makalah mastoiditis
DESCRIPTION
MastoiditisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati
secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel
udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis
karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema.
Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami
pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang
kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan
bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat
berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka
yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya
berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama
dengan penyebab otitis media akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi
komplikasi serius seperti meningitis dan abses otot.
Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat
sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan
mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan baik
topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam
penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan
tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan
distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).
Berdasarkan keterangan di atas, kami mengambil asuhan keperawatan
klien dengan Mastoiditis guna mengetahui lebih dini serta dapat melakukan
berbagai penatalaksanaan dan intervensi mengenai mastoiditis yang biasa
terjadi pada anak serta mengurangi jumlah terjadi nya mastoiditis dan dapat
berguna bagi mahasiswa maupun praktisi kesehatan sebagai salah satu
sumber referensi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar pada masotiditis ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan mastoidits ?
3. Bagaimana klasifikasi dan kriteria mastoiditis berdasarkan skenario kasus
pada masing-masing pasien ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami bagaimana konsep dasar dan proses asuhan keperawatan
pada klien mastoiditis.
2. Tujuan Khusus
Mengidentifikasi Konsep mastoiditis meliputi definisi, etiologi,
manifestasi klinis dan patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan,
pencegahan, serta pemeriksaan penunjangnya.
Mengidentifikasi proses keperawatan pada mastoiditis.
Mengetahui pengkajian pada klien mastoiditis.
Mengetahui diagnosa keperawatan yang terjadi pada klien
mastoiditis, tujuan dan kriteria hasil
Mengetahui intervensi keperawatan dari klien dengan mastoiditis.
Memahami kodeaspek legal etik keperawatan yang berhubungan
dengan kasus.
Mengetahui perkembangan yang terjadi pada penyakit mastoiditis
pada jurnal dan penelitian.
Memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan mengenai
penyakit mastoiditis.
D. Manfaat Penulisan
a. Bagi klien
Mengetahui faktor-faktor resiko penyakit dan gejala dari penyakit mastoiditis sehingga dapat mengetahui cara pencegahan dan pengobatannya.
b. Bagi institusi pendidikan
Memperbanyak informasi dan pandangan terhadap masalah kesehatan dan penyakit yang sering timbul terutama penyakit mastoiditis.
c. Bagi masyarakat umum
Memberikan informasi pada masyarakat luas tentang faktor yang mempengaruhi timbulnya mastoiditis pada seluruh tingkatan usia sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanggulannya.
d. Bagi penulis
Memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit mastoiditis pada anak maupun dewasa serta dapat menjadi pedoman asuhan keperawatan pada saat praktik di Rumah Sakit.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA
Anatomi dan fisiologi telinga menurut (Syaifudin, 1997) adalah :
1. Telinga Bagian Luar (Auris Eksterna)
a. Aurikula (Daun Telinga)
Menampung gelombang suara yang datang dari luar masuk ke dalam
telinga.
b. Meatus Akustikus Eksterna
Saluran penghubung aurikula dengan membrane timpani, panjangnya
± 2,5 cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini
mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum.
c. Membrane Timpany
Antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang
telinga yang disebut membrane timpany.
Gambar 2.1
(Sumber : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007)
2. Telinga Bagian Tengah (Auris Media)
a. Cavum Timpany
Rongga di dalam tulang temporalis terdapat tiga buah tulang
pendengaran yang terdiri dari malleus, inkus, dan stapes yang
melekat pada bagian dalam membrane timpany dan bagian dasar
tulang stapes membuka pada fenestra ovalise.
b. Antrum Timpany
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian
bawah samping dari cavum timpani. Antrum timpany dilapisi oleh
mukosa merupakan lanjutan dari lapisan mukosa cavum timpany,
rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut
sellula mastoid yang terdapat di belakang bawah antrum di dalam
tulang temporalis. Dan adanya hubungan ini dapat mengakibatka
menjalarnya proses radang.
c. Tuba Auditiva Eustaki
Saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring ke
bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.
3. Telinga Bagian Dalam (Auris Interna)
Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe.
a. Vestibulum
Bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka
fenestra ovale dan venestra rotundum dan pada bagian belakang atas
menerima muara canalis semisirkularis.
b. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput, pada koklea ini ada tiga pintu yang
menghubungkan cochlea dengan vestibulum, cavum timpany dan
dengan canalis cochlearis.
c. Labirintus Membranosus
1) Utrichulus
Bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada
tempatnya oleh jaringan ikat, di sini terdapat saraf (nervus
akustikus) pada bagian depan dan sampingnya ada daerah yang
lonjong disebut makula akustica utriculo.
2) Sachulus
3) Duktus Semi Sircularis
4) Duktus Cochlearis
B. DEFINISI
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu
infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis.
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang
terletak pada tulang temporal. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang
diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat
terjadi osteomielitis.( Brunner dan Suddarth, 2000).
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya
berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang
berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid
berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan
terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang
makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah
biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses superiosteum.
Gambar 2.2Anatomi telinga(Sumber : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007).
C. ETIOLOGI
Menurut Reeves (2001) etiologi mastoiditis adalah:
- Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah
mengumpul di sel-sel udara mastoid
- Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997) etiologi mastoiditis antara lain:
- Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media
akut yang dideritanya
- Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media
akut yaitu streptococcus pnemonieae.
- Bakteri penyebab lain ialah Streptococcus hemolytikus (60%),
Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus
viridians, H. Influenza
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari mastoiditis antara lain:
1. Akut mastoiditis, biasa terjadi pada anak-anak, sebagai komplikasi dari
otitis media akut suppurative.
2. Kronik mastoiditis, biasanya berkaitan dengan cholesteatome dan
penyakit telinga kronis.
3. Incipient mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian
mastoid.
4. Coalescent mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari
infeksi di organ tubuh yang lain.
E. PATOFISIOLOGI
Infeksi dimulai dari infeksi telinga tengah yang kemudian menjalar
mengenai tulang mastoid dan sel-sel di dalamnya, hal ini mengakibatkan
terjadinya proses nekrosis tulang mastoid serta merusak struktur tulang.
