materi penanganan limbah

36
Bab I Pendahuluan I. Latar Belakang Dewasa ini limbah merupakan masalah yang cukup serius, terutama dikota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya dengan limbah yang di hasilkan dari upaya medis seperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit. Karena jenis limbah yang dihasilkan termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana disana banyak terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan lainnya, sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 o C. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, merupakan tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Kepmenkes, 1992). Untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan 1

Upload: ayu-anggraini-puspitasari

Post on 25-Nov-2015

84 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Bab I

Pendahuluan

I. Latar BelakangDewasa ini limbah merupakan masalah yang cukup serius, terutama dikota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya dengan limbah yang di hasilkan dari upaya medis seperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit. Karena jenis limbah yang dihasilkan termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana disana banyak terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan lainnya, sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 oC.

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, merupakan tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Kepmenkes, 1992). Untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan tersebut, maka perlu penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan (Kepmenkes, 2004). Limbah padat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, terutama bila limbah padat tersebut terdapat mikroorganisme pathogen ataupun Bahan Berbahaya dan Beracun. Penguraian limbah padat akan menghasilkan cairan yang disebut leachate atau lindi. Cairan lindi pada akhirnya akan menembus lapisan tanah dan mengakibatkan kontaminasi pada air tanah, dan akibatnya akan mengganggu kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air tersebut. Selain itu limbah padat yang tidak disimpan dengan baik bisa menjadi sarang vektor penyakit dan tidak enak dipandang mata (Mulia, 2005). Oleh karena itu penangannannya pun haruslah memakai alat khusus yang memiliki kriteria-kriteria yang ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).II. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain:1. Apa yang dimaksud dengan limbah padat rumah sakit?

2. Bagaimana proses pengolahan limbah padat rumah sakit?

III. Tujuan

Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain:

1. Mengetahui jenis-jenis limbah padat rumah sakit.

2. Mengetahui proses pengolahan limbah padat rumah sakit.

Bab II

Isi

2.1 Pengertian Limbah Rumah Sakit Prss, A.(2005), Limbah rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium. Kepmenkes Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004, mengatakan Limbah Rumah Sakit ada 3 macam yakni; 1) Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.2) Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator,anastesi, dan pembuatan obat Sitotoksik. 3) Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.

Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007). Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat di manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

2.2 Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Depkes RI (2001) Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :

1. Gangguan kenyamanan dan estetika Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik. Penampilan rumah sakit dapat memberikan efek psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya kesan kurang baik akibat limbah yang tidak ditangani dengan baik.

2. Kerusakan harta benda Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. Gangguan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi gangguan langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan limbah tersebut, misalnya limbah klinis beracun, limbah yang dapat melukai tubuh dan limbah yang mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit dan gangguan tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di sekitar rumah sakit maupun masyarakat yang sering melewati sumber limbah medis diakibatkan oleh proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan limbah tersebut.

5. Gangguan genetik dan reproduksi Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti,namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan infeksi silang. Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke pasien, dari pasien ke petugas atau dari petugas ke pasien. Pada lingkungan, adanya kemungkinan terlepasnya limbah ke lapisan air tanah, air permukaan dan adanya pencemaran udara, menyebabkan pencemaran lingkungan karena limbah rumah sakit (Moersidik, 1995). Secara ekonomis, dari beberapa kerugian di atas pada akhirnya menuju kerugian ekonomis, baik terhadap pembiayaan operasional dan pemeliharaan, adanya penurunan cakupan pasien dan juga kebutuhan biaya kompensasi pencemaran lingkungan. Orang yang kesehatannya terganggu karena pencemaran l ingkungan apalagi sampai cacat atau meninggal, memerlukan biaya pengobatan dan petugas kesehatan yang berarti beban sosial ekonomi penderitanya, keluarganya dan masyarakat.

2.3 Persyaratan pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit sesuai keputusan Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004

a. Minimasi Limbah:

1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.

2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

3. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.

4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangakutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang

1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan limbah.

2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.

3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.

4. Jarum dan srynges harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.

5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bascillus Stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.

6. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan wadah dan label seperti tabel 2.2.

7. Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X. 8. Limbah Sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan Limbah Sitotoksik. c. Tempat penampungan sementara

1. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.

2. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila di simpan pada suhu ruang.

d. Transportasi

1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. 2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.

3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri: Topi, Masker, Pelindung amta, pakaian panjang (coverall),apron untuk industri, pelindung kaki/sepatu boot, dan sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).

e. Pengolahan, Pemusnahan dan pembuangan Akhir limbah padat

1. Limbah infeksius dan benda tajam

a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara desinfeksi. b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam. c. Setelah insinerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuaang ke tempat penampungan B3 atau di buang ke landfill jika residunya sudah aman. 2. Limbah Farmasi Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill,dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kli, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.

3. Limbah Sitotoksik

a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfiil) atau saluran limbah umum.

b. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.

c. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200C dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.

d. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat di pertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih (WHO, 2005).

4. Limbah bahan kimiawi

a. Pembuangan limbah kimia biasa. Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino, garam, dan gula tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor.

b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi,atau ditimbun (landfill). 5. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinesrasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang landfill karena dapat mencemari air tanah.

6. Kontainer Bertekanan

Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau pengunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus di perlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.

7. Limbah radioaktif Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kibijakan dan strategi nasional yang menyangkut perturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. (Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

2.4 Pengolahan dan Penanganan Limbah Padat Rumah Sakit

Pengelolaan limbah B3 medis dimulai dari penghasil limbah B3 medis yang disebut pengelolaan setempat. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua rumah sakit khusus melakukan pengelolaan limbah B3 medis secara menyeluruh. Sebagian besar hanya melakukan pemilahan dan pewadahan. Kegiatan pengolahan dan penimbunan dilakukan oleh pihak lain. Hal inilah yang menyebabkan adanya pengangkutan limbah B3 medis. Bahkan pengangkutan limbah B3 medis ke pihak pengolah, pemanfaat ataupun penimbun dapat melewati batas administrative.

1. Reduksi

Sebelum limbah B3 medis dihasilkan, diupayakan untuk melakukan reduksi. Reduksi menurut Peraturan Perundangan (PP) No. 18 Tahun 1999 adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan kegiatan reduksi diharapkan dapat memudahkan pengolahan limbah B3 medis selanjutnya. Reduksi yang telah dilakukan oleh rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan diantaranya menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia, menggunakan metode pembersihan fisik daripada kimiawi, mencegah bahan- bahan yang dapat menjadi limbah, memesan bahan sesuai kebutuhan, dan mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan.

2. Pewadahan dan Pelabelan

Pengelolaan limbah B3 medis diawali dengan pemilahan yang selanjutnya akan dilakukan pewadahan. Namun, beberapa rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan tidak melakukan pemilahan terlebih dahulu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes) No 1204 tahun 2004, pemilahan limbah harus dilakukan dari sumber. Limbah infeksius benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terjadinya kontaminasi. Wadah harus anti bocor, anti tusuk, dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang berkepentingan tidak dapat membukanya. Wadah yang dapat digunakan adalah safety box seperti botol dan karton yang aman. Pemilahan yang umunya dilakukan yaitu antara limbah infeksius benda tajam dengan limbah B3 medis yang lain. Limbah infeksius benda tajam berupa syringe, nail puder, dan benda tajam yang lainnya. Sedangkan limbah infeksius non benda tajam dan toksik farmasi dijadikan dalam satu wadah. Pemilahan dilakukan untuk menghindari terjadinya kecelakaan seperti tertusuknya petugas atau pasien oleh benda tajam. Selain itu, kegiatan pemilahan juga bertujuan untuk memudahkan pengolahan selanjutnya. Semua rumah sakit khusus melakukan pemilahan pada limbah B3 medis yang dihasilkan.Jenis tempat atau wadah yang digunakan untuk menampung limbah B3 medis diantaranya yaitu tempat sampah, safety box, kotak yang terbuat dari fiberglass, dan trash bag. Selain dilakukan pewadahan terhadap limbah B3 medis, juga dilakukan pelabelan pada setiap wadah yang digunakan. Pelabelan dilakukan dengan tujuan agar proses pemilahan limbah B3 medis mudah untuk dilakukan. Namun, pelabelan yang telah dilakukan belum memenuhi peraturan perundangan.

3. Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah B3 medis yang telah dikemas atau di taruh di wadah, tidak langsung dikelola oleh pihak rumah sakit khusus setempat. Limbah B3 medis tersebut dikumpulkan terlebih dahulu kemudian disimpan di suatu tempat. Semua rumah sakit khusus melakukan pengumpulan yang dilakukan setiap hari. Pengumpulan limbah B3 medis dilakukan oleh petugas khusus dari rumah sakit khusus yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. APD yang digunakan hanya sarung tangan. Menurut Kepmenkes No 1204 tahun 2004, limbah medis harus dikumpulkan setiap hari. Namun, pengumpulan juga dapat dilakukan kurang dari sehari apabila 2/3 wadah telah terisi oleh limbah. Semua rumah sakit khusus melakukan penyimpanan terhadap limbah B3 medis.

Penyimpanan yang dimaksud dalam hal ini adalah menyimpan limbah B3 medis berupa limbah infeksius benda tajam dan toksik farmasi. Sedangkan limbah B3 medis seperti underpad, kapas, kain, pembalut yang bercampur darah langsung diolah dengan dibakar di furnace atau dikirim ke pihak pengolah. Hal ini dikarenakan jika limbah tersebut disimpan lebih dari satu hari akan menimbulkan bau yang tidak enak dan bias menjadi sarang serangga yang nantinya akan mengganggu kesehatan dan kebersihan lingkungan rumah sakit. 4. Pengolahan

Menurut PP No. 18 Tahun 1999 pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya. Selain itu juga bertujuan mengurangi kadar kontaminan yang terdapat dalam limbah B3. Pengolahan limbah B3 medis yang umum dilakukan adalah dengan dibakar atau diinsenerasi. Sebanyak 4 rumah sakit khusus melakukan pengolahan limbah B3 medis. Pengolahan yang dilakukan oleh rumah sakit khusus tersebut adalah pembakaran dengan furnace atau tungku pembakaran. Suhu rata-rata yang dimiliki furnace tidak lebih besar dari insenerator yaitu sekitar 100-200 C. Limbah B3 medis yang dibakar adalah limbah infeksius non benda tajam seperti underpad, kapas, kain, dan pembalut yang bercampur dengan darah. Menurut Kepmenkes No 1204 tahun 2004, limbah B3 medis harus diolah dengan pembakaran di insenerator atau di kapsulisasi. Pembakaran suhu diatas 1.000C di insenerator akan memusnahkan sifat infeksius dan mengurangi sifat beracun dari limbah. Pengolahan dengan insenerator akan dilakukan oleh pihak pengolah yang dituju oleh setiap rumah sakit khusus. Oleh karena itu, pengolahan yang dilakukan oleh rumah sakit khusus di Surabaya Pusat dan Selatan tidak dapat dikatakan mengolah limbah B3 medis secara benar. Hal ini dikarenakan pengolah dengan membakar dengan suhu yang kurang dari 1000C dapat menimbulkan asap yang mengandung dioxine.

5. Pengangkutan Pengangkutan limbah B3 adalah kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil, pengumpul, pemanfaat, atau pengolah ke pengumpul, pemanfaat, pengolah atau penimbun (Ka.Bapedal, 1995). Rekomendasi limbah B3 medis yang diberikan kepada rumah sakit berdasarkan hasil analisis dan evaluasi yaitu sebagai berikut:

a. Reduksi: menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah, menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia, mengutamakan metode, mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah, memonitor alur penggunaan bahan kimia, memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan, menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa, menghabiskan bahan dari setiap kemasan, mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan. b. Pewadahan dan Pelabelan: Pemilahan limbah B3 medis berdasarkan karakteristiknya; Wadah bersimbol sesuai dengan karakteristiknya yaitu infeksius dan toksik serta diberi label PERINGATAN. Dengan ketentuan ukuran minimum yang dipasang adalah 10 cm x 10 cm atau lebih besar, sesuai dengan ukuran wadah yang digunakan. Label berukuran minimal 15 cm x 20 cm atau lebih; wadah mempunyai penutup yang kuat, warna wadah untuk infeksius dalah kuning dan untuk toksik farmasi adalah coklat.

