menyoal kata-kata yang digunakan dalam intercorporate dividends sebagai non objek pph
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Menyoal Kata-kata yang Digunakan dalam
Intercorporate Dividends sebagai Non Objek
PPh
Pendahuluan
Bila diperhatikan secara seksama Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh terdapat kata-kata
yang kurang tepat pencantumannya. Ketidaktepatan hal tersebut terjadi bila dikaitkan
dengan praktik pembukuan di lapangan. Di mana letak dan apa yang menyebabkan hal
itu terjadi? Simak dengan baik-baik ulasan di bawah ini.
Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh) menjelaskan syarat dan ketentuan dividen diperlakukan sebagai non-objek PPh.
Berikut cuplikan pasalnya.
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen yang berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor.
Menurut penulis, ada dua redaksi frase yang kurang tepat penggunaannya yaitu frase
“…..atau bagian laba yang diterima atau diperoleh ….” dan “……cadangan laba yang
ditahan”. Apa dan bagaimana dasar pemikirannya? Penulis akan menjabarkan di bawah
ini.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh
Beberapa pengamat berpendapat frase “...atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh...” dapat diartikan sama dengan atau termasuk pengertiannya dengan
“Bagian Laba Entitas Asosiasi” (penulis: atau bisa juga ventura bersama terkait
penerapan metode ekuitas) dalam mengakui bagian laba investor atas laba bersih
entitas asosiasi yang diatur pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 15
(revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi atau entitas pengendalian bersama
entitas yang mengacu pada PSAK 12 (revisi 2009) tentang Bagian Partisipasi dalam
Ventura Bersama.
Apakah yang dimaksud sebetulnya kata-kata “...atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh...” merupakan sinonim atau merupakan pengungkapan maksud “dividen”
dengan cara yang berbeda, tapi sebetulnya yang dimaksud adalah semata-mata an
sich dividen atau ada hal lain yang dimaksudkan. Mari kita lihat satu-satu apakah
memang dimungkinkan ada interpretasi lain selain hanya dividen.
Pertama, kita bicarakan terkait apakah dimungkinkan adanya pemahaman bahwa kata-
kata “…atau bagian laba yang diterima atau diperoleh….” dapat diartikan sebagai “Bagian
Laba Entitas Asosiasi atau Pengendalian Bersama Entitas”? Untuk itu, pertama-tama
perlu dijelaskan kapan akun “Bagian Laba Entitas Asosiasi atau Pengendalian
Bersama Entitas” muncul di Laporan Laba Rugi?
Pembahasan “Bagian Laba Entitas Asosiasi atau Pengendalian Bersama Entitas” akan
selalu terkait dengan investasi yang dilakukan oleh satu perusahaan dalam entitas
lainnya. Investasi ini bagaimanapun merupakan suatu strategi bisnis, namun pilihan
strategi investasi akan menentukan tingkat kepemilikan dan ini juga akan berpengaruh
pada pelaporan keuangan. Ada dua tipikal investor yaitu investor pasif dengan
persentase kepemilikan sahamnya pada perusahaan lain tidak signifikan dan investor
www.futurumcorfinan.com
Page 3
aktif, dengan memegang persentase kepemilikan saham yang cukup signifikan
sehingga berpengaruh signifikan atau bahkan pengendalian (atau pengendalian
bersama) atas perusahaan investee. Pengaruh signifikan ini menurut PSAK 15 (revisi
2009) diartikan sebagai kekuasaan untuk berpartisipasi (dan bukan menentukan atau
memiliki keputusan menentukan) dalam keputusan kebijakan keuangan dan operasional
investee.
Sementara itu, pengendalian didefinisikan sebagai memiliki kekuasaan untuk mengatur
(baca menentukan) kebijakan keuangan dan operasional suatu entitas untuk
memperoleh manfaat dari aktivitas entitas tersebut. Pengendalian bersama adalah
persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian atas suatu aktivitas ekonomi,
dan ada hanya ketika keputusan keuangan dan operasional strategis terkait dengan
aktivitas tersebut mensyaratkan konsensus dari seluruh pihak-pihak yang berbagi
pengendalian (venturer).