Bila tidak segera dilakukan pengobatan terhadap infeksinya maka dapat
mengakibatkan terjadinya abses sub peritoneal pada mastoid. Apabila
infeksi merusak tulang disekitarnya sampai nanah dapat keluar mungkin
terjadi:
1. Keluar melalui permukaan luar dan prosesus mastoid, sehingga
terjadi abses sub peritoneal pada mastoid.
2. Ke bawah mulai ujung prosesus masuk leher.
3. Ke depan mulai dinding belakang liang telinga.
4. Ke atas melalui pegmen (atap) ronnga telinga masuk fosa chranial
media
5. Ke belakang melalui fosa chranial posterior
Kebanyakan mastoiditis akut sehingga ditemukan pada pasien yang
tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalani
infeksi telinga yang tidak cepat ditangani. Mastoiditid kronis ini dapat
mengakibatkan terjadinya pembentukan kolestetoma yang merupakan
pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membrane
timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpany laterale
membentuk kantong luar berisi kulit yang rusak dan bahan sebaseus,
kantong dapat melekat ke struktur telinga dan mastoid. Bila tidak
ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis
nervus facialis, kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan
keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.
Pembedahan pada mastoid yang mengalami kelainan peradangan
ditunjukkan untuk mengangkat kolesteatoma mencapai struktur yang sakit
dan dapat mencapai kondisi telinga yang aman, kering, dan sehat.
Mastoidektomy biasanya dilakukan melalui insisi post aurikular dan
infeksi dihilangkan dengan mengambil sel udara mastoid. Begitu pasien
bangun, pembiusan harus diperhatikan setiap tanda paries fanalis yang
harus segera dilaporkan ke dokter bila terjadi kelemahan fasial balutan
pada mastoid harus dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja
operasi. Luka dibuka dan nervus fasialis didekompresi untuk
melonggarkan kanalis tulang yang mengelilingi nervus fasialis (Adam,
1997).
F. WOC TEORI
G. WOC KASUS
H. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi dari penyakit mastoiditis antara lain:
1. Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan
lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada
pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi.
Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada
besarnya kompleks mastoid akibat infeksi.
2. Gejala dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam
telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa
pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid.
3. Demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga
tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal
perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian
antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.
4. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di
dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
5. Hilang pendengaran
6. Nyeri tekan pada tulang mastoid dan pembengkakan pada area tulang
mastoid
7. Sakit kepala (Adam, 2000).
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Mastoid tampak kemerahan pada kompleks mastoid.
2. Kultur Bakteri Telinga tampak Kumpulan jaringan mati dan nanah
3. CT Scan terlihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi
oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.
4. Radiologi menujukkan koalesens mengungkapkan adanya opasifikasi
sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari
sel-sel tersebut.
5. Audiometric akan menunjukkan tuli konduktif.
6. Rontgenogram akan memperlihatkan sklerosis nyata pada prosesus
mastoideus dan sering dapat terlihat kolesteatoma.
7. Pemeriksaan laboratorium, contoh nanah harus diambil untuk kultur
dan tes sensitifitas antibiotika.
8. Tes garpu tala menunjukkan adanya kurangnya pendengaran.
(Thane, 1993).
J. PENATALAKSANAAN
1. Terapi
Harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara IV dan per
oral dalam dosis besar, karena organisme penyebabnya
mungkin Streptococcus β-hemoliticusatau Pneumococcus.
H .influenza. Tetapi harus juga sesuai dengan hasil test kultur dan
hasil resistensi.
2. Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi
diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama
beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total yang sederhana atau yang
dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan
ossicles dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan
pendengaran. Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga
infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain.
Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi
belum dibuang semuanya atau ketika ada kontaminasi dari
struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga te-ngah. Komplikasi
mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial
wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan
klien untuk melihat ke arah sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan
menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial
VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis, abses
otak, otitis media purulen yang kronis dan luka infeksi.
3. Mastoidektomi
a. Mastoidektomi Sederhana
Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek
mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan
patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak,
menemukan antrum dan membuka aditus ad-antrum bila tersumbat.
Masteidoktomi simple yang lengkap harus membuang seluruh sel-
sel mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel mastoid di
tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip.
Pada mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali
dibutuhkan mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya
membuang jaringan patologik dan membuka aditus ad antrum bila
tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi mastoid yang masih utuh
tidak perlu dibuang. Mastoidektomi simple adalah tindakan
membuang seluruh sel-sel mastoid dengan tetap memperetahankan
keutuhan tulang dinding belakang liang telinga.
Dibedakan menjadi :
a. Operasi pada jaringan lunak
b. Operasi pada jaringan lunak tergantung pendekatan yang akan
dipakai, apakah enaural atau retroartikuler.
c. Operasi pada bagian tulang
b. Mastoidektomi Superfisial
Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea
temporalis, spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada
tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata bor yang paling besar.
Sebelum pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar
serbuk tulang tidak bertebangan. Irigasi juga berguna untuk
meredam panas yang ditimbulkan gesekan mata bor dengan tulang.
c. Mastoidektomi dalam
Antrum Mastoid
Antrum mastoid adalah ruang di rongga mastoid yang harus
dituju pada setiap mastoidektomi karena ruangan ini berhubungan
langsung dengan aditus ad antrum yang menghubungkan ron
gga mastoid dengan kavum timpani. Dengan melanjutkan
pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan menjaga
dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, juga dengan melakukan
pengeboran di rongga mastoid bertepatan dengan tegmen mastoid,
maka di sebelah dalam segitiga imajiner Mc.Ewen akan ditemukan
antrum mastoid.
Aditus ad Antrum
Aditus ad antrum dapat ditemukan dengan menyusuri
bagian anterior-superior pertemuan dinding belakang liang telinga
dengan tegmen mastoid.
Fosa Indikus
Fosa indikus paling mudah dicapai dengan mengebor
bagian tulang prosesus zigomatikus yang menutupi antrum.
d. Mastoidektomi Radikal dan Timpanoplasti dinding runtuh
Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down
tympanoplasty, modified radical mastoidectomy, open method
tympanoplasty) adalah modifikasi dari mastoidektomi radilkal.
Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan membuang
seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan dinding
belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel mastoid yang
mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total
sel-sel mastoid di sudut sino-dura, di daerah segitiga Trautman.
Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba
eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan
ini adalah untuk membuang seluruh jaringan patologis dan
meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel mastoid
atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas
operasi yang basah yang rentan terhadap peradangan.
Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada
mastoidektomi radikal, maka diusahakan pembersihan total sel-sel
mastoid. Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-
tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis
dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba eustachius tetap
dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup
jaringan patologis. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila
m.temporalis baik berupa tandur (free fascia graft) ataupun sebagai
jabir fasia m.temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang
pendengaran.
Penatalaksanaan menurut (Thane, 1993) yaitu :
1. Pengobatan radang mastoid dengan antibiotik intravena seperti
pennisilin,ceftriaxone (rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama
14 hari.
2. Jika pasien tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan
operasi mastoidektomy. Tindakan ini untuk menghilangkan sel-sel
tulang mastoid yang terinfeksi dan untuk mengalirkan nanah.
Beberapa struktur telinga bagian (incus dan malleus) mungkin juga
perlu dipotong.
3. Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekontruksi telinga
bagian tengah untuk memelihara pendengaran.
4. Radang mastoid kronis membutuhkan mastoidektomy radikal
(menghilangkan dinding posterior dari kanal telinga, disisakannya
gendang telinga, dan dua tulang telinga (incus dan malleus).
Mastoidektomy radikal jarang dilakukan sebab merupakan terapi
antibiotic, tidak secara drastic memperbaiki pendengaran
seseorang.
4. Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti
Iodoform gauze (Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila
dilakukan insisi postauricular atau endaural, dressing luar ditempatkan
diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan
kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti
dressing. Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas,
pertahankan sedikitnya selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik
profilaksis digunakan untuk mencegah kekambuhan. Umumnya klien
melaporkan mengalami kemajuan setelah balutan pada kanal
dilepaskan. Sampai saat itu, perawat menggunakan teknik komunikasi
khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan
melakukan percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu.
Perawat melatih klien mengenai perawatan post operasi.
K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi bila mastoiditis tidak ditangani dengan baik
adalah:
1. Petrositis yaitu infeksi pada tulang disekitar tulang telinga tengah
peforasi gendang telinga dengan cairan yang terus menerus keluar.
2. Labyrintitis yaitu peradangan labyrint ini dapat disertai dengan
kehilangan pendengaran atau vertigo disebut juga otitis imtema.
3. Meningitis yaitu peradangan meningen (ragdang membran
pelindung sistem saraf) biasanya penyakit ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme.
4. Abses otak yaitu kumpulan nanah setempat yang terkumpul dalam
jaringan otak.
Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum
dibuang semuanya atau ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain
diluar mastoid dan telinga tengah. Komplikasi mastoiditis meliputi
kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf
kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah
samping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong,
seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain
meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis
dan luka infeksi. (Reeves, C.J.2001).
L. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
A. Anamnesa
1) Identitas Klien
a. Nama : Nama Lengkap Klien
b. Umur : Rata-rata usia yang terkena penyakit
mastoiditis antara 6-13 bulan.
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan
sama-sama bisa terkena penyakit
mastoiditis.
2) Keluhan utama : Rasa nyeri di telinga.
3) Riwayat kesehatan sekarangBiasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu
tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel
udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari
telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
5) Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
b. Kemerahan pada kompleks mastoid
c. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir dari
telinga tengah ke auditory canal
d. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
e. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
f. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ
lain
g. Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya
6) Pola Fungsi Kesehatan
o Pola istirahat dan tidur: Nyeri yang diderita klien dapat
mengakibatkan pola istirahat dan tidurnya terganggu.
o Pola aktivitas: Nyeri yang dialami klien dapat membatasi
gerak.
7) Pemeriksaan Penunjang
a. Periksa Darah
b. Foto Mastoid
c. Kultur Bakteri Telinga
d. Laboratorium: Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama
operasi dan myringotomy cairan. Specimen tersebut harus
dikirim untuk kultur kedua bakteri aerobik dan anaerobic,
Gram staining, dan asam-cepat staining.
e. CT Scan dan MRI: untuk mengetahui perubahan pada sel
udara mastoid
f. Tympanocentesis dan myringotomy Myringotomy mungkin
awalnya dilakukan, diikuti dengan terapi antibiotik.
g. Culturing cairan telinga tengah sebelum antimicrobial
therapy adalah keharusan.
8) Review Of System pada klien Mastoiditis
o B1 Breath : -
o B2 Blood : sekresi nanah
o B3 Brain : pusing
o B4 Bladder : -
o B5 Bowel : mual
o B6 Bone : nyeri pada tulang mastoid
2. Analisa Data
a. Data SubyektifTanda dan gejala utama infeksi telinga adalah nyeri dan hilangnya
pendengaran. Data harus disertai pernyataan mulai serangan, lamanya, tingkat nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding yang sangat sensitif dan kepada membrane timpany oleh cairan getah radang yang membentuk di dalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara hal ini menyebabkan pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya.
b. Data ObyektifTelinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri. Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membrane saluran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat keabu-abuan. Untuk visualisasi telinga luar dan gendang telingadigunakan otoskop, bagian yang masuk ke telinga disebut spekulum (corong) dan dengan ini gendang telingadapat terlihat. Untuk pengkajian yang lebih cermat dapat dipakai kaca pembesar. (Long, 1996).
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada mastoiditis antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid
akibat infeksi
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
5. Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
6. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
4. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid
akibat infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri teratasi
Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri turun
c. Wajah pasien tampak rileks
No Intervensi Rasional
1. Kaji ulang skala nyeri, lokasi,
intensitas
Mengetahui ketidakefektifan intervensi
2. Berikan posisi yang nyaman Mengurangi nyeri
3. Ajarkan teknik relaksasi dan
ciptakan lingkungan yang
tenang
Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri
dan mengurangi nyeri
4 Bersihkan pus dengan cara
irigasi telinga
Mencegah infeksi berlebih
5 Ajarkan tekhnik pembersihan
telinga dengan irigasi
Memberi informasi kepaada keluarga dan klien
dalam mengurangi infeksi berlebih.
