menjadi diri sendiri

63
Isi @Bintang dan Rokok 17 Agustus 2002, dini hari. Di sebuah kamar di jalan Duntroon Street, Hurlstone Park Sydney. Aku diam. Hati adalah sebuah dunia yang berputar seperti siklus dimana ruang dan waktu tidak pernah berganti dengan cepat. Hanya berputar dan berputar. Berefolusi sedikit-sedikit. Di kamar itu yang kutahu hanya, aku kecewa, di cap sebagai orang Cina-Indonesia. Ingin aku dilahirkan sebagai orang lain di situasi lain tetapi masalah lain akan tetap muncul. Kutahu yang salah bukan Indonesia, bukan pula karena aku keturunan Cina. Yang masih dapat disalahkan hanya tempat dan waktu. Aku berjuang, berpikir mencari suatu situasi dimana aku bisa lepas dari semua ini. Dimana aku dapat membuktikan kepada dunia aku tidak bersalah karena percampuran ras itu. Aku hanya dapat berpikir dan berpikir, tak peduli harus mengorbankan segala yang kupunya. Dan sebuah kalimat itu datang hanya sebagai nostalgia yang sekedar lewat. Angan angan saat aku ngobrol dengan saudara korea ku itu. “Dunia yang paling sempurna bagiku adalah dunia dimana aku tidak perlu menjadi warga negara dari suatu bangsa atau sebaliknya menjadi warga negara dari seluruh negara, warga dunia.” (“warga dunia” I am citizen of the world, Sebuah kata yang tertulis di batu nisan presiden Kennedy) Aku mengambil rokokku di laci dan menggotong teleskopku ke teras rumah. Aku ditemani rokok dan bintang. Dimana bagiku dua benda ini mempunyai tempat khusus di kalbuku. Bagiku, sebatang rokok adalah teman sejati yang meneranggi pikiran dengan asapnya yang menghanyutkan. Mengingatkan aku akan lagu lilin-lilin kecil yang pernah kudengar di acara perpisahan di akhir SD kelas 6. Dimana nyalanya menghangatkan tetapi secara perlahan melebur dirinya - Menjadi Diri Sendiri- 1

Upload: indra-sangian

Post on 05-Feb-2016

32 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pengembangan diri

TRANSCRIPT

Page 1: menjadi diri sendiri

Isi

@Bintang dan Rokok

17 Agustus 2002, dini hari. Di sebuah kamar di jalan Duntroon Street, Hurlstone Park Sydney. Aku diam.

Hati adalah sebuah dunia yang berputar seperti siklus dimana ruang dan waktu tidak pernah berganti dengan cepat. Hanya berputar dan berputar. Berefolusi sedikit-sedikit.

Di kamar itu yang kutahu hanya, aku kecewa, di cap sebagai orang Cina-Indonesia. Ingin aku dilahirkan sebagai orang lain di situasi lain tetapi masalah lain akan tetap muncul. Kutahu yang salah bukan Indonesia, bukan pula karena aku keturunan Cina. Yang masih dapat disalahkan hanya tempat dan waktu.

Aku berjuang, berpikir mencari suatu situasi dimana aku bisa lepas dari semua ini. Dimana aku dapat membuktikan kepada dunia aku tidak bersalah karena percampuran ras itu. Aku hanya dapat berpikir dan berpikir, tak peduli harus mengorbankan segala yang kupunya.

Dan sebuah kalimat itu datang hanya sebagai nostalgia yang sekedar lewat. Angan angan saat aku ngobrol dengan saudara korea ku itu. “Dunia yang paling sempurna bagiku adalah dunia dimana aku tidak perlu menjadi warga negara dari suatu bangsa atau sebaliknya menjadi warga negara dari seluruh negara, warga dunia.” (“warga dunia” I am citizen of the world, Sebuah kata yang tertulis di batu nisan presiden Kennedy)

Aku mengambil rokokku di laci dan menggotong teleskopku ke teras rumah. Aku ditemani rokok dan bintang. Dimana bagiku dua benda ini mempunyai tempat khusus di kalbuku.

Bagiku, sebatang rokok adalah teman sejati yang meneranggi pikiran dengan asapnya yang menghanyutkan. Mengingatkan aku akan lagu lilin-lilin kecil yang pernah kudengar di acara perpisahan di akhir SD kelas 6. Dimana nyalanya menghangatkan tetapi secara perlahan melebur dirinya sendiri. Ku percaya seebatang rokok ini lebih setia karena hanya meneranggi pikiran si pemakainya. Malam ini aku ditemani favoritku Dunhill dengan kadar tar 4 milligram.

Bintang adalah pengharapan yang tak pernah usai akan mimpi. Mengingatkan kita akan kebesaran ilahi pencipta jagat raya. Batinku tak tahan untuk memohon sebuah kado kecil dari Nya. Dia yang maha mampu itu. Sebagai penganut agama Katolik, aku pernah belajar caranya berdoa,"Dalam nama bapa, dan putera dan roh kudus, amin. Tuhan Yesus di hari yang istimewa ini aku ingin memohon sebuah permohonan kepadamu. Aku ingin mati dalam hidupku yang sekarang ini. Bunuh aku. Dan lahirkan aku kembali sebagai manusia yang tidak menjadi warga negara dari suatu bangsa, Atau lahirkan aku dimana aku menjadi warga negara dari semua bangsa yang ada di dunia. Berikanlah aku pengharapan, petunjuk dan tanda supaya aku tidak putus asa untuk menunggu. Dalam nama tuhan Yesus aku berdoa. Amin. Dalam nama bapa dan putera dan roh kudus, amin.

Aku tidak langsung pergi tidur seperti malam sebelumnya. Aku menunggu seperti Estragon dan Vladimir yang menunggu datangnya Godot. Aku melihat ke satu posisi

-Menjadi Diri Sendiri-1

Page 2: menjadi diri sendiri

langit mengharap tanda dalam pengharapan. Bintang jatuh itu melesat cepat. Aku tersenyum.Dan apa yang kutulis di buku ini adalah pesan mimpiku di tidurku.

Mari membuka pengalaman lalu.

-Menjadi Diri Sendiri-2

Page 3: menjadi diri sendiri

Air Putih

Di sebuah café di Kemang. Hari itu panas terik, keringat bercucuran. Aku pergi ke toko buku Aksara untuk mengontrol buku. “Berapa ya buku pertamaku yang sudah laku terjual?”Kahyalku. Mamat sopir pribadiku memarkir mobil dan aku masuk melalui pintu depan.

Dengan bersemangat aku bertanya ke meja kasir,” Tolong tanya, buku saya yang saya taruh di toko buku ini sudah laku berapa?” Dan ternyata belum banyak. Ya, udah semangat ternyata belum banyak yang laku, pikirku.

Karena kehausan, aku naik ke lantai dua di gedung yang sama, dimana omm ku membuka restorannya. Pintu dibukakan oleh dua orang pelayan restoran yang sudah aku kenal sebelumnya. “Vincent, tuan bilang kalau Vincent datang ke sini diminta memesan makanan.”kata si pelayan. “Boleh lihat menunya?”Saya katakan. Ia lalu menyajikan menu.

Saya pura-pura diam dan tidak lama,”Saya pesan satu mineral water.” “Ada yang lain.” ”Itu saja untuk saat ini.”

Pelayan itu pergi untuk menyiapkan air putih. Ketika datang kembali membawa air putih kembali ia bertanya,”Tidak ada pesanan yang lain?” “Takut saya lihat harganya. Satu hari gajimu, dua hari, hanya dalam sesendok makanan yang kau sajikan. Thankyou ya air putihnya. Bill nya berapa” “Ah…. Nga usah bayar. Hanya air putih. Khan tuan William sudah katakan kalau Vincent datang nga usah bayar. Makan gratis.” Lalu saya pergi.

Ternyata cerita secangkir air putih ini diceritakan oleh si pelayan kepada tuannya. Setelah itu oom ku itu makin hari makin baik ke saya. Isterinya dan anaknya pun makin perhatian dan menghargai saya sebagai manusia yang masih punya rasa malu.

Kesimpulan

Malu mendapat makanan gratis sudah menjadi hal langka di indonesia. Orang indonesia sudah terdidik untuk tidak punya rasa ,malu.Orang indonesia secara umum sudah lupa untuk menghargai pegawai dengan gaji rendah seperti misalnya pelayan restoran.Sebagai bangsa yang pernah terjajah, sebagian besar rakyat indonesia mempunyai prinsip menginjak ke bawah, menyikut ke samping dan menjilat ke atas.

-Menjadi Diri Sendiri-3

Page 4: menjadi diri sendiri

Anak pantai

Salah satu cara orangtuaku mengajar anak-anaknya untuk menghargai orang yang kekurangan adalah dengan pergi ke pantai Anyer, sebuah obyek wisata pantai di pantai barat jawa, selat sunda.

Sejak hotel “Sol Elite Marbella”(Hotel bintang lima di kawasan pantai Anyer) dibangun hingga sekarang, kami selalu menyempatkan diri untuk pergi ke sana. Kalau orang lain mungkin katakan bosan, tetapi bagi keluarga kami tidak ada kata bosan untuk pergi ke pantai ini. Mungkin karena kami merasa punya keluarga di sana.

Sejak pertama kali kami pergi ke hotel ini (lima sampai enam tahun yang lalu), orangtuaku selalu menjadikan liburan menjaadi sarana untuk mahami hidup masyarakat kecil. Kami juga ingin merubah pandangan mereka mengenai keegoisan orang kaya. Paling tidak, biar mereka mengetahui bahwa tidak semua orang kaya itu buruk sifatnya, seperti yang mereka bayangkan. Supaya mereka tahu bahwa manusia ditentukan bukan dari kekayaannya tetapi pribadinya.

Biasanya selama tiga hari di pantai itu waktu saya, papa saya, dan adik saya habiskan dengan bermain papan selancar. Mama saya sendiri duduk di warung-warung di pinggir pantai.

Pada sore harinya mama saya selalu masak ayam goreng tepung atau pisang goreng tepung untuk dibagikan kepada anak-anak dan pedagang asongan di pantai tsb. Seluruh keluarga saya yang biasanya tinggal di rumah mewah itu tiba-tiba berubah menjadi pedagang ayam goreng kagetan. Hal yang menarik yang saya rasakan, ternyata kebanyakan anak-anak miskin yang bekerja di pantai itu hampir belum pernah makan ayam. Mereka bercerita bahwa di rumahnya mereka memelihara ayam, tetapi tidak pernah menikmati karena jika sudah besar, ayamnya dijual ke pasar. Hal itu jelas terlihat ketika suatu hari mama saya memasak pisang goreng yang dibumbui dengan tepung kentucky. Mereka dengan senyum bertanya,”Ayam goreng ya tante.” Dengan wajah gembira tetapi ketika mereka sadar itu pisang goreng wajah merekaa berubah muram.

Malam hari aku berkeliling loby hotel. Aku mengenakan pakaian sederhana tanpa alas kaki berkeliling hotel dengan santai. Dan yang selalu terjadi, semua orang memandangku seperti selebriti, tetapi bukan memandang kagum, tetapi memandang rendah karena bajuku kalah bagus dengan mereka.

Dan setelah malam larut, aku datang ke warung-warung di sepanjang pantai tempat mereka tidur. Aku membawa selusin indomi kuah rasa soto mie. Kami memasak air dengan panci pinjaman dari salah satu warung dan menuangkannya dengan hati-hati langsung ke plastiknya. Dan setelah sedikit dingin, kami mencuci tangan dengan ombak yang tidak pernah berhenti menerpa, memakan mie langsung dengan tangan.

Anda mungkin mengatakan, Najis, Jorok, makan mie pakai tangan. Tetapi kalau anda coba suatu hari, mungkin anda akan mengerti kegembiraan tersendiri yang bisa didapatkan dari situ. Kegembiraan saat makan bersama dengan manusia polos yang belum dinodai dengan kekotoran kota Jakarta.

-Menjadi Diri Sendiri-4

Page 5: menjadi diri sendiri

Di suatu hari yang berbeda, saat nenekku baru meninggal. Kami mengumpulkan uang hasil sumbangan yang cukup besar dan kami rencanakan untuk dibagikan di pantai tersebut paket alat sekolah. Sore-sore dengan dibantu beberapa anak pantai, mama mulai membagi paket sumbangan tersebut.

Sementara sumbangan dibagikan saya istirahat dari berenang karena kepanasan. Beberapa anak pantai yang saya kenal menawarkan payung besar kepada saya,”Jack, gratis jack, kita kan teman. Daripada kepanasan, duduk nih di bawah payung gw yang gw sewakan.” Saya mengatakan kepadanya saya akan bayar. Tetapi ia tolak dengan paksa.

Karena merasa sungkan, saya juga mempersilahkan mereka duduk di bawah payung tersebut. Mereka duduk. Kami bersama-sama membuat rumah rumahan dari pasir untuk mengusir rasa bosan.

Tiba-tiba, saya tak sengaja memperhatikan ke arah tempat dimana mama saya membagikan jatah alat sekolah gratis. Saya melihat banyak anak yang saya ketahui menginap di hotel yang sama ikut berbaris mennunggu jatah sumbangan.

Saya ajak anak pantai yang duduk di bawah payung bersam saya untuk memperhatikan. Saya katakan kepada mereka yang sedikit emosi untuk menahan emosinya. Saya katakan,”Kalian bisa miskin, tetapi hargadiri itu lebih mahal daripada setumpuk buku tulis yang harganya kurang dari Sepuluh Ribu Rupiah. Biarkan mereka yang mampu menginap di hotel mewah dengan tarif Satu juta semalam untuk menjual harga dirinya seharga Sepuluh Ribu. Menjual hargadirinya dengan berkata, tante, saya orang miskin, sumpah saya orang miskin. Berbangalah kalian yang masih punya hargadiri. Selain itu kamu ingat buku itu dari uang sumbangan orang mati. Biar kualat aja. Sudah daripada kesal saya ambil mie kuah Indomie di kamar hotel. Kalian yang masak air. Supaya kalian dapat dengan nyaman nonton harga diri orang kota yang hanya sebatas selembar sepuluh ribu. Saya ke kamar dulu ya.” Lalu saya mengambil mie rebus di kamar hotel.

Kami bersama makan mie rebus di dalam kantongnya. Meskipun kotor-kotor sedikit saya rasa oke saja.

Di waktu yang sama saya lihat anak-anak itu pergi ke orangtuanya sambil membawa jatah buku gratis, “Ma, pa dapat buku gratis nich. Anak mama pinter khan.” Mamanya juga memberi semangat,”Ia pinter anak mama. Siapa dulu, anak mama.”

Dan ketika mereka memandang saya dan teman-teman, mereka mengatakan kepada anaknya,” Lihat dech. Jorok makan mie pakai tangan. Di plastiknya lagi.”