Namun demikian, justru penting untuk dicermati adalah tingkat ketergantungan
operasional dan keuangan antara pihak investee dan pihak investor. Dari analisa tingkat
ketergantungan ini dapat saja diketahui bahwa pendapatan dividen tidak memberikan
gambaran ukuran yang sesungguhnya terkait laba yang dinikmati atau diperoleh oleh
pihak investor dari hubungan tersebut. Sebagai contoh, suatu perusahaan bisa saja
mengakuisisi perusahaan lainnya guna memperoleh akses ke pasar tertentu atau ada
hal-hal yang bisa disinergikan antara kedua perusahaan tersebut misalnya dari
industri yang sama atau masih terkait, atau bahkan untuk bisa mendominasi pasar.
Dengan kata lain, pendapatan dividen tidak selalu hal yang diharapkan oleh pihak
investor, tetapi lebih kepada profitabilitas atau rentabilitas dan kemampuan
mempertahankan pertumbuhan baik angka penjualan atau margin kotor atau laba.
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa dalam kerangka International Financial
Reporting Standards (IFRS) dikenal beberapa istilah laporan keuangan.
IAS 27: Consolidated and Separate Financial Statements (atau sekarang Separate
Financial Statements sejak Mei 2011)
Consolidated financial statements are the financial statements of a group
presented as those of a single economic entity. Separate financial statements are
those presented by a parent, an investor in an associate or a venturer in a jointly
controlled entity, in which the investments are accounted for on the basis of direct
equity interest rather than on the basis of the reported results and net assets of the
investees.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Terjemahan: Laporan keuangan tersendiri adalah laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan induk, investor dalam entitas asosiasi, atau pihak venturer dalam entitas
pengendalian bersama, dimana investasi tersebut dicatat berdasarkan direct equity
interest (artinya tidak memasukkan bagian atas laba dan perubahan pendapatan
komprehensif lain), dan bukan berdasarkan laba yang dilaporkan dan aset neto pihak
investee. Dengan kata lain, ini merupakan akun-akun yang tidak terkonsolidasi dari
para entitas.
Jadi laporan keuangan tersendiri adalah laporan keuangan yang disusun selain atau
sebagai tambahan atas:
• Laporan keuangan konsolidasi;
• Laporan keuangan di mana investasi dicatat menggunakan metode ekuitas;
• Laporan keuangan dimana bagian partisipasi venture dalam ventura bersama
dibukukan menggunakan metode konsolidasi proporsional.
Penting diperhatikan bahwa International Accounting Standards Board (IASB)
berpendapat bahwa kebutuhan pengguna laporan keuangan dipenuhi sepenuhnya
dengan mewajibkan perusahaan untuk [IAS 27.IN10, IAS 28.36]:
• Melakukan konsolidasi anak perusahaan;
• Mencatat investasi pada entitas asosiasi menggunakan metode ekuitas;
• Melakukan konsolidasi proporsional atau mencatat menggunakan metode
ekuitas atas bagian partisipasinya dalam ventura bersama berbentuk
pengendalian bersama entitas.
Dengan demikian, IFRS tidak mewajibkan penyusunan dan penyajian laporan keuangan
tersendiri. Dalam konteks Indonesia, PSAK 4 (revisi 2009) tentang Laporan Keuangan
Konsolidasi dan Laporan Keuangan Tersendiri pada halaman IV terkait “Perbedaan
dengan IFRS” menyebutkan bahwa:
IAS 27 mengizinkan investor dalam entitas asosiasi, venturer dalam ventura bersama,
dan entitas induk untuk menyajikan laporan keuangan tersendiri.
PSAK 4 hanya mengijinkan entitas induk yang dapat menyajikan laporan keuangan
tersendiri dan laporan keuangan tersendiri tersebut harus sebagai lampiran dalam
laporan keuangan konsolidasi.
Hal ini disesuaikan dengan konteks di Indonesia karena:
• Penyajian laporan keuangan tersendiri merupakan suatu pilihan, bukan
www.futurumcorfinan.com
Page 5
suatu keharusan bagi entitas pelapor.