5 Kolaborasi pemberian
analgesik, antibiotika, dan anti
inflamasi sesuai indikasi
Dapat mengurangi nyeri, membunuh kuman
dan mengurangi peradangan sehingga
mempercepat penyembuhan
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tubuh dapat normal
(360-370C)
Kriteria Hasil : a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
b. Kulit tidak teraba hangat
c. Wajah tidak tampak merah
d. Tidak terjadi dehidrasi
No Intervensi Rasional
1. Pantau input dan output Untuk mengetahui balance cairan pasien
2. Ukur suhu tiap 4-8 jam Untuk mengetahui perkembangan klien
3. Ajarkan kompres hangat dan
banyak minum
Untuk menurunkan panas tubuh dan mengganti
cairan tubuh yang hilang
4. Kolaborasi dengan pemberian
antipiretik
Untuk menurunkan panas
3. Perubahan sensori/ persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan
pendengaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu
mendengar dengan baik
Kriteria Hasil : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
No Intervensi Rasional
1. Kaji tentang ketajaman
pendengaran
Menentukan seberapa baik tingkat
pendengaran klien
2. Diskusikan tipe alat bantu
dengar dan perawatannya yang
tepat
Untuk menjamin keuntungan maksimal
3. Bantu pasien berfokus pada
semua bunyi di lingkungan dan
membicarakannya hal tersebut
Untuk memaksimalkan pendengaran
4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, risiko infeksi
dapat hilang atau teratasi
Kriteria Hasil : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
No Intervensi Rasional
1. Observasi keadaan umum
pasien selama 24 jam
Mengetahui keadaan umum pasien
2. Anjurkan pentingnya cuci
tangan
Mencegah penularan penyakit
3. Ajarkan prosedur mencuci
telinga luar
Mencegah infeksi berlanjut
4. Kolaborasi pemberian antibiotik Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak
profilaksis menularkan penyakit terus-menerus
5. Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak
terjadi cidera
Kriteria Hasil : pasien tidak mengalami cidera fisik
No Intervensi Rasional
1. Cegah infeksi telinga berlebih Agar kerusakan penedengaran tidak meluas
2.
3.
4.
Meminimalkan tingkat
kebisingan di unit perawatan
intensif
Lakukan upaya keamanan
seperti ambulasi terbimbing
Kolaborasi dengan pemberian
obat antiemetika
Antiemetika
Berhubungan dengan kehilangan pendengaran
Untuk mencegah pasien jatuh akibat gangguan
keseimbangan
Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar
dari jatuh
6. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, ansietas
berkurang
Kriteria Hasil : a. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping.
b. Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang
efektif
No Intervensi Rasional
1. Informasikan pasien tentang
peran advokat perawat intra
operasi
Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan
rasa takut akan kehilangan kontrol pada
lingkungan yang asing
2. Identifikasi tingkat rasa takut
yang mengharuskan dilakukan
penundaan prosedur
pembedahan
Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus akan
mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan,
risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap
prosedur/ zat-zat anestesi
3. Cegah pemajan tubuh yang Pasien akan memperhatikan masalah kehilangan
tidak diperlukan selama
pemindahan ataupun pada
tulang operasi
harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih
kontrol
4. Berikan petunjuk/ penjelasan
yang sederhana pada pasien
yang tenang
Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan
membuat pasien menemui kesulitan untuk
memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan
berbelit-belit
5. Kontrol stimulasi eksternal Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan
ansietas
6. Berikan obat sesuai petunjuk,
misal; zat-zat sedatif, hipnotis
Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum
pembedahan; meningkatkan kemampuan koping
BAB IIITINJAUAN KASUS
An. C Umur 10 tahun dibawa ke RS oleh keluarganya dengan keluhan demam,
gelisah, rewel, sakit kepala, anoreksia, nyeri telinga,dan mengeluh ganguan pada
pendegaran dan keluar cairan cokelat dari telinga saat bangun tidur. Pada saat
pemeriksaan fisik tampak kemerahan dan bengkak dibagian belakang telinga
sehingga mendesak telinga kebagian depan. Riwayat kesehatan sebelumnya klien
pernah mengalami otitis media akut. TD (110/80), RR
(18x/menit),HR(80x/menit), suhu (38,50C). Dokter memberikan terapi ampisilin
dan menganjurkan agar anak A dirawat inap agar kondisi anak A dapat dipantau.
Akan tetapi karena masalah ekonomi keluarga, keluarga anak A menolak untuk di
rawat inap.
PENGKAJIAN
1. Anamnesa
- Identitas
Nama : An. C
Umur : 10th
- Keluhan Utama : pasien dibawa ke RS oleh keluarganya dengan
keluhan demam, gelisah, rewel, sakit kepala, anoreksia, nyeri
telinga,dan mengeluh ganguan pada pendegaran dan keluar cairan
cokelat dari telinga saat bangun tidur.
- Riwayat Penyakit Sekarang : An. C Umur 10 tahun dibawa ke RS oleh
keluarganya dengan keluhan demam, gelisah, rewel, sakit kepala,
anoreksia, nyeri telinga,dan mengeluh ganguan pada pendegaran dan
keluar cairan cokelat dari telinga saat bangun tidur. Pada saat
pemeriksaan fisik tampak kemerahan dan bengkak dibagian belakang
telinga sehingga mendesak telinga kebagian depan. TD (110/80), RR
(18x/menit),HR(80x/menit), suhu (38,50C).
- Riwayat Penyakit Dahulu : Otitis Media Akut (+)
2. Pengkajian Pola Fungsi
a. Neurosensori : klien mengeluh gangguan pada pendengaran.
b. Nyeri/kenyamanan: nyeri pada telinga, sakit kepala.
c. Makanan/cairan : klien mengalami anoreksia.
d. Integritas/ego : klien/keluarga menolak rawat inap karena masalah
ekonomi.
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital :
- TD (110/80)
- RR (18x/menit)
- HR(80x/menit)
- suhu (38,50C).
- Pemeriksaan inspeksi dan palpasi: kemerahan dan bengkak dibagian
belakang telinga sehingga mendesak telinga kebagian depan.
4. Penatalaksanaan
- Dilakukan terapi Ampisilin
5. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Ds:
Klien mengeluh
demam, gelisah,
rewel
Do:
suhu (38,50C)
Proses inflamasi Hipertermi
2 Ds:
Klien mengeluh
sakit kepala, nyeri
telinga.
Do:
tampak kemerahan
dan bengkak
dibagian belakang
telinga sehingga
mendesak telinga
kebagian depan. .
TD (110/80)
Peradangan pada tulang
mastoid
Nyeri akut
3 Ds:
Klien mengeluh
ganguan pada
pendegaran dan
keluar cairan cokelat
dari telinga saat
bangun tidur.
