menyusun wbs-progres pltu

31
PENGENDALIAN PROYEK PEKERJAAN PEMBANGKIT A. Project Control Engineer : Peran & Tugas (Bagian ke-1) Project Control Engineer adalah suatu pekerjaan dan profesi sangat menantang dan memiliki peluang karier sangat besar. Project Control Engineer adalah satu-satunya posisi, di samping Site Manager atau Project Manager, yang memiliki pandangan menyeluruh terhadap suatu project. Dengan posisinya itu dia memiliki peluang besar untuk menjadi penasehat utama Site Manager atau Project Manager dalam mengendalikan proyek. Project Control Engineer pada umumnya mulai terlibat sejak awal perencanaan suatu proyek. Dialah yang bertugas menyusun project schedule, manpower planing, equipment loading dan project budget bersama dengan project key person yang lain. Pada saat eksekusi proyek berjalan, dialah yang berperan utama memasok informasi yang diperlukan untuk mengendalikan agar proyek tetap berjalan sesuai rencana. Oleh karena itu orang seringkali menyebutnya juga sebagai Project Planing & Control Engineer. Pada saat proyek selesai, dia pula yang bertugas untuk menyusun project closing report. Laporan ini berisi tentang performance yang berhasil dicapai dibandingkan dengan planing yang dibuat sebelum proyek dimulai, beserta analisa-analisanya. Project closing report dimaksudkan untuk membuat historical database yang akan dimanfaatkan untuk menyusun perencanaan proyek baru di masa datang. Apa yang akan saya tulis berikut ini adalah pengalaman praktek yang saya dapatkan selama hampir sepuluh tahun (1991 – 2001) menjalani profesi sebagai Project Planing & Control Engineer. Termotivasi oleh dorongan semangat dari rekan-rekan seperjuangan, saya memberanikan diri untuk menuliskan pengalaman saya. Saat ini, tahun 2009, sudah delapan tahun saya tidak aktif lagi di dunia proyek konstruksi, mudah-mudahan saya masih mampu menuangkannya dalam tulisan yang akan saya buat dalam beberapa seri. Proyek tempat saya bergabung pertama kali adalah Construction Supervision Telecom III (CS Telecom III). Saya bertugas mengumpulkan data dan informasi secara rutin dari kota-kota kabupaten di seluruh Indonesia, kecuali Sumatera & DKI Jakarta yang dipegang oleh perusahaan lain. Kemudian data tersebut diolah menjadi Weekly Report dan Monthly Report untuk PT Telkom. Telecom III adalah proyek penggelaran kabel telekomunikasi dan pembangunan STO yang dilakukan PT Telkom di kota-kota kabupaten seluruh Indonesia. Setahun bergabung bersama proyek telekomunikasi, kemudian saya berpindah ke perusahaan kontraktor mekanikal dan bekerja di dalamnya selama hampir sembilan tahun. Kebetulan selama sembilan tahun tersebut semua proyek yang saya ikuti adalah proyek-proyek pembangkit listrik tenaga uap berbahan Page 1

Upload: dwi-haryanto

Post on 21-Jan-2016

892 views

Category:

Documents


39 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menyusun WBS-Progres PLTU

PENGENDALIAN PROYEK PEKERJAAN PEMBANGKIT

A. Project Control Engineer : Peran & Tugas (Bagian ke-1) 

Project Control Engineer adalah suatu pekerjaan dan profesi sangat menantang dan memiliki peluang karier sangat besar. Project Control Engineer adalah satu-satunya posisi, di samping Site Manager atau Project Manager, yang memiliki pandangan menyeluruh terhadap suatu project. Dengan posisinya itu dia memiliki peluang besar untuk menjadi penasehat utama Site Manager atau Project Manager dalam mengendalikan proyek.

Project Control Engineer pada umumnya mulai terlibat sejak awal perencanaan suatu proyek. Dialah yang bertugas menyusun project schedule, manpower planing, equipment loading dan project budget bersama dengan project key person yang lain.

Pada saat eksekusi proyek berjalan, dialah yang berperan utama memasok informasi yang diperlukan untuk mengendalikan agar proyek tetap berjalan sesuai rencana. Oleh karena itu orang seringkali menyebutnya juga sebagai Project Planing & Control Engineer.

Pada saat proyek selesai, dia pula yang bertugas untuk menyusun project closing report. Laporan ini berisi tentang performance yang berhasil dicapai dibandingkan dengan planing yang dibuat sebelum proyek dimulai, beserta analisa-analisanya. Project closing report dimaksudkan untuk membuat historical database yang akan dimanfaatkan untuk menyusun perencanaan proyek baru di masa datang.

Apa yang akan saya tulis berikut ini adalah pengalaman praktek yang saya dapatkan selama hampir sepuluh tahun (1991 – 2001) menjalani profesi sebagai Project Planing & Control Engineer. Termotivasi oleh dorongan semangat dari rekan-rekan seperjuangan, saya memberanikan diri untuk menuliskan pengalaman saya. Saat ini, tahun 2009, sudah delapan tahun saya tidak aktif lagi di dunia proyek konstruksi, mudah-mudahan saya masih mampu menuangkannya dalam tulisan yang akan saya buat dalam beberapa seri.

Proyek tempat saya bergabung pertama kali adalah Construction Supervision Telecom III (CS Telecom III). Saya bertugas mengumpulkan data dan informasi secara rutin dari kota-kota kabupaten di seluruh Indonesia, kecuali Sumatera & DKI Jakarta yang dipegang oleh perusahaan lain. Kemudian data tersebut diolah menjadi Weekly Report dan Monthly Report untuk PT Telkom. Telecom III adalah proyek penggelaran kabel telekomunikasi dan pembangunan STO yang dilakukan PT Telkom di kota-kota kabupaten seluruh Indonesia.

Setahun bergabung bersama proyek telekomunikasi, kemudian saya berpindah ke perusahaan kontraktor mekanikal dan bekerja di dalamnya selama hampir sembilan tahun. Kebetulan selama sembilan tahun tersebut semua proyek yang saya ikuti adalah proyek-proyek pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara (Coal Fired Steam Power Plant). Semua kelas pembangkit, dari yang kecil 2×65 MW sampai yang besar 3×700 MW, semuanya pernah saya ikuti.

Saya selalu terlibat dalam aktivitas perencanaan dan pengendalian (planing & control) dalam proyek-proyek pembangkit listrik tersebut, sehingga cukup banyak memahami seluk beluk project planing & control, khususnya untuk proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pengalaman inilah yang ingin saya tuliskan dalam blog saya ini. Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan setitik manfaat bagi masyarakat project management ataupun kepada para yunior yang baru saja menyelesaikan pendidikannya.

Apa yang akan saya tuliskan benar-benar merupakan pengalaman praktis di lapangan, yang banyak saya pelajari dari para senior maupun hasil eksplorasi bersama teman-teman sejawat selama sembilan tahun berkarya di lapangan. Mungkin saja hal-hal yang akan saya tuliskan ini jarang dibicarakan di ruang kuliah ataupun dibahas di buku-buku text project management.

Peran dan tugas Project Planing & Control Engineer sangat mungkin berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Perbedaan itu mungkin juga disebabkan oleh senioritas.

Page 1

Page 2: Menyusun WBS-Progres PLTU

Semakin senior pengalaman seorang engineer, biasanya rentang kewenangannya juga semakin luas.

Pertama kali bergabung dalam suatu proyek pembangkit listrik, saya hanya mendapatkan tugas untuk mengumpulkan data dan membuat project report untuk dikirimkan ke kantor pusat dan diserahkan kepada Client di lapangan. Pada akhir proyek yang berdurasi lebih dari dua tahun tersebut saya sudah memahami dengan baik masalah reporting, progress claim, schedule control dan cost control. Sedikit-sedikit saya juga mulai mempelajari contract administration.

Proyek pembankit listrik saya yang pertama tersebut adalah pembangunan PLTU Bukit Asam unit 3 & 4 dengan kapasitas 2×65 MW berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

B. Project Control Engineer : Peran & Tugas (Bagian ke-2) 

Proyek saya yang kedua setelah Bukit Asam adalah PLTU Paiton Swasta unit 7 & 8 dengan kapasitas 2×615 MW berlokasi di Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Dalam proyek ini saya mendapatkan pengalaman-pengalaman sangat berharga karena terlibat di dalamnya sejak tahap awal sekali (tahap perencanaan) hingga proyek selesai. Saya mendapat tugas untuk menyusun budget dan project planing.

Perencanaan proyek PLTU Paiton unit 7 & 8 berjalan selama kurang lebih satu tahun, termasuk pembangunan temporary facilities (kantor dan gudang). Team perencanaan terdiri atas empat orang yang dipimpin oleh Site Manager. Pekerjaan perencanaan berlangsung di kantor pusat, Jakarta.

Bulan Maret 1996, saya berangkat ke Paiton site dan pada bulan itu juga pekerjaan konstruksi boiler (steam generator) dimulai, ditandai dengan pemasangan kolom rangka baja yang pertama. Perlu diketahui bahwa dalam proyek PLTU Paiton unit 7 & 8 tersebut saya bergabung dengan team erection boiler yang berlangsung selama hampir tiga tahun. Saya mendapatkan tugas sebagai Project Control Chief Engineer dengan anggota team sebanyak 4 orang, termasuk saya sendiri.

Dalam proyek PLTU Paiton unit 7 & 8 ini Project Control section memiliki tugas :

- Mengumpulkan data progress dari lapangan dan menghitung progress tiap-tiap section (WBS) maupun progress erection boiler secara keseluruhan.

- Mengajukan claim progress bulanan ke Client hingga mendapatkan approval. Claim progress yang sudah disetujui dijadikan dasar pengajuan pembayaran bulanan ke Client oleh Bagian Keuangan.

- Mengkoordinasikan pengendalian schedule dan progress progress, dengan cara memimpin Progress Review meeting yang diadakan satu minggu sekali. Progress Review meeting dihadiri oleh semua Chief Engineers.

- Turut menghadiri schedule meeting yang diselenggarakan main contractor seminggu sekali.- Mensuplai data progress dan schedule ke Client yang akan dipergunakan Client untuk

mengupdate project schedule dalam software Primavera.- Mengkoordinasikan pengendalian biaya proyek agar tidak melebihi budget yang telah ditentukan.

Setiap awal bulan Project Control section mengeluarkan laporan bulanan tentang performance masing-masing section (WBS). Dalam laporan tersebut tercantum progress yang dicapai dan biaya yang telah dihabiskan oleh masing-masing section. Performance report dibahas dalam sebuah performance meeting yang dipimpin oleh Project Control engineer.

- Mengajukan proposal incentive bulanan dan incentive milestone kepada Site Manager. Incentive ini diberikan kepada seluruh anggota project team berdasarkan performance yang dicapai oleh masing-masing section, baik progress maupun cost performance.

- Membuat laporan bulanan untuk kantor pusat dan laporan bulanan untuk Client.- Menangani hal-hal yang berhubungan dengan contract administration. Tugas utama yang

berhubungan dengan contract administration adalah mempersiapkan data-data untuk claim additional work. Project Control section juga memberikan masukan-masukan kepada Site Manager dalam masalah commercial yang berhubungan dengan pembagian tanggung jawab pekerjaan (scope of work) antara main contractor dan sub contractor. Agar dapat memberikan

Page 2

Page 3: Menyusun WBS-Progres PLTU

masukan yang benar, maka pemahaman yang benar terhadap contract agreement mutlak diperlukan.

- Membuat dokumentasi dalam bentuk photographi selama proyek berlangsung.- Membuat project closing report. Project closing report ini mirip dengan laporan bulanan, hanya

saja disertai dengan analisa-analisa terhadap performance yang dicapai dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam planing dan budget.

Secara garis besar Project Planing and Control section memiliki tugas yang hampir sama dari satu proyek ke proyek yang lain yang pernah saya ikuti. Hanya saja beda perusahaan mungkin memberikan job description yang berbeda kepada seorang Project Planing & Control Engineer.

C. Project Management & Proyek Pembangkit Listrik

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah salah satu jenis pembangkit listrik yang banyak dipakai di Indonesia. Mungkin Anda akan bertanya, apa hubungannya project management atau project control system dengan PLTU.

Alasan saya yang pertama menuliskan artikel ini adalah karena saya akan banyak mempergunakan contoh-contoh kasus dari proyek PLTU dalam menyampaikan pengalaman saya sebagai Project Control Engineer. Alasan yang kedua nanti akan saya jelaskan saat saya menulis tentang pengendalian jadwal proyek (project schedule control).

Sebelum masuk lebih detail membahas PLTU, saya ingin sedikit mengulas tentang jenis-jenis pembangkit listrik lain yang banyak terdapat di Indonesia.

2. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)Pembangkit ini digerakkan oleh mesin diesel yang berbahan bakar solar. Persis sama dengan genset, hanya ukurannya saja yang jauh lebih besar. Saat ini PLTD hanya dipergunakan di daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan listrik dari pembangkit besar.

3. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)Pembangkit jenis ini terdapat di waduk-waduk atau bendungan besar. Energi yang timbul dari air dalam volume besar yang mengalir dalam kecepatan tinggi dimanfaatkan untuk memutar turbin. Putaran turbin diteruskan ke generator untuk menghasilkan energi listrik.

4. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)PLTP bekerja dengan memanfaatkan fluida panas yang keluar memancar dari dalam perut bumi. Fluida tersebut bisa langsung dialirkan ke turbin (dry-steam technology) atau bisa juga dimanfaatkan untuk memanaskan fluida kedua (secondary fluid) hingga berubah menjadi uap (binary-cycle technology). Uap dari secondary fluid tersebut yang kemudian dimanfaatkan untuk memutar turbin.

5. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)PLTU yang berkapasitas kecil berbahan bakar minyak, sedangkan yang berkapasitas besar memanfaatkan batu bara sebagai bahan bakarnya. Ada juga yang berbahan bakar sampah atau barang-barang sisa dari proses produksi, seperti sisa-sisa kayu pada pabrik pulp & paper.

6. Pembangkit Listrik Tenaga Gas & Uap (PLTGU)Dikenal juga dengan istilah combined cycle power plant. Dinamakan demikian karena di dalamnya terdapat gas turbine dan steam turbine untuk memutar generator.Saat beroperasi dengan simple cycle mode hanya gas turbine saja yang dioperasikan. Gas buang sisa pembakaran dari gas turbine langsung dibuang ke udara.Sedangkan saat pembangkit beroperasi dalam combined-cycle mode, gas buang yang keluar dari gas turbine tidak langsung dibuang ke udara, tetapi disalurkan ke waste heat recovery boiler. Oleh recovery boiler panas dari gas buang tadi dimanfaatkan untuk memanaskan air menjadi uap. Uap yang dihasilkan dipakai untuk memutar steam turbine. Putaran tersebut diteruskan ke generator untuk menghasilkan energi listrik.

Page 3

Page 4: Menyusun WBS-Progres PLTU

D. Cara Membuat Budget / Anggaran Proyek (Bagian Ke-1)

 Sebelum proyek dimulai hendaknya team yang akan menjalankan proyek bersangkutan menyusun atau membuat budget (rencana anggaran) proyek. Budget proyek berisi rencana alokasi biaya (anggaran) yang akan dipakai untuk menyelesaikan proyek.Persoalan yang sering muncul adalah sampai seberapa detail kita harus membuat rencana anggaran suatu proyek. Misalnya apakah kita harus menganggarkan atau membuat budget peralatan kerja (tools) dan consumables sedetail-detailnya hingga setiap item kita tentukan budgetnya ? Ataukah cukup secara garis besar saja ?

Kemudian apakah kita cukup membuat rencana anggaran secara total saja tanpa perlu membuat breakdown bulanan ? Mudah-mudahan pertanyaan ini bisa terjawab melalui tulisan singkat ini.

Sekali lagi dalam menguraikan cara membuat budget proyek saya akan mengambil contoh kasus proyek konstruksi pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap).

Hal pertama yang harus dilakukan sebelum mulai menyusun budget proyek adalah mempelajari kontrak dengan seksama. Dua hal yang harus dilihat dalam kontrak adalah pembagian tugas (scope of work) antara kontraktor dan client dan jadwal pelaksanaan proyek.

Meskipun jenis proyeknya sama, scope of work bisa berbeda antara satu proyek dengan proyek yang lain. Untuk melihat beberapa contoh perbedaan scope of work silakan membaca perbedaan scope of work dan pengaruhnya terhadap anggaran proyek.

Anggaran atau budget suatu proyek biasanya terbagi menjadi beberapa pos anggaran. Susunan beberapa pos anggaran tersebut dikenal dengan nama Cost Breakdown Structure (CBS). Berikut adalah contoh CBS proyek konstruksi pembangunan PLTU :

A. Direct dan Indirect LaborB. Contractor StaffC. Heavy EquipmentsD. ToolsE. ConsumablesF. Mobilisasi & DemobilisasiG. Temporary FacilitiesH. Suplai Permanent MaterialI. Sub Contracting CostJ. Insurance

CBS di atas adalah CBS level-1. Setiap proyek bisa memiliki CBS yang berbeda, meskipun jenis proyeknya sama. Semuanya tergantung pada scope of work yang ada di dalam kontrak.

Agar penyusunan dan pengendalian anggaran proyek bisa dilakukan dengan lebih mudah dan lebih teliti, CBS level-1 perlu dipecah-pecah (dibreak-down) lagi menjadi pos-pos anggaran yang lebih detail, atau biasa dikenal juga dengan istilah CBS level-2.

Selain Cost Breakdown Structure, dalam menyusun budget suatu proyek kita juga memerlukan adanya Work Breakdown structure (WBS). Jika CBS memperlihatkan uraian anggaran berdasarkan pos-pos pembelanjaan, maka WBS memperlihatkan uraian suatu proyek berdasarkan jenis pekerjaannya. Silakan membaca breakdown dan pembobotan proyek untuk mengetahui WBS lebih jauh.

Sebelum mulai menyusun anggaran proyek, kita juga harus membuat membuat jadwal proyek terlebih dahulu. Jadwal ini nantinya kita perlukan untuk menentukan mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja, staff dan peralatan proyek. Untuk menentukan saat mobilisasi dan demobilisasi seringkali kita harus membuat jadwal proyek hingga WBS level-2 atau bahkan level-3.

Dalam proyek konstruksi pembangunan PLTU jadwal berikut ini selalu ditentukan dalam kontrak : first column erection, steam drum lifting, boiler hydrostatic test, first firing dan first synchronization.

Page 4

Page 5: Menyusun WBS-Progres PLTU

Berdasarkan target dates dari kelima milestone tersebut, jadwal konstruksi PLTU secara keseluruhan bisa disusun.

Kemudian kita juga harus menyusun struktur organisasi project team. Struktur ini nantinya kita pakai sebagai dasar pembuatan jadwal penugasan staff (contractor staff schedule) dalam proyek bersangkutan. Biasanya struktur organisasi proyek dirumuskan bersama oleh project manager, site manager dan project control engineer.

Kini setelah mengidentifikasi scope of work dengan seksama, menentukan Work Breakdown structure, jadwal masing-masing pekerjaan, struktur organisasi team yang akan diterjunkan ke dalam proyek, dan rencana pos-pos anggaran yang akan dihitung biayanya (cost breakdown structure), maka kita pun siap untuk menyusun anggaran proyek secara keseluruhan.

E. Cara Membuat Anggaran / Budget Proyek (Bagian ke-2)

Dalam tulisan sebelumnya telah saya uraikan hal-hal yang harus dilakukan sebelum mulai menyusun anggaran (budget) proyek, yaitu :

1. Mempelajari dokumen kontrak secara seksama dan memahami scope of work atau pembagian tanggung jawab antara kontraktor dan pemilik proyek (owner).

2. Membuat work breakdown structure (WBS) dari proyek yang akan dikerjakan.3. Menyusun struktur organisasi dari team yang akan diterjunkan untuk menangani proyek.4. Menentukan cost breakdown structure (CBS) dari anggaran yang akan disusun.

Dalam menyampaikan cara penyusunan anggaran proyek ini, saya akan mengambil studi kasus proyek pembangunan PLTU Banjarmasin (Asam Asam) Unit-1 dan 2 2×65 MW di Kalimantan Selatan. Dalam proyek tersebut perusahaan tempat saya bekerja, PT Truba Jurong Engineering, mendapatkan kontrak pekerjaan konstruksi paket Boiler dari Mitsui Engineering and Shipbuilding. Selama 2 tahun saya mendapat penugasan dalam proyek tersebut.

Work breakdown structure dari proyek konstruksi Boiler PLTU Asam Asam dapat diuraikan menjadi pekerjaan-pekerjaan sbb :

WBS-01 Boiler House Steel StructureWBS-02 Boiler Pressure PartsWBS-03 Auxiliary EqupmentsWBS-04 Ducting and Raw Coal SiloWBS-05 Boiler PipingWBS-06 Electrostatic PrecipitatorWBS-07 ChimneyWBS-08 Electrical & Control InstrumentsWBS-09 Insulation & RefractoryWBS-10 PaintingWBS-11 Material HandlingWBS-12 Site Management

Perlu diketahui bahwa dalam anggaran proyek dikenal apa yang namanya biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).

Direct cost adalah biaya untuk pengadaan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang menghasilkan progress secara langsung. Contohnya adalah biaya yang diperlukan untuk menggaji fitter dan tukang las, untuk pembelian kawat dan sewa mesin las yang dipakai untuk pekerjaan pemasangan pipa main steam yang menghubungkan boiler dan steam turbune.

Sementara indirect cost adalah biaya yang diperlukan untuk pengadaan sumber daya bagi aktivitas proyek yang tidak langsung menghasilkan progress. Contohnya adalah gaji untuk staff bagian Keuangan. Meskipun tanpa staff bagian Keuangan aktivitas proyek tidak akan bisa berjalan, tetapi segala aktivitasnya tidak pernah diperhitungkan dalam perhitungan progress proyek.

Page 5

Page 6: Menyusun WBS-Progres PLTU

Singkat kata direct cost adalah biaya untuk aktivitas yang langsung menghasilkan progress, sementara indirect cost adalah biaya untuk aktivitas yang bersifat mendukung pekerjaan-pekerjaan penghasil progress.

Team yang memiliki budget direct cost biasa dikenal dengan production atau construction team. Sementara lainnya dikenal sebagai supporting team. Dari uraian WBS di atas, WBS-01 sampai WBS-11 adalah construction team. Sedangkan supporting team yang dikumpulkan dalam WBS-12 biasanya terdiri atas seksi-seksi : project planing & control, quality control, safety, finance & inventory, purchasing dan personalia (HRD). Jika digambarkan dalam struktur organisasi, maka akan didapatkan bagan sbb :

Langkah selanjutnya adalah menentukan cost breakdown structure (CBS) dari anggaran yang akan disusun. Setelah mempelajari kontrak dengan seksama, diputuskan untuk membuat budget dengan pos-pos anggaran sbb :

A Direct dan Indirect LaborB Contractor StaffC Construction EquipmentsD ToolsE ConsumablesF Sub Contracting CostG Mobilization & DemobilizationH Temporary FacilitiesI Site Operation Cost

Kini kita pun siap untuk mulai menyusun anggaran proyek. Pada umumnya penyusunan budget proyek dilakukan atas dasar data-data performance dari proyek sebelumnya. Untuk itu team penyusun budget sebaiknya memiliki pengalaman sudah pernah mengelola proyek.

Page 6

Page 7: Menyusun WBS-Progres PLTU

F. Menyusun Project Planing (Rencana Proyek) : Work Breakdown Structure (WBS) & Scope of Work

Memahami work breakdown structure (WBS) dan lingkup pekerjaan adalah langkah pertama dalam menyusun rencana proyek. Pembahasan yang akan saya lakukan dalam beberapa artikel secara bersambung, saya khususkan untuk proyek konstruksi, lebih khusus lagi proyek konstruksi mekanikal Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini hanya karena pengalaman saya selama 10 tahun, hampir semuanya dalam proyek mechanical erection PLTU.

Dalam pembangunan PLTU pemilik (owner) proyek, dengan didampingi konsultan, menyerahkan pekerjaan pembangunan kepada kontraktor EPC (engineering, procurement & construction). Kontraktor EPC ini melaksanakan seluruh pekerjaan design engineering, pengadaan (procurement) material dan alat-alat PLTU, dan pemasangannya hingga pembangkit bersangkutan siap beroperasi menghasilkan listrik.

Agar pembangkit mampu beroperasi sesuai kebutuhan pemilik proyek, maka kontraktor EPC harus membuat desain PLTU sesuai dengan parameter input dan parameter output yang telah ditentukan pemilik.

Proyek pembangunan PLTU biasanya dibagi menjadi beberapa paket. Setiap paket diberikan kepada satu kontraktor EPC. Sebagai contoh, dalam proyek PLTU Banjarmasin (Asam Asam) unit-1 & 2 berkapasitas 2×65 MW terdapat 6 paket proyek, yaitu =

- Paket 1A : Site Preparation- Paket 1B : Civil Works- Paket 2A : Steam Generators- Paket 2B : Coal & Ash Handling- Paket 3 : Turbine Generator & Balance of Plant- Paket 4 : Electrical & Control

Semakin besar ukuran proyek, biasanya semakin banyak pembagian paketnya. Jumlah paket proyek kadangkala juga tergantung dari sumber pendanaan proyek.

Sering sekali kontrak EPC diberikan kepada kontraktor asing, terutama untuk pekerjaan mekanikal, elektrikal dan kontrol. Kemudian kontraktor asing tersebut menggandeng perusahaan lokal sebagai sub kontraktor atau mitra joint operation, untuk menangani pekerjaan construction/installation.

Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam perencanaan proyek mechanical erection PLTU adalah =

- Rencana organisasi- Rencana fasilitas proyek (temporary facilities)- Project schedule dan progress planing- Manpower loading- Equipment loading- Anggaran proyek (project budget)- Prosedur heavy-lifting- Quality Plan- Safety Plan

Untuk dapat membuat rencana proyek dengan baik, mutlak diperlukan pemahaman terhadap lingkup pekerjaan (scope of work) yang ada di dalam kontrak. Oleh karena itu sebelum mulai membuat rencana kita harus mempelajari dokumen kontrak dengan seksama.

Dalam manajemen proyek, kita mengenal istilah Work Breakdown Structure (WBS). WBS adalah diagram pohon yang dipakai sebagai alat bantu untuk memecah pekerjaan besar menjadi sub-sub pekerjaan yang lebih kecil. Dalam Work Breakdown Structure dikenal istilah WBS level 1, level 2, level 3, dst. Semakin dalam level WBS, semakin detail rincian pekerjaannya.

WBS system diciptakan untuk mempermudah proses penyusunan rencana proyek. Setiap detail pekerjaan dibuatkan planingnya masing-masing, kemudian detail planing tersebut dikonsolidasi menjadi planing untuk keseluruhan proyek. Jadi penyusunan rencana proyek pada umumnya

Page 7

Page 8: Menyusun WBS-Progres PLTU

dilakukan secara bottom up, dimulai dari yang detail (bottom) kemudian digabungkan menjadi overall project planing.

Berikut adalah contoh Work Breakdown Structure untuk sebuah proyek pembangunan PLTU :

WBS sangat bermanfaat pada saat menyusun jadwal proyek, membuat progress planing, manpower planing dan equipment loading. Pembahasan lebih detail tentang hal ini akan saya lakukan dalaam artikel tentang cara membuat jadwal dan menghitung progres proyek.

G. Cara Membuat Rencana Proyek (Project Planing) : Perbedaan Lingkup Kerja dan Pengaruhnya Terhadap Anggaran Proyek

 

Tulisan ini merupakan bagian terakhir dari 2 tulisan tentang memahami scope of work dalam kaitannya dengan perencanaan proyek.

Pada umumnya semua peralatan instruments (switch, indicator, transmitter) harus menjalani kalibrasi sebelum PLTU mulai dioperasikan pertama kali saat commissioning. Kita harus melihat ke dalam kontrak siapa yang bertanggung jawab melakukan kalibrasi instruments.

Dalam proses commissioning PLTU ada satu tahap yang disebut steam blowing. Tahap ini bertujuan untuk membersihkan boiler dan main steam pipe atau reheat pipe dari kotoran (debris). Kotoran sekecil apapun sangat beresiko merusak sudu-sudu turbine (turbine blades).

Page 8

Page 9: Menyusun WBS-Progres PLTU

Kadangkala project owner menginginkan agar jumlah steam blowing ditekan seminimal mungkin untuk menghemat biaya BBM. Untuk itu sebelum proses steam blowing, boiler perlu dibersihkan terlebih dahulu dengan chemical cleaning. Jika memang hal ini dipersyaratkan dalam dokumen kontrak, maka kita perlu mengalokasikan anggaran untuk pekerjaan chemical cleaning.

Feedwater tank yang berfungsi untuk menyimpan feedwater sebelum dipompa masuk ke boiler, merupakan bagian dari paket Balance of Plant. Pengangkatan (lifting) feedwater tank ke final position biasanya juga merupakan bagian dari paket Balance of Plant, tetapi tidak demikian halnya dengan proyek PLTU Paiton 7 & 8. Pengangkatan feedwater tank ke posisinya di atas control room building dimasukkan ke dalam paket Steam Generator.

Feedwater Tank dengan deaerator tank di atasnya.

Feedwater tank lifting merupakan salah satu pekerjaan heavy lifting yang memerlukan crane berkapasitas besar. Bahkan di PLTU Paiton unit 8, pekerjaan ini terpaksa dilakukan dengan wire strand jack-up system yang memerlukan temporary steel structure cukup banyak. Hal ini terpaksa dilakukan karena delivery feedwater tank yang terlambat, sehingga akses crane sudah tertutup oleh bangunan Turbine Building.

Di dalam boiler ada suatu alat pertukaran panas (heat exchanger) yang bernama Air Heater. Air Heater ini berfungsi untuk memanaskan udara sebelum masuk ke ruang pembakaran. Ada 2 type air heater, yaitu tubular air heater banyak dipakai pada PLTU berkapasitas kecil dan jenis rotary yang lebih dipilih untuk PLTU berkapasitas besar.

PLTU Bukit Asam (Sumatra Sealatan) dan PLTU Asam Asam (Kalimantan Selatan) keduanya berkapasitas 2×65 MW dan sama-sama memakai air heater jenis tubular. Perbedaanya tube-tube air heater di PLTU Asam Asam sudah terpasang dalam bentuk modul, sehingga proses instalasi/erection air heater di lapangan sangat cepat. Sedangkan di PLTU Bukit Asam air heater dikirim ke project site benar-benar dalam kondisi terurai. Kita harus melakukan pemasangan tube-tube (tube insertion) yang jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan di lapangan, sehingga erection air heater di Bukit Asam memakan waktu hingga beberapa bulan.

Hal yang sama juga terjadi pada condenser yang merupakan bagian dari paket Balance of Plant. Di Bukit Asam tube insertion dilakukan di project site, sementara di Asam Asam tube-tube condenser sudah terpasang di bodynya.

Page 9

Page 10: Menyusun WBS-Progres PLTU

Di PLTU Bukit Asam dan Asam Asam fabrikasi piping boiler dilakukan di lokasi proyek. raw material pipa dikirim ke site masih dalam bentuk batangan utuh 6 mtr. Demikian pula pipe fitting (elbow, flanges) dikirim ke site dalam kondisi terpisah, belum tersambung ke pipa. Untuk itu perlu dibuat fabrication shop sementara, lengkap dengan peralatannya. satu supervisor juga ditugaskan khusus untuk mengelola pekerjaan fabrikasi.

Sementara di PLTU Paiton, piping boiler dikirim ke proyek sudah dalam keadaan pre-fabricated. Tanpa perlu fabrikasi mereka bisa langsung dipasang di posisinya.

Demikian beberapa contoh perbedaan dalam lingkup kerja/ scope of work/ division of responsibility antara satu proyek dengan proyek yang lain. Hal ini saya maksudkan untuk memperlihatkan bahwa pemahaman kontrak mutlak diperlukan sebelum kita mulai membuat rencana proyek (project planing). Tanpa pemahaman kontrak yang baik, sangat mungkin kita membuat kesalahan-kesalahan dalam perencanaan proyek.

H. Cara Menghitung Progress Proyek : Breakdown & Pembobotan (1)

 

Progress S-CurveSebagai bagian dari tata laksana proyek yang baik, setiap proyek harus diukur progressnya sepanjang durasi proyek bersangkutan. Perhitungan aktual progress yang didapat kemudian dibandingkan dengan progress planing untuk periode yang sama. Dari perbandingan antara aktual progress vs plan progress, akan diketahui apakah suatu proyek dalam kondisi ahead schedule, on schedule atau behind schedule.

Untuk itu sebelum proyek dimulai kita hendaknya sudah memiliki kesepakatan dengan pemberi proyek tentang bagaimana cara menghitung progress proyek bersangkutan. Hal ini sangat penting, karena selain untuk mengukur performance proyek, kita juga memerlukan klaim progress yang sudah disetujui klien untuk menagih pembayaran.

Pada proyek yang berdurasi beberapa bulan hingga beberapa tahun, perhitungan progress biasanya dilakukan setiap awal bulan dengan cut-off date tanggal 30 atau 31.

Berikut akan saya berikan contoh cara perhitungan progress proyek PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) untuk paket steam generator (boiler).

Sebagaimana praktek yang umum terjadi, proyek PLTU biasanya dibagi menjadi beberapa paket, yaitu : pekerjaan sipil (civil work) yang meliputi persiapan lahan hingga pekerjaan pondasi, steam generator (boiler), coal and ash handling, electrical & control, steam turbine & generator dan balance of plant. Setiap paket biasanya dikerjakan oleh kontraktor yang berbeda. Contoh yang akan saya berikan berikut ini adalah untuk proyek paket steam generator (boiler).

Page 10

Page 11: Menyusun WBS-Progres PLTU

LANGKAH KE-1 dalam menyusun perhitungan progress proyek adalah menentukan Work Breakdown Structure-nya. Jika kita anggap paket steam generator sebagai WBS level-1, kita perlu menyusun WBS level-2 dan level-3. Tiga level WBS ini sudah sangat mencukupi untuk melakukan perhitungan progress dan pengendalian jadwal proyek.

Dari WBS level-1 Steam Generator kita bisa mebuat breakdown level-2 sebagai berikut :

WBS 2-01 Boiler House Steel StructureWBS 2-02 Pressure PartsWBS 2-03 Auxiliary EquipmentsWBS 2-04 Air and Flue Gas DuctingWBS 2-05 Coal Pipe & Boiler PipingWBS 2-06 Electrostatic PrecipitatorWBS 2-07 Electrical & LightingWBS 2-08 Instrumentation & ControlWBS 2-09 Refractory & InsulationWBS 2-10 Painting

LANGKAH KE-2 adalah menghitung prosentase bobot masing-masing WBS level-2 di atas terhadap nilai/bobot keseluruhan paket steam generator. Untuk menghitung bobot prosentase ini kita memerlukan data nilai kontrak proyek paket steam generator

Pada saat mengajukan proposal harga dalam proses tender biasanya kita diminta untuk membuat rincian harga (price breakdown). Misalkan untuk proyek konstruksi boiler pada PLTU Karangwuni yang berkapasitas 2 x 65 MW nilainya adalah USD 5,950,876.60, maka breakdown price-nya kira-kira akan seperti di bawah ini :

Berdasarkan data di atas kita bisa menghitung bobot prosentase dari masing-masing WBS level-2. Misalkan untuk WBS 2-01 Boiler House Steel Structure bobot prosentasenya adalah :

Harga Boiler House Steel Str / Harga Total Proyek x 100% =

1,263,505.07 / 5,950,876.60 x 100% = 21.23%

Page 11

Page 12: Menyusun WBS-Progres PLTU

Setelah kita hitung satu per satu, maka bobot masing-masing WBS level-2 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

I. Cara Menghitung Progress Proyek : Level-3 Breakdown (2)

  Dalam posting kali ini saya akan melanjutkan artikel tentang Cara Menghitung Progress Proyek, dengan case Proyek PLTU Karangwuni 2×65 MW.

LANGKAH KE-3 : adalah membuat work breakdown structure (WBS) level-3 dari masing-masing WBS level-2.

Misalkan untuk WBS 2-02 Pressure Parts dapat dirinci lagi menjadi :

WBS 2-02-01 Pressure Parts HangersWBS 2-02-02 Steam DrumWBS 2-02-03 DowncomersWBS 2-02-04 Water WallWBS 2-02-05 EconomizersWBS 2-02-06 Backpass & Roof PanelWBS 2-02-07 Boiler Roof PipingWBS 2-02-08 SuperheatersWBS 2-02-09 SootblowersWBS 2-02-10 Control Buckstay, Skin Casing & Outer CasingWBS 2-02-11 Combustion Burners

WBS 2-09 Insulation and Refractory dapat dibreakdown lagi menjadi :

WBS 2-09-01 RefractoryWBS 2-09-02 Pressure Parts InsulationWBS 2-09-03 Insulation Hot Air DuctingWBS 2-09-04 Insulation Flue Gas DuctingWBS 2-09-05 Insulation for EquipmentsWBS 2-09-06 Insulation for Electrostatic PrecipitatorWBS 2-09-07 Piping Insulation

Page 12

Page 13: Menyusun WBS-Progres PLTU

LANGKAH KE-4 : Setelah semua WBS level-2 dirinci menjadi WBS level-3, maka kita juga harus memberikan prosentase pembobotan untuk masing-masing item level-3. Pembobotan item pekerjaan level-3 dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan level-2 jika memang tersedia data rincian harga proyek (price breakdown) sampai level-3.

Jika data price breakdown level-3 tidak tersedia, maka perhitungan pembobotan dapat dilakukan dengan mempergunakan data quantity dari masing-masing item level-3 (ton, meter, sq.meter, pcs, etc). Data quntity ini bisa didapatkan dari bill of quantity (BOQ) yang merupakan bagian dari dokumen tender.

Contoh pembobotan level-3 dapat dilihat pada tabel WBS 2-02 Boiler Pressure Parts di bawah ini :

J. Cara Menghitung Progress Proyek : Pentahapan Pekerjaan Konstruksi (3)

Posting ini adalah bagian terakhir dari 3 tulisan saya tentang Cara Membuat Perhitungan Progress Proyek. Agar dapat memahami dengan baik silakan membaca dari bagian ke-1 cara menghitung progress proyek.

LANGKAH KE-5 adalah menentukan stages (tahap-tahap) dari masing-masing WBS level-2. Sebagaimana diketahui pemasangan (erection) setiap peralatan mekanikal (mechanical equipments) selalu melalui beberapa tahapan, seperti beberapa contoh di bawah ini :

Boiler House Steel Structure : lifting into position –> alignment –> inspection –> bolt tightening

Pressure Parts : lifting into position –> fit-up –> welding –> hydrostatic test

Ducting :  lifting into position –> fit-up –> welding –> confirmity test

Insulation : welding stud pins –> pemasangan rockwool –> pemasangan metal cladding –> inspection

Pentahapan (staging) masing-masing WBS level-2 seperti di atas diperlukan agar perhitungan progress menjadi lebih mudah.

LANGKAH KE-6 : Masing-masing tahapan tersebut harus diberi prosentase bobot, misalkan :

WBS 2-02 Pressure Parts memiliki pembobotan :

stage-1 lifting into position = 30%

stage-2 fit-up = 30%

Page 13

Page 14: Menyusun WBS-Progres PLTU

stage-3 welding = 30%

stage-4 conformity test = 10%

WBS 2-09 Refractory & Insulation :

stage-1 welding stud pins = 10%

stage-2 pemasangan rockwool = 40%

stage-3 pemasangan metal cladding = 40%

stage-4 conformity / final inspection = 10%

Total prosentase bobot stage-1 sampai stage-4 adalah 100%, artinya item bersangkutan dianggap selesai 100% hanya jika telah melewati seluruh 4 tahap (stages).

Berikut ini adalah contoh perhitungan progress. Misalkan kita akan menghitung progress WBS 2-02-08 Superheaters pada akhir bulan ke-8. Data yang kita peroleh dari production group adalah sebagai berikut :

Total superheaters yang sudah di-”lifting into position” (termasuk yang sudah difit-up & diwelding) = W1 ton

Total yang sudah di-”fit-up” (termasuk yang sudah diwelding juga) = W2 ton

Total yang sudah selesai di-”welding” = W3 ton

Total yang sudah menjalani conformity test = W4 ton (W4 = 0ton, karena conformity test hanya dilakukan hanya jika seluruh sistem pressure parts sudah siap uji semuanya)

Seandainya total quantity (tonage) Secondary Air Duct adalah 60 ton, maka kumulatif progressnya pada akhir bulan ke-8 tersebut adalah =

(30% x W1 + 30% x W2 + 30% x W3 + 10% x W4) / 60 = X %

Misalkan % bobot Superheaters terhadap WBS 2-02 Pressure Parts adalah B% (hasil perhitungan langkah ke-4), maka kumulatif progress X% dari Superheaters tersebut di atas akan memberikan sumbangan progress kepada keseluruhan WBS 2-02 sebesar = B% x X%

Sementara terhadap keseluruhan paket Steam Generator pada proyek PLTU Karangwuni, progress X% dari Superheaters tadi akan memberikan sumbangan sebesar A% x B% x X%, di mana A% adalah bobot prosentase WBS 2-02 Pressure Parts terhadap keseluruhan proyek PLTU Karangwuni (hasil perhitungan langkah ke-2).

Tabel di bawah ini memperlihatkan contoh perhitungan detail WBS level-3 dari Boiler Pressure Parts. Karena space yang tidak mencukupi, tabel saya potong menjadi dua :

Page 14

Page 15: Menyusun WBS-Progres PLTU

Dengan menghitung semua item WBS level-3, kita akan mendapatkan progress seluruh WBS level-2. Sementara progress overal dari paket Steam Generator (Boiler) didapatkan dengan menjumlahkan hasil perkalian antara progress setiap WBS level-2 dengan prosentase bobot masing-masing.

Data progress biasanya diberikan oleh masing-masing kepala seksi yang bertanggung jawab untuk setiap WBS level-2. Data tersebut diberikan kepada Project Control Engineer untuk diolah menjadi Progress Report. Progress Report yang sudah disetujui klien dijadikan dasar untuk mengajukan klaim pembayaran. Di bawah ini adalah progress summary yang setiap bulan kita kirimkan ke klien untuk mendapatkan approval mereka.

Sementara untuk keperluan internal, progress report tersebut dimanfaatkan untuk evaluasi project performance yang harus dilakukan setiap bulan.

K. Bagian & Cara Kerja PLTU : Boiler atau Ketel Uap (1)

PLTU Paiton, Jawa TimurPembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terdiri dari beberapa system utama, yaitu :1. Turbine & Generator2. Boiler (Steam Generator)3. Coal Handling System4. Ash Handling System5. Flue Gas System6. Balance of Plant

Turbine & generator bisa dibilang sebagai the heart of the plant, karena dari bagian inilah energi listrik dihasilkan. Generator yang berputar dengan kecepatan tetap, menghasilkan energi listrik yang disalurkan ke jaringan interkoneksi dan selanjutnya didistribusikan ke konsumen.Steam turbine (turbin uap) yang berfungsi untuk memutar generator, terdiri dari HP (high-pressure) turbine, IP (intermediate-pressure) turbine dan LP (low-pressure) turbine.

Page 15

Page 16: Menyusun WBS-Progres PLTU

Turbine & generator memiliki beberapa peralatan pendukung, yaitu lubricating oil system dan generator cooling system.Boiler (steam generator) berfungsi untuk mengubah air menjadi uap. Uap bertekanan sangat tinggi yang dihasilkan boiler dipergunakan untuk memutar turbine. Boiler terbagi menjadi beberapa sub system, yaitu :- Boiler house steel structure- Pressure parts- Coal system- Air system- Boiler cleaning system

Boiler (Steam Generator)Sesuai dengan namanya, boiler house steel structure adalah bangunan struktur rangka baja, di mana di dalamnya terpasang semua peralatan steam generator. Bangunan rangka baja ini tingginya antara 50 m (PLTU kapasitas 65 MW) hingga 100 m (PLTU kapasitas 600 MW).Pressure part system adalah bagian utama dari steam generator. Bagian inilah yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi (superheated steam) dengan temperatur antara 500 – 600 derajat C.Air yang disuplai ke boiler, pertama kali masuk ke economizer inlet header, terus didistribusikan ke economizer elements, berkumpul kembali di eco outlet header lalu disalurkan ke steam drum. Economizer terletak di dalam backpass area (di bagian belakang boiler house), sementara steam drum ada di bagian depan roof area.Dinamakan economizer karena bagian ini berfungsi untuk menaikkan temperatur air yang baru masuk boiler dengan cara memanfaatkan gas buang dari pembakaran batu bara di furnace area (combustion chamber). Dengan pemanasan awal di economizer ini effisiensi ketel uap dapat ditingkatkan.Akibat pemanasan secara konveksi di daerah furnace dan karena gaya gravitasi, air di dalam steam drum air mengalami sirkulasi turun ke water wall lower header melalui pipa downcomers. Dari waterwall lower header air kembali mengalami sirkulasi karena panas, naik menuju water wall upper header melalui tube-tube water wall panel. Kemudian dari waterwall upper header air dikembalikan ke steam drum melalui riser pipes.Jadi akibat panas pembakaran batu bara air mengalami sirkulasi terus menerus. Sirkulasi ini menyebabkan air di water wall panel & steam drum sebagian berubah menjadi uap.Pada PLTU berkapasitas besar, sirkulasi tersebut dibantu oleh Boiler water Circulating Pump yang terpasang pada pipa downcomers bagian bawah. Sirkulasi yang lebih cepat akan menyebabkan kecepatan perubahan air menjadi uap juga lebih besar.

Page 16

Page 17: Menyusun WBS-Progres PLTU

Di dalam steam drum terdapat separator yang berfungsi untuk memisahkan uap dari air. Uap yang sudah dipisahkan tersebut, dari steam drum disalurkan ke roof steam inlet header yang terhubung ke boiler roof panel. Boiler roof panel ini yang membawa uap ke belakang menuju backpass panel.dari backpass panel, uap disalurkan ke Low Temperature Superheater (LTS) yang ada di dalam backpass area, di atas economizer elements. dari LTS uap disalurkan ke Intermediate Temperature Superheaters (ITS). Selanjutnya melalui pipa superheater-desuperheater, uap dibawa ke High Temperature Superheater (HTS) elements untuk menjalani proses pemanasan terakhir menjadi superheated steam.ITS dan HTS elements lokasinya berada di dalam furnace (ruang pembakaran batu bara) bagian atas. Beberapa boiler manufacturers memberikan nama yang berbeda kepada LT, IT dan HT superheater.Dari High Temperature Superheater outlet header, superheated steam dengan temperature 500-600 derajat C dan tekanan sangat tinggi disalurkan ke steam turbine melalui pipa main steam.Pada PLTU berkapasitas kecil, uap tersebut masuk ke High Pressure Turbine, terus ke Low Pressure Turbine dan keluar menuju condenser. Sedangkan pada PLTU berkapasitas besar, setelah memutar HP turbine uap tersebut dibawa kembali ke boiler melalui pipa cold reheat.Di dalam boiler uap tersebut mengalami pemanasan kembali di dalam Reheater elements. Reheater elements ini biasanya terletak di antara furnace area dan backpass area.Setelah mengalami pemanasan kembali, reheated steam disalurkan ke Intermediate Pressure Turbine melalui pipa Hot Reheat. Setelah memutar Intermediate dan Low Pressure Turbine, baru uap keluar ke condenser.

L. Bagian & Cara Kerja PLTU : Sistem Pembakaran, Aliran Udara & Gas Buang (2)

  Pembakaran pulverized-coal dengan tangential burners yang dipasang pada empat sudut combustion chamber

Coal & combustion system dalam PLTU terdiri dari coal silo, coal feeder, pulverizer, coal pipes dan combustion burner.

dari coal storage batu bara diangkut dengan belt conveyor menuju boiler house dan disimpan di dalam coal silo. Dalam bangunan PLTU, coal silo lokasinya ada di antara boiler house dan Turbine-Generator building.

Untuk menghasilkan pembakaran yang efisien, batu bara yang masuk ruang pembakaran harus digiling terlebih dahulu hingga berbentuk serbuk (pulverized coal). Penggilingan batu bara menjadi serbuk dilakukan pulverizer yang dikenal juga dengan nama bowl-mill. Disebut demikian karena di dalamnya terdapat mangkuk (bowl) tempat batu bara ditumbuk dengan grinder.

Page 17

Page 18: Menyusun WBS-Progres PLTU

Pemasukan batu bara dari coal silo ke pulverizer diatur dengan coal feeder, sehingga jumlah batu bara yang masuk ke pulverizer bisa diatur dari control room.

Batu bara yang sudah digiling menjadi serbuk ditiup dengan udara panas (primary air) dari pulverizer menuju combustion burner melalui pipa-pipa coal piping.

Pada saat start up, pembakaran tidak langsung dilakukan dengan batu bara, tetapi mempergunakan bahan bakar minyak. Baru setelah beban mencapai 10%-15% batu bara pelan-pelan mulai masuk menggantikan minyak. Maka selain coal piping, burner juga terhubung dengan oil pipe, atomizing air dan scavanging air pipe yang berfungsi untuk mensuplai BBM.

Agar pembakaran dalam combustion chamber berlangsung dengan baik perlu didukung dengan sistem suplai udara dan sitem pembuangan gas sisa pembakaran yang baik. Tugas ini dilakukan oleh Air and Flue Gas System.

Air and Flue Gas System terdiri dari Primary Air (PA) Fans, Forced Draft (FD) Fans, Induced Draft (ID) Fans, Air Heater, Primary Air Ducts, Secondary Air Ducts dan Flue Gas Ducts.

Udara yang akan disuplai ke ruang pembakaran dipanaskan terlebih dahulu agar tercapai efisiensi pembakaran yang baik. Pemanasan tersebut dilakukan oleh Air Heater dengan cara konduksi dengan memanfaatkan panas dari gas buang sisa pembakaran di dalam furnace.

Ada 2 type Air Heater yang banyak dipakai di PLTU. Yang pertama air heater type tubular, banyak dipakai di PLTU yang berkapasitas kecil. Sedangkan air heater type rotary lebih dipilih untuk PLTU kapasitas besar.

Primary Air Fans berfungsi untuk menghasilkan primary air yang diperlukan untuk mendorong batu bara serbuk dari pulverizer ke burner. Forced Draft Fans berfungsi untuk menghasilkan secondary air untuk mensuplai udara ke ruang pembakaran. Sedangkan Induced Draft Fans berfungsi untuk menyedot gas sisa pembakaran dari combustion chamber untuk dikeluarkan ke cerobong asap.

Primary & Secondary Air Duct system (warna biru)

Page 18

Page 19: Menyusun WBS-Progres PLTU

Flue Gas system adalah bagian yang sangat penting untuk menjaga agar PLTU tidak menyebabkan polusi berlebihan kepada lingkungan. Bagian dari flue gas system yang umum terdapat di semua PLTU adalah Electrostatic Precipitator (EP).

Electrostatic Precipitator adalah alat penangkap debu batu bara. Sebelum dilepas ke udara bebas, gas buang sisa pembakaran batu bara terlebih dahulu melewati electrostatic precipitator untuk dikurangi semaksimal mungkin kandungan debunya. Bagian utama dari EP ini adalah housing (casing), internal parts yang terdiri dari discharge electrode, collecting plates dan hammering system, dan ash hoppers yang terletak di bagian bawah untuk menampung abu.

Pada beberapa PLTU modern ada lagi satu peralatan pengendali polusi yang terpasang antara EP dan cerobong asap. Alat tersebut adalah Flue Gas Desulphurization (FGD) plant. Sesuai dengan namanya FGD berfungsi untuk mengurangi kadar sulphur dari gas buang. Kadar sulphur yang tinggi dikhawatirkan bisa menyebabkan terjadinya hujan asam yang berbahaya bagi lingkungan.

Bagian terakhir dari flue gas system adalah stack/chimney/cerobong asap yang berfungsi untuk membuang gas sisa pembakaran.

M. Bagian & Cara Kerja PLTU : Condenser, Feedwater, Water Treatment & Cooling Tower (3)

  

Pembakaran batu bara di dalam furnace meninggalkan sisa berupa abu batu bara. Abu tersebut menempel pada elemen-elemen superheater dan permukaan water wall panel. Lapisan abu yang semakin tebal akan mengurangi efisiensi pembakaran.

Oleh karena itu perlu dilakukan pembersihan secara rutin dengan mempergunakan alat yang bernama sootblower. Pembersihan elemen-elemen superheaters mempergunakan steam sootblower, sedangkan water sootblower dipergunakan untuk membersihkan water wall panel.

Coal and Ash Handling adalah bagian tak terpisahkan dari PLTU. Peralatan paling dominan dari coal handling system ini adalah belt conveyor. Conveyor tersebut berfungsi untuk mengangkut batu bara dari unloader port ke coal storage yard, dan dari storage yard ke boiler house.

Sementara dalam ash handling system, pengangkutan debu batu bara dilakukan melalui sistem perpipaan dibantu dengan udara bertekanan. Bisa juga dilakukan secara manual menggunakan dump truck.

System terakhir dari PLTU yang akan saya tulis adalah Balance of Plant. Balance of Plant ini terdiri dari beberapa sub sistem, di mana yang paling penting adalah =

-  Condenser system

-  Feedwater system

-  Water Treatment Plant

-  Cooling Tower

Setelah selesai memutar turbine, uap dibuang ke condenser yang posisinya tepat berada di bawah LP Turbine. Di dalam condenser uap tersebut diubah menjadi air untuk dipompakan kembali ke dalam boiler.

Condenser memerlukan air pendingin untk mengubah uap menjadi air. Beberapa PLTU memanfaatkan air laut sebagai pendingin condenser, sementara PLTU yang lain mempergunakan cooling tower untuk mendinginkan air condenser yang diputar terus menerus dalam sistem tertutup (closed loop).

Page 19

Page 20: Menyusun WBS-Progres PLTU

Condenser system terdiri dari beberapa peralatan utama, yaitu condenser itu sendiri, condenser tube cleaning system, condenser vaccum system dan condensate pump. Condenser vaccum system berfungsi untuk menjaga agar tekanan di dalam condenser selalu lebih kecil dari tekanan atmosfer. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan plant efficiency dari PLTU.

Water Treatment plant berfungsi untuk memproduksi semua kebutuhan air bagi operasional PLTU. Pada dasarnya ada 2 jenis air yang dibutuhkan PLTU. Yang pertama adalah demineralized water (demin water) untuk mensuplai boiler dalam memproduksi uap penggerak turbin. Disebut demineralized water karena air tersebut sudah dihilangkan kandungan mineralnya.

Yang kedua adalah raw water yang diperlukan untuk pendingin (cooling water) bagi mesin-mesin PLTU dan untuk dipergunakan sebagai service water.

Secara umum water treatment system PLTU terdiri dari desalination plant untuk memproses air laut atau air payau menjadi raw water, demineralized plant untuk memproduksi demin water dan tanki-tanki atau kolam penyimpanan air.

Sebagaimana saya tulis di muka, uap yang meninggalkan turbin masuk ke condenser untuk diubah kembali menjadi air. Air tersebut dipompa kembali masuk ke boiler untuk diproses menjadi superheated steam yang siap memutar turbin.

Jadi di sini terjadi closed-loop system. Air dan uap diolah terus menerus dalam sistem tertutup untuk menggerakkan turbin uap (steam turbine). Meskipun demikian tetap ada air atau uap yang hilang sebagai system loses dalam proses tersebut. Maka selama PLTU beroperasi selalu diperlukan penambahan demin water baru secara kontinyu.

Air yang dipompa masuk kembali ke dalam boiler biasa dikenal dengan nama boiler feedwater. Sistem yang mensuplai feedwater ini terdiri dari beberapa peralatan utama, yaitu :

-  Feedwater pumps-  Feedwater tank yang dilengkapi dengan deaerator tank-  Feedwater heaters

Feedwater tank berfungsi untuk menampung feedwater sebelum dipompa masuk ke boiler oleh feedwater pumps. Pada PLTU berkapasitas kecil, pompa feedwater digerakkan oleh motor listrik, sedangkan pada PLTU berkapasitas besar mempergunakan turbin uap mini.

Untuk meningkatkan efisiensi PLTU, sebelum dipompa masuk ke boiler, feedwater harus dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai suhu tertentu. Pemanasan tersebut dilakukan dengan heater (heat exchanger), yang berlangsung secara konduksi dengan memanfaatkan uap panas yang diambil (diektraksi) dari turbin. Jadi selain diteruskan ke condenser, ada sejumlah kecil uap dari turbin yang diambil untuk memanaskan feedwater heater.

Page 20

Page 21: Menyusun WBS-Progres PLTU

Meningkatkan Efisiensi Biaya

Operasi Lewat Direct Combine Cycle

Sistem pengoperasian PLTGU Tambak Lorok pada saat start-up berpotensi menim-bulkan adanya kehilangan energi panas. Kehilangan energi panas tersebut terjadi tak lain karena pada proses start-up HRSG (Heat Recovery Steam Generator) diverter damper mulai dibuka 20%, yaitu pada saat beban 40MW dan Karena itu untuk menghindari kehilangan panas tersebut, maka pola start-up HRSG diubah—yaitu dengan cara Diverter Damper dibuka 100% sebelum Gas Turbin distart. Proses ini telah dikonsultasikan kepada manu-facturer dan di-benchmarking kepa-da pembangkit sejenis di China. SOP untuk proses Start up PLTGU Direct Combine Cycle ini, telah dilakukan pada gas turbin 2.2 pada 16 April 2008 dan 21 April 2008. Perubahan mode operasi yang dinamakan Start-up Direct Combine Cycle (DCC) ini, di samping meningkatkan efi siensi biaya operasi sekaligus menaikkan keandalan unit.

Jika menengok disain operasi asli Gas Turbin PLTGU Tambak Lorok, pemanfaatan start up secara DCC memang sangat urgent. Gas Turbin PLTGU tersebut didesain dapat bero-perasi secara open cycle dan combine cycle. Pada sistem open cycle, gas pembakaran yang keluar dari gas tur-bin langsung dibuang ke lingkungan melalui stack gas turbin (lihat gambar 1). Pada kondisi ini, diverter damper pada posisi close dan menahan gas pembakaran masuk ke HRSG (Heat Recovery Steam Generator). Gas yang dibuang masih bertemperatur tinggi (560 derajat Celcius), sehingga dengan mode operasi open cycle ini gas turbin berefisiensi rendah atau sekitar 29%.

Sementara itu pada sistem combi-ne cycle, panas gas pembakaran yang keluar dari gas turbin dimanfaatkan di dalam HRSG. Sehingga dihasilkan uap untuk memutar steam turbin (lihat gambar 2). Pada kondisi ini, di-verter damper pada posisi open dan gas pembakaran masuk ke HRSG. Gas yang dibuang pada stack HRSG bertemperatur rendah (150 derajat Celcius). Pola operasi combine cycle ini memang dapat menaik- an efi -siensi PLTGU hingga 40%.

Karena itu sejak tahun 1998, PLTGU Tambak Lorok sudah beroperasi seca-ra Combine Cycle. Tapi perpindahan pola operasi dari open cycle menuju combine cycle dilakukan dengan membuka diverter damper, yang berada di antara stack gas turbin dengan HRSG secara bertahap mu-lai dari 20% sampai 100%. Apabila kualitas uap sisi HP (High Pressure) telah terpenuhi (450 derajat Celcius, 45 bar), maka Steam Turbin dapat di Rolling (uap yang masuk akan memu-tar turbin sehingga dihasilkan energi listrik pada generatornya).

Persoalannya, penggunaan dua pola start-up sesuai desain itu, me-nyebabkan hilangnya panas saat gas turbin start dan pembukaan diverter damper. Perhitungan panas yang hi-lang itu, bisa dilihat dengan meng-gunakan perumusan entalpi/panas yang terkandung dalam gas pemba-karan—dengan asumsi gas pembaka-ran merupakan gas ideal. Dari kalku-lasi terlihat bahwa energi panas yang dimiliki gas pembakaran akan setara dengan energi listrik yang dihasilkan mesin pembangkit- an apabila dikali-kan terlebih dahulu dengan efi siensi mesin.

Selain itu, PLTGU Tambak Lorok selalu dioperasikan secara start-stop sehingga memungkinkan diverter damper beroperasi secara buka tutup dalam kondisi temperatur tinggi (560 derajat Celcius). ini tentu menimbul-kan fenomena creep dan thermal fatigue pada metal diverter damper. Sehingga sering terjadi gangguan diverter damper secara berulang. Gangguan ini menyebabkan Gas Turbin harus beroperasi secara open cycle selama lima hari perbaikan.

Gas hasil pembakaran pada gas turbin juga berpotensi menjadi sum-ber penyebab timbulnya korosi sulfur pada pipa HRSG. Hal ini terjadi ka-rena bahan bakar fosil mengandung sulfur. Saat proses pembakar an ter-jadi, sulfur pada bahan bakar akan teroksidasi menjadi gas SOx. Gas ini kemudian dapat berkondensasi men-jadi H2SO4 saat temperatur sekeliling mencapai titik dew point-nya.

H2SO4 merupakan zat yang sang-at korosif terhadap material baja. Padahal pipa HRSG secara umum merupakan baja paduan. Sehingga pipa HRSG bagian sisi atas (economi-ser) rentan terhadap fenomena ini. Sementara itu di sisi lain, dew point gas sulfur oksida juga satu hal yang tak bisa dihindari. Karena dew point merupakan fungsi dari kadar sulfur dalam bahan bakar yang diguna-kan—dalam hal ini adalah HSD.

Page 21

Page 22: Menyusun WBS-Progres PLTU

Berdasarkan pengalaman selama ini, minyak HSD yang digunakan PLTGU Tambak Lorok memiliki kadar 0.5% Wt. Angka ini menunjukkan bahwa titik minimum terjadinya ko-rosi di pipa metal HRSG (atau disebut dengan dewpoint sulfur) adalah 95 derajat Celcius. Untuk menghindari hal ini, pada HRSG Tambak Lorok selama ini digunakan setting tempe-ratur operasi air kondensat di ekono-miser HRSG sebesar 135 derajat. Modifikasi Pemasangan Sinyal Indikasi

Untuk mengurangi risiko semua permasalahan tersebut, perlu dila-kukan modifikasi pada pola start-up PLTGU Tambak Lorok secara DCC. Sehingga memungkinkan Diverter damper tidak mengalami gangguan akibat proses buka tutup, sekaligus menghindari terbuangnya panas— seperti yang selama ini terjadi. Untuk itu aplikasi dari inovasi ini dilakukan pada mesin Gas Turbin MS9001E PLTGU Tambak Lorok Semarang.

Adapun pola start up secara DCC dalam pelaksanaannya, pertama, dilakukan dengan Start Up PLTGU. Lalu dilakukan open diverter damper hingga 100%. Untuk ini perlu dila-kukan modifikasi hardware dengan memasang switch indikasi diverter damper. Setelah itu dilakukan start up HRSG. Dilanjutkan dengan start up GTG. Di sini, kenaikan beban Gas Turbin mengikuti kenaikan tempera-tur uap HRSG, 5 – 11oC/menit. Lalu dilakukan start up STG, yang dila-kukan apabila uap sisi High Pressure telah mencapai 450 derajat Celcius pada 45 bar.

Untuk bisa menjalankan pola start up DCC seperti di atas, maka perlu dilakukan modifi kasi pemasangan sinyal indikasi diverter damper HRSG (posisi OPEN-OFF) guna memastikan bahwa sinyal diverter damper tetap berfungsi sesuai sequence start gas turbin dan start HRSG. Pada saat start GTG, posisi switch indikasi adalah OFF—yang berarti switch indikasi menutup diverter damper secara oto-matis pada saat HRSG trip atau pada saat GTG trip. Lalu saat GTG Online, posisi switch indikasi adalah OFF. Di mana switch indikasi menutup siver-ter secara otomatis pada saat HRSG trip atau pada saat GTG trip. Sedang pada kondisi Combine, switch indika-si akan menunjukkan posisi OPEN— yang memberikan sinyal pada Mark V dan DCS, bahwa Diverter Damper posisi Open (permissive pengaman saat HRSG Trip, maka Gas turbin akan trip).

Bisa Hemat Rp114,826 Miliar/Tahun

Jika pola operasi DCC dilakukan akan ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan oleh PLTGU seje-nis PLTGU Tambak Lorok. Mulai dari keuntungan operasional, fi nansial hingga non finansial. Pada konteks operasional misalnya, seperti telah disinggung di atas, selama ini pola operasi start-stop menyebabkan HRSG PLTGU Tambak Lorok rentan akan fenomena korosi sulfur.

Ini terjadi karena berdasarkan pengamatan di lapangan, baik dalam start-up melalui pola Direct Combine Cycle maupun Desain, terdapat se-jumlah waktu di mana temperatur gas pembakaran (di bagian pipa eko-nomiser HRSG/sisi atas) berada ku-rang dari 95 derajat Celcius, hingga memungkinkan terjadinya konden-sasi sulfur. Memang start up pola disain asli dan DCC sama-sama memi-liki sejumlah waktu tertentu, di mana pipa HRSG berada pada temperatur lebih kecil dari 95 derajat Celcius.

Tapi jika keduanya diperbanding-kan, pola start-up Direct combine cycle memiliki rentang waktu selama 51 menit. Sedangkan pola start-up desain asli memiliki rentang waktu 68 menit. Jadi terdapat selisih waktu sebesar 17 menit di antara keduanya. Sehingga terlihat, bahwa start-up Direct Combine Cycle memiliki risiko efek korosi sulfur yang lebih rendah dibanding pola start-up desain.

Selain mengurangi resiko efek korosi sulfur, modifikasi start up secara DCC juga memberikan manfaat fi nansial. Selama ini nilai energi yang hilang akibat pola start-up sesuai desain mencapai Rp. 59,166 juta per satu kali start-up untuk satu unit gas turbin. Jika dalam sebulan PLTGU Tambak Lorok mengalami 22 kali start up (30 hari dikurangi 2 kali RSH dalam 1 minggu), maka energi panas yang dapat dihemat dengan start up DCC, dalam setahun, mencapai ang-ka Rp 15,619 miliar (Rp 59,166 juta x 22 x 12).

Selain itu, penggunaan start-up DCC memungkinkan terhindarnya gangguan diverter damper (patah atau anjlok akibat creep dan thermal fatigue). Selama ini jika terjadi gang-guan bisa menyebabkan gas turbin hanya dapat beroperasi secara open cycle selama empat hari. Sementara itu dalam penggunaan start up PLTGU sesuai disain, rata-rata gang-guan ini terjadi satu kali dalam seta-hun. Padahal biaya perbaikan untuk itu, tidaklah kecil. Sebagai contoh saja, biaya material untuk perbaikan Diverter Damper selama ini mencapai Rp200 juta. Sementara itu kalkulasi total biaya akibat gangguan diverter damper untuk satu unit gas turbin mencapai Rp 3,517 miliar.

Page 22

Page 23: Menyusun WBS-Progres PLTU

Jika dikalkulasi penghematan panas dan biaya akibat gangguan diverter damper, maka secara total pola operasi DCC bisa memberikan penghematan hingga Rp.114,826 mi-liar/tahun untuk 6 gas turbin. Ini se-tara dengan penghematan BBM HSD sebanyak 13,290 juta liter (dengan asumsi harga HSD Rp 8.640/liter).

Di luar itu, keuntungan non fi -nansial yang didapat dari modifi kasi start-up ini adalah Citra perusahaan meningkat dan keandalan unit me-ningkat dengan adanya penurunan gangguan akibat diverter damper. Karena itu, dari hasil pelaksanaan SOP start up DCC yang telah dilaku-kan di PLTGU Tambak Lorok, kiranya ke depan nanti pola start up secara DCC ini perlu juga dilakukan pada unit-unit lain yang sejenis, yang memungkinkan untuk dilakukan tindakan yang sama.

Page 23