-Menjadi Diri Sendiri-5

Page 6: menjadi diri sendiri

Komunis di Ausi

Seorang yang baru mendaftar asuransi bersemangat untuk menikmati tunjangannya. Seorang yang baru beli mobil pamer naik mobil barunya dengan bangga.Seorang yang terkekang mendapat kebebasannya, dan ia ingin mencoba menggunakan kebebasan itu. Kebebasan untuk mempelajari pendapat dari negara lain yang tidak ditemukan di negaranya.

Seorang muda dari Sussec ST Berjalan ke George ST. Lalu membelok ke Campbell ST. Menyelusuri perempatan demi perempatan. Bejalan di trotoar di bawah papan-papan reklame tempat pelacuran.

Ia berjalan... Sampai melalui kolong jembatan rel kereta. Dan ia lihat kembali catatannya...

"Pantas saja banyak papan reklame pelacuran... Daerah Surry Hills..." Pikirnya...

Lalu ia lanjutkan kembali berjalan... Ia temukan sebuah ruko kecil, tua, dekil seperti tidak ditempati. Di sampingnya temat tempat pertokoan yang rapi.

Ia menekan bell... Dan berkata di mic di dekat bell," Yang telepon kemarin sore."

"Silahkan masuk",ia dengar...

Si pemuda mengatakan;"Aku Indonesia... Aku tidak akan meninggalkan jejak karena kau adalah komunis. Aku ke sini bukan mau bergabung atau sependapat. Aku ke sini karena perbedaan pendapat dan pandangan. Aku hanya mau dengar bagaimana si komunis bercerita sejarah. Aku suka sejarah karena sejarah adalah permainan yang mudah dibalik-balik..."

Langkahnya dan saat itu juga ia masuk ke dalam gedung... Suara kayu lapuk yang kuinjak benar-benar terdengar... sangat bersahaja mereka, ia katakan...

Setelah kopi disajikan, Si pemuda dan pria komunis berdebat panjang. Di satu waktu si pria komunis ini bercerita mengenai sejarah keluarganya. Kakeknya adalah orang kaya di Warsawa. dan dengan bangga ia katakan pada masa sebelum ia lahir dengan sukarela sang kakek membagi semua hartanya kepada orang di jalan. Bahkan anak dan cucunyapun tidak sekolah tinggi karena semua uang habis dibagi-bagi.

Si Pemuda tertawa (dalam hati).

Di alam pikirannya... Pemerintah Rusia merampas harta sang kakek dan membagikannya ke orang kecil. dan semua anak masuk sekolah versi rusia. Mereka terdidik untuk bangga akan kesetaraan penduduk negara komunis. Mereka tidak tahu kalau sang kakek menangis...

Si Pemuda lihat lihat program kerja dan sasaran mereka. Mereka memang sosialis. tetapi sosialis mereka hanya sebatas masalah hak azasi manusia... Masalah pengungsi dan sejenisnya. Kulihat mereka juga sejalan dengan greenpeace mengenai alam, tetapi aku tidak lihat komunis seperti Rusia. Komunis di negara kangguru ini tidak lagi berusaha

-Menjadi Diri Sendiri-6

Page 7: menjadi diri sendiri

menumbangkan pemerintah seperti nenek moyangnya. Aku tanya mengenai agamanya. ia bilang ia kristen ortodoks.

Si Pemuda melihat bendera palu arit mereka di tembok, Si Pemuda bertanya dalam hati,"Mereka komunis atau korban sebuah versi sejarah... Mereka sama lucunya seperti orang pembenci komunis yang tidak tahu apa itu komunisJuga seperti orang komunis yang tidak mau dituduh komunis. Mereka hanya mengenang sejarah.”

Dan malam, di hari yang berbeda Si pemuda bertanya pada teman sekamarnya orang RRC,” Bagaimana keadaan politik di RRC?” Ia jelaskan,” Negaraku adalah negara kapitalis dalam ekonominya tetapi negara diktator dalam pemerintahannya. Banyak partai politik tetapi semua tidak menentukan apa-apa.” Vincent kembali bertanya,"Lalu, apa keyakinnanmu?" Ia jawab,"Sience.Aku percaya sience karena semua dapat dibuktikan..." Si pemuda memperjelas,"Agama yang kumaksut!!!" Mereka saling membantah dan bertengkar dalam kata....

Meski demikian, si pemuda tahu seperti Komunis yang mengadopsi kapitalis, atau seperti Australia yang mengadopsi komunis, mereka hanya mengatakan komunis dan kapitalis sebagai cap semata. Bukan sesuatu jalan hidup mutlak.

-Menjadi Diri Sendiri-7

Page 8: menjadi diri sendiri

Auistralia Jelajahi Keindahannya

Naik Kereta Api"Naik kereta api tuuut tuuut tuuut siapa hendak ikut..."

Pas saya kecil saya inget ada lagu naik kereta api. Kereta api di masa kanak-kanak saya dan saat saya masih di Jakarta adalah sesuatu yg unik dimata saya. Sepeti halnya pesawat terbang.

Ketika sampai di Sydney saya merasa hebat setiap hari bisa naik kereta api, berAC, dua tingkat lagi...

Dan yang paling saya ingat mengenai benda mati yg bernama kereta api adalah suaranya. Mungkin karena jarak kamar tidurku ke rel kereta hanya dua puluh langkah...

Aku menemukan satu hal yang dilupakan orang saat naik kereta. Di Sydney kereta menggunakan tenaga listrik dari kabel yang melayang di atas rel. Dan saat kereta berjalan aku mendengar suara jeritan itu. Jerit gesekan kabel dan jerit gesekan rel dengan roda.

Dan setiap saat mendengar jeritan itu, aku dan semua orang hanya duduk dengan santai. Menunggu bosan.

Baru seminggu terakhir aku menghayati jeritan itu. Aku menyadari bahwa untuk kemajuan dan moderenisasi harus ada yang terlindas dan terkikis. Betapa hebatnya negara maju seperti australia mengkalmuflase permasalahan ini.

Tidak seperti negaraku dimana kebobrokan bangsa disebarluaskan ke segala penjuru dengan semangat nasionalisme. Menghina bangsa sendiri dengan kedok untuk nama rakyat. Dimana kebanyakan tokoh pembela rakyat sehingga lebih banyak yang palsu daripada yang asli. Mereka tidak tahu bahwa membeberkan kejelekan bangsa sama dengan menelanjangi diri sendiri.

Suatu negara yang katanya ingin melawan perbedaan kaya dan miskin tetapi malah membuat perbedaan itu semakin nyata. Dimana mayoritas tokoh pembela rakyat membela rakyat hanya karena sama-sama menderita. Mereka membela rakyat dengan membuat kelomok-kelompok yang menyuarakan semangat untuk membela rakyat kecil dan mengatakan kepada semua bahwa mereka wakil dari tukang becak, kuli bangunan, sampai petani. Menyatukan kaya dan miskin atau malah ingin membedakannya? Dimana jika ada orang yang bersedia membantu maka secara tidak langsung harus bersedia diperas finansialnya secara paksa, dengan nama rakyat dan semua itu hanya dinikmati oleh tokoh-tokoh tersebut. Bukan rakyat! Perlukah pemula sepertiku ini mencontohkan kepada kalian dengan menyatakan semua yang kulakukan hanya untuk diriku sendiri? Bukan untuk rakyat!

Aku jadi ingat ketika NAZI berhasil mendongkrak harga diri bangsa sedemikian tinggi, meskipun kurang tarik ulur sehingga kebablasan sombongnya. Lalu membantai yahudi.

-Menjadi Diri Sendiri-8

Page 9: menjadi diri sendiri

Atau seperti Australia yang berhasil mengangkat harga dirinya dari bangsa tawanan dan budak menjadi negara maju seperti saat ini, meski dengan kesalahan yang sama yaitu kurang rem atas kesombongan.

Ketika datang bersama kapten Cook-nya dengan sombong mereka katakan Australia adalah tanah kosong ‘An empty land’. Mengkategorikan suku aborigin sebagai ‘Sub-human’ satu kelas di atas monyet. Membantai ratusan ribu bahkan jutaan dari mereka tanpa hukum. Menyebar wabah, Sehingga tingkat kematian mereka 300 kali dibandingkan rata-rata tingkat kematian kulit putih. Mati hanya karena penyakit-penyakit yang dapat dihindari.

Tidak menuliskan nama mereka sebagai pahlawan karena mereka tidak dikategorikan manusia. Merampas secara paksa anak-anak hasil kawin campur orang kulit putih dan aborigin hanya karena menganggap mereka salah untuk dilahirkan. Mereka lupa bahwa sebelum inggris ada, bahkan sepuliuh ribu tahun sebelum Piramid berdiri Aborigin sudah melukis di dinding-dinding gua.

Melakukan percobaan bom atom pada daerah dekat pemungkiman Aborigin, daerah yang mereka katakan kepada dunia sebagai daerah tanpa manusia. Dan si Aborigin hanya menjadi tontonan para ilmuan.

Polisinya menculik dan membunuh Atlet Aborigin ‘the dead of rugby league player Eddy Murray’. Dan atlet-atlet muda berusia sembilan tahun bunuh diri hanya karena di cap bukan manusia tanpa kesempatan untuk membuktikan bahwa ia manusia.

Diskriminasi dan rasisme ala negri kangguru ini tidak hanya terbatas pada kaum aborigin tapi juga terhadap ras kulit berwarna lainnnya (non white). Aussie selalu membanggakan dirinya sebagai bangsa yg adil dan pembela hak2 asasi manusia, yg anti rasisme. Padahal sampai sekarang pun aussie masih sering berlaku diskriminatif terhadap orang2 Asia. Seorang kawanku, sebut saja “R” mengalami sendiri perlakuan diskriminatif ini di tempat kerjanya. Kalau yg belaku malas orang Asia langsung di kick out, tapi kalo bule sudah seenak jidat dan perut masih dibela. Semata karena sesama bule. So much for Aussie fairness and fair go. This comes down to Bullshit! Mate!!!

Menurut “R”, seorang supervisornya dari Amrik sampai surprise akan olok2 yg berbau rasis di office. Racist slur. Dia bilang hal ini tidak akan terjadi di negrinya karena bisa dituntut ke meja hijau sebagai perlakuan diskriminatif. Sudah saatnya Aussie bercermin. Jangan sok menjadi pahlawan kesiangan yg membela hak asasi dan mengkritik rasisme di negara lain tapi menutup mata di negri sendiri. Di Amrik saja yg secara geografis jauh dari Asia sudah ada 2 orang menteri beras Asia. Di Hawaii pun sudah beberapa kali gubernur keturunan Asia. Di Washington state pun gubernurnya keturunan Cina, Kepala Staff AD dari super power ini pun seorang keturunan Jepang. Bagaimana dengan negri kangguru?! Padahal aussie sibuk menjalin hubungan dengan Asia dan sok welcome with Asian money ( well they might want Asian money but look down toh Asians ) Action speaks louder than words. Mr Howard it is time for you and your country men and women to face reality. Hentikan hipokrasi kalian. Ajak orang Asia dan minoritas lainnya untuk berpartisipasi lebih di pemerintahan dan bidang2 lainnya.Don’t just talk the talk but walk the walk. Dalam hal ini Aussie boleh belajar dari Uncle Sam. Bukan berarti adikuasa ini perfect. Far from it! Tapi paling tidak ia menyadari kesalahan masa lalunya

-Menjadi Diri Sendiri-9

Page 10: menjadi diri sendiri

dan melakukan langkah nyata untuk masa kini. Australia, jangan hanya bisa NATO(No action talk only). OK mates ???

Maka dari itu sebagai bangsa yang direndahkan saya kira kita perlu belajar untuk mengangkat harga diri kita sebelum belajar mengkritik para koruptor. Mengangkat harga diri bangsa dengan membuka kebobrokkan bangsa lain yang belum terjamah. Bukan suatu tindakan yang salah?

Sehingga kita tahu kita masih lebih baik. Supaya si koruptor tahu, malu untuk berkorupsi. Bagaimana kita malu saat menyadari bahwa kita telanjang, jika mata kita sama dengan binatang yang merasa telanjang itu adalah suatu hal yang umum?

Aku jadi ingat akan uang satu dolar yang aku sisihkan untuk mesin daur ulang sampah yang bernama manusia. Keadaan Sydney lebih moderen dari kota kelahiranku, tetapi yang kutahu polarisasi sosialnya mungkin lebih buruk dari jakarta. Manusia di negara ini mengangkat derajatnya dengan menginjak manusia lain, di tempat yang sama.

Hari itu manusia si mesin pendaur ulang sampah kencing melalui selang ke kantong kencing yang dibawanya. Berdiri tepat di depan temanku yang sedang menikmati makan siangnya. Sebuah kursi panjang di depan Grace Bros (Salah satu depstore termewah di Sydney). Dimana temanku muak dan muntah-muntah lalu dengan bahagia si pendaur ulang sampah mendaur ulangnya. Di tempat itu juga.

Ketika kulihat manusia memakan sampah (sisa makanan dan rokok bekas). Saat itu aku ada di dalam pusat perbelanjaan mewah. Juga kulihat orang membawa papan bertuliskan "Tidak punya tempat tinggal dan pekerjaan". Dan orang cacat yang memukuul mukul alat musik mainan anak-anak dengan nada yang menyedihkan.Aku tersentuh.

Banyak temanku yang merasa iri aku sekolah ke Australia. Tapi bagiku Australia adalah cermin dari korban Persaingan Bebas manusia VS manusia. Manusia yang merasa derajatnya rendah, mengangkat derajatnya dengan merendahkan derajat manusia lain.

Pusat perbelanjaan mewah dan pendaur ulang sampah, Si Manusia. Bagiku itulah caranya menggambarkan.

"Australia jelajahi keindahannya....."

-Menjadi Diri Sendiri-10

Page 11: menjadi diri sendiri

Di Sydney Kutunggu Tuanku yang baru

Belajar bahasa Inggris memang susah kalau hanya di atas kertas. Apalagi untuk anak sepertiku. Tipe anak yang bercita-cita di bidang tulis-menulis. Hari ini guru inggrisku kebetulan pelajaran pidato, setelah berpikir akan tema yang patut aku bawakan. Saya sebenarnya sudah kecewa akan indonesia, tetapi kalau langsung di depan orang indonesia, apakah berani saya mengatakannya? Kebetulan para pendengar pidato ini hanya orang Jepang, Korea dan terbanyak orang RRC. Maka beranilah saya memilih tema ini. Selamat mendengarkan.

Selamat pagi para pendengar yang saya hormati. Pagi yang dingin ini saya ingin membawakan pidato kekecewaan saya dengan judul Di Sydney kutunggu tuanku yang baru ‘In Sydney, I’m waiting my new boss’.

Pagi pagi aku beli rokok di Joe's Tobaco. Dan ku berjalan ke arah pintu keluar Imperial Arcade. Bertemu kembali dengan mesin pendaur ulang sampah, si manusia(Manusia yang memakan sampah dari tempat sampah). Aku melamun. Tapi jangan salahkan aku bila melamun, teman...

