menimbang kembali pernikahan dini

Upload: maharani-alamsyah

Post on 07-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ditulis oleh elseva maharani

TRANSCRIPT

Menimbang kembali ajakkan nikah muda

Saat saya menginjak umur angka kepala dua, ada dua peristiwa aneh yang saya rasakan. Yang pertama, saya sudah memasuki gerbang usia perak, di mana saya bukan lagi seorang hipster teenage ngehek. Banyak orang bilang bahwa umur dua puluh adalah masa-masa matang dalam menapaki jenjang kehidupan. Dan memang benar, saya lebih banyak belajar tentang kehidupan pada usia dua puluhan.Yang kedua, fenomena kawan-kawan sejawat sesekolah yang telah lebih dulu menikah. Itu adalah tren yang aneh. Mengapa semua wanita, juga pria, di umur dua puluhan, lebih banyak memutuskan untuk menikah? Saya akan menjabarkan argumen saya dalam beberapa poin untuk melihat kembali argumen ajakan menikah muda yang santer dibicarakan banyak remaja saat ini.Pertama, kita tidak asing lagi dengan argumentasi dari pihak pelaku nikah muda yang bilang bahwa biaya menikah adalah urusan mudah. Tidak perlu menunggu modal untuk disahkan, karena Tuhan maha pengasih akan selalu menolong hamba-Nya. Well, itu menurut saya adalah argumentasi yang kurang tepat untuk menggambarkan realita di lapangan. Untuk beberapa pelaku menikah muda dari kalangan menengah atas, tentu pernikahan menjadi biaya yang tidak terlalu besar. Biaya KUA saat ini sekitar 600ribu untuk di luar jam kantor, dan 50ribu untuk di KUA sendiri. Namun, bila kita asumsikan suatu masyarakat memilih menikah di kantor KUA karena biaya jauh lebih murah, dalam satu kelurahan ada sekitar 2000 KK penduduk lama, dimana 1 KK mempunyai katakanlah rata-rata 4 anak sedang dalam usia produktif atau sekitar dua anak yang memasuki umur dua puluh, dan kelurahan tersebut termasuk dalam kecamatan yang mempunyai katakanlah 4 kelurahan. Ditambah, hanya ada 1 kantor KUA di setiap kecamatan, dengan durasi mengurus ijab kabul katakanlah 20 menit, maka waktu petugas untuk mengurus administrasi pernikahan 8000 KK adalah 800 menit atau 13,33 jam. Itu masih hitungan kasar yang belum mempertimbangkan teknis-teknis administrasi dan juga jumlah sampel mutlak di lapangan. Juga belum termasuk hari libur besar dan nasional. Maka, dengan gambaran tersebut, tidak sedikit yang memilih untuk membayar langsung 600ribu hanya untuk mengurus legalitas hubungan alih-alih agar lebih efisien waktu dan tenaga. Jadi, apakah untuk mendapatkan 600ribu tidak perlu modal? Apakah 600ribu akan jatuh ke bumi karena sedang mempertaruhkan niat suci? Sumpah, saat saya baca argumentasi dari kawan saya tentang betapa mudahnya mengurus biaya menikah, saya tertawa dan pikir, itu sih cara menikah di agama mu! Eh tapi, menikah secara agama juga butuh mahar yang bombatis juga sih Yang kedua, yang bikin saya senyum-senyum kecut adalah rukun nikah tidak perlu ijazah, jadi kamu bisa saja menikah pas lagi sekolah. Alamakjang! Saya bisa dinasehati habis-habisan sama bapak saya kalau saya mengajukan proposal untuk membiayai pernikahan saya. Lha wong, saya sekolah dibiayai oleh beliau, tentu beliau akan merasa.ini anak gue bukannya disekolahin biar makin cerdas dan pinter, eh malah ujung-ujungnya nikah duluan. Mau dikasih makan apa ntar orang kalau cuma bisa ngandelin ijazah SMP?!!Menikah memang tidak perlu ijazah, namun sekolah itu bukan hanya untuk mengejar ijazah saja. Pengalaman akan pengetahuan di sekolah maupun bangku kuliah akan menjadi salah satu hal yang dipakai untuk mendidik anak-anak kelak. Jika berhenti belajar, maka jangan salahkan jika anak-anak nanti menjadi hancur dan tidak terkendali. kan nikah bisa sambil sekolah tho? iya, kalau kebobolan pas lagi ngurus skripsi sih Hih, capyek deh! Ditambah, akhir-akhir ini sulit mencari pekerjaan fresh graduate yang memperbolehkan status married.Yang ketiga, soal penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Si