Do:
Tampak kemerahan
dan bengkak
dibagian belakang
telinga sehingga
mendesak telinga
kebagian depan.
Gangguan organ
pendengaran
Perubahan persepsi
sensori
pendengaran
4 Ds:
Klien mengeluh
mengalami
penurunan nafsu
makan
Do: -
Anoreksia Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
5 Ds: -
Do:
Keluarga tampak
menolak untuk
dirawat inap karena
masalah ekonomi
Tindakan perawatan Defisiensi
pengetahuan
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yg muncul pada An. C adalah:
a. Hipertermi b.d Proses inflamasi
b. Nyeri akut b.d Peradangan pada tulang mastoid
c. Perubahan persepsi sensori pendengaran b.d Gangguan organ
pendengaran
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia
e. Defisiensi pengetahuan b.d Tindakan perawatan
7. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Hipertermi b.d Proses inflamasi
Tujuan/KH : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24
jam suhu badan normal dengan kriteria hasil suhu
normal 36,5oC-37,2oC, pasien tidak rewel dan gelisah
lagi.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau input/output
2. Ukur suhu setiap 4-8 jam
3. Kompres hangat dan
anjurkan klien untuk
banyak minum
4. Kolaborasi pemberian
antipiretik
1. Mengetahui balance cairan
pasien
2. Mengetahui perkembangan
penyakit klien
3. Menurunkan panas tumbuh
dan mengganti cairan yang
hilang
4. Menurunkan panas.
2. Nyeri akut b.d Peradangan pada tulang mastoid
Tujuan/KH : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil pasien
menyatakan nyeri berkurang/hilang secara verbal,
pasien tampak rileks, sakit kepala berkurang/hilang.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Kaji ulang skala, lokasi
dan intensitas nyeri.
2. Berikan posisi nyaman
atau berikan bantal.
3. Ajarkan teknik distraksi.
4. Bersihkan telinga yang
mengalami infeksi secara
berkala
1. Mengetahui tingkat nyeri
untuk mengetahui
intervensi selanjutnya
2. Mengurangi nyeri
3. Mengalihkan pasien
terhadap sesuatu yang
disenanginya untuk
mengurangi nyeri.
5. Lakukan irigasi telinga
6. Ajarkan tekhnik irigasi
kepada keluarga
7. Kolaborasi pemberian
analgetik/antibiotik.
4. Mengurangi rasa nyeri dan
mengurangi infeksi
berlanjut.
5. Irigasi bertujuan untuk
membersihkan pus/nanah
infeksi yang terdapat pada
telinga tengah.
6. Membantu keluarga
membersihkan guna
memberikan pendidikan
kesehatan untuk dapat
melakukan secara mandiri.
7. Mengurangi nyeri dan
membunuh kuman
3. Perubahan persepsi sensori pendengaran b.d Gangguan organ
pendengaran
Tujuan/KH : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam pendengaran pasien membaik dengan kriteria
hasil pendengaran pasien maksimum, menggunakan
alat bantu dengar dengan baik.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Kaji ketajaman
pendengaran
2. Bersihkan serumen yang
tersembunyi dengan cara
irigasi menggunakan H2O2
3% kurang lebih 3 tetes.
3. Bantu pasien berfokus pada
semua bunyi dilingkungan
dan membicarakan hal
1. Menentukan seberapa parah
tingkat gangguan
pendengaran pasien
2. Serumen tersembunyi dapat
menyebabkan tuli konduktif
dan menambah masalah
pendengaran yang ada
3. Memaksimalkan pendengaran
4. Mengajarkan metode
tersebut.
4. Ajarkan metode alternatif
untuk menjalani hidup
dengan penurunan fungsi
pendengaran
5. Instruksikan pasien untuk
menghabiskan seluruh
dosis antibiotik yang
diresepkan
alternatif di harapkan klien
dapat mengatasi penurunan
fungsi pendengaran
5. Memaksimalkan
penyembuhan dan
menghindari resistensi obat.
4 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan /KH : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam pasien memiliki nafsu makan dengan kriteria
hasil tidak ada keluhan anoreksia.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Kaji status nutrisi, pola
makan yang lalu dan obat-
obatan
2. Kaji makanan yang lebih
disukai
3. Pelihara lingkungan yang
bersih
4. Beri posisi nyaman selama
makan.
1. Mengetahui status nutrisi dan
intervensi selanjutnya.
2. Meningkatkan nafsu makan.
3. Mencegah mual / anoreksia
berlanjut
4. Memperbaiki tingkat nafsu
makan.
6. Defisiensi pengetahuan b.d tindakan keperawatan
Tujuan /KH : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, pengetahuan klien/keluarga terpenuhi dengan
kriteria hasil klien / keluarga memahami proses penyakit,
dan mau melanjutkan tindakan medis.
Intervensi keperawatan Rasional
1. Kaji hal yang membuat
keluarga cemas
2. Anjurkan mengajukan
usulan program pemerintah
seperti BPJS
3. Jelaskan bahaya dan
komplikasi lanjut tentang
penyakit.
1. Mengetahui factor kecemasan
oleh keluarga
2. Meringankan beban ekonomi
keluarga
3. Memberi pengetahuan
terhadap keluarga tentang
penyakit.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,
menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan
ekstensif (osteomyelitis). Mastoiditis diakibatkan oleh menyebarnya
infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel
udara mastoid. Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan
kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel
skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Mastoiditis
terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah diobati secara tidak
memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara
mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik.
B. SARAN
Penulis menghimbau kepada semua pembaca agar selalu menjaga
kebersihan telinga dari virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang
terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada
prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Di ambil dari http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-s1-2007-ardhiyanto-117&PHPSESSID=1e67af6fa4bdd962b254ed311c991538Pada tanggal : 23 Oktober 2014 Diakses jam : 19.43 WIBhttp://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/02/03/mastoiditis/Diakses Pada Tanggal : 23 Oktober 2014Jam : 20.13http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35549-Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi-Askep%20Mastoiditis.htmlPada tanggal : 23 Oktober 2014
Marilyn, E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Thane 1997. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculaapius FKUI
Reeves, 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Prince, Sylvia, Wolson M. Lerradne. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis, Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Adam 2000. Buku saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta
LAMPIRANAspek Legal Etik Keperawatan
Kasus Mastoiditis
Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang
untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum
tindakan tsb dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar
atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan
dan keperawatan yaitu :
a. Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil
keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari
keunikan induvidu secara holistik.
