metlit hadyan robby fix
DESCRIPTION
Tugas Metlit PSPD FKK UMJ 2010TRANSCRIPT
METODE PENELITIAN“Efektivitas Madu dalam Mempercepat Penyembuhan Luka
Bakar Derajat II”
Pembimbing :
DR.dr. Anwar Watik Prakitnya, Phd
Oleh:
Robby Aji Aryadillah 2010730095
Hadyan Rahmat 2010730044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Cirendeu, Jakarata Selatan2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Efektivitas Madu dalam Penyembuhan Luka Bakar Derajat II” dengan baik dan lancar. Makalah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti pendidikan Program Studi Dokter Universitas Muhammadiyah Jakarta. Makalah ini dapat terselesaikan atas dukungan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Untuk itu perkenankanlah peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat serta karunianya sehingga penulis bisa menyele-saikan makalah ini.
2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini sesuai dengan harapan kami.
3. DR. dr. Anwar Watik Pratiknya Phd selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini.
4. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu,yang telah mem-berikan semangat dan mendoakan peneliti hingga terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari isi maupun
tulisan. Oleh sebab itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Januari 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah........................................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................................................5
2.1 Kajian Pustaka...............................................................................................................................5
a. Definisi dan etiologi luka bakar............................................................................................5
b. Derajat luka bakar.................................................................................................................5
c. Penatalakasanaan luka bakar konvensional.......................................................................5
2.2 Kerangka Teoritis........................................................................................................................5
2.3 Ringkasan dan Kerangka Berfikir.............................................................................................5
2.4 Hipotesis..................................................................................................................................6
BAB III....................................................................................................................................................7
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................................................7
3.1 Rancangan Penelitian............................................................................................................7
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................................................7
3.3 Subjek Penelitian...........................................................................................................................7
3.4. Pengumpulan Data........................................................................................................................7
3.5. Analisis Data.................................................................................................................................8
BAB IV....................................................................................................................................................9
PENUTUP...............................................................................................................................................9
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................................9
4.2 Saran.......................................................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Luka bakar atau combusio adalah kasus emergency yang sering ditemukan dalam
dunia kedokteran dan tidak sedikit pasien yang tidak tertolong karena penangana yang
terlambat dan penyembuhan yang membutuhkan wakyu yang lama. Etiologi dari luka bakar
dapat terjadi karena factor thermal, kimia, listrik dan radiasi. Untuk itu luka bakar di
klasifikasikan menjadi beberapa derajat sesuai dengan luas dan dalamnya luka bakar. Dalam
kasus emergency seperti ini berbeda dengan penanganan kasus non emergency seperti
penyakit pada umumnya. Dalam penanganan pertama pasien dengan luka bakar khusunya
derajat 3-4 maka perlu dilakukannya primary survey dan secondary survey. Dalam
pembagian luas luka bakar ada istilah rules of nine, tujuannya adalah menentukan seberapa
derajat dan keparahan luka bakar, sehingga berbeda derajat berbeda pula penanganan.
Penatalaksanaan pada luka bakar tergantung dari derajat keparahan luka bakar, semakin cepat
penanganan maka akan menurunkan risiko komplikasi dan kecacatan hingga kematian.
Penyembuhan luka bakar membutuhkan waktu yang tidak sebentar sehingga
meningkatkan risiko kecacatan yang sangat tinggi sehingga diperlukan terapi yang dapat
mempercepat penyembuhan luka bakar, maka dari itu kami mencoba meneliti sejauh mana
efektifitas madu dalam mempercepat penyembuhan luka bakar (derajat II).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II?
1.3 Tujuan Masalah
Untuk mengetahui apakah madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat
II.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan pemanfaatan madu untuk pengobatan luka bakar
derajat II menjadi salah satu terapi pilihan untuk pengobatan luka bakar derajat II.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Definisi dan etiologi luka bakar
Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,air
panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah,luka bakar
ini bisa menyebabkan kematian ,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi
maupunestetika.(KapitaSelektakedokteranedisi3jilid2).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Ilmu Bedah RSUD
Dr.Soetomo,2001.
Combustio adalah luka yang disebabkan oleh trauma termis, listrik, bahan kimia, dan
radiasi yang mengenai kulit maupun jaringan bawah kulit . ( Djohansjah Marzoeki, M.
