meningitis tb, dr. nurhayati, sp. p
DESCRIPTION
huhuhuhuTRANSCRIPT
BAB ILAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN- Nama : Ny. SN- Jenis kelamin : Perempuan- Tempat, tanggal lahir : Karawang, 30/11/1988- Usia : 27 tahun- Pekerjaan : Ibu rumah tangga- Pendidikan : SLTA- Agama : Islam- Status : Menikah- Alamat : Cicau, RT 07 RW 02, Karawang, Jawa Barat- Masuk Rumah Sakit : 13 Desember 2014- DPJP : dr. Johni Sinaga, Sp. P
ANAMNESIS :Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 16.00
WIB di Ruang Perawatan Cikampek, RSUD Karawang.
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri pada kepala bagian belakang sejak ±3 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pusing dan nyeri pada kepala bagian belakang dan nyeri menjalar hingga leher sejak ±3 minggu SMRS. Nyeri kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk, apabila pusing kepala terasa panas badan terasa lemas. Dua minggu sebelumnya pasien mengeluh mendadak demam tinggi serta mengalami penurunan kesadaran, keluhan kejang disangkal ketika terjadi penurunan kesadaran. Satu minggu SMRS pasien muntah-muntah, muntah menyembur, muntah disertai darah disangkal. BAB dan BAK tidak terdapat keluhan.
Menurut keterangan suaminya sebelumnya pasien tidak mau makan karena nyeri tenggorokan. Pasien juga sebelumnya mengeluh nyeri pada sendi dan otot.
Pasien selama ini tidak memiliki riwayat hipertensi, riwayat kolesterol, penyakit kencing manis, penyakit ginjal maupun riwayat stroke sebelumnya.
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat batuk – batuk sejak kurang lebih tiga bulan yang lalu, batuk tidak berdahak tetapi batuk berdarah. Pasien memiliki riwayat menderita infeksi paru atau memakan obat – obatan selama enam bulan tapi terputus. Riwayat infeksi telinga, sinus, dan gigi disangkal. Riwayat penurunan berat badan disangkal. Riwayat penyakit kencing manis, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Suami pasien menyangkal bahwa terdapat riwayat penyakit keluarga pada keluarga istrinya seperti penyakit hipertensi, kencing manis, penyakit jantung ataupun penyakit ginjal, namun di rumah bapak menderita sakit paru (TB).
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki riwayat kebiasaan merokok. Tetapi selama ini suami pasien adalah perokok kretek, dengan jumlah mencapai 1 bungkus dalam 1 hari sejak masih muda.
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter praktek dan didiagnosa thypoid, namun tidak kunjung membaik.
PEMERIKSAAN FISIKSaat di IGD ( 12 Desember 2014, 19.45)• Keadaan umum : Kontak inadekuat• Kesadaran : Compos mentis• Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 77 x/menit- Pernapasan : 29 x/menit - Suhu : - 0C- TD : 110/70 mmHg
PEMERIKSAAN FISIK (Bangsal, 15 Desember 2014)• Keadaan umum : Kontak inadekuat• Kesadaran : Compos mentis
2
• Tanda-tanda Vital :- Nadi : 92 x/menit, reguler. - Pernapasan : 28 x/menit - Suhu : 37,6 0C- TD : 100/70 mmHg
STATUS GENERALISStatus GeneralisKepala dan leher- Kepala : Normosefali, rambut hitam distribusi merata tidak mudah dicabut- Kulit : Sianosis (-), ikterik (-) efluoresensi (-)- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL (+/+),
RCTL (+/+)- Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-), deviasi septum (-),
pernapasan cuping hidung (-)- Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).- Mulut : Bibir kering (+), bibir simetris, sianosis (-)- Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-), JVP 5+2 cm
