maksimalisasi potensi zakat melalui peningkatan …
TRANSCRIPT
MAKSIMALISASI POTENSI ZAKAT MELALUI PENINGKATAN KESADARAN
MASYARAKAT
Penelitian
oleh:
Dr. Suryani, M.Si
Siti Najma, MM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………....... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………….................... v
ABSTRAK ………………………...........……………………….................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
E. Definisi Operasional .................................................................... 7
F. Kajian Terdahulu ......................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Teori Efektivitas........................................……......................... 17
B. Zakat ................................................…………….…..................... 21
1. Pengertian Zakat..................................................................... 21
2. Dasar Hukum Zakat ................................................................ 23
3. Tujuan dan Hikmah Zakat ...................................................... 26
C. Zakat Produktif ............................................................................ 28
1. Pengertian Zakat Produktif..................................................... 28
2. Dasar Hukum Zakat Produktif ................................................ 31
3. Akad Dalam Zakat Produktif .................................................. 32
D. Penyaluran dan Pendistribusian Zakat Secara Efektif................... 33
E. Usaha Mikro ................................................................................ 37
1. Pengertian Usaha Mikro ......................................................... 37
2. Pengembangan Usaha Mikro .................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ......................................................................... 44
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................. 44
C. Sumber Data............................................................................... 44
D. Teknik Pengumpulan Data…..................................................... 45
E. Teknik Analisis Data................................................................. 47
F. Teknik Penulisan ....................................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Baitul Mal Kota Lhokseumawe.................... 49
B. Mekanisme Penyaluran Dana Zakat pada Baitul Mal Kota
Lhokseumawe Dalam Pengembangan Usaha Mikro Masyarakat 55
C. Evektifitas Penyaluran Dana Zakat untuk Pengembangan Usaha
Mikro pada masyarakat Kota Lhokseumawe............................. 62
D. Analisa Penulis........................................................................... 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................. 72
B. Saran........................................................................................... 73
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
Dampak yang diharapkan dari penyaluran zakat produktif untuk pengembangan
usaha mikro adalah menurunnya jumlah penduduk miskin di Kota Lhokseumawe.
Namun kenyataannya untuk dapat memastikan penyaluran dana zakat dari Baitul
Mal Kota Lhokseumawe dapat mengembangkan usaha mikro masyarakat perlu
dikaji mengenai efektivitas penyaluran zakat produktif tersebut. Adapun yang
menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme penyaluran
dana zakat pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe untuk pengembangan usaha
mikro masyarakat? dan bagaimana efektivitas penyaluran dana zakat untuk
pengembangan usaha mikro pada masyarakat Kota Lhokseumawe? Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendepenelitiankan mekanisme penyaluran dana zakat
pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe untuk pengembangan usaha mikro
masyarakat dan untuk mengetahui dan menjelaskan efektivitas penyaluran dana
zakat untuk pengembangan usaha mikro pada masyarakat Kota Lhokseumawe.
Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder Teknik pengumpulan data
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menjelaskan
bahwa Mekanisme penyaluran dana zakat pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe
untuk pengembangan usaha mikro bahwa zakat produktif disalurkan kepada
mustahiq dengan akad hibah berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang telah ditetapkan yaitu; (a) Pengorganisasian yang meliputi: menetapkan
mitra kerja, (b) Pendataan; melakukan pendataan serta mengokomodir
permohonan yang masuk, menentukan kriteria mustahiq, menerima dan
merekap formulir pendataan dan selanjutnya diserahkan ke Bidang Pengawsan
untuk diverifikasi; (c) membuat verifikasi dan validasi; (d) melaksanakan
penyaluran zakat produktif kepada mustahiq; (e) Tim melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan program dari awal perencanaan, proses hingga
pelaporan; dan (f) Membuat laporan penyaluran zakat produktif. Efektivitas
penyaluran dana zakat untuk pengembangan usaha mikro pada masyarakat Kota
Lhokseumawe bahwa mustahiq mampu memberdayakan ekonomi mereka.
Pendapatan mustahiq meningkat, mampu berinovasi sehingga pendapatan terus
meningkat, terbentuknya motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,
terbangunnya kemandirian dan terciptanya budaya kerja yang Islami (jujur,
amanah, dan professional. Disarankan agar penyaluran zakat produktif tepat
sasaran dan untuk menghindari manipulasi data oleh calon mustahiq, maka pihak
Baitul Mal Kota Lhokseumawe harus selalu melakukan survey dan mengecek
kebenaran dalam pengurusan administrasi.
Kata Kunci: Efektivitas, Zakat Produktif, Usaha Mikro, Masyarakat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat sebagai suatu kewajiban agama (rukun Islam ketiga) menjadi
instrument utama untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan jika
potensinya dikelola secara professional melalui lembaga-lembaga zakat seperti
BAZNAS di tingkat Nasional, BAZDA di tingkat propinsi dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ) di tingkat kabupaten atau kota. Peran dana zakat dalam kaitan ini
tidak sesempit memberikan uang atau liter beras untuk memenuhi kebutuhan
beberapa saat, melainkan bagaimana penerima mampu menghidupkan dirinya
sendiri dengan layak dan tetap melalui dana zakat.1
Terkait dengan hal di atas, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu
sumber dana sosial ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang
dikelola oleh Badan Amil Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan
tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi konvensional, tetapi dapat pula
dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti dalam program
pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif
kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha.2
Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki andil penting untuk memerangi
kemiskinan melalui zakat terutama zakat untuk usaha produktif. Zakat tidak hanya
diberikan dalam bentuk barang konsumsi saja melainkan juga dalam bentuk barang
1 Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah: Pergulatan Melawan Kemiskinan dan
Penetrasi Ekonomi Global, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 61. 2 Ibid..., h. 62.
produksi. Zakat produktif atau zakat untuk usaha produktif merupakan zakat yang
diberikan dalam bentuk bantuan modal kepada mustahik (sumber daya manusia)
yang diperuntukan untuk membantu usaha mustahik sehingga dapat meningkatkan
output dan pendapatan mustahik.3
Dana zakat pada awalnya lebih didominasi oleh pola pendistribusian
secara konsumtif, namun demikian pada pelaksanaan yang lebih mutakhir saat ini,
zakat mulai dikembangkan dengan pola distribusi dana zakat secara produktif.
Dalam bentuk distribusi zakat produktif ini yaitu biasa diwujudkan dalam bentuk
permodalan baik untuk proyek sosial atau menambah modal pedagang pengusaha
kecil. Saat ini yang menjadi trend dari Islamization process yang dikembangkan
oleh pemikir kontemporer ekonomi Islam adalah: pertama: mengganti sistem
ekonomi bunga dengan sistem ekonomi bagi hasil, kedua: mengoptimalkan sistem
zakat dalam perekonomian.4
Pembentukan Badan Baitul Mal tidak dapat dilepaskan dengan
dikeluarkannya Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7 Tahun
2004. Berdasarkan Qanun tersebut pengelolaan zakat di Propinsi Aceh akan
dilakukan oleh Badan Baitul Mal Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Gampong dalam
Provinsi. Penyaluran zakat hanya diperuntukkan kepada mustahiq sesuai dengan
ketentuan syariat Islam.
Zakat yang terkumpul dari dana masyarakat muslim melalui Baitul Mal
dapat menjadikan zakat menjadi salah satu instrumen yang secara khusus dapat
mengatasi masalah kemiskinan dan dapat mensejahterakan masyarakat ekonomi
3 Ibid..., h. 63. 4 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran dan
Membangun Jaringan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h.154.
lemah. Karena ditinjau dari pola distribusi zakat tersebut menggambarkan adanya
keseimbangan untuk tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk tujuan
jangka pendek maka distribusi zakat disalurkan untuk kebutuhan yang bersifat
konsumtif yaitu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rumah tangga
pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.Sedangkan untuk tujuan jangka
panjang penyaluran zakat dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha
produktif sehingga diharapkan hasilnya dapat diterima secara terus menerus dan
memberikan manfaat secara perekonomian serta meningkatkan
pendapatan.Dengan demikian diharapkan masyarakat miskin yang dahulunya
menjadi penerima zakat (mustahik) menjadi pemberi zakat (muzakki).5
Pendayagunaan zakat berbasis pengembangan ekonomi yaitu penyaluran
zakat dalam bentuk pemberian modal usaha kepada yang berhak menerima
(mustahik) secara langsung maupun tidak langsung, yang pengelolaannya bisa
melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran. Penyaluran dana zakat ini
diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat
mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat. 6
Dalam pendistribusian dana zakat produktif dibagi menjadi dua bagian
yaitu produktif konvensional dan produktif kreatif. Pendistribusian zakat secara
produktif konvensional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang
produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para pemberi
zakat (muzakki) dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak
5Rusli, Analisis Dampak Pemberian Modal Zakat Produktif Terhadap Pengentasan
Kemiskinan Dikabupatenaceh Utara, (Jurnal Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Syiah
Kuala, Vol. 1, No. 1, Februari 2013, ISSN 2302-0172), h. 57. 6 Ibid..., h. 59.
kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit.
Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan
dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial,
seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau
tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi
pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil. 7
Dalam mengelola dan memanfatkan zakat secara produktif, peran serta
manajemen Baitul Mal Kota Lhokseumawe sangat diperlukan agar zakat yang
dikumpulkan dan mendistribusikan dengan efektif dan efisien, salah satu peran
manajemen adalah controlling (pengawasan), dimana diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam hal pendayagunaan zakat secara produktif ini,
sehingga tidak terjadi penyimpangan dan mustahiq yang di bantupun dapat terus
diawasi agar mustahiq bisa menjadi mandiri.
Keberadaan Baitul Mal Kota Lhokseumawe sebagai salah satu lembaga
penyedia layanan keuangan mikro terhadap masyarakat kelas bawah dan seiring
perkembangan zaman Baitul Mal telah mampu memainkan peranan penting dalam
upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan dan juga untuk
mencapai taraf hidup yang sejahtera. Baitul Mal Kota Lhokseumawe juga
melakukan berbagai aktivitas keuangan, salah satunya yaitu penyaluran dana
zakat untuk perkembangan usaha mikro pada masyarakat Kota Lhokseumawe.
Dalam kerangka pengembangan usaha mikro di Kota Lhokseumawe
program penyaluran dana zakat ini diharapkan adanya perubahan kondisi di dalam
7 Ibid..., h. 59.
masyarakat, khususnya pengusaha kecil itu sendiri. Dimana dengan adanya
pengelolaan yang baik terhadap dana bantuan, diharapkan mampu menjadi alat
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun yang menjadi persoalan
apakah dengan adanya bantuan dana zakat dari Baitul Mal Kota Lhokseumawe
kepada usaha-usaha mikro dapat mengembangkan usaha mereka?
Dampak yang diharapkan dari pengembangan usaha mikro adalah
menurunnya jumlah penduduk miskin di Kota Lhokseumawe. Namun
kenyataannya untuk dapat memastikan apakah penyaluran dana zakat dari Baitul
Mal Kota Lhokseumawe dapat mengembangkan usaha mikro masyarakat dan
kenaikan jumlah pendapatan setelah menerima dana zakat tersebut dapat
mengeluarkan pengusaha mikro dari garis kemiskinan harus dilihat dari jumlah
tanggungan dalam keluarga, karena hal itu juga menjadi perhitungan dalam
menentukan keluar atau tidaknya penerima dana zakat produktif dari garis
kemiskinan.8
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian studi kasus dengan judul “MAKSIMALISASI POTENSI ZAKAT
MELALUI PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT.”
B. Rumusan Masalah
8Anwar, “Analisis Kinerja dengan Menggunakan Metode Balanced Score Card, Studi
Kasus pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe”, (Jurnal: Seminar Teknik Industri, 2017), h. 252.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana mekanisme penyaluran Maksimalisasi Potensi Zakat Melalui
Peningkatan Kesadaran MasyarakaT?
2. BagaimanaMaksimalisasi Potensi Zakat Melalui Peningkatan Kesadaran Masyaraka?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. UntukMaksimalisasi Potensi Zakat Melalui Peningkatan Kesadaran Masyaraka.
2. Untuk mengetahuiMaksimalisasi Potensi Zakat Melalui Peningkatan Kesadaran
Masyaraka.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya
yang relevan dengan penelitian ini, terutama penelitian tentang efektivitas
penyaluran dana zakat untuk pengembangan usaha mikro.
b. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan konsep
pengembangan usaha mikro melalui penyaluran dana zakat.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada Baitul Mal Kota Lhokseumawe
dan masyarakat luas tentang efektivitas penyaluran dana zakat untuk
pengembangan usaha mikro.
c. Dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada peneliti mengenai
permasalahan yang diteliti.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca, maka peneliti perlu menjelaskan
istilah-istilah pokok yang digunakan dalam penelitian ini.
1) Efektivitas
Efektivitas adalah pekerjaan yang dilaksanakan dan berhasil mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam pekerjaan tersebut, dengan memberdayakan
seluruh potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya dana yang ada.9
Dalam efektivitas terkandung makna berdaya tepat atau berhasil guna untuk
menyebutkan bahwa sesuatu itu telah berhasil dilaksanakan secara sempurna,
secara tepat dan target telah tercapai. Selain itu terkandung makna efisiensi,
yaitu berdaya guna untuk menunjukkan bila tindakan atau usaha sudah efektif
dan ekonomis, baru dikatakan efisien.10
2) Penyaluran dana zakat
Penyaluran dana zakat yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan dana. Fasilitas pemberian
modal kerja dapat diberikan kepada seluruh sektor ekonomi yang dinilai
prospek, tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tidak dilarang oleh
ketentuan peundang-undangan yang berlaku. Pemberian fasilitas pembiayaan
modal kerja yang diberikan kepada debitur/ calon debitur dengan tujuan untuk
9 Malayu P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
h. 42. 10 Malayu P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Jakarta: Bumi Aksara,
2007), h. 42.
mengeliminasi resiko dan mengoptimalkan keuntungan.11 Dalam penelitian ini
yang dimaksud dengan penyaluran dana zakat adalah pemberian dana zakat
oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe kepada masyarakat untuk
mengembangkan usaha mikro.
