modul 4 swempi fix
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
Swempi Melchiadi Abolla
1208017029
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2015
SKENARIO 1
Seorang perempuan umur 65 tahun di bawa ke puskesmas dengan keluhan
nyeri pangkal paha kanan sehingga tidak dapat berjalan. Keadaan ini dialami sejak 5
hari yang lalu setelah jatuh terduduk di kamar mandi pada saat penderita berjalan
tertatih-tatih. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing
manis, tekanan darah tinggi, jantung, dan rematik. Penderita pernah mengalami
serangan stroke 3 tahun lalu.
KALIMAT KUNCI :
1. Wanita, 65 tahun
2. Keluhan : nyeri pangkal paha kanan hingga tidak dapat berjalan
3. 5 hari lalu jatuh terduduk dikamar mandi saat berjalan tertatih-tatih.
4. 7 tahun terakhir konsumsi obat DM, hipertensi, jantung, reumatik.
5. Riwayat stroke 3 tahun yang lalu.
A. PENDAHULUAN
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Jatuh yang terjadi pada usia
lanjut dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik ataupun faktor ekstrinsik.1
Definisi jatuh sangat beragam, salah satunya menurut The International
Classification of Disease (ICD 9) mendefinisikan jatuh sebagai kejadian yang tidak
diharapkan dimana seseorang terjatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang
lebih rendah atau tempat yang sama tingginya (Masud, Morris, 2006).1
King juga mendefinisikan jatuh sebagai kejadian yang tidak disadari oleh
seseorang yang terduduk dilantai/tanah atau tempat yang lebih rendah tanpa
disebabkan oleh hilangnya kesadaran, stroke, atau kekuatan yang berlebihan (King,
2004).1
Berdasarkan survey di masyarakat AS, Reuben dkk (1996) mendapatkan
insiden jatuh di masyarakat umum AS lebih dari 65 tahun berkisar 1/3 populasi lansia
setiap tahun.¹
Jatuh sering dialami oleh pasien usia lanjut. Banyak factor yang berperan di
dalamnya, baik factor intrinsik dari lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan,
kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizziness, serta
faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.¹
B. ANALISIS SKENARIO
1. Perempuan Umur 65 tahun
Umur 65 tahun termasuk golongan lanjut usia. Berbagai perubahan
degeneratif terjadi dengan frekuensi meningkat pada individu >60 tahun, tapi tidak
berhubungan satu sama lain. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan sistem
sensorik yang mempengaruhi visus, pendengaran, fungsi vestibuler, dan
proprioseptif. Kemudian terjadi pula perubahan pada sistem saraf pusat, perubahan
kognitif berupa dementia, serta perubahan musculoskeletal.1,2,3
Keseimbangan tubuh dipertahankan oleh kerjasama otot dan sendi tubuh
(sistem muskuloskeletal), kulit (sistem somatosensoris), mata (sistem visual), dan
labirin (sistem vestibular). Ketiganya membawa informasi mengenai keseimbangan
ke otak (sistem serebellar) untuk koordinasi dan persepsi korteks serebellar.1,2,3,4
Perubahan vaskuler dapat menyebabkan fibrosis intima dan media siderosis,
degenerasi amiloid dan hialin. Perubaan vaskuler tersebut dapat menyebabkan
gangguan sensorik, tampilan sensori-motorik lambat, gangguan keseimbangan postur
dan gerakan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan patologik berupa dementia
multiinfark, iskemik otak, dan stroke. ¹
Selain itu, sistem lokomotorik/otot terjadi atropi pada serabut otot, baik
dalam jumlah maupun ukurannya disebabkan oleh gangguan metabolic dan denervasi
fungsional. Perubahan fisiologik yang terjadi berupa penurunan kekuatan fisik,
disabilitas, keterbatasan jangkauan dan kecepatan gerak, sebagai gangguan dari
kelemahan otot , kaku sendi dan mekanisme sentral penampilan sensori-motorik.
