manajemen perpustakaan sekolah: sebuah ...manajemen perpustakaan sekolah: sebuah panduan ringkas 1...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah panduan ringkas1
oleh Arif Surachman, S.IP.2 dan Heri Abi Burachman Hakim, S.IP.3
Abstrak
Sekolah pada tingkatan dasar dan menengah merupakan pondasi bagi pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda di masa yang akan datang. Berbagai strategi dan fasilitas untuk meraih keberhasilan dalam proses pendidikan dan pendidikan menjadi penting bagi sekolah. Perpustakaan, adalah salah satu elemen penting sebagai bagian dari strategi dan fasilitas yang terkadang luput dari perhatian para pengambil kebijakan di sekolah.
Masalah prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan, sumber daya manusia, tempat/ruang, sumber daya koleksi, dan manajemen adalah hal-hal klasik yang perlu segera mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tak kurang organisasi dunia maupun pemerintahpun mengeluarkan kebijakan dan landasan hukum yang diharapkan mampu mengurai masalah-masalah tersebut. Manifesto tentang perpustakaan sekolah oleh UNESCO/IFLA, UU Perpustakaan, Permendiknas tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, dan Standar Nasional Indonesia tentang Perpustakaan sekolah adalah produk-produk yang diharapkan menjadi pedoman dan panduan bagi adanya perpustakaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah yang lebih baik. Sehingga ke depan, perpustakaan sekolah dapat benar-benar menjadi elemen penting bagi keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah atau pendidikan tingkat dasar dan menengah.
Tulisan ini mencoba memotret, mengurai dan menjelaskan bagaimana seharusnya perpustakaan sekolah dikelola agar fungsinya yang mendukung keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah dapat tercapai.
Kata kunci: Manajemen Perpustakaan Sekolah, Standar Perpustakaan Sekolah, Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan Dasar dan Menengah adalah merupakan elemen penting bagi
pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda pembangun bangsa di masa yang
akan datang. Pendidikan dan pembelajaran di level ini akan sangat menentukan bagaimana
ke depan seseorang mampu berperan dan mempunyai daya saing dalam pembangunan
bangsa dan negara. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah adalah tempat dimana
tanggungjawab penting ini disandarkan. Individu dan institusi di dalamnya harus mampu
membuat strategi jitu guna menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi dalam rangka
pembentukan karakter dan keberhasilan dalam pencerdasan kehidupan bangsa.
Salah satu elemen penting dalam strategi pendidikan dan pembelajaran di sekolah
yang sering ‘dilupakan’ oleh para pemangku dan pengelola sekolah adalah perpustakaan. 1 Disampaikan dalam Seminar Sehari Perpustakaan Sekolah di Wonosobo, 13 Agustus 2011. 2 Pustakawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta / [email protected] 3 Pustakawan Institut Senin Indonesia Yogyakarta: http://heri_abi.staff.ugm.ac.id
1
Sudah menjadi ‘rahasia’ umum bahwa masih banyak sekolah yang menganggap bahwa
perpustakaan ‘bukan elemen’ prioritas bagi proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah.
Perpustakaan sering kali sulit ditemukan keberadaannya di sekolah, atau kalaupun ada
ditempatkan pada ruang yang sempit seperti ruang UKS, gudang atau pojok-pojok gedung
sekolah yang ‘pengap’ dan hampir tidak ‘terjamah’. Bahkan untuk mengelolanyapun hanya
mengandalkan ‘sisa-sisa energi’ dari sumber daya yang ada di sekolah. Intinya,
perpustakaan masih dianggap bukan bagian penting dalam proses akademik di sekolah.
Kondisi-kondisi tentu tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, mengingat
tanggungjawab yang besar disandarkan pada institusi pendidikan dasar dan menengah ini.
Masyarakat dan berbagai organisasi mulai ‘gerah’ terhadap kondisi-kondisi yang terjadi.
Sehingga mulai ada ‘tuntutan’ agar perpustakaan benar-benar ‘dimasukkan’ dalam elemen
pengembangan pendidikan dan pembelajaran. Bahkan pada tahun 2000, UNESCO dan IFLA
telah mengeluarkan manifesto tentang Perpustakaan Sekolah yang menyebutkan:
“Governments, through their ministries responsible for education, are urged to develop
strategies, policies and plans that implement the principles of this Manifesto”
Manifesto itu menegaskan bahwa Pemerintah melalui menteri-menterinya yang
bertanggungjawab atas pendidikan, diwajibkan mengembangkan strategi, kebijakan-
kebijakan dan rencana-rencana yang mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip
manifesto ini. Selain itu dalam misinya, manifesto ini ingin menegaskan bahwa
perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan gagasan yang menjadi dasar untuk
membentuk masyarakat saat ini yang berbasis informasi dan ilmu pengetahuan.
Perpustakaan juga harus mampu membekali siswa dengan kemampuan pembelajaran
sepanjang hayat dan mengembangkan imajinasinya, sehingga membekali mereka menjadi
warga negara yang bertanggungjawab.
Manifesto itu menurut Natajumena (2008) sesuai dengan misi UU nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, beriman,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab.
Data terakhir yang sempat penulis dapatkan, sudah ada upaya dari pemerintah
melalui Kemendiknas paling tidak untuk Sekolah Dasar (SD) yang menargetkan pada tahun
2
2015 seluruh SD di Indonesia harus sudah mempunyai perpustakaan. Sampai saat ini, dari
148 ribu SD yang ada di Indonesia, ada 50 ribu SD yang sudah memiliki perpustakaan, dan
Kemendiknas menargetkan setiap tahunnya akan ada tambahan 20 ribu SD yang memiliki
perpustakaan (Media Indonesia, 3 juli 2010). Tentu ini sebuah kabar baik juga bagi sekolah-
sekolah yang saat ini belum memiliki fasilitas perpustakaan. Hal ini juga menunjukkan
keseriusan pemerintah dalam mewujudkan fasilitas pendidikan dan pembelajaran yang
memadai bagi generasi muda di Indonesia.
1.2. Pengertian-pengertian
Pengertian perpustakaan berkembang dari waktu ke waktu. Pada abad ke-19
perpustakaan didefinisikan sebagai “suatu gedung,ruangan atau sejumlah ruangan yang
berisi koleksi buku yanng dipelihara dengan baik,dapat digunakan oleh masyarakat atau
golongan masyarakat tertentu. Kemudian ALA (The American Library Association)
menggunakan istilah perpustakaan untuk suatu pengertian yang luas yaitu termasuk
pengertian “ pusat media, pusat belajar, pusat sumber pendidikan, pusat informasi, pusat
dokumenstasi dan pusat rujukan “. Sedangkan menurut Keputusan Presiden RI nomor 11,
disebutkan bahwa “ perpustakaan merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka
sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan,
teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional.
Adapun pengertian perpustakaan sekolah, menurut Sulistyo-Basuki (1994) adalah
perpustakaan yang berada di sekolah dengan fungsi utama membantu tercapainya tujuan
sekolah serta dikelola oleh sekolah yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia untuk Perpustakaan Sekolah (SNI
7329-2009), pengertian perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada pada
satuan pendidikan formal di lingkungan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan
bagian integral dari kegiatan sekolah yang bersangkutan, dan merupakan pusat sumber
belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan.
Kata manajemen dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk
mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkain kegiatan berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi
lainnya. Jadi berdasarkan definisi ini, maka manajemen perpustakaan sekolah dapat
diartikan sebagai sebuah proses untuk mewujudkan tujuan perpustakaan sekolah melalui
3
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian terhadap sumber
daya manusia dan sumber daya perpustakaan sekolah lainnya.
1.3. Landasan Hukum
Saat ini peran, fungsi, dan bagaimana seharusnya perpustakaan sekolah dikelola
telah mempunyai banyak landasan hukum. Sebagai contoh adalah payung hukum yang
secara global mengatur tentang perpustakaan sudah dikeluarkan oleh pemerintah melalui
Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Perpustakaan Sekolah juga
tidak luput dari diatur dalam UU tersebut yakni pada pasal 23 ayat 1-6 dimana diantaranya
disebutkan bahwa setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang
memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional
pendidikan, mengembangkan koleksi yang mendukung kurikulum pendidikan, dan
sekolah/madrasah mengalokasikan paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional
sekolah/madrasah.
Untuk menjamin pelaksanaan UU tersebut bahkan dalam pasal 52 diatur tentang
sanksi administratif yang akan dikenakan kepada lembaga penyelenggara perpustakaan
(sekolah/madrasah) yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 23.
Sedangkan untuk tenaga perpustakaan atau pustakawan sekolah/madrasah sudah
ada landasan hukumnya yang diatur melalui Permendiknas RI nomor 25 tahun 2008 tentang
standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.
Landasan-landasan hukum ini tentu sangat penting agar ke depan perpustakaan
benar-benar menjadi elemen penting yang diperhatikan pengelola lembaga pendidikan
dasar dan menengah dalam menjalankan fungsinya terkait pendidikan dan pembelajaran.
1.4. Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Sekolah
Menurut Standar Perpustakaan Sekolah (SNI 7329-2009), perpustakaan sekolah
bertujuan menyediakan pusat sumber belajar sehingga dapat membantu pengembangan
dan peningkatan minat baca, literasi informasi, bakat serta kemampuan peserta didik.
Seperti dalam Surachman (2007), apabila kita lebur tujuan tersebut ke dalam fungsi-fungsi
yang terdapat dalam perpustakaan, maka fungsi perpustakaan sekolah adalah sebagai:
a. Pusat kegiatan belajar-mengajar yang terintegrasi dengan kurikulum di sekolah
4
b. Pusat penelitian sederhana yang memungkinkan para siswa mengembangkan
kreativitas, bakat dan imajinasinya.
c. Pusat kegiatan rekreatif (hiburan) dan pusat peningkatan minat baca
d. Pusat Belajar Mandiri dan meningkatkan kemampuan literasi informasi bagi siswa
Tujuan dan fungsi perpustakaan sekolah di atas menegaskan bahwa perpustakaan
sekolah harus dapat menjadi bagian integral dalam proses pengembangan pendidikan dan
pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Hal ini ke depan akan memberikan jaminan
terbentuknya generasi yang terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan
daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
1.5. Permasalahan dalam Perpustakaan Sekolah
Ada satu ungkapan bahwa pengalaman adalah pelajaran terbaik yang bisa kita petik
untuk perubahan ke depan yang lebih baik. Demikian halnya dengan perpustakaan sekolah,
kondisi ‘kelam’ yang pernah ada diharapkan akan memberikan sebuah pelajaran bagi
perubahan ke depan yang lebih baik.
