makalah ontologi

3

Click here to load reader

Upload: uanis

Post on 01-Jul-2015

1.080 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah Ontologi

ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI Disajikan oleh Kelompok 3: Iskandar, Juwairia Abd. Kadir, Gusman H., Fitriani

Landasan pokok dalam penelaahan ilmu pengetahuan selalu bertumpu pada tiga cabang filsafat yaitu Ontologi, Epistomologi dan Aksiologi. Pada kesempatan ini kami ingin mencoba menjelaskan mengenai Ontologi. Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang hakekat keberadaan. Van Cleeve Morris menyebut Ontologi sebagai studi yang lingkupnya tentang dunia nyata. Cabang filsafat ini senantiasa berkaitan dengan pemahaman seseorang tentang kenyataan. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang APA YANG INGIN DIKETAHUI mengenai objek yang tengah ditelaah oleh ilmu, meliputi: bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut; bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia, yang pada akhirnya membuahkan sebuah pengetahuan. Karena sesungguhnya Ilmu memiliki 3 pengertian, yakni sebagai Proses, sebagai Prosedur dan sebagai Produk. Sebagai Proses, ilmu merupakan aktifitas penelitian. Sebagai Prosedur, ilmu adalah metode ilmiah. Dan sebagai Produk, ilmu adalah pengetahuan yang sistematis. Sehingga sangatlah beralasan bila Anton Bakker (1992) menyatakan bahwa ontologi merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh. Untuk memperoleh hakekat kebenaran ilmu pengetahuan, manusia menggunakan beberapa alat/tools untuk memperoleh atau mengukur kebenaran ilmu pengetahuan, Beberapa tools tersebut adalah:

Rationalism; Penalaran manusia yang merupakan alat utama untuk mencari kebenaran. Empirism; alat untuk mencari kebenaran dengan mengandalkan pengalaman indera sebagai

pemegang peranan utama. Logical Positivism; Menggunakan logika untuk menumbuhkan kesimpulan yang positif benar. Pragmatism; Nilai akhir dari suatu ide atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk

menyelesaikan masalah-masalah praktis.

METAFISIKA Tafsiran pertama yang diberikan manusia terhadap Metafisika adalah adanya ujud gaib (non-natural) yang bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan ujud yang nyata. Tafsiran ini selanjutnya berkembang menjadi sebuah aliran yang bernama aliran Supranaturalisme. Tafsiran berikutnya adalah prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Democritos (460 – 370 BC) yang dikenal sebagai tafsiran Naturalisme. Dia mengembangkan teori tentang atom yang dipelajari dari gurunya Leucippus, dan menyatakan bahwa unsur dasar dari alam ini adalah atom. Dengan demikian setiap gejala alam dapat dipikirkan berdasarkan pendekatan Fisika dan Kimia. Tafsiran Naturalisme berkembang menjadi aliran Materialisme. Tafsiran Naturalisme selanjutnya berkembang menjadi faham Mekanistik dan faham Vitalistik, dimana faham Mekanistik melihat gejala alam hanya merupakan gejala Kimia dan Fisika semata yang berkenaan dengan zat-zat mati (materi) seperti unsur-unsur, molekul senyawa, mineral, dll. Sedangkan perbedaannya dengan faham Vitalistik adalah faham ini berpikir bahwa kehidupan itu adalah unik, contohnya adalah cara bekerjanya otak manusia disaat melakukan kegiatan berpikir untuk menghasilkan pengetahuan. Faham ini mempertanyakan mengenai hakekat dari sebuah pikiran. Apakah pikiran itu sesungguhnya berujud zat (materi), ataukah bentuk lain yang sama sekali tidak berujud zat (materi). Kemudian muncullah aliran Monistik yang tidak membeda-bedakan antara sesuatu yang tidak berujud zat dengan yang berujud zat. Bagi penganut faham ini satu substansi yang sama bisa dipandang sebagai fenomena yang disebabkan oleh proses yang berlainan. Misalnya cahaya, yang pada satu sisi cahaya bisa dipandang sebagai materi (foton) dan di sisi lain cahaya dapat dipandang sebagai gelombang. ASUMSI Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, diperlukan asumsi yang semakin banyak.

Page 2: makalah Ontologi

Asumsi adalah suatu pernyataan yang tidak terlihat kebenarannya, atau kemungkinan benarnya tidak tinggi. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum hendak melakukan penelitian. Dalam mengembangkan asumsi harus diperhatikan dua hal: 1. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian displin keilmuan. Asumsi yang seperti ini harus

oprasional, dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis. 2. Asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya „bukan‟ bagaimana keadaan yang seharusnya.” Asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral. Seorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda akan berbeda pula konsep pemikiran yang digunakan.