Perubahan ini menimbulkan keadaan patologik seperti pengecilan otot, terutama
ekstremitas distal.4
Dengan Bertambahnya usia proses coupling penulangan yaitu proses
perusaakn pembentukan tulang melambat terutama pembentukannya. Tulang-tulang
terutama trabekulae menjadi lebih berongga-rongga dan sering berakibat patah
tulang. Adanya perubahan pada struktur tulang menyebabkan hambatan pada
pergerakan pada pasien geriatrik.4
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah
pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menopak
dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi menyebabkan
seorang lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti
terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh.¹
2. Hubungan Jatuh Dengan Rasa Nyeri Dan Ketidakmampuan Berjalan
Berbagai faktor berperan untuk terjadinya gangguan keseimbangan dan jatuh
terutama untuk usia lanjut. Pasien dengan usia lanjut dikaitkan dengan input
propioseptif yang berkurang, proses degeneratif pada sistem vestibular, refleks posisi
yang melambat dan melemahnya kekuatan otot yang amat penting dalam memelihara
postur. 1,5
Berdasarkan skenario, dikatakan bahwa sebelum jatuh pasien wanita berumur
65 tahun ini berjalan tertatih-tatih yang menandakan bahwa telah terjadi gangguan
berjalan pada pasien yang mungkin terjadi akibat penurunan massa tulang akibat usia,
pengaruh obat-obatan maupun riwayat penyakit sebelumnya. Saat pasien jatuh
terduduk, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah fraktur vertebra terutama
segmen lumbal dan sacral. Sehingga akan dapat menyebabkan kompresi pada nervus
yang keluar dari columna vertebralis yang dapat bermanifestasi nyeri. Selain itu,
adanya trauma di columna vertebralis juga dapat menyebabkan kompresi pada ramus-
ramus saraf di cornu anterior segmen lumbosacral yang berfungsi sebagai saraf
motorik pada kedua tungkai yang mengakibatkan tungkai tidak dapat digerakkan.1,5
3. Penyebab Jatuh
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain (Kane, 1994; Reuben, 1996; Tinetti,1992; Campbell 1987; Brocklehurst,
1987). 1
1. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang aman (30-50% kasus jatuh
lansia).1
a. Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.
b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang berada di
rumah tertabrak, lalu jatuh
2. Nyeri kepala dan atau vertigo
3. Hipotensi Orthostatik
a. Hipovolemi/curah jantung rendah
b. Disfungsi otonom
c. Penurunan kembalinya darah vena ke jantung
d. Terlalu lama berbaring
e. Pengaruh obat-obat hipertensi
f. Hipotensi sesudah makan
4. Obat-obatan
a. Diuretic/ antihipertensi
b. Antidepresan trisiklik
c. Sedative
d. Obat-obat hipoglikemik
e. Alkohol
5. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit-penyakit akut seperti :
a. Kardiovaskuler : aritmia, stenosi aorta, sinkope sinus carotis
b. Neurologi : stroke, serangan kejang, Parkinson, penyakit cerebellum dll
6. Idiopatik (tidak jelas penyebabnya)
7. Sinkpoe : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
4. Faktor Resiko Jatuh
Ada beberapa hal yang berperan dalam stabilitas badan, yaitu: ¹
1. Sistem sensorik
Yang berperan di dalamnya adalah visus, pendengaran, fungsi vestibuler, dan
proprioseptif. Semua gangguan sensorik tersebut menyebabkan hamper sepertiga
penedrita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat uji klinik.¹
2. Sistem Saraf Pusat
SSP akan memberikan respon motoric untuk mengantisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita
oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik
terhadap input sensorik.¹
3. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko
jatuh.¹
4. Muskuloskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar-benar
murni milik lansia yang berberan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan
muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan
dengan proses menua yang fisiologis. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan
lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi menagkibatkan seorang lansia
susah/terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung,
kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.¹
Faktor lingkungan yang sering dihubungkan dengan kecelakaan pada lansia: ¹
1. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau
tergeletak di bawah.
2. Tempat tidur atau WC yang rendah/jongkok
3. Tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang
a. Lantai yang tidak datar
b. Karpet yang tidak dilem dengan baik. Keset yang tebal, dan benda-benda alas
lantai yang licin atau mudah tergeser
c. Lantai licin atau basah
d. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
e. Alat bantu lain yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.
Faktor-faktor situasional yang mungkin mempresipitasi jatuh antara lain:¹
1. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti
berjalan, naik turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali jatuh terjadi pada
saat lansia melakukan aktivitas berbahaya sperti mendaki gunung atau olahraga berat.
Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin
disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering
terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika tiba-tiba dia ingin pindah
tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.¹
2. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah. 10% terjadi di tetangga, dengan
kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak disbanding saat naik, yang lainnya
terjadi karena tersandung, menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai yang
licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang.¹
3. Penyakit akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit
kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas akut
pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba-tiba pada penyakit
jantung iskemik, dan lain-lain.¹
Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu:¹
1. Faktor-faktor intrinsik (faktor dari dalam)¹
a. Kondisi fisik dan neuropsikiatrik
b. Penurunan visus dan pendengaran
c. Perubahan neuromuskuler, gaya berjalan, dan reflek postural karena proses menua.
2. Faktor-faktor ekstrinsik (faktor dari luar)¹
a. Obat-obatan yang diminum
b. Alat-alat bantu berjalan
c. Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya)
5. Riwayat Pemakaian Obat
a. Diabetes mellitus
Komplikasi DM pada usia lanjut ada yang akut dan ada pula yang kronik.