c. Pengumpulan dan Penyimpanan: pengumpulan dilakukan dengan menggunakan troli tertutup, penyimpanan Limbah B3 medis maksimum 24 jam saat musim kemarau dan 48 jam saat musim hujan, TPS diletakkan minimal 50 m dari fasilitas umum terdekat.

d. Pengangkutan: kendaraan khusus untuk mengangkut limbah B3, kendaraan pengangkut harus tertutup, kendaraan pengangkut harus memiliki sistem pencegahan dan penanggulangan serta pemulihan kualitas lingkungan, pelabelan pada kendaraan pengangkut limbah B3 yang memenuhi ketentuan, dilakukan pengawasan secara berkala terhadap sarana dan kegiatan pengangkutan, mencatat neraca limbah, serta memiliki dokumen manifestasi seperti tercantum pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor 02/BAPEDAL/09/1995. e. Pengolahan: limbah diinsenerasi dengan suhu > 1000C, abu insenerasi diuji TCLP, abu ditimbun di landfill Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan

b. PenampunganPenampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan domestik

c. PengangkutanPengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

d. Pengolahan dan PembuanganMetoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

a. Insinerasi

b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121oC.

c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)

d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)

e. Inaktivasi suhu tinggi

f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60.

g. Microwave treatment

h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)

i. Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentukIncineratorBeberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.

Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

Bab IIIKesimpulanAdapun kesimpulan dari makalah ini antara lain:1. Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

2. Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat di manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat.3. Penanganan dan pengolahan limbah yaitu antara lain pewadahan, pelabelan, pengumpulan, pengangkutan, serta sterilisasi dengan autoklaf dan incinerator.SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DAN CAIR DI

RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE BERDASARKAN

KEPMENKES 1204/MENKES/SK/X/2004 TENTANG

PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

RUMAH SAKIT TAHUN 2012a. Metode

Penelitian ini dilaksanakan dengan survai yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, dilakukan pada Bulan Juli September 2012. Objek penelitian adalah semua unit pengelola limbahpadat dan cair. Data primer didapatkan dari observasi dan wawancara, serta data sekunder dari data, catatan dan dokumen dari Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang berhubungan dengan pengelolaan limbah.b. Proses dari pengolahan limbah padat

Sistem pengolahan limbah padat dan cair dirumah sakit umum menggunakan insenerator dan IPAL.