Di dalam kepala...Di Jakarta aku beli marllboro isi limabelas kalau tidak salah harganya hanya enam ribu rupiah. Dan untuk marlboro yang sama kubayar delapan dolar lebih beberapa puluh sen. sorry aku lupa angka tepatnya.

Ku tahu australia mengambil pajak yang ngak tanggung-tanggung kira kira 700%. Australia yang dikuasai inggris(menjajah). Dan aku juga sadar seperti kompeni mereka sama-sama mengambil hasil dari Australia.

Tetapi ada perbedaan antara sistim penjajahan inggris dan belanda. Penjajahan belanda lebih ke arah simbiosis yang tidak adil dimana di satu pihak ada yang tertekan. Sedangkan penjajahan Inggris ada unsur saling menguntungkannya.

Saya lihat jalan keretanya yang lebih dulu dibangun daripada proklamasi kemerdekaan indonesia.

Saya juga lihat jalan bebas hambatannya yang tidak berlubang seperti tol jakarta-merak.

Dan yang kudengar mengenai belanda dan VOC nya mereka merugi karena korupsi. Tak kudengar ada jalan dibangun kecuali jalan dari anyer ke salah satu kota di jawa timur (saya lupa namanya).

Pada masa VOC berkuasa, pemimpin dari suatu kerajaan bukanlah sang raja atau ratunya, tetapi pedagang yang bisa mengambil hati raja... Sang tuan yang otoriter.

Dan permasalahan yang sama jauh sebelum VOC adalah Indonesia bukanlah suatu kesatuan, tetapi kumpulan kerajaan kecil yang bertempur satu sama lain. Itu saja.

Pas SMP kutahu guruku mengajarkan bahwa belanda menganut sistim adu domba, pecah belah.. Tapi sekarang aku rasa pernyataan itu tidak sesuai.

-Menjadi Diri Sendiri-11

Page 12: menjadi diri sendiri

Dan setelah masa penjajahan berakhir, kutahu Virus otoriter dan koupsi kembali mengerogoti pemerintahan orde lama.

Dan orang-orang di persimpangan kiri jalan (Soe Hok Gie) lah yang menjatuhkannya. Sebagian besar dari mereka lupa akan apa yang mereka protes dan kembali lagi menjadi monster korupsi dan otoriter.

Kurasa penjajahan itu tetap ada selamanyaaaaaa.....

Di Australia penjajahan itu tetap ada, dan meskipun mereka tahu mereka dijajah tetapi tidak ada perlawanan serius. Karena penjajahan sudah menyatu dengan mereka.... itu adalah kehidupan....Katanya.....

Orde baru dijatuhkan para reformator. Dan penguasa baru datang. Tidakkah kau rasa kita dijajah. Memang penjajahnya sama-sama warga negara indonesia. Bukan orang asing. Tapi gimanapun kita dijajah bukan?Penjajah di negeri kita datang untuk memberantas para pejuang dalam negeri.

Ingat... ABRI hanya bersifat sama seperti kita menggunakan obat nyamuk. Nyamuk tinggal di rumah kita dan kita memberantasnya. Menjajah tempat tinggalnya.Ingat juga.... Mereka melakukan pelanngaran hak asai dan undang undang terbesar dalam sejarah. Penculikan, Pembunuhan. Itulah citra Tentara Nasional Indonesia.

Aku tahu. Hidup di Jakarta gonta-ganti tuan(Penjajah).Aku hanya boleh menunggu. Aku bilang ke kamu teman. "Kutunggu tuanku yang baru"Di Sini, Di Jakarta.... Eh salah… Aku lagi di Sydney…

Setelah VOC, Orde Lama, Orde Baru, Siapa Lagi??????

-Menjadi Diri Sendiri-12

Page 13: menjadi diri sendiri

Jangan Salahkan Cina Jadi Businessman

Hari demi hari aku masih seorang pengecut. Siang itu aku hanya berani menulis tulisan ini dan menyebarkannya lewat email.

A1 dan A2

Ada dua orang tionghua yang lahir di Jakarta. Dua duanya panggilannya "A".Ok, kita sebut saja "A1 & A2".

A1 adalah seorang tionghua yang menggunakan nama dengan tiga suku kata dan turut berjuang membela tanah air dalam perang melawan Jepang. UUD45 pasal(sorrry saya lupa) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib bela negara(Sorrry kalo ada yang salah kata-katanya paling tidak artinya sama). Bisa dikatakan tionghua yang satu ini benar benar nasionalis. Ia membela Indonesia karena ia anak indonesia. Tanah airnya adalah Indonesia bukan Cina(Saat lahir ari-ari nya ditanam di pulau Jawa). Dan ketika perang usai, ia jadi pensiunan ABRI dan dapat bros veteran RI.

A2 adalah seorang tionghua yang turut berdagang di pasar Glodok dekat stasiun kereta api terbesar di Jakarta. Ia adalah seorang businessman(busi/ busy= sibuk) dagang buah-buahan impor.

Ketika kerusuhan Mei 1998 rumah mereka sama-sama dijarah. Ketika rumah A1 dijarah ia bilang kepada penjarah bahwa ia pensiunan TNI dan para penjarah tetap menjarah. Dia mengambil bros Veteran RI nya, memakainya, dan mereka tetap menjarah. Prabotan rumahnya ludes sekejap saja.

Beda dengan A1, A2 mendapat nasib yang lebih mujur. Ketika para penjarah mulai mencoba membuka pintu RUKOnya(RUKO=rumah toko), ia mendapat ide. Ia mengambil uang kertas bertuliskan Rp 50.000,- dan menebarkannya dari teras RUKOnya ke jalan. Para penjarah memungut uang kertas itu dan pergi.

Bulan Juni 2002. A1 dan A2 bertemu. A1 menangis dan A2 tidak menangis.

A1 bercerita bahwa dirinya telah berjuang banyak bagi negara(Bela negara). Seumur hidupnya ia berikan untuk negara sampai ia pensiun. Ia tidak bisa hidup kaya seperti A2 karena gaji pegawai negeri kecil, dan saat perang, tentara kadang kala tidak digaji(Sukarelawan).

A2 bercerita sebagian kecil dari keuntungannya berjualan menyelamatkannya dari para penjarah. Ia bersyukur karena hasil kesibukannya bekerja setiap hari dapat menyelamatkan hidupnya. Ia juga cerita mengenai saudaranya yang mengungsi ke luar pulau ketika kerusuhan berlangsung.

A1 berkata lagi,"Aku membela negara, tetapi negara tidak membelaku meskipun aku tidak melakukan kesalahan."A2 membalas,"Kesibukan menjajah hidupku, sampai tak sempat menikmati uangku(uang tidak dibawa mati). Kesibukan menyelamatkanku. Uangku. Membantuku untuk dapat bertahan di jalan kehidupan. Kesibukan ku berjualan buah.A2 bertanya,"Salahkah aku jadi businessman?"

-Menjadi Diri Sendiri-13

Page 14: menjadi diri sendiri

A2 menjawab,"Tidak."Dan mereka tetap berbicara......

Bagi masyarakat tionghua, keadaan memaksa mereka untuk berbisnis. Kadang itu membuat mereka terlihat egois. Kadang membuat orang iri. Tapi bayangkan jika mereka semua membela negara, menjadi nasionalis. Mungkin mereka membela negara, tetapi apakah negara mau membela mereka? Tapi uang, uang dapat membuat hidup mereka terjamin. Meskipun kutahu banyak tionghua mencari uang tanpa sempat menikmatinya. Uang tidak dibawa mati.

Jangan salahkan tionghua jadi bussinessman.

-Menjadi Diri Sendiri-14

Page 15: menjadi diri sendiri

Peliharaan di Rumah

Menjalankan hidup seperti di dalam kamp konsentrasi adalah menjalankan hidup dengan semangat nostalgia. Dimana mimpi-mimpi masa lalu selalu menjadi satu-satunya alat untuk membuat kita masih ingin bangun pagi untuk melanjutkan hidup. Bukankah manusia hidup untuk mimpi-mimpinya?

Mengingat kembali saat-saat di tanah air, dimana aku bisa menjalankan hidup bahagia di dalam surga ciptaan kedua orang tua. Maka yang pertama perlu kuingat adalah Burung jalak peliharaanku. Yang saat itu selalu mematuk tanganku hingga meninggalkan bekas berwarna merah.

Di sebuah minggu saya pergi ke pasar burung. Saya berencana untuk menambah keramaian rumahku dengan membeli seekor Jalak ternakan(ditetaskan oleh perternak burung). Di pasar burung, aku melihat banyak burung berkicau yang tampak penurut dan rajin berbunyi. Setelah berkeliling-keliling, aku mulai tertarik pada seekor jalak hongkong yang dapat berbunyi seperti burung perkutut. Kata yang jual, burung jalak suka meniru suara-suara di sekitarnya. Tidak terkecuali suara burung lain. Tanpa berlama-lama, aku membelinya dengan harga yang pantas.

Burung jalak ini sepertinya mudah menyesuaikan diri pada tuannya yang baru. Sehari saja, ia sudah dapat bernyanyi dengan ramai. Tidak hanya berbunyi, burung jalak yang baru kubeli ini sudah berani berlomba dengan jalak lainnya yang telah kubeli lebih dari setahun. Mereka sepertinya berlomba cari perhatian pada tuannya.

Di hari yang berbeda, tukang kebunku sedang memotong rumput. Kebetulan, salah satu burung jalakku lepas dari sangkarnya setelah berhasil meremukkan jeruji sangkar yang terbuat dari bambu. Dengan terburu-buru tukang kebunku mengambil sebungkus makanan burung, dan dituangkannya ke lantai. Burung itu terbang-terbang, tetapi ia lebih memilih makanan daripada kebebasannya. Setelah melihat makanan, ia datang menyapa tuang kebunku, dan tanpa perlu direncanakan, tukang kebun itu menangkapnya.

Dan sore ini, aku melihat burung yang sejenis dengan burung peliharaanku di televisi. Mereka sekarang ikut pada bos yang baru, yang telah berhasil menumbangkan bos yang lama. Kulihat mereka berkicau meniru suara alam sekitar yang sedang mode. Dan kudengar mereka menghibur bos yang baru dengan mesra, berlomba mendapatkan cintanya. Mereka lupa pada bos lama. Mereka lupa pada semboyan-semboyan lama karena itu bertentangan dengan bos yang baru.

Dan sebelum terlewat untuk kuceritakan, aku juga lihat sangkarnya yang keropos. Dimana, banyak kesempatan untuk bebas, tetapi memilih terkurung karena makanan yang banyak. Mungkin karena mereka burung ternakan yang belum tahu rasanya bebas, mereka takut.

Dan ingin kukatakan kepadamu, aku takut menyadari kebanyakan sesamaku adalah mahkluk yang sama. Burung Jalak di halamaan belakang rumah, di dalam sangkarnya.

-Menjadi Diri Sendiri-15

Page 16: menjadi diri sendiri

Selain burung jalak aku juga perlu mengingat anjing kesayanganku. “Blacky”, namanya. Seekor anjing yang hidup di dalam rumahku sebagai anjing yang diperlakukan seperti anak raja. Aku ingin ceritakan dari saat pertama kali aku bertemu dengannya.

Hari itu mama bangun pagi. Kira-kira jam enam pagi ia sudah bangun. Mama bilang ke saya, adik saya dan papa, bahwa mama ingin anjing ras Tekel, berwarna hitam. Mama bilang ia hanya ingin tekel hitam karena badan anjing tekel itu pendek dan panjang, sehingga kalau berlari-lari di dalam rumah tidak akan memecahkan barang-barang. Mama juga tidak lupa beri alasan mengapa mau tekel hitam. Kata mama tekel hitam itu lebih gagah. Meskipun pendek kecil, tetapi tampangnya masih mirip Dooberman. Warna hitam juga keren, seperti mobil hitam misalnya.

Ya sudah, saya berangkat mau beli anjing ke Megamall Pluit. Saya ingat di sana ada kompleks toko anjing yang cukup lengkap dan nyaman. Entah mengapa, mama tidak mau ikut pergi. Hanya saya, adik saya dan papa yang pergi mau beli anjing.

Di sana kami melihat ada anjing tekel berwarna coklat muda dan coklat tua sedang bermain-main. Di toko yang berbeda kami juga melihat seekor anjing tekel hitam yang sedang tidur. Pertama-tama papa ingin membeli satu diantara anjing tekel coklat tersebut. Tetapi, setelah bertanya ke mama melalui handphone mama bilang hanya mau tekel hitam. Maka kami pun membelinya.

Di rumah kami anjing ini benar-benar bergaya sebagai tuan besar. Jika di kurung di dalam kandang ia marah. Jika ada genangan air di lantai ia jalan berjinjit. . Jika kami sedang makan, ia hanya mau makanan yang sama dengan apa yang kami makan. Jika mama di rumah, ia hanya mau makan kalau disuapi. Tidurnya pun tidak mau di lantai. Jika mau tiduran di lantai ia selalu menarik bantal dari sofa dan menggunakannya sebagai alas. Yang parahnya lagi anjing ini selalu mengikuti saya atau mama. Ketika bermain palystation ia mau ikut main meskipun tidak bisa, kalau saya sedang tidur di kamar ia sering membuka pintu samping lalu tidur di dekat ranjang saya. Pembantu saya pun menggunakan si Blacky untuk membangunkan saya pagi-pagi. Bisa dikatakan anjing ini sudah seperti saudara sendiri.

Kira kira setahun si Blacky tinggal bersama kami, adik saya membeli dua ekor anjing baru. Satu ekor anjing tekel berwarna cokelat muda dan yang satu lagi anjing mini pincer yang rupanya seperti kancil.

Ketika kami satukan pertama kali, Blacky merasa risih disatukan dengan mereka. Blacky merasa sebagai manusia yang disamakan dengan anjing. Jika anak anjing ini mendekat dan mennyentuhnya ia lari. Jika dua anak anjing ini buang air sembarangan ia menggerang marah. Jika anak anjing ini menyentuh makanannya ia tidak mau makan.

Akhirnya, setiap malam dengan terpaksa saya meletakkan kedua anak anjing ini di dalam kandang dan si Blacky di atas sofa ruang keluarga kami.

Di dua cerita lama ini, saya hanya bisa berpikir siapakah saya? Siapakah teman RRC saya di sekolah? Dan siapakah tokoh tokoh lain dalam hidup saya?

Pagi itu aku sudah dua minggu menggunakan obat tidur, Untuk tidur dan untuk pergi ke sekolah. Seperti pagi sebelumnya aku setengah sadar duduk di dalam kereta. Setiap pagi

-Menjadi Diri Sendiri-16

Page 17: menjadi diri sendiri

di dalam kereta listrik bawah tanah, hanya satu yang aku hafalkan. Aku bukan pelajar teladan yang belajar di dalam kereta. Aku hanya menghafal.

