materi uts anfar

13
Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut reaksi : I 2 + 2e - 2I - Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I 2 dipakai sebagai titrat atau titran untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab iodium sendiri merupakan oksidator lemah. Titrasi tidak langsung yang disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi analat sehingga terbentuk I 2 bebas, I 2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na 2 S 2 O 3 . Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis hampir semua oksidator yang kuat sehingga lebih sering digunakan daripada iodimetri (Harjadi, 1993). Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Dengan adanya kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang ditentukan, yaitu dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1986).

Upload: ayuary

Post on 26-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gugyyhuhuh

TRANSCRIPT

Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut reaksi :I2 + 2e- 2I-Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai titrat atau titran untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab iodium sendiri merupakan oksidator lemah. Titrasi tidak langsung yang disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi analat sehingga terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na2S2O3. Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis hampir semua oksidator yang kuat sehingga lebih sering digunakan daripada iodimetri (Harjadi, 1993).Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Dengan adanya kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang ditentukan, yaitu dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1986).Tetapan kesetimbangan proses pembentukan kompleks ini tidak begitu besar, sehingga kelebihan ion iodida dapat menggeser reaksi ke arah kanan, akibatnya dalam larutan itu iodium berada dalam bentuk ion tri-iodida I3- (Svehla, 1979).Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan (Bassett, 1994).Zat-zat pereduksi yang kuat (zat zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti timah (II) klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam. Pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji karena warna biru tua dari kompleks kanji iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan akan lebih besar lagi dengan adanya ion iodida (Anonim, 2007).Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood,1986).

1 Normalitas Vitamin CV1 x N1= V2 X N23 x N1= 0,5 x 0,1N1= N1=0,016 NIII.3.2 % Kadar Vitamin C% kadar= x 100 %= x 100 %=0,0043 %