Berdasarkan pengamatan dan juga brainstorming yang pernah dilakukan penulis
selama melakukan interaksi dengan para staf perpustakaan/pustakawan, guru dan kepala
sekolah baik di DIY maupun daerah lain di Indonesia, setidaknya ada beberapa kondisi
kurang baik atau permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan
perpustakaan sekolah saat ini yakni:
1.5.1. Prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan
Pada beberapa kasus yang ditemui ternyata kebijakan sekolah dalam hal ini kepala
sekolah seringkali belum menunjukkan adanya ‘dukungan’ terhadap keberadaan atau
keberlangsungan perpustakaan sekolah/madrasah. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak
dimasukkannya anggaran pengembangan perpustakaan dalam anggaran pengembangan
sekolah/madrasah. Disisi lain kurikulum yang disusun oleh sekolah atau dikembangkan
sekolah juga belum mengintegrasikan dengan pentingnya keberadaan perpustakaan di
dalamnya. Kepala sekolah dan pengambil kebijakan di sekolah masih seringkali menjadi
‘batu sandungan’ bagi pengembangan perpustakaan sekolah. Menurut Natajumena (2008)
setidaknya ada 3 Figur yang menentukan dunia pendidikan kita, yaitu menteri, kepala
kanwil (kepala dinas), dan kepala sekolah. Dari pernyataan ini ias dilihat bahwa kepala
sekolah mempunyai peranan sangat penting dalam keberhasilan pendidikan dan
pembelajaran. Dengan kata lain, kepala sekolah juga akan sangat berperan dalam
5
pengembangan perpustakaan sekolah. Sehingga mau tidak mau apabila perpustakaan
sekolah mau berkembang, maka faktor prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan menjadi
sangat penting.
1.5.2. SDM
Permasalahan lain yang sering menjadi hambatan bagi pengembangan perpustakaan
sekolah adalah tidak adanya SDM yang mengelola perpustakaan, atau minimnya tenaga
perpustakaan. Banyak perpustakaan yang ‘hanya’ dikelola sebagai ‘sambilan’ oleh beberapa
staf pendidik atau tenaga kependidikan. Hal ini bukannya buruk sama sekali, akan tetapi
sering kali menjadikan perpustakaan tidak dapat berkembang dan kehilangan fungsinya
sehingga akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan . Apalagi jika SDM yang
mengelola tidak mempunyai kompetensi dalam pengelolaan perpustakaan. Hal ini akan
semakin menghambat perkembangan perpustakaan sekolah.
Mengingat pentingnya perpustakaan sekolah, sudah semestinya bahwa SDM ini
harus menjadi perhatian apalagi jika merujuk pada permendiknas nomor 25 tahun 2008
yang mengatur masalah standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Dimana
didalamnya diatur syarat-syarat minimal bagi SDM yang mengelola perpustakaan.
Sehingga SDM yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai standar adalah menjadi
hal yang tidak dapat ditawar lagi apabila sekolah ingin mengembangkan perpustakaan
sekolah dengan lebih baik.
1.5.3. Tempat/Ruang
Permasalahan klasik yang selalu ditemui ketika penulis melakukan brainstorming
adalah ketidaktersediaan ruang/tempat atau minimnya tempat/ruang yang dipergunakan
untuk perpustakaan. Beberapa kasus yang ditemui memperlihatkan bahwa buku-buku yang
berasal dari pemerintah maupun bantuan lembaga tertentu seringkali tidak tersentuh dan
hanya dibiarkan menumpuk di sudut gudang sekolah atau ruang guru atau ruang kepala
sekolah. Ketiadaan ruang perpustakaan menjadi salah satu alasannya.
Kasus lain adalah ruang perpustakaan yang ‘hanya’ ditempatkan di sudut sekolah,
di ruang UKS, atau di sudut2 pengap yang kadang tidak tersentuh atau terjamah oleh siswa
dan pendidik. Sehingga walaupun keberadaannya terlihat tapi kebermanfaatannya menjadi
seringkali ‘tidak ada’.
Kedua masalah itu merupakan masalah klasik yang selalu menjadi alasan tidak
berkembangnya perpustakaan sekolah. Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan berlarut,
6
pemerintah atau pengambil kebijakan harus mulai berpikir dan memasukkan ruang/tempat
khusus untuk perpustakaan sebagai bagian dan perencanaan dan pengembangan
infrastruktur pendidikan di sekolah. Artinya apa, setiap pengembangan pendidikan dan
pembelajaran di sekolah harus diikuti dengan pengembangan perpustakaan. Sekolah harus
mampu memberikan jaminan ketersediaan tempat atau media bagi siswa untuk
mendapatkan informasi yang akan memperkaya pengetahuan dan imajinasinya, serta
memberikan dukungan bagi pembelajaran sepanjang hayat.
1.5.4. Sumber Daya Koleksi
Merujuk pada Standar Perpustakaan Sekolah dimana perpustakaan bertujuan
menyediakan pusat sumber belajar, maka koleksi atau sumber daya koleksi merupakan
‘nyawa’ dari keberadaan perpustakaan sekolah. Koleksi perpustakaan merupakan bagian
yang menjadi ‘elemen’ keberhasilan fungsi dan tujuan perpustakaan sekolah. Banyak kasus
ditemui perpustakaan menjadi tidak ‘laku’ karena koleksinya yang sedikit, tidak lengkap
dan kurang menarik. Hal ini juga menjadi permasalahan yang ditemui di banyak
perpustakaan sekolah di Indonesia. Koleksi yang kurang beragam dan ‘hanya’
mengandalkan buku teks bantuan dari pemerintah merupakan hal yang lazim ditemui di
perpustakaan-perpustakaan sekolah, yang bahkan tidak mengalami ‘pembaharuan’ selama
bertahun-tahun. Tak jarang tampilan bukupun menjadi tidak menarik bagi siswa untuk
‘menyentuhnya’. Tentu ini menjadi masalah serius, karena salah satu ciri keberhasilan
sebuah perpustakaan adalah ketersediaan dan keterpakaian koleksinya. Pada level masalah
ini maka perlu adanya kebijakan dan perencanaan dalam sistem pengembangan koleksi
perpustakaan.
1.5.5. Manajemen
Pengalaman menunjukkan bahwa solusi terhadap keempat permasalahan di atas
kurang ‘berarti’ apabila kemampuan pengelolaan oleh staf pengelola juga tidak
diperhatikan. Beberapa kasus yang ditemui memperlihatkan adanya sekolah yang punya
ruang perpustakaan memadai, punya koleksi yang memadai, ada SDM yang menangani,
hanya sayang pengelolaannya kurang bagus. Perpustakaan ‘hanya’ dijalankan layaknya
‘penyewaan buku’ tidak terintegrasi dengan sistem pendidikan yang ada. Atau dengan kata
lain perpustakaan dijalankan ‘hanya’ apa adanya tanpa adanya perencanaan dan
pengawasan yang baik. Perpustakaan hanya dipahami sebagai ‘gudang buku’, bukan
merupakan pusat informasi dan pembelajaran mandiri bagi siswa didik.
7
Selain itu, posisi perpustakaan dalam organisasi sekolah kadang juga tidak jelas
bahkan tidak masuk dalam struktur yang ada. Padahal dalam Standar Nasional
Perpustakaan Sekolah, perpustakaan harus masuk dalam struktur organisasi sekolah
sehingga akan memudahkan dalam menentukan arah pengelolaan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
II. PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN
Kegiatan mengelola atau manajemen dalam perpustakaan sekolah bukan sekedar
kegiatan menempatkan buku-buku di rak, akan tetapi lebih dari itu, sangat kompleks,
berkelanjutan, dan selalu berubah. Jadi manajemen merupakan sebuah proses yang
memfokuskan pada memperhatikan kegiatan dari hari ke hari, menghadapi permasalahan
isi dan integrasi dengan tujuan-tujuan sekolah. Kegiatan manajemen adalah kegiatan yang
mencerminkan adanya sebuah sistem, terkait dan terdiri dari beberapa aspek atau faktor
untuk mendukungnya. Surachman (2007) dalam makalahnya, memperlihatkan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat ditemui dalam sebuah proses pengelolaan perpustakaan
diantaranya adalah kebijakan dan prosedur ; manajemen koleksi ; pendanaan atau
anggaran; manajemen fasilitas; sumber daya manusia; dan perencanaan.
2.1. Prosedur dan Kebijakan
Prosedur dimaksud adalah merupakan cara atau bagaimana kegiatan dan pekerjaan
harus dilakukan terkait dengan upaya implementasi dari sebuah rencana spesifik atau
menjalankan sebuah kebijakan. Sedangkan kebijakan sendiri memfokuskan pada prinsip-
prinsip apa yang dipegang oleh organisasi dalam hal ini adalah sekolah/perpustakaan dan
mengapa hal itu perlu dilakukan. Kadang kala sebuah kebijakan terhadap perpustakaan
sekolah sangat dipengaruhi oleh kondisi kebijakan di lingkungannya, baik dari sekolah atau
pemilik sekolah, dinas pendidikan, pemerintah atau mungkin departemen pendidikan.
Nah, agar pengelolaan perpustakaan sejalan dengan kebijakan yang ada, maka
pengelola perpustakaan perlu memahami kebijakan-kebijakan yang ada di sekolah,
terutama terkait tujuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Selain itu pengelola
perpustakaan juga harus mampu secara jelas memahami bagaimana prosedur dapat
dilakukan secara efektif dan dapat merefleksikan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri.
8
Kebijakan yang dimaksud disini adalah termasuk didalamnya terkait pendanaan, pengelola,
dukungan untuk guru-pustakawan dan faktor-faktor lain yang berhubungan.
Jadi selain memperjuangkan sebuah kebijakan yang terkait nasib perpustakaan, maka
pengelola perpustakaan harus paham apa visi dan misi sekolahnya, bagaimana sekolah
melakukan perancangan anggaran, dimana posisi perpustakaan secara struktural, apa saja
yang menjadi wewenang dan kewajiban perpustakaan di sekolah. Bahkan terkait kebijakan
yang akan diambil secara internal di perpustakaan itu sendiri, pengelola perpustakaan
harus mampu:
• melihat kembali sumber-sumber yang dimiliki dan mendefinisikannya sesuai
kebutuhan dan perkembangan kebijakan sekolah
• melihat, memperhatikan dan memperbaharui prosedur-prosedur lokal – sirkulasi,
pemesanan pustaka, dll
• membuat sebuah pernyataan visi dari perpustakaan sekolah yang sesuai dengan
kebijakan yang ada
• membuat perencanaan strategis dalam menentukan prosedur dan kebijakan dari
perpustakaan itu sendiri.