“Aku bangsa indonesia. Aku anak kejahatan, aku manusia tersadis di dunia, aku adalah gambaran manusia Indonesia. Manusia yang hanya bisa memprotes, menentang tanpa memperbaiki.”

“Aku Cina-Indonesia. Imigran dari cina yang menghianati nenekmoyangnya sendiri. Dimana kakekku bekerja pada pemerintah indonesia sebagai fotografer istana. Pemerintah yang banyak membunuh komunis, yang dikategorikan sebagai musuh oleh Republik Rakyat Cina.”

“I am the son of evil, so you can call me evil. The son of evil is evil, the son of capitalist is capitalist, the son of communist ia communist. The son of diktator is diktator.”

Dua bulan sebelum hari tersebut, Aku bahagia. Hari itu aku tahu besok aku akan masuk highschool. Aku akan meninggalkan sekolah inggrisku. Sekolah dimana aku, teman-temanku dari RRC, Tibet , Taiwan, Jepang dan Korea (baik selatan maupun utara belajar bersama. Tanpa aku sadari hari itu adalah saat-saat terakhirku untuk dapat bangga dilahirkan sebagai anak Indonesia.

Keesokan harinya aku pergi ke sekolah dengan membawa beberapa lembar kertas putih dan bolpoin. Dimana saat duduk di kereta listrik, aku berpikir,

“Bagaimana tidah hebat jadi murid highschool di Sydney dimana sekolahku terletak di gedung yang sama dengan Sydney tower. Hanya bedanya sekolahku terletak di lantai 5, dan Sydney tower di tingkat tertinggi. Kemarin aku hanya sekolah di gedung ini untuk kursus bahasa inggris tetapi hari ini aku benar-benar murid tetap dari sekolah ini. Dimana saat aku pulang ke Indonesia aku bisa tunjukan teman-teman kartu pelajarku yang beralamatkan Sydney Tower.”

“Selain Sydney Towernya sekolahku ini juga mempunyai empat buah stasiun kereta api bawah tanah yang berdekatan (Town Hall, St. James, Wynyard & Martin Place) dimana setiap pagi aku bisa turun dari kereta di empat stasiun yang berbeda sehingga tidak ada rasa bosan.” Tanpa perlu melihat jumlah depstorenya saja sekolahku begitu hidup.

Hari pertama masuk ke kelas, semua terasa ramah. Mereka menanyakan asal usulku. Mulai dari negara asalku, parcampuran ras ku, sampai agamaku. Semua menganggap aku sebagai anak special “Anak Indonesia”.

Di hari kedua beberapa teman di sekolah bertanya kepadaku,” Vincent, apakah indonesia membunuh banyak cina?” Tanpa curiga saya mengangguk. Mereka melanjutkan pertanyaan mengenai asal usul keturunan saya dan pekerjaannya. Dengan jujur saya katakan,

“Ayah dan Ibu saya adalah percampuran Cina-Indonasia. Ayah dari ibu saya adalah seeorang producer filem dan pernah menjadi fotografer istana pada masa pemerintahan Soekarno(Wong See Hwa).(Detik ini adalah detik terakhir dimana saya belum curiga)”

-Menjadi Diri Sendiri-17

Page 18: menjadi diri sendiri

Mereka membalas kata kata itu,” Jadi kamu imigran cina. Yang melarikan diri dari RRC (Saya mulai curiga). Kakekmu itu bekerja pada pemerintah indonesia yang banyak membasmi komunisme. Membasmi Cina dan komunisme.” Saya diam. Dan mulai saat itulah mereka mendefinisikan saya sebagai cina penghianat (meski tidak dalam kata-kata langsung).

Sikap diskrimiinasi yang pertama kali yang tampak nyata saya terima, adalah saat mereka di kelas. Kira kira pada hari ketiga highschool. Dimana meskipun kami bersekolah di sekolah berbahasa inggris mereka hanya mau menggunakan bahasa Cina. Dimana si Hongkong berbicara dalam bahasa Cantonise. Dimana si Shanghai berbicara dalam bahasa Shanghainise dan sedikit orang berbahasa Mandarin.

Mereka tidak mau lagi berbicara dengan saya dalam pembicaraan selayaknya seorang teman. Mereka berbicara dengan saya hanya jika mau menjelekkan bangsa saya Indonesia. Bangsa Vincent si Violenceboy ini, the son of evil. Saya mencoba untuk merubah suasana tetapi itu semua terasa gagal total.

Di hari yang berbeda ketika pulang sekolah. Di kereta listrik, tak tahu mengapa pikiranku mengingatkanku akan lagu ‘Panggung Sandiwara’. Sebuah lagu yang pernah aku dengar saat aku di Indonesia. Aku tidak ingat semuanya hanya beberapa baris yang masih dapat kuingat. Aku ingat ada berbunyi “Dunia ini panggung sandiwara. Cerita….. Ada peran wajah dan ada peran berpura pura. Mengapa kita bersandiwara. Peran yang kocak bikin orang terbahak-bahak. Peran bercinta bikin kita mabuk kepayang. Dunia ini panggung sandiwara(2x). Dunia ini panggung sandiwara kehidupan. Mengapa kita bersandiwara.” Kalau tidak salah seperti itu lirisnya meskipun di baris kedua saya sedikit lupa syairnya. Dan sejak hari itu aku bersandiwara.

Pagi berikutnya saat di kereta aku menghafalkan rencanaku dalam hati. Sebuah rencana dimana aku akan berpura-pura kesal pada Indonesia. Berpura-pura setuju dengan penuh pada apa yang mereka katakan.

Aku berhasil menjalankannya selama seminggu. Dimana dengan semangat aku menceritakan kejelekan bangsaku. Kejahatan bangsaku. Tetapi pertanyaannya, Berapa minggu aku tahan. Tertawa sambil menangis.

Di minggu kedua aku masih bersandiwara. Tetapi batinku mulai tidak kuat. Aku merasa buku yang kutulis beberapa tahun yan g lalu itu menghantamku tepat di jantung. Sakit rasanya. Aku menyesal dimana dulu aku menulis kesalahan-kesalahan bangsaku di dalam buku. Yang kalau tidak salah berjudul ‘Berlindung di Bawah Payung’. Yang sebenarnya dibuat untuk menunjukan bahwa anak kecil juga bisa menulis buku. Ini terus membayangiku hingga buku ini dicetak.

Dimana mungkin aku bisa menjadi sporter bola yang ikut berteriak-teriak sambil menonton bola tetapi tidak bisa mempengaruhi jalannya pertandingan. Menang dan kalah tetap di tangan para pemain sepak bola itu sendiri. Seperti tetanggaku Artere Laksamana yang mengingatkan aku pada sebuah kalimat pendek,“History belongs to those who are in the arena”(Sejarah ditentukan oleh mereka yg yang berada di lapangan)” sebuah kalimat yang didapatkannya dari Teddy Roosevelt saat ia kuliah di Amerika.

-Menjadi Diri Sendiri-18

Page 19: menjadi diri sendiri

Mengatakan kekurangan dan kesalahan bangsa sendiri adalah pukulan menyakitkan yang akan diterima oleh pecundang yang mengatakannya. Balasan yang akan ia dapatkan saat menghadapi dunia internasional. Apakah anda percaya hukum karma?

Di minggu ketiga aku bersandiwara aku hanya bisa pergi ke toilet dan menangis sendirian. Mencuci muka dan kembali ke kelas. Ingin juga rasanya saat itu aku membunuh diriku sendiri. Dan mati. Saat itu saya tahu banyak kesempatan. Bisa dengan meminum panadol dalam jumlah besar, seperti yang dilakukan temanku di Indonesia. Atau mungkin akan lebih cepat jika aku loncat ke rel kereta api saat kereta akan lewat di stasiun. Supaya aku dapat bermimpi aku tidak perlu menerima balasan ini saat dilahirkan sebagai bangsa indonesia. Tetapi aku takut jika kenyataan membuktikan dunia itu tetap ada karma.

Aku juga masih ingat utang-utang janjiku pada seorang teman di indonesia. Seorang perempuan yang aku cintai dimana suatu hari aku pernah membuatnya marah karena mengatakan,”kamu perempuan mahal” Mengatakan demikian karena aku kehabisan uang untuk meneleponnya. Meneleponnya karena rindu. Dimana saat itu aku janji akan mengirimkan kartu telepon kosong yang pernah aku gunakan untuk meneleponnya. Mengirimkannya dalam bentuk kado saat aku tiba di Indonesia.

Seorang perempuan yang setelah beberapa tahun tidak bertemu. Aku menyapanya di sebuah restoran di hari ulang tahunnya. Tetapi aku tidak tahu ia berulangtahun. Dan seminggu setelah hari ulangtahun ia mengatakan kepadaku ia berulangtahun. Aku menjawabnya dengan,”Kadonya adalah aku.” Dan ternyata kadonya benar-benar aku. Aku yang muncul tiba-tiba di hari ulangtahun. Apakah aku akan mengecewakannya? Dengan mati bunuh diri? Maka aku memutuskan untuk tetap hidup. Aku juga tidak lagi menelepon perempuan itu supaya tidak perlu menceritakan dukaku dan membuatnya sedih. Seperti saat ini aku belum mau merengek ke mama atas deritaku..

Setelah tiga minggu bersandiwara aku muak. Maka ketika mereka berkata-kata aku tak dapat lagi menahan dan berkata,”Bagaimana kabar Falun Dafa?” Dan dengan kata kata setan, bangsat, dungu, juga nama-nama binatang mereka membalasnya. Mereka marah. Marah sungguh. Sehingga setelah itu mereka tidak sudi duduk semeja denganku.

Setelah hari itu aku hanya tahu anak komunis adalah komunis, anak diktator adalah diktator. Anak Indonesia adalah Indonesia dan Anak setan adalah setan. Kesimpulan ini diperkuat lagi dengan beberapa pengalaman. Sedetik setelah saya mencoba melawan hujatan mereka mengenai indonesia. Mereka tetap dengan keras menyalahkan pendapat saya. Juga ketika seorang guru saya yang bergurau mengenai cina. Guru ini berpikiran demokratis karena ia hidup di australia(negara demokratis), tetapi setelah sekali ia bergurau mengenai RRC semua anak membencinya. Menghinanya dengan bahasa Cina dimana si guru tidak mengerti artinya. Bagi seorang RRC terutama yang dari Bejing, orang yang berbeda pendapat dengannya adalah musuh, tidak perduli beda pendapat seekecil apapun. Hidup di komunitas manusia yang tidak mengerti nikmatnya alam demokrasi benar-benar sulit. Pembicaraan hanya searah.

Dan sejak itu aku diam. Duduk dan menaruh kepalaku di atas keduakakiku. Aku selalu menangis untuk minggu-minggu selanjutnya. Karena itulah bahasa universal yang pertama kali aku mengerti ketika aku datang ke dunia. Aku menangis, tetapi tanpa air

-Menjadi Diri Sendiri-19

Page 20: menjadi diri sendiri

mata. Karena hidupku hanyalah menangis. Makna hidup adalah menghitung hari seperti lagu yang dinyanyikan Krisdayanti,

”Menghitung hari. Detik demi detik. Hasratku nanti akankah ada. Jelang cerita. Cerita yang panjang. Menghitung hari.”“Padamkan saja, gelora asmaramu, cinta suci itu takkan ada. Yang aku pinta, tulus hatimu bukan puitis.”“Pergi saja cintamu pergi. Bilang saja pada semua. Biar semua tahu adanya. Diriku sendiri.”

Di minggu berikutnya aku pergi ke dokter. Aku katakan aku tidak bisa tidur. Aku minta pil tidur kepada dokter itu dengan alasan untuk menggunakannya saat aku pergi tidur. Aku berbohong. Aku menggunakannya di kelas sehingga ketika pelajaran di mulai sebelum aku mulai di diskriminasi seperti hari sebelumnya, aku sudah tergeletak tidak sadar di atas mejaku. Hari dapat kulalui dengan cepat.

Tetapi dipikir lagi bagaimana kalau aku sampai kecanduan pil tidur. Itu sungguh gawat. Maka satu-satunya jalan keluar adalah memprotes kepala sekolah atas janji-janji kosong yang kudapat ketika aku bersekolah di sekolah inggris. Janji dimana aku akan ditempatkan di sebuah highschool yang anak-anaknya bukan hanya dari RRC tetapi campur dengan beberapa negara lain. Janji dimana aku akan bersekolah di sekolah yang mengunakan bahasa Inggris.

Aku masuk ke ruang kepala sekolah. Aku menanyakan kepada kepala sekolah mengenai janji-janji itu. Aku juga laporkan ke kepala sekolah mengenai diskriminasi yang aku alami di sekolah ini.

Ia menjawab dengan menyebalkan,” Tahun ini semua anak kecuali kamu dari cina. Pemerintah cina hanya mengizinkan orang cina untuk punya anak satu. Hanya satu. Di dalam penyuluhan mereka pemerintah memberi alasan, jika setiap keluarga hanya punya anak satu saja, maka semua uang keluarga dapat terpusat di anak tersebut dan semua keluarga dapat memberikan pendidikan kepada anak yang terbaik sampai ke luar negeri. Belum lagi kebiasaan orang RRC, jika anak tetangga samping rumah menyekolahkan anaknya di luar negeri maka mereka gengsi untuk menyekolahkan anak mereka di dalam negeri. Maka bisa satu kampung semua ke luar negeri di sekolah yang sama. Kami sebagai pihak sekolah tidak dapat berbuat apa-apa. Kami tidak akan menghukum anak karena menggunakan bahasa ibu mereka sendiri.” Dalam batin saya hanya berpikir, sekolahnya mataduitan. Matre!!

Keluar dari ruang kepala sekolah, diskriminasi makin parah. Bukan lagi dengan cara kuno seperti dulu. Hari itu saya pergi ke kelas. Saya ingin mencari tempat duduk yang menyatu dengan meja. Saya lihat ada dua tempat duduk kosong. Tetapi di atasnya ada jaket temanku. Jadi saya bertanya terlebih dahulu,” Boleh saya gunakan kursi ini?” Mereka mengatakan bahwa teman mereka sedang ke toilet jadi kedua korsi ini ada yang punya. Saya mengambil korsi lain di luar ruangan. Sebuah korsi yang tanpa meja untuk menulis. Jadi untuk satu hari ini saya harus menggunakan tangan saya atau kaki saya sebagai pengganti meja.

-Menjadi Diri Sendiri-20

Page 21: menjadi diri sendiri

Mereka berbohong. Mereka hanya ingin menggunakan meja itu sebagai tempat menaruh tas dan jaket supaya jaket dan tas nya tidak terkontaminasi lantai. Saya hanya bisa diam dalam kesal.

Di sore yang sama ketika sedang mengantri bermain badminton (karena raketnya sedikit), saya mengantri dan orang yang sama menyerobot. Maka untuk pertama kalinya saya menunjukan kemarahan saya tanpa ditutup-tutupi. Saya hanya berbicara satu kata,”Fuck…a.” Mereka takut dan langsung berlomba menawarkan raket ke saya.

