mengenal pesantren mu'adalah

6
MENGENAL PESANTREN MU’ADALAH Oleh : H. E. Nadzier Wiriadinata Pesantren Mu’adalah adalah pesantren yang masuk tipologi Pesantren Khalafiyah (Ashriyah). Secara terminologi, “pengertian mu’adalah adalah “Suatu proses penyetaraan antara institusi pendidikan baik pendidikan di pondok pesantren maupun diluar pontren dengan menggunakan kriteria baku dan mutu/kualitas yang telah ditetapkan secara adil dan terbuka”. (Depag RI, 2009). Sebagai satuan pendidikan, keberadaan Pesantren Mu’adalah secara yuridis diakui berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 93 yang menyatakan bahwa “penyelenggaraan pendidikan yang tidak mengacu kepada standar nasional pendidikan ini dapat memperoleh pengakuan dari pemerintah atas rekomendasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan didasarkan pada penilaian khusus”. Pesantren Mu’adalah yang dikenal ditengah masyarakat terbagi dua, yaitu : Pertama, pondok pesantren yang lembaga pendidikannya dimu’adalahkan/ disetarakan dengan lembaga- lembaga pendidikan di luar negeri, baik di Timur Tengah (Universitas al-Azhar Mesir, Universitas Ummul Qurra, Arab Saudi dll), India, Yaman, Pakistan maupun di Iran. Kedua, pondok pesantren yang dimu’adalahkan/disetarakan dengan

Upload: nadzier-wiriadinata

Post on 25-Jul-2015

597 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kebanyakan masyarakat tidak tahu apa itu pesantren mu'adalah. Mereka hanya tahu klasifikasi pesantren berdasarkan kategori yang biasa ditulis dalam buku-buku tentang kepesantrenan, yaitu kholafiyah/ashriyah dan salafiyah. Pesantren mu'adalah ini sebenarnya masuk kategori pesantren kholafiyah. Hanya memang tidak semua pesantren kholafiyah mendapat status mu'adalah.

TRANSCRIPT

Page 1: Mengenal Pesantren Mu'Adalah

MENGENAL PESANTREN

MU’ADALAH

Oleh : H. E. Nadzier Wiriadinata

Pesantren Mu’adalah adalah pesantren

yang masuk tipologi Pesantren Khalafiyah

(Ashriyah). Secara terminologi, “pengertian

mu’adalah adalah “Suatu proses penyetaraan

antara institusi pendidikan baik pendidikan di

pondok pesantren maupun diluar pontren

dengan menggunakan kriteria baku dan mutu/kualitas yang telah ditetapkan secara adil dan

terbuka”. (Depag RI, 2009).

Sebagai satuan pendidikan, keberadaan Pesantren Mu’adalah secara yuridis diakui

berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan Pasal 93 yang menyatakan bahwa “penyelenggaraan pendidikan yang tidak

mengacu kepada standar nasional pendidikan ini dapat memperoleh pengakuan dari

pemerintah atas rekomendasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan

didasarkan pada penilaian khusus”.

Pesantren Mu’adalah yang dikenal ditengah masyarakat terbagi dua, yaitu : Pertama,

pondok pesantren yang lembaga pendidikannya dimu’adalahkan/ disetarakan dengan

lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri, baik di Timur Tengah (Universitas al-Azhar

Mesir, Universitas Ummul Qurra, Arab Saudi dll), India, Yaman, Pakistan maupun di Iran.

Kedua, pondok pesantren yang dimu’adalahkan/disetarakan dengan Madrasah Aliyah (MA)

dan SMA (Depag RI, 2009:11) Adapun yang menjadi obyek pembahasan dalam tulisan ini

adalah pesantren yang dimuadalahkan dengan MA/SMA.