• Suatu entitas sebagai investor dalam entitas asosiasi dan venturer dalam
ventura bersama dianggap tidak relevan untuk menyajikan laporan keuangan
tersendiri.
• Regulasi yang berlaku hanya mensyaratkan entitas induk untuk menyajikan
laporan keuangan tersendiri untuk pelaporan keuangan bertujuan umum
(general purpose financial reporting).
IAS 27 mengatur laporan keuangan tersendiri disajikan sebagai tambahan dari laporan
keuangan konsolidasi ATAU disajikan tersendiri.
PSAK 4 mengatur laporan keuangan tersendiri harus disajikan sebagai tambahan
(lampiran) dari laporan keuangan konsolidasi.
Jadi, dalam konteks PSAK di Indonesia, laporan keuangan tersendiri (separate financial
statements) hanya diterapkan dalam hal perusahaan induk menyusun dan
menyajikan laporan keuangan induk sebagai tambahan (lampiran) dari laporan
keuangan konsolidasi. Dengan demikian tidak dikenal laporan keuangan terpisah
bagi p e r u s a h a a n di l u a r perusahaan induk.
Mengikuti PSAK 4 (revisi 2009), diatur hal-hal sebagai berikut:
[Paragraf 35] Jika entitas induk menyusun laporan keuangan tersendiri sebagai
informasi tambahan, maka entitas induk tersebut mencatat investasi pada
entitas anak, pengendalian bersama entitas, dan entitas asosiasi pada:
(a) Biaya perolehan; atau
(b) Sesuai PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran.
[Paragraf 36] Entitas induk mengakui dividen dari entitas anak, pengendalian
bersama entitas, atau entitas asosiasi pada laporan laba rugi dalam laporan
keuangan tersendiri ketika hak menerima dividen ditetapkan.
[Paragraf 39] Investasi dalam pengendalian bersama entitas dan entitas asosiasi yang
dicatat sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran dalam laporan keuangan konsolidasi dicatat dengan cara yang sama dalam
laporan keuangan tersendiri investor.
Dalam konteks PSAK di Indonesia, untuk investor, selain entitas induk, yang
mempunyai investasi pada entitas asosiasi dan venturer pada pengendalian bersama
entitas, tidak diperbolehkan menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai tambahan
www.futurumcorfinan.com
Page 6
atau lampiran dari laporan keuangannya. Dengan demikian:
• untuk laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh pihak investor
atas investasi atau penyertaan sahamnya dalam entitas asosiasi, akan
digunakan metode ekuitas; atau
• atau pihak venturer atas bagian partisipasinya dalam pengendalian bersama
entitas, menggunakan konsolidasi proporsional (atau metode ekuitas)1.
Ini berbeda dengan IFRS, di mana, berarti investor yang memiliki penyertaan saham
pada entitas asosiasi dan pengendalian bersama entitas, memiliki 2 (dua) pilihan.
Dengan demikian, pihak investor atau venturer menyusun dan menyajikan investasi pada
entitas asosiasi atau bagian partisipasinya pada pengendalian bersama enits
menggunakan direct equity interest, yaitu pada biaya perolehan atau sesuai IFRS 9 :
Financial Instruments2.
Di samping itu, pihak investor atau venturer tetap dapat menyajikan dalam laporan
keuangannya penyertaan saham atau investasi menggunakan metode ekuitas untuk
investasi pada entitas asosiasi atau pengendalian bersama entitas. Menilik lebih lanjut,
penerapan metode ekuitas, disebutkan menurut PSAK 15 (revisi 2009) tentang
Investasi pada Entitas Asosiasi, Pasal 08:
• Dalam metode ekuitas, investasi pada entitas asosiasi pada awalnya diakui
sebesar biaya perolehan dan jumlah tercatat tersebut ditambah atau
dikurang untuk mengakui bagian investor atas laba atau rugi investee setelah
tanggal perolehan.
• Bagian investor atas laba atau rugi investee diakui dalam laporan laba rugi
investor.
• Penerimaan distribusi dari investee mengurangi nilai tercatat investasi.