Di hari yang berbeda saya coba praktekkan cara yang sama ketika seorang anak baru dari Bejing yang tinggal di tempat kos yang sama mengatakan bahwa Indonesia orang-orangnya stupid. Saya pergi ke dapur dan mengambil pisau buah, saya masukkan ke kantong celana. Saya berjalan menemuinya dan saya katakan kepadanya,” Is Indonesian stupid?” Anak itu menjawab,”Of course.” Saya balas lagi,”You want to die?(Sambil mengeluarkan pisau)” Ia menangis dan tidak berani lagi mengatakan Indonesia stupid.

Dan setelah semua itu hanya satu yang dapat aku syukuri jadi anak Indonesia. Karena citra indonesia yang menyeramkan mereka takut kepadaku. Karena di Indonesia jika aku membunuh orang maka aku hanya akan dipenjara, tetapi bagi orang RRC jika ia membunuh orang di manapun ia berada, maka ia akan ditembak mati. Dor… Maka kebanyakan temanku di sekolah takut untuk berkelahi.

Aku hanya menggunakan cara ini jika aku tertekan, tetapi ini tidak akan menyelesaikan masalah. Maka jalan satu-satunya aadalah minta mama untuk pindahkan sekolah. Memang membuat mama kecewa, tetapi ini jalan terbaik supaya aku tidak gila. Semoga saja aku bisa akhiri hidup di dalam komunitas anak diktator.

Supaya aku tidak perlu hidup seperti anjingku Blacky atau burung jalak di belakang rumahku di dalam sangkarnya. Aku hanya bisa menunggu dalam sedih dan frustasi.

-Menjadi Diri Sendiri-21

Page 22: menjadi diri sendiri

Supaya Aku tidak Perlu Menjadi Naga berkepala Lima

Di sebuah jalan di Hurlstone Park, Sydney. Aku bersama temanku, Forest sedang berjalan menuju stasiun kereta listrik Hurlstone Park. Kami berencana untuk pergi ke Chinatown untuk belanja bahan-bahan untuk pesta makan bersama yang selalu kami adakan di rumah pada hari Sabtu dan Minggu.

Saat berjalan, Forest memanggilku dengan sebuah nama yang janggal,” Warmheart” Spontan saaja aku berkata,”Why you call me warmheart Mr. Forest? My name is Vincent Christian Liong. You can call me Vincent, Liong, or just call my initial VCL. Why Forest? Are there something do you want to say? Mr. Forest.”

Dia menjawab,”To be honest. I want to call you as a warmheart because what you did. Every week you prepare a Party. Sometimes you made a dinner party, dance party, or some birthday party for your friends. You always want to make someone happy. So, I can call you warmheart.”

“Ok, Forest. You can call me as warmheart, but promise me call me coldheart when you are around the Sydney Tower.”,Saya menyetujui. Dan ia langsung bertanya,”Why? Why?” Kami lalu masuk ke dalam kereta.

Di dalam kereta. Saya adalah naga berkepala lima dalam legenda Yunani kuno, Oedypus. Ketika saya membaca dongeng itu, saya tahu. Oedypus dilahirkan sebagai anak seorang raja. Sesaat setelah isterinya melahirkan sang raja mengirimkan utusan ke Athena untuk meramalkan masa depan anak ini. Jawaban yang ia terima, si anak akan membunuh bapaknya dan menikahi ibunya. Maka sang raja mencampakkannya.

Oedypus dirawat oleh seseorang yang kasihan padanya. Ketika besar ia lalu pergi ke Athena untuk meramalkan nasib, dan jawaban yang sama muncul. Maka segera ia pergi meninggalkan orangtua angkatnya karena tidak ingin membunuh mereka.

Ketika ia pergi ke kota kelahirannya, ia dihadang oleh naga berkepala lima di pintu gerbangnya. Aku sempat berkhayal, bagaimana mungkin si Oedypus yang manusia biasa ini mampu mengalahkannya? Aku berpikir dan berpikir.

Di khayalanku aku menemukan bahwa sang naga mengeluarkan lima unsur alam dari mulut mereka. Naga pertama mungkin mengeluarkan api, naga kedua mengeluarkan air, naga ketiga mengeluarkan kayu, naga keempat mengeluarkan tanah dan naga kelima mengeluarkan logam.

Aku berkhayal, naga-naga tersebut menciptakan sebuah pemandangan alam yang sangat menakjubkan. Dimana dapat kulihat api yang merah dan panas seperti matahari. Dimana ada hujan yang rintik rintik mengguyur pepohonan yang mencakar tanah, pasir-pasir di pantai yang mengandung banyak bijih besi, dan yang tidak boleh terlupakan adalah pelangi yang akan muncul karena persilangan sinar matahari dan hujan. Pemandangan yang indah.

Tetapi khayalan yang bertentangan juga muncul. Aku melihat kekuatan-kekuatan alam itu bertempur satu sama lain, membuat sang naga mati sebelum bertempur, (atom yang dipecah akan menghasilkan tenaga penghancur yang dashyat) dan Oedypus menang.

-Menjadi Diri Sendiri-22

Page 23: menjadi diri sendiri

Oedypus lalu masuk ke kota mengalahkan sang raja, membunuhnya, dan menikahi permaisuri cantiknya yang tidak lain adalah ibunya sendiri. Dan pada saat ia menyadarinya ia mencongkel kedua matanya. Sungguh menyedihkan.

Dan aku. Aku adalah naga berkepala lima dalam legenda yunani kuno. Aku adalah seseorang dengan beberapa kehidupan tetapi di setiap kehiduannya aku hanya punya satu wajah.

Setiap hari aku pergi ke sekolah yang terletak di sebuah mall di bawah Sydney tower. Ketika di sekolah keadaanku yang didiskriminasi sebagai Cina-Indonesia memaksaku menjadi double personality. Di sekolah, aku adalah seorang Coldheart. Aku adalah manusia berdarah dingin, aku adalah sepi. Selama aku berada di lingkungan sekolah, aku adalah orang terdiam di kelas. Orang yang paling tertutup. Orang yang tidak pernah tersenyum. Juga orang yang paling ditakuti karena aku Indonesia. Yang terbaik yang dapat aku lakukan adalah selalu berdandan seperti di film Matrix dengan jubah hitam, dan kacamata hitamnya. Paling tidak aku ingin menjadi the coolest coldheart in the world.

Di luar sekolah aku muak dengan kedinginan sikapku. Di komunitas luar sekolah aku menjadi orang yang murah senyum dan ringan tangan. Banyak yang menyayangiku bahkan menganggapku sebagai anak mereka. Hobiku pesta, karaoke, masak, juga merawat anak kecil. Aku sempat mengurus anak Korea yang baru berumur lima tahun, sampai korban pembantaian yang berumur tigapuluh tahun. Di luar sekolah aku selalu berpikir aku adalah seseoraang yang sempurna.

Suatu hari ketika aku sudah kembali ke Jakarta, seorang guru di sekolah baruku kini bertanya,”Mengapa kamu hanya diam sementara murid lain selalu berisik?” Setelah kalimat itu aku berbicara tanpa istirahat sampai bel pelajaran berbunyi. Guru itu bingung dan aku hanya dapat berpesan padanya,”Jangan lihat seseorang hanya dengan lima menit anda memandang.

Tinggal di diskriminasi memaksaku untuk menjadi double personality. Dua buah kehidupan yang terpisah di satu waktu. Dimana setiap orang yang aku temui mengenalku berdasarkan posisi mereka. Orang yang mengenalku di sekolah mengenalku sebagai orang terdingin di dunia dan orang yang mengenalku di luar sekolah mengenalku sebagai orang yang hangat. Tidak ada orang yang mengenalku dengan dua muka, meskipun aku memiliki dua kehidupan.

Kadang aku bermimpi menjadi agen rahasia atau mata-mata dengan dua kehidupan yang seru, tapi rasanya lebih baik untuk menjadi satu manusia saja.

Doakan aku, Bantu aku, Izinkan aku untuk menjadi seorang manusia. Benar-benar seorang.

Supaya tidak ada lagi orang yang harus menjadi naga berkepala lima seperti di legenda Yunani kuno. Supaya Aku tidak Perlu Menjadi Naga berkepala Lima, doakan aku.

-Menjadi Diri Sendiri-23

Page 24: menjadi diri sendiri

Korban V.S. Korban

Kangguru meloncat dan manusia berlari. Kangguru bersembunyi di dalam kantong induknya dan manusia bersembunyi di dalam selimut.

Hari sudah malam. matahari baru tenggelam dan kami sudah minum kopi di café. Sebuah café yang terletak di sisi sebelah timur teluk Sydney Cove. Saya dan seorang sahabat kembung dan hendak pergi ke toilet. Maka kami berjalan ke stasiun Circular Quay salah satu diantara tiga toilet yang ada di sana.

Kantung kemih terasa lega dan kami berjalan menyelusuri teras mall yang berakhir di Sydney Opera House. Tiba-tiba, temanku ini berseru,” Eh Fcuk! Fcuk”(Sambil tertawa) Langsung saya balas,”Fcuk, what do you mean?” dia jawab,”Don’t you see the name of a shop in front of you?” saya katakan,“Yes, fcuk, fuck. Ahhhh… my shit brother!”(Saya juga sedikit tertawa.”

Di situlah kesialan itu diawali. Sebelum berpisah sahabatku ini mengutarakan keinginannya untuk meminjam dua buah buku yang kebetulan kubawa. Judul buku tersebut ‘Saman’ dan ‘Larung’ sepasang buku karya Ayu Utami.

Kita lalu pergi naik kereta listrik di platform yang berbeda. Ia naik kereta di platform yang menuju ke stasiun Central melalui stasiun Townhall, dan saya menggunakan kereta arah sebaliknya. Di situlah kami berpisah.

Sahabatku ini ganti kereta listrik di stasiun Wynyard dan melanjutkan perjalanannya dengan kereta api melalui Harbour Bridge. Keberuntunggan terakhirnya saat itu adalah duduk di deretan kursi sebelah kiri di lantai kedua dari kereta listrik. Untuk mendapatkan pemandangan terbaik di kereta arah North Shore Line posisi tempat duduk tersebut memang pilihan yang paling tepat. Dimana dari posisi jembatan yang tinggi si penumpang dapat melihat pemandangan Harbour Bridge tanpa gangguan apapun. Tidak kalah indah dari melihat Jakarta dari menara Monas.

Sampai di stasiun Chatswood ia turun dari kereta dan melanjutkan perjalanannya dengan kakinya sendiri. Ia keluar di stasiun yang menyatu dengan Chatswood Mall dan berjalan santai menuju rumahnya.

Jalan yang dipilihnya adalah jalan memotong melewati Perpustakaan. Lalu lewat tempat parkir. Dan Empat orang yang sedang baru saja selesai nyuntikan obat terlarang mengikutinya. Mereka membawa pemukul baseball dari bahan metal.

Tiba-tiba tepat di depan Chatswood Chase (Sebuah depstore besar di Chatswood), di belakang kantor polisi Chatswood mereka memukul kepala sahabatku ini dari belakang. Memukul badannya, tangannya, menendangnya hingga puas.

Terang saja temanku ini babak-belur. Di kepalanya terbentuk tiga robekan besar. Dua di bagian batok kepala dan satu di dahi. Tiga robekan lagi di tangan, jari-jari dan tangannya patah, dan memar biru di seluruh tubuh. Ia lalu berusaha merangkak ke kantor polisi dan meminta pertolongan.

-Menjadi Diri Sendiri-24

Page 25: menjadi diri sendiri

Polwan yang sedang tugas jaga langsung saja membawanya ke rumah sakit terdekat. Dokter di rumah sakit menjahit robekan-robekan dengan cepat. Juga menyambung jari-jarinya dengan pen dan sekrup sebesar kawat.

Si dokter memotong rambut sahabatku ini sedikit di bagian belakang. Untuk memar-memar di seluruh tubuh temanku si dokter melupakannya.

Akhirnya operasi itu lancar juga. Meskipun temanku ini harus terus disuntik morfin. Untung ia tidak jadi morfinis. Polwan itu bertanya beberapa pertanyaan dan pergi.

Beberapa hari menginap di rumah sakit, ia sudah boleh pulang. Sampai di rumah kosnya ia langsung menelepon ke kantor polisi meminta perlindungan. Si polwan itu tidak ada di kantor polisi. Ia ambil cuti unntuk satu setengah minggu. Polisi yang lain mengatakan bahwa si polwan telah menemukan dua buah barang bukti, dua buah buku yang kupinjamkan ‘Larung’ dan ‘Saman’. Hanya itu yang dapat tersisa karena tidak ada yang sudi mengambilnya mungkin karena tidak mengerti bahasanya. Temanku benar-benar kesal (piss off). Ia lalu meminta polisi pengganti untuk keamanannya sekaligus menyelesaikan kasusnya. Tetapi tidak ada pengantinya.Bukan hanya itu sepertinnya para polisi hanya tidur dan tidak berpatroli maka kejadian naas itu bisa terjadi hanya 150 meter dari stasiun polisi. So much for Aussie Police Patrol.

Padahal temanku ini sudah bertahun tahun tinggal di negri paman Sam tapi tidak pernah mengalami tragedy seperti ini. Ia baru dua bulan di Sydney…Shit happened!!! Rupanya negeri kangguru ini lebih berbahaya dan tak aman dari si negri koboi. Wahai aparat keamanan negri kangguru bangunlah. This is your wake up call!!!

Aku datang ke rumah temanku ini hari Jumat. Aku janji untuk mengurusnya selama beberapa hari. Jumat, Sabtu dan Minggu. Sampai di sana aku baru mengetahui bahwa untuk seminggu ia hanya makan apa saja yang ada di kulkas. Makan makanan beku. Kasihan sekali. Dan hari itu persediaan makanan habis.

Hari Sabtunya aku pergi ke Chatswood Mall untuk beli makanan. Temanku ini juga bosan bersembunyi di rumah terus karena takut. Maka aku memberanikan diri untuk pergi mengkawalnya.

Sebelumnya, aku pergi ke tempat sampah di depan rumah mencari botol kecap bekas. Aku pecahkan dengan membenturkannya di tembok dan membungkusnya dengan plastik. Aku siap bertempur.

Kami membeli beberapa buah sushi untuk makan pagi dan langgsung turun tangga ke platform yang menuju ke city. Tak sengaja kaca mata hitamku terjatuh ke rel. Dan kereta listrik berhenti di platform.

Kami putuskan untuk berangkat menggunakan kereta berikutnya. Setelah kereta itu pergi saya turun ke rel untuk mengambil kaca mata. Saya berani karena kereta di Sydney selalu tepat waktu tidak seperti di Jakarta.

