melanoma maligna vagina: laporan kasus dan tinjauan literatur
TRANSCRIPT
27 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol.10 (2) Juli 2019:27-35
Melanoma Maligna Vagina: Laporan Kasus dan Tinjauan Literatur
Yoseph Adi Kristian, Nana Supriana
Unit Pelayanan Onkologi Radiasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
Informasi Artikel :
Diterima : Maret 2019
Disetujui : Juli 2019
Alamat Korespondensi:
dr. Yoseph Adi Kristian
E-mail:
Melanoma maligna vagina adalah salah satu melanoma mukosa ganas yang sangat jarang, bersifat agresif dan memberikan prognosis yang buruk dengan angka kesintasan 5 tahun yang rendah. Hingga saat ini belum ada pedoman yang jelas mengenai tatalaksana penyakit ini. Penanganan multidisplin berupa pembedahan, kemoterapi, radiasi hingga immunoterapi, masih belum memberikan hasil yang baik. Meskipun sifatnya dikenal sebagai tumor yang radioresisten, beberapa bukti mem-perlihatkan bahwa radioterapi adjuvan pasca operasi dapat meningkatkan kontrol lokal tumor. Kami melaporkan kasus melanoma maligna vagina yang mendapat radiasi definitif tanpa pembedahan
Kata kunci: melanoma maligna, vagina, radioterapi
Vaginal malignant melanoma is one of malignant mucosal melanoma that is very rare, aggressive and also provides a poor prognosis with a low 5-year survival rate. Until now there are no clear guidelines regarding the management of this disease. Multidisciplinary treatment in the form of surgery, chemotherapy, radiotherapy to immunotherapy, still does not give good results. Despite its nature as a radioresistant tumor, some evidence shows that postoperative adjuvant radiotherapy can improve local tumor control. We report a case of vaginal malignant melanoma that received definitive radiation without surgery.
Keywords: melanoma maligna, vagina, radiotherapy
Copyright ©2019 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia
Abstrak / abstract
Pendahuluan
Penyakit melanoma telah diidentifikasi sejak abad ke-5
sebelum masehi. Orang yang pertama kali menggam-
barkan melanoma adalah Hipocrates. Nama melanoma
sendiri diberikan oleh Carswell pada tahun 1838.
Meskipun patologi penyakit, sejarah alamiah dan
manajemen pembedahan dari melanoma telah banyak
dijelaskan, namun studi dan etiologinya masih belum
jelas.1
Melanoma maligna adalah tumor ganas yang muncul
akibat transformasi melanosit, yang utamanya terletak
di kulit, mata, telinga, saluran gastrointestinal,
leptomeningen, membran mukosa dan genital.
Tatalaksana untuk penyakit ini secara umum adalah
operasi, radiasi, dan imunoterapi ataupun dapat berupa
suatu tatalaksana multimodalitas.2
Melanoma maligna pada vagina adalah salah satu
melanoma mukosa ganas yang sangat jarang dan
agresif, yang diperkirakan berasal dari melanosit
mukosa atau dari hyperplasia melanositik atipikal.
Prognosis penyakit ini buruk dengan tingkat kelangsun-
gan hidup 5 tahun sebesar 5-25%. Tatalaksana
melanoma maligna hingga saat ini masih belum jelas.
Umumnya tatalaksana yang diberikan meliputi
berbagai macam tindakan pembedahan dan terapi adju-
van termasuk radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi.
Namun pemilihan tatalaksana yang optimal masih
bersifat kontroversial.3
Ilustrasi Kasus
Seorang perempuan 59 tahun dirujuk dari senter
Melanoma Maligna Vagina: Laporan Kasus dan Tinjauan Literatur
Yoseph Adi K, Nana Supriana
28
radioterapi lain dengan diagnosis melanoma maligna
vagina pasca radiasi eksterna. Riwayat penyakit
dimulai pada awal 2018 dengan keluhan perdarahan
pervaginam disertai rasa nyeri ringan di vagina.
Pemeriksaan MRI pelvis praoperasi memperlihatkan
massa padat berkarakteristik maligna di sepertiga distal
vagina dengan kesuraman di sekitarnya, berukuran 3,0
x 4,5 x 2,0 cm, tanpa pembesaran kelenjar getah
bening. Tidak ditemukan metastasi pada paru dan
organ lainnya. Hasil patologi dari biopsi tumor sesuai
gambaran melanoma maligna. Berdasarkan hasil
seluruh pemeriksaan pasien didiagnosis sebagai
melanoma maligna vagina T2bN0M0. Pasien mendapat
radiasi eksterna dengan dosis total 50 Gy, dan pada
evaluasi ditemukan ada residu tumor, selanjutnya
dirujuk ke Departemen Radioterapi RSCM untuk
brakhiterapi.
Pada pemeriksaan di RSCM, keadaan umum pasien
baik dengan Karnofsky Performance Scale 80, nyeri
ringan di daerah vulva, tanpa perdarahan pervaginam.
Pemeriksaan status lokalis organ genitalia, berjarak 3
cm dari introitus vagina pada jam 11 - 14, tampak
massa berwarna hitam menonjol di dinding lateral kiri
vagina distal berukuran 3 x 5 x 2 cm dan pada sepertiga
proksimal vagina ukuran 3 x 3 x 2 cm. Massa
berkonsistensi lunak dan telah menginvasi paravaginal,
kedua parametrium teraba lemas, tonus sphincter ani
baik, ampula rekti tidak kolaps dengan mukosa yang
licin. Tidak teraba pembesaran KGB inguinal bilateral.