ThoraksParu▫ Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)▫ Palpasi : Tidak dapat dilakukan▫ Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru▫ Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung▫ Inspeksi : Iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra▫ Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra▫ Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
▫ Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen▫ Inspeksi : Bentuk datar▫ Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran▫ Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)▫ Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien,
tidak teraba
3
Ekstremitas
▫ Atas : Akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)▫ Bawah : Akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Follow Up: 1 6 /12/14
S: Nyeri kepala menjalar sampai leher (+)
O: Compos mentis, kontak inadekuat
TD: 110/70 HR: 110x/ menit RR: 20x/ menit S: 36,70C
Mata : KA (-/-), SI (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Jantung : BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, bentuk datar, BU(+) normal, defans muskular (-)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, oedem (-/-), sianosis (-/-), CRT < 3 detik
Follow Up: 1 7 /12/14
S: Nyeri kepala menjalar sampai leher (+), muntah (+) menyembur tidak ada darah, kaki lemas (+/+)
O: Compos mentis, kontak inadekuat
TD: 100/80 HR: 88x/ menit RR: 20x/ menit S: 370C
Mata : KA (-/-), SI (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Jantung : BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, bentuk datar, BU(+) normal, defans muskular (-)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, oedem (-/-), sianosis (-/-), CRT < 3 detik
4
STATUS NEUROLOGISKesadaran : Compos mentis
Rangsang Meningeal- Kaku Kuduk : (+)
- Kernig sign : Tidak ada tahanan/tidak ada tahanan
- Brudzinski I : (+)
- Brudzinski II : (-)
- Lasegue sign : Tidak ada tahanan/tidak ada tahanan
SARAF KRANIALN.I (Olfaktorius) KANAN KIRI
Daya pembau : tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan
N.II (Optikus) KANAN KIRI
Visus : tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan
Lapang pandang : tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan Funduskopi : tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan
5
N.III (Okulomotorius) KANAN KIRI
Ptosis : - -
Ukuran pupil : 4 mm 4 mm
Bentuk pupil : bulat (isokor) bulat (isokor)
Gerakan bola mata : Sulit dinilai
- Atas : - -- Bawah : - -- Medial : - -
Refleks cahaya
- Refleks cahaya langsung : + +- Reflek cahaya tidak langsung : + +
N.IV (Trokhlearis) KANAN KIRI
Gerakan mata ke medial bawah : sulit dinilai sulit dinilai
N.V (Trigeminus) KANAN KIRI
Menggigit : tidak dapat dinilai
Membuka mulut : tidak dapat dinilai
Refleks kornea : tidak dapat dinilai
N.VI (Abdusens) KANAN KIRI
Gerak mata ke lateral : sulit dinilai
N.VII (Fasialis) KANAN KIRI
Kerutan kulit dahi : tidak dapat dinilai
Lipatan nasolabialis : tidak dapat dinilai
Menutup mata : tidak dapat dinilai
Mengangkat alis : tidak dapat dinilai
Menyeringai : normal
Daya kecap lidah 2/3 depan : tidak dapat dinilai
6
N.VIII (Vestibulokokhlearis) KANAN KIRI
Tes rinne : tidak dapat dinilai
Tes weber : tidak dapat dinilai
Tes schwabach : tidak dapat dinilai
N.IX (glosofaringeus) & N.X (vagus) KANAN KIRI
Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dapat dinilai
Menelan : tidak dapat dinilai
Refleks muntah : tidak dapat dinilai
N.XI (Aksesorius) KANAN KIRI
Memalingkan kepala : tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu : tidak dapat dinilai
N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah : tidak dapat dinilai
Atrofi otot lidah : (-)
Fasikulasi lidah : (-)