Kami gunakan waktu untuk makan pagi sambil menunggu kereta, dan setelah sepuluh menit kereta berikutnya tiba. Kami langsung duduk di tingkat dua dan memilih kursi di sebelah kanan dekat jendela.

-Menjadi Diri Sendiri-25

Page 26: menjadi diri sendiri

Kami turun di Winyard stasiun dan mengganti kereta api menuju Circular Quay.

Temanku yang seperti anak pingitan ini sudah rindu suasana kota. Meski setiap kali ia masih memintaku untuk menengok ke kanan dan kiri bagaikan Secret Service yg mengawal Presiden Amerika Serikat, tetapi hasratnya untuk melihat dunia luar sangat tinggi. Ia memintaku untuk mengantarnya ke pameran art ‘Dali’ dimana saya dapat lihat jam lelehnya. Juga jalan sampai Opera house melalui peninsula nya.

Kami kembali ke Chatswood melalui stasiun yang sama, membeli beberapa bahan makanan di K-mart dan Coles dua dari banyak supermarket di Chatswood dan bergegas pulang. Di rumah kami memesan Pizza melalui sambungan telepon dan membekukannya di kulkas.

Hari-hari berikutnya kami hanya bepergian dalam jarak dekat. Hanya sampai Chatswood stasiun. Bepergian dengan situasi yang sama dimana saya menjadi pengganti polisi yang sedang bobo di rumah. Main polisi-polisian di situasi sebenarnya. Dengan senjata Botol kecap yang dipecahkan dan seragam khusus berupa jaket kulit hitam panjang, kaca mata hitam Polaroid ala agen rahasia, baju biru kotak-kotak berkerah dan sepatu boot coklat bermerek KicKers. Jika polisi sebenarnya hanya bisa bobo (Dengan siapa ya?) di bawah selimut, maka jasa polisi bohong-bohongan itu saya rasa ide yang bagus.

Sampai beberapa minggu sebelum hari ini inilah yang dapat kurasakan. Kangguru meloncat dan manusia berlari. Kangguru bersembunyi di dalam kantong induknya dan manusia bersembunyi di dalam selimut.

Empat minggu setelah kejadian tersebut, sehari setelah kongres mengijinkan presiden Bush menyerang Irak.

Hari itu yang dapat sahabatku lakukan adalah diam di rumah seperti biasa. Bagai veteran perang yang sudah patah-patah jari dan tangannya ia hanya dapat menunggu kesembuhan dengan kesal karena studynya menjadi terbengkalai. Ia berharap agar pemerintah Aussie dan sekolahnya sadar akan peristiwa yg memalukan ini. Sehingga memberi perlakuan yg adil agar ia dapat menyelesaikan studynya setelah sembuh. Bukan malah mempersulitnya dengan birokrasi yang berbelit-belit.

Gugur BungaIsmail Mz.

Betapa hatiku tak’kan rindu telah gugur pahlawankuBetapa hatiku tak akan sedih hamba ditinggal sendiri

Siapa kini pelipur lara nan setia dan perwira Siapakah kini pahlawan hati pembela Bangsa sejati

Telah gugur pahlawanku tunai sudah janji baktiGugur satu tumbuh s’ribu Tanah Air jaya pasti

Gugur bungaku di taman bakti di haribaan PertiwiHarum semerbak menambahkan sari Tanah Air jaya sakti

-Menjadi Diri Sendiri-26

Page 27: menjadi diri sendiri

Ya, gugur satu tumbuh s’ribu. Kita pantas berterima kasih kepada Ismail Mz. yang mengingatkanku dengan salah satu baris syair dalam lagunya itu. Suatu hal yang ironis terjadi, bahwa hanya satu bulan terjadi tragedi Kuta. Hari ini dalam pemboman di sebuah diskotik di Kuta, Bali banyak yang terbunuh. Itulah akibat aparat yang terlena. Semoga polisi dimanapun tidak terlena, mengulangi kelalaian ini. Don’t take security for a granted.

Dalam sebuah konspirasi, selalu pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa ini yang menjadi korban, baik secara fisik maupun mental. Sama seperti anak-anak Irak, sahabatku yang patah tulang, dan sebagian besar orang Australia, sesama korban hanya saling mengutuk satu sama lain. Kenyataan perang dingin yang menyedihkan.

Jika perang Amerika V.S. Teroris menghasilkan korban di menara kembar WTC. Jika perang Indonesia melawan komunisme menghasilkan diskriminasi kepada Cina-Indonesia seperti yang saya alami. Jika perang Indonesia dengan Australia di Timor-Timor menghasilkan korban seperti seorang temanku ini. Jika perang lain juga mengorbankan beberapa ratus turis Australia. Kapan kita dapat menyetop jumlah kelahiran pahlawan tanpa tanda jasa ini? Kelahiran tumbal? Dimana sesama tumbal hanya saling mengutuk dan menyalahkan satu sama lain. Dimana mereka yang seharusnya bertanggungjawab hanya berpangku tangan dengan tidak merasa bersalah sedikitpun. Melihat kejelekan tanpa mencoba bercermin.

Apakah kita harus mengadu tumbal itu Tumbal V.S. Tumbal, Korban V.S. Korban?

-Menjadi Diri Sendiri-27

Page 28: menjadi diri sendiri

Mobil Mercy Papa

“Siang bi puk jo, jo bi puk siang, ciak se bi yu jo yu siang.” (Kentut yang kencang tidak bau, kentut yang bau tidak kencang, kentut yang seperti senapan otomatis bau dan kencang)

Hari itu hari terakhir saya sebelum saya pulang ke Indonesia untuk menikmati liburan musim panas. Sudah seminggu saya tinggal bersama seorang saudara dari Slovakia yang jago memasak pan cake. Namanya Peter. Sahabatku yang satu ini bukan hanya dapat memasak makanan dengan rasa yang lezat, ia juga suka berakrobat dengan masakannya. Ia meniru adegan iklan penggorengan anti lengket yang sering lewat di televisi.

Sesaat setelah makan malam, tanpa pemberitahuan ia sudah menyiapkan bahan untuk pesta perpisahan saya yang pulang ke Jakarta. Karena ia paling ahli dalam memasak pan cake, maka ia memilih pan cake sebagai menu hidangannya.

Ia memasak pan cake dengan menggunakan sedikit margarine. Setelah selesai membuat kulitnya, ia lalu mengolesinya dengan strawberry jam dan peanut jam. Ia menggulungnya dan menugaskan saya untuk menghabiskannya.

Terus terang saja saya belum puasa untuk menyiapkan tempat untuk makan makanan tambahan setelah selesai makan malam. Tetapi saya tidak ingin mengecewakannya, maka saya coba menghabiskannya.

Satu piring saya masih kuat, dua piring hampir mentok, tiga piring saya ngentut.

Temanku ini tertawa mendengar kentut saya. Kentutnya kencang plus bau. Ia tertawa sambil menggerutu. Ia katakan besok kamu pergi ke airport naik shitocar, terbang ke Jakarta naik shitoplane dan dijemput di bandara dengan shitocar. Your life become shit brother. Malam itu diakhiri dengan pergi meninggalkan ruang makan. Good night, have a nice dream. Good night, have a nice shitoplane.

Malam berikutnya aku berada di bandara internasional Soekarno-Hatta. Bersyukur hatiku karena pesawat yang kunaiki bukan shitoplane seperti yang temanku katakan. Memang, kentut manusia merupakan benda gas yang dapat terbakar. Jika kita berimajinasi mungkin bisa dibayangkan jika kita naik pesawat berbahan bakar kentut. Dimana turbin jet nya membakar kentut yang sudah dipadatkan di dalam tabung. Suatu hari nanti, mungkin? Aku benar-benar patut untuk bersyukur karena di malam sebelumnya aku mengeluarkan kentut sepanjang malam. Baik yang berbunyi, tidak berbunyi, maupun yang berbunyi seperti senapan mesin. Sampai pagi kamar tidurku masih bau kentut.

Aku ingat ketika mobil bergerak ke bandara saudara-saudaraku termasuk si tukang pan cake(Peter) itu berdiri di depan townhouse melambaikan tangan memberikan salam perpisahan. Dan di mobil itu juga aku tidak mengentut.

Ketika keluar dari imigrasi mama, papa, dan adikku(Clement) terlihat di sebelah kanan. Kami berpelukan dan mereka membawaku ke luar gedung. Ayahku pergi mengambil mobil dan kami bertiga menunggu. Pertanyaanku,”It is the shitocar?”

-Menjadi Diri Sendiri-28

Page 29: menjadi diri sendiri

Papaku pernah bercerita melalui sambungan telepon bahwa ia membeli mobil baru. Yang aku ingat sudah lebih dari sepuluh tahun keluarga kami tidak punya mobil pribadi. Aneh, mengapa papa beli mobil baru?

Tiba tiba Mercy hitam 300 E yang dikendarai papa sudah berhenti tepat di depan kami. Para kuli bandara mengangkat koper ke bagasi mobil. Dan mamaku mengelluarkan beberapa lembar seribuan.

Saya masuk ke dalam mobil dan kembali bertanya dalam hati,”It is the shitocar?” Mobil ini memang stabil seperti panser. Meskipun interiornya ada kerusakan di sana-sini tetapi saya rasa masih ok-ok saja. Saya bertanya ke papa,”Mobil baru?” Ia jawab,”Baru dari toko.” Saya tanyya lagi,“Buatan tahun berapa?” Dijawab,”1989”

Sebelum aku berangkat ke Sydney keluargaku selalu ingin beli mobil baru, benar-benar baru dari pabrik. Tetapi, mengapa papaku beli mobil baru dari toko(Bekas)? Tiba tiba suara kentut terdengar, aku jadi ingat,”Shitocar.”

Ini masih membingungkan di pikiranku,”Mengapa papa membelinya?” Kebingungan ini terjawab beberapa hari kemudian. Di mobil papa bercerirta bahwa ia beli mobil ini dengan harga murah. Hanya seratus lima belas juta rupiah. Dimodifikasi dengan biaya tiga puluh juta. Sehingga sekarang tampak seperti baru kembali, bahkan modelnya berubah dari bagian belakang seperti Masterpiece, dan dari depan seperti Mercy tipe S. Mobil kami memang benar benar serigala berbuku domba, tipe E berbulu tipe S. Mercy papa naik pangkat.

Kami sampai di depan sebuah restoran untuk makan siang. Sebelum masuk ke restoran, kami cari tempat parkir. Kebetulan parkir sedang penuh. Banyak mobil hanya berputar dan berputar memboroskan bahan bakar. Tetapi ide papaku bekerja tepat pda waktunya.

Tukang parkir itu melihat Mercy papa dari jauh. Dalam hati ia berpikir Mercy tipe S, pasti banyak duit. Ia melambaikan tangan menyuruh papaku mengikutinya sampai sebuah petak parkir kosong di dekat elevator. Setelah mobil berada dekat dengan tempat parkir kosong, si tukang parkir baru sadarn kalau dirinya tertipu dengan tipe E berbulu tipe S. Papaku memarkir mobil dan memberinya seribu rupiah. Tukang parkir itu tertipu pada grill mercy papa yang sudah diganti dengan grill mercy seri S, tetapi ia tidak menyesal karena seribu rupiah tersebut.

Kejadian ini terulang di beberapa mall yang saya singgahi di Jakarta. Papa pernah katakan buat apa beli mobil baru dari pabrik, tipe terbaru dengan harga mahal, tetapi susah cari parkir. Punya mobil baru itu repot, takut dicuri, harga cepat turun, dan belum tentu dapat parkir VIP di setiap mall.

Di rumahku, Anjingku Blacky mengangkat derajatnya dengan bergaya manusia. Dimana ketika anjing-anjingku yang lain berisik, maka aku hanya perlu katakan padanya,” Blacky, anjing-anjing itu najis banget sich, brisik, ngerusak privatsi gue aja!!” Dan si blacky memarahi mereka hingga diam. Ketika anjing peliharaanku yang lain ingin masuk ke rumah ia juga marah. Ketika ada genangan air di lantai ia berjalan menjinjit. Ia bangga dan somboing menjadi manusia padahal ia anjing. Ayahku mensiasati mata orang indonesia dengan beli Mercy tua. Maka, izinkan aku, bantu aku untuk mensiasati

-Menjadi Diri Sendiri-29

Page 30: menjadi diri sendiri

keadaanku dengan mengangkat harga diriku sebagai sebagai seseorang yang masih punya harga diri. Egoiskah aku?

-Menjadi Diri Sendiri-30

Page 31: menjadi diri sendiri

Doa Bapakku

“Jika aku bertanya negara manakah yang paling menyerap cerita-cerita cinta tradisional barat dan timur dengan baik? Kau akan jawab Indonesia. Indonesia bukan hanya bisa membaca dongeng, tetapi juga mensandiwarakannya dalam hidup sehari hari. Bukankah hidup adalah sandiwara? Ya, aku percaya.”,Kira-kira itulah yang muncul tiba-tiba di pikiranku saat mengikuti sebuah public lecture bersama DR. Nono Anwar Makarim yang berjudul Ingatan: Pribadi, Hikayat, Bayangan, Kolektif (Mengubah Trauma Menjadi Sejarah).

Aku membaca sebuah bentuk khas sandiwara manusia Indonesia.

“Lihat saja pertunjukan wayang yang digandrungi oleh rakyat di akar rumput: Semua peristiwa terbagi rapi dalam adengan adegan-adegan yang teramal dari dari awal sampai akhir: Ada situasi,”tata-tentrem –kerto-rahardjo”, ada,”gara-gara”, ada perang, ada kesengsaraan, dan ada ratu adil yang mengakhiri kesengsaraan, kemudian muncul lagi keadaan,”tata-tentrem-kerta-raharja”, dst,dst. Satu siklus disusul oleh siklus yang lain, yang sama, yang sudah bisa diramalkan.”

(Diambil dari“Ingatan: Pribadi Narasi Kolektif(Berdamai dengan masa lalu)” halaman 8.)

Suatu ketika temanku bertanya, mengapa saya setelah takut untuk sekolah di Australia memilih untuk bersekolah di sebuah International School, bukan di sekolah yang berbahasa Indonesia.

Aku menjawabnya dengan segudang jawaban. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menuntut segala pihak untuk sempurna. Menurut perwayangan, setelah sepi, ada masalah, lalu ada penyelamat, lalu keadaan kembali seperti awal. Dalam sebuah dongeng orang Indonesia menuntut seseorang yang menolongnya untuk mencapat tahap sempurna seperti saat lahirnya seorang penyelamat. Siklus itu tidak boleh berhenti di tengah tengah. Karena itu situasi menuntut orang yang tinggal di negara edan seperti Indonesia untuk berusaha mencapai kesempurnaan, meski sebenarnya kesempurnaan dunia selalu berlari menjauh.

Anak-anak yang bersekolah di sekolah Indonesia menjadi berusaha sempurna dengan berbagai cara. Mengadu kekayaan, dengan pakaian, mobil, dan sepatu. Atau juga mengadu bapak mereka masing masing. Siapa Bapakmu? Dimana bapakmu bekerja? Apa pangkat bapakmu? Mereka lupa untuk bertanya siapa kamu.

Dalam pelajaran sistim pendidikan, Indonesia juga mengejar kesempurnaan yang dimiliki oleh ratu adil. Pelajarannya banyak, susah, tetapi ijasahnya dianggap rendah meskipun bersampul indah. Guru di Indonesia dituntut untuk mengajarkan semua yang ia tahu, dengan gaji kecil. Murid-murid dituntut untuk menghafal semuanya bukan mengerti semuanya. Bangsa Indonesia terdidik untuk mempelajari segalanya dari kulit.

Untuk menjadi sempurna, dalam pembicaraan, orang Indonesia selalu tabu untuk hal-hal yang mereka anggap negatif. Mereka menyalahkan ketidaksempurnaan, tetapi jika diminta keikutsertaannya untuk membangun kesempurnaan mereka selalu melarikan diri. Menggosipi pihak lain telah menjadi kebiasaan umum. Mereka tidak mau

-Menjadi Diri Sendiri-31

Page 32: menjadi diri sendiri

mengoreksi diri, melainkan menyembunyikan kekurangan. Lalu merendahkan orang lain untuk membuat diri lebih tampak sempurna.

Pemimpin-pemimpin Indonesia ingin menjadi pemimpin seumur hidup hanya supaya mencapai kesempurnaan itu. Selalu mengejar sempurna, lupa akan kebahagiaan. Sehingga sampai mati ia terus mengejar surga. Surga terus lari, dan ia Tidak bahagia.

Karena itu aku masuk Di International School untuk menghindari hal-hal ini. Aku ingin boleh menjadi diriku sendiri bukan menjadi bapakku, bukan pakaianku. Aku ingin dinilai atas aku bukan kemunafikanku. Kehidupan luar negeri memberiku kesempatan untuk mendapat penilaian orang berdasarkan aku. Mereka tidak peduli siapa bapakku, berapa kaya aku. Mereka juga tidak mengomentari jalan hidupku, menggosip semau mereka. Izinkan aku menjadi diriku sendiri…

Suatu hari berbeda ketika menemani sobatku Artere Laksamana pergi ke rumah sakit. Waktu terasa panjang. Menunggu dokter yang belum datang karena alasan macet adalah hal yang amat membosankan.

Saat itu kami sempat berbicara mengenai kebiasaan orang indonesia yang menilai seseorang dari posisi dan status sosial ortunya. Saat seorang Indonesia masuk ke sebuah komunitas Indonesia di luar negeri, hal yang sering ditanyakan setelah nama adalah siapa bapaknya. Mereka menanyakan nama bapaknya, tempat kerjanya, dan posisinya. Apakah ortunya seorang pejabat, jendral, konglomerat atau hanya pegawai biasa. Mereka lebih tertarik menanyakan hal ini daripada siapa dirinya. Aku teringat bagaimana sebagai orang Indonesia yang terbudaya untuk sering membanggakan siapa bapaknya, daripada dirinya sendiri. Maka bagaimana kalau kita sebagai orang yang tinggal di dunia edan mencoba ikut arus dalam keedanan ini. Bagaimana kalau kita berdoa “Doa Bapakku”( semoga bapaku jadi wong sugih, wong penting, sugih tujuh turunan). Bukankah bapakku lebih penting dari aku? (Bukan lagi doa Bapak Kami).

-Menjadi Diri Sendiri-32

Page 33: menjadi diri sendiri

Ilusi Steriotype dan Realitas

Kita sudah terbiasa hidup dalam ilusi dan stereotype. Bingung membedakan mana yang ilusi mana yang realitas. Bagai orang yang mimpi berjalan seakan ia ada dalam alam nyata namun sebenarnya hanyalah alam maya saja. Betapa sering kita di nina bobokan oleh ilusi kita, bagai obat bius yang bikin kita nagih. Karena ilusi sering lebih indah dari kenyataan.

Teman-temanku dari Republik Rakyat Cina punya sebuah cerita mengenai cara berpacaran. Saat masih sekolah di Cina, mereka hanya boleh berpacaran setelah masuk universitas. Jika seorang anak ketahuan berpacaran orangtuanya akan dipanggil kepala sekolah dan mungkin saja dua sejoli itu akan menerima hukuman. Pacaran di tingkat SMP adalah hal yang ditabukan oleh kaum dewasa.Bagaikan hidup di dark ages. Seks sama dengan neraka dan setan. Segala yang yang berbau seks dan romance dianggap tabu.

Di bayangan saya, mungkin pemerintah RRC yang sudah kebanyakan penduduk ingin memperkecil kemungkinan lahirnya anak haram. Mereka takut anak-anak mereka hamil di luar nikah, sehingga dapat menurunkan kwalitas penduduk yang ingin ditingkatkan. Tapi hal ini menjadi bumerang.

Sudah lama pemerintah RRC memberikan penyuluhan mengenai anak satu. Mereka bilang jika punya anak satu saja, maka para orangtua dapat memberikan pendidikan yang lebih berkwalitas kepada anak-anaknya. Misalkan saja menyekolahkan anak mereka ke mancanegara.

Akibat dari penyuluhan ini sesama orangtua berlomba mengirim anak mereka ke luar negeri meskipun banyak diantara anak-anak itu yang belum mau berpisah dengan ortangtuanya. Mereka terbiasa menjadi anakmas di rumah mereka. Anak perempuannya pun banyak yang selalu bergantung kepada teman prianya dalam mengurus kebutuhan sehari-hari, posisi orangtua digantikan oleh teman pria.

Kebanyakan dari anak-anak yang homesick ini malah menjadi bergaya badung dengan berpacaran, lalu bermesraan di tempat umum, sampai pada akhirnya hidup sekamar. Ini menjadi kebalikan dari tujuan pemerintah. Bukan hanya berpacaran tapi malahan bobok bareng. Pelarian dari setress.

Hidup yang penuh hipokrasi seperti ini tidak hanya ada di negeri komunis yang terkenal dengan indoktrinasinya, tapi juga di bumi pertiwi ini sendiri. Menurut kawanku ketika ia masih SMA kepala sekolahnya adalah seorang suster yang paranoid. Kemampuan imaginasinya yang luar biasa error bisa menghubungkan hari Valentine dengan seorang Don Juan alias Valentino yang menurutnya seorang Sex maniac. Mungkin dibenaknya perayaan Valentine sama dengan sex orgy(pesta sex). Makanya perayaan Valentine ditentang habis-habisan di sekolah tersebut. Bahkan murid ketahuan masih nekat merayakannya akan di skors. Jelas ini merupakan hal yang salah kaprah. Sebenarnya hari raya Valentine tidak ada hubungannya dengan seorang Don Juan, melainkan santo Valentine yang terenal akan kasih sayangnya. Sebenarnya yang salah bukan hari rayanya tapi orang yang kerena kedangkalannya salah kaprah dalam mengartikannya. Selama ini masyarakat Asia pada umumnya sangat tertutup pada hal-hal yang berbau sex. Mereka berpikir hanya karena mereka menolak membicarakan masalah sex, anak

-Menjadi Diri Sendiri-33

Page 34: menjadi diri sendiri

muda tidak akan melakukannya. Benar-benar suatu hal yang salah kaprah. Malah karena mereka tidak mendapatkan informasi yang tepat, maka mereka bereksperimen sendiri dengan mencobanya. Akibat eksperimen ini bisa fatal, termasuk hamil di luar nikah dan berbagai jenis penyakit kelamin termasuk AIDS.

Dari sebuah artikel yang saya baca dari majalah newsweek edisi 16 Sebtember 2002 di halaman 23, yang terjadi di Jepang malah lebih parah lagi. Sex bukan lagi sesuatu yang special. “Girls now share their boyfriends like they’d share chips.” Berdasarkan survey, dari responden remaja 15-19 tahun, 43% menyatakan mereka mempunyai lebih dari 5 sex partner. Wow, ruar biasa!!! Kalau di film Vanilla Sky ada istilah Fuck Buddy, ternyata di Jepang pun ada istilah “Sekusutomo” alias sex buddy. Tapi seperti di kebanyakan negara lainnya sex education tetap saja dianggap tabu, walaupun sebagian besar remajanya sudah melakukannya secara rutin seperti makan kentang goreng saja. Hear no evil, see no evil, does not mean there is no evil. Sama saja dengan membodohi dan mengibuli diri sendiri.

Kembali ke Indonesia, masalah yang sama bukan hanya berpengaruh ke sex saja. Berpura-pura alim telah mempengaruhi cara berprilaku. Contoh sederhana saja dalam bersalaman. Banyak indonesia yang ingin dihormati sebagai gadis suci jika bersalaman ogah menggengam tangan orang yang memberikan salam. Mereka kanya mengulurkan tangan dan menyentuhkan ujung-ujung jarinya seolah olah jijik untuk bersalaman. Mungkin dipikir dirinya adalah putri raja doimana orang harus berlutut ketika menyentuh tanggannya. Hal ini bukan menunjukan keanggunan tetapi malah menunjukan kemunafikan dan tidak adanya etika. Putri sok kraton, gadis pingitan.

Saya rasa penyelesaikan bukan lagi dengan kepura-puraan. Penyelesaian adalah menghadapi realitas, terbuka, dan memberikan Informasi yang benar. Bukankah tiap individu harus bertanggung jawab untuk keputusanya, itulah inti sebuah masyarakat demokratis. Tetapi seseorang hanya dapat membuat keputusan yang benar berdasar informasi yang tepat. Jangan sampai sex hanya menjadi satu-satunya jalan untuk melawan status quo.

Sudah saatnya kita membuka masalah-masalah yang dianggap tabu termasuk salah satunya dalam hal sex. Sudah saatnya generasi muda kita diberi pendidikan yang benar dan terbuka (termasuk soal seks), sehingga mereka dapat bertanggungjawab atas keputusan mereka sendiri.

Sebagai ilustrasi akan sebuah masyarakat yang hipokrit dan pendidikan sex yang salah kaprah, temanku punya sebuah lelucon kecil akan pendidikan sex yang diberikan seorang pastor. Ia terobsesi untuk menakut-takuti murid muridnya akan masalah sex. Ia pikir dengan kata-kata seram murid-murid akan takut melakukan hubungan sex. Ia menggambarkan alat kelamin pria sebagai setan, dan alat kelamin wanita sebagai neraka. Kemudian seorang murid nyeletuk,” Pak bukankah tempat setan memang di dalam neraka?”

-Menjadi Diri Sendiri-34

Page 35: menjadi diri sendiri

Panca-error

Mejadi orang Indonesia di perantauan memang sering melahirkan keunikan tersendiri.Ada pepatah lain ladang lain belalang. Namun dalam hal ini si belalang yang pindah dari ladang ke ladang namun tetap saja kelakuannya dan kebiasaannya tidak berubah.

Ada pepatah yang sudah melekat kuat di orang Indonesia. Seperti pancasila ada lima sila yang sering dipakai oleh orang Indonesia. Kita sebut saja Panca-error. Pertama, Ogah rugi. Kedua, selalu mau yang free alias gratis. Ketiga, masa bodoh orang mau rugi asalkan gw untung. Keempat, senang yang baru-baru. Dan sila yang terakhir, senang yang serba Wah!!

Pengalaman temanku ketika kuliah di Seattle. Tentang ke Wah-an orang Indonesia. Apa yang dapat dapat anda bayangkan mengenai kendaraan seorang tukang rantangan? Van tua? Sedan butut? Motor bebek? Bukan saudara-saudara sekalian. Tukang rantangan temanku ini tidak lain mengendarai Mercy 500SL tipe terbaru saat itu. Luar biasa, tidak pernah terjadi dalam sejarah percateringan internasional. Pelanggan mana yang tidak bangga dilayani catering ber mercy. Ternyata diantara orang kaya Indonesia meskipun mampu berkendaraan super wah tidak malu menjadi delivery boy.

Di kesempatan yang berbeda, dalam perjalanan menuju kampusnya, ia mendengar sebuah cerita dari teman satu Apartmentnya tentang kebiasaan orang Indonesia yang juga tinggal di apartment yang sama. Di apartment itu, setiap pagi disediakan berbagai jenis roti untuk sarapan pagi. Roti-roti tersebut ditaruh di dalam sebuah keranjang di lobby. Setiap orang yang tinggal di apartment bebas mengambil roti secara cuma-cuma. Tetapi kadang-kadang salah seorang penghuni dari Indonesia mengambil seluruh jenis roti yang ada untuk dibawa ke kamarnya dan ber-smorsgarsbord ria, tanpa mempedulikan penghuni lain yg hanya bisa pasrah ketika jatah sarapan paginya lenyap. Dalam hal ini sila pertama sampai ketiga dari Panca-error telah dilaksanakannya. Sampai orang yang bercerita dengan temanku ini mengatakan bahwa ia pernah bertemu dengan seorang penghuni bule yang kebetulan bertemu di lift, menanyakan dari mana negara asalnya. Ketika dijawab dari Indonesia, bule itu sampai mengeluh,”Oh, not again.”Sudah begitu parahkah reputasi bangsa kita?

Rupanya kebiasaan berbuffet ria tidak hanya berlaku di soal makanan. Orang indonesia juga mengaplikasikannya untuk nonton film di bioskop. Kreatif khan orang Indonesia?

Di Cineplex Amerika, karcis hanya diperiksa di gerbang utama, tidak di setiap individual theatre(studionya). Kesempatan ini pun tidak disia-siakan oleh kebanyakan orang Indonesia. Mereka membeli karcis untuk satu film, membawa ransel besar berisi makanan, dan berpiknik di dalam gedung bioskop yang gelap. Mereka berbuffet ria nonton semua film yang diputar dari awal bioskop dibuka sampai menjelang ditutup. Dalam hal ini bukankah sila pertama sampai ketiga sudah dilaksanakan dengan baik?

Situasi yang mencerminkan kreatifitas bangsa kita juga terjadi di kota San Diego. Ketika itu seluruh kota sedang demam superball. Karena hari itu San Diego Chargers masuk ke final pantai barat dengan lawannya 49ers dari San Fransisco. Tidak hanya orang bule, pelajar Indonesia pun juga ikut dalam demam ini.

-Menjadi Diri Sendiri-35

Page 36: menjadi diri sendiri

Di Amerika ada undang-undang perlindungan konsumen, bahwa barang yang telah dibeli bisa dikembalikan dalam jangka waktu tiga puluh hari, tanpa pertanyaan selama kondisinya masih baik(Tidak Rusak). Inilah yang dimanfaatkan para student dari Indonesia dengan berpatungan mengumpulkan uang untuk membeli televisi layar lebar, tipe terbaru dan termalah yang super Wah!!