Dari pasal 08 di atas jelas, bahwa investasi pada entitas asosiasi pada awalnya diakui
sebesar biaya perolehan, dan jumlah ini akan mengalami perubahan, bisa berupa
1 Untuk pembahasan mendalam terkait ventura bersama (joint venture), bisa membaca buku
penulis berjudul: Ventura Bersama (Joint Venture): Panduan Akuntansi PSAK 12 (revisi 2009)/IAS 31 dan Interaksinya dengan Standar Akuntansi Lainnya. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2012. 2 Pada tanggal 2 Desember 2013, International Accounting Standards Board (IASB)
menerbitkan Exposure Draft
2013/10 Equity Method in Separate Financial Statements (Proposed amendments to
IAS 27), dimana diperkenalkan adanya pilihan bagi entitas untuk menyajikan investasi atau
bagian partisipasi dalam entitas anak, ventura bersama dan entitas asosiasi menggunakan
metode ekuitas dalam laporan keuangan terpisah. Lihat laman http://www.ifrs.org/Current-
Projects/IASB-Projects/IAS-27-Separate-Financial-Statements/Exposure-Draft- December-
2013/Pages/Exposure-Draft-and-Comment-letters.aspx.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
penambahan atau bahkan pengurangan, guna mengakui bagian investor atas laba atau
rugi investee setelah tanggal perolehan (makanya ini disebut sebagai jumlah tercatat
dalam PSAK).
Berdasarkan hal-hal di atas, penulis beragumentasi bahwa kata-kata “….atau bagian
laba yang diterima atau diperoleh….” dalam pasal 4 ayat 3(f) UU PPh sama sekali tidak
dapat dikaitkan dengan “bagian investor atas laba atau rugi investee (atau ventura
bersama) yang dibukukan mengikuti metode ekuitas”, dengan argumentasi yang
dibangun dari penjelasan sebelumnya:
• Dalam hal pihak investor adalah entitas induk, maka investasi pada entitas
anak, entitas asosiasi atau pengendalian bersama entitas, hanya dimungkinkan
dicatat berdasarkan (i) biaya perolehan, atau (ii) sesuai PSAK 55 (revisi 2006):
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
• Dalam hal pihak investor atau venturer bukan merupakan entitas induk,
maka investasi pada entitas asosiasi atau pengendalian bersama entitas,
disajikan menggunakan metode ekuitas. Penerapan metode ekuitas, mewajibkan
dividen dari pihak investee dibukukan mengurangi nilai tercatat investasi atau
bukan sebagai pendapatan dividen. Dengan demikian distribusi dividen itu jelas
bukan merupakan bagian dari akun “Bagian Investor atas Laba Bersih
Investee” yang disajikan di laporan laba rugi pihak investor dalam tahun
berjalan.
Selain itu, menyambung argumentasi di atas, kita tidak bisa membaca Pasal 4 ayat
(3) huruf f UU PPh secara berdiri sendiri, di luar pasal-pasal yang lain. Akun
“Investasi atau Penyertaan Saham” jelas merupakan suatu aset atau harta
perusahaan dan UU PPh secara implisit menganut prinsip bahwa harta diakui dan
dibukukan sesuai dengan harga perolehan. Pasal 9 ayat (2) UU PPh menyebutkan
bahwa pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau diamortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.
Kalau ditarik analogi yang sama, walaupun tidak diatur secara spesifik dalam UU
PPh, investasi akan dilakukan pencatatan menggunakan harga perolehan, dan tidak
mengalami perubahan hingga dilakukan pelepasan, baik secara parsial atau secara
keseluruhan3. Ini juga berarti bahwa metode ekuitas (equity method) tidak pernah diakui
3 Lihat Surat Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia No. S-1563/PJ.22/1988
tanggal 7 Desember 1988 tentang Pajak atas Keuntungan Modal (Capital Gain).
www.futurumcorfinan.com
Page 8
dalam konteks perpajakan di Indonesia, sesuatu yang justru bertentangan dengan
PSAK dimana justru yang diakui untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan
pihak investor (kalau bukan entitas induk dan bukan disajikan dalam laporan keuangan
tersendiri), investasinya dalam entitas asosiasi dan pengendalian bersama entitas
adalah menggunakan metode ekuitas. Hal ini juga berarti metode biaya (cost
method) yang banyak disebutkan dalam buku-buku teks akuntansi keuangan lanjutan
tidak dikenal dalam ketentuan perpajakan di Indonesia.