Taufiek, M. Sjaifuddin Noer, Luka Bakar (Combustio) Pedoman Diagnosa dan Terapi
Lab/UPFIlmuBedahRSUDDr.Soetomo,Surabaya,1994)
Etiologi dari luka bakar yaitu:
Luka bakar suhu tinggi
- Gas
- Cairan
- Bahan padat luka bakar sengatan listrik
Bahan kimia
Luka baka radiasi.
2.1.2 Derajat luka bakar
Berdasarkan American Burn Association's, Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman,luas permukaan, dan derajat berat ringannya luka bakar.
A. Berdasarkan kedalamannya
a. Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya berupa
kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan
pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh dari luka bakar
derajat 1 adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama atau tersiram air panas.
Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan
jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nyaman dengan
mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya.
b. Luka bakar derajat II ( partial thickness burns)
Luka bakar derajat ini merupakan luka bakar yang kedalamannya mencapai batas
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis (superficial partial
thickness). Lukabakar derajat II superficial ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan
ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingnya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang
tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah
penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka
waktu yang lama.
Luka bakar derajat II yang mengenai bagian reticular dermis (deep partial thickness)
tampak lebih pucat, tetapi masih terasa nyeri jika di tusuk dengan jarum (pin prick test). Luka
bakar ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, dan keratinosit
kelenjar keringat, seringkali parut berat muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
c. Luka bakar derajat III (full-thickness)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak
subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam,
putih atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis ataupun dermis sehingga luka harus sembuh
dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full thickness memerlukan eksisi dengan skin grafting.
d. Luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat ini hingga mencapai organ di bawah kulit seperti otot, dan tulang.
LUAS LUKA BAKAR
Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal
dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Kepala dan leher - 9 %
Lengan - 18 %
Badan Depan - 18 %
Badan Belakang - 18 %
Tungkai - 36 %
Genitalia/perineum - 1 %
Total -
100 %
KRITERIA BERAT RINGANNYA
(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 % - Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak - Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa - Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak - Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa - Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak. - Luka bakar derajat III 10 % atau lebih - Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum. - Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
2.1.3 Penatalakasanaan luka bakar konvensional?
Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka bakar di tempat
kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien
dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian
lepaskan semua bahan yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk
mencegah luka yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan sumber. Bahan yang
meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiramkan
ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian,namun air dingin tidak boleh diberikan
untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
Resusitasi jalan napas
Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat.
Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum
edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi
jalan napas, fasilitaspemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan bronchoalveolar
lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan
morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus
yang diperkirakan akan lama menggunakan endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2
minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik di saluran napas dengan cara uap air
menurunkan suhu yang menigkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental
sehingga lebih mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih baik
dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator bila terjadi bronkokonstriksi
seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh bahan kimiawi dan listrik. Pada cedera
inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda
berupa sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan,
dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan
foto toraks.
Resusitasi cairan
Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama berkembangnya
SIRS dan MODS.
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin
survival seluruh sel Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik), cairan hipertonik
dan koloid.
Larutan kristaloid
Larutan kristaloid terdiri dari cairan dan elektrolit. Contoh larutan kristaloid adalah
Ringer laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau
memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak
banya dipertahankan di ruang intravaskuler karena cairan ini banyak keluar ke ruang
interstisial. Pemberian 1L Ringer laktat akan meingkatkan volume intravaskuler 300 ml.
Larutan hipertonik
Larutan hipertonik dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.Larutan garam hipertonik
tersedia dalam beberapa konsentrasi yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7,5% dan 10%. Osmolalitas
cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga akan cairan akan berpindah dari intraseluler
ke ekstravaskuler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui
mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES, Hetastarch, Hespan,
Hemacell) dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran
kapiler, oleh karena itu sebagian besar akan tetap dipertahankan di ruang intravaskuler. Pada
luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan
berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substituted amilopectin sintetik, HES berbentuk
larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T1/2 dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat
toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis.HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler
pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein.
Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan
menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan
permeabilitas kapiler. Efek antiinflamasi ini diharapkan dapat mencegah terjadiinya SIRS.
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan adalah
4ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1% dari
kebutuhan.Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan ditambah 1% dari kebutuhan
Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan
titrasiatau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%, jumlah teteasan dibagi rata dalam 24 jam.
Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal
612cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter,
saatresusitasi (0,5-1ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika produksi
urin<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya. Jika
produksiurin >1ml/kgBB/jam maka jumlah cairan dikurangi 25% dari jam sebelumnya.
Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen)
Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lembung
melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml
adagangguan ringan, >400ml gangguan berat.
Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan pencucian
luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses
epitelisasi. Untuk bulla ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar
(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di atasnya. Untuk eskar yang melingkar
dan mengganggu aliran atau perfusi dilakukan eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan
memandikan pasien dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut
dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembab. Perawatan luka tertutup dengan
oclusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai
penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik
diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.
Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis masih
merupakan suatu kontroversi. Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai
adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negatif
patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga
tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver
sulfadiazin, povidone-iodine 10%, gentamicin sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.
Eksisi dan grafting
Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami penyembuhan spontan
tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi
dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena
memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan
eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri. Pada luka bakar
seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
autograft split-thickness yang diambil dari bagian tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah
melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya dalam satu kali operasi dapat dilakukan
eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi kemampuan untuk menutup luka baik dengan
autograft, biologic dressing atau allograft.
2.1.4 Sejarah penggunaan madu
Madu selain digunakan sebagai pemanis juga merupakan obat mujarab yang telah
dikenal masyarakat sejak jaman dahulu. Sedangkan lebah merupakan hewan yang bermanfaat
dan telah dimanfaatkan sejak dahulu. Ribuan tahun lalu bangsa-bangsa kuno telah
mempercayai khasiat dari madu.
Orang mesir kuno sebenarnya telah menyadari manfaat dari lebah dan produk yang
dihasilkannya. Masyarakat mesir kuno menaruh hormat yang tinggi pada lebah. Mereka
sering menggunakan lebah sebagai figur dari ornament-ornament yang mereka buat bahkan
madu juga digunakan sebagai sesaji kepada dewa-dewa. Firaun pun mengambil figur lebah
sebagai simbol kerja keras dan pengabdian total pada sang ratu. Madu pada jaman Mesir
kuno digunakan sebagai bahan obat-obatan mereka. Selain itu madu juga digunakan sebagai
pengawet mumi raja mesir kuno. Bahkan Ratu Cleopatra pun mengakui manfaat madu ia
menggunakan madu untuk merawat kesehatan dan menjaga kecantikannya.
Orang Mesir kuno bukanlah hanya yang kagum pada lebah dan madu, orang Yunani
kuno pun juga mengagumi lebah dan produk-produknya tersebut. Hypocrates yang dikenal
sebagai bapak kedokteran modern menyatakan bahwa madu dapat menghangatkan kita,
menutup luka, menyembuhkan alergi dan sakit tergores. Dia secara teatur juga
mengkonsumsi madu dan dia dapat mencapai usia 107 tahun. Aristoteles beranggapan bahwa
madu memiliki sifat yang unik yang dapat meningkatkan kesehatan manusia dan
memperpanjang usia, dimana yang dimaksud memperpanjang usia adalah saat usia tua masih
mempunyai stamina yang kuat serta jarang menjumpai penyakit. Democritus yang dikatakan
mampu memecahkan teka-teki atom pun mengkonsumsi madu untuk diet yang dilakukannya
dan akhirnya meninggal pada usia 109 tahun. Phytagoras beserta muridnya juga merupakan
pengkonsumsi setia madu, mereka percaya bahwa madu dapat memperpanjang usia dan
menyembuhkan berbagai penyakit.
Bapak kedokteran dunia, yang juga dikenal sebagai pemuka islam terkemuka, Ibnu
Sina banyak mengulas tentang madu dalam dunia kesehatan. Menurutnya madu dapat
menyembuhkan penyakit dari yang ringan hingga berat, seperti tekanan darah tinggi dan
jantung. Madu juga membantu mengatur sekresi, sehingga dapat menghilangkan penyakit
demam, dan juga untuk kecantikan. Menurutnya madu dan zaitun dapat digunakan sebagai
kosmetik yang memiliki berbagai macam khasiat. Madu dan zaitun dapat membantu untuk
mengecangkan kulit, menghilangkan flek hitam dan jamur kulit, serta dapat menghilangkan
bau badan yang tak sedap.
Berikut adalah ulasan mengenai sejarah madu dari jaman sebelum masehi hingga
setelah masehi:
· 7000 SM : di gua Afrika dan Spanyol terdapat gambar orang mengumpulkan madu
dari retakan dan pohin, sementara lebah mengitari di atas mereka.
· 3000 SM : di Mesir sebagian orang menggunakan madu sebagai pemanis. Nilai
madu sangat tinggi, bahkan digunakan sebagai alat pembayaran.
· 2100 SM : madu disebutkan dalam tulisan Sumeria dan Babylonia, kode Hittie, dan
tulisan India, dan Mesir, serta diperkirakan berusia lebih tua dari itu. Bahasa inggris madu
‘honey’ diperkirakan berasal dari bahasa jerman ‘honig’.
· 2000 SM : Mesir sudah memelihara lebah di sarang buatan.
· 1650 SM : Mesir kuno menggunakan madu sebagai penggobat luka, pembuktian
dari Smith Papyrus.
· 1100 : bir Jerman diberi pemanis madu. Petani membayar pajak dalam bentuk madu
dan lilin madu.
· 1600 : orang Spanyol menemukan bahwa orang Meksiko dan Amerika Tengah telah
mengembangkan metode pemeliharaan lebah untuk memproduksi madu.
· 1638 : orang Eropa memperkenalkan lebah madu Eropa ke New England.
· 1822 : ditemukan bukti dokumentasi lebah madu di Amerika Utara.
· 1842 : lebah madu pertama kali diperkenalkan di Selandia Baru.
· 1850 : lebah madu dibawa ke California, angka hibridasi dengan koloni asli untuk
meningkatkan produksi.
· 2005 : Selandia Baru mempunyai 320.000 sarang lebah yang memproduksi panen
musiman kira-kira 8600 ton madu.
2.1.5 Kandungan madu yang dapat berkhasiat pada pengobatan luka bakar?
Penggunaan madu sebagai obat telah dikenal sejak puluhan ribu tahun yang lalu,
misalnya dalam pengobatan penyakit lambung, batuk, dan mata (Subrahmanyam et al., 2001).
Selain itu madu juga dapat digunakan sebagai terapi topikal untuk luka bakar, infeksi, dan
luka ulkus. Sampai saat ini telah banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu
efektif untuk perawatan luka, baik secara klinis maupun laboratorium.
Ada beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif digunakan
sebagai terapi topikal pada luka melalui peningkatan jaringan granulasi dan kolagen serta
periode epitelisasi secara signifikan (Suguna et al., 1992;1993; Aljady et al.,2000). Menurut
Lusby PE (2006) madu juga dapat meningkatkan waktu kontraksi pada luka. Madu efektif
sebagai terapi topikal karena kandungan nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini
sudah diketahui secara luas. Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum bahwa madu
mengandung 40% glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin biotin, asam
nikotinin, asam folit, asam pentenoik, proksidin, tiamin, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor,
dankalium.
Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen peroksida) sebagai penetral
radikal bebas. Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran kandungan dan sifat madu
sehingga madu dapat digunakan sebagai alternatif terapi topikal pada perawatan luka.
2. Sifat Zat Yang Terkandung dalam Madu
Kandungan dan sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber madu (Gheldof et al.,
2002;Gheldof and Engeseth, 2002). Pada saat ini salah satu madu yang cukup dikenal luas
dalam perawatan luka adalah Manuka Honey. Madu lebih efektif digunakan sebagai terapi
topikal.
2.1. Osmolaritas Yang Tinggi
Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi dengan kandungan gula yang tinggi
dan mempunyai interaksi kuat dengan molekul air sehingga akan dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi aroma pada luka. Salah satunya adalah pada
luka infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Seperti yang dilaporkan
Cooper et al (1999), hasil studi laboratorium menunjukkan madu memiliki efek anti bakteri
pada beberapa jenis luka infeksi, misalnya bakteri Staphylococcus aureus.
Hasil penelitian lain melaporkan madu alam dapat membunuh bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 1992). Luka dapat menjadi steril terhadap
kuman apabila menggunakan madu sebagai dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang
rendah (3,6 - 3,7) dari madu dapat mencegah terjadinya penetrasi dan kolonisasikuman
(Efem, 1998). Apabila terjadi kontak dengan cairan luka khususnya luka kronis, cairan luka
akan terlarut akibat kandungan gula yang tinggi pada madu, sehingga luka menjadi lembap .
2.2.HidrogenPeroksida
Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka, hidrogen peroksida akan diproduksi.
Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidase yang terkandung di dalam madu
yang memiliki sifat antibakteri. Proses ini tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan luka
dan juga akan mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen
peroksida dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga tidak membahayakan
kondisi luka (Molan,1992). Selain itu hidrogen peroksida yang dihasilkan tergantung dari
jenis .
2.3. Aktivitas Limfosit dan Fagosit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah lymphosit B and lymphosit T dapat
distimulasi oleh madu dengan konsentrasi 0.1% (Abuharfeil et al.,1999). Adanya aktivitas
limfosit dan fagosit ini menunjukkan respons kekebalan tubuh terhadap infeksi khususnya
pada luka.
2.4. Sifat Asam Madu
Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan asam pada luka sehingga akan dapat
mencegah bakteri melakukan penetrasi dan kolonisasi. Selain itu kandungan air yang terdapat
dalam madu akan memberikan kelembapan pada luka. Hal ini sesuai dengan prinsip
perawatan luka modern yaitu "Moisture Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008)
melaporkan madudapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus vena /
arteri dan luka dekubitus) dalam waktu dua minggu secara signifikan. Hal ini akan
memudahkan terjadinya proses granulasi dan epitelisasi pada luka.
3. Manfaat Madu Untuk Perawatan Luka
Madu dapat digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada luka ulkus kaki, luka
dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma dan pasca operasi, serta luka bakar. Madu
dapat mempercepat masa penyembuhan luka bakar (Evan and Flavin, 2008; Jull et al.,2008).
2.2 Kerangka Teoritis
2.3 Ringkasan dan Kerangka Berfikir
Identifikasi Variabel
Variabel Tergantung : Penyembuhan luka bakar derajat II.
Variabel Bebas : Terapi Madu
Variabel Luar : - Usia
- Infeksi
- Nutrisi
- Diabetes
Operasionalisasi Hipotesis
Variabel Bebas :
Terapi Madu.
Level of Measurement : Nominal
® Menggunakan madu atau tidak menggunakan madu.
Definisi Operasional
® Menggunakan madu sebagai terapi penyembuhan luka bakar derajat II se-
banyak 3 x 1 dalam 1 minggu.
Variabel Luar :
Infeksi, usia, nutrisi, dan diabetes.
Level of Measurement : Ordinal
Variable Bebas
(Terapi Madu)
Variable Tergantung
(Penyembuhan luka Bakar derajat II)
Variable Luar Infeksi Usia
Nutrisi Diabetes
à Melihat faktor infeksi, usia, nutrisi, dan diabetes yang dapat memperpanjang
penyembuhan luka..
Definisi Operasional
Melihat seberapa jauh pengaruh variabel luar dapat memperpanjang
penyembuhan luka.
Variabel Tergantung :
Penyembuhan luka bakar derajat II
Level of Measurement : Ratio
àPeningkatan waktu penyembuhan luka bakar derajat II dalam satu minggu.
Definisi Operasional
à penyembuhan luka bakar derajat II yang diukur berdasarkan waktu
penyembuhan dalam satu minggu.
2.4 Hipotesis
Terapi madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan cara memeberikan
perlakuan (memberikan madu pada bagian luka bakar derajat II) terhadap kelompok
perlakuan (penderita luka bakar derajat II) kemudian melihat hasilnya dalam waktu satu
minggu. Lalu dibandingkan dengan kelompok kontrol (penderita luka bakar derajat II) yang
dilakukan terapi konvensional.
Alasan pemilihan disain eksperimental ini adalah :
1. Jangka waktu penelitian relatif singkat.
2. Dapat menghemat tenaga dan biaya.
3.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilakukan di Rumah Sakit Peduli Kasih Pamulang, Tangerang Selatan,
Banten. Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu satu minggu sejak tanggal 12 hingga 19
januari 2013.
3.3 Subjek Penelitian Pasien dengan luka bakar derajat II
Usia pasien 25-30 thn
Diberikan terapi konvensional
30 penderita luka bakar karena terpajan suhu tinggi yang telah menderita selam 3
harià dibagi 2 secara random, 15 penderita sebagai subjek perlakuan dan 15
penderita sebagai subjek kontrol.
3.4. Pengumpulan Data Pra-konsumsi
Dilakukan pemeriksaan kondisi luka bakar terhadap penderita luka bakar yang telah
menderita selama 3 hari.
Pasca-konsumsi
Dilakukan pemeriksaan kondisi luka bakar terhadap penderita luka bakar (subjek
penelitian) yang telah diberikan madu terhadap luka bakar mereka.
3.5. Analisis Data Data subjek perlakuan pra terapi madu.
N
ama
Usi
a
Kondisi Luka
A
dam
27
thn
Buruk
B
adu
25
thn
Buruk
C
aca
30
thn
Buruk
D
ede
28
thn
Buruk
E
man
25
thn
Buruk
F
ati
29
thn
Buruk
G
alih
27
thn
Buruk
H
adi
27
thn
Buruk
I
an
30
thn
Buruk
J
uli
26
thn
Buruk
K
aji
25
thn
Buruk
L
eo
29
thn
Buruk
M
ani
29
thn
Buruk
N 25 Buruk
eo thn
O
pi
30
thn
Buruk
Dari kelompok kontrol pra terapi madu.
NamaUsi
a
Kondisi
Luka
Pare27
thnBuruk
Qisti25
thnBuruk
Refa30
thnBuruk
Sela28
thnBuruk
Tiva25
thnBuruk
Ujang29
thnBuruk
Vinda27
thnBuruk
Welas27
thnBuruk
Wandi30
thnBuruk
Yusi26
thnBuruk
Zikra25
thnBuruk
Andi29
thnBuruk
Bani29
thnBuruk
Cakra25
thnBuruk
Dudi30
thnBuruk
Data subjek pasca terapi madu
NamaU
sia
Kondisi
Luka
A
dam
2
7 thnBaik
B
adu
2
5 thnBaik
C
aca
3
0 thnBaik
D
ede
2
8 thnBaik
E
man
2
5 thnBaik
F
ati
2
9 thnBaik
G
alih
2
7 thnBaik
H
adi
2
7 thnBaik
I
an
3
0 thnBaik
J
uli
2
6 thnBaik
K
aji
2
5 thnBuruk
L
eo
2
9 thnBaik
M
ani
2
9 thnBaik
N
eo
2
5 thnBuruk
O
pi
3
0 thnBaik
Data kontrol pasca terapi madu
N
ama
Usia Kondisi Luka
P
are
27
thn
Buruk
Q
isti
25
thn
Buruk
R
efa
30
thn
Buruk
S
ela
28
thn
Buruk
T
iva
25
thn
Buruk
U
jang
29
thn
Buruk
V
inda
27
thn
Buruk
W
elas
27
thn
Baik
W
andi
30
thn
Baik
Y
usi
26
thn
Baik
Z
ikra
25
thn
Buruk
A
ndi
29
thn
Buruk
B
ani
29
thn
Buruk
C
akra
25
thn
Buruk
D
udi
30
thn
Buruk
Uji Statistika
Tabel hubungan pemberian madu pada luka bakar derajat II dengan mempercepat
penyembuhan luka bakar derajat II
Respon
Kelompok
Kasus
E
Kontrol
EJumlah
Ada ( + )13*
8
3
816
Tidak ( - )2
7
12
714
Total15
15
15
1530
Df : (k – 1) : (2 – 1) = 1
E 1 : 16 x 15 = 8
30
Ho : Tidak ada hubungan antara terapi madu dengan mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II
Ha : Ada hubungan antara terapi madu dengan mempercepat penyembuhan luka bakar
α : 0,05
Uji x2
X2 = ( O – E ) 2 =
E
X12 = ( 13 – 8 ) 2 = 3,13
8
X22 = ( 3 – 8 ) 2 = 3,13
8
X32 = ( 2 – 7 ) 2 = 3,57
7
X2 = ( 12 – 7 ) 2 = 3,57
7
∑X2 = 3,13+ 3,13 + 3,57 + 3,57 = 13,4
Df = 1 Pv < 0,05
Ho Ditolak
Ada hubungan antara terapi madu dengan percepatan penyembuhan luka bakar derajat II
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terapi madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II
4.2 Saran
Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Peneliti lebih banyak menggunakan sumber pustaka dari internet karena
sumber pustaka yang tersedia di perpustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini
masih kurang. Oleh karena itu diharapkan pihak lxvi institusi dapat menambah jumlah
referensi bukunya.
2. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan bahwa madu dapat mempecepat penyembuhan luka
bakar derajat II.
3. . Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi pertimbangan masukan dalam penelitian
selanjutnya yang meneliti tentang terapi madu kaitannya dengan penyembuhan luka
bakar derajat II.
DAFTAR PUSTAKA
Sabiston D. Buku saku ilmu bedah sabiston. EGC. 2005; Jakarta. Hlm : 276-90. Murtidjo, B. A. , 1991, Memelihara Lebah Madu, Kanisius, YogyakartaLehninger, A. L., 1990, Dasar-dasar Biokimia, Jilid I, a.b. M. T. Awidjaja, Erlangga,JakartaNur, M. A., Juwana H. A., dan Kosasih, 1992,Teknik Laboratorium, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB BogorJarvis M. D. D. C., 1995, Pengobatan Tradisional Dengan Madu dan Apel / Folk Medicine, Pionir Jaya, BandungPurbaya, J. R. ,2002, Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami, Pionir Jaya, Bandung