Pasien didiagnosis sebagai melanoma maligna
T2bN0M0 pasca radiasi eksterna 50 Gy. Selanjutnya
dilakukan brakhiterapi implantasi temporer,
menggunakan 14 jarum dengan teknik 2D. Brakhiterapi
diberikan dalam 4 fraksi dua kali perhari, dengan dosis
perfraksi 3 Gy. Skema jarum implant mupit pada
pasien ini disajikan pada gambar 1. Posisi jarum dieval-
uasi dengan foto x-ray posisi supine dan lateral dengan
menggunakan C-arm (Gambar 1)
Gambar 1. Skema implan menggunakan aplikator Mupit
Planning radiasi dan distribusi dosis dilakukan dengan
menggunakan TPS Precise Didapatkan distribusi dosis yang
homogen pada tumor dan dosis tolerable pada organ at risk
rekti dan buli-buli (Gambar 3)
Gambar 2. Posisi jarum di tumor distal dan di proksimal
vagina, posisi supine dan lateral
Gambar 3. Distr ibusi dosis 14 jarum implant pada tumor
Tabel 1. Tabel dosis absolut dan relatif organ at risk
Tinjauan Literatur
Epidemiologi
Melanoma maligna primer pada vagina adalah tumor
yang sangat jarang. Kurang dari 300 kasus dilaporkan
dari seluruh dunia pada tahun 2009. Penyakit ini me-
nyumbang kurang dari 3% dari semua keganasan
vagina dan 0,3-0,8% dari semua melanoma maligna.4
Sebagian besar kasus tidak memiliki gejala awal,
sehingga cenderung akan mengalami keterlambatan
diagnosis dan kemudian prognosis buruk. Melanoma
vagina muncul paling sering sebagai nodul cokelat
hingga hitam, biasanya ditemukan di dinding anterior
dan sepertiga distal vagina. Tumor ini biasanya muncul
pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan, biasa
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol.10 (2) Juli 2019:27-35
29
dikaitkan dengan risiko tinggi rekurensi lokal, metasta-
sis jauh, dan prognosis buruk.3,5
Etiologi dan Prognosis
Melanoma maligna adalah penyakit yang timbul dari
melanosit normal yang secara embriologis berasal dari
sel krista neural dan bermigrasi ke epidermis, uvea,
meningen, dan mukosa ektodermal, memiliki fungsi
diferensiasi dan sintesis melanin yang tersimpan di
lapisan basal epidermis.6 Namun hingga saat ini,
mekanisme patogenesis dan faktor etiologi untuk
melanoma maligna vagina primer tidak diketahui
secara pasti. Terdapat beberapa penelitian terkait
patogenesis melanoma maligna vagina primer, di
antaranya meneliti tentang lokasi anatomi melanosit,
mutasi gen BRAF, mutasi gen KIT, lingkungan mikro
tumor, dan reseptor estrogen.7-10
Histopatologi dan Karakteristik Molekuler
Secara mikroskopis tumor ini dapat tampak sebagai
infiltrasi difus sel tumor besar, pleomorfik, epiteloid,
dan spindel di mukosa vagina. Sel memiliki sitoplasma
eosinofilik, nukleus hiperkromatik oval besar atau
pleomorfik, mungkin memiliki banyak nuklei dengan
nukleolus berbeda.
Gambar 4. Pemer iksaan histopatologi melanoma maligna
vagina (H&E x2000)
Sumber: rujukan no. 13
Pemeriksaan imunohistokimia seperti S-100, HMB45,
dan Melan-A dapat membantu menegakkan diagnosis
melanoma.11 Tingkat kedalaman tumor dapat dibagi
sesuai dengan Klasifikasi Breslow (Tabel 1).12
Tabel 2. Klasifikasi stadium menurut Breslow berdasar -
kan kedalaman invasi tumor
Perubahan molekuler yang paling umum pada
kelompok melanoma non ginekologis adalah ekspresi
protein check-point PD-1 dan ligannya PD-L1, diikuti
oleh ekspresi timidilat sintase (TS) dan β-tubulin isotipe
III (TUBB3). Sedangkan berdasarkan kelainan
genetiknya, mutasi BRAF adalah yang paling umum
terjadi diikuti oleh NRAS dan TP53. Penanda moleku-
ler yang paling sering diekspresikan dalam kelompok
melanoma maligna vulva-vagina termasuk topoisomer-
ase IIα (TOP2A), PD-1, PD-L1 dan fosfatase dan tensin
homolog (PTEN). Karakteristik genomik melanoma
sangat berbeda berdasarkan jaringan asal maupun
hubungan dengan kerusakan akibat paparan sinar
matahari kronis.7
Ekspresi PD-1 (77% dan 67%) dan PD-L1 (54% dan
25%) sering dijumpai pada melanoma maligna vulva
dan vagina. Sedangkan reseptor estrogen, progesteron,
dan androgen jarang terjadi pada melanoma maligna
vulvo-vagina. Gen yang paling sering bermutasi pada
melanoma maligna vulva adalah KIT (9 dari 34 tumor;
26,5%) dan BRAF (9 dari 33 tumor; 27%). Pada
pemeriksaan IHK melanoma vulva sering ditemukan
mutasi dari KIT (9 dari 12 tumor; 75%), sedangkan
TP53 jarang bermutasi (melanoma vulva, 0 dari 15
tumor [0%]; melanoma vagina, 1 dari 5 tumor [20%]).14
Gambar 5. Frekuensi perubahan molekuler dibanding-
kan antara melanoma vulva dan vagina.. APC adenomatosis
polyposis coli; ATM, ATM serine threonine kinase; BRAF, v
-raf murine sarkoma viral onkogen homolog B; c-KIT, KIT
proto onkogen reseptor tirosin kinase; c-MET, MET proto-
onkogen, reseptor tirosin kinase; ER, reseptor estrogen;
ERCC1, perbaikan eksisi ERCC 1, subunit nonkatalitik en-
donuklease; FLT3, tirosin kinase 3 seperti Fms; MGMT, O-6
-methylguanine-DNA methyltransferase; NRAS, homolog
onkogen virus RAS neuroblastoma; PD-1, kematian sel ter-
program 1; PD-L1, kematian sel ligan 1 yang diprogram;
PI3KCA, phosphatidylinositol-4,5-bifosfat 3-kinase katalitik
subunit a; PR, reseptor progesteron; PTEN, fosfatase dan
tensin homolog; RRM1, subunit katalitik ribonukleotida re-
duktase M1; SPARC, kaya protein asam dan sistein yang
disekresikan; TLE, protein peningkat seperti transduksi;
TOP2A, topoisomerase (DNA) IIa; topo1, topoisomerase
(DNA) 1; TP53, protein tumor 53; TS, timidilat sintase;
TUBB3, tubulin b3 kelas III. Sumber: rujukan no.14
Stadium Kedalaman (mm)
I II III IV V
≤ 0.75 0.76 – 1.50 1.51 – 2.25 2.26 – 3 ≥ 3
Melanoma Maligna Vagina: Laporan Kasus dan Tinjauan Literatur
Yoseph Adi K, Nana Supriana
30
Gejala Klinis dan Diagnosis
Gejala klinis melanoma maligna vagina dapat berupa
perdarahan pervaginam, massa di vagina, dan
keputihan. Pada 10% kasus tidak memiliki gejala.15
Lokasi umum timbulnya melanoma maligna vagina
adalah dinding vagina anterior (45%), dinding vagina
posterior (32%), dan dinding lateral (24%). Pada 60%
kasus terjadi di sepertiga distal vagina. 16 Keterlibatan
kelenjar getah bening pelvis dan/atau inguinal
dilaporkan pada 25% hingga 50% kasus.17 Lesi paling
sering muncul dalam tipe hiperpigmentasi melanositik,
meskipun mungkin juga dalam bentuk amelanotik.