Memperkenalkan konsep metode “biaya” justru menimbulkan interpretasi kembali, apa
yang dimaksud dengan “cost”. IAS 27 tentang Consolidated and Separate Financial
Statements yang menjadi dasar dari PSAK 4 (revisi 2009) tentang Laporan
Keuangan Konsolidasi dan Laporan Keuangan Tersendiri, sampai sekarang belum
terdapat suatu definisi umum atau penjelasan mengenai “cost” (yang diterjemahkan
dalam PSAK 4 (revisi 2009) sebagai “biaya perolehan”).
Sampai dengan bulan Mei 2008, IAS 27 menjelaskan bahwa metode “cost”
adalah “a method of accounting for an investment whereby the investment was
recognized at cost. The investor recognized income from the investment only to the
extent that the investor received distributions from accumulated profits of the
investee arising after the date of acquisition. Distributions received in excess of such
profits were regarded as a recovery of investment and were recognized as a
reduction of the cost of the investment.” [IAS 27.4 (2007)]. Hal ini konsisten
dengan ketentuan dalam IAS 18 tentang Revenue – yang memperlakukan
dividen dari laba sebelum akuisisi (pre-acquisition profits) sebagai
pengembalian dari investasi awal (return OF investment dan bukan return ON
investment). Ketentuan dalam IAS 27 (2007) menimbulkan permasalahan
karena bagaimana menginterpretasikan atau apa yang dimaksud dengan:
• arti “cost”; dan
• arti “laba…yang terjadi setelah tanggal akuisisi” dalam hal perlakuan
atas pendapatan dividen.
Sebagai konsekuensinya, IASB kemudian melakukan revisi atas IAS 27 pada tahun
2008 dengan meniadakan definisi atas metode cost secara keseluruhan, dan
menghapus dari IAS 18 ketentuan terkait dengan perlakuan atas dividen yang
diperoleh dari entitas anak. Sebaliknya, suatu entitas akan mengakui dividen dari
entitas anak, pengendalian bersama entitas atau entitas asosiasi [in profit or loss
– baik untung atau rugi posisinya] dalam laporan keuangan tersendiri ketika hak
www.futurumcorfinan.com
Page 9
untuk menerima dividen tersebut ditetapkan4 [IAS 27.38A].
Jadi, baik dalam IAS 27 tentang Consolidated Financial Statements and Separate
Finance Statements (atau sekarang Separate Financial Statements saja sejak bulan
Mei 2011) atau IAS 28 tentang Investments in Associates (atau sekarang
Investments in Associates and Joint Ventures sejak bulan Mei 2011), tidak terdapat
definisi mengenai apa yang dimaksud dengan “cost”5.
Bapak Iman Santoso, Partner Ernst & Young Indonesia dan dosen di Universitas
Indonesia dalam tulisannya berjudul “Sistem Pemajakan atas Dividen Berdasarkan
UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dalam UU Nomor 36 Tahun
2008” tertanggal 21 Juli 20096, menjelaskan bahwa sebagai berikut:
Dalam konteks pemajakan atas korporasi dan pemiliknya, UU Nomor 7 tahun 1983
sebagaimana diubah terakhir oleh UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang PPh
menganut classical system, dimana korporasi dipandang sebagai suatu entitas
terpisah (separate entity) dari pemiliknya sehingga baik korporasi tersebut maupun
pemegang sahamnya akan dikenakan pajak tersendiri. Konsekuensi penerapan sistem
klasikal ini adalah bahwa penghasilan yang bersumber dari korporasi (corporate
source income) akan dikenakan pajak dua kali yaitu pada tingkat korporasinya itu
sendiri dan pada tingkat pemilik/pemegang saham saat pendistribusian dividen.
Jadi, menilik sistem klasikal dalam Undang-Undang Perpajakan di Indonesia, yang
dikenal hanya pendistribusian dividen, dan “Bagian Laba Entitas Asosiasi atau
Pengendalian Bersama Entitas” untuk pihak investor atau pihak venturer, dan “Bagian
Laba Entitas Anak” untuk pihak entitas induk, menggunakan metode ekuitas sama
sekali tidak hadir dalam konteks perpajakan di Indonesia.