Pada kasus terlihat bawa klien menolak untuk dilakukan rawat inap dengan tujuan
agar kondisi An. C dapat dipantau, namun keluarga klien menolak karena alasan
ekonomi. Untuk itu perawat harus menghargai keputusan klien yang mengambil
keputusan sendiri.
b. Non Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan
bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik
keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko
membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
Pada Kasus ini masalah bahaya bagi klien tidak disebutkan.
c. Beneficence (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk
melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan
klien dan keluarga.
Beneficence meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan klien dengan cara
menentukan cara terbaik untuk membantu pasien.
Dalam hal ini, perawat harus melakukan tugasnya dengan baik, termasuk dalam
hal memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada klien, guna membantu
mempercepat proses penyembuhan klien , seperti memberi obat sesuai dosis dan
tepat waktu.
d. Informed Consent
Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan
persetujuan seseorang untuk memperbolehkan sesuatu yang terjadi (mis.
Operasi, transfusi darah, atau prosedur invasif). Ini berdasarkan pemberitahuan
tentang resiko penting yang potensial, keuntungan, dan alternatif yang ada pada
klien. Persetujuan tindakan memungkinkan klien membuat keputusan
berdasarkan informasi penuh tentang fakta. Seseorang yang dapat memberikan
persetujuan jika mereka legal berdasarkan umur, berkompeten, dan jika mereka
telah diidentifikasi secara legal sebagai pembuat keputusan.
Setiap pasien mempunyai hak untuk diberi informasi yang jelas tentang semua
resiko dan manfaat dari perlakuan apapun, termasuk semua resiko dan manfaat
jika tidak menerima perlakuan yang di anjurkan atau jika tidak ada perlakuan
sama sekali. Semua orang dewasa mempunyai otonomi , hak membuat
keputusan-keputusan bagi dirinya sendiri selama keputusan –keputusan itu tidak
membahayakan atau merugikan orang lain. Saat mengambil keputusan tentang
suatu terapi pembedahan atau terapi medik, setiap pasien punya hak untuk
menolak terapi yang demikian, atau untuk memilih terapi alternatif.
Pada kasus ini klien akan dilakukan tindakan untuk rawat inap, namun keluarga
klien menolak untuk dilakukan tindakan dikarenakan keterbatasan ekonomi.
Berdasarkan penjelasan di atas, seseorang yang dewasa atau wali anak
mempunyai otonomi, hak untuk membuat keputusan sendiri. Pasien berhak atas
hak untuk membuat keputusan sendiri dengan mengatakan bahwa klien tidak
ingin dilakukan tindakan rawat inap. Sebagai seorang perawat kita harus
menghargai keputusan tersebut, namun perawat juga harus memberikan
penjelasan informasi yang benar dan jujur kepada pasien untuk memberikan
pengertian dan edukasi kepada klien dengan cara yang baik tanpa melukai dan
melakukan paksaan terhadap klien serta membantu klien mendapat kan jalan
keluar untuk di rawat inap dengan menggunakan jasa kesehatan.
e. Justice (perlakuan adil)
Perawat mengambil keputusan dengan rasa keadilan sesuai dengan kebutuhan
tiap klien.
Pada kasus ini, klien mengalami otitis media yang dimana mengganggu
kenyamaanan klien dan pendengaran klien, mengalami demam dan keluar cairan
coklat dari telinga. Peran perawat disini yaitu memberikan intervensi dengan
tujuan meringankan keluhan klien sehingga klien merasa nyaman. Dan membantu
memenuhi kebutuan klien dengan baik.
f. Kejujuran, Kerahasiaan, dan Kesetiaan.
Prinsip mengatakan yang sebenarnya (kejujuran) mengarahkan praktisi untuk
menghindari melakukan kebohongan atau menipu klien. Kejujuran tidak hanya
berimplikasi bahwa perawat harus berkata jujur, namun juga membutuhkan
adanya sikap positif dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan
situasi klien. Dalam hal ini, apabila klien bertanya apapun tentang kondisinya,
perawat harus menjawab semua pertanyaan klien dengan jujur. Prinsip kejujuran
mengarahkan perawat dalam mendorong klien untuk berbagi informasi mengenai
penyakit mereka.
Pada Kasus ini klien melakukan penolakan terhadap tindakan keperawatan rawat
inap , peran perawat yaitu memberikan informasi penjelasan terhadap tindakan
yang akan dilakukan dengan jujur dan dengan kata-kata yang dimengerti oleh
klien. Memberikan penjelasan harus lah dengan tutur kata yang baik, sehingga
klien mengerti dengan apa maksud dan tujuan terhadap prosedur yang akan
dilakukan dan berikan informasi tentang adanya jasa kesehatan yang dapat
membantu mereka dalam menyembuhkan anaknya.
Kerahasiaan adalah prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien. Perawat
menghindari pembicaraan mengenai kondisi klien dengan siapa pun yang tidak
secara langsung terlibat dalam perawatan klien. Konflik kewajiban mungkin akan
muncul ketika seorang klien memilih untuk merahasiakan informasi tertentu yang
dapat membahayakan klien atau orang lain. Prinsip kesetiaan menyatakan
bahwa perawat harus memegang janji yang dibuatnya pada klien. Ketika
seseorang jujur dan memegang janji yang dibuatnya, rasa percaya yang sangat
penting dalam hubungan perawat-klien akan terbentuk.
Dengan berkata jujur dan dapat menepati janji, diharapkan perawat dapat
mendapat kepercayaan dari klien sehingga memudahkan perawat dalam
melakukan intervensi. Selain dengan klien, perawat juga harus membina
hubungan saling percaya dengan anggota keluarga klien sehingga akan
memudahkan perawat juga dalam pendekatan keluarga klien.
Daftar Pustaka
Rayburn, F. William. 2001. Kode Etik Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Liu, T.Y. David. 2008. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EG
SATUAN ACARA PENYULUHAN
DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT OTITIS MEDIA AKUT
PADA ANAK
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK II B
SEMESTER 5 B
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN
2014
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok bahasan : Deteksi dini dan pencegahan penyakit Otitis Media Akut
pada anak
Subpokok bahasan : Deteksi dini pencegahan Otitis Media Akuta pada anak
Sasaran : Keluarga dan pasien yang mengalami OMA
Hari/Tanggal : Selasa, 28 Oktober 2014
Waktu : 15 menit
Tempat : Rumah Sakit Dr. Raden Mataher
A. LATAR BELAKANG
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak.
Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media
menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir
sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang.
Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit
lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak
menderita penyakit ini pada umur yang sudah lebih besar, pada umur empat
dan awal lima tahun. Beberapa bersifat individual dapat berlanjut menderita
episode akut pada masa dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa dengan
infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat sakit pada telinga dapat
menderita OMA.
Dua Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir
prematur dan berat badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak
yang dititipkan ke penitipan anak, variasi musim dimana OMA lebih sering
terjadi pada musim gugur dan musim dingin, predisposisi genetik, kurangnya
asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan anatomi seperti celah palatum
dan anomali kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat, sosial ekonomi
rendah, dan posisi tidur tengkurap.
1-4 penatalaksanaan OMA tanpa komplikasi mendapat sejumlah
tantangan unik. Pilihan terapi OMA tanpa komplikasi berupa observasi
dengan menghilangkan nyeri (menggunakan asetaminofen atau ibuprofen),
dan / atau antibiotik.
Di Amerika Serikat (AS), kebanyakan anak dengan OMA secara rutin
mendapat antibiotik. Cepatnya perubahan spektrum patogen menyebabkan
sulitnya pemilihan terapi yang paling sesuai. Berkembangnya pengetahuan
baru tentang patogenesis OMA, perubahan pola resistensi, dan penggunaan
vaksin baru memunculkan tantangan yang lebih lanjut pada penatalaksanaan
efektif pada OMA. Food and Drug Administration (FDA) menyetujui
penggunaan vaksin pneumokokus konjugat sebagai cara baru dalam
menurunkan prevalensi OMA dan mencegah sekuele dari infeksi telinga.8
Beberapa peneliti dari Eropa Barat, Inggris, dan AS menyarankan
bahwa anak dengan OMA dapat diobservasi saja daripada diterapi segera
dengan antibiotik. Di Belanda, pengurangan penggunaan antibiotik untuk
OMA sudah dipraktekkan sejak tahun 1990an.10 Pada tahun 2004, American
Academy of
Pediatrics dan the American Academy of Family Physicians
mengeluarkan rekomendasi diagnosis dan penatalaksanaan OMA. Menurut
petunjuk rekomendasi ini, observasi direkomendasikan tergantung pada umur
pasien, kepastian diagnosis dan berat-ringannya penyakit.11,12 Sekitar 80%
anak sembuh tanpa antibiotikdalam waktu 3 hari.
Berdasarkan hal di atas kami mengangkat deteksi dini dan pencegahan
penyakit Otitis Media Akut Guna untuk mengetahui dan mengenali serta
melakukan pencegahan terhadap otitis media akut yang kerap terjadi pada
anak anak.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Klien dengan otitis media akut yang menjalar ke struktur pada
telinga tengah dan deteksi dini serta pencegahan penyakit otitis media akut
pada anak.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 15 menit, keluarga
diharapkan mampu memahami penyakit otitis media akut dan mengetahui
pencegahan serta pengobatan yang akan dilakukan terhadap penyakit otitis
media akut.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 15 menit
diharapkan keluarga mampu :
a. Menjelaskan pengertian OMA.
b. Menyebutkan penyebab OMA
c. Menyebutkan manifestasi OMA
d. Menyebutkan klasifikasi OMA
e. Pencegahan OMA
f. Mengetahui pengobatan pada OMA
D. PELAKSANAAN KEGIATAN
No
.
Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu
1. Pembukaan
dan salam
- Mengucapkan
salam
- Memperkenalkan
diri
- Menjelaskan
tujuan
- Apersepsi
- Membalas
salam
- Mendengarkan
- Mendengarkan
- Memberikan
respon
2 menit
2. Penyampaia
n Materi
Menjelaskan tentang :
- Pengertian OMA.
- Penyebab OMA.
- Manifestasi OMA
- Klasifikasi OMA
- Pencegahan
OMA.
- Pengobatan
OMA.
Mendengarkan dan
memperhatikan
10
menit
3. Penutup - Tanya Jawab
- Evaluasi dan
menyimpulkan
materi.
- Mengucapkan
salam
- Bertanya dan
mendengarkan
- Memperhatikan
- Membalas
salam
3
menit.
E. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
F. MEDIA
Laptop
G. SETTING TEMPAT
1. Peserta (pasien dan keluarga) duduk di kursi tunggu
2. Penyaji duduk di depannya.
H. MATERI (Terlampir)
I. EVALUASI
Menanyakan kepada pasien dan keluarga klien
1. Coba jelaskan pengertian OMA !
2. Sebutkan penyebab OMA !
3. Sebutkan ciri- ciri OMA !
4. Sebutkan Klasifikasi OMA !
5. Sebutkan pengobatan OMA!
6. Sebutkan Pencegahan OMA !
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran persepsi sensori. Surabaya : Airlangga
University.
Widodo .2003.asuhan keperawatan Otitis Media Akut.jakarta;Rajawali
Lampiran 1
LANDASAN TEORI
Otitis Media Akut
A. Definisi Otitis Media Akut
Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam,
hilangnya pendengaran, tinitus dan vertigo.Otitis berarti peradangan dari
telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti peradangan dari
telinga tengah.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi,
iskandar ,1990). Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh periosteum telinga tengah dan terjadi dalam waktu kurang dari 3
minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya
cairan di telinga atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay
tergantung berat ringannya penyakit, antara lain : demam, iritabilitas, letargi,
anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana tympani yang dapat
diikuti dengan drainase purulen.
B. Etiologi Otitis Media Akut
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun
bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.
Virus ditemukan pada 25% kasus da da dan n kadang menginfeksi
telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering
adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan
Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian
besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan
antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran
Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama
aliran lendir.
C. Manifestasi Klinik Otitis Media Akut
Nyeri: gejala paling sering adalah rasa sakit atau nyeri di telinga. Anak
yang lebih besar akan bisa memberitahu orang tua bahwa telinganya sakit.