MOTORIKKekuatan Otot : kesan hemiparese kanan
SENSORIKNyeri : Ektremitas Atas : tidak dapat dinilai
Ekstremitas Bawah : tidak dapat dinilai
Raba : Ektremitas Atas : tidak dapat dinilai
Ekstremitas Bawah : tidak dapat dinilai
Suhu : Ektremitas Atas : tidak dapat dinilaiEkstremitas Bawah : tidak dapat dinilai
FUNGSI VEGETATIFMiksi : baikDefekasi : baik
7
FUNGSI LUHURMMSE tidak dapat dilakukan
REFLEK FISIOLOGIReflek bisep : (+/+)Reflek trisep : (+/+)Reflek patella : (+/+)Reflek achilles : (+/+)
REFLEK PATOLOGISBabinski : (-/-)Chaddock : (-/-)Oppenheim : (-/-)Gordon : (-/-)
Dolls Eyes Movement (+/+) Refleks Pupil (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (12 Desember 2014)Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normalHEMATOLOGIHemoglobinHematokritLeukositTrombositBasofilEosinofilNeutrofilLimfositMonosit
9,827,95,333200074115
g/dL%
ribu/ulribu/ul
%%%%%
12,0-16,035,0-47,03,80-10,60150-440
0-11-3
40-7020-402-8
FUNGSI GINJALUreumKreatinin
8,90,3
mg/dLmg/dL
15,0 – 50,00,50 – 0,90
ELEKTROLIT DARAHNatriumKaliumKlorida
1274,35100
mmol/lmmol/lmmol/l
135 – 1453,5 – 5,698 – 108
DIABETESGlukosa Darah Sewaktu 96 mg/dl < 140
8
PEMERIKSAAN FOTO TORAKS
Px : Foto toraks PADeskripsi :- Jantung dalam batas normal (CTR < 50%)- Tampak bayangan berawan/nodular di kedua apeks paru- Terdapat corakan bronkovasular meningkatKesan : TB paru aktif
RESUME
Pasien datang dengan keluhan pusing dan nyeri pada kepala bagian belakang dan nyeri menjalar hingga leher sejak ±3 minggu SMRS. Nyeri kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk, apabila pusing kepala terasa panas badan terasa lemas. Dua minggu sebelumnya pasien mengeluh mendadak demam tinggi serta mengalami penurunan kesadaran, keluhan kejang disangkal ketika terjadi penurunan kesadaran. Satu minggu SMRS pasien muntah-muntah, muntah menyembur, muntah disertai darah disangkal.
Menurut keterangan suaminya sebelumnya pasien tidak mau makan karena nyeri tenggorokan. Pasien juga sebelumnya mengeluh nyeri pada sendi dan otot. Pasien memiliki riwayat sakit paru namun pengobatan tidak tuntas selama 6 bulan dan di rumah bapak pasien menderita sakit paru (TB).
9
Pemeriksaan FisikBerdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan :
• Keadaan umum : Kontak inadekuat• Kesadaran : Compos mentis• Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 92 x/menit, reguler. - Pernapasan : 28 x/menit - Suhu : 37,6 0C- TD : 100/70 mmHg
STATUS NEUROLOGIMotorik : Kesan hemiparese kananSensorik/vegetatif : Sulit dinilai/ BaikFungsi luhur : MMSE tidak dapat dilakukan
REFLEK FISIOLOGIReflek bisep : (+/+)Reflek trisep : (+/+)Reflek patella : (+/+)Reflek achilles : (+/+)
REFLEK PATOLOGISBabinski : (-/-)Chaddock : (-/-)Oppenheim : (-/-)Gordon : (-/-)
DIAGNOSA KERJA Meningitis e.c suspek bakteri tuberkulosa
PEMERIKSAAN ANJURAN Pemeriksaan BTA sputum Kultur sputum dan LCS Lumbal punksi CT scan kepala
PROGNOSISAd vitam : dubia ad bonamAd fungsionam : dubia ad bonamAd sanationam : dubia ad bonam
PENATALAKSANAAN
10
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm - Hepamax- Ceftriaxone 1x 1gr - Cefixime 2x1- Ranitidine 2x 1amp - Pamol 3x1- Kalnex 2x 1amp - Neuroprotektan : Citicolin 3x1 ampul- Rifampicin - Antibiotik : cefotaxime 2x 2gr- Pulna- Pirazinamid- Kortikosterid : deksametason
11
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Meningitis tuberkulosa adalah radang pada selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis
primer. Secara histologis meningitis tuberkulosa merupakan meningoensefalitis (tuberkulosa)
dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf.