Tujuan Muadalah/penyetaraan pendidikan pondok pesantren dengan Madrasah

Aliyah/SMA seperti yang diungkapan dalam Pedoman Penyelenggaraan Pesantren

Mu’adalah (Depag RI, 2009) adalah :

1. Untuk memberikan pengakuan (recognition) terhadap system pendidikan yang ada di pondok pesantren sebagaimana tuntutan perundang-undangan yang berlaku

2. Untuk memperoleh gambaran kinerja Pontren yang akan dimu’adalahkan/disetarakan dan selanjutnya dipergunakan dalam pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu serta tata kelola pendidikan Pontren

Page 2: Mengenal Pesantren Mu'Adalah

3. Untuk menentukan pemberian fasiliotas terhadap suatu Pontren dalam menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang setara/mu’adalah dengan Madrasah Aliyah/SMA

Tidak setiap pesantren bisa mengajukan program mu’adalah. Ada kriteria tertentu yang

harus dipenuhi oleh pesantren jika ingin mengikuti program tersebut. Dalam Pedoman

Penyelenggaraan Pesantren Mu’adalah (Depag RI, 2009) diuraikan bahwa kriteria pondok

pesantren yang dapat mengajukan program muadalah sebagai berikut :

1. Penyelenggara Pendidikan Pondok Pesantren harus berbentuk yayasan atau organisasi sosial yang berbadan hukum.

2. Pendidikan Pontren yang akan dimuadalahkan/disetarakan ialah pendidikan pada Pontren yang telah memiliki piagam terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren pada Departemen Agama dan tidak menggunakan kurikulum Depag dan Diknas.

3. Tersedianya komponen penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan seperti adanya tenaga kependidikan, santri, kurikulum, uang belajar, buku pelajaran dan sarana pendukung pendidikan lainnya.

4. Jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pontren sederajat dengan Madrasah Aliyah dengan lama pendidikan 3 (tiga) tahun setelah tamat Madrasah Tsanawiyah dan 6 (enam) tahun setelah tamat Madrasah Ibtidaiyah.

Sasaran dari program muadalah/penyetaraan ini adalah lembaga pendidikan yang

diselenggarakan oleh pondok pesantren setingkat dengan Madrasah Aliyah, diantaranya :

1. Madrasah Salafiyah ‘Ulya (‘Aly atau Aliyah), DMI (Dirasah Mu’allimin Islamiyyah)

2. Kulliyatul Mu’Allimin Al-Islamiyah (KMI) dan Tarbiyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (TMI)

3. Madrasah Diniyah ‘Ulya atau setingkat Takhassush yang sudah lulus jenjang Wustho dan Awwaliyah/Ula . (Depag RI, 2009)

Di Jawa Barat baru ada 6 (enam) buah pesantren yang telah mendapatkan status

mu’adalah, yaitu : Pesantren al-Basyariyah (Kabupaten Bandung), Pesantren Darussalam

(Kabupaten Garut), Pesantren al-Ikhlas (Kabupaten Kuningan), Pesantren Darun-Najah

Cipining (Kabupaten Bogor), Pesantren Darul Muttaqin (Kabupaten Bogor), dan Pesantren

al-Hikamussalafiyah (Kabupaten Cirebon)

Prosedur Penyelenggaraan Program Mu’adalah

Untuk menyelenggarakan Pendidikan Pesantren Mu’adalah ini pimpinan pondok

pesantren mengajukan surat permohonan kepada Kantor Kementerian Agama

Kabupaten/Kota. Setelah itu, surat permohonan itu disampaikaan ke ke Kanwil Kementerian

Agama dan kemudian diteruskan ke Dirjen Pendidikan Islam cq. Direktur Pendidikan

Diniyah dan Pondok Pesantren.

Page 3: Mengenal Pesantren Mu'Adalah

Berdasarkan permohonan pendaftaran tersebut, Tim Dirjen Pendidikan Islam melalui

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren bersama instansi terkait lainnya akan

melakukan visitasi dan verifikasi ke lokasi. Visitasi dan verifikasi ini bertujuan untuk

menindaklanjuti permohonan pendaftaran yang telah disampaikan oleh pesantren yang

mengajukan program mu’adalah.

Komponen yang dievaluasi dan diverifikasi melliputi 5 hal yaitu; kurikulum/PBM,

tenaga kependidikan, peserta didik, manajemen pengelolaan, serta sarana dan prasarana.

Setiap komponen memiliki beberapa sub komponen yang diajukan melalui bentuk pertanyaan

atau pernyataan .