Proses pengolahan limbah padat meliputi 7 tahapan, yang terdiri atas:1. Minimasi limbah dilakukan dengan menggunakan obat sampai habis, menggunakan terlebih dahulu obat yang lebih awal dibeli, dan daur ulang, seperti menjual kembali kardus bekas obat, spuit, botolinfus dan botol air mineral bekas pengunjung. Namun hal ini memerlukan perhatian khusus dari pihak rumah sakit, agar tidak terjadi penyebaran penyakit melalui benda-benda tersebut. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harusdipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali (Kepmenkes,2004).2. Pemilahan,pemilahan dilakukan oleh petugas/perawat di masing-masing ruangan yangmenghasilkan limbah, menjadi limbahpadat yang medis dan nonmedis. Petugas pengangkut limbah jugamelakukan pemilahan saat mengangkutsampah, dibedakan antara yang akandibuang ke TPS dengan yanng akandibakar di insenerator. Pemilahan tidak dilakukan dengan baik, karena tidak adapetugas khusus untuk memilah limbahsehingga sesekali petugas salah memasukkan sampah. Pemilahan limbah seharusnya dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah (Kepmenkes, 2004).3. Pewadahan, tidak setiap ruanganmempunyai tempat sampah, namun ada beberapa yang sudah tersedia dua tempat sampah yang terbuat dari plastik, tidak ada yang membedakan kedua tempat sampah tersebut. Pewadahan limbah medis seperti jarum, botol obat, gunting, dan lain-lain, tempat sampahnya terbuat dari kardus bekas kotak obat-obatan Hal ini dapat membahayakan petugas pengangkut sampah, karena kardus bisa tembus tertusuk benda-benda tersebut. Menurut Kepmenkes (2004), Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satuwadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya. Selain itu wadah yang ada diruangan sebaiknya dilapisi dengan plastik hitam, agar mengurangi risiko pencemaran penyakit. Menurut Chandra (2007), tempat sampah yang digunakan harus memenuhi persyaratan, yaitu harus kuat dan tidak mudah bocor, memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa oleh satu orang. Begitu pula dengan tempat sampah di koridor dan halaman rumah sakit, tempat sampah tersebut tidak tertutup sehingga dapat menjaditempat perindukan vektor. Oleh karena itu, diperlukan penambahan jumlah tempat sampah yang mempunyai tutup dan kedap air serta mudah dibuka tanpa mengotori tangan di setiap ruangan yang menghasilkan sampah. Selain itu juga perlu dilakukan sterilisasi pada setiap tempat sampah yang sudah diangkut sampahnya, agar lebih memaksimalkan pemusnahan kuman.4. Pengangkutan, dilakukan oleh petugas setiap sore harike insenerator dan ke TPS, dari TPS diangkut oleh petugas dinas kebersihan pada sore hari. Hal ini ditujukan agar sampah tidak ada yang sampai 24 jam baru diangkat, namun seharusnyasampah diangkut apabila 2/3 bagian dari tempat sampah sudah penuh (Kepmenkes,2004). Pengangkutan dilakukan oleh petugas dengan menggunakan gerobak yang tidak bertutup. Petugas menggunakan APD seperti masker, sepatu boot, topi, dan baju kerja. Saat pemindahan sampah kegerobak sampah, petugas mengalami kesulitan karena tempat sampah ada yang tidak dilapisi plastik, sehingga sampah sering tercecer. Penyediaan kantong plastik hitam untuk setiap tempat sampah yang ada sangat diperlukan untuk mengurangi risiko pencemaran. Proses pengangkutan dilakukan menggunakan gerobak yang tidak kedap air dan tidak mempunyai tutup, hal ini dikhawatirkan akan mencemari lingkungan rumah sakit selain itu kemungkinan virus dan kuman menyebar ke lingkungan akan semakin besar. Seharusnya untuk kereta pengangkut, permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air, mudah dibersihkan, serta mudah diisi dan dikongkan (Chandra, 2007). Untuk itu diharapkan perhatian khusus pihak rumah sakit untuk pengadaan kantong plastik dan gerobak yang tertutup, agar memudahkan dan memaksimalkan proses pengangkutan limbah padat. Pihak rumah sakit juga seharusnya memperhatikan APD petugas, yaitu penambahan masker, alat pelindung mata dan baju khusus yang digunakan saat bekerja saja.5. Penampungan sampah sementara, terbuat dari besi yang tebal dan cukup besar, berada di belakang rumah sakit dekat dengan pintu luar, sehingga mudah dijangkau oleh petugas pengangkut sampah dari dinas kebersihan. TPS tidak mempunyai tutup dan tidak mempunyai saluran lindi, sehingga dapat mencemari daerah sekitar TPS tersebut. Sampah yang ada di TPS diangkut setiap hari pada sore hari. Volume limbah rumah sakit tidak pernah di hitung perhari, namun untuk limbah medis dikumpulkan di insenerator dan dibakar 2 minggu sekali. Besar bak insenerator tersebut sebesar 1 m3, jadi bisa dikatakan volume limbah medisnya sekitar 1m3 per 2 minggu.6. Pengolahan dan pemusnahan, limbah padat medis yang dikumpulkan untuk sementara dimasukkan ke dalam insenerator, kemudian dibakar setiap dua minggu sekali ataupun sebelum dua minggu bila bak insenerator sudah penuh. Benda medis seperti jarum suntik dihancurkan terlebih dahulu di alat penghancur jarum kemudian dibakar kembali di insenerator. Proses pemusnahan sampah medis dilakukan dengan insenerator dengan suhu