2. GRAVIMETRIGravimetri pengendapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna. Bahan yang akan ditentukan diendapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang sangat sedikit larut agar tidak ada kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan ditimbang. Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut (Day and Underwood, 2002).1. Memilih sampel pelarut yang dipilih haruslah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan dilarutkan, misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam-logam.2. Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan pengendapan ini dilakukan dengan sempurna.3. Pengeringan endapan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan pengabuan.4. Menimbang endapan dengan zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas. Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan.Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu (Day and Underwood, 2002):1. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro).2. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat.Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan.Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, endapan dapat disaring. Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara kuantitatif. Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan. Dalam hal ini, penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya (Harjadi, 1993).Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekul-molekul lain (zat-zat lain yang biasanya disebut pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh zat-zat lain mudah terjadi, karena endapan timbul dari larutan yang berisi macam-macam zat. Sedangkan endapan kasar adalah endapan yang butir-butirnya tidak kecil, halus melainkan besar. Hal penting untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Adapun tujuan dari pencucian endapan adalah untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis (Harjadi, 1993).Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu pengendapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan menjadi 2 macam (Day and Underwood, 2002):1. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa. Baik kation maupun anion dari analat mungkin diendapkan, bahan pengendapnya anorganik mungkin pula organik. Cara inilah yang biasa disebut dengan gravimetri.2. Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasa disebut dengan elektrogravimetri. Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah menggunakan endapan sebagai cara pemisahan dan penentuan gravimetrik adalah memperoleh endapan tersebut dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang normalnya mudah larut dapat diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses yang disebut kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada barium klorida yang mengandung sejumlah kecil ion nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung barium nitrat. Maka dikatakan bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi dengan sulfat.Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia analitik biasanya coba hindari. Namun, fakta bahwa endapan cenderung mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu mengganggu; kopresipitasi telah digunakan secara luas untuk mengisolasi runut isotop-isotop radio aktif. Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang terbentuk bisa sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada konsentrasi yang sangat kecil. Untuk meminimalisirkan kopresipitasi dapat digunakan beberapa prosedur dibawah ini, yaitu (Svehla, 1990):1. Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik sampel maupun enapan mengandung suatu ion yang mengotori, larutan yang megandung ion tersebut dapat ditambahkan pelarut lain, dengan cara ini konsentrasi pencemaran dijaga serendah mungkin selama tahap awal-awal pengendapan.2. Pencucian dan pencernaan.3. Pengendapan kembali Suatu endapan kristalin, seperti BaSO4, kadang-kadang mengabsorpsi pengotor (impurities) bila partikel-partikelnya kecil. Dengan bertumbuhnya ukuran partikel, pengotor tersebut bisa tertutup dalam kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan pengepungan (acclusian). Untuk membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di sekitar pengotor. Pengotor yang terkepung tidak dapat dipindahkan dengan mencuci endapan tersebut, tetapi mutu endapan tersebut seringkali dapat disempurnakan dengan pencernaan.Analisis gravimetri atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot, adalah proses isolali serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawa tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Unsur atau senyawa itu di pisahkan dari suatu porsi zat yang sedang di selidiki yang telah di timbang. Sebagian besar penetapan pada analisis gravimetri menyangkut pengubahan unsur atau radikal yang akan di tetapkan menjadi sebuah senyawaan yang murni dan stabil, yang dapat dengan mudah di ubah menjadi suatu bentuk yang sesuai untuk di timbang. Lalu bobot unsur atau radikal itu dengan mudah dapat di hitung dari pengetahuan kita tentang rumus senyawanya serta bobot atau unsur-unsur penyusunnya (konsituennya) (Basset, 1994).Suatu cara analisis gravimetri biasanya berdasarkan reaksi kimia seperti aA + rR Aa.Rrdengan ketentuannya adalah molekul analitit A, bereaksi dengan r molekul R. hasil biasanya merupakan zat dengan kelarutan yang kevil yanh dapat di timabang dalam bentuk yang itu setelah di keringkan atau yang dapat di bakar menjadi senyawa lain dengan susunan yang di ketahui dam kemudian di timbang. Misalnya kalsium dapat di tentukan secara gravimetri dengan pengendapan dari kalsium oksalat dan pembakaran oksalat menjadi kalsium oksida (Basset, 1994).Persyaratan berikut harus di penuhi agara suatu cara gravimetri dapat berhasil (Basset, 1994): 1. Proses pemisahan harus cukup sempurna hingga kuantitatis analit yang tidak mengendap secara analitik tidak di temukan (biasanya 0,1 ml atau kurang pada penentuan komponen utama dari suatu contoh makro). 2. Zat yang di timbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni atau hamper demikian. Jika tidak demikian hasil yang salah dapat di peroleh.Untuk menghitung berat analit dari berat endapan sering di perlukan suatu faktor gravimetri. Faktor ini di definisikan sebagai jumlah gram analit dalam g (atau ekivalen dalam 1 gr) dari endapan. Perkalian berat endapan P dengan faktor gravimetri memberikan jumlah gram analit dalam contoh (Day and Underwood, 1981).%A = 3. Aside alkalimetriAsidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Gandjar, 2007).Asidimetri merupakan penetapan kadar secaara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Gandjar, 2007).Titrasi adalah penambahan yang sangat hati-hati dari satu larutan ke yang lain dengan cara buret. Buret secara akurat mengukur volume larutan yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan jumlah yang secara hati-hati diukur dari zat lain yang terlarut. Ketika volume yang tepat telah tercapai, indikator perubahan warna dan operator menghentikan aliran dari buret tersebut. Fenolftalein adalah indikator khas untuk titrasi asam-basa, tidak berwarna dalam larutan asam dan merah muda dalam larutan basa (Peters, 1990).Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya bila larutan bersifat asam dititrasi dengan larutan bersifat basa, maka nilai pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi (Svehla, 1979).Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka harus dipenuhi syarat-syarat berikut ini (Svehla,1979).1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan atau dilanjutkan.Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva.Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa. Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar, 2003)