3) Pengembangan usaha mikro
Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan usaha mikro,
melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan dan bantuan perkuatan
untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing usaha
mikro. Usaha mikro adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil
sebagaimana dimaksud dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang usaha kecil dan
UU No. 21 Tahun 2008.12
4) Baitul Mal Kota Lhokseumawe
Baitul Mal Kota Lhokseumawe merupakan badan Baitul Mal yang beroperasi
di Kota Lhokseumawe untuk menghimpun dana dari anggota masyarakat
yang berupa zakat, infak, dan shadaqah dan disalurkan kembali kepada pihak
yang berhak menerimanya. Hal ini sesuai dengan Qanun Propinsi Nanggroe
11 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 234. 12Eko Jaya, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), h. 48.
Aceh Darussalam Nomor 7 Tahun 2004. Berdasarkan Qanun tersebut
pengelolaan zakat di Propinsi Aceh akan dilakukan oleh Badan Baitul Mal
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Gampong dalam Provinsi.
F. Kajian Terdahulu
Pada bagian ini memuat uraian mengenai hasil penelitian terdahulu tentang
persoalan yang akan dikaji. Peneliti akan mengemukakan dan menunjukkan
dengan tegas bahwa, masalah yang akan dibahas belum pernah diteliti
sebelumnya. Oleh karena itu, tinjauan terhadap hasil kajian terdahulu perlu
dilakukan dalam bagian ini, sehingga dapat ditentukan posisi penelitian yang akan
dilakukan berada.13
Penelitian yang pernah peneliti jumpai yang berkaitan dengan penyaluran
dana zakat untuk pengembangan usaha mikro adalah penelitian M. Nasyah Agus
Saputra dengan judul penelitian “Optimalisasi Peran Baitul Mal pada BMT untuk
Pemberdayaan Usaha Mikro Di Jawa Timur”. Metode penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa
pendayagunaan dan pemanfaatan dana ZIS yang dipungut Baitul Mal BMT,
langsung dieksekusi oleh Baitul Mal BMT masing-masing dengan prioritas
peruntukkan ashnaf fakir dan miskin yang berdomisili di lingkungan terdekat
dengan BMT. Pemberdayaan ekonomi dilakukan dengan pendampingan dan
pembinaan yang melibatkan Divisi Baitul Tamwil BMT. Pendekatan pembinaan
kelompok ashnaf fakir miskin lebih terfokus untuk menyediakan modal kerja
dengan pola qardhul hasan (pinjaman kebaikan) dan bimbingan intensif oleh
[
13 Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Revisi, (STAIN: Malikussaleh, 2012), h. 46. [
petugas-petugas amil BMT. Pinjaman modal usaha tidak dikenakan bagi hasil,
tetapi fakir miskin yang mendapatkan kesempatan pemberdayaan diminta untuk
memulai melatih diri bermurah hati dengan bersedekah dan berinfaq
sesanggupnya sebagai rasa syukur atas rezeki dari Allah. Selain pemberdayaan
ekonomi yang merupakan program utama, pemberdayaan pendidikan, kesehatan
dan penguatan ruhiyyah khususnya ashnaf fakir miskin.14
Persamaan penelitian ini dengan penelitian M. Nasyah Agus Saputra
adalah sama-sama meneliti tentang pemberdayaan usaha mikro dari zakat Baitul
Mal dan menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Sedangkan
perbedaannya adalah; pada penelitian terdahulu lebih difokuskan pada
optimalisasi peran Baitul Mal dan lokasi penelitian pada usaha mikro di Jawa
Timur. Sedangkan penelitian ini lebih diarahkan pada penyaluran dana zakat dan
lokasi penelitian pada usaha mikro pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
Penelitian Rusli tentang “Analisis Dampak Pemberian Modal Zakat
Produktif Terhadap Pengentasan Kemiskinan Dikabupatenaceh Utara”. Metode
analisis data yang dipakai adalah analisis statistik dan ekonometrik. Sumber
informasi dan data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data diperoleh melalui wawancara dan kuesioner. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan regresi linear dan untuk analisis
data digunakan analisis uji beda wilcoxon. Hasil penelitian mengungkapkan
bahwa pemberian modal zakat produktif dalam bentuk modal usaha berdampak
positif dan dapat menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara sebesar
14M. Nasyah Agus Saputra, “Optimalisasi Peran Baitul Maal pada BMT untuk
Pemberdayaan Usaha Mikro Di Jawa Timur”, (Jurnal Masharif al-Syariah_Vol. 1 No.
2_November 2016 ISSN: 2527 – 6344). Diakses Tanggal 23 Februari 2018.
0,02%. Oleh karena itu, pemberian zakat produktif dalam bentuk modal usaha
oleh Baitul mal Kabupaten Aceh Utara dapat lanjutkan dan ditingkatkan.15
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rusli adalah sama-sama
meneliti tentang pemberian modal zakat dari Baitul Mal. Sedangkan
perbedaannya adalah; pada penelitian terdahulu lebih difokuskan pada
pengentasan kemiskinan, menggunakan data primer dan sekunder, menggunakan
metode statistik dan ekonometrik dan lokasi penelitian di Kabupaten Aceh Utara.
Sedangkan penelitian ini lebih diarahkan pada penyaluran dana zakat untuk
pengembangan usaha mikro, menggunakan data primer, teknik analisis data
kualitatif deskriptif dan lokasi penelitian pada Kota Lhokseumawe.
Ririn Wijayanti meneliti tentang “Analisis Implementasi Pemberdayaan
Usaha Mikro (Studi pada Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah
(LAZISMU) Kabupaten Malang)”. Metode penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LAZISMU mampu
dalam melakukan pemberdayaan UMKM dalam pola pembiayaan yang
menggunakan prinsip-prinsip syariah. Namun, dengan terbatasnya kuantitas SDM
lembaga menyebabkan pengawasan dan pendampingan untuk usaha mikro
menjadi kurang maksimal yang menghambat pertumbuhan dan pengembangan
UMKM itu sendiri. Namun pada akhirnya LAZISMU mampu bertransformasi
dalam sistem kontroling terhadap UMKM yang telah diberikan modal.16
15Rusli, Analisis Dampak Pemberian ..., h. 1. 16Ririn Wijayanti, “Analisis Implementasi Pemberdayaan Usaha Mikro (Studi pada
Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kabupaten Malang)”. (Jurnal
Ilmiah: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, 2015). Diakses Tanggal 23 Februari
2018.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Ririn Wijayanti adalah sama-
sama meneliti tentang pemberdayaan usaha dan menggunakan teknik analisis data
kualitatif deskriptif. Sedangkan perbedaannya adalah; pada penelitian terdahulu
kajiannya lebih difokuskan pada implementasi pemberdayaan dan lokasi
penelitian di Kabupaten Malang. Sedangkan penelitian ini lebih diarahkan pada
penyaluran dana zakat dan lokasi penelitian pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
Penelitian Sintha Dwi Wulansari dengan judul “Analisis Peranan Dana
Zakat Produktif Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Mustahiq Penerima Zaka
(Studi Kasus Rumah Zakat Kota Semarang)”. Metode penelitian ini menggunakan
metode deskriptif untuk mengetahui sistem penghimpunan, pengelolaan dan
pemberdayaan dana zakat di Rumah Zakat Kota Semarang. Untuk menganalisis
data digunakan metode uji beda (Paired T-test). Objek dalam penelitian ini yaitu
mustahiq yang diberikan bantuan modal oleh Rumah Zakat sebanyak 30
responden. Dari hasil penelitan menunjukkan bahwa program Senyum Mandiri
merupakan program pemberian bantuan modal usaha dengan metode hibah atau
qardhul hasan. Hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa adanya pengaruh
antara oemberian bantuan modal terhadap perkembangan modal, omzet dan
keuntungan usaha sebelum dan setelah menerima bantuan modal usaha.17
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sintha Dwi Wulansari adalah
sama-sama meneliti tentang pengembangan usaha mikro. Sedangkan
perbedaannya adalah; pada penelitian terdahulu kajiannya lebih difokuskan pada
17Sintha DwiWulansari, “Analisis Peranan Dana Zakat Produktif Terhadap Perkembangan
Usaha Mikro Mustahiq Penerima Zaka (Studi Kasus Rumah Zakat Kota Semarang)”, (Skripsi:
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, 2013). Diakses Tanggal 26
Februari 2018.
peranan zakat produktif, teknik pengumpulan data melalui pembagian kuesioner,
analisis data melalui pendekatan kuntitatif dan lokasi penelitian pada Rumah
Zakat Kota Semarang. Sedangkan penelitian ini lebih diarahkan pada penyaluran
dana zakat, teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi,
metode analisis data kualitatif deskriptif dan lokasi penelitian pada Baitul Mal
Kota Lhokseumawe.
Tika Widiastuti dengan judul penelitian “Model Pendayagunaan Zakat
Produktif oleh Lembaga Zakat Dalam Meningkatkan Pendapatan Mustahiq”.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan
strategi studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tiga belas
mustahiq penerima bantuan dana zakat produktif dan dua staf pengelola lembaga
zakat terkait. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pendayagunaan dana zakat
produktif oleh lembaga zakat dalam hal ini PKPU disalurkan melalui tujuh
program unggulan. Salah satu program dalam rangka memberdayakan masyarakat
untuk meningkatkan ekonominya adalah program Prospek. Program Prospek ini,
di dalamnya terdapat program KSM dan KUB merupakan model pendayagunaan
zakat produktif oleh PKPU dalam meningkatkan pendapatan mustahiq yang
menurut peneliti sudah optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya
peningkatan pendapatan mustahiq, kelancaran pembayaran angsuran serta
kesanggupan dalam berinfaq/shadaqah.18
18Tika Widiastuti, “Model Pendayagunaan Zakat Produktif oleh Lembaga Zakat Dalam
Meningkatkan Pendapatan Mustahiq”, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga, Vol. 1, No. 1, Januari – Juni 2015).
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Tika Widiastuti adalah sama-
sama meneliti tentang pendayagunaan zakat. Sedangkan perbedaannya adalah;
pada penelitian terdahulu kajiannya lebih difokuskan pada peningkatan
pendapatan mustahiq dan program prosepek serta lokasi penelitian pada PKPU
Surabaya. Sedangkan penelitian ini lebih diarahkan pada penyaluran dana zakat
dan pengembangan usaha mikro serta lokasi penelitian pada Baitul Mal Kota
Lhokseumawe.
Penelitian Hanafia Ferdiana tentang “Pengaruh Sistem Penyaluran Dana
Zakat Terhadap Pemberian Modal Usaha pada Mustahiq Zakat Center
Thoriqotul Jannah Kota Cirebon“. Penelitian ini merupakan penelitian empirik.
Teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara, teaalah dokumen
dan angket yang dibagikan kepada mustahiq binaan Zakat Center yang dijadikan
sebagai sampel untuk mengukur antara sistem penyaluran dana zakat dengan
pemberian modal usaha pada mustahiq Zakat Center. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan korelasi Spearment Rank, uji t, uji regresi dan koefesien
determinasi. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa upaya Zakat
Center dalam sistem penyaluran dana zakatnya terbagi dalam 3 bidang: yaitu
bidang ekonomi, bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Sedangkan pemberian
modal usahanya dilakukan dengan mensurvey langsung ke rumahnya, baru
kemudian Zakat Center akan menentukan apakah layak atau tidak menerima
bantuan tersebut setelah pengajuan bantuan sudah diterima. Dalam bidang
ekonomi sistem penyaluran dana zakat adalah untuk pemberian modal usaha pada
mustahiq ini memiliki kecenderungan kearah yang lebih baik dan mempunyai
hubungan yang kuat. Karena dari 36 % mustahiq mengatakan kehidupannya lebih
meningkat berkat bantuan modal usaha yang di berikan oleh Zakat Center. Hal ini
merupakan keberhasilan bagi Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota Cirebon dalam
sistem penyaluran dana zakat dalam pemberian modal usaha pada mustahiq yang
lebih mensejahterakan.19
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Hanafia Ferdiana adalah sama-
sama meneliti tentang penyaluran dana zakat. Sedangkan perbedaannya adalah;
pada penelitian terdahulu kajiannya lebih difokuskan pada pemberian modal
kepada mustahiq, menggunakan pendekatan kuantitatif, alat pengumpulan data
berupa kuesioner dan lokasi penelitian pada Lembaga Zakat Thoriqotul Jannah
Kota Cirebon. Sedangkan penelitian ini lebih diarahkan pada penyaluran dana
zakat dan pengembangan usaha mikro, menggunakan pendekatan kualitatif, alat
pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi serta lokasi penelitian
pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
Zulkarnaini dengan judul penelitian “Pengaruh Pendayagunaan Zakat
Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq (Studi Kasus di Kecamatan Muara
Dua Kota Lhokseumawe)”. Metode penelitian menggunakan pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara dan tela’ah
dokumen. Dari hasil penelitian di lapangan didapatkan pendayagunaan zakat
produktif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemberdayaan mustahiq
di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Pendayagunaan zakat produktif
19Hanafia Ferdiana, “Pengaruh Sistem Penyaluran Dana Zakat Terhadap Pemberian Modal
Usaha Pada Mustahiq Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota Cirebon”. (Skripsi: Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, 2011). Diakses Tanggal 24 Februari
2018.
yang disalurkan kepada mustahiq di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe
adalah berbentuk dana yang dibelikan suatu barang kepada masyarakat yang
mempunyai usaha.20
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Zulkarnaini adalah sama-sama
meneliti tentang pemberdayaan mustahiq. Sedangkan perbedaannya adalah; pada
penelitian terdahulu kajiannya lebih umum yaitu pada pemberdayaan mustahiq,
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, alat pengumpulan data melalui
pembagian kuesioner dan lokasi penelitian di Kecamatan Muara Dua Kota
Lhokseumawe. Sedangkan penelitian ini lebih diarahkan pada penyaluran dana
zakat dan lebih dikhususkan pada pengembangan usaha mikro, menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif, alat pengumpulan data melalui wawancara dan
dokumentasi serta lokasi penelitian pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
Berdasarkan telaah penelitian-penelitian sebelumnya dapat ditegaskan
bahwa penelitian mengenai “Efektivitas Penyaluran Dana Zakat untuk
Pengembangan Usaha Mikro pada Masyarakat Kota Lhokseumawe (Studi Kasus
pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe)” belum pernah diteliti, khususnya oleh
mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe.
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Teori Efektivitas
20Zulkarnaini, “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan
Mustahiq (Studi Kasus di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe)”. (Skripsi: STAIN
Malikussaleh, Jurusan Ekonomi Islam, 2009).
Efektifitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif
dan operasional. Pada dasarnya efektifitas adalah tingkat pencapaian tugas sasaran
organisasi yang di tetapkan. Efektifitas adalah seberapa baik pekerjaan yang di
lakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang
diharapkan dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang
lainnya.
Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar di tetapkan sebelumnya untuk menghasilkan
sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas menunjukkan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil
kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektifitasnya.21
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar
ontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif
organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil),
program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat
memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely.22
Apabila seseorang berbicara tentang efektifitas sebagai orientasi kerja
berarti yang menjadi sorotan perhatian adalah tercapainya berbagai sasaran yang
telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber
tertentu yang sudah digunakan harus ditentukan sebelumnya dan dengan
memanfaatkan sumber-sumber itulah maka hasil-hasil tertentu harus dicapai
dalam waktu yang telah di tetapkan pula.
21 Malayu Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), h.24 22 Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 92
Sementara itu, Audit Commision dalam Mahsun menyatakan bahwa
efektivitas adalah menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan
pihak yang berwewenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya.
Mahsun menjelaskan bahwa efektivitas (hasil guna) merupakan hubungan antara
keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Pengertian efektivitas ini
pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan.
Kebijakan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan tersebut mencapai
tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).23
Selanjutnya Andrian mengatakan bahwa efektivitas adalah pencapaian
tujuan atau hasil yang dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor tenaga,
waktu dan alat-alat yang dikeluarkan. Efektivitas adalah merupakan tercapainya
sasaran atau tujuan-tujuan dari suatu instansi yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam efektivitas terkandung makna berdaya tepat atau berhasil guna untuk
menyebutkan bahwa sesuatu itu telah berhasil dilaksanakan secara sempurna
secara tepat dan target telah tercapai. Selain itu terkandung makna efisiensi, yaitu
berdaya guna untuk menunjukkan bila tindakan atau usaha sudah efektif dan
ekonomis, baru dikatakan efisien.24 Sedangkan menurut Malayu menjelaskan
bahwa efektivitas adalah pekerjaan yang dilaksanakan dan berhasil mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam pekerjaan tersebut, dengan memberdayakan
seluruh potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya dana yang ada.25
23 Mahsun, Azas-Azas Manajemen: Konsep dan Aplikasinya, (Bandung: Dinamika, 2006),
h. 182. 24 Andrian, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004), h. 32. 25 Malayu P. Hasibuan, Manajemen Sumber ... h. 42.
Menurut Hasibuan efektivitas merupakan suatu keadaan keberhasilan kerja
yang sempurna sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan yaitu:26
a. Kuantitas Kerja; Kuantitas kerja merupakan volume kerja yang dihasilkan
dibawah kondisi normal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya beban kerja dan
keadaan yang didapat atau dialaminya selama bekerja. Setiap perusahaan selalu
berusaha supaya efektifitas kerja dari karyawannya dapat ditingkatkan. Oleh
Karena itu, setiap karyawannya harus memiliki moral kerja yang tinggi.
b. Kualitas Kerja; Kualitas kerja merupakan sikap yang ditunjukkan oleh
karyawan berupa hasil kerja dalam bentuk kerapian, ketelitian, dan keterkaitan
hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan didalam mengerjakan
pekerjaan.
c. Pemanfaatan Waktu; Setiap karyawan harus dapat menggunakan waktu
seefisien mungkin, terutama dengan cara datang tepat waktu ke kantor dan
berusaha untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya dengan memanfaatkan
waktu selama penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijakan
perusahaan.
d. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia; Diperlukan guna mewujudkan
hasil yang diharapkan oleh setiap perusahaan. Setiap karyawan sudah
sepatutnya diarahkan untuk lebih meningkatkan efektivitas kerja mereka
melalui berbagai tahapan usaha secara maksimal sehingga pemanfaatan sumber
daya manusia akan lebih berpotensi.
Adapun untuk mengukur efektivitas, digunakan indikator sebagai berikut:
26 Ibid., h. 105.
1. Peningkatan pendapatan
a. Mampu meningkatkan pendapatan
b. Menjadikan program ini sebagai pekerjaan tetap sehingga mampu
meningkatkan pendapatnnya.
c. Mampu berinovasi sehingga pendapatan terus meningkat.
2. Peningkatkan kesejahteraan dan peningkatan aset produktif
a. Terbentuknya motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
b. Mampu meningkatkan aset produktif.
c. Mampu meningkatkan kesejahteraan
3. Terbangunnya kemandirian
a. Memiliki usaha di luar usaha inti.
b. Mencatat hasil penjualan.
c. Mampu menjual langsung.
4. Peningkatan etos kerja dan spiritual
a. Mampu untuk terus meningkatkan kinerja
b. Mampu berkerja secara profesional.
c. Mampu meningkatkan tingkat spiritual mereka.
d. Mampu menciptakan budaya kerja yang Islami (jujur, amanah, dan
professional). 27
Berdasarkan pendapat para ahli dapat diketahui bahwa efektivitas
merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan
gambaran mengenai keberhasilan dalam mencapai sasarannya atau dapat
27 Ibid., h. 107.
dikatakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasi-aktivasi yang telah
dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
B. Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat merupakan sarana pendidikan bagi jiwa manusia agar dapat merasa
bersyukur kepada Allah dan melatih manusia agar dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh orang-orang fakir miskin. Zakat juga merupakan sarana
penanaman sikap jujur, terpercaya, berkorban, ikhlas, mencintai sesama dan
persaudaraan pada diri manusia. Jadi prinsip zakat meliputi dasar-dasar yang
sangat luas. Zakat adalah kewajiban untuk melaksanakan tugas ekonomi, sosial
dan tanggung jawab moral masyarakat.
Zakat dalam istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Ditinjau dari segi
bahasa, menurut lisan orang arab, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari
zakat yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yang semua arti ini
digunakan di dalam menerjemahkan Al-Qur’an dan hadits.28
Menurut Hafifuddin, secara terminologi zakat adalah pemilikan harta
yang dikhususkan kepada penerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Sementara
menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta
tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan
28 Muhammad Ridwan dan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi Umat, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 33. [
tertentu pula.29 Zakat adalah kadar yang telah ditetapkan dan dikenakan atas harta-
harta yang dikeluarkan zakatnya pada setiap tahun apabila jumlah harta yang
dimiliki itu sampai nisabnya.30
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian
menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan
beres (baik). Banyak sekali perintah Allah untuk membayarkan zakat dan hampir
keseluruhan perintah berzakat itu dirangkaikan dengan perintah mendirikan shalat
seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 43 berikut:
Artinya: Dan dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat dan ruku’lah kamu beserta
orang-orang yang ruku’.31
Menurut Monzer Kahf yang dikutip Didin Hafidhhuddin menyatakan
bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distrbusi harta egaliter
dan bahwa sebagai manfaat dari zakat, harta akan selalu beredar. Zakat akan
mencegah beredarnya harta di beberapa orang kaya dan akan terjadi
pendistribusian harta secara adil. Zakat juga merupakan institusi yang
komperehensif untuk distribusi harta karena hal ini menyangkut harta setiap
muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai nishab.32
Berdasarkan pengertian di atas, zakat adalah kadar yang telah ditetapkan
dan dikenakan atas harta-harta yang dikeluarkan zakatnya pada setiap tahun
29 Didin Hafidhhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),
h. 7 [[[[[[[ 30 Nukthoh Arfawie Kurde, Memungut Zakat dan Infaq Profesi oleh Pemerintah Daerah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h 18. 31 Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2010), h.18.
32 Didin Hafidhhuddin, Zakat Dalam .... h. 9.
apabila jumlah harta yang dimiliki itu sampai nisabnya. Zakat yang dikelola
dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus
pemerataan pendapatan.
2. Dasar Hukum zakat
Teori hukum Islam menunjukan bahwa dalam menghadapi masalah-
masalah yang tidak jelas rinciannya dalam Al-quran atau petunjuk yang
ditinggalkan Nabi SAW, penyelesaiannya adalah dengan metode ijtihad. Ijtihad
atau pemakaian akal dengan tetap berpedoman pada Al-quran dan Al-hadits.
1. Al-quran
Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan
untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain, walaupun
dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain. Di antara dalil yang
menjadi dasar hukum bagi pendistribusian zakat adalah Firman Allah SWT. dalam
QS. At-Taubah ayat 60 sebagai berikut:
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 33
Ayat berikutnya adalah dalam QS. Ar-Rum ayat 38.
Artinya: Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian
(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan
Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah,
dan mereka itulah orang-orang beruntung. 34
33 Ibid..., h. 196.
34 Ibid..., h. 408.
2. Hadits
Adapun dalil dari As-Sunnah atau Hadits adalah sabda Nabi Shalallahu
Alaihi Wassalam dalam sebuah haditsnya :
فذكر الله إل ليمن يضر عن ابن عباس رضي الله عن هما: أن النب صلى الله عليه وسلم ب عث معاذا . مت فق ائهم، فتد ف قرائهمث وفيه: "إن الله قد افتض عليهم صدقة ف أموالم تؤخذ من أغني الدي
.عليه، واللفظ للبخاري
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi saw. pernah mengutus Muadz ke
Yaman , Ibnu Abbas menyebutkan hadits itu, dan dalam hadits itu
beliau bersabda : Sesungguhnya Allah telah memfardhukan atas
mereka sedekah (zakat) harta mereka yang di ambil dari orang-orang
kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir di
antara mereka. (HR Bukhari dan Muslim, dengan lafadz Bukhari).35
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat, dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa: Zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Pasal 4 ayat (1)
Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal Dalam Pasal 1
ayat (14) disebutkan bahwa zakat adalah bagian dari harta yang wajib disisihkan
oleh sorang muslim atau badan (koorporasi) sesuai dengan ketentuan Syariat
Islam untuk disalurkan kepada yang berhak menerimanya dibawah pengelolaan
Baitul Mal. Ayat (15) Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok atau
uang senilai harganya yang dikeluarkan oleh setiap orang Islam untuk diri dan
tanggungannya pada akhir Ramadhan sesuai dengan ketentuan syari’at. Ayat (16)
35 Abu Bakar M., Terjemahan Subul As-Salam II, (Surabaya: Al-Ikhlash , 1991), h. 479.
Zakat Maal adalah zakat yang dikenakan atas harta yang disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimilki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
syari’at. Ayat (17) Muzakki adalah orang atau badan yang berkewajiban
menunaikan zakat. Ayat (18) Mustahik adalah orang atau badan yang berhak
menerima zakat.
Berdasarkan landasan hukum di atas dapat disimpulkan bahwa zakat
roduktif boleh bahkan sangat dianjurkan bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi
negara indonesia saat ini. Agar dari zakat produktif tersebut, masyarakat bisa
berorientasi dan berbudaya produktif, sehingga dapat memproduksi sesuatu yang
dapat menjamin kebutuhan hidup mereka. Pada saat ini modal dalam bentuk uang
tidak hanya dikonsentrasikan kepada pengelolaan tanah dan perdagangan saja,
akan tetapi juga sudah diarahkan kepada pendirian bangunan-bangunan untuk
disewakan atau diinvestasikan.
3. Tujuan dan Hikmah Zakat
Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua
Hijrah Nabi SAW, kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa Ramadhan.
Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah mulai
terbentuk dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina masyarakat muslim
yakni sebagai bukti solidaritas sosial. Adapun ketika umat Islam masih berada di
Makkah, Allah SWT sudah menegaskan dalam Al-Quran tentang pembelanjaan
harta yang belum dinamakan zakat, tetapi berupa infaq bagi mereka yang
mempunyai kelebihan harta agar membantu bagi yang kekurangan.36
36 Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan, ...., h. 82
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan
manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang
berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya,
maupun bagi masyarakat keseluruhan. Hikmah tersebut sebagai berikut:37
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya,
menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan
hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
b. Zakat adalah hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu
dan membina mereka, terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih
baik dan lebih sejahtera, teruatama dengan konsep zakat produktif sehingga
menjadikan mereka menjadi manusia yang produktif.
c. Sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang
berkecupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunaka
untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak
memiliki waktu dan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah
diri dan keluarganya.
d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana
yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan,
sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pembangunan kualitas sumberdaya
manusia muslim. Orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas
nama golongan fakir dan miskin maupun fisabilillah.
37 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam ...., h. 20.
e. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah
membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak
orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai
dengan ketentuan dari Allah swt.
f. Zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat
yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi
sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity.
g. Sebagai dorongan Islam kepada muslim untuk berzakat, bersedekah
menunjukkan bahwa agama Islam mendorong umatnya untuk bekerja secara
maksimal, sehingga mampu menyisihkan hartanya untuk orang lain. Zakat
yang dikelola dengan baik, akan mampu membuka lapangan kerja dan usaha
yang luas, sekaligus penguasaan asset-asset oleh umat Islam. Dengan
demikian, zakat menurut Yusuf al-Qardhawi adalah ibadah maaliyah al-
ijtima’iyyah, yaitu ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi strategis,
penting dan menentukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat.
Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif
adalah yang mampu melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para
mustahiq agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping
melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan
usahanya, juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual
keagamaannya agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamanannya.
C. Zakat Produktif
1. Pengertian Zakat Produktif
Zakat produktif didefinisikan sebagai zakat dalam bentuk harta atau dana
zakat yang diberikan kepada para mustahiq yang tidak dihabiskan secara langsung
untuk konsumsi keperluan tertentu, akan tetapi dikembangkan dan digunakan
untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara terus menerus.38 Zakat produktif adalah
pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu
secara terus menerus dengan harta zakat yang diterimanya.
Pengertian harta zakat secara produktif artinya harta zakat yang
dikumpulkan dari muzakki tidak habis dibagikan sesaat begitu saja untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif, melainkan harta zakat itu sebagian
ada yang diarahkan pendayagunaanya kepada yang bersifat produktif. Dalam arti
harta zakat itu didayagunakan (dikelola), dikembangkan sedemikian rupa
sehingga bisa mendatangkan manfaat yang akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan orang yang tidak mampu (fakir miskin) tersebut dalam jangka panjang.
Dengan harapan secara bertahap, pada suatu saat nanti ia tidak lagi masuk kepada
kelompok mustahiq zakat, melainkan kelamaan menjadi muzakki. 39
Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahiq sebagai modal
untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuhkembangkan
tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahiq.40 Harta zakat itu
didayagunakan (dikelola), dikembangkan sedemikian rupa sehingga bisa
mendatangkan manfaat yang akan digunakan dalam memenuhebutuhan orang
38 Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), h. 63. 39 Didin Hafidhhuddin, Zakat Dalam ...., h. 7 [[[[[[[ 40 Abduracchman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 165.
yang tidak mampu tersebut dalam jangka panjang, dengan harapan secara
bertahap, pada suatu saat tidak lagi masuk kepada kelompok mustahiq zakat.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian
menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan
beres (baik). Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam surah At-Taubah ayat 103 :
Artinya“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Zakat produktif merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan.
Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun
pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity.
Monzer Kahf menyatakan zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada
distrbusi harta egaliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat, harta akan selalu
beredar. Zakat akan mencegah beredarnya harta di beberapa orang kaya (the
have), dan akan terjadi pendistribusian harta secara adil. Zakat juga merupakan
institusi yang komperehensif untuk distribusi harta karena hal ini menyangkut
harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai nishab.41
Kelebihan dari zakat produktif akan berdampak positif secara nyata dalam
menciptakan kesenjangan hidup masyarakat yang sejahtera yang mampu hidup
lebih baik lagi dan bahkan akan lebih mandiri, sehingga ia tidak butuh lagi
menerima zakat. Karena telah mampu bangun dari kemiskinan menuju kaya dan
sejahtera. Zakat produksi ini sangat urgen dalam membangun masyarakat
41 Didin Hafidhhuddin, Zakat Dalam .... h. 9 [[[[[[[
produktif dan inovatif dalam membangun bersama perekonomian bangsa
sejahtera. 42
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diisyaratkan bahwa yang
memberikan zakat yang bersifat produktif adalah yang mampu melakukan
pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik zakat dalam kegiatan
usahanya. Juga harus memberikan pembinaan rohani dan intelektual
keagamaannya agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamannya.
Zakat produktif merupakan pemberian zakat yang dapat membuat para
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang
telah diterimanya.
2. Dasar Hukum Zakat Produktif
Dalam Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ tidak menyebutkan secara tegas
dan rinci mengenai dalil zakat produktif, akan tetapi ada celah dimana zakat dapat
di kembangkan.
a. Di antara dalil yang menjadi dasar hukum bagi pendistribusian zakat adalah
Firman Allah SWT. dalam QS. At-Taubah ayat 60 sebagai berikut:
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 43
b. Hadits
42 Abduracchman Qadir Zakat .... h. 166.
43 Ibid..., h. 196.
Adapun dalil dari As-Sunnah atau Hadits adalah sabda Nabi Shalallahu
Alaihi Wassalam dalam sebuah haditsnya :
فذكر الديث ل ليمن عن ابن عباس رضي الله عن هما: أن النب صلى الله عليه وسلم ب عث معاذا إ من أغني افتض عليهم صدقة ف أموالم تؤخذ قد وفيه: "إن الله ف قرائهم فتد عليه، ائهم، مت فق .
.واللفظ للبخاري
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi saw. pernah mengutus Muadz
ke Yaman , Ibnu Abbas menyebutkan hadits itu, dan dalam hadits itu
beliau bersabda : Sesungguhnya Allah telah memfardhukan atas
mereka sedekah (zakat) harta mereka yang di ambil dari orang-orang
kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir di
antara mereka. (HR Bukhari dan Muslim, dengan lafadz Bukhari).44
c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat, dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa: Zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Pasal
4 ayat (1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
d. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal Dalam Pasal 1 ayat
(14) disebutkan bahwa zakat adalah bagian dari harta yang wajib disisihkan
oleh sorang muslim atau badan (koorporasi) sesuai dengan ketentuan Syariat
Islam untuk disalurkan kepada yang berhak menerimanya dibawah pengelolaan
Baitul Mal.
3. Akad Dalam Zakat Produktif
Penyaluran zakat produktif ini berbentuk bantuan modal (berupa uang
tunai atau barang) untuk berdagang, pengadaan hewan ternak dan bantuan
44 Abu Bakar M., Terjemahan Subul As-Salam II, (Surabaya: Al-Ikhlash , 1991), h. 479.
peralatan untuk mencari nafkah hidup. Pendistribusian zakat secara produktif
merupakan salah satu bentuk usaha pengurangan jumlah kemiskinan melalui
program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pendistribusian zakat produktif ini
diberikan kepada aktivitas yang dapat menghasilkan manfaat dalam jangka
panjang dan melepaskan ketergantungan ekonomi masyarakat miskin dari bantuan
pihak lain. Disamping itu Baitul Mal juga mempunyai sasaran untuk merubah
penerima zakat (mustahik) menjadi pemberi zakat (muzakki).
Pada umumnya, akad yang digunakan dalam pendistribusian zakat
produktif adalah akad qardhul hasan. Qardhul hasan adalah kebijakan
pembiayaan yang diberikan kepada mustahiq tanpa pungutan bagi hasil. Dalam
hal ini mustahiq hanya dibebani tanggung jawab mengembalikan pembiayaan
sejumlah yang diterimanya tanpa tambahan apapun, dan membayar biaya
administrasi.45
Namun di samping itu, dalam zakat produktif juga adanya akad berupa
hibah yang artinya pemberian secara cuma-cuma kepada mustahiq. Menurut
hukum syara‟ hibah berarti akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik
seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Dengan
diarahkan pemberian secara cuma-cuma kepada mustahiq bertujuan untuk
membantu masyarakat dalam menbangun lumbung-lumbung perekonomian guna
menompang kebutuhan hidup sehari-hari. dan juga pengalokasian zakat produktif
dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup.46
D. Penyaluran dan Pendistribusian Zakat Secara Efektif
45 Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif ..., h. 68. 46 Departemen Agama RI, Panduan Pengembangan Usaha Bagi Mustahiq, ( Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2009), h. 43.
Penyaluran zakat terkadang hanya bersirkulasi pada suatu tempat tertentu,
ketika zakat tidak dikelola secara kelembagaan dan diberikan langsung oleh si
pemberi zakat (muzakki) kepada mustahik (penerima zakat). Hal ini salah satu
faktor penyebab adalah kurang adanya lembaga zakat yang profesional, yang
menyampaikan dana zakat tersebut kepada umat yang membutuhkan juga
berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pasal 25 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat disebutkan bahwa zakat wajib didistribusikan kepada
mustahik sesuai syariat Islam.
Adapun cara penyaluran zakat menurut Mursyidi adalah sebagai berikut:
a. Hasil zakat disalurkan kepada 8 ashnaf sebagaimana telah dijelaskan dalam
surat At Taubah 60 dengan skala prioritas fakir, miskin, amil zakat, muallaf,
riqab, gharimin, sabilillah, Ibnu Sabil.
b. Hasil zakat bisa dimanfaatkan untuk keperlaun konsumtif seperti menyantuni
janda, orang jompo, orang yang cacat, fisik atau mental dan sebagainya sercara
teratur, misal perbulan atau sampai ia mampu mencukupi keperluan hidupnya
sendiri.
c. Hasil zakat bisa digunakan untuk keperluan yang bersifat produktif seperti
bantuan usaha modal kepada fakir yang mempunyai keahlian tertentu dan mau
berusaha keras agar bisa terlepas dari kemiskinan dan ketergantungan kepada
orang lain.
d. Hasil zakat juga bisa digunakan untuk mendirikan pabrik dan proyek yang
profitable dan hasilnya untuk pos-pos mustahiqin yang membutuhkan. Pabrik-
pabrik yang dibiayai dengan harta zakat harus memberi prioritas penerimaan
tenaga kerjanya dari orang miskin yang telah diseleksi dan telah diberi
pendidikan keterampilan yang sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia.47
Agar dana zakat yang disalurkan itu berdaya guna dan berhasil guna maka
pemanfaatannya harus selektif untuk kebutuhan konsumtif atau produktif.
Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi
dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang berbentuk
produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan produktif kreatif.48
Dana zakat yang terkumpul didistribusikan secara konsumtif dan distribusi
secara produktif dalam empat bentuk, yaitu:
a. Konsumtif tradisional adalah zakat yang diberikan kepada mustahiq secara
langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari seperti beras. Pola ini
merupakan program jangka pendek mengatasi masalah umat.
b. Konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang
konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam menghadapi
permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya semisal beasiswa.
c. Produktif konvensional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-
barang yang bisa berkembang biak atau alat utama kerja seperti sapi, kambing
dan mesin jahit.
47 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung:Remaja Rosda Karya:2006), h. 248. 48 Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN-Malang Press,
2008), h. 314.
d. Produktif kreatif adalah zakat yang diberikan dalam modal kerja sehingga
penerima dapat mengembangkan usahanya setahap lebih maju.49
Pendistribusian dana zakat memiliki fungsi mengecilkan jurang perbedaan
antara kaya dan miskin karena bagian harta kekayaan si kaya membantu dan
menumbuhkan kehiduan ekonomi yang miskin, sehingga keadaan ekonomi si
miskin dapat diperbaiki. Salah satu syarat keberhasilan zakat adalah dengan
pendistribusian zakat secara professional yang didasarkan kepada landasan yang
sehat,sehinga zakat tidak salah sasaran.
Hukum menginvestasikan dana zakat itu diperbolehkan dengan beberapa
syarat, yakni investasi dana zakat yang disalurkan pada usaha yang dihalalkan
syariat dan peraturan yang berlaku, usaha itu diyakini memberi keuntungan
berdasarkan studi kelayakan, pembinaan dan pengawasan oleh pihak berkompeten
termasuk lembaga yang mengelola dana investasi itu. Juga tidak terdapat fakir
miskin yang kelaparan dan memerlukan biaya serta tidak bisa ditunda saat zakat
diinvestasikan.50
Dalam pendayagunaan dana zakat untuk aktivitas yang sifatnya produktif
memiliki beberapa prosedur. Aturan tersebut terdapat dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Bab III pasal 27 antara lain:
a. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
49Sjechul Hadi Pernomo, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 41. 50 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975
(Jakarta:Erlangga, 2011), h. 163.
b. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.51
Pendayagunaan zakat harus berdampak positif bagi mustahik, baik secara
ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahik dituntut benar-benar dapat
mandiri dan hidup secara layak sedangkan dari sisi sosial, mustahik dituntut dapat
hidup sejajar dengan masyarakat lain. Hal ini berarti, zakat tidak hanya bersifat
charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif.52
E. Usaha Mikro
1. Pengertian Usaha Mikro
Pengertian usaha menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah
kegiatan dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai sesuatu
maksud; pekerjaan untuk mencapai sesuatu maksud; kerajinan belajar; pekerjaan
(untuk menghasilkan sesuatu).53 Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut
Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003,
yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia
51 Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat (Yogyakarta: Pustaka Mahardika, 2014), h. 14. 52 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII-
Press, 2004), h. 216. 53 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet.
XIII, h. 1136.
(WNI) dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) per tahun.54
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan atau badan usaha
perorangan yang memenuhi criteria. Memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 55 Menurut Undang-undang Nomor 20
Tahun 2008 Pasal 1 ayat (1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.56
Usaha mikro merupakan usaha yang bersifat menghasilkan pendapatan dan
dilakukan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. Sedangkan pengusaha mikro
adalah orang yang berusaha di bidang usaha mikro. Menurut Mulyadi
Nitisusastro ciri-ciri usaha mikro adalah sebagai berikut:
a. Modal disediakan sendiri.
b. Manajemen berdiri sendiri.
c. Jenis barang usahanya tidak tetap,dapat berganti pada periode tertentu.
d. Tempat usahanya tidak selalu menetap, dapat berubah sewaktu-waktu.
e. Belum melaksanakan administrasi keuangan yang sederhana dan tidak
memisahkan antara keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya
manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa enterpreuner yang memadai.
f. Tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah.
g. Pada umumnya belum akses ke perbankan, namun sebagian dari mereka sudah
akses ke lembaga keuangan non bank.
54 Euis Amalia, Keadilan Distribusi dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2009), h. 42.
55Totok Budisantoso, Nuritomo, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi Ketiga, (Jakarta:
Salemba Empat, 2014), h. 154. 56 Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 268.
h. Umumnya tidak mempunyai izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya
termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
i. Daerah pemasarannya lokal.
j. Aset perusahaannya kecil.
k. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar d an lain-lain.
l. Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit
(konveksi).
m. Jumlah karyawan yang dipekerjakan terbatas.57
Usaha Mikro yaitu suatu usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau
dekat miskin, bersifat usaha keluarga, menggunakan sumber daya lokal,
menerapkan teknologi sederhana, dan mudah keluar masuk industri. Usaha Mikro
adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria usaha mikro. Usaha mikro memiliki peran penting dalam
pengembangan usaha di Indonesia. Adapun peran dan fungsi usaha mikro yaitu:
a. Penyerapan tenaga kerja
Usaha mikro memiliki peran dalam menyerap tenaga kerja atau sekelompok
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan suatu barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
b. Pemerataan pendapatan
Jumlah usaha mikro di Indonesia sangat besar kuantitasnya. Mereka tersebar
dalam berbagai jenis usaha dan wilayah operasi.Kondisi tersebut
mengakibatkan banyak masyarakat yang dapat ikut akses ke dalamnya
sehingga menghindari terjadinya pengangguran atau memperoleh pendapatan.
c. Nilai Tambah bagi produk daerah
Setiap daerah tentu memiliki keunggulannya masing-masing, baik dilihat dari
letak geografis maupun potensi sumber daya alamnya. Apabila potensi sumber
57 Ibid..., h. 274.
daya alam di suatu daerah dikelola oleh pengusaha mikro, maka kondisi ini
akan memberikan nilai tambah, baik bagi produk itu sendiri maupun bagi nilai
tambah produk unggulan yang ada di daerah tersebut.
d. Peningkatan taraf hidup
Dengan adanya lapangan pekerjaan di berbagai sektor, termasuk usaha mikro,
diharapkan dapat menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja yang masih
menganggur maupun semi menganggur sehingga mereka dapat menambah
penghasilan guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarga.58
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah dalam Pasal 3 disebutkan bahwa usaha mikro bertujuan
menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Usaha
mikro berperan dalam pembangunan perekonomian nasional melalui kontribusi
terhadap PDB, penciptaan lapangan pekerjaan, dan penyerapan tenaga kerja baik
tenaga kerja yang masih menganggur maupun semi menganggur.
2. Pengembangan Usaha Mikro
Kelompok usaha mikro diperlukan, karena usaha sendiri tidaklah mudah
dan memiliki keterbatasan pengetahuan/pendidikan, sumber bahan baku terbatas,
modal kecil, teknologi produksi sederhana, serta tidak memiliki akses kepada
sumber modal, apalagi persaingan antar usaha cukup kuat. Menurut Mulyadi
Nitisusastro peningkatan usaha mikro dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
sebagai berikut:
58 Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro ..., h. 35.
a. Faktor internal:
1) Sumber Daya Manusia
Sumber daya yang paling penting bagi suatu organisasi adalah orang yang
memberikan kerja, bakat, kreativitas, dan semangat kerjanya untuk tujuan
organisasi, dan itulah yang dinamakan dengan manusia. Sumber daya
manusia yang pertama adalah diri yang bersangkutan sendiri, atau seseorang
yang telah berniat dan bertekad memasuki dunia wirausaha. Sebagai
seseorang yang telah berniat dan bertekad memasuki dunia wirausaha, sudah
barang tentu yang bersangkutan harus benar-benar siap menghadapi semua
permasalahan yang lazimnya terjadi di lingkungan usaha. Agar usaha mikro
yang dijalankan bisa meningkat, maka sumber daya manusia, memang harus
diberikan pelatihan-pelatihan, pembianaan, pendmapingan khusus,
pengawasan dan motivasi. 59
2) Sumber Daya Finansial (Keuangan)
Keluhan yang paling sering didengar dari pelaku usaha adalah kurangnya
modal usaha. Dari seringnya terdengar keluhan ini sekilas terkesan bahwa
yang dimaksud oleh sebagian besar pelaku usaha, khususnya pelaku usaha
mikro dengan modal adalah sejumlah uang yang segera dapat digunakan
untuk melengkapi berbagai kebutuhan usaha.. Kekurangan modal yang
terjadi akan sangat membatasi ruang gerak aktivitas usaha yang ditujukan
untuk peningkatan pendapatan. Dengan pemilikan dana yang terbatas
sementara sumber dana dari luar yang bisa membantu mengatasi
59 Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan ..., h. 276.
kekurangan modal ini sulit diperoleh, telah membuat semakin sulitnya
usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat itu dengan cepat.
3) Aspek Teknis Produksi
Proses produksi merupakan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan
dalam rangka mewujudkan produk, barang atau jasa yang akan ditawarkan
dan dijual kepada pembeli. Proses produksi melibatkan berbagai sumber
daya seperti tenaga kerja, dana, bahan dan peralatan, metoda, informasi dan
waktu guna menghasilkan produk barang, produk jasa dan gabungan produk
barang jasa. 60
4) Aspek Pemasaran
Filosofi bisnis sejatinya sangat sederhana, yakni memindahkan produk dari
produsen ke konsumen. Untuk mencapai tujuan itu produsen harus
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya guna mengetahui produk
apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Informasi yang didapatkan akan
menjadi sumber utama dalam memasarkan suatu produk, di mana bauran
pemasaran merupakan instrumen pemasaran dalam menetapkan segmentasi,
target dan posisi pada target pembeli diarena pasar tertentu. 61
b. Faktor Eksternal eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah, aspek sosial
budaya dan ekonomi, serta peranan lembaga terkait seperti:
1) Kebijakan pemerintah
Pemerintah diharapkan agar bisa memberikan kebijakan atas akses
permodalan dan pembiayaan. Kegiatan pembinaan melalui dinas terkait,
60 Ibid...s, h. 277. 61 Ibid..., h. 278.
peraturan dan regulasi yang pro bisnis penyiapan lokasi usaha dan
penyediaan informasi terkait dunia bisnis.
2) Aspek sosial budaya dan ekonomi
Aspek yang harus diperhatikan dalam aspek sosial dan budaya ini adalah
tingkat pendapatan masyarakat.
3) Aspek peranan lembaga pihak ketiga
Aspek peranan lembaga pihak ke tiga ini adalah pemerintah, perguruan
tinggi, swasta dan lembaga sawdaya masyarakat. Aspek ini berkaitan
dengan bantuan permodalan dari lembaga terkait, bimbingan
teknis/pelatihan, monitoring dan evaluasi.62
62 Ibid..., h. 278.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam studi ini yaitu pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe Jln. T.
Hamzah Bendahara Komplek Islamic Center, Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.
Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut karena Baitul Mal Kota Lhokseumawe salah
satu lembaga penghimpunan, pengelolaan dan penyaluran zakat kepada masyarakat di
Kota Lhokseumawe.
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field
research) dengan mengolah data primer berupa hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti guna
memperoleh gambaran tentang efektivitas penyaluran dana zakat untuk
pengembangan usaha mikro masyarakat pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif karena jenis penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang mendalam tentang apa yang tersembunyi dibalik efektivitas penyaluran
dana zakat untuk pengembangan usaha mikro pada masyarakat pada Baitul Mal
Kota Lhokseumawe.
C. Sumber Data
Sumber data untuk membantu dan memudahkan pelaksanaan penelitian
ini adalah data yang diperoleh langsung dari data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik individu
atau perorangan berupa wawancara secara langsung.63Dalam penelitian ini data
primer diperoleh dari wawancara secara langsung dari objek atau sumber
utama yaitu pegawai-pegawai yang bertugas di Baitul Mal Kota Lhokseumawe
yang terdiri dari Bapak Boihaki selaku Kepala Baitul Mal Kota Lhokseumawe,
Bapak Sibral Malasi selaku di Bidang Pembukuan dan pelaporan, Ibu Zulvera
Yanti selaku Kasubbag Bendahara Penyaluran, Bapak Hamdani selaku seksi
Penyaluran Zakat Baitul Mal Kota Lhokseumawe dan 5 (lima) orang mustahiq
zakat produktif di Kota Lhokseumawe.
2. Data sekunder
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
buku-buku, majalah, karya ilmiah dan dari dokumen-dokumen yang digunakan
untuk menjawab masalah dalam penelitian. Data ini juga dapat digunakan
sebagai sarana pendukung untuk memahami masalah yang akan diteliti.
D. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai beriku :
1. Observasi
63 Sumardi Surya Brata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 49.
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.64 Dengan melakukan
observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data
dalam keseluruhan situasi sosial yang dihadapi. Dengan terjun langsung di
lapangan, peneliti akan mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif
karena peneliti dapat merasakan suasana sosial yang diteliti.
2. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpul informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan
pula.65 Jenis wawancara yang dilakukan oleh penulis yaitu wawancara tidak
terstruktur, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Tujuannya yaitu untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat serta ide-idenya untuk menemukan
permasalahan.66 Adapun yang diwawancarai dalam penelitian ini yaitu Bapak
Boihaki selaku Kepala Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Bapak Sibral Malasi
selaku di Bidang Pembukuan dan pelaporan, Ibu Zulvera Yanti selaku
Kasubbag Bendahara Penyaluran, Bapak Hamdani selaku seksi Penyaluran
Zakat Baitul Mal Kota Lhokseumawe dan 5 (lima) orang mustahiq zakat
produktif di Kota Lhokseumawe.
3. Dokumentasi
64 Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 158. [
65 Amirul Hadi Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung :2005), h. 135.
66 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidika,:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D),
(Bandung: Alfabeta, 2010), h. 8
Dokumen yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah teori-teori
yang berhubungan dengan penyaluran zakat untuk usaha mikro, dan data-data
lain yang dibutuhkan dalam melengkapi penelitian ini antara lain:
a. Buku Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, Karangan Asnaini,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
b. Buku Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat,
Karangan Muhammad Ridwan dan Mas’ud, Yogyakarta: UII Press, 2005.
c. Buku Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional,
karangan Sjechul Hadi Pernomo, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.
d. Buku Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, karangan Fakhruddin,
Malang: UIN-Malang Press, 2008.
E. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif secara induktif. Pada penelitian ini peneliti akan menganalisa data baik
data primer maupun data sekunder yaitu secara spesifik. Proses analisis data yaitu
sebagai berikut :
1. Reduksi data
Reduksi merupakan proses pemilihan, merangkum, pemusatan perhatian
serta penyederhanaan pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data dilakukan peneliti
dengan cara menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
ditarik kesimpulan-kesimpulan oleh peneliti.
2. Penyajian data.
Penyajian data dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan informasi yang tersusun yang memberi dasar
pijakan kepada peneliti untuk melakukan suatu pembahasan dan menggabungkan informasi yang tersusun, sehingga
mudah diamati apa yang sedang terjadi. Selanjutnya menentukan penarikan kesimpulan secara benar.
3. Menarik kesimpulan/verifikasi.
Tahap penarikan kesimpulan, peneliti hanya memilih hal-hal penting dari
dari pemisahan beberapa substansi sumber data secara teratur kedalam sebuah
pola yang dapat menjawab rumusan masalah. Penarikan kesimpulan tersebut
dilakukan karena telah ditemukan bukti-bukti yang valid dan konsisten yang
mendukung pada saat pengumpulan data, sehingga kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang akurat.
E. Teknik penulisan
Sistematika penulisan dalam menyusun penelitian ini, penulis menggunakan
pedoman penulisan karya ilmiah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Malikussaleh Lhokseumawe Tahun 2012.67
67Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh, Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah, Lhokseumawe, Tahun 2012.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Baitul Mal Kota Lhokseumawe
Lembaga Pengelolaan zakat Baitul Mal Kota Lhokseumawe yang
beralamat di Komplek Islamic Center Kota Lhokseumawe terbentuk setelah
disahkannya Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan Kota
Lhokseumawe. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 3 Tahun 2012 merupakan
implementasi dari Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang pembentukan
Baitul Mal sebagai lembaga formal pengelola zakat, harta wakaf dan harta
Agama.68
Kehadiran Baitul Mal Kota Lhokseumawe adalah untuk mengkoordinir
zakat masyarakat secara keseluruhan, baik instansi pemerintah/swasta maupun
lainnya dengan cara melakukan pendataan para muzakki dan mustahiq sehingga
Baitul Mal dapat menambah sumber pengelolaannya dan pendistribusian zakat
akan lebih tepat sasaran. Pengelolaan zakat oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe
merupakan sebagian dari ajaran Islam yang dapat membantu pembangunan
ekonomi daerah.69
Baitul Mal Kota Lhokseumawe sebagai Koordinator dan fasilitator dalam
pendistribusian zakat bertujuan mengatasi kemiskinan, sebagaimana tujuan utama
dari zakat itu sendiri. Untuk menuntaskan kemiskinan di Aceh pada umumnya dan
di Kota Lhokseumawe pada khususnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit dan
tepat pada sasaran yang dituangkan dalam program-program Baitul Mal sebagai
solusi untuk mencapai suatu kemajuan yang signifikan dengan menghadirkan
rangkaian sistem manajemem yang handal dan mampu melaksanakan perannya
sesuai dengan apa yang semestinya.
68 Profil Baitul Mal Kota Lhokseumawe, 2018.
69 Ibid.
Dalam mengelola dan memanfatkan zakat secara produktif, Badan Baitul
Mal Kota Lhokseumawe peran serta manajemen sangat diperlukan agar zakat
yang dikumpulkan dan pendistribusiannya dapat berjalan dengan efektif dan
efisien, salah satu peran manajemen adalah controlling (pengawasan), dimana
diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal pendayagunaan zakat secara
produktif ini, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan mustahiq yang di
bantupun dapat terus diawasi agar tidak jatuh ke masalah yang sama yaitu
masalah kemiskinan dan bisa menjadi mandiri. Badan Baitul Mal adalah Lembaga
Daerah berbentuk Non-Struktural dan dalam melaksanakan tugasnya bersifat
independen. 70
Bentuk pengelolaan zakat khususnya untuk propinsi Aceh juga telah
diberlakukan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan
Provinsi Aceh. Di dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut
tepatnya dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan "Penyelenggaraan kehidupan
beragama di daerah diwujudkan dengan bentuk pelaksanaan Syari'at Islam bagi
pemeluknya dalam bermasyarakat".
Pada tahun 2000 pemerintah propinsi Aceh mengeluarkan Qanun Nomor 5
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan syariat Islam. Salah satu bidang pelaksanaan
Syariat Islam menurut qanun tersebut adalah pembentukan Baitul Mal. Seiring
pembentukan Baitul Mal di tingkat propinsi, maka pemerintah Kabupaten/Kota
juga membentuk Baitul Mal sebagai lembaga yang melaksanakan ketentuan
undang-undang dan peraturan daerah yang telah disebutkan di atas. 71
Visi Baitul Mal Kota Lhokseumawe adalah "Menjadi Lembaga Amil yang
Amanah, Telus dan Bertanggungjawab yang memberikan perkhidmatan,
perundingan dan advokasi, assesment dan prestasi Baitul Mal dalam bidang
Pengurusan Zakat, Harta Wakaf, Harta Agama dan Perwalian / Pewarisan
terhadap masyarakat yang berkaitan dengan Baitul Mal”. Misi Baitul Mal Kota
Lhokseumawe adalah sebagai berikut: 72
a. Memberikan perkhidmatan yang berkualiti kepada muzakki, mustahik
dan masyarakat yang berkaitan dengan Baitul Mal.
b. Memberikan konsultasi dan advokasi bidang Zakat, Harta Wakaf, Harta
Agama dan Perwalian/Pewarisan.
c. Meningkatkan assessment dan prestasi Baitul Mal Kota Lhokseumawe
(BMK) dan Baitul Mal Gampong (BMG).
Strategi yang ditempuh dalam mewujudkan visi misi Baitulmal Kota
Lhokseumawe adalah:
a. Pemantapan organisasi.
70 Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid.
b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (Amil) di mana penempatan
aparatur sesuai dengan bidang keahliannya melalui peningkatan kualitas SDM
dengan mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan dan bimbingan teknikal.
c. Pemantapan peraturan dibidang perzakatan, perwakafan, harta agama dan
perwalian.
d. Mempererat kerjasama dengan pihak terkait.
e. Perluas sosialisasi pemahaman tentang zakat, infak, harta wakaf, harta
agama dan amanah.
f. Tersedianya sarana dan prasana kerja yang mencukupi.
g. Tersedianya pusat data dan maklumat yang berasaskan Internet.
Berdasarkan Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 3 Tahun 2012 Pasal 18(1)
Susunan organisasi Sekretariat Baitul Mal, terdiri dari: 73
a. Kepala Sekretariat
b. Sub Bagian Umum
c. Sub Bagian Keuangan dan Program
d. Sub Bagian Pengembangan Informasi dan Teknologi
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Dalam menjalankan aktivitas pada sub bagian keuangan dan program di
Baitul Mal Kota Lhokseumawe berkaitan dengan pengelolaan administrasi dan
tata kelola keuangan. Meliputi proses akuntansi Zakat, infak dan sedekah pada
Baitul Mal Kota Lhokseumawe dimulai dari:
a. Pengakuan penerimaan dan pengeluaran dana zakat, infak dan sedekah di
Baitul Mal Kota Lhokseumawe diakui pada saat dana zakat, infak dan sedekah
diterima atau dikeluarkan (cash basis). akan tetapi dana yang masuk hanya
berpengaruh pada kas zakat dan infak/sedekah saja.
b. Pengukuran setelah pengakuan awal Baitul Mal Kota Lhokseumawe tidak
melakukan pengukuran atas aset zakat nonkas, hal ini disebabkan karena
seluruh penerimaan dana zakat yang diterima oleh Baitul Mal Kota
73 Ibid.
Lhokseumawe berupa aset kas yang disetorkan muzakki entitas dan Muzakki
individu yang kemudian dana tersebut akan disetorkan ke rekening Baitul Mal
dan dipindahkan ke kas daerah dan diakui sebagai Pendapatan Asli Daerah.
c. Penyaluran zakat dan infak/sedekah yang disalurkan kepada mustahik dicatat
mengurangi kas dana zakat, infak dan sedekah.
d. Pencatatan Baitul Mal Kota Lhokseumawe menganut pencatatan akuntansi
yang menggunakan sistem tata buku tunggal (Single Entry Bookkeeping).
Baitul Mal Kota Lhokseumawe menggunakan sistem pencatatan tata
buku tunggal atau single entry accounting yaitu pencatatan yang hanya dilakukan
sekali dan hanya dapat mempengaruhi akun kas tanpa mempengaruhi akun–akun
yang lain. Dalam hal pengakuan pencatatan Baitul Mal Kota Lhokseumawe
menerapkan pendekatan Cash Basis, dimana pencatatan dilakukan ketika terjadi
transaksi penerimaan kas dan pengeluaran kas. 74
Untuk saat ini, Baitul Mal Kota Lhokseumawe masih belum menggunakan
senif amil (hak untuk pengelola zakat) dalam membiayai operasionalnya. Akan
tetapi, biaya operasional Baitul Mal masih disubsidi oleh pemerintah Kota
Lhokseumawe. Langkah ini diambil mengingat masih sedikitnya zakat yang
terkumpul, sedangkan mustahiq yang harus dibantu masih sangat banyak. Jadi
sangat tepat bila kebijakan ini yang diterapkan oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe. Begitu halnya dengan organisasi Baitul Mal tentu mempunyai
tujuan dan untuk mencapai tujuan tertentu perlu dibentuk struktur organisasi yang
gunanya untuk memperjelas tugas pokok dan fungsi Baitul Mal sehingga tujuan
dari organisasi dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. 75
Baitul Mal Kota Lhokseumawe adalah lembaga yang bersifat independent
yang berada di bawah kordinasi Pemerintah Kota Lhokseumawe. Makna
independent di sini berarti Baitul Mal dalam operasionalnya berdiri sendiri dan
bukan menjadi lembaga yang menjalankan program atau kegiatan lembaga lain.
Tugas pokok Baitul Mal adalah melaksanakan pengelola zakat dan pemberdayaan
harta agama sesuai dengan hukum Syariat Islam. Jadi Baitul Mal tidak hanya
bertugas mengelola zakat saja tetapi juga bertugas memberdayakan harta agama
semisal harta waqaf ataupun harta hibah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok
sebagaimana yang dimaksud pada pasal 14, maka Baitul Mal memiliki fungsi:
a. Pendataan Muzakki
b. Pengumpulan zakat
74 Ibid. 75 Ibid.
c. Pendataan Mustahiq
d. Penyaluran zakat
e. Penelitian dan inventarisasi harta agama
f. Mengurus dan melindungi zakat dan harta agama
g. Peningkatan kualitas harta agama
h. Pemberdayaan harta agama sesuai dengan prinsip Syariat Islam. 76
B. Mekanisme Penyaluran Dana Zakat Pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe
untuk Pengembangan Usaha Mikro Masyarakat
Baitul Mal Kota Lhokseumawe mempunyai berbagai macam tugas yang
kesemuanya berhubungan dengan masalah zakat, infaq, dan sedekah yaitu soal
mencatat terhadap orang-orang yang membayar zakat, infaq dan sedekah dan
jumlah yang dibayarkannya. Kegiatan tersebut termasuk memaksimalkan potensi
zakat yang cukup besar di wilayah Kota Lhokseumawe yang dapat dikumpulkan
dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya.
Adapun prosedur yang ditetapkan pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe
berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penyaluran zakat
produktif sebagai berikut:
1. Pengorganisasian:
a. Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan melaksanakan kegiatan
bekerjasama dengan pihak ketiga.
b. Kepala Baitul Mal Kota Lhokseumawe menetapkan mitra kerja.
c. Ketentuan yang terkait tentang kerjasama antara Baitul Mal Kota
Lhokseumawe dan pihak ketiga diatur di dalam naskah kerjasama yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
d. Pelaksanaan kegiatan melengkapi persyaratan dalam bentuk Permohonan
kerjasama, kelengkapan legalitas lembaga dan TOR kegiatan.
2. Pendataan:
76 Ibid.
a. Baitul Mal Kota Lhokseumawe melalui Bidang Pendistribusian dan
Pendayagunaan melakukan pendataan serta mengokomodir permohonan
yang masuk secara langsung ke kantor Baitul Kota Lhokseumawe.
b. Kriteria mustahiq:fakir dan miskin, usia 17–45 tahun dan sudah menikah,
memiliki usaha (usaha sudah berjalan), dan bertempat tinggal tetap dan
tidak berpindah-pindah.
c. Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan menerima dan merekap
formulir pendataan dan selanjutnya diserahkan ke Bidang Pengawsan
untuk diverifikasi.
3. Verifikasi dan Validasi
a. Bidang Pengawasan menerima berita acara penyerahan berkas dan
rekapitulasi data calon mustahik.
b. Bidang Pengawasan membentuk Tim Verifikasi melalui Surat Tugas
Kepala Baitul Mal Kota Lhokseumawe.
c. Tim melakukan verifikasi administrasi, kunjungan dan wawancara
langsung terhadap mustahik serta pihak-pihak terkait.
d. Tim menyerahkan laporan dan daftar hasil verifikasi (DHV) Tim, Bidang
Pengawasan menyusun nama-nama mustahik yang layak menerima
bantuan dalam bentuk Keputusan Kepala Baitul Mal dan menyerahkan
kepada Bidang Pendistribusian sebagai dasar penyaluran.
4. Penyaluran:
a. Baitul Mal Aceh berfungsi sebagai funding.
b. Mekanisme pelaksanaan kegiatan sepenuhnya dilaksanakan oleh mitra.
5. Minitoring dan Evaluasi;
a . Tim melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
dari awal perencanaan, proses hingga pelaporan. Melihat kesesuaian
pelaksanaan program dengan rencana yang di tetapkan dan
mengindentifikasi kendala dan keunggulan program.
c. Tim melalui Bidang Pengawasan menyerahkan laporan dan rekomendasi
kepada Kepala Baitul Mal dan pihak-pihak yang berkepentingan.
6. Pelaporan;
a. Laporan keuangan disusun dengan prinsip transparan oleh pihak ketiga
yang mencakup jumlah mustahiq dan jumlah zakat yang disalurkan.
b. Laporan kegiatan pihak ketiga disampaikan kepada Kepala Baitul Mal
melalui Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan.
Dalam penyaluran dana zakat produktif untuk pengembangan usaha mikro
masyarakat pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Bapak Boihaqi selaku Kepala
Baitul Mal Kota Lhokseumawe mengungkapkan bahwa “Baitul Mal Kota
Lhokseumawe melakukan pengawasan atas pemberian dana yang dialirkan serta
pelaksanaan survey ketika akan disalurkan dana zakat produktif untuk
pengembangan usaha mikro. Pengembangan usaha mikro masyarakat dengan
dana zakat produktif ini diharapkan akan dapat memperbaiki perekonomian
masyarakat, khususnya masyarakat kecil dalam mencapai hidup yang lebih baik
lewat usaha yang mereka tekuni. Mereka diharapkan agar tidak selalu tergantung
atau meminta pada orang, namun mereka diharapkan suatu saat juga akan dapat
menjadi muzakki memberi kepada orang lain dari hasil kerja kerasnya”.77
Selanjutnya Kepala Sub Bidang Pembukuan dan Pelaporan Baitul Mal
Kota Lhokseumawe menuturkan bahwa “Mekanisme yang dilakukan dalam
menyalurkan dana zakat produktif untuk pengembangan usaha mikro masyarakat
oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe adalah memudahkan bagi peserta. Dari
pihak peserta melaporkan usaha apa yang akan didirikan dengan alasan-alasan
yang bisa diterima dan data-data yang mendukung untuk peserta sehingga bisa
mendapatkan dana zakat produktif”. 78
Program pengembangan usaha mikro masyarakat merupakan program
yang dikembangkan Baitul Mal Kota Lhokseumawe berupa pemberian dana
zakat produktif dalam bentuk aset usaha kepada mustahik sasaran secara langsung
maupun tidak langsung, yang pengelolaannya melibatkan mustahik. Penyaluran
dalam program pengembangan usaha mikro diarahkan pada aset produktif untuk
kepentingan usaha, yang dikelola secara profesional layaknya sebuah usaha yang
semestinya. Ia harus sehat dan berkembang baik. Investasinya bersifat sosial
investment, dan visionary investment.
Terkait dengan mekanisme penyaluran dana zakat pada Baitul Mal Kota
Lhokseumawe untuk pengembangan usaha mikro masyarakat, Dalam
wawancaranya Zulvera Yanti selaku bendahara penyaluran mengungkapkan
bahwa “Dalam menyalurkan zakat produktif, Baitul Mal Kota Lhokseumawe
membuat program pengembangan usaha mikro masyarakat yang mana sasaran
penyaluran dana zakat produktif ini yaitu untuk fakir dan miskin, usia 17–45
tahun dan sudah menikah, memiliki usaha (usaha sudah berjalan), dan bertempat
tinggal tetap dan tidak berpindah-pindah. Sebelum Baitul Mal Kota Lhokseumawe
mencairkan dana zakat produktif ini, terlebih dahulu pihak Baitul Mal
mengadakan peninjauan atau survey yang terdiri dari kegiatan observasi mustahiq,
kelengkapan administrasi, survey ke lapangan. Jika mustahiq dianggap layak
untuk dibantu, maka mustahiq akan disalurkan dana zakat produktif. Pemberian
77 Hasil wawancara dengan Bapak Boihaqi, (Kepala Baitul Mal Kota Lhokseumawe),
Senin, 2 April 2018. 78 Hasil wawancara dengan Bapak Sibral Malasi, (Sub Bidang Pembukuan dan Pelaporan
Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Senin, 2 April 2018.
modal usaha kepada fakir miskin yang memiliki usaha mikro dan membutuhkan
modal pada Tahun 2017 yaitu sebanyak 247 mustahiq dari 4 Kecamatan dalam
wilayah Kota Lhokseumawe yang masing-masing mendapatkan bantuan zakat
produktif sebesar Rp. 1000.000”.79
Dalam menyalurkan dana zakat produktif untuk pengembangan usaha
mikro masyarakat oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe dengan cara langsung
melakukan survey lapangan untuk mencari mustahiq yang layak untuk dibiayai
dengan kriteria mempunyai usaha yang jelas, mengisi formulir permohonan dan
melengkapi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe.
Selanjutnya, salah satu pegawai di Bagian Penyaluran Baitul Mal Kota
Lhokseumawe, menyatakan bahwa “Sebelum penyaluran zakat produktif,
mustahiq diwawancarai oleh petugas Baitul Mal untuk mengetahui tentang
keadaan usaha. Mustahiq diberikan keterangan garis besar dengan syarat-syarat
penerima zakat produktif, prosedur penyaluran, cara penilaian pemberian zakat
produktif, serta kemungkinan dapat tidaknya calon mustahiq tersebut bisa
diberikan atau tidak mengenai zakat produktif untuk pengembangan usaha mikro
masyarakat”. 80
Mekanisme penyaluran dana zakat produktif untuk pengembangan usaha
mikro masyarakat oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe menggunakan pola
pemberdayaan berkelanjutan, dengan menggunakan USZ (Unit Salur Zakat)
mitra lokal yang tidak hanya menyalurkan namun juga memantau
perkembangan kondisi mustahiq. Pola ini digunakan oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe karena sangat efektif untuk dapat memproyeksikan perubahan
seorang mustahiq menjadi muzakki. Dalam penyaluran modal usaha, Baitul Mal
Kota Lhokseumawe mendistribusikan dana permodalan bagi pedagang dan
pengusaha kecil. Penilaian kelayakan pembiayaan selain didasarkan pada jenis
usaha, juga mempertimbangkan kondisi mustahiq. Prinsip penyaluran zakat
79 Hasil wawancara dengan Ibu Zulvera Yanti, (Bendahara Penyaluran Baitul Mal Kota
Lhokseumawe, Rabu, 4 April 2018. 80 Hasil wawancara dengan Bapak Hamdani, (Seksi Penyaluran Zakat Baitul Mal Kota
Lhokseumawe, Rabu, 4 April 2018.
ditujukan langsung untuk memberdayakan perekonomian umat, dan karenanya
diprioritaskan pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif.
Berkut hasil wawancara dengan salah satu mustahiq di Gampong Jambo
Mesjid Kecamatan Blang Mangat, bahwa “Sebelum Baitul Mal Kota
Lhokseumawe memberikan dana zakat, terlebih dahulu pihak Baitul Mal meminta
foto copy KTP, fotocopy Kartu Keluarga, foto usaha, setelah itu pihak Baitul Mal
mengadakan survey ke lapangan. Pemberian modal usaha hanya yang memiliki
usaha kecil-kecilan dan membutuhkan modal. Setiap mustahiq diberikan dana
zakat produktif sebesar Rp. 1000.000,-. Setelah pemberian dana zakat tersebut,
pihak Baitul Mal Kota Lhokseumawe juga melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap pengembangan usaha”. 81
Adapun mekanisme penyaluran zakat produtif pada Baitul Mal Kota
Lhokseumawe berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penyaluran
zakat produktif yaitu; (a) Pengorganisasian yang meliputi: Bidang
Pendistribusian dan Pendayagunaan melaksanakan kegiatan bekerjasama
dengan pihak ketiga, Kepala Baitul Mal Kota Lhokseumawe menetapkan mitra
kerja, Ketentuan yang terkait tentang kerjasama antara Baitul Mal Kota
Lhokseumawe dan pihak ketiga diatur di dalam naskah kerjasama yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak dan pelaksanaan kegiatan melengkapi
persyaratan dalam bentuk Permohonan kerjasama, kelengkapan legalitas lembaga
dan TOR kegiatan; (b) Pendataan; Baitul Mal Kota Lhokseumawe melalui
Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan melakukan pendataan serta
mengokomodir permohonan yang masuk secara langsung ke kantor Baitul
Kota Lhokseumawe, menentukan kriteria, Bidang Pendistribusian dan
Pendayagunaan menerima dan merekap formulir pendataan dan selanjutnya
diserahkan ke Bidang Pengawsan untuk diverifikasi; (c) membuat verifikasi dan
validasi; (d) melaksanakan penyaluran zakat produktif kepada mustahiq; (e) Tim
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program dari awal
perencanaan, proses hingga pelaporan; dan (f) Membuat laporan penyaluran zakat
produktif.
C. Efektivitas Penyaluran Dana Zakat untuk Pengembangan Usaha Mikro
pada Masyarakat Kota Lhokseumawe
Efektivitas adalah merupakan tercapainya sasaran atau tujuan-tujuan dari
suatu instansi yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam efektivitas terkandung
makna berdaya tepat atau berhasil guna untuk menyebutkan bahwa sesuatu itu
telah berhasil dilaksanakan secara sempurna secara tepat dan target telah tercapai.
Selain itu terkandung makna efisiensi, yaitu berdaya guna untuk menunjukkan
bila tindakan atau usaha sudah efektif dan ekonomis, baru dikatakan efisien. Zakat
produktif untuk jangka panjang yang dilaksanakan oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe lebih efektif karena sebagai organisasi untuk pengalokasian,
pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat, mereka tidak memberikan zakat
81 Hasil wawancara dengan Suryani, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Jambo Mesjid
Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Kamis, 5 April 2018.
begitu saja melainkan mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta
pelatihan agar dana zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja. 82
Sehubungan efektivitas penyaluran dana zakat untuk pengembangan usaha
mikro pada masyarakat Kota Lhokseumawe, Kepala Baitul Mal Kota
Lhokseumawe mengungkapkan bahwa “Penyaluran dana zakat produktif ada
yang efektif ada juga yang tidak efektif. Bagi yang efektif, beberapa mustahiq
yang diberikan zakat produktif ada beberapa yang kreatif dalam mengembangkan
usahanya, juga bisa membiayai kembali anak-anaknya sekolah, bisa bersedekah
walaupun nominalnya tidak banyak, dan juga ada yang tidak kreatif sehingga
usahanya kurang berkembang bahkan untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari
tidak cukup”.83
Zakat produktif sangat efektif untuk menbantu memberdayakan ekonomi
masyarakat. Penyaluran zakat produktif dapat mengembangkan usaha mikro
masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bidang
Pembukuan dan Pelaporan Baitul Mal Kota Lhokseumawe menuturkan bahwa
“Zakat produktif yang diberikan kepada mustahiq mampu menbantu
memberdayakan ekonomi mereka, walaupun belum sepenuhnya dalam setahun
langsung bisa berusaha mandiri melainkan mereka sudah bisa berusaha untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari mereka”. 84
Berdasarkan pernyataan di atas, zakat produktif yang disalurkan untuk
pengembangan usaha mikro mustahiq efektif dan mampu menbantu
memberdayakan ekonomi mereka, walaupun belum sepenuhnya dalam setahun
langsung bisa berusaha mandiri melainkan mereka sudah bisa berusaha untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari dan mengembangkan usahanya. Dengan
usahanya yang berkembang, maka pendapatan yang diperoleh juga meningkat.
Dalam wawancaranya Zulvera Yanti selaku bendahara penyaluran
mengungkapkan bahwa “Zakat produktif efektif untuk pengembangan usaha
mikro pada masyarakat Kota Lhokseumawe, dikarenakan dengan bantuan modal
untuk usaha mereka yang sebelumnya mustahiq bisa menjadi muzakki, jikaulau
benar-benar untuk berusaha mereka bisa diberdayakan oleh zakat produktif”. 85
Penyaluran dana zakat produktif efektif untuk pengembangan usaha mikro
pada masyarakat Kota Lhokseumawe. Dengan adanya penyaluran dana zakat
produktif untuk pengembangan usaha mikro, mustahiq dapat mengembangkan
usahanya, pendapatan mereka bertambah, kehidupan mereka sudah lebih sejahtera
dibandingkan sebelum menerima zakat produktif tersebut.
Berdasarkan pernyataan di atas, salah satu pegawai di Bagian Penyaluran
Baitul Mal Kota Lhokseumawe, menyatakan bahwa “Penyaluran zakat produktif
efektif dalam mengembangkan usaha mikro pada masyarakat Kota
82 Hasil wawancara dengan Bapak Sibral Malasi, (Sub Bidang Pembukuan dan Pelaporan
Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Senin, 2 April 2018. 83 Hasil wawancara dengan Bapak Boihaqi, (Kepala Baitul Mal Kota Lhokseumawe),
Senin, 2 April 2018. 84 Hasil wawancara dengan Bapak Sibral Malasi, (Sub Bidang Pembukuan dan Pelaporan
Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Senin, 2 April 2018. 85 Hasil wawancara dengan Ibu Zulvera Yanti, (Bendahara Penyaluran Baitul Mal Kota
Lhokseumawe, Rabu, 4 April 2018.
Lhokseumawe. Dana ini diberikan sebagai modal usaha fakir miskin yang
mempunyai usaha kecil tetapi kekurangan modal. Dengan adanya penyaluran
dana zakat produktif untuk pengembangan usaha mikro dari Baitul Mal Kota
Lhokseumawe, mustahiq sudah dapat mengembangkan usahanya, pendapatan
mereka bertambah, kehidupan mereka sudah lebih sejahtera dibandingkan
sebelum menerima zakat produktif tersebut”. 86
Dengan menyalurkan dana zakat secara produktif melalui pembiayaan
yang sesuai dengan syariah, Baitul Mal Kota Lhokseumawe turut mendukung
pengembangan usaha kecil yang secara kuantitatif merupakan bagian terbesar dari
pelaku ekonomi yang ada di Kota Lhokseumawe. Dengan program yang berbasis
kemandirian seperti ini, mustahiq diharapkan mampu bangkit dan mandiri dari
kemiskinan.
Penyaluran zakat dalam bentuk pemberian modal usaha (asset bisnis)
kepada mustahik baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahiq sasaran.
Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi produktif atau ‘zakat
produktif’ yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan
mustahik. Dana zakat produktif ini didayagukan untuk usaha produktif, apabila
kebutuhan mustahik yang delapan asnaf sudah terpenuhi dan terdapat kelebihan.
Penyaluran zakat dalam bentuk ini adalah bersifat bantuan pemberdayaan dalam
bentuk program atau kegiatan yang berkesinambungan.
Terkait dengan efektivitas penyaluran dana zakat produktif untuk
pengembangan usaha mikro pada masyarakat Kota Lhokseumawe, dalam
wawancaranya Suryani menuturkan bahwa “Dengan ada zakat produktif ini telah
meningkatkan perekonomian keluarga kami. Dari hasil penjualan yang diperoleh
bisa digunakan untuk menambahkan kebutuhan sehari-hari seperti keperluan
sekolah anak-anak dan kebutuhan-kebutuhan rumah tangga lainnya”. 87
Tujuan penyaluran zakat produktif adalah untuk mengembangkan nilai
sosial ekonomi masyarakat sulit terwujud apabila tidak ada peran aktif dari para
pengelola zakat (amil zakat) yang dituntut harus profesional dan inovatif dalam
pengelolaan dana zakat. Model pengelolaan zakat yang saat ini sedang
berkembang adalah metode produktif, dimana dengan motode ini diharapkan akan
mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang awalnya adalah golongan
mustahiq kemudian menjadi seorang muzakki. Hal ini akan terwujud apabila zakat
tersebut disalurkan kepada fakir miskin yang mempunyai usaha mikro, namun
tidak mempunyai modal untuk mengembangkannya.
Selanjutnya seorang mustahiq, menuturkan bahwa “Dengan adanya
penyaluran zakat produktif fakir miskin dapat mengembangkan usahanya, juga
bisa membiayai kembali anak-anaknya sekolah, pendapatan bertambah, usaha
sudah berkembang dan bisa juga bersedekah walaupun tidak banyak”. 88
86 Hasil wawancara dengan Bapak Hamdani, (Seksi Penyaluran Zakat Baitul Mal Kota
Lhokseumawe, Rabu, 4 April 2018. 87 Hasil wawancara dengan Suryani, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Jambo Mesjid
Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Kamis, 5 April 2018. 88 Hasil wawancara dengan Abdurrahman, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Jambo
Mesjid Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Sabtu, 7 April 2018.
Apabila seseorang berbicara tentang efektifitas sebagai orientasi kerja
berarti yang menjadi sorotan perhatian adalah tercapainya berbagai sasaran yang
telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber
tertentu yang sudah digunakan harus ditentukan sebelumnya dan dengan
memanfaatkan sumber-sumber itulah maka hasil-hasil tertentu harus dicapai
dalam waktu yang telah di tetapkan pula.
Berikut hasil wawancara dengan Khadijah, seorang mustahiq yang
menerima zakat produktif dari Baitul Mal Kota Lhokseumawe bahwa “Zakat
produktif yang disalurkan oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe efektif untuk
pengembangan usaha, telah meningkatkan pendapatan keluarga kami. Dari hasil
penjualan yang diperoleh bisa digunakan untuk menambahkan kebutuhan sehari-
hari, dengan demikian pendapatan yang diperoleh dapat membantu suami, seperti
kebutuhan anak-anak dan keperluan lainnya. kehidupan saya sudah lebih sejahtera
dibandingkan sebelum menerima zakat produktif tersebut”. 89
Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahiq sebagai modal
untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuhkembangkan
tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahiq. Selanjutnya Armiya
menuturkan bahwa “Penyaluran zakat produktif efektif dalam mengembangkan
usaha mikro. Dengan adanya bantuan zakat produktif ini pendapatan keluarga
tidak hanya semata-mata dari penghasilan suami tetapi juga ada pemasukan dari
saya sendiri”. 90
Zakat produktif merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan.
Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun
pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Hasil wawancara
dengan Zulkifli bahwa “Zakat produktif yang disalurkan oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe efektif untuk pengembangan usaha. Dengan adanya penyaluran
zakat produktif dari Baitul Mal Kota Lhokseumawe ini, pendapatan keluarga
miskin tidak hanya semata-mata dari penghasilan suami tetapi juga ada
pemasukan dari isterinya yang membuka usaha kecil-kecilan. Disamping itu, ibu-
ibu rumah tangga miskin dapat mengembangkan usaha dalam membantu suami
mencari nafkah. Zakat produktif tersebut dapat mengurangi angka mustahiq dan
meningkatkan angka muzakki. 91
D. Analisa Penulis
Hukum menginvestasikan dana zakat itu diperbolehkan dengan beberapa
syarat, yakni investasi dana zakat yang disalurkan pada usaha yang dihalalkan
syariat dan peraturan yang berlaku, usaha itu diyakini memberi keuntungan
berdasarkan studi kelayakan, pembinaan dan pengawasan oleh pihak berkompeten
termasuk lembaga yang mengelola dana investasi itu. Juga tidak terdapat fakir
89 Hasil wawancara dengan Khadijah, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Kuala
Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Kamis, 5 April 2018. 90 Hasil wawancara dengan Armiya, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Kuala Meuraksa
Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Jumat, 6 April 2018. 91 Hasil wawancara dengan Zulkifli, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Blang Cut
Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Sabtu, 7 April 2018.
miskin yang kelaparan dan memerlukan biaya serta tidak bisa ditunda saat zakat
diinvestasikan.92
Mekanisme penyaluran zakat produktif oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe untuk pengembangan usaha mikro masyarakat tidak terlalu
memberatkan mustahiq. Zakat produktif hanya ditujukan buat fakir miskin yang
memerlukan tambahan dana untuk usahanya yang sudah berjalan. Selain itu faktor
yang mendukung berjalannya penyaluran dana zakat ini dengan baik yaitu dalam
pemberian zakat produktif ini mustahiq tidak di tuntut dengan berbagai
persyaratan yang memberatkan mereka. Pelaksanaan penyaluran dana zakat
produktif pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe sudah cukup efektif dan apa
yang telah dilakukan sudah bagus. Karena telah bisa membantu
perkembangan usaha yang mustahiq jalankan dan membawa para mustahiq ke
arah kehidupan yang lebih baik.
Dalam pendayagunaan dana zakat untuk aktivitas yang sifatnya produktif
memiliki beberapa prosedur. Aturan tersebut terdapat dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Bab III pasal 27 antara lain:
d. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
e. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
f. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.93
Dalam menyalurkan zakat produktif, Baitul Mal Kota Lhokseumawe
diperuntukkan untuk fakir dan miskin dan memiliki usaha kecil-kecilan dan
membutuhkan tambahan dana atau yang memiliki keahlian dan bertekad ingin
membuka usaha tapi tidak memiliki modal. Dalam sasaran pendayagunaan zakat
produktif, Baitul Mal Kota Lhokseumawe mengedepankan fakir, miskin dan
dhuafa yang mempunyai usaha kecil atau mereka yang memiliki kemauan untuk
memulai usaha kecil tersebut. Penyaluran ini dapat memungkinkan terciptanya
aktualisasi zakat dalam pemanfaataannya sehingga pendayagunaan zakat
produktif mampu menciptakan masyarakat adil dan makmur dalam sudut pandang
sosial ekonomi.
Penyaluran zakat produktif pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe dilakukan
berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan dan
disesuaikan sesuai dengan hukum menginvestasikan dana zakat. Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat disebutkan
92 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975
(Jakarta:Erlangga, 2011), h. 163. 93 Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat (Yogyakarta: Pustaka Mahardika, 2014), h. 14.
bahwa hukum menginvestasikan dana zakat itu diperbolehkan dengan beberapa
syarat, yakni investasi dana zakat yang disalurkan pada usaha yang dihalalkan
syariat dan peraturan yang berlaku, usaha itu diyakini memberi keuntungan
berdasarkan studi kelayakan, pembinaan dan pengawasan oleh pihak berkompeten
termasuk lembaga yang mengelola dana investasi itu. Juga tidak terdapat fakir
miskin yang kelaparan dan memerlukan biaya serta tidak bisa ditunda saat zakat
diinvestasikan.94 Agar dana zakat yang disalurkan itu berdaya guna dan berhasil
guna maka pemanfaatannya harus selektif untuk kebutuhan konsumtif atau
produktif. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut
kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif,
sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan
produktif kreatif.95
Terkait dengan penyaluran zakat produktif oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe untuk pengembangan usaha mikro masyarakat, bahwa setiap
mustahiq diberikan dana sebesar Rp. 1000.000,-. Akad yang digunakan dalam
penyaluran zakat produktif adalah akad hibah. Artinya Baitul Mal Kota
Lhokseumawe memberikan zakat produktif secara cuma-cuma tanpa adanya
pengembalian.
Dampak dari penyaluran zakat produktif oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe, usaha mustahiq dapat berkembang dan pendapatan yang
diperoleh juga meningkat, beberapa mustahiq yang diberikan zakat produktif
yang kreatif dalam mengembangkan usahanya, dapat membiayai anak-anaknya
sekolah, bisa bersedekah dan dapatmencukupi kebutuhannya sehari-hari. Dengan
adanya penyaluran dana zakat produktif untuk pengembangan usaha mikro dari
Baitul Mal Kota Lhokseumawe, mustahiq sudah dapat mengembangkan usahanya,
pendapatan mereka bertambah, kehidupan mereka sudah lebih sejahtera
dibandingkan sebelum menerima zakat produktif tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Abdurrahman
Qadir bahwa kelebihan dari zakat produktif akan berdampak positif secara nyata
dalam menciptakan kesenjangan hidup masyarakat yang sejahtera yang mampu
hidup lebih baik lagi dan bahkan akan lebih mandiri, sehingga ia tidak butuh lagi
menerima zakat. Karena telah mampu bangun dari kemiskinan menuju kaya dan
sejahtera. Zakat produksi ini sangat urgen dalam membangun masyarakat
produktif dan inovatif dalam membangun bersama perekonomian bangsa
sejahtera. 96
94 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975
(Jakarta:Erlangga, 2011), h. 163. 95 Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN-Malang Press,
2008), h. 314. 96 Abduracchman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 166.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka
penulis menyimpulkan bahwa:
1. Mekanisme penyaluran dana zakat pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe
untuk pengembangan usaha mikro bahwa zakat produktif disalurkan kepada
mustahiq dengan akad hibah berdasarkan Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang telah ditetapkan yaitu; (a) Pengorganisasian yang meliputi:
menetapkan mitra kerja, (b) Pendataan; melakukan pendataan serta
mengokomodir permohonan yang masuk, menentukan kriteria mustahiq,
menerima dan merekap formulir pendataan dan selanjutnya diserahkan ke
Bidang Pengawsan untuk diverifikasi; (c) membuat verifikasi dan validasi;
(d) melaksanakan penyaluran zakat produktif kepada mustahiq; (e) Tim
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program dari awal
perencanaan, proses hingga pelaporan; dan (f) Membuat laporan penyaluran
zakat produktif.
2. Efektivitas penyaluran dana zakat untuk pengembangan usaha mikro pada
masyarakat Kota Lhokseumawe bahwa mustahiq mampu memberdayakan
ekonomi mereka. Pendapatan mustahiq meningkat, mampu berinovasi
sehingga pendapatan terus meningkat, terbentuknya motivasi untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya, terbangunnya kemandirian dan
terciptanya budaya kerja yang Islami (jujur, amanah, dan professional).
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian, maka penulis memberikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada Baitul Mal Kota Lhokseumawe diharapkan dalam mendayagunakan
zakat harus mempunyai program untuk mengubah mustahiq beralih menjadi
muzakki dengan memberikan bantuan modal usaha dan peralatan kerja.
Lembaga amil juga harus memberikan pendampingan, pengawasan, dan
pembinaan agar mustahiq dapat terentaskan dari kemiskinan
secepatnya.
2. Agar penyaluran zakat produktif tepat sasaran dan untuk menghindari
manipulasi data oleh calon mustahiq, maka pihak Baitul Mal Kota
Lhokseumawe harus selalu melakukan survey dan mengecek kebenaran
dalam pengurusan administrasi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abduracchman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial), Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001.
Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subul As-Salam II, Surabaya: Al-Ikhlash,
1991.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Andrian, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2004.
Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.
Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Revisi, STAIN: Malikussaleh, 2012
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2010.
Didin Hafidhhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani,
2002.
Eko Jaya, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Perbankan Syari’ah, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Euis Amalia, Keadilan Distribusi dalam Ekonomi Islam, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2009.
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN-Malang
Press, 2008.
Hanafia Ferdiana, Pengaruh Sistem Penyaluran Dana Zakat Terhadap Pemberian
Modal Usaha Pada Mustahiq Zakat Center Thoriqotul Jannah Kota
Cirebon, Penelitian: Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, 2011.
M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan
Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006.
Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
2005.
Mahsun, Azas-Azas Manajemen: Konsep dan Aplikasinya, Bandung: Dinamika,
2006.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975,
Jakarta:Erlangga, 2011.
Malayu P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara,
2007.
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
M. Nasyah Agus Saputra, Optimalisasi Peran Baitul Maal pada BMT untuk
Pemberdayaan Usaha Mikro Di Jawa Timur, Jurnal Masharif al-Syariah
Vol. 1 No. 2 November 2016 ISSN: 2527 – 6344.
Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah: Pergulatan Melawan
Kemiskinan dan Penetrasi Ekonomi Global, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009.
Muhammad Ridwan dan Mas’ud. Zakat dan Kemiskinan Instrumen
Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII Press, 2005.
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Yogyakarta:
UII-Press, 2004.
Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, Bandung:
Alfabeta, 2010.
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.
Nukthoh Arfawie Kurde, Memungut Zakat dan Infaq Profesi oleh Pemerintah
Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal.
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, Yogyakarta: Pustaka Mahardika, 2014.
Ririn Wijayanti, Analisis Implementasi Pemberdayaan Usaha Mikro (Studi pada
Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU)
Kabupaten Malang). Jurnal Ilmiah: Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Brawijaya, 2015
Rusli, Analisis Dampak Pemberian Modal Zakat Produktif Terhadap
Pengentasan Kemiskinan Dikabupaten Aceh Utara, Jurnal Ilmu Ekonomi
Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala, Vol. 1, No. 1, Februari 2013,
ISSN 2302-0172.
Sintha Dwi Wulansari, Analisis Peranan Dana Zakat Produktif Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro Mustahiq Penerima Zaka (Studi Kasus
Rumah Zakat Kota Semarang), Penelitian: Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, 2013.
Sjechul Hadi Pernomo, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidika,:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R & D, Bandung: Alfabeta, 2010.
Tika Widiastuti, Model Pendayagunaan Zakat Produktif oleh Lembaga Zakat
Dalam Meningkatkan Pendapatan Mustahiq, Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Vol. 1, No. 1,
Januari – Juni 2015.
Totok Budisantoso, Nuritomo, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi Ketiga,
Jakarta: Salemba Empat, 2014.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat.
Zulkarnaini, Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan
Mustahiq (Studi Kasus di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe),
Penelitian: STAIN Malikussaleh, Jurusan Ekonomi Islam, 2009.
DAFTAR WAWANCARA
Hasil Wawancara dengan Bapak Boihaqi, (Kepala Baitul Mal Kota
Lhokseumawe), Senin, 2 April 2018.
Hasil Wawancara dengan Bapak Sibral Malasi, (Sub Bidang Pembukuan dan
Pelaporan Baitul Mal Kota Lhokseumawe, Senin, 2 April 2018.
Hasil Wawancara dengan Ibu Zulvera Yanti, (Bendahara Penyaluran Baitul Mal
Kota Lhokseumawe, Rabu, 4 April 2018.
Hasil Wawancara dengan Bapak Hamdani, (Seksi Penyaluran Zakat Baitul Mal
Kota Lhokseumawe, Rabu, 4 April 2018.
Hasil Wawancara dengan Suryani, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Jambo
Mesjid Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Kamis, 5 April
2018.
Hasil Wawancara dengan Abdurrahman, (Penerima Zakat Produktif, Gampong
Jambo Mesjid Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Sabtu, 7
April 2018.
Hasil Wawancara dengan Khadijah, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Kuala
Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Kamis, 5 April
2018.
Hasil Wawancara dengan Armiya, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Kuala
Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Jumat, 6 April
2018.
Hasil Wawancara dengan Zulkifli, (Penerima Zakat Produktif, Gampong Blang
Cut Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Sabtu, 7 April 2018.