ini. Apakah Bapak bersedia ?
Baik Bapak.
68
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan Bapak Z setelah kita bercakap-cakap dan dan
berjalan-jalan? Ya, Bapak Z ternyata memiliki banyak kemampuan yang bisa
dilakukan di rumah sakit. Apakah bapak bisa jelaskan lagi apa manfaat dari
jogging ? Benar sekali Bapak. Kegiatan Bapak bisa dilakukan kembali ketika di
rumah nanti. Sekarang mari kita masukkan pada jadwal harian Bapak Z. Bapak
mau berapa kali sehari untuk berjalan-jalan atau jogging? Bagus sekali Bapak
yaitu pagi dan sore hari. Besok pagi saya akan kembali lagi untuk melihat
berkembangan Bapak dan kita juga bisa latihan kemampuan yang kedua. Waktu
sudah 10 menit bapak dan saya permisi pamit. Tapi sebelumnya apakah ada
keluhan lain pak ? Baik kalau tidak ada, selamat pagi.
69