Klasifikasi
Meningitis tuberkulosa terbagi menjadi empat jenis menurut klasifikasi patologi yaitu
sebagai berikut :
Tuberkulosis Milier yang menyebar
Jenis ini merupakan komplikasi dari TB Milier dimana infeksi primer dari paru – paru
menyebar langsung ke selaput otak secara hematogen. Keadaan ini terutama terjadi pada anak
dan jarang ditemukan pada dewasa. Pada selaput otak ditemukan adanya tuberkel- tuberkel
yang kemudian pecah dan terjadi peradangan difus dalam ruang subarachnoid. Tuberkel ini
juga terdapat pada dinding pembuluh darah kecil di hemisfer otak bagian cekung dan dasar
otak.
Bercak – bercak perkejuan fokal
Ditemukan adanya bercak – bercak pada sulkus dan terdiri dari perkijuan yang dikelilingi
oleh sel – sel raksasa dan epitel. Dari sini terjadi penyebaran ke dalam selaput otak. Kadang –
kadang juga terdapat bercak – bercak perkijuan yang besar pada selaput otak sehingga
menyebabkan peradangan yang luas.
Peradangan akut meningitis perkijuan
Jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai. Pada jenis ini terjadi invasi
langsung pada selpaut otak dari fokus – fokus tuberkulosis primer sehingga terbentuk
tuberkel baru pada selaput otak dan jaringan otak. Meningitis timbul karena tuberkel tersebut
pecah sehingga terjadi penyebaran kuman ke ruang subarachnoid dan ventrikulus.
12
Meningitis proliferatif
Perubahan proliferatif dapat terjadi pada pembuluh darah selaput otak yang mengalami
peradangan berupa endarteritis dan panarteritis. Akibat penyempitan lumen vaskuler tersebut
maka dapat terjadi infark otak.
Etiologi dan Faktor Risiko
Meningitis tuberkulosa tersering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis
hominis dan jarang oleh jenis bovinum atau aves. Penyakit ini sering ditemukan pada
penduduk dengan kondisi sosio – ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang mencukupi
kebutuhan sehari – hari, perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup
dan tinggal berdesakan, malnutrisi, higiene yang buruk, kurang atau tidak mendapatkan
imunisasi, dan lain sebagainya. Meningitis TB dapat terjadi pada semua kelompok usia
terutama pada anak usia 6 bulan – 4 atau 6 tahun.
Patofisiologi
Meningitis TB merupakan kejadian sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak.
Fokus primer biasanya ditemukan pada paru tapi juga dapat terjadi pada kelenjar getah
bening, tulang, sinus, traktus gastrointestinal, ginjal, dan lain – lain. Meningitis TB ini
merupakan bagian dari komplikasi akibat penyebaran TB paru.
Meningitis TB terjadi bukan sebagai akibat dari peradangan langsung pada selaput otak
oleh karena penyebaran hematogen, melainkan akibat pembentukan tuberkel – tuberkel kecil.
Tuberkel ini dapat ditemui pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang,
ataupun tulang. Tuberkel tersebut kemudian melunak dan pecah, selanjutnya akan masuk ke
ruang subarachnoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan difus. Secara mikroskopik
tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel di bagian lain dari kulit dimana terdapat
perkijuan sentral dan dikelilingi oleh sel raksasa, limfosit, sel plasma, dan dibungkus oleh
jaringan ikat sebagai penutup.
Penyebaran juga dapat terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan sekitar di dekat selaput otak, seperti proses di nasofaring, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, trombosis sinus kavernosus, atau spondilitis.
Penyebaran kuman dalam ruang subarachnoid akan menyebabkan reaksi radang pada
piamater dan arachnoid, CSS, ruang subarachnoid, dan ventrikulus. Akibatnya akan terbentuk
eksudat kental, serofibrinosa, dan gelatinosa oleh kuman dan toksin yang mengandung sel
mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblas. Eksudat ini tidak
13
hanya terkumpul pada ruang subarachnoid saja tapi juga berkumpul di dasar tengkorak.