Sistem klasifikasi yang digunakan sesuai dengan
Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO)
dikombinasikan dengan klasifikasi American Joint
Committee of Cancer (AJCC). Tidak ada sistem
stadium yang telah terbukti menjadi prediktor untuk
prognosis melanoma vagina. Akan tetapi, ukuran tumor
dapat digunakan untuk memprediksi kesintasan
hidup.18,19
Tabel 3. Klasifikasi stadium menurut FIGO dan sistem
TNM (AJCC 8th)19
Tatalaksana
Operasi
Tatalaksana bedah dapat meliputi pembedahan
konservatif, seperti eksisi lokal yang luas atau
vaginektomi total, hingga ekstirpasi radikal dengan
pengangkatan en bloc organ pelvis yang terlibat.20
Stellato, dkk.,21 melakukan operasi sangat radikal
dalam kasus melanoma primer sepertiga atas vagina
dengan infiltrasi uretra dan kandung kemih. Setelah
dilakukan limfadenektomi pelvis bilateral, eksenterasi
anterior, dan rekonstruksi kandung kemih, pasien
mengalami fase remisi parsial selama satu tahun dan
pasien mengalami metastasis hati empat bulan setelah
operasi. Buchana, dkk.,22 juga menyatakan bahwa
operasi radikal dilakukan hanya jika diperlukan untuk
mencapai margin tumor yang jelas. Sedangkan Irvin,
dkk.,23 menyatakan tidak yakin tentang manfaat
prosedur bedah yang luas, mengingat tingginya insiden
metastasis yang jarang sekali terdeteksi pada saat
diagnosis awal penyakit ini.
Diseksi kelenjar getah bening rutin tidak dianjurkan,
namun biopsi kelenjar getah bening sentinel
direkomendasikan pada sebagian besar pasien yang
memiliki melanoma dengan kedalaman Breslow ≥
0,76mm.24 Miner, dkk.,25 juga sependapat bahwa
diseksi kelenjar getah bening pelvis elektif tidak jelas
manfaatnya karena tingkat metastasis kelenjar getah
bening yang rendah. Setelah operasi, pasien dengan
risiko kekambuhan yang tinggi (AJCC stadium II atau
III) harus dipertimbangkan untuk terapi tambahan.20
Imunoterapi
Tasaka, dkk.,26 melaporkan lima pasien dengan
melanoma maligna vagina di Departemen Ginekologi
Rumah Sakit Universitas Osaka dengan keluhan awal
perdarahan pervaginam yang abnormal. Tercatat dalam
3 kasus, melanoma maligna muncul sebagai polip yang
tidak berpigmen. Reseksi lokal dilakukan sebagai
pengobatan primer dan 4 dari 5 pasien menerima
imunoterapi adjuvan (Ipilimumab 3mg/kgIV setiap 3
minggu) dikombinasikan dengan radioterapi. Setelah
satu tahun pengobatan, semua pasien kambuh dengan
Overall Survival dan Disease Free Survival 419 hari.
Dalam penelitian Hou, dkk.,14 PD-L1 (56%) dan PD-1
(75%) adalah marka molekuler yang paling sering diek-
spresikan oleh melanoma maligna vulva-vagina. Se-
buah studi yang memberikan pengobatan Nivolumab,
yaitu suatu antibodi monoclonal imunoglobulin-G4
terhadap PD-1, memperlihatkan progression free
survival pada pasien dengan tumor PD-L1 positif
selama 14 bulan. Namun pada pasien dengan tumor
PD-L1 negatif, ketika Nivolumab dikombinasikan
dengan Ipilimumab, progression free survival menjadi
meningkat.27
Kemoterapi
Sejak 1972 Dacarbazine telah dianggap sebagai regi-
men standar untuk melanoma metastatik atau rekuren
dan sudah diakui oleh badan pengawas obat dan
Kategori
TNM Stadium
FIGO Keterangan
Tumor (T) Tx T0 T1 T1a T1b T2 T2a T2b T3 T4 Kelenjar getah bening (N) Nx N0 N0(i+) N1 Metastasis jauh (M) M0 M1
I I I II II II III IVA III IVB
Tumor primer tidak dapat ditentukan Tidak terdapat tumor primer Tumor terbatas di vagina Tumor terbatas di vagina, ukuran ≤ 2.0 cm Tumor terbatas di vagina, ukuran > 2.0 cm Tumor menginvasi jaringan paravagina, belum mencapai dinding panggul Tumor menginvasi jaringan paravagina, belum mencapai dinding panggul ukuran ≤ 2.0 cm Tumor menginvasi jaringan paravagina, belum mencapai dinding panggul ukuran > 2.0 cm Tumor telah mencapai dinding panggul dan/atau sepertiga distal vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Tumor menginvasi mukosa buli atau rektum dan/atau melewati pelvis Kelenjar getah bening tidak dapat ditentukan Tidak terdapat keterlibatan kelenjar getah bening regional Sel tumor yang terisolasi di kelenjar getah bening regional tidak lebih besar dari 0.2mm Keterlibatan kelenjar getah bening regional pelvis atau inguinal Tidak terdapat metastasis jauh Metastasis jauh
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol.10 (2) Juli 2019:27-35
31
makanan (Food and Drug Administration). Agen
antineoplasma lain yang juga bermanfaat termasuk
temozolomide, analog platinum, nitrosourea, dan
taxanes. Response rate untuk regimen tunggal ini
adalah 11 - 22%, dengan median overall survival 5,6 -
11 bulan. Kombinasi kemoterapi yang umum
digunakan untuk melanoma adalah regimen Dartmouth
(Dacarbazine / Carmustine / Cisplatin / Tamoxifen) dan
rejimen CVD (Cisplatin / Vinblastine / Dacarbazine),
keduanya terbukti meningkatkan response rate tetapi
tidak memiliki manfaat terhadap overall survival.
Selain itu, biokemoterapi dikaitkan dengan response
rate yang lebih tinggi untuk pengobatan melanoma
dengan metastasis, namun hasil yang ada menunjukkan
tidak ada manfaat terhadap overall survival.27,28
Radioterapi eksterna
Meskipun melanoma maligna dikenal sebagai tumor
yang radioresisten, namun terdapat bukti yang menun-
jukkan bahwa radioterapi adjuvan mampu meningkat-
kan kontrol lokal tumor.29 Pada tumor yang tidak dapat
direseksi, kombinasi radioterapi dan imunoterapi dapat
menjadi pertimbangan. Pada kasus melanoma vagina,
brakhiterapi intravagina dengan aplikator silinder harus
dikombinasikan dengan radiasi eksterna.30,31
Radioterapi telah banyak dilaporkan sebagai tatalaksa-
na dengan tujuan kontrol lokal, yaitu pada kasus yang
tidak dapat dioperasi atau sebagai terapi adjuvan dalam
hal batas sayatan positif atau limfadenopati positif.31
Piura, dkk.,32 juga melaporkan radioterapi pra-operasi
dapat digunakan untuk mengurangi ukuran tumor
sehingga memungkinkan operasi yang lebih konservatif
serta peran radioterapi sebagai radiasi paliatif untuk
mengatasi gejala lokal akibat penyakit metastasis.
Tabel 4. Volume target delineasi kanker vagina dengan
teknik IMRT33
a) Pada area setinggi L4-5 dimana seluruh kelenjar getah
bening iliaka komunis tidak dimasukkan. Pada beberapa cen-
ter radioterapi, pasien tanpa keterlibatan kelenjar getah
bening pelvis akan dikurangi batas atasnya menjadi setinggi
sakroiliaka joints. b) Margin yang dipakai di sekeliling pem-
buluh inguinofemoral masih kontroversial. c) Margin dapat
dikurangi menjadi 1 cm pada tumor terbatas di vagina.
Frumovitz, dkk.,15 melaporkan hasil kekambuhan dari
37 pasien dengan melanoma maligna vagina stadium I
yang hanya menjalani operasi pada tahun 1980 - 2009.
Diketahui bahwa seluruh pasien mengalami kekam-
buhan, kecuali 16 pasien yang mendapatkan radiotera-
pi, 3 diantaranya mengalami kekambuhan. Dilaporkan
juga bahwa pada kelompok yang mendapat radioterapi
terdapat peningkatan survival sebanyak 13 bulan (29,4
bulan vs 16,1 bulan; p = 0,46).
Studi yang dilakukan oleh Irvin, dkk.,23 juga memper-
lihatkan kekambuhan pada pasien yang diobati dengan
modalitas tunggal, sedangkan kontrol lokal yang lebih
baik terjadi pada kelompok yang mendapat multimu-
dalitas seperti radioterapi adjuvant.
McGuire, dkk.,34 memberikan radiasi eksterna dengan
total dosis 45 Gy diikuti dengan brakhiterapi implan
Palladium 100 Gy permanen pada pasien melanoma
vagina residif pasca vulvektomi, vaginektomi distal,
dan ureterektomi distal. Pasien dilaporkan mengalami
respon komplit dengan masa bebas penyakit selama 16
bulan.
Brakhiterapi
Brakhiterapi merupakan komplemen metode teleterapi
dengan cara memasang sumber radiasi ke dalam tumor,
merupakan bagian integral dari tatalaksana radioterapi,
berfungsi untuk memastikan bahwa dosis kuratif yang
diberikan tercukupi.35,36 Teknik brakhiterapi dapat
berupa intrakaviter atau interstitial tergantung pada
luas, ketebalan, lokasi, dan morfologi penyakit. Lesi
yang sangat dangkal, didefinisikan sekitar <0,5 cm
tebal pada saat brakhiterapi, dapat diobati dengan
brakhiterapi silinder, sedangkan untuk ukuran tumor
yang lebih besar dapat diobati dengan brakhiterapi
interstitial.
Kelebihan dari brakhiterapi interstitial terletak pada
pemberian dosis yang sangat konformal dengan gradien
dosis yang tajam ke tumor yang tidak dapat dioperasi.
Namun risiko dalam prosedur ini juga patut dipertim-
bangkan seperti risiko dari anestesi lokal, infeksi, dan
imobilisasi pasien selama masa perawatan.35
Indikasi brakhiterapi interstisial37
Indikasi untuk brakhiterapi interstitial pada keganasan
ginekologis diwakili oleh situasi klinis yang berbeda:
a. Pada pasien dengan tumor vagina primer dengan
ekstensi paravaginal yang tidak tercakup dengan
brakhiterapi intrakaviter standar. Bila vagina
sempit sehingga tidak memungkinkan
Target volume Definisi dan deskripsi
GTV CTV1
CTV2
PTV1 PTV2
Massa tumor primer yang didefinisikan dari klinis dan radiologis (CT atau PET-CT) GTV plus margin minimal 3 cm dari vagina superior dan inferior Jaringan paravaginal atau parametrium yang berdekatan dengan CTV1. Pada kasus dengan tumor terbatas di dua pertiga proksimal vagina, kelenjar getah bening regional pelvis (iliaka komunisa, iliaka eksterna dan interna, dan presakral) harus dimasukkan. Kelenjar getah bening iliaka eksterna dan interna diikutsertakan dengan menambahkan margin 7 mm. Kelenjar getah bening presakral terdiri dari jaringan lunak anterior dengan minimal 1 cm dari vertebra S1-S2. Pada kasus dengan keterlibatan sepertiga distal vagina, kelenjar getah bening inguinofemoral harus dimasukkan. Kelenjar getah bening inguinofemoral bilateral diikutsertakan dengan menambahkan margin 1 – 1,5 cmb disekeliling pembuluh darah, dengan mengeksklusi kulit, otot, dan tulang. CTV1 + 15 mmc CTV2 + 7 mm
Melanoma Maligna Vagina: Laporan Kasus dan Tinjauan Literatur
Yoseph Adi K, Nana Supriana
32
penggunaan aplikator vagina yang tepat. Hal ini
akan berakibat pada tidak tercapainya distribusi
dosis yang cukup karena kondisi geometris yang
kurang baik. Indikasi kedua adalah vagina sempit
sehingga tidak memungkinkan penggunaan
aplikator vagina yang tepat. Hal ini akan beraki-
bat pada tidak tercapainya distribusi dosis yang
cukup karena kondisi geometris yang kurang
baik.
b. Pasien dengan kekambuhan di dalam area yang
sebelumnya diradiasi sehingga membatasi
penggunaan radiasi eksterna lebih lanjut.
c. Pada pasien dengan tumor vagina primer dengan
ekstensi paravaginal yang tidak tercakup dengan
brakhiterapi intrakaviter standar.
d. Pasien dengan kekambuhan vagina, terutama
dari kanker endometrium yang telah diakui se-
bagai kandidat yang baik untuk diberikan tehnik
brakhiterapi interstitial dengan potensi me-
nyelamatkan kandung kemih dan rektum. Teknik
-teknik ini telah terbukti meningkatkan distribusi
dosis terutama untuk tumor dengan infiltrasi
dalam.
Volume Target
Dalam kasus tumor yang lebih dangkal, volume target
mencakup GTV ditambah margin 10 – 20 mm di
sepanjang dinding vagina sebagai CTV. Untuk tumor
besar dan atau multisentrik, volume target mencakup
seluruh vagina dan ekstensi ekstravagina. Seringkali
perlu untuk memasukkan seluruh rongga vagina.
Bergantung pada ekstensi tumor, volume target juga
dapat mencakup jaringan paravaginal dan / atau para-
metrium.
Jika pasien mendapatkan radiasi eksterna, maka vol-
ume target pada saat brakhiterapi harus memasukkan
volume tumor awal ditambah margin keamanan.
The Groupe Européen de Curiethérapie ESTRO (GEC-
ESTRO) merekomendasikan untuk fokus pada dua
aspek volume target: pertama di dalam rongga vagina
itu sendiri dan kedua, ekstensi di luar dinding vagina.
Kedua aspek ini membantu pendekatan dalam memilih
tehnik brakhiterapi: intrakaviter, interstitial atau
kombinasi keduanya.37
Template perineum MUPIT
The Martinez Universal Perineal Interstitial Template
(MUPIT) dirancang untuk mengobati tidak hanya kega-
nasan ginekologis tetapi juga tumor prostat, anorektal,
dan perineum. Aplikator ini terdiri dari dua silinder
akrilik, satu template akrilik, dan plat penutup.
Template memiliki susunan lubang yang digunakan
sebagai panduan untuk jarum. Lubang pemandu
dirancang untuk memungkinkan trocar yang dimasuk-
kan terletak pada bidang horizontal paralel, tegak lurus
terhadap bidang template, memastikan geometri
aplikasi yang adekuat.
Sebuah perencanaan pra-implantasi dilakukan dengan
memperhitungkan luas tumor di berbagai bidang. Batas
lateral, anterior, dan posterior tumor akan menentukan
pemilihan lokasi lubang pada template. Batas superior
dan inferior tumor akan menentukan kedalaman jarum
implantasi yang harus dimasukkan. Hal tersebut akan
menentukan berapa banyak jumlah jarum implantasi
yang akan dipakai untuk meradiasi. Panjang silinder di
vagina diidentifikasi menurut pemeriksaan fisik
ginekologis.
Prosedur implantasi dilakukan dalam anestesi spinal
dan epidural, pasien dalam posisi litotomi. Untuk
implantasi serviks dan vagina, beberapa jahitan sub-
kutis dan/atau perineum diperlukan sebagai fiksasi.
Kateter Foley dimasukkan ke dalam kandung kemih.
Silinder vagina ditempatkan di vagina kemudian jarum
dimasukkan ke kedalaman yang sesuai. Apabila di-
perlukan, saat pemasangan jarum dapat menggunakan
satu jari sebagai bantuan agar menghindari terjadinya
perforasi buli atau rektum. Setelah seluruh jarum
terpasang, plat penutup dipasangkan dan template
dijahit untuk mencegah pergeseran. Kasa steril ditem-
patkan di antara template dan kulit. Penanda dubur
dimasukkan pada lubang anus.37
Gambar 6. Aplikator MUPIT
Sumber: rujukan no. 38
Dosis, laju dosis, dan fraksinasi
Dalam studi yang dilaporkan oleh Charra, dkk.,
dosimetri mengikuti aturan sistem Paris. Pada tumor
ditanamkan enam jarum, dengan jarak 12 mm. Jarum-
jarum ini diisi dengan kabel sumber Iridium, yang pan-
jangnya berkisar antara 4 – 6 cm. Dosis total tergan-
tung diberikan atau tidaknya radiasi eksterna: ketika
brakhiterapi digunakan sebagai pengobatan tunggal,
dosis rata-rata adalah 54,1 Gy (kisaran 35 - 72 Gy), dan
ketika dikombinasikan dengan radiasi eksterna, total
rata-rata dosis 27,5 Gy.37,39
Dalam sistem template MUPIT, laju dosis berkisar an-
tara 0,75 – 1,1 Gy/jam, sementara laju dosis menurun
menjadi 0,40 Gy/jam pada radius 5 – 10 mm di luar
volume target. Aktivitas sumber diperkirakan sekitar
setengah sampai sepertiga dari bidang sentral ke
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol.10 (2) Juli 2019:27-35
33
perifer. Dosis implan didefinisikan pada bidang trans-
versal yang sesuai dengan pusat implan.37 Kontribusi
pencitraan CT dapat dipakai sebagai bantuan dalam
perencanaan implan dan analisis dosimetri, serta
memilih referensi isodosis yang sesuai.
Menurut rekomendasi brakhiterapi Vienna, pada
penyakit lokal lanjut, dosis radiasi eksterna adalah 45 -
50 Gy untuk PTV meliputi seluruh vagina, ekstensi
tumor ekstravaginal, area berisiko untuk penyebaran
lokal dan area kelenjar getah bening berisiko. Tergan-
tung pada remisi tumor, brakhiterapi intravagina ± in-
terstitial ditambahkan dengan 3 - 4 fraksi dari 5 - 7 Gy
pada kedalaman jaringan 5 mm untuk tumor super-
fisial. Dosis isoefektif total (nilai alfa beta 10) pada
kedalaman jaringan vagina 5 mm dan pada CTV
sebagaimana didefinisikan pada saat brakhiterapi
terhitung antara 75 – 90 Gy.40
Monitoring
Pemasangan brakhiterapi interstitial membutuhkan
perhatian khusus dalam hal penanganan nyeri, risiko
infeksi lokal dan posisi template atau aplikator.37
Kontrol lokal dan kesintasan
Menurut studi oleh Charra, dkk., interval waktu antara
pengobatan awal dan timbulnya kekambuhan kurang
dari dua tahun dalam 50 kasus. Empat puluh enam
pasien diobati dengan brakhiterapi saja dengan dosis
rata-rata 54 Gy sementara 33 pasien diobati dengan
kombinasi radiasi eksterna dan brakhiterapi interstitial
dengan dosis rata-rata 27,5 Gy. Analisis univariat
terhadap tingkat kelangsungan hidup keseluruhan
selama 5 tahun menyatakan bahwa terbukti diameter
rekurensi (< 4 cm dan ≥ 4 cm) dan usia sebagai faktor
prognostik. Dalam analisis multivariat, hanya diameter
rekurensi yang diidentifikasi sebagai faktor prognostik
yang signifikan dengan RR = 2,19 untuk tumor dengan
rekurensi ≥ 4 cm, dengan interval kepercayaan 95%
sebesar 1,04 - 4,6 dan nilai p = 0,047.39
Prognosis
Prognosis melanoma maligna vagina cukup buruk.
Durasi rata-rata kelangsungan hidup bebas kekam-
buhan adalah 16,4 bulan dan kelangsungan hidup rata-
rata keseluruhan hanya 22,2 bulan.41 Perez, dkk.
mengevaluasi faktor prognostik dari 212 pasien dengan
kanker vagina primer yang diobati dengan terapi radiasi
definitif. Stadium tumor merupakan faktor prognostik
yang paling penting. Kelangsungan hidup 10 tahun
adalah 80% di stadium I, 55% di stadium II, 35% di
stadium III, 0% di stadium IV. Insiden metastasis jauh
dilaporkan tinggi, 13% di stadium I, 30% di stadium
IIA, 52% di stadium IIB, 50% di stadium III, dan 47%
di stadium IV. Insiden komplikasi grade 2 - 3 adalah
7%.2
Diskusi
Melanoma maligna vagina adalah bentuk melanoma
mukosa yang jarang dengan prognosis yang buruk.
Tatalaksana utama adalah pembedahan untuk tumor
yang bersifat lokal. Kemoterapi dan radioterapi dapat
diberikan sebagai tatalaksana adjuvan atau untuk kasus
rekuren yang bermanfaat untuk kontrol lokal dan pen-
ingkatan survival. Imunoterapi merupakan terapi tam-
bahan yang mungkin bermanfaat meskipun
keberhasilannya kurang terbukti.
Pada kasus di atas, pasien menjalani radiasi eksterna di
rumah sakit lain dengan dosis 50 Gy, dilanjutkan
dengan brakhiterapi implantasi temporer. Indikasi
brakhiterapi pada pasien ini adalah terdapatnya massa
residual pasca radiasi eksterna dengan tujuan untuk
kontrol lokal tumor. jarum Brakhiterapi menggunakan
14 jarum meliputi seluruh tumor dengan total dosis 12
Gy, diberikan dalam 4 fraksi dua kali perhari, dengan
demikian pasien dirawat selama 2 hari. Peletakan jarum
implan disesuaikan dengan lokasi tumor sedemikian
rupa sehingga diperkirakan dapat memberikan dosis
yang homogen. Dosis preskripsi yang diresepkan
dokter spesialis onkologi radiasi adalah di basal dengan
penyesuaian aktivitas sumbernya. Posisi jarum implant
dilihat dengan melakukan foto antero-posterior dan
lateral menggunakan C-arm sekaligus untuk menggam-
barkan lokasi dan besarnya tumor. Didapatkan
distribusi dosis brakhiterapi yang homogen, serta
terdapat juga are plateau dose atau dosis minimum
lokal.