Di lain pihak, kalau memang munculnya kata-kata “…atau bagian laba yang diterima
4 Entitas akan diwajibkan untuk menentukan secara terpisah apakah telah terjadi atau tidak
investasi mengalami penurunan nilai akibat dari dividen [IAS 36 tentang Impairment of Assets (atau di Indonesia PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset) telah diperluas dengan memasukkan trigger spesifik untuk review penurunan nilai akibat penerimaan dividen]. 5 Dalam suatu investasi, dikeluarkan juga biaya-biaya, yang umum dikenal sebagai “biaya
transaksi” (transaction costs). Menurut IFRS 3 tentang Business Combinations (atau PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis, biaya-biaya ini pada umumnya diakui sebagai beban tahun berjalan dalam laporan keuangan konsolidasi, dan tidak dimasukkan ke dalam “goodwill”. Menurut pengertian umum IFRS, “cost” ada juga yang memasukkan harga beli saham plus biaya-biaya lain yang secara langsung terkait dengan akuisisi, misalnya biaya profesional untuk jasa hukum, pajak pengalihan dan biaya-biaya transaksi lainnya. [lihat tulisan penulis yang membahas biaya-biaya terkait akuisisi bisnis berjudul PSAK 22 (revisi 2010) Tentang Kombinasi Bisnis: Biaya-Terkait Akuisisi Bisnis, yang dimuat dalam www.futurumcorfinan.com]. 6 Lihat laman http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=40&q=&hlm=1# (akses
tanggal 7 Januari 2014).
www.futurumcorfinan.com
Page 10
atau diperoleh….” merupakan penegasan atau pengulangan dari makna “dividen”
karena ini “kata yang relatif lebih mudah dipahami”, menurut penulis, malah
berlebihan, karena UU PPh sendiri sudah menganut paham dividen yang cukup luas.
Pasal 4 Ayat (1) huruf g UU PPh, dividen merupakan penghasilan yang secara tegas
disebutkan sebagai salah satu penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan.
Dividen yang dimaksud adalah
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
Kata-kata “dengan nama dan dalam bentuk apapun” memberikan makna yang luas
bagi dividen yang misalnya tidak terikat pada nama dividen atau bentuk uang. Saking
luasnya dividen, juga dimasukkan apa dikenal sebagai “dividen terselubung” dalam
penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g kemudian memberikan penjelasan yang lebih rinci
lagi tentang dividen dimana diberikan contoh 11 (sebelas) bentuk dividen. Di sana,
ditegaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang
diperoleh anggota koperasi.
Jadi tampak jelas bahwa dividen dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g sudah
dengan sendirinya mengartikan dividen sebagai bagian laba yang diperoleh…..
Pencantuman kata-kata “…atau bagian laba yang diperoleh atau diterima…” dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf f menjadi terlalu “berlebihan (redundant)”, yang hemat penulis,
tidak diperlukan sama sekali, karena dividen adalah bagian laba itu sendiri, jadi tidak
perlu lagi diulang. Bahkan pengulangan ini bisa memberikan pengertian yang berbeda,
yaitu masuknya pengertian, yang bahkan menurut hemat penulis, mereka bukan
distribusi dividen sama sekali atau tidak terkait sama dividen, dalam hal ini, bagian
laba entitas asosiasi menggunakan metode ekuitas, dan bagian laba ventura bersama
berbentuk pengendalian bersama entitas.
Cadangan Laba Yang Ditahan
Kata-kata “laba yang ditahan” (retained earnings) dalam konteks PSAK di
Indonesia sudah lama tidak dipergunakan, dan diganti kata-kata “saldo laba”
sebagaimana tercantum dalam PSAK No.1 tentang Penyajian Laporan Keuangan (revisi
1998) yang mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 1999. Pemahaman “Saldo
Laba” dalam PSAK pada umumnya merupakan saldo akumulasi laba atau rugi baik
www.futurumcorfinan.com
Page 11
pada awal periode atau akhir periode laporan keuangan, jadi ia merupakan saldo
pada tanggal laporan keuangan.