Eksudat ini juga dapat menyebar melalui pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan
otak di bawahnya, menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen magendi, formane luschka
sehingga terjadi hidrosefalus, edema papil, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan
juga akan terjadi pada pembuluh darah yang berjalan dalam ruang subarachnoid yang berupa
kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga selain arteritis dan flebitis juga dapat
menyebabkan infark otak terutama pada bagian korteks, medula oblongata, dan ganglia
basalis.
Manifestasi Klinik
Stadium I (stadium inisial / stadium non – spesifik / stadium prodromal)
Stadium ini berlangsung lebih kurang 2 minggu – 3 bulan. Permulaan penyakit bersifat
sub akut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang ringan atau hanya dengan tanda
infeksi umum, muntah, tidak ada nafsu makan, murung, berat badan turun, lemas, sengeng,
tidur terganggu, dan gangguan kesadaran berupa apatis. Gejala tersebut lebih nyata terlihat
pada anak kecil. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, tidak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Gejala lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal, ditemukan adanya tanda rangsang
meningeal, seluruh tubuh menjadi kaku, terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan
intrakranial, ubun – ubun menonjol, dan muntah lebih hebat. Pada anak dijumpai meningeal
cry akibat nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif sehingga anak akan berteriak dan
menangis dengan nada yang khas. Kesadaran makin menurun dan dijumpai gangguan pada
nervus kranialis (II, III, IV, VI, VII, VIII). Pada stadium ini dapat terjadi defisit neurologik
fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak, dan rigiditas deserebrasi. Pada
funduskopi ditemukan atrofi N.II dan koroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang tampak
seperti busa berwarna kuning dan ukurannya sekitar setengah diameter papil.
Stadium III (koma / fase paralitik)
Pada stadium ini suhu mulai tidak teratur dan semakin tinggi akibat terganggunya
regulasi pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur, dapat ditemukan nafas tipe
kussmaul atau cheyne – stokes. Gangguan miksi berupa retensi urin atau inkontinensia urin.
Adanya gangguan kesadaran yang makin menurun sampai koma yang dalam.
14
Diagnosis
Anamnesis
Adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran, adanya riwayat kontak dengan
penderita TB, adanya gambaran klinis yang sesuai dengan stadium meningitis TB.
Pemeriksaan Fisik
Hasil dari pemeriksaan fisik tergantung pada stadium penyakit. Kaku kuduk biasanya
tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari dua tahun.
Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin biasanya dilakukan pada bayi dan anak kecil untuk screening tuberkulosis.
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah : biasa ditemukan anemia ringan dan peningkatan laju endap darah.
- CSS dengan cara pungsi lumbal : secara makroskopik akan terlihat jernih dan kadang
sedikit keruh atau ground glass appearance (apabila CSS didiamkan akan terjadi
pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba- laba), jumlah sel antara 10 – 500/ml dan
kebanyakan limfosit, kadar glukosa rendah antara 20 – 40mg%, dan kadar clorida dibawah
600mg%.
Pemeriksaan Radiologi
- Foto toraks : adanya gambaran tuberkulosis.
- EEG : ditemukan adanya kelainan yan difus atau fokal.
- CT Scan Kepala dan MRI : awalnya normal pada stadium awal, kemudian akan
ditemukan enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai
dengan tanda edema otak atau iskemia fokal dini, dapat juga ditemukan tuberkuloma di
korteks serebri atau talamus.
Tatalaksana
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.
Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:
15
Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.
Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan pada terapi meningitis tuberkulosis:
IsoniazidBersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan
ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid.
RifampisinRifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg.
PirazinamidPirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan
dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 μg / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid
16
sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg .
StreptomisinStreptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular
pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug resistent-tuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 μg / ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat .
EtambutolEtambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika
diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan .
Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total Regimen : RHZE / RHZS
17
Nama Obat DOSIS
INH Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari+ piridoksin 50 mg/hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari
Streptomisin 20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan
Etambutol 25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertamaDilanjutkan 15 mg/kgBB/hari
Rifampisin Dewasa : 600 mg/hari Anak 10-20 mh/kgBB/hari
Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak. Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak
Steroid diberikan untuk: Menghambat reaksi inflamasi Mencegah komplikasi infeksi Menurunkan edema serebri Mencegah perlekatan Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi Steroid : Kesadaran menurun Defisit neurologist fokal
Dosis steroid :Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2
minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan. Prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen.
Komplikasi
Komplikasi yang menonjol dari meningitis tuberkulosa adalah gejala sisa neurologis
(sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori
ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan
18
ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Gangguan intelektual terjadi pada 2/3 pasien yang
hidup.
Prognosis
Prognosis berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi.
Semakin lanjut tahapan klinis maka semakin buruk prognosis. Apabila tidak diobati sama
sekali penderita meningitis TB dapat meninggal dunia dalam waktu 6 – 8 minggu. Prognosis
juga dipengaruhi oleh umur. Anak di bawah usia tiga tahun dan di atas 40 tahun memiliki
prognosis yang lebih buruk.
BAB III
19
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 27 tahun sejak tanggal 13 Desember
2014 di RSUD Karawang dengan keluhan utama mengeluh nyeri pada kepala bagian
belakang sejak ±3 minggu SMRS. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien mengeluh pusing dan nyeri pada
kepala bagian belakang dan nyeri menjalar hingga leher sejak ±3 minggu SMRS. Nyeri
kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk, apabila pusing kepala terasa panas badan terasa
lemas. Dua minggu sebelumnya pasien mengeluh mendadak demam tinggi serta mengalami
penurunan kesadaran, keluhan kejang disangkal ketika terjadi penurunan kesadaran. Satu
minggu SMRS pasien muntah-muntah, muntah menyembur, muntah disertai darah disangkal.
BAB dan BAK tidak terdapat keluhan. Menurut keterangan suaminya sebelumnya pasien
tidak mau makan karena nyeri tenggorokan. Pasien juga sebelumnya mengeluh nyeri pada
sendi dan otot.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis dengan GCS 15
(E4M5V6), ronkhi +/+ di apeks kedua paru, tanda rangsang meningeal (+), peninggian
tekanan intrakranial (-). Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan pupil isokor dengan
diameter 4mm/4mm, refleks cahaya +/+, doll’s eye manouver (+), sensorik sulit dinilai,
motorik didapatkkan kesan hemiparese kanan, refleks fisiologis ++/++, dan refleks patologis
-/-.
Pada pemeriksaan rontgen foto toraks didapatkan jantung dalam batas normal (CTR <
50%), tampak bayangan berawan/nodular di kedua apeks paru, dan terdapat corakan
bronkovasular meningkat dan memberi kesan suatu gambaran adanya penyakit TB paru aktif.
Penatalaksanaan umum yang diberikan pada pasien ini berupa elevasi kepala, IVFD
NaCl 0,9%, pasang NGT, dan pemasangan kateter. Penatalaksanaan khusus yang diberikan
adalah injeksi ceftriaxon, dexametason, dan ranitidin, serta pemberian paracetamol. Pasien ini
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan BTA Sputum, Kultur sputum dan LCS, Lumbal
Punksi, dan CT Scan Kepala.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang ditegakkan diagnosa kerja Meningitis Tuberkulosa, dengan diagnosis banding esefalitis.
BAB IV
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition,
Mcgraw-Hill.
2. Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors’ Principles of Neurology,
Eight Edition, McGraw-Hill.
3. Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL:
http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html
4. Ellenby, M., Tegtmeyer, K., Lai, S., and Braner, D. 2006. Lumbar Puncture.The New
England Journal of Medicine. 12 : 355 URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
5. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL:
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
6. Japardi,I. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
7. Quagliarello, VJ., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New
England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
8. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL:
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503
21