Artinya dapat disimpulkan bahwa pengelola perpustakaan harus mampu
memahami kebijakan dan prosedur yang ada di sekolah dan lingkungannya, selain tentu
saja membuat dan melaksanakan kebijakan dan prosedur internal yang harus dijalankan di
perpustakaan. Hal lain yang cukup penting adalah setiap membuat sebuah kebijakan atau
prosedur harus selalu mempertimbangkan visi, kebutuhan, dan keadaan dari sekolah atau
lembaga induknya. Karena pada prinsipnya perpustakaan sekolah harus dapat
mencerminkan visi dan misi sebuah lembaga pendidikan sekolah.
2.2. Manajemen Koleksi
Di atas sudah disinggung bahwa salah satu permasalahan di perpustakaan sekolah
adalah masalah sumber daya koleksi. Namun sebenarnya selain ketersediaan sumber daya
koleksi, manajemen koleksi adalah hal yang harus menjadi perhatian bagi pengelola
perpustakaan. Manajemen koleksi merupakan area kunci dari tangungjawab seorang
pengelola perpustakaan.
Koleksi sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah bahan pustaka atau sejenisnya
yang dikumpulkan, dikelola, dan diolah dengan kriteria tertentu. Pengelolaan koleksi yang
9
baik akan menentukan sukses tidaknya sebuah program perpustakaan sekolah. Karena
tanpa dikelola dengan baik, maka koleksi akan tetap menjadi kumpulan atau tumpukan
buku yang tidak bermakna.
Salah satu karakteristik dari sebuah koleksi perpustakaan sekolah adalah
beragamnya jenis sumber atau bahan pustaka tergantung pada kebutuhan pengajar/staf
pendidik, ukuran atau jumlah koleksi, bagaimana cara mengaksesnya dan keterbaruan.
Banyak hal sebetulnya yang dapat dilakukan untuk mengelola koleksi, mulai dari
pengadaan, pengolahan teknis (seperti inventarisasi, klasifikasi, pelabelan, penempatan,
pemilihan), dan memang tentunya itu membutuhkan perhatian yang serius dari pengelola
perpustakaan. Dalam manajemen koleksi sebetulnya jumlah bukan suatu hal yang menjadi
sangat prinsip, akan tetapi lebih penting bagaimana koleksi itu dapat dimanfaatkan dengan
baik atau tidak.
"It does not matter how many books you may have, but whether they are
good or not." - Lucius Annaeus Seneca (3 B.C.-65 A.D.), Epistolae Morale
Jadi prinsip-prinsip kebermanfaatan harus menjadi dasar bagi pengelola
perpustakaan untuk mengeluarkan kebijakan terkait dengan bagaimana mengelola koleksi
yang ada. Pengelola harus mampu memetakan mana koleksi yang menjadi pendukung
utama pembelajaran, mana koleksi yang bersifat hiburan, mana koleksi yang dibutuhkan
siswa didik untuk mengembangkan bakat dan ketrampilan, sehingga akan memudahkan
siswa didik dan staf pendidik memanfaatkannya. Manajemen koleksi termasuk didalamnya
pengembangan koleksi merupakan area penting yang mestinya selalu diperhatikan oleh
para pengelola perpustakaan di sekolah.
Secara lebih khusus pembahasan manajemen koleksi akan dijelaskan pada bagian
ketiga (III) pada makalah ini.
2.3. Pendanaan atau Anggaran
Pendanaan adalah masalah yang sering menjadi ‘momok’ bagi sebagian pengelola
perpustakaan dalam mengembangkan perpustakaannya. Untuk itu masalah pendanaan ini
harus direncanakan sedini mungkin. Melalui sebuah ‘assesment’ terhadap koleksi dan
tujuan pengembangan program-program, sebuah rencana pendanaan dapat dilakukan dan
dikeluarkan dalam sebuah dokumen perencanaan bagi perpustakaan sekolah. Sebuah
rencana pendanaan akan membantu pengelola perpustakaan dan sekolah dalam
10
meyakinkan dewan sekolah/pemilik sekolah dan pemerintah untuk menyetujui program
dan rencana-rencana pengembangan perpustakaan, serta sebagai bukti akuntabilitas dalam
pengelolaan perpustakaan.
Seperti sudah tercantum dalam Undang-Undang Perpustakaan dan juga Standar
Perpustakaan Sekolah, sekolah harus menjamin tersedianya anggaran perpustakaan setiap
tahun sekurang-kurangnya 5% dari total anggaran sekolah di luar belanja pegawai dan
pemeliharaan serta perawatan gedung. Jadi mau tidak mau, seharusnya rencana pendanaan
perpustakaan sekolah harus menjadi bagian ‘integral’ dari pendanaan rutin sekolah.
Langkah terakhir yang harus dilakukan pengelola terkait pendanaan atau anggaran
adalah merancang dan mengawal penggunaan dana yang sudah diajukan. Hal ini harus
dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan prosedur yang sudah dirancang sebelumnya.
Pengelola harus paham bagaimana dan kapan dana atau anggaran itu dapat dikeluarkan
untuk keperluan pengembangan dan kegiatan perpustakaan sekolah. Apalah artinya
apabila anggaran atau dana sudah disetujui tetapi pengelola perpustakaan sendiri tidak
dapat merealisasikan apa yang sudah direncanakan dan disetujui oleh pengambil kebijakan
di sekolah. Hal ini tentu akan membawa dampak pada kebijakan terhadap perpustakaan
sekolah di kemudian hari.
2.4. Fasilitas
Fasilitas perpustakaan menjadi sisi lain yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
perpustakaan. Seringkali yang terjadi masalah perpustakaan adalah masalah ‘ketiadaan’
atau ‘ketidakberdayaan’ fasilitas. Mulai dari ketiadaan tempat, ketiadaan koleksi, ketiadaan
sarana pendukung, dan sarana prasarana lainnya. Biasanya tiap level sekolah mempunyai
karakteristik masing-masing dalam perencanan fasilitas. Namun yang penting dalam
pengelolaan fasilitas harus diperhatikan 3 hal yakni: Nyaman (Comfort), Terbuka
(Welcome), dan User-friendly.
Ketika kita merancang sebuah fasilitas untuk perpustakaan sekolah, setidaknya ada
beberapa prinsip yang harus dipenuhi:
• Tata letak harus dapat menunjukkan bahwa perpustakaan dapat difungsikan
dengan baik.
• Desain harus memperhatikan aspek estetika dan ergonomis.
• Akses ke bahan pustaka ruang, dan informasi harus mudah bagi semua pengguna.
11
• Harus diperhatikan masalah arus ‘lalu-lintas’ pengguna, keselamatan dan
keamanan.
• Ruangan sedapat mungkin mengakomodir kebutuhan pengguna, juga tentunya
untuk keperluan penyimpanan dan pengolahan.
Selain itu ada baiknya dalam menentukan fasilitas perpustakaan juga diperhatikan
standar yang sudah ditetapkan dalam standar nasional perpustakaan sekolah yakni:
• Perpustakaan harus menyediakan ruang yang cukup untuk koleksi, staf dan
penggunaannya.
• Perpustakaan harus menyediakan ruang dengan luas sekurang-kurangnya
untuk SD/MI 56 m2, SMP/MTS 126 m2, SMA, MA, SMK, MAK 168m2.
• Pembagian Area: 45% untuk area koleksi, 25% untuk area baca, 15% untuk
area staf, 15% untuk area lain.
• Perpustakaan harus menyediakan sekurang-kurangnya rak buku, lemari
catalog, meja dan kursi baca, meja dan kursi kerja, meja sirkulasi, mesin
tik/perangkat computer, dan papan pengumuman/pameran.
• Perpustakaan harus memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk keperluan pengguna
2.5. Manajemen SDM
Seperti halnya sudah dibahas pada paragraph sebelumnya, bahwa masalah sumber
daya manusia merupakan hal yang sering ditemui dalam pengelolaan perpustakaan. Untuk
itu kiranya perlu juga diperhatikan bagaimana manajemen sumber daya manusia atau
pengelola perpustakaan ini dilakukan. Pengambil kebijakan di sekolah dalam hal ini kepala
sekolah atau pemilik sekolah harus memahami bahwa SDM Perpustakaan adalah SDM
Profesional. Sehingga tidak lagi dapat dengan sembarang menempatkan orang atau staf di
perpustakaan. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan kompetensi di bidang perpustakaaan.
SDM atau staf pengelola perpustakaan merupakan kunci utama dalam kesuksesan
sebuah perpustakaan. Inovasi dan ide-ide kreatifnya akan membawa perpustakaan menjadi
perpustakaan yang berdayaguna dan juga nyaman digunakan oleh siswa didik maupun staf
pendidik. Selain itu kemampuan dan keahlian dalam bidang perpustakaan juga menjadi
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.
Berdasarkan standar nasional perpustakaan, setidaknya SDM di perpustakaan
sekolah terdiri dari:
12
a. Kepala Perpustakaan: seseorang yang bertanggungjawab kepada kepala sekolah,
memiliki kualifikasi pendidikan minimal diploma dua (D2) bidang ilmu
perpustakaan dan informasi, atau diploma dua (D2) bidang lain yang sudah
memperoleh sertifikat pendidikan di bidang ilmu perpustakaan dan informasi
dari lembaga pendidikan yang terakreditasi.
b. Tenaga Perpustakaan Sekolah: seorang yang merupakan tenaga teknis
perpustakaan dengan klasifikasi minimal pendidikan sekolah menengah serta
memperoleh pelatihan kepustakawanan dari lembaga pendidikan dan pelatihan
yang terakreditasi.
Kedua SDM tersebut yang akan bekerjasama dalam melaksanakan pengelolaan
perpustakaan. Kepala perpustakaan merupakan orang yang bertanggungjawab secara
penuh terhadap perpustakaan. Sudah seharusnya kepala perpustakaan ini mempunyai
kemampuan untuk mengelola perpustakaan, memahami visi dan misi sekolah, dan juga
memahami kurikulum yang diterapkan di perpustakaan. Sedangkan tenaga perpustakaan
harus mempunyai kemampuan teknis dalam bidang perpustakaan karena akan membantu
kepala perpustakaan dalam mengelola perpustakaan dalam keseharian.