pengajak ini berpikir bahwa tidak perlu pekerjaan tetap, yang penting tetap punya penghasilan. Wuaduh!! Logika sesat! jika pekerjaannya saja tidak tetap, maka penghasilan pun juga berubah tak menentu. Kondisi ini justru sangat merugikan pihak istri dan anak. Kita bukan lagi hidup di era dimana Hidup susah yang penting hati senang lagi. Inflasi harga tukar rupiah terhadap dollar membuat pasar kebutuhan pangan menjadi garang. Harga tahu tempe mana ada cuma 2000 rupiah lagi, naik angkot saja sekarang 3000 rupiah. Susu bayi pengganti asi paling murah hanya 45ribu, itu juga jika si ibu tidak diberi makan sehat sehingga harus pakai susu. Berbisnis adalah cara mendapat penghasilan tambahan. Namun, kita juga harus realistis bahwa berbisnis juga mempunyai kerugian yang tidak kalah besarnya dengan keuntungan. Jadi, untuk safe-nya mempunyai pekerjaan tetap menjadi salah satu criteria utama untuk menghidupi manusia didalam suatu hubungan.Yang keempat, perbedaan umur anak dengan sang bapak. Jika sang bapak menikah pada umur dua puluhan, maka pada umur empat puluhan sang anak sudah bisa ngasih cucu. Lagi-lagi ini adalah logika sesat. Umur adalah sesuatu yang tidak bisa kita jadikan variable perbandingan pengamatan masa lalu dengan masa depan. Ada hal yang tidak dapat diukur oleh waktu, yaitu kematian. Lagipula, studi psikologi mengatakan, mempunyai anak di umur 30 jauh lebih responsible ketimbang mempunyai anak di umur 20-an. Sifat responsible tersebut sangat bergantung dengan pola mengasuh anak. Yang kelima, menikah membuat psikis menjadi stabil. Astaga, tidak ada jaminan menikah membuat seseorang dewasa mental. Banyak sekali kasus cerai di tahun 2014, dimana ada sekitar 100 orang mengajukan talak tiap bulannya. So, please think again!Yang keenam, orang dewasa yang tidak menikah adalah orang dengan dua ciri: terlalu banyak maksiat, atau kejantanannya perlu dipertanyakan. That is utterly stupid self-statement. Ada banyak motif mengapa orang malas menikah dan statemen tersebut tidak mewakili individu-individu tersebut.Yang ketujuh, penelitian yang membuktikan bahwa menikah membuat kaya. Ya memang, dalam hal menjunjung taraf hidup yang lebih baik demi menghidupi anak istri. Tapi untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah dan instan, bung. Coba tanyakan kepada orang tua, seberapa sering mereka berantem karena tidak punya uang untuk makan?Yang delapan, menikah membuat hidup lebih bahagia didunia dan diakhirat. Ya ampun, makin kacau saja ajakannya. Kebahagiaan itu tidak hanya berpatokan pada menikah dulu kok. Kebahagiaan hidup adalah sebagaimana menjalani hidup itu sendiri. Seperti nikmatnya bangun siang di hari libur Dan menikah menjamin kebahagiaan, oh coba kamu tanyakan pada seseorang yang baru saja bercerai? Tidak semua poin bisa saya jabarkan mengingat argumennya bersifat ajaran agama.Sehingga kesimpulan dari penjabaran yang panjang ini, adalah stop mengajak sesuatu yang belum pahami benar. Menikah itu bukan komitmen main-main seperti main rumah-rumahan. Dalam pernikahan ada dua hak dan kewajiban yang kadang saling bertentangan. Apalagi jika sudah punya anak, kehidupan pernikahan tidak lagi sesimple The Sims. Pernikahan butuh persiapan matang, mental maupun finansial. Menikahi seseorang hanya untuk menghindari larangan agama seperti dikejar deadline, dan itu menyebalkan. Bagaimana saya bisa mempercayai seseorang untuk menjadi bagian dari hidup saya dalam waktu yang singkat? Saya bahkan tidak tahu apa calon suami saya mempunyai tendensi psikopat. Karena pada umumnya manusia memperlukan waktu untuk mengenali dan mempercayai suatu pola perubahan dalam hidupnya.Jika ingin menikah, menikahlah dengan bertanggung jawab. Bukan hanya tanggung jawab janji Ijab Kabul, tapi juga janji seumur hidupmu untuk mempercayai pasanganmu sendiri. Karena menikah bukan hanya persoalan cinta saja bung