Menggunakan ilustrasi Laporan Perubahan Ekuitas yang terdapat pada PSAK 1
(revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan (halaman 1.60) di bawah ini,
tampak bahwa secara sederhana, saldo laba pada tanggal 31 Desember 20xx, yaitu
tanggal laporan keuangan, akan terdiri dari saldo laba pada awal tahun, ditambah atau
dikurang laba atau rugi bersih tahun berjalan, dikurang distribusi dividen hingga
diperoleh saldo laba akhir tahun. Artinya, dari tampilan tersebut, distribusi dividen
dapat berasal diambil dari laba tahun berjalan dan/atau saldo laba awal tahun.
Terkait pembagian atau distribusi dividen, Pasal 70 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur terkait
Penggunaan Laba, dijelaskan bahwa
(1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku
untuk cadangan.
(2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
(3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% dari jumlah modal yang
ditempatkan dan disetor.
(4) Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk
menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
Pasal 17
(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang
saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS.
(3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan
apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Berdasarkan pasal-pasal di atas ditegaskan bahwa perusahaan dapat membagi laba,
dalam bentuk dividen, apabila perusahaan mempunyai saldo laba positif, yaitu apabila
laba bersih perseroan dalam tahun berjalan telah menutup akumulasi kerugian
perseroan dari tahun buku sebelumnya (Penjelasan Pasal 70 angka (2) terkait apa
yang dimaksud dengan “saldo laba yang positif”). Jadi di sini, pembagian dividen tidak
mesti diambil dari akun “saldo laba” (atau “laba ditahan” menurut UU PPh) pada tanggal
tertentu. Yang penting, laba bersih atau keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi
pajak lebih besar atau dapat menutupi [seluruh] akumulasi kerugian perusahaan
dari tahun buku sebelumnya.
Pencantuman kata “cadangan” sebelum “laba ditahan” juga menjadi tidak jelas.
Kata “cadangan” sendiri dalam UU PT memiliki maksud yang berbeda. Di sini penulis
mengutip dari www.legalakses.com terkait Penggunaan Laba Perusahaan
Perseroan Terbatas, dimana dijelaskan sebagai berikut.
Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba
www.futurumcorfinan.com
Page 13
bersih perusahaan pada setiap tahun buku. Penyisihan laba bersih itu bertujuan
sebagai dana cadangan. Laba bersih merupakan keuntungan tahun berjalan
perusahaan setelah dikurangi pajak. Kewajiban menyisihkan cadangan itu berlaku
apabila perusahaan mempunyai saldo laba positif. Penyisihan laba bersih dilakukan
sampai cadangan mencapai minimal 20% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor.
Apabila cadangan belum mencapai jumlah tersebut, maka hanya boleh digunakan
untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
Cadangan yang demikian adalah cadangan wajib, yaitu jumlah tertentu yang
wajib disisihkan oleh perusahaan setiap tahun buku berjalan. Cadangan wajib dapat
digunakan untuk menutup kemungkinan kerugian perusahaan pada masa yang
akan datang. Cadangan wajib tidak harus berbentuk uang tunai, tapi bisa juga
berbentuk aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat dibagikan sebagai
dividen. Cadangan lainnya adalah cadangan di luar cadangan wajib yang dapat
digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya perluasan usaha atau tujuan sosial.
Penggunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk
cadangan, diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Seluruh laba
bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan dibagikan kepada pemegang
saham sebagai dividen – kecuali ditentukan lain dalam RUPS. Dividen hanya boleh
dibagikan apabila perusahaan mempunyai saldo laba yang positif.
Dari bacaan di atas, dapat diketahui bahwa perusahaan memiliki kewajiban melakukan
penyisihan cadangan, yaitu:
• Cadangan wajib, yang dapat digunakan untuk menutup kemungkinan
kerugian perusahaan pada masa yang akan datang; dan
• Cadangan lainnya di luar cadangan wajib, yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, misalnya perluasan usaha atau tujuan sosial.