Selain itu sebenarnya kita dapat memanfaatkan siswa didik untuk membantu
pelayanan di perpustakaan sekolah. Hal ini juga merupakan bagian dari proses
pembelajaran bagi siswa didik untuk menyukai perpustakaan. Ini dapat dilakukan apabila
sekolah mempunyai keterbatasan SDM. Siswa didik dapat diberi pelatihan singkat yang
terkait bagaimana melakukan pelayanan perpustakaan.
Untuk menjamin keberlangsungan perpustakaan, maka SDM perpustakaan sekolah
harus; (1) mengembangkan kemampuan professionalnya; (2) memperhatikan kemampuan
yang diperlukan dan prosedur yang dibutuhkan untuk dapat mengelola perpustakaan
secara efektif – dari perpustakaan yang sekedar bertahan hidup menjadi perpustakaan yang
benar-benar berjalan secara baik, (3) mengembangkan kebijakan dan prosedur dengan
prinsip-prinsip yang mengaktualisasikan visi dari perpustakaan sekolah; (4) mampu
memperlihatkan keterkaitan antara sumber-sumber informasi dan tujuan dan prioritas
sekolah, serta program perpustakaan; (5) dan menunjukkan kemampuan dan peran melalui
rencana manajemen.
13
2.6. Perencanaan
Perencanaan akan selalu menjadi bagian penting dalam sebuah sistem manajemen,
termasuk manajemen perpustakaan sekolah. Untuk itu sekolah dan pengelola perpustakaan
sekolah harus mempunyai dokumen perencanaan yang akan menjadi panduan paling tidak
setiap jangka waktu tertentu, misal satu tahun anggaran. Perencanaan disini menyangkut
masalah perencanaan kebijakan strategis, perencanaan anggaran/pendanaan, perencanaan
pengembangan fasilitas, perencanaan pengembangan koleksi, perencanaan program kerja
perpustakaan sekolah, perencanaan pengembangan SDM, perencanaan kerjasama, dan juga
perencanaan promosi perpustakaan.
Penting bagi pengelola perpustakaan untuk selalu memulai pekerjaan dan program
kerjanya melalui sebuah perencanaan. Perencanaan akan menentukan sejauh mana
perpustakaan sekolah dapat berjalan dengan baik dan mendukung proses pembelajaran
yang inovatif di sekolah. Kepala perpustakaan beserta tenaga perpustakaan dapat bekerja
sama dengan staf pendidik dan juga staf manajerial lain di sekolah guna menyusun
perencanaan yang baik bagi keberlangsungan perpustakaan. Hal ini penting agar menjamin
ketepatan arah dan sasaran program perpustakaan terutama dalam mendukung
keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Tanpa adanya perencanaan
maka perpustakaan akan berjalan tanpa arah dan tidak akan mencapai apa yang menjadi
tujuan yang diharapkan.
III. MANAJEMEN KOLEKSI PERPUSTAKAAN
3.1. Koleksi Perpustakaan
Perpustakaan didirikan dengan berbagai tujuan. Di antara tujuan tersebut adalah
agar perpustakaan mampu menjelma sebagai lembaga yang mampu membina minat baca
masyarakat serta memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Untuk dapat melakukan
pembinaan minat baca masyarakat dan mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka
sangat tergantung dari eksistensi koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. Tanpa
keberadaan koleksi tentu perpustakaan tidak akan mampu melakukan pembinaan serta
memenuhi kebutuhan informasi masyarakat atau pemustaka.
Koleksi menjadi salah satu elemen penting dalam eksistensi sebuah perpustakaan.
Koleksi dapat menjadi motivator pagi pemustaka untuk datang ke perpustakaan. Kualitas
14
koleksi menjadi salah faktor penentu apakah perpustakaan akan diakses oleh banyak
pemustaka atau tidak.
Ketika berbicara mengenai manajemen koleksi maka topik mengenai koleksi
perpustakaan merupakan topik pertama yang akan dipelajari. Pada topik ini akan dipelajari
tentang defini koleksi, varian dari koleksi serta metode pengadaannya.
3.1.1. Definisi Koleksi
Koleksi perpustakaan adalah semua jenis bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah
dan disimpan untuk disebarluaskan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan
informasi mereka (Yulian dan Sunjana, 2009). Bahan pustaka yang telah dihimpun atau
dikumpulkan oleh perpustakaan, selanjutnya diolah dengan menggunakaan kaidah-kaidah
tertentu, disimpan dan selanjutkan dilayankan kepada masyarakat yang
membutuhkannnya.
Apabila difinisi di atas ditarik ke dalam konteks perpustakaan sekolah, maka definisi
koleksi perpustakaan sekolah adalah semua jenis bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah
dan disimpan untuk disebarluaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pemustaka dalam
hal ini guru, siswa dan staf administrasi sekolah.
3.1.2. Varian Koleksi
Secara garis besar varian koleksi perpustakaan dapat dibedakan menjadi dua
kelompok besar. Varian koleksi perpusakaan tersebut dapat dibedakan menjadi koleksi
tercetak dan koleksi non cetak. Koleksi tercetak terdiri dari buku, terbitan berseri, peta,
gambar, brosur, pamflet dan booklet. Makalah dan koleksi tugas akhir. Sedangkan koleksi
non cetak terdiri dari film, Compact Disk, mikrofilm, mikrofis, Kaset dan koleksi digital.
3.1.3. Jenis Koleksi Perpustakaan Sekolah
Khusus untuk perpustakaan sekolah, dalam “Pedoman Umum Penyelenggaraan
Perpustakaan Sekolah” yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
disebutkan bahwa koleksi perpustakaan sekolah terdiri dari :
a. Buku Pelajaran Pokok: Buku pelajaran pokok merupakan buku utama yang
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Buku pelajaran pokok diterbitkan atau
diadakan oleh pemerintah dan isinya disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.
b. Buku Pelajaran Penunjang: Buku pelajaran penjunjang adalah buku yang sifatnya
sebagai penunjang atau pelengkap dari buku pelajaran pokok yang digunakan oleh
guru dan siswa.
c. Buku Bacaan: Buku bacaan adalah buku yang digunakan sebagai bahan bacaan bagi
siswa, guru dan staf administrasi. Menurut jenisnya bahan bacaan dibedakan
15
menjadi buku non fiksi, fiksi ilmiah dan fiksi. Perbandingan jenis koleksi yang sesuai
dengan kurikulum dan koleksi fiksi adalah 60% untuk koleksi non fiksi atau koleksi
yang sesuai dengan kurikulum dan 40% untuk koleksi fiksi (IFLA dan UNESCO,
2006).
d. Buku sumber, referensi atau rujukan: Buku sumber, referensi atau rujukan adalah
buku yang digunakan oleh warga sekolah sebagai sumber informasi untuk
menambah ilmu pengetahuan. Jenis koleksi ini seperti kamus, ensiklopedi, almanak,
direktori.
e. Terbitan Berkala: Terbitan berkala merupakan jenis koleksi yang terbit secara terus
menenus dan memiliki kala atau periode terbit. Jenis terbitan berkala antara lain
majalah, surat kabar, dan buletin.
f. Pamflet atau brosur : Pamflet atau brusur juga merupakan bagian dari koleksi
perpustakaan. Brosur atau pamflet merupakan lembaran-lembaran yang berisi
tentang keadaan atau kegiatan lembaga yang menerbitkannya.
g. Media pendidikan lainnya: Media pendidikan lainnya yang dapat dijadikan sebagai
koleksi perpustakaan antara lain slide, film, kaset, piringan hitam dan file-file
presentasi.
h. Kliping: guntingan dari artikel atau berita dari surat kabar, majalah dan terbitan
lainnya yang dianggkap penting untuk disimpan dan berguna pemustaka
(Perpustakaan Nasional R.I., 2001).
3.2. Pengembangan Koleksi
Dalam buku pendoman yang disusun oleh Perpustakaan Nasional R.I. ini
disebutkan pula bahwa jumlah minimal dari koleksi sebuah perpustakaan sekolah adalah
1000 judul materi (Perpustakaan Nasional R.I., 2001). Artinya dari berbagai varian koleksi
yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan sekolah maka minimal judul yang harus dimiliki
perpustakaan sekolah adalah 1000 judul.
Perpustakaan sekolah perlu mengembangkan koleksinya guna mendukung kegiatan
belajar mengajar serta pembinaan minat baca warga sekolah, dalam hal ini adalah guru,
murid dan staf administrasi sekolah. Guna mendukung kedua kegiatan tersebut maka
setidaknya sekolah menyediakan 10 judul buku untuk satu orang murid serta menambah
jumlah buku minimal 10% dari jumlah koleksi setiap tahunnya (Badan Standarisasi
Nasional; 2009).
16
3.2.1. Metode Pengadaan Koleksi
Berbagai koleksi perpustakaan tersebut diperoleh dengan berbagai cara atau metode.
Metode yang lazim digunakan dalam kegiatan pengadaan bahan pustaka atau koleksi
perpustakaan antara lain:
a. Pembelian: Metode pembelian merupakan metode pengadaan koleksi yang
dilakukan dengan cara membeli koleksi perpustakaan dengan menggunakan
anggaran yang dimiliki sekolah. Untuk itu pihak sekolah perlu mengalokasikan
dana khusus untuk pembelian koleksi perpustakaan.
b. Hadiah: Metode pengadaan koleksi lainya adalah hadiah. Hadiah atau hibah dari
pemerintah, pihak swasta darn warga sekolah dapat juga merupakan metode
pengadaan bahan pustaka.
c. Bertukar koleksi: Untuk memperbanyak kuantitas koleksinya perpustakaan dapat
bertukar koleksi dengan perpustakaan atau lembaga-lembaga lainnya. Perpustakaan
dapat menawarkan kerjasama dengan perpustakaan atau lembaga sejenis untuk
saling bertukar koleksi. Dalam kegiatan bertukar koleksi ini, perpustakaan perlu
mempertimbangkan bahwa koleksi yang dipertukarkan adalah koleksi yang jumlah
berlebih serta dibutuhkan oleh pemustaka.
d. Produksi sendiri: Metode pengadaan koleksi yang terakhir adalah dengan
memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari metode
pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis yang dihasilkan oleh
pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi koleksi
perpustakaan.