Sering kita jumpai bahwa asumsi yang melandasi suatu kajian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat. Asumsi yang tersirat ini kadang-kadang menyesatkan, sebab selalu terdapat kemungkinan bahwa kita berbeda penafsiran tentang sesuatu yang tidak dinyatakan, oleh karena itu maka untuk pengkajian ilmiah yang lugas lebih baik dipergunakan asumsi yang tegas. Sesuatu yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat. Pernyataan semacam ini jelas tidak akan ada ruginya, sebab sekiranya kemudian ternyata asumsinya adalah cocok maka kita tinggal memberikan informasi, sedangkan jika ternyata mempunyai asumsi yang berbeda maka dapat diusahakan pemecahannya. Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, yakni Axioma, Postulat dan Premise. Axioma adalah pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenarannya sudah membuktikan sendiri. Postulat adalah pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya. Sedangkan Premise adalah pangkal pendapat pada suatu sentimen. Selain Asumsi, istilah lainnya yang biasa dipakai dalam komunikasi ilmu pengetahuan adalah Presumsi. Presumsi adalah suatu pernyataan yang disokong oleh bukti atau percobaan-percobaan, meskipun tidak konklusif

dianggap sebagai benar atau walaupun kemungkinannya tinggi bahwa pernyataan itu benar. PELUANG Sebelum membahas Peluang, ada pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi yakni: “Bagaimana penggunaan asumsi secara tepat?” Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu tinjauan bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik (Junjung, 2005): 1. Deterministik Karakteristik deterministik merujuk pada hukum alam yang bersifat universal. Tokoh: William hamilton dan Thomas Hobbes, yang mneyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empirik yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat uiversal. Pada lapangan pengetahuan ilmu eksak, sifat deterministik lebih banyak dikenal dan asumsinya banyak digunakan dibanding ilmu sosial. Sebagai misal, satu hari sama dengan 12 jam. Satu jam adalah sama dengan 60 menit. Sejak jaman dahulu sampai saat ini, dan mungkin juga masa nanti, pernyataan

ini tetap berlaku. Berapa pun jumlah percobaan dilakukan, satu atom karbon dan oksigen dicampur akan menghasilkan carbon dioksida. 2. Pilihan Bebas Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan waktu 3. Probabilistik (peluang) Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki

kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah kesalahan yang

Page 3: makalah Ontologi

bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut kriteria ilmu ekonomi.

Di dalam statistika Peluang suatu kejadian yang diinginkan didefinisikan sebagai perbandingan antara banyaknya titik sampel kejadian yang diinginkan dengan banyaknya anggota ruang sampel kejadian tersebut. Peluang, biasa disebut juga dengan nilai kemungkinan.

ASUMSI DALAM ILMU Setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi luas. Asumsi ini diperlukan karena pernyataan asumtif inilah yang akan memberi arah dan landasan bagi setiap kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan, baru dianggap benar selama orang-orang sepakat bisa menerima asumsi yang dikemukakan. Semua teori selalu mempunyai asumsi- asumsi, baik yang dinyatakan secara tersurat maupun yang tercakup secara tersirat (Jujun, 2001:6). Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai obyek empiris. Seseorang baru bisa menerima suatu pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris tertentu selama orang-orang lain menganggap bahwa pernyataan asumtif ilmu mengenai obyek empiris tersebut benar. Dan ilmu selalu membangun anggapan bahwa obyek- obyek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang yang kesemuanya itu saling jalin- menjalin secara teratur. Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai suatu objek empiris. Pertama, menganggap objek- objek tertentu mempunyai keserupaan antar satu sama lain. Kedua, beranggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu, dan yang ketiga adalah Determinisme, yaitu asumsi ilmu yang menganggap bahwa suatu gejala bukanlah suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala akan mempunyai suatu pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan- urutan kejadian yang relatif memiliki kesamaan. BATAS-BATAS PENJELAJAHAN ILMU Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Fungsi ilmu yakni sebagai alat bantu manusia dalam menjawab dan menanggulangi permasalah yang dihadapi manusia keseharian. Ilmu diharapkan dapat membantu manusia didalam memerangi wabah penyakit, membangun infrasruktur dan sistem transportasi, irigasi, energi listrik, mendidik anak, memeratakan pendapatan nasional dan sebagainya. Persoalan mengenai hari akhirat tidak akan ditanyakan kepada ilmu, melainkan pada ranah keagamaan, sebab agamalah pengetahuan yang tepat dalam mengkaji masalah-masalah seperti itu. Ilmu mempunyai dua peranan (Bentrand Russell), pada satu pihak sebagai metafisika sedangkan pada pihak lain sebagai akal sehat yang terdidik (Educated common sense). Referensi:

http://jerobudy.blogspot.com/2009/01/batas-penggapaian-ilmu_21.html, Diakses 14 September 2010.

http://najmisyaifi.blogspot.com/2009/07/asumsi-dan-batas-ilmu.html, Diakses 14 September 2010. Munir Misnal. 1997. Pemikiran Filsafat Barat. Yogyakarta: Kerjasama UGM dan Depdikbud. Nasoetion Andi Hakim. 1988. Pengantar ke Filsafat Sains. Bogor: Litera Antarnusa. Poedjawidjawijatna, 1991. Tahu dan pengetahuan: Pengantar ke Ilmu dan Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta. Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil: Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta. Suhartono, Suparlan. 2000. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Ar-Ruzz. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembanganya di Indonesia. Jakarta: Bumi aksara Suriasumantyri, Jujun. 1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. _________________. 2006. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah kumpulan karangan tentang hakekat Ilmu.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.