Dan terkait dividen, seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk
cadangan, dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen – kecuali ditentukan
lain dalam RUPS. Di sini pembagian dividen bukan malah ditentukan diambil dari
“cadangan laba yang ditahan”, sebagaimana ditentukan oleh UU PPh Pasal 4 ayat (3)
huruf f, tetapi malah justru sesudah dikurangi dengan cadangan. Mestinya UU PPh
tidak perlu lagi mengatur hal ini, yaitu bahwa dividen tersebut wajib diambil dari
“cadangan laba yang ditahan”, karena UU PT sendiri sudah mengatur bahwa
perusahaan dapat membagi laba dalam bentuk dividen apabila perusahaan mempunyai
saldo laba positif.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Bagian Penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf f, juga tidak sesuai dengan ketentuan
batang tubuh UU PPh yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f, karena disebutkan
bahwa:
Berdasarkan ketentuan ini, dividen yang dananya berasal dari laba setelah
dikurangi pajak dan diterima atau diperoleh perseroan terbatas.
Dalam Penjelasan digunakan kata-kata “berasal dari laba setelah dikurangi pajak”,
namun dalam batang tubuh UU PPh, disebutkan “dividen yang berasal dari
cadangan laba yang ditahan”, dua hal yang sangat berbeda.
Lebih lanjut, pencantuman kata-kata bahwa dividen mesti berasal dari “cadangan laba
yang ditahan” dalam pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh tersebut menimbulkan pertanyaan
apakah dividen interim termasuk yang dikecualikan dari obyek PPh. Terdapat opini
bahwa dividen interim bukan merupakan pengecualian objek PPh, karena tidak
berasal dari “cadangan laba yang ditahan”, yaitu pembagiannya tidak sesudah
perusahaan melakukan “tutup buku” yaitu sesudahnya berakhirnya penyusunan laporan
keuangan untuk 1 (satu) tahun buku.
Menilik UU PT, sebagaimana diambil dari www.legalakses.com, sebagaimana dikutip
dibawah ini, yang pada intinya diambil dari Pasal 72 dan Pasal 73 UU PT.
Perusahaan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku berakhir –
sepanjang diatur dalam Anggaran Dasar. Pembagian dividen interim dapat dilakukan
apabila jumlah kekayaan bersih perusahaan tidak menjadi lebih kecil daripada
jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib. Pembagian dividen
interim tidak boleh mengganggu jalannya perusahaan, atau menyebabkan perusahaan
tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditor. Pembagian dividen interim
ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan
Komisaris. Jika setelah tahun buku berakhir ternyata perusahaan menderita rugi,
dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan kepada perusahaan
oleh pemegang saham. Dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan
dividen interim, Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas kerugian perusahaan.
Dividen yang tidak diambil setelah 5 tahun sejak tanggal yang ditetapkan untuk
pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan khusus. Tata cara
pengambilan deviden yang telah dimasukan ke dalam cadangan khusus diatur oleh
RUPS. Dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus dan tidak diambil
dalam jangka waktu 10 tahun akan menjadi hak perusahaan.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Dari UU PT tampak bahwa dividen interim dimungkinkan dan pada intinya dividen
ini dibagikan ke para pemegang saham perseroan, dan setahu penulis, semua dividen,
apakah sebagai dividen interim atau dividen final, pada akhirnya akan disajikan di
laporan keuangan sebagai pengurangan akun “saldo laba”. Yang membedakan
dividen interim dan dividen final, pada dasarnya adalah saat distribusinya. Baik dividen
interim atau dividen final pada intinya ada persetujuan dari pihak pemegang saham.
Anggaran Dasar perseroan yang memberikan wewenang kepada dewan direksi dan
dewan komisaris untuk dapat mengumumkan dividen interim, adalah juga disetujui
oleh pemegang saham perseroan. Bagi penulis, dividen ya an sich dividen, apakah
mau dikasih judul “dividen interim” atau “dividen final”. Mestinya keduanya adalah
termasuk pengecualian dari objek PPh, sepanjang ada kepemilikan saham paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor, dan dilaporkan sebagai penggunaan saldo
laba dalam laporan keuangan pihak investee.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved