mengatasi kemiskinan dan lingkungan hidup

4
Mengatasi Kemiskinan dan Lingkungan Hidup Konferensi Tingkat Tinggi G-8 baru-baru ini di Skotlandia, berbeda dengan konferensi-konferensi sebelumnya. Tony Blair, PM Inggris, yang menjabat sebagai ketua periodik G-8, memasukkan masalah penanganan kemiskinan dan perlindungan lingkungan hidup ke dalam agenda kerja KTT ini. Dengan cara ini Blair ingin mengatakan kepada opini umum bahwa negara- negara kaya pun memiliki perhatian terhadap persoalan- persoalan dunia. Penyelenggaraan KTT G-8 selalu diramaikan oleh demonstrasi- demonstrasi luas oleh para penentang globalisasi serta para pengecam politik-politik diskriminatif dan berat sebelah negara-negara industri. Akan tetapi, langkah cerdik Tony Blair ini pun ternyata tidak mendatangkan hasil apa pun, dan puluhan ribu penentang politik-politik sejumlah negara kaya ini tetap saja menggelar demo di depan gedung KTT G-8. Untuk pertama kalinya, para aktor dan aktris terkenal di dunia Braat, menggelar acara-acara khusus di London dan kota-kota Eropa lainnya, untuk menarik perhatian opini umum kepada masalah kemiskinan dan dampak-dampak bahayanya. Meski demikian, mayoritas pakar dan pengamat masalah-masalah sosial-ekonomi meyakini bahwa kesepakatan-kesepakatan para pemimpin anggota G-8 di Skotlandia berkenaan dengan masalah pemberantasan kemiskinan tidak akan memberikan efek serius dalam menekan tingkat kemiskinan di dunia. Negara-negara anggota G-8 dalam KTT Skotlandia, selain sepakat untuk memberikan bantuan sebesar 50 miliar dolar kepada negara-negara, juga menghapus hutang 18 negara miskin sebesar 40 miliar dolar. Akan tetapi bantuan dan penghapusan

Upload: ghevray

Post on 28-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

xxx

TRANSCRIPT

Page 1: Mengatasi Kemiskinan Dan Lingkungan Hidup

Mengatasi Kemiskinan dan Lingkungan Hidup

Konferensi Tingkat Tinggi G-8 baru-baru ini di Skotlandia, berbeda dengan konferensi-konferensi sebelumnya. Tony Blair, PM Inggris, yang menjabat sebagai ketua periodik G-8, memasukkan masalah penanganan kemiskinan dan perlindungan lingkungan hidup ke dalam agenda kerja KTT ini. Dengan cara ini Blair ingin mengatakan kepada opini umum bahwa negara-negara kaya pun memiliki perhatian terhadap persoalan-persoalan dunia.

Penyelenggaraan KTT G-8 selalu diramaikan oleh demonstrasi-demonstrasi luas oleh para penentang globalisasi serta para pengecam politik-politik diskriminatif dan berat sebelah negara-negara industri. Akan tetapi, langkah cerdik Tony Blair ini pun ternyata tidak mendatangkan hasil apa pun, dan puluhan ribu penentang politik-politik sejumlah negara kaya ini tetap saja menggelar demo di depan gedung KTT G-8.

Untuk pertama kalinya, para aktor dan aktris terkenal di dunia Braat, menggelar acara-acara khusus di London dan kota-kota Eropa lainnya, untuk menarik perhatian opini umum kepada masalah kemiskinan dan dampak-dampak bahayanya. Meski demikian, mayoritas pakar dan pengamat masalah-masalah sosial-ekonomi meyakini bahwa kesepakatan-kesepakatan para pemimpin anggota G-8 di Skotlandia berkenaan dengan masalah pemberantasan kemiskinan tidak akan memberikan efek serius dalam menekan tingkat kemiskinan di dunia.

Negara-negara anggota G-8 dalam KTT Skotlandia, selain sepakat untuk memberikan bantuan sebesar 50 miliar dolar kepada negara-negara, juga menghapus hutang 18 negara miskin sebesar 40 miliar dolar. Akan tetapi bantuan dan penghapusan hutang oleh negara-negara Barat ini dianggap sebagai kedok yang menutupi aksi-aksi imperialistis mereka di dekade-dekade lalu dan pemberlakuan sistom-sistim perdagangan yang tak seimbang di zaman ini dalam menjalin hubungan ekonomi dengan negara-negara miskin.

Kemiskinan dan kelaparan adalah realitas pahit dan menyakitkan di dunia dewasa ini. Tiap hari 50.000 orang di seluruh dunia kehilangan nyawa mereka karena beratnya kemiskinan dan kelaparan yang mereka derita. Dari sekitar 6 miliar jiwa penduduk dunia, kira-kira separuh dari mereka, yaitu 2 miliar 800 juta orang hidup dengan penghasilan perhari kurang dari 2 dolar, dan satu miliar 200 juta jiwa dengan penghasilan perhari kurang dari satu dolar. Berdasarkan catatan ini, seperlima dari penduduk dunia hidup dalam kemiskinan total. Pengurangan kemiskinan, terutama setelah Perang Dunia kedua, dinyatakan sebagai tujuan mayoritas negara di dunia.

Akan tetapi mayoritas negara-negara berkembang, selain sejumlah kecil dari mereka, tidak berhasil dalam mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup warganya. Instabilitas politik dan ketidakbecusan para penguasa dan pejabat,

Page 2: Mengatasi Kemiskinan Dan Lingkungan Hidup

merupakan sebagian dari sebab-sebab kegagalan program-program pemberantasan kemiskinan di negara-negara berkembang selama beberapa dekade yang lalu. Akan tetapi yang demikian itu bukan satu-satunya alasan kemiskinan di negara-negara miskin. Sekaitan dengan masalah ini, peran negara-negara imperialis dalam memundurkan negara-negara jajahan dan miskin dari proses peningkatan SDM (sumber daya manusia) dan ekonomi, tidak dapat diabaikan.

Sebagian dari kemajuan negara-negara industri, dicapai dengan merampas dan merampok sumebr-sumber kekayaan alami dan tenaga kerja yang diperoleh dari negara jajahan masa lalu atau negara-negara miskin zaman ini. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, dengan kemerdekaan negara-negara miskin Afrika, Amerika Latin dan Asia, diharapkan bahwa setelah sekian lama, mereka akan menutup jurang pemisah antara mereka dan negara-negara penjajah. Berbagai lembaga ekonomi semisal Bank Dunia, IMF, dan lembaga-lembaga politik dan sosial internasional, didirikan untuk membantu negara-negara miskin.

Akan tetapi standar-standar yang diberlakukan oleh lembaga-lembaga tersebut untuk membantu pengembangan dan kemajuan negara-negara miskin, tidak sesuai dengan realitas dan kondisi politik negara-negara ini. Pada prinsipnya, yang menentukan pemberian bantuan ke negara-negara miskin ialah interes negara-negara maju dan kesediaan negara-negara lemah untuk mengikuti politik-politik mereka. Selain itu, negara-negara yang berhasil menerima bantuan-bantuan ekonomi dan hutang dari lembaga-lembaga internasional, setelah mereka memastikan bersedia memenuhi interes negara-negara Barat, ternyata bantuan-bantuan ini tidak efektif dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial mereka.

Sebaliknya, pembayaran bunga dan hutang pokok yang telah mereka terima, berubah menjadi sumber krisis ekonomi bagi negara-negara ini, sehingga banyak diantara negara-negara miskin ini harus menyerahkan lebih dari separuh income pertahunnya guna membayar hutang dengan bunganya, dimana yang demikian itu berada di luar kesanggupan mereka. 40 miliar dolar hutang yang dihapus oleh para pemimpin G-8 di KTT mereka di London, berkaitan dengan hutang-hutang seperti itu.

Negara-negara miskin, selain harus membayar hutang pokok dan bunganya, juga menghadapi kesulitan besar lain, yaitu politik-politik tak seimbang dan diskriminatif di bidang perdagangan oleh negara-negara maju, yang selama beberapa dekade lalu semakin memperluas jurang pemisah antara negara-negara utara dan selatan. Dalam laporan pengembangan SDM tahun 2003 program pembangunan PBB (UNDP), kondisi kemiskinan di akhir tahun 1990 dikatakan sebagai berikut:

"Dekade 1990 merupakan dekade keputusasaan dan kekecewaan. Saat ini 54 negara menjadi semakin miskin dari pada tahun 1990. Di antara 67 negara miskin, jumlah masyarakat miskin di 37 negara semakin meningkat. Di 19 negara lebih dari seperempat warganya berada dalam kelaparan dan kondisi mereka berada dalam keadaan semakin parah." Program pembangunan PBB tahun 2003 mengakhiri laporannya dengan

Page 3: Mengatasi Kemiskinan Dan Lingkungan Hidup

mengatakan, "Kemunduran seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan umat manusia."

Salah satu penyebab kegagalan program-program penanggulangan kemiskinan di dunia saat ini ialah, pengadaan sistim-sistim perdagangan bebas yang ebrsifat satu arah. Negara-negara industri maju yang meneriakkan solgan pembebasan perdagangan lebih daripada yang lain, menunjukkan keengganan untuk mengurangi pajak di sektor-sektor yang tidak memiliki konsesi.

Akan tetapi negara-negara berkembang telah mengurangi pajak-pajak mereka lebih cepat. Dengan demikian produk-produk dari negara-negara industri masuk ke pasar-pasar negara berkembang dengan harga yang lebih murah sehingga mengakibatkan kelesuan dan kemunduran negara-negara ini. Akibat diskriminasi dan kezaliman terang-terangan ini ialah semakin lebarnya jurang pemisah antara negara-negara miskin dan kaya.

Saat ini pajak-pajak tinggi dan diskriminatif bagi negara-negara berkembang atau miskin menciptakan banyak kesulitan. Umpamanya, Banglades tiap tahunnya mengekspor berbagai bahan mentah senilai 2,4 miliar dolar ke AS dengan pajak 14 persen. Akan tetapi ekspor Perancis ke AS dengan nilai 30 miliar dolar dengan pajak 1 persen. Kezaliman ini juga memiliki dimensi-dimensi lain. Artinya, jika negara-negara berkembang, tidak mengekspor bahan-bahan mentah, tapi mengekspor produk-produknya, maka pajak yang harus dibayar pun akan lebih tinggi.