3.3. Pengolahan Koleksi
Koleksi perpustakaan terdiri dari banyak varian. Varian tersebut antara lain buku,
majalah, video, compact disk, kaset, laporan penelian dan lain-lain. Namun atas dasar
pertimbangan koleksi yang mendominasi perpustakaan serta durasi waktu pelatihan yang
terbatas maka pada kesempatan kali ini hanya akan dijelaskan tentang prosedur kegiatan
pengolahan koleksi buku.
3.3.1. Pemberian stempel inventaris dan stempel perpustakaan
Langkah pertama pengelolaan buku dalam sebuah perpustakaan adalah dengan
memberikan identitas kepemiliki buku tersebut. Pemberian identitas ini dilakuakan dengan
cara memberikan stampel perpustakaan pada setiap buku perpustakaan. stampel yang
dibubuhkan dalam buku tersebut berfungi sebagai identitas kepimilikan sehingga apabila
buku tersebut hilang dan ditemukan seseorang dengan mudah orang tersebut dapat
17
mengembalikan itu keperpustakaan. Stempel bukti kepemilikan ini diletakkan pada
bagian-bagian tertentu dari buku seperti halaman judul, halaman akhir buku atau setiap
awal bab.
Gambar 1. Desain stempel perpustakaan
Selain memberikan stempel perpustakaan pada halaman tertentu yang ada di dalam
sebuah buku, pengelola perpustakaan juga perlu memberikan stempel inventarisasi pada
halaman judul koleksi. Pada stempel ini, pengelola perpustakaan membubuhkan nomor
inventaris pada kolom inventari, nomor panggil koleksi pada kolom klas, tanggal terima
pada kolom terima dan membubuhkan tanda tangan staf perpustakaan yang melakukan
kegiatan inventarisasi pada kolom tanda tangan (ttd).
Gambar 2. Stempel inventaris
Gambar 3. Posisi stampel inventaris
3.3.2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah kegiatan untuk mengelompokkan koleksi-koleksi yang dimiliki
perpustakaan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Dengan pengelompokkan ini maka koleksi
sejenis akan terkelompok menjadi satu (berdekatan) sehingga akan mempermudah dalam
18
proses temu kembali koleksi di perpustakaan. Ciri-ciri yang digunakan sebagai pedoman
untuk melakukan pengelompokan koleksi adalah ciri fisik koleksi dan subjek dari bidang
ilmu koleksi tersebut.
Dari definisi di atas setidaknya ada beberapa manfaat yang diperoleh dari kegiatan
klasifikasi. Manfaat tersebut antara lain koleksi sejenis akan saling berdekatan sehingga
mempermudah proses temu kembali koleksi, memudahkan identifikasi koleksi di rak
koleksi perpustakaan sehingga pengguna dapat dengan mudah menemukan koleksi yang
dibutuhkan dan manfaat yang terakhir adalah dengan klasifikasi memungkina pengguna
perpustaakan mengetahui dengan cepat isi atau subjek ilmu yang terkandung dalam sebuah
koleksi.
Gambar 4. Ilustrasi Kegiatan Klasifikasi
Menurut Qolyubi dkk (2003) sistem pengelompokan atau klasifikasi perpustakaan
dapat dibedakan menjadi:
a. Klasifikasi artifisial : sistem pengelompokkan atau klasifikasi koleksi berdasarkan
ciri fisik koleksi, seperti ukuran, warna ataupun data fisik lainnya.
b. Klasifikasi Fundamental: sistem pengelompokkan atau klasifikasi koleksi
berdasarkan subjek yang terkandung dalam sebuah koleksi.
Kedua sistem klasifikasi tersebut diaplikasikan dalam kegiatan pengelolaan
perpustakaan. Pengelola perpustakaan akan mengelompokkan koleksi berdasarkan ciri fisik
koleksi, artinya pengelola perpustakaan mengaplikasikan klasifikasi artifisial. Selanjutnya,
setelah dikelompokkan berdasarkan ciri fisik koleksi, kemudian koleksi dikelompokkan lagi
berdasarkan subjek dari koleksi. Dengan demikian Koleksi yang memiliki subjek sama
akan saling berdekatan, artinya pengelola perpustakaan telah menggunakan klasfikasi
fundamental dalam kegiatan klasifikasi.
Dalam kegiatan klasifikasi fundamental, seseorang akan mengelompokkan koleksi
berdasarkan subjek bahan pustaka. Dalam kegiatan klasifikasi ini ada dua tahapan yang
19
dilakukan yaitu analisis subjek serta penentuan notasi atau nomor klas subjek. Berikut ini
penjelasan dari masing-masing tahapan.
a. Analisis Subjek
Kegiatan atau proses penentuan subjek atau isi yang terkandung dalam
sebuah koleksi. Dalam kegiatan analisis subjek ada dua hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu jenis konsep dan jenis subjek. Jenis konsep dibedakan menjadi 3
jenis yaitu :
Fenomena: merupakan masalah yang menjadi bahasan utama di dalam bahan
Pustaka. Fenomena dibedakan menjadi objek konkret dan objek abstrak. Objek
kontrik contohnya adalah Perpustakaan, Komputer. Sedangkan objek abstrak
contohnya antara lain budaya dan agama.
Disiplin Ilmu: merupakan disiplin ilmu utama atau cabang dari disiplin ilmu
utama yang dibahas dalam sebuah bahan pustaka. Disiplin ilmu diutama disebut
juga dengan istilah disiplin ilmu fundamental dan cabang disiplin ilmu disebut
subdisiplin. Misalnya ilmu sosial maka cabang disiplin ilmu tersebut antara lain
sosiologi, ilmu politik ilmu hukum, administrasi dan lain sebagainya.
Bentuk Penyajian : Merupakan organisasi penyajian subjek dalam bahan
pustaka menurut bentuk fisik, sistematika penyajian dan bentuk intelektual.
Seperti Majalah, Kamus, Ensiklopedi, Direktori, Statistik.
Untuk jenis subjek dibedakan ke dalam empat jenis. Keempat jenis subjek tersebut
adalah:
Subjek Dasar: Adalah jenis subjek bahan pustaka yang terdiri dari satu disiplin
ilmu. Misalnya politik, pendidikan, ekonomi dan lain-lain.
Subjek Sederhana: Adalah subyek bahan pustaka terdiri dari satu faset
pembagian dari satu disiplin ilmu, Misalnya pendidikan dasar
Subjek majemuk: Adalah jenis subyek bahan pustaka terdiri dari lebih satu faset
pembagian dari disiplin ilmu. Misalnya Pendidikan Dasar di Indonesia
Subjek Kompleks: Adalah jenis subjek suatu bahan pustaka yang terdiri dua
subjek atau lebih yang saling berinteraksi dari satu disiplin ilmu atau lebih,
contoh pengaruh narkoba terhadap kenakalan remaja.
Hasil analisis subjek adalah deskripsi tentang subjek sebuah koleksi. Untuk
melakukan proses analisis subjek sehingga menghasilkan deskripsi subjek sebuah
koleksi, dilakukan dengan cara:
20
• Membaca judul dari bahan pustaka, jika dirasa bahwa judul telah merefleksikan
subjek sebuah buku
• Membaca halaman sebalik halaman judul (halaman verso). Di dalam halaman
judul terdapat katalog dalam terbitan yang dapat menampilkan subjek dari
sebuah bahan pustaka
• Membaca daftar isi jika dengan membaca judul dan halaman kolofon belum
diketaui subjek dari sebuah koleksi.
• Membaca kata pengantar dari sebuah koleksi
• Membaca ringkasan buku yang biasanya terdapat pada halaman belakang buku.
• Membaca buku secara keseluruhan jika dengan melakukan berbagai instruksi di
atas belum ditemukan subjek dari koleksi tersebut.
• Menggunakan sumber-sumber lain seperti bibliografi, kamus.
• Bertanya kepada subjek spesialis jika semua langkah telah dilakukan belum
mampu menentukan subjek dari sebuah koleksi.
b. Menentukan Notasi atau Nomor Klas
Notasi atau nomor klas dapat diartikan sebagai simbol atau kode yang
mewakili sebuah subjek bahan pustaka dalam bagan klasifikasi. Notasi dapat berupa
huruf, angka bahkan warna. Namun diantara ketiga jenis notasi tersebut, angka
merupakan jenis notasi yang banyak digunakan oleh perpustakaan. Motivasi
perpustakaan memanfaatkan angka sebagai notasi salah satunya karena notasi
angka memiliki bagan yang berlaku secara internasional seperti Dewey Decimal
Classification, Universal Decimal Classification dan Library of Conggress.
Berikut ini adalah penjelasan tentang ketiga jenis notasi yang dapat digunakan oleh
perpustakaan:
• Warna: Apabila perpustakaan akan menggunakan warna sebagai identitas
klasifikasi maka subjek dari koleksi diwakili oleh satu jenis warna untuk setiap
subjeknya. Misalnya warna putih untuk subjek karya umum, merah untuk ilmu
sosial, biru untuk subjek ilmu terapan dan seterusnya. Akan tetapi notasi warna
ini memiliki beberapa kelemahan yaitu terbatasnya jumlah warna padahal subjek
ilmu terus bertambah, selain itu klasifikasi warna tidak optimal keberadaannya
jika digunakan untuk yang memiliki masalah dengan buta warna.
• Huruf: Pada prinsipnya penggunaan abjad sebagai notasi hampir sama dengan
penggunaan warna dalam sistem klasifikasi, dimana setiap abjad mewakili subjek
tertentu. Misalnya huruf A mewakili subjek pengetahuan umum, B mewakili
21
subjek filsafat, C mewakili subjek agama dan seterusnya. Dalam penggunaan
sistem abjad dapat juga digunakan inisial atau singkatan dari sebuah subjek.
Misalnya peu untuk subjek pengetahuan umum, Fil untuk subjek filsafat, slg
untuk subjek sosiologi, pol untuk subjek politik dan masih banyak lagi.
• Angka atau nomor klasifikasi: Jenis notasi yang terakhir adalah notasi dengan
menggunakan angka. Notasi angka diperoleh dari sistem klasifikas yang ada. Saat
ini ada berberapa sistem klasifikasi yang familiar digunakan di Indonesia. Sistem
tersebut antara lain Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal
Classification (UDC), Library of Conggress (LC) dan Colon Classification. Dalam
makalah ini hanya akan dijelaskan satusistem klasifikasi yaitu DDC,
pertimbangan penulis memilihsistem klasifikasi ini karenasistem klasifikasi ini
adalahsistem klasifikasi yang paling banyak digunakan.
Dewey Decimal Classification atau DDC merupakan salah satu sistem klasifikasi
yang familiar digunakan oleh banyak perpustakaan di Tanah Air. Sistem ini
menyangkut seluruh subjek ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis dan
teratur. Pembagian ilmu (subjek ilmu pengetahuan) dimulai dari subjek yang
bersifat umum menuju subjek bersifat khusus.
Pembagian subjek dalam sistem ini dimulai dari subjek besar atau umum yang
disebut dengan kelas utama, kemudian diperinci menjadi divisi, selanjutnya divisi
diperinci menjadi sub divisi dan lebih rinci lagi menjadi tabel lengkap. Contohnya
adalah sebagai berikut
Sepuluh kelas utama dalam DDC terdiri dari: - 000 untuk karya umum - 100 untuk filsafat dan psikologi - 200 untuk agama - 300 untuk Ilmu Sosial - 400 untuk bahasa - 500 untuk sains - 600 untuk teknologi - 700 untuk kesenian dan rekreasi - 800 untuk Sastra - 900 untuk sejarah dan geografi
Divisi atau ringkasan ke II • 300 untuk ilmu Sosial • 310 untuk statistik • 320 untuk ilmu politik • 330 untuk ekonomi • 340 untuk hukum • 350 untuk administrasi publik, ilmu kemilitiran
22
• 360 untuk masalah dan jasa sosial • 370 untuk pendidikan • 380 untuk perdagangan, komunikasi dan perhubungan • 390 untuk adat istiadat, etiket dan folklor
Subdivisi atau ringkasan ke III • 370 untuk Pendidikan • 371 untuk Pendidikan secara umum • 372 untuk Pendidikan dasar • 373 untuk Pendidikan menengah • 374 untuk Pendidikan dewasa • 375 untuk Kurikulum • 376 untuk Pendidikan wanita • 377 untuk Sekolah dan agama • 378 untuk Pendidikan tinggi • 379 untuk Pendidikan dan negara
DDC terdiri dari beberapa unsur-unsur pokok. Unsur-unsur tersebut antara
lain sistematika, notasi, indeks relatif dan tabel pembantu. Berikut ini
penjelasan dari masing-masing unsur tersebut
Sistematika: Berupa bagan yang berisi pembagian ilmu didasarkan pada
prinsip-prinsip tertentu.
• Notasi: adalah angka yang mewakili subjek-subjek tertentu. Angka dalam
notasi DDC mewakili sebuah subjek. Angka atau notasi juga disebut
dengan nomor
Indeks relatif: Adalah sejumlah tajuk subjek yang disertai rincian aspek-
aspeknya dan disusun secara alfabetis lengkap dengan nomor klasifikasi
• Tabel Pembantu: Merupakan notasi khusus yang digunakan untuk
menyatakan aspek tertentu. Tabel pembantu yang ada dalam DDC terdiri
dari: Tabel 1: Subdivisi standar, Tabel 2: Wilayah, Tabel 3: Subdivisi
sastra, Tabel 4: Subdivisi bahasa, Tabel 5: Ras, etnik, kebangsaan, Tabel 6:
Bangsa dan etnis, Tabel 7: Bahasa
Setelah mengetahui unsur-unsur DDC lalu bagaimana memanfaatkan atau
cara menggunakan sistem klasifikasi ini sehingga mampu menentukan
nomor klasifikasi yang benar. Langkah-langkah menggunakan DDC adalah
sebagai berikut:
• Lakukan Anasis subjek. Langkah pertama yang dilakukan untuk dapat
menggunakan DDC adalah dengan menuntukan subjek koleksi dengan
melakukan analisis subjek. Analisis subjek dilakukan dengan membaca
23
judul, halaman judul, kata pengantar, daftar isi, isi buku dan kesimpulan.
Perhatikan hasil analisis subjek, apakah subjek tersebut termasuk dalam
kategori subjek dasar, subjek sederhana, subjek majemuk dan subjek
kompleks .
• Gunakan Indeks relatif untuk mencari nomor klasifikasi dengan cepat.
Setelah menemukan subjek koleksi, selanjutnya cari nomor klasifikasi
subjek dengan bantuan indeks relatif. Indeks relatif akan membantu
menemukan nomor klasifikasi secara cepat karena indeks relatif
menyusun subjek (tajuk subjek) urut alfabetis.
• Periksa bagan klasifikasi. Setelah menemukan nomor klasifikasi subjek
pada indeks relatif selanjutnya periksa nomor tersebut pada bagan
klasifikasi untuk memastikan bahwa nomor klasifikasi yang diperoleh
tepat. Perhatikan juga instruksi yang ditampilkan pada bagan. Apabila
tidak ada instruksi maka silahkan gunakan nomor tersebut untuk subjek
yang telah anda tentukan dalam proses analisis subjek
c. Menentukan nomer panggil atau call number
Setelah melakukan klasifikasi deskriptif (analisis subjek dan menentukan
notasi) sehingga diperoleh notasi yang mewakili subjek ilmu sebuah koleksi,
selanjutnya hasil notasi tersebut (baik warna, huruf ataupun angka) diletakkan
dibagian paling atas dari nomor panggil atau call number. Nomor panggil minimal
terdiri dari 3 bagian, yaitu notasi, tiga huruf pertama nama pengarang (entri utama)
dan satu hurup pertama judul. Nomor panggil diletakkan dipunggung koleksi atau
buku dan menjadi alat identifikasi koleksi di jajaran rak koleksi. Selain itu nomor
panggil juga diletakkan dalam kartu katalog yang berfungsi sebagai wakil dokumen
yang memungkinkan penguna perpustakaan menemukan koleksi yang dibutuhkan
secara cepat dan tepat.
Gambar 5. Contoh nomor panggil buku dengan menggunakan nomor klasifikasi
Gambar 6. Contoh nomor panggil buku yang dibuat dengan inisial subjek
24
Gambar 7. Contoh nomor panggil buku dengan warna sebagai wakil subjek
3.3.3. Pemberian nomor inventaris
Nomor inventasi merupakan nomor unik dari sebuah buku, dimana setiap nomor
inventaris yang ada dalam suatu buku akan berbeda dengan nomor inventaris yang ada
dalam di dalam buku lainny. Nomor inventaris ini akan sangat membantu untuk
mengetahui jumlah dari koleksi buku yang dimiliki suatu perpustakaan. Dengan melihat
nomor inventaris terakhir dari koleksi buku perpustakaan maka dengan mudah dapat
diketahui jumlah koleksi perpustakaan bersangkutan.
Pemberian nomor inventaris pada buku dilakukan setelah sebelumnya buku tersebut
dicatat dalam buku inventaris. Informasi yang dicatatat dalam dalam buku inventaris
meliputi nomor urut, nomor inventaris, judul, nama pengarang atau editor, informasi
penerbit (meliputi kota, nama penerbit dan tahun terbit), asal, nomor panggil buku, bahasa
atau keterangan lain yang perlu ditambahkan.
No. No. Inventaris Judul Pengarang Penerbit Asal No. Klasifikasi
Bahasa Ind Asing
1
00.001/HB/06/H Hikayat si Kancil
Yuwanda Daya Putra
Yogyakarta; Olah Pustaka, 2010
Pembelian 810 Put h x
Tabel 1. Contoh buku inventaris
Gambar 8. Halaman buku yang telah dibubuhi nomor inventaris
25
3.3.4. Katalogisasi
Katalogisasi (cataloging) adalah proses pengolahan data-data bibliografi yang
terdapat dalam suatu bahan pustaka menjadi katalog (Qolybudi dkk, 2003). Artinya,
katalog merupakan produk dari katalogisasi. Katalog sendiri memiliki pengertian sebagai
daftar yang dipersiapkan sedemikian rupa untuk tujuan tertentu seperti katalog pameran,
katalog penerbit, katalog perdagangan (Lasa Hs, 1997).
Jika katalog tersebut ditarik dalam dunia perpustakaan maka katalog tersebut
dikenal dengan nama katalog perpustakaan. Katalog perpustakaan adalah daftar koleksi
perpustakaan yang disusun menurut susuna tertentu atau sistematis (Lasa Hs, 1997).
Katalog perpustakaan akan memudahkan pemustaka dalam mencari koleksi yang
dibutuhkan.
Katalogisasi memiliki tujuan. Tujuan dari kegiatan katalogisasi sehingga mampu
menghasilkan katalog perpustakaan antara lain:
a. Memberikan peluang bagi pengelola maupun pemustaka menemukan koleksi yang
dibutuhkan berdasarkan nama pengarang, judulnya dan subjek koleksi.
b. Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan dari pengarang tertentu,
berdasarkan subjek tertentu atau dalam jenis literature tertentu.
c. Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan
karakternya. Katalog perpustakaan disajikan dalam beberap format. Format tersebut
antara lain format kartu, CD, format Online (OPAC) atau yang dikenal dengan
sebutan katalog komputer dan daftar tambahan koleksi. Untuk perpustakaan
sederhana format katalog perpustakaan yang sesuai adalah format kartu katalog dan
tambah koleksi.
Katalog perpustakaan sendiri dapat disajikan dalam berbagai format. Format katalog
perpustakaan antara lain:
a. Bentuk cetakan, buku. Bentuk katalog perpustakaan yang merupakan himpunan
dari lembaran-lembaran yang berisi daftar koleksi yang dimiliki perpustakaan ke
dalam satu jilid. Keuntungan dari format katalog perpustakaan ini adalah biaya
produksinya murah, mudah pengirimannya dan mudah dibawa kemana-mana.
Sedangkan kelemahan adalah jika terjadi penambahan koleksi akan sulit untuk
dimasukkan ke dalam daftar yang telah dibuat.
b. Katalog berkas. Katalog ini dibuat dari kertas manila putih dengan ukuran 10 x 20
cm dan kemudian dijilid. Satu jilid bendel berisi sekitar 50 buat kartu. Namun saat
ini katalog jenis ini dinilai kurang praktis.
26
c. Bentuk kartu. Bentuk katalog dalam format kartu. Format kartu merupakan format
katalog yang paling banyak digunakan saat ini. Kelebihan dari format katalog ini
antara lain tahan lama, lebih praktis jika terjadi penambahan koleksi dan mudah
penggunaannya. Sedangkan kelemahannya antara lain memerlukan lembari katalog
yang harus didesain khusus, memerlukan tempat tersendiri dan sulit untuk dibawa
kemana-mana.
d. Komputer. Selain kartu katalog, format ini merupakan format yang saat ini banyak
digunakan oleh perpustakaan. Apalagi dengan tumbuhnya gerakan open source yang
perpustakaan memperoleh perangkat lunak yang dapat digunakan secara gratis.
Berbagai perangkat lunak yang dapat digunakan sebagai katalog antara lain
CDS/ISIS, WINISIS, OpenBiblio, Atheneum, Otomigen-X dan Slims.
Proses katalogisasi atau proses pembuatan katalog perpustakaan terdiri dari dua
kegiatan. Kedua kegiatan tersebut antara lain katalogisasi deskriptif dan katalogisasi
subjek. Penjelasan dari kedua kegiatan tersebut adalah sebagai berikut
a. Katalogisasi Deskriptif. Kalogisasi deskriptif merupakan kegiatan merekam data
bibliograf sebuah koleksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah menentukan entri utama
dan entri tambahan serta deskripsi bibliografi dari sebuah koleksi. Setelah berhasil
menentukan entri utama, entri tambahan dan deskripsi bibliografi maka langkah
selanjutnya dalam katalogisasi deskripsif adalah adalah mencantumkannya dalam
entri katalog. Pedoman yang digunakan untuk melakukan katalogisasi deskriptif
adalah AACR2 (Anglo American Cataloging Rules Second Edition) dan ISBD
(International Standard Book Description)
• Penentuan entri utama dan entri tambahan
Dalam penentuan tajuk entri utama dan entri tambahan ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan:
o Pengarang tunggal maka tajuk entri utama adalah pengarang buku atau
koleksi tersebut. Contoh: Teknologi Informasi Perpustakaan / Wahyu
Supriyanto. Entri utamanya pada Wahyu Supriyanto dan entri tambahannya
pada judul dan subjek
o Pengarang ganda, dua dan tiga orang maka entri utama adalah pengarang
utama sedangkan pengarang kedua dan ketiga dijadikan sebagai tajuk entri
tambahan. Contoh: Membangun Otomasi Perpustakaan Dengan
OpenBiblio/Arif Surachman, Purwoko, Heri Abi Burachman. Entri
27
utamanya adalah Arif Surachman dan pengarang lainnya dijadikan sebagai
entri tambahan
o Pengarang lebih dari tiga orang atau lebih maka tajuk entri utamanya adalah
judul. Contoh. Membangun Perpustakaan Digital/ Arif Surachman, Wahyu
Supriyanto, Purwoko dan Heri Abi Burachman Hakim. Entri utama adalah
Judul dan entri tambahannya adalah nama pengarang
o Karya editor atau penyunting maka entri utamanya pada judul. Jika
pengarangnya disebut maka berlaku ketentuan entri utama untuk pengarang.
Misalnya Perangkat Lunak Open Source dalam Dunia Perpustakaan / Editor
: Purwoko. Entri utama pada judul dan entri tambahan pada Purwoko (editor)
o Karya Anonim (tanpa pengarang) maka entri utamanya pada judul
o Karya kumpulan, entri utamanya pada judul
o Badan Korporansi maka entri utamanya adalah badan korporasi
• Deskripsi Bibliografi
Deskripsi bibliografi disusun ke dalam delapan daerah. Setiap daerah terkadang
terdiri dari beberapa unsur. Berbagai daerah dan unsur-unsur dipisahkan dengan
menggunakan tanda baca. Kedelapan daerah diskripsi bibliografi tersebut
lengkap dengan tanda bacanya antara lain:
No. Daerah Tanda Baca
Unsur
1 Daerah judul dan pernyataan tanggung jawab (kepengarangan):
Judul sebenarnya [ ] GMD (General Material Designation) = Judul paralel : pernyataan judul lain Pernyataan tanggung jawab / Pengarang pertama , Pengaran kedua dan pengarang ke tiga
(jika pengarang lebih dari satu tetapi tidak lebih dari dua)
; pengarang lain (seperti penerjemah, ilustrator, narator)
2 Daerah edisi
.- Keterangan Edisi (seperti keterangan cetakan, edisi cetakan)
3 Daerah data khusus .- Tidak digunakan untuk deskripsi buku 4 Daerah impresum . - Tempat terbit (tempat terbit pertama)
; Tempat berikutnya : Nama Penerbit , Tahun Terbit
5 Daerah deskripsi fisik . - Jumlah halaman (misalnya xii, 250 hlm.) : Data fisik lain (seperti ilustrasi dan
index) ; Ukuran fisik koleksi 6 Daerah keterangan seri . - Judul seri sebenarnya (ditulis dengan
kurung) = Judul Pararel
28
: Keterangan judul seri tambahan 7 Daerah catatan . - Segala sesuatu yang dianggap penting
yang belum dimasukkan pada daerah sebelumnya
8 Daerah penomoran, harga dsb .- Nomor standar = Judul kunci : Syarat-syarat dan harga ( ) Keterangan tambahan
Tabel 2. Tabel Data Deskripsi Bibliografi
Berbagai data bibliografi di atas akan dimasukkan ke delapan daerah diambil dari
bahan pustaka yang ada di tangan staf perpustakaan. Data bibliografi tersebut
dapat diperoleh dengan membaca:
• Kulit buku • Halaman judul singkat • Halaman judul • Halaman sebalik halaman judul atau halaman verso • Bagian lainnya dari buku seperti kata pengantar, daftar isi, isi buku,
indeks dan bibliografi.
b. Katalogisasi subjek. Kegiatan merekam subjek dari sebuah bahan pustaka dengan
cara melakukan analisis subjek kemudian menentukan nomor klasifikasinya
berdasarkan peraturan yang berlaku. Jika diilustrasikan melalui gambar maka hasil
akhir dari kegiatan katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek seperti gambar di
bawah ini.
Gambar 9. Kartu katalog
3.3.5. Pembuatan Kartu Katalog
Setelah melakukan katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek, selanjutnya
langkah yang perlu dilakukan perlu adalah membuat kartu katalog dan menyusun kartu
29
katalog yang telah dibuat. Berikut ini langkah-langkah yang dilalui dalam kegiatan
pembuatan kartu katalog dan penyusun kartu katalog:
a. Siapkan kartu katalog dengan kertas berukuran 12,5 cm. x 7,5 cm. Di tengah bagian
bawah kartu dibuat lubang untuk memasukkan tusuk pengaman.
b. Membuat temporary slip (T. Slip) atau worksheet. T. Slip merupakan kertas yang berisi
konsep untuk pembuatan kartu katalog, sedangkan worksheet merupakan T.Slip yang
digunakan sebagai konsep katalog komputer (Lasa-Hs, 1998). T.Slip atau worksheet
akan memudahkan dalam proses pengetikan kartu katalog atau ketika memasukkan
data bibliografi buku ke dalam perangkat lunak yang digunakan perpustakaan.
c. Menyalin data yang ada pada T. Slip atau worksheet ke dalam kartu katalog. Berikut
ini contoh format kartu katalog yang
• Katalog Pengarang
• Katalog Judul
• Katalog Subjek
30
d. selanjutnya untuk memudahkan penelusuran kartu katalog, maka katalog-katalog
tersebut dikelompokkan kedalam satu jenis dan disusun alfabetis dari yang ter kecil
ke yang terbesar. Selanjutnya kartu katalog yang telah tersusun dimasukkan ke dalam
lemari katalog
Gambar 11. COntoh pengurutan kartu katalog
3.3.6. Pemasangan kelengkapan buku
Sebelum buku disajikan dirak agar dapat diakses oleh pengguna perpustakaan maka
sebuah buku perlu diberi kelengkapan buku. Kelengkapan buku antara lain kartu buku, slip
tanggal kembali (data due slip), label buku(call number), kantong buku dan sampul buku.
Berikut ini langkah-langkah yang digunakan untuk membuat dan memasang
kelengkapan buku:
a. Label buku. Label buku adalah label yang berisi nomor panggil buku atau call
number. Label buku dibuat dengan kertas berukuran 3x4 cm. Pada label tersebut
dicantumkan nomor panggil buku atau call number yang sebelumnya telah dibuat.
Lalu label buku ditempelkan pada punggung buku kira-kira 3 cm dari ujung bawah
buku.
31
Gambar 12. Contoh Label buku dan pemasangannya
b. Lembar tanggal kembali (date due slip), berisi catatan nomor anggota dan tanggal
wajib pengembalian. Lembar tanggal kembali ini ditempelkan pada akhir halaman
atau sampul akhir dari buku. Gunanya untuk mengingatkan peminjam peminjam
tanggal pengembalian koleksi yang dipinjam.
Gambar 13. Catatan Tanggal Kembali
c. Kartu buku. Alat yang digunakan untuk mengontrol peredaran buku. Melalui kartu
buku ini dapat diketahui apakah buku tersebut sedang dipinjam atau tidak, siapa
peminjamnya dan kapan tanggal kembali buku tersebut.
32
Gambar 14. Kartu buku
d. Kantong buku. Kantong yang difungsikan sebagai tempat untuk meletakkan kartu
buku. Kantong buku terbuat dari kertas karton atau kertas lainnya. Di dalam
kantong buku ini dibubuhi nomor panggil buku dan nomor inventaris buku.
Kantong buku diletakkan di dalam sampul belakang.
Gambar 15. Kantong buku
e. Penyampulan. Langkah terakhir dalam kegiatan pemasangan kelengkapan buku
adalah memasang sampul pada buku. Setiap buku perlu diberi sampul plastik agar
buku tidak mudah rusak. Memasang sampul buku secara tidak langsung telah
melakukan kegiatan perawatan bahan pustaka yang dapat memperpanjang usia
buku.
33
3.3.7. Shelving (pengerakan)
Shelving atau pengerakkan memegang peranan penting dalam menentukan
kecepatan serta ketepatan dalam proses temu kembali koleksi atau buku. Sebaik apapun
kegiatan pengolahan atau sistem automasi yang digunakan tidak optimal apabila buku-
buku tersebut tidak disusun secara sistematis di rak buku. Pengguna perpustakaan dan
pengelola sendiri harus konsisten untuk mengembalikan bukunya. Usaha ini dilakukan
agar buku dapat dengan mudah ditemukan jika diperlukan. Langkah-langkah dalam
pengerakan:
a. Pengelompokan buku berdasarkan jenisnya. Buku-buku koleksi dikelompok-
kelompokkan berdasarkan jenis buku, misalnya buku referensi dikelompokkan
dalam kelompok buku referensi, buku teks dikelompokkan dalam kelompok buku
teks.
Gambar 16. Pengelompokan Buku (disusun menurut jenis koleksi)
b. Penyusunan buku di rak. Setelah buku dikelompokkan berdasarkan jenis buku
kemudian buku disusun di rak berdasarkan nomor klas dari nomor klasifikasi
terkecil sampai nomor klasifikasi terbesar. Penyusunan buku dirak selain
memperhatikan nomor klasifikasi, penyusunan buku juga perlu memperhatikan
urutan abjad tajuk entri utama dan judul buku yang ada.
Gambar 17. shelving buku di rak
34
IV. PELAYANAN & PROMOSI PERPUSTAKAAN
Faktor penting lain disamping keenam factor yang disebutkan di atas terkait dengan
pengelolaan perpustakaan sekolah adalah masalah pelayanan dan promosi perpustakaan.
Dua faktor ini jelas tidak dapat dikesampingkan oleh pengelola perpustakaan. Pelayanan
jelas merupakan ujung tombak bagi perpustakaan untuk menjalankan fungsinya di sekolah,
sedang promosi merupakan alat yang perlu digunakan untuk mendukung pelayanan yang
dilakukan perpustakaan. Kedua faktor ini tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan
perpustakaan sekolah.
4.1. Pelayanan Perpustakaan
Menurut standar nasional perpustakaan sekolah, layanan perpustakaan adalah
kegiatan pendayagunaan materi perpustakaan kepada pengguna, yaitu sirkulasi, referensi,
penelusuran, pendidikan pengguna, pinjam antarperpustakaan.
Sirkulasi atau layanan sirkulasi merupakan kegiatan meminjamkan koleksi
perpustakaan kepada pengguna dalam hal ini siswa didik dan staf pendidik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Untuk melancarkan kegiatan sirkulasi ini maka pengelola
perpustakaan perlu menetapkan kebijakan layanan sirkulasi, aturan-aturan peminjaman,
syarat keanggotaan, dan prosedur-prosedur yang harus dilakukan.
Referensi atau layanan referensi merupakan kegiatan perpustakaan dalam menjawab
pertanyaan, menelusur dan menyediakan materi perpustakaan dan informasi sesuai dengan
permintaan pengguna dengan mendayagunakan koleksi referensi. Pada kegiatan ini maka
pengelola selain mempunyai kemampuan memahami sumber-sumber referensi juga harus
mempunyai pengetahuan tentang literasi informasi. Yakni pengetahuan bagaimana
mencari, menemukan, mendayagunakan dan mengevaluasi informasi yang ada.
Pendidikan pengguna atau pendidikan pemakai merupakan kegiatan perpustakaan
yang bertujuan menjadikan pengguna mampu mendayagunakan koleksi perpustakaan
secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya. Artinya, pengguna atau pemakai dididik atau
diajari bagaimana menemukan dan mendayagunakan koleksi perpustakaan sehingga
mampu secara mandiri mencari dan memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang
terdapat di koleksi. Pelatihan literasi informasi adalah salah satu hal yang juga harus
diajarkan kepada para pengguna atau pemakai di perpustakaan sekolah.
Kegiatan pinjam antarperpustakaan dapat dilakukan oleh perpustakaan guna
meningkatkan pelayanan di perpustakaan sekolah. Kegiatan ini merupakan kegiatan
35
peminjaman koleksi di perpustakaan lain melalui kerjasama perpustakaan yang sudah
disepakati bersama. Ini dapat dilakukan apabila perpustakaan satu dengan perpustakaan
lain mempunyai kerjasama dan kesepakatan pinjam antarperpustakaan.
4.2. Promosi Perpustakaan
Menurut Surachman (2006), promosi Perpustakaan adalah sebuah kegiatan yang
merupakan usaha untuk memajukan dan meningkatkan citra popularitas dari layanan
perpustakaan, termasuk di dalamnya koleksi-koleksinya, sehingga mempengaruhi sikap
dan perilaku individu, kelompok atau organisasi masyarakat untuk memanfaatkan
perpustakaan. Promosi merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh perpustakaan,
sehingga dalam penyusunannya perlu melibatkan manajemen sekolah dan staf pendidik.
Dokumen yang merinci berbagai sasaran dan strategi harus ada secara tertulis. Hal ini agar
perpustakaan sekolah dapat melakukan kegiatan promosi sesuai dan selaras dengan apa
yang menjadi visi dan misi sekolah.
Dalam pedoman perpustakaan sekolah yang dikeluarkan UNESCO/IFLA yang
diterjemahkan oleh Perpusnas RI (2006), kegiatan atau kebijakan promosi dapat tercermin
dengan:
• Memulai dan menhoperasikan situs web perpustakaan sekolah guna mempromosikan jasa perpustakaan sekolah
• Menyelenggarakan berbagai pameran
• Membuat terbitan berisi informasi mengenai jam buka, jasa dan koleksi perpustakaan
• Menyediakan daftar sumber informasi dan pamphlet yang berkaitan dengan kurikulum
• Memberikan informasi perpustakaan pada pertemuan murid baru dan orang tua mereka
• Membentuk kelompok sahabat perpustakaan bagi para orang tua murid dan lainnya
Kegiatan pelayanan dan promosi perpustakaan juga harus dievaluasi secara rutin
setiap tahun dan dokumen-dokumen kebijakan apabila diperlukan dilakukan revisi sesuai
dengan kondisi dan keadaan terkini. Kegiatan promosi dan pelayanan perpustakaan
menjadi ujung tombak bagi keberhasilan visi dan misi pengelolaan perpustakaan sekolah.
Karena melalui kedua kegiatan itulah segala perencanaan, kebijakan, prosedur dan
persiapan manajemen yang sudah ditetapkan akan ‘diuji’ keberhasilannya dalam
menyokong proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
36
V. PENUTUP
Penjelasan dan uraian panjang diatas menunjukkan bahwa dalam manajemen
perpustakaan sekolah sebetulnya ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilannya.
Bahkan berbagai aturan dan landasan hokum juga telah dikeluarkan oleh berbagai pihak
yang berkompeten untuk menjamin keberlangsungan perpustakaan sekolah dalam
mendukung proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Satu poin penting yang perlu
diperhatikan adalah pengelola perpustakaan harus dapat mensinergikan program-program
perpustakaan dengan visi-misi sekolah serta kebutuhan kurikulum yang diterapkan. Proses
pengelolaan perpustakaan sekolah adalah sebuah proses kreatif dan inovatif yang mestinya
menjadi bagian penting dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah, bukan elemen yang
terpisah.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI). 2009. Standar Nasional Indonesia: Perpustakaan Sekolah (SNI 7329:2009). Jakarta: BSNI.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi, Edisi Ketiga. Jakarta, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI.
IFLA dan UNESCO. 2006. Panduan Perpustakaan Sekolah. Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Indonesia. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta
Indonesia. 2007. Undang-Undang RI Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta
Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI (Permendiknas RI) Nomor 25 tahun 2008 tentang standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Jakarta: Depdiknas RI
Lasa Hs. 1997. Pedoman Katogisasi Perpustakaan Muhammadiyan : Monograf dan Terbitan Berkala. Yogyakarta, Majelis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
______. 1998. Kamus Istilah Perpustakaan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Media Indonesia. 03 Juli 2010. Seluruh SD Miliki Perpustakaan pada 2015. Diakses melalui
website Media Indonesia http://www.mediaindonesia.com/read/2010/07/07/153222/88/14/Seluruh-SD-Miliki-Perpustakaan-pada-2015 pada tanggal 8 Desember 2010.
Natajumena, Rachmat. 2008. Perpustakaan Sekolah Lahan Tidur Pustakawan. Dalam Kumpulan Naskah Orasi Ilmiah Pengukuhan Pustakawan Utama 1995-2007, Blasius Sudarsono dan Titiek Kismiyati (editor), Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Perpustakaan Nasional RI. 2006. Pedoman Perpustakaan Sekolah IFLA/UNESCO. Terjemahan dari School Library Guideliness IFLA/UNESCO. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
___________________. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Jakarta, Perpustakaan Nasional RI.
37
_____________________. 2001. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta Perpustakaan Nasional RI.
Qolyubi, Sihabuddin dkk. 2003. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi.Yogyakarta, Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
SULISTYO-Basuki. 1994. Periodisasi Perpustakaan Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Surachman, Arif. 2007. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Makalah disampaikan dalam Workshop untuk Kepala Sekolah, Guru dan Komite Sekolah di Ambarawa, Jawa Tengah. Diakses melalui http://arifs.staff.ugm.ac.id/mypaper/manpersek.pdf
Surachman, Arif. 2006. Modul Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Modul dalam pelatihan Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/Dayah di Bireun, Nangroe Aceh Darussalam, kerjasama INSEP Jakarta, MPRK UGM dan The Asia Foundation.
Yulia, Yuyu dan Sujana, Janti Gristinawati.2009. Pengembangan Koleksi. Jakarta; Penerbit Universitas Terbuka.
INFORMASI PENULIS:
Arif Surachman, S.IP. Lahir di Purwokerto, 8 Maret 1975. Menempuh studi Ilmu Perpustakaan di D3 Ilmu Perpustakaan UGM (1997), S1 Ilmu Perpustakaan & Informasi UIN Sunan Kalijaga (2007), S2 Magister Manajemen UGM (2011-sekarang). Saat ini merupakan Kepala Perpustakaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Aktif sebagai narasumber, fasilitator dan tutor pelatihan, seminar dan workshop Perpustakaan dan Teknologi Informasi yang diselenggarakan di wilayah DIY, Jateng dan Aceh. Pernah meraih pustakawan terbaik II Nasional tahun 2009 versi Perpustakaan Nasional RI.
Heri Abi Burachman Hakim, S.IP. Lahir di Yogyakarta, 26 September, 1982. Menempuh studi Ilmu Perpustakaan di D3 Ilmu Perpustakaan UGM (2003), S1 Ilmu Perpustakaan & Informasi UIN Sunan Kalijaga (2007). Saat ini merupakan Pustakawan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Aktif sebagai narasumber, fasilitator, dan tutor pelatihan, seminar dan workshop di wilayah DIY dan Jateng. Pernah menjadi pustakawan terbaik II Universitas Gadjah Mada tahun 2010 dan Tenaga Administrasi Bidang TI Terbaik Universitas Gadjah Mada tahun 2009. Aktif menulis diberbagai media kepustakawanan dan surat kabar.
38