Absorbed dose adalah energi radiasi rata-rata yang
diberikan ke dalam bentuk satuan massa pada suatu
jaringan (D=dE/dm). Minimum dose adalah dosis yang
didapat di perifer CTV, dimana dosis ini setidaknya
90% dari dosis yang dipreskripsikan sesuai pedoman
brakhiterapi interstitial. High dose volume adalah
volume jaringan yang menerima lebih dari 150% dari
mean central dose.
Pada kontrol 1 bulan pasca brakhiterapi, pada pemerik-
saan dalam masih terdapat massa di sepertiga proksi-
mal vagina arah jam 11-2 ukuran kesan berkurang
menjadi ± 2 x 2 x 1 cm. Massa di distal vagina sudah
tidak teraba. Sesuai dengan kriteria RECIST 1.1 pasien
dikategorikan ke dalam respon parsial. Pasien mengala-
mi luka lecet di selangkangan kanan-kiri karena
pemasangan alat fiksasi. Terapi simptomatis diberikan
seperti anti nyeri dan antibiotik profilaksis. Pada kasus
ini pasien sudah ditatalaksana sesuai dengan panduan
dalam literatur. Pada kasus yang tidak dapat dioperasi
dapat diberikan radiasi eksterna lokoregional dilanjut-
kan brakiterapi interstisial atas dasar massa residual
pasca radiasi eksterna >0,5 cm. Apabila mengacu pada
American Brachytherapy Society, brakiterapi yang dis-
arankan adalah CT atau MRI based 3D HDR.
Follow up pasca brakhiterapi memperlihatkan residu
massa di sepertiga proksimal vagina (kesan ukuran
berkurang). Sesuai dengan literatur, melanoma maligna
merupakan tumor bersifat radioresisten. Prognosis
Melanoma Maligna Vagina: Laporan Kasus dan Tinjauan Literatur
Yoseph Adi K, Nana Supriana
34
untuk stadium II memiliki kelangsungan hidup 10%
dengan angka bebas kekambuhan lokal rata-rata 16
bulan. Pilihan modalitas terapi lain yaitu imunoterapi
terutama pada kasus dengan mutasi PD-1 positif,
sehingga diharapkan dapat menambah rata-rata pro-
gression free survival selama 14 bulan.
Kesimpulan
Melanoma maligna vagina bersifat radioresisten dan
memiliki prognosis yang buruk. Tatalaksana utamanya
berupa pembedahan. Namun pada kasus dimana
operasi tidak dapat dilakukan, radiasi eksterna
lokoregional dilanjutkan brakiterapi interstitial dapat
menjadi modalitas terapi. American Brachyterapy
Society tahun 2011 merekomendasikan penggunaan
brakiterapi interstitial untuk kanker vagina primer dan
sekunder dalam merumuskan kebijakan pengobatan
dan pelaporan dosis.
Daftar Pustaka
1. Nathanson L. Epidemiologic and Etiologic Con-siderations in Malignant Melanoma. In: Costanzi J.J. (eds) Malignant Melanoma 1. Cancer Treat-ment and Research, vol 9. Springer, Boston, MA. 1983
2. Kang J, Viswanathan AN. Vaginal Cancer (chapter76). In Principles and Practice Radiation Oncology ed: Halperin EC, Wazer DE, Perez CA, et al. 7th Edn. Walters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins. Philedelphia, USA. 2018.
3. Samolis S, Panagopoulos P, Kanellopoulos N, PapastefanouI, Karadaglis S, Katsoulis M. Pri-mary malignant melanoma of the vagina: case report. Eur J Gynaecol Oncol. 2010;31:233-4.
4. Moros ML, Ferrer FP, Mitchell MJ, Romeo JA, Lacruz RL. Primary malignant melanoma of the vagina: poor response to radical surgery and ad-juvant therapy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2004;113:248–50.
5. Michael F, Mariano E, Charlotte CS, et al. Pri-mary malignant melanoma of the vagina. Obstet Gynecol. 2010;116:1358-65.
6. Reid GC, Schmidt RW, Roberts JS, Hopkins MP, et al. Primary melanoma of the vagina: a clinicopathologic analysis. Obstet. Gynecol. 1989;74:190-9.
7. Curtin JA, Fridlyand J, Kageshita T, et al. Dis-tinct sets of genetic alterations in melanoma. N Engl J Med. 2005;353:2135-47.
8. Beadling C, Jacobson-Dunlop E, Hodi FS, et al. KIT gene mutations and copy number in melano-ma subtypes. Clin Cancer Res. 2008;14:6821–28.
9. Hu DN, Yu GP, McCormick SA. Population-based incidence of vulvar and vaginal melanoma in various races and ethnic groups with compari-sons to other site-specific melanomas. Melanoma Res. 2010;20:153–58.
10. Chen GD, Oliver RH, Leung BS, Lin LY. Estro-gen receptor α and β expression in the vaginal walls and uterosacral ligaments of premenopau-
sal and postmenopausal women. Fertility and Sterility. 1999;71(6),1099–102.
11. Oguri, H. A primary amelanotic melanoma of the vagina, diagnosed by immunohistochemical staining with HMB-45, which recurred as a pig-mented melanoma. Journal of Clinical Patholo-gy. 2004;57(9),986-88. doi:10.1136/jcp.2004.016220
12. Kalampokas E, Kalampokas T ,Damaskos C. Primary Vaginal Melanoma, A Rare and Aggres-sive Entity. A Case Report and Review of the Literature. In Vivo. 31. 2017:133-39.
13. Yavas, G, Oner, I, Sen, E, et al. Primary Malig-nant Melanoma of the Vagina: Report of Two Cases and Review of the Literature. Brachythera-py. 2018;17(4). doi:10.1016/j.brachy.2018.04.193
14. Hou, JY, Baptiste, C, Hombalegowda, et al. Vul-var and vaginal melanoma: A unique subclass of mucosal melanoma based on a comprehensive molecular analysis of 51 cases compared with 2253 cases of non gynecologic melanoma. Can-cer. 2016;123(8),1333-44. doi:10.1002/cncr.30473
15. Frumovitz M, Etchepareborda M, Sun CC, et al. Primary malignant melanoma of the vagina. Ob-stet Gynecol. 2010;116:1358-65.
16. Tjalma WA, Monaghan JM, Lopes A, et al. Pri-mary vaginal melanoma and long-term survivors. Eur J Gynaecol Oncol. 2001;22:20-22.
17. Rath S, Nanda SS, Singh AP, et al. Aggressive metastatic malignant melanoma of vagina: A case report. J Mol Oncol Res. 2018;2(1):3-5.
18. Ahn HY, Park JW, Kim JS. Primary malignant melanoma of the vagina in a postmenopausal woman. AMJ. 2018;11(2):87–90. https://doi.org/10.21767/AMJ.2017.3296
19. Amin MB, Edge S, Greene F, et al. AJCC Can-cer Staging Manual (8th edition). Springer Inter-national Publishing: American Joint Commission on Cancer. 2017 [cited 2016 Dec 28] Available from: http://www.springer.com/us/book/9783319406176#aboutBook
20. Gungor T, Altinkaya SO, Ozat M, et al. Primary Malignant Melanoma of the Female Genital Tract. Taiwanese Journal of Obstetrics and Gy-necology. 2009;48(2),169-75. doi:10.1016/s1028-4559(09)60281-3Stellato G, Iodice F, Casella G, et al. Primary malignant melanoma of the vagina: case report. Eur J Gynaecol Oncol. 1998;19:186–8.
21. Buchanan DJ, Schlaerth J, Kurosaki T. Primary vaginal melanoma: thirteen-year disease-free survival after wide local excision and review of recent literature. Am J Obstet Gynecol. 1998;178:1177–84.
22. Irvin WP Jr, Bliss SA, Rice LW, et al. Malignant melanoma of the vagina and locoregional con-trol: radical surgery revisited. Gynecol Oncol. 1998;71:476–80.
23. Giao QP, Jane LM, Vernon KS, Jonathan SZ. Sentinel lymph node biopsy for melanoma: indi-cations and rationale. Cancer Control. 2009;16:234-9.
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol.10 (2) Juli 2019:27-35
35
24. Miner TJ, Delgado R, Zeisler J, Busam K, et al. Primary vaginal melanoma: a critical analysis of therapy. Ann Surg Oncol. 2004;11:34–9.
25. Tasaka R, Fukuda T, Wada T, et al. A retrospec-tive clinical analysis of 5 cases of vaginal mela-noma. Mol Clin Oncol 6. 2017: 373-76.
26. Larkin J, Chiarion-Sileni V, Gonzalez R, et al., Combined nivolumab and ipilimumab or mono-therapy in untreated melanoma. N Engl J Med. 2015;373:23-34.
27. Ives NJ, Stowe RL, Lorigan P, Wheatley K. Chemotherapy compared with biochemotherapy for the treatment of metastatic melanoma: a meta-analysis of 18 trials involving 2621 patients. J Clin Oncol. 2007;25:5426-34.
28. Fiorentino A, Chiumento C, Caivano R, et al. Adjuvant Radiotherapy for an Elderly Patient Affected by Primary Malignant Melanoma of the Vagina: A Case Report and Review of the Liter-ature. J Nucl Med Radiat Ther. 2013;S6:014. doi:10.4172/2155-9619.
29. Leitao M, Cheng X, Hamilton A, et al. Gyneco-logic Cancer Inter Group (GCIG) Consensus Review for Vulvovaginal Melano-mas. International Journal of Gynecological Can-cer. 2014;24. doi:10.1097/igc.0000000000000198
30. Lin L, Liu C, Chen S, et al. Primary malignant melanoma of the vagina with repeated local re-currences and brain metastasis. Journal of the Chinese Medical Association. 2011;74(8), 376-79. doi:10.1016/j.jcma.2011.06.006
31. Piura B. Management of primary melanoma of the female urogenital tract. Lancet Oncol. 2008;9: 973-81.
32. Mundt AJ, Yashar C, Mell LK. Vaginal Cancer. Target Volume Delineation and Field Setup. Springer. 2013;201-5.
33. McGuire SE, Frank SJ, Eifel PJ. Treatment of recurrent vaginal melanoma with external beam radiation therapy and palladium-103 brachy-therapy. Brachytherapy. 2008;7: 359-63.
34. Dieterich, S., Ford, E., Pavord, D., & Zeng, J. Practical radiation oncology physics: A compan-ion to Gunderson & Teppers Clinical radiation oncology. Philadelphia, PA: Elsevier. 2016.
35. Viswanathan A, Erickson BE, Rownd J. Image-based approaches to interstitial brachytherapy. In Gynecologic Radiation Therapy: Novel Ap-proaches to Image-Guidance and Management. Springer Berlin Heidelberg. 2011;247-59 https://doi.org/10.1007/978-3-540-68958-4_24
36. Meder CH, Gerbaulet A, Potter R. Interstitial Brachytherapy in Gynaecological Cancer. GEC-ESTRO Handbook of Brachytherapy. 2017;17:1-17.
37. Kushner DM, Fleming PA, Kennedy AW, et al. High dose rate (192)Ir afterloading brachythera-py for cancer of the vagina. Br J Radiol. 2003;76:719-25.
38. Charra, C, Roy, P, Coquard, R, et al. Outcome of treatment of upper third vaginal recurrences of cervical and endometrial carcinomas with inter-stitial brachytherapy. International Journal of
Radiation Oncology. Biology Physics. 1998;40(2),421-26. doi:10.1016/s0360-3016(97)00576-2
39. Gerbaulet A, Potter R, Meder CH. Primary Vagi-nal Cancer. GEC-ESTRO Handbook of Brachy-therapy. 2017;16:403-14.
40. Rapi V, Dogan A, Schultheis B, et al. Melanoma of the Vagina: Case Report and Systematic Re-view of the Literature. Anticancer Research. 2017;37:6911-20.