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan status mu’adalah

memang begitu ketat sehingga wajar bila dari dua puluh ribu lebih pesantren yang menyebar

di seluruh nusantara hanya 32 pesantren yang mendapat status mu’adalah. Itu artinya

pembuktian kepada kita betapa kinerja yang dibangun oleh semua unsur yang terlibat dalam

proses pendidikan di pesantren mu’adalah benar-benar telah teruji kualitasnya.

Kinerja erat kaitannya dengan prestasi kerja seseorang atau suatu lembaga dalam

melaksanakan tugasnya. Karena itu, kinerja ada hubungannya dengan pencapaian tujuan

organisasi. Jika tujuan organisasi tercapai dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa kinerja

dari organisasi tersebut baik. Jika tujuan organisasi tidak tercapai dengan baik, maka kinerja

dari organisasi tersebut kurang baik.

Bila ditelusuri ada dua aspek yang bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan kinerja

sebuah pesantren mu’adalah: Pertama, Legalitas pemerintah, yaitu saat pesantren mampu

mempertahankan status kemuadalahannya setiap periode empat tahun kedepan. Kedua,

Kualitas standar lulusan, yaitu produk lulusan pesantren yang sesuai dengan kualitas standar

internal yang ditetapkan pesantren mu’adalah itu sendiri dan standar tuntutan pasar/

Keterpaduan antara kharisma kiyai dan penerapan manajemen mutu kinerja yang

konsisten dalam mengelola pendidikan dilingkungan pesantren membuat pesantren yang

bersangkutan bisa tetap bertahan hidup dan bahkan mengalami kemajuan yang relatif pesat

terbukti dengan berkembangnya asset, kualitas pendidikan maupun animo masyarakat untuk

memasukkan anaknya ke Pesantren Mu’adalah.

Miskinnya Regulasi

Perkembangan kualitas pendidikan yang dikelola pesantren mu’adalah sepertinya belum

mampu menarik perhatian yang setimpal dan proporsional dari pemerintah. Entah kenapa

pemerintah sepertinya lebih peduli kepada program RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar

Page 4: Mengenal Pesantren Mu'Adalah

Internasional) yang nyata-nyata belum jelas menampakkan kualitas pada aspek proses

pendidikannya.

Hal lain yang menimbulkan kegelisahan para aktivis pendidikan di lingkungan

pesantren mu’adalah adalah miskinnya regulasi yang mendukung keberadaan pesantren

mu’adalah sehingga muncul kesan adanya ketidak-konsistenan pemerintah, dalam hal ini

Kementerian Agama, dalam menyikapi keberadaan pesantren yang menyandang status

mu’adalah. Di satu sisi, Kementerian agama menyantelkan status keberadaan pesantren

mu’adalah pada Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 93, ayat 1-3, yang

menyatakan :

(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan ini dapat memperoleh pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP. (2) Rekomendasi dari BSNP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian khusus.(3) Pengakuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Namun disisi lain ketetapan status mu’adalah hanya dikeluarkan melalui Surat Keputusan

yang ditanda-tangani oleh pejabat setingkat direktur jenderal (eselon 1). Sementara dalam

ayat 3 jelas dinyatakan bahwa pengakuan dari pemerintah tersebut harus ditetapkan oleh

peraturan menteri.

Padahal, klausul yang tertuang dalam pasal 93 inilah yang semestinya dikedepankan

ketika Kementerian Agama ingin menggiring dunia pesantren (khususnya pesantren

muadalah) ke dunia pendidikan formal. Melalui optimalisasi penjabaran atas pasal inilah

yang seharusnya bisa dijadikan senjata oleh Kementerian Agama untuk menaikkan status

pesantren muadalah melalui Keputusan atau Peraturan Menteri Agama dan tidak lagi berupa

surat keputusan yang hanya ditandatangani oleh pejabat eselon 1.

Demikian sekilas gambaran tentang pesantren mu’adalah. Kita berharap semoga

pemerintah dari waktu ke waktu terus meningkatkan perhatiannya terhadap perkembangan

kualitas pendidikan pada pondok pesantren mu’adalah.