Anak yang lebih kecil biasanya akan rewel dan sering menangis. Anak
akan menarik-narik, menggosok telinganya yang sedang kesakitan. Gejala
ini tampak jelas ketika anak sedang menyusu karena gerakan menghisap
dan menelan akan menimbulkan perubahan tekanan yang menyakitkan di
telinga.
Nafsu makan menurun: karena gerakan makan dan menelan membuat sakit
biasanya nafsu makan anak akan menurun.
Gangguan tidur: posisi tidur telentang akan merangsang timbulnya rasa
nyeri di telinga
Demam: bisa suhu normal (37,7 °C ) hingga demam tinggi misalnya 40
°C.
Anak rewel dan sering menangis.
Gangguan keseimbangan tubuh
Keluar cairan dari telinga: ibu bisa melihat keluarnya cairan kekuningan
atau keputihan dari liang telinga, bisa juga bercampur sedikit darah.
Cairan berbau busuk dan berbeda dengan cerumen telinga (kotoran
telinga). Rasa nyeri dan tekanan terkadang membaik setelah cairan keluar,
namun bukan berarti bahwa infeksi sembuh. Ini bukan kegawatdaruratan,
namun segera bawa anak ke dokter anak untuk diperiksa lebih lanjut.
Gangguan pendengaran: selama dan setelah anak sakit terkadang anak
mengalami sedikit gangguan pendengaran selama beberapa minggu akibat
cairan di belakang gendang telinga mengganggu jalannya gelombang
bunyi. Biasanya ini hanya sementara dan membaik setelah cairan
menghilang.
Kadang juga disertai rasa mual atau bahkan muntah.
Penyebab lain nyeri telinga selain radang telinga tengah yaitu:
Infeksi pada kulit telinga bagian luar (otitis eksterna atau swimmer’s ear)
Penurunan tekanan pada telinga tengah akibat batuk pilek atau alergi
Radang tenggorokan
Gigi tumbuh atau nyeri gusi
Radang pada membrana timpani selama batuk pilek tanpa adanya cairan.
Karena rasa nyeri merupakan gejala utama biasanya anak membutuhkan
obat pereda rasa nyeri seperti acetaminophen (parasetamol) atau
ibuprofen. Jangan memberikan aspirin untuk anak. Terkadang ibu bisa
memberikan obat tetes telinga penghilang rasa sakit namun harus
dipastikan gendang telinga (membrana timpani) masih utuh. Dilarang
memberikan obat tetes atau minyak zaitun jika gendang telinga
(membrana timpani) telah robek.
D. Klasifikasi Otitis Media Akut
Terdapat 3 jenis infeksi telinga tengah, yaitu:
Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi telinga yang paling sering
dengan gejala dan tanda peradangan pada membrana timpani disertai
adanya cairan yang terjebak di belakang membrana timpani. OMA dibagi
lagi menjadi:
Otitis media akut: otitis media yang muncul dalam waktu 48 jam.
Otitis media akut tanpa komplikasi: otitis media akut tanpa otorrhea
OMA berat: otitis media akut dengan gejala nyeri sedang – berat disertai
demam > 39 °C
OMA tidak berat: otitis media akut dengan gejala nyeri ringan dan tidak
disertai demam > 39 °C
OMA kambuhan: 3 episode OMA terpisah yang terjadi dalam 4 bulan
atau 4 episode OMA terpisah yang terjadi dalam 12 bulan dimana 1
episode terakhir masih dalam rentang waktu 6 bulan
Otitis media disertai efusi (OME) merupakan kondisi terjebaknya cairan
di cavitas timpani telinga tengah setelah penyembuhan infeksi telinga
tengah akut. OME kadang tidak bergejala. Cairan ini akan bisa
menghilang sendiri dan tidak berbahaya, dokter akan menyarankan anak
untuk kontrol dalam waktu 2 – 3 bulan.
otitis media dengan efusi kronis merupakan kondisi radang telinga
dimana cairan menetap dalam waktu lama di cavitas timpani telinga
tengah juga kambuhan tanpa dicetuskan oleh infeksi akut sebelumnya.
Kondisi ini menyebabkan anak rentan mengalami infeksi telinga dan
merugikan fungsi pendengaran anak.
E. Pencegahan Otitis Media Akut
1) Menyusui: menyusui menurunkan angka infeksi telinga dan batuk pilek.
Tapi ingat: ASI bukan obat tetes telinga jadi jangan meneteskan ASI ke
dalam telinga anak!
2) Jauhkan anak dari paparan asap rokok, terutama di dalam rumah atau
mobil.
3) Singkirkan empeng atau batasi penggunaannya, terutama jika anak sudah
berumur 1 tahun.
4) Budayakan cuci tangan dengan sabun di rumah atau sekolah (TPA,
PAUD). TPA dan PAUD sebaiknya mencuci mainan dengan rutin.
Tindakan mencuci tangan dan mainan dengan sabun ini ternyata mampu
menurunkan frekuensi kejadian infeksi ISPA maupun telinga pada anak.
5) Vaksinasi: vaksinasi bakteri Pneumococcal vaccine (PCV) dan influenza
bisa menurunkan kejadian infeksi telinga pada anak.
F. Pengobatan Otitis Media Akut
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan
pemberian antibiotik dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi
Tujuan : membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan berkurang
di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% (di atas 12
tahun dan pada orang dewasa).
2. Stadium Presupurasi
Obat tetes hidung dan analgetika, antibiotika (biasanya dari golongan
penisilin/ampisilin).
3. Stadium Supurasi
Disamping antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi bila
membran tympani masih utuh.
4. Stadium Perforasi
Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
5. Stadium Resolusi
Membran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan
perforasi membran tympani menutup
Segera bawa ke dokter jika terdapat salah satu poin berikut ini:
Anak umur kurang dari 2 tahun.
Keluar cairan dari telinga
Demam tinggi (102,5 °F atau 39 °C)
Anak mengeluhkan sangat kesakitan
Anak sulit tidur
Anak sulit makan
Anak terlihat sakit (toxic appearance)
Gejala bertambah berat setelah 1 hari
Gejala tidak membaik dalam 3 hari
Terdapat pembengkakan disekitar telinga
Anak memiliki kelainan bawaan sumbing langit-langit mulut, kelainan
anatomi craniofacial, sindroma Down, gangguan kekebalan tubuh,
anak dengan riwayat efusi telinga tengah, riwayat implantasi koklea,
memiliki penyakit jantung, memiliki penyakit paru.