Lucunya, si salesman yang sudah terlanjur senang karena akan mendapat bonus dari penjualan tersebut menjadi kecewa dan sakit hati setelah kurang dari tigapuluh hari televisi tersebut kembali setelah digunakan untuk nonton superball ramai-ramai. Bukankah tindakan ini sesuai dengan semua sila yang tertera dalam panca-error?

Apakah bangsa kita yang menganut azas pancasila, ternyata malah lebih terbiasa dengan panca-error? Ini bukan suatu kritikan tetapi suatu cermin dimana kita semua termasuk penulis bisa merefleksikan kehidupan kita masing-masing.

-Menjadi Diri Sendiri-36

Page 37: menjadi diri sendiri

Harapan

Indonesia yang kulihat dari kacamataku sebagai orang yang tinggal di Sydney adalaah bangsa yang hanya bisa melarikan diri dari masalah. Tetapi jika ditanya keikutsertaannya dalam menyelesaikan masalah hanya bisa kabur dengan segudang alasan. Memberikan ide pun takut, karena malas untuk membantu.

Ada sebuah tulisan dari alkitab yang dapat kukutib,”Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?” (Lukas 23:27-31)

Ingin aku menambahkan. Mungkin dalam kepalanya Yesus berkata-kata,”Aku mati gara-gara kamu. Untuk kamu. Dasar manusia!”

Puteri-puteri Yerusalem yang menangisi Yesus. Mereka memang menangisi Yesus sang korban yang lahir untuk menjadi tumbal. Dimana dalam hal ini mereka tidak dapat menolong sedikitpun, tidak mau mencoba berkorban untuk menolong. Lupa untuk menangisi keberadaan mereka yang direndahkan sebagai wanita, tetapi sebenarnya sangat penting dan dibutuhkan sebagai seorang ibu dari generasi penerus. Lupa bahwa Yesus mati di kayu salib karena dosa-dosa yang manusia lakukan, Manusia secara keseluruhan termasuk puteri-puteri yerusalem sebagian diantaranya. Lupa untuk berpikir apakah mereka turut berperan serta dalam menciptakan kesengsaraan si korban. Semua hanya berpikir bahwa dirinya di pihak benar, sebagai penyelamat.

Teman Indonesia yang aku temui adalah orang yang mencoba menggerutu atas kenyataan yang tidak sesuai harapan. Menangisi masalah, membuatnya semakin hangat untuk dibicarakan, dijadikan sumber sekaligus topik utama dalam setiap waktu. Dan mereka tetap tidak mau berinisiatif membantu jika itu menuntut suatu pengorbanan. Mereka juga lupa untuk bertanya kepada diri sendiri,”Apakah tangisan itu dapat menyelamatkannya(si korban)? Apakah saya sebenarnya mengerti apa yang ia(si korban) alami? Apakah dengan menangisinya si korban akan merasa tertolong dan sepihak dengan saya? Dan apakah tangisan itu dapat menyelamatkan saya sebagai seorang individu? Apakah si korban akan tetap berkata-kata “Aku mati gara-gara kamu”? Apakah sebelum menangisi korban, saya juga merupakan bagian dari kelompok yang menciptakan ketidakadilan itu?”

Di saat yang berbeda saya ingat saat Bp. Aris Sumadi guru agama katolikku ketika SLTP di Pangudi Luhur Jakarta pernah membacakan sebuah komik yang terdapat di buku cerita agama katolik untuk anak SLTP. Begini ceritanya,”Ada seorang pembicara kesehatan datang ke suatu desa. Ia mengajak orang-orang di desa untuk menerima orang kusta yang sudah sembuh dari penyakitnya sebagai manusia. Setelah penyuluhan ia pulang ke rumah. Ada seorang bekas penderita kusta yang telah sembuh memohon kepadanya untuk menumpang untuk menginap karena hari sudah malam. Dan apa jawaban yang ia terima? Bahan-bahan penyuluhan mengenai penerimaan orang kusta di

-Menjadi Diri Sendiri-37

Page 38: menjadi diri sendiri

itu untuk masyarakat bukan untukku. Aku hanya sekedar menjalankan tugas. Pergi jangan kotori rumahku.”

Aku juga pernah dengar pada kelas yang sama guruku ini membacakan sebuah cerita lainnya. Di cerita itu ada seorang yang menjadi penyelamat bagi semua desa. Suatu hari ada tentara yang menanyakan keberadaan orang ini. Tentara itu mengancam penduduk jika mereka tidak menyerahkan orang ini maka tentara ini akan membunuh mereka. Para penduduk bingung. Mereka lalu membaca Alkitab dan menemukan kitab injil. Mereka mengetahui bahwa mesias mati di kayu salib untuk menyelamatkan umat manusia. Allah yang turun ke dunia untuk mati di kayu salib. Tanpa pikir panjang mereka menyerahkan orang ini. Dan orang tersebut dihukum mati. Dan suatu ketika datang seorang nabi allah. Ia mendengar cerita tersebut dari masyarakat. Ia memarahi masyarakat atas kesalahan yang diperbuat mereka. Mengorbankan orang yang telah menyelamatkan mereka..

Saya juga ingat sebuah paragraf yang tertulis di buku “SOE HOK-GIE Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani”karya John Maxwell. Di halaman 335.

“Saya juga mulai menyadari reaksi ibu G….Orang-orang Tionghua ini senang pada saya karena saya berani, jujur dan berkepribadian. But no more than that. Pada saat mereka sadar bahwa saya ingin menjadi ingroup mereka, mereka menolak. “Soe baik tetapi tidak untuk keluarga kita.” Saya ingat nasib prajurit-prajurit, yang juga diprasangkai oleh banyak orang. Mereka dipuja-puja, diciumi di jalan sebagai tentara pembebas. Tetapi kalau ada puterinya yang ingin kawin dengan tentara – nanti dulu. Perasaan inilah yang ada pada saya sekarang.”

Soal ini telah lama saya sadari. Tetapi pada waktu itu datang sebagai kenyataan, rasanya pedih sekali. Tapi saya tak menjadi emosional. Saya pikir saya jauh lebih tenang dan dewasa.”

Bangsa indonesia adalaah bangsa yang menendang ke bawah, menyikut ke samping dan menggantung ke atas. Dimana kalau ada pemimpin yang salah rakyat ingin menjatuhkan. Dimana jika suku Tionghua di diskriminasi, ramai-ramai orang bikin lembaga untuk mengenang nostalgia pendiskriminasian suku Tionghua. Dimana jika hari yang berbeda masalah Ambon lagi ramai ganti haluan ke masalah Ambon. Dimana kalau ada yang korupsi dilawan, tetapi orang-orang yang katanya melawan korupsi ini juga melakukan korupsi kecil-kecilan seperti nembak SIM, damai dengan Polantas. Dimana kalau ada yang bikin reformasi semua pakai selogan reformasi. Dimana kalau Amerika negara maju semua mengikuti mode pakaian, rumah makan, kedai kopi, bahkan di film tersanjung dibentuk tokoh tante amerika. Menjadi bangsa indonesia adalah bangsa yang hanya punya keinginan untuk menunggu penyelamat. Tetapi jika penyelamat itu sudah datang bangsa indonesia akan menuntut sang dewa penyelamat untuk melakukan semuanya sendiri dengan sempurna.

Seperti yang tampak di buku harian Soe Hok-Gie tadi, Bangsa indonesia adalah bangsa yang mengharapkan sang penyelamat untuk melakukan semuanya, mengorbankan semuanya dan tidak memberikan kesempatan kep[ada sang penyelamat untuk menjadi ingroup dengan orang yang diselamatkan. Menjadi seorang penyelamat di Indonesia adalah lahir untuk menjadi tumbal.

-Menjadi Diri Sendiri-38

Page 39: menjadi diri sendiri

Tetapi apakah anda pernah menyadari bahwa menjadi seorang anggota dari Indonesia di kancah Internasional adalah menjadi bangsa yang harus menerima malu seumur hidup. Saya rasa lebih penting. Bagaimana kita menghapus malu sebagai indonesia.

Seperti kata seorang profesor Australia yang mengajar temanku,”Indonesia adalah bangsa dimana tentaranya terutama dilatih untuk berperang ke dalam.”Indonesian army is trained to kill indonesians”. Berperang melawan gerilyawan lokal.

Saya menggingat kembali SMS teman saya “IC”. Di SMS nya ia menanyakan kepada saya,”Mengapa manusia tidak meminta surga saja kepada tuhan?”

Saya menjawabnya dengan,”Jika yang anda maksud adalah surga dunia, maka lebih baik saya katakan saja bahwa sesaat ketika seorang manusia memasuki surga, maka saat itulah ia akan meninggalkan surga. Ketika surga sudah dicapai maka surga itu akan lari atau tampak kembali di tempat yang jauh, yang sama jauhnya dengan saat pertama anda mulai mengejarnya. Maka saya memilih tidak memasukinya. Saya memilih duduk jongkok di samping jalan utamanya, tepat di samping pintu gerbang utamanya. Pintu dimana banyak orang lalu-lalang. Aku hanya akan jongkok di sana. Melihat apakah itu surga dari sela-sela pintunya. Sehingga aku tidak harus meninggalkan keindahan surga sebagai suatu nostalgia seperti yang terjadi pada semua orang.”

Manusia adalah makhluk yang selalu membentuk imajinasi atas apa yang dapat dikatakan sempurna di dalam otaknya. Dan saat manusia mencapai impiannya itu impian lain akan muncul. Memang, ini baik untuk perkembangan individu si manusianya, tetapi apakah akan baik untuk mencapai apa arti surga yang sebenarnnya? sebuah kebahagiaan mutlak.Dan kapan manusia akan mendapatkan kebahagiaan jika bernafsu mengejar surga yang berlari. Bukankah ia hanya berputar? Maka aku tidak ingin masuk ke pintu surga tetapi hanya ingin berhenti selangkah sebelum memasukkinya.

Seperti nabi Musa yang menyerahkan tugasnya ke generasi selanjutnya Yosua. Dan ia sendiri hanya menatap kota terjanji dari jauh tanpa sempat memasukinya. Duduk diam dalam imajinasinya akan surga yang telah ia capai. Bermimpi dan bermimpi hidup dalam mimpi. Sebuah kebahagiaan atas keberhasilannya membawa bangsa Israel dari tanah Mesir. Sebuah kebanggaan atas kemampuannya menaklukkan bangsa Israel yang keras kepala. Menaklukkannya dengan membelah laut merah, menggubah tongkat jadi ular, hujan manna, burung-burung puyuh, juga dengan sepuluh perintah allahnya.

Mengapa allah tidak mengajaknya masuk ke kota terjanji? Apakah Musa akan bahagia jika ia tiba di kota terjanji? Saya rasa tidak. Ia akan kecewa dengan dosa-dosa umatnya yang semakin merajalela. Dia akan berusaha menggubahnya lagi, tetapi sampai kapan ia harus tahan? Dan apa upahnya atas kerja kerasnya itu? Saya rasa jika ia masuk bersama ke kota terjanji upah yang ia dapat atas kerja kerasnya hanya sedih. Apakah itu surga?

Karena itu, secara jujur saya harus katakan ambisi pribadi saya dengan ditulisnya buku ini. Saya berharap bisa hidup dan mati seperti Musa. Hidup di dalam mimpi. Saya berharap suatu hari, jika saya pergi ke kota-kota lain di dunia orang-orang akan menjemput saya di bandaranya dengan menyapa saya sebagai seorang pribadi bukan sebagai orang Indonesia yang sudah di cap salah sebelum berbuat salah. Saya tidak perduli mereka mengejek saya dalam hati atau memanggil saya dengan separuh hati,

-Menjadi Diri Sendiri-39

Page 40: menjadi diri sendiri

tetapi bukankah di imajinasi saya, mereka adalah orang yang menghargai saya? Saya akan coba lupakan jika mungkin sebagian dari mereka punya niat buruk ke saya.

Saya berharap kita bisa mulai membiasakan budaya malu dan secara perlahan merubah definisi malu dari secara materi ke secara moril. Memang tidak akan sempurna. Ini satu-satunya jalan uyang bisa saya andalkan untuk bisa menghapus trauma diskriminasi saya sedikit demi sedikit, hidup di dalam mimpi. Sehingga kita bisa mengubah penilaian orang lain terhadap pribadi kita , dari bangsa Indonesia yang namanya sudah tercemar menjadi diri kita sendiri. Sehingga kita tidak lagi menuangkan kesalahan kita pada negara kita tercinta ini atau menciptakan tumbal yang lahir untuk dikorbankan. Kita harus bertanggungjawab pada diri kita sendiri.

Saya tekankan sekali lagi, Mari kita(Penulis, para resercher, narasumber, semua orang yang terkait dalam pembuatan buku ini dan juga para pembaca semuanya.) bersama-sama berjuang mengangkat derajat kita dari yang direndahkan menjadi sama dengan bangsa lain dengan menjadi diri kita sendiri. Mungkin sampai hari ini kita(termasuk penulis sendiri) masih sering melakukan kesalahan yang sama, tapi biarlah hari lalu itu menjadi suatu dorongan untuk memulai hari baru. Hari dimana kita bisa menjadi diri sendiri untuk pertama kalinya. Saya mengharapkan partisipasi anda menjadi peserta bukan penonton. Be your self…, Be our self!!

Bukankah saat memohon ampunan untuk kota Sodom dan Gomora Abraham pernah bertanya,”Sekiranya sepuluh(orang baik) didapati di sana?” Pencipta bersabda,”Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu.”Bukankah di negeri ini masih ada orang baik? Paling tidak lebih dari sepuluh. Aku berani bertaruh

Sebuah akhir dan awal untuk kita. Ijinkan aku menjadi pemula, untuk ke sekian kali.

VCL

-Menjadi Diri Sendiri-40

Page 41: menjadi diri sendiri

Data Pribadi

Nama Lengkap: Vincent Christian LiongNama Panggilan: Vincent, Liong, VCL, dll.

Tempat & Tanggal Lahir: Jakarta, 20 May 1985Alamat Rumah: Jl. Ametis IV G-22 Permata Hijau, Jakarta 12210Telephone: (021)5482193, 5348567, 5348546.Fax: (021)5482193, 5348567, 5348546.Mobile: 0811-919-765E-mail: [email protected] & [email protected]

Hobi: Merokok, Menulis, Membaca, Reserch Sosial dll.Cita-cita: Sutradara, Skenario Writer& PembicaraOlah Raga: Abseling, Badminton, Renang, dll.Agama/Kepercayaan: Katolik, destiny

o Riwayat Pendidikan: TK. Tirta Martha, Jakarta SD. Pangudi Luhur, Jakarta SLTP. Pangudi Luhur, Jakarta SMU. St. Laurensia, Tangerang Meridian International School, Sydney Gandhi Memorial International School, Jakarta

Riwayat Menulis: Berlindung di Bawah Payung (Grasindo 2001) Menjadi Diri Sendiri (Belum jadi)

-Menjadi Diri Sendiri-41

Page 42: menjadi diri sendiri

-Menjadi Diri Sendiri-42