Komplikasi DM akut antara lain ketoasidosis, koma diabetikum, dan sebagainya.
Sedangkan komplikasi DM kronik antara lain makroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati. Komplikasi akibat makroangiopati terutama akan meningkatkan mortalitas,
sedangkan komplikasi mikroangiopati akan meningkatkan morbiditas. Komplikasi
mikroangiopati antara lain retinopati diabetik dan nefropati diabetik; komplikasi
makroangiopati antara lain terjadinya atherosklerosis yang menimbulkan komplikasi
lebih lanjut pada serebrovaskular; sedangkan komplikasi berupa neuropati, disebut
juga neuropati diabetik, yang tersering adalah neuropati perifer. Berbagai komplikasi
yang disebutkan di atas dapat menyebabkan jatuh pada usia lanjut. Selain itu,
kesalahan dalam mengkonsumsi obat antidiabetik oral oleh karena
kelebihan/kekurangan dosis dan ketidakseimbangan antara asupan makanan dan obat
antidiabetik oral dengan aktivitas sehari-hari yang menyebabkan hipoglikemi atau
hiperglikemi juga dapat membuat jatuh pada usia lanjut.3,7,8
Sulfonilurea
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak
makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan atau ginjal. Kecenderungan
hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan
asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah
dikenali pada oarang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada
refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Gejala
susunan saraf pusat yang lain berupa vertigo, konfusio / bingung, ataksia dan
sebagainya.3,7,8
Pada penderita DM, Diuretik golongan tiazid juga dapat menyebabkan
hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin.3,7,8
b. Hipertensi
Yang penting untuk diketahui pada golngan lanjut usia ialah kecendrungan
labiltas tekanan darah, serta mudahnya terjadi hipotensi postural. Maka dari itu
dianjurkan untuk selalu mengukur tekanan darah pada posis tidur maupun tegak. Apa
bila hipertensi ini tidak terkontrol maka akan dapat menyebabkan penyakit jantung
hipertensif dan komplikais pada target organ lainnya. Pada orang hipetensi, pasien
sering mengeluh sakit kepala atau pusing. Gejala-gelaja tersebut dapat menyebabkan
pasien jatuh.3,7,8
Obat-obat hipertensi seperti : Diuretik seperti furosemid dapat menyebabkan
hipotensi ortotastatik, ada juga jenis diuretic tiazida dapat menyebabkan mual,
muntah dan sakit kepala. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara
mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid. Efek samping
yang sering dijumpai adalah : hipokalemia dan hiponatremia (kekurang natrium
dalam darah) yang dapat mengakibatkan gejala lemas, hiperurisemia (peningkatan
asam urat dalam darah) dan gangguan lainnya seperti kelemahan otot, muntah dan
pusing.3,7,8
Obat anti hipertensi lainnya adalah dari golongan betabloker misalnya
atenolol, metanolol,propanolol, obat-obat ini pada penderita DM harus hati-hati
diberikan karena dapat menutupi gejala hipoglikemia dan dapat menyebabkan
bronkospasme pada orang tua.3,7
Obat anti hipertensi lainnya adalah vasodilator seperti hidralasin dan prasosin,
ACE-I sperti kaptopril, golongan Antagonis kalsium seperti Nifedipin, Ditialisem,
Verapamil, penghambat resptor Angiotensin II seperti valsartan, yang memiliki efek
samping yaitu : adalah pusing dan sakit kepala.3,7,8
c. Jantung
Keadaan fisiologis jantung pasien lansia sudah dalam keadaan menurun.
Apalagi ditambah dengan kelainan yang ada pada jantungnya sehingga pasien harus
mengkonsumsi obat penyakit jantung. Dalam keadaan ini pasien penyakit jantung
lebih mudah untuk kelelahan, sesak bahkan sinkope, yang dapat menyebabkan ia
jatuh ketika sedang melakukan aktifitas rutinnya.3,7,8
Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat-obatan yang
termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah
yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.3,7,8
d. Reumatik
Adanya penyakit reumatik pada pasien ini dapat memenpengaruhi gaya
berjalannya yang merupakan salah satu factor ekstrinsik yang dapat membuat pasien
mudah terjatuh. Penyakit reumatik yang sering diderita oleh lansia terutama pada
wanita adalah osteoarthritis, osteoporosis, reumatik arthritis, gout dan lain-lain.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya menurun bila otot
pada bagian tersebut tidak dilatih guna mengakifkan fungsi otot lagi. Ciri khas dari
penyakit ini adalah nyeri pada sendi yang terkena, misal coxae ataupun genu maka
dapat mempengaruhi cara berjalannya pasien, sehingga pasien berjalan seperti
tertatih-tatih. Jalan yang tertatih-tatih ini yang merupakan factor predisposisi
terjadinya jatuh pada pasien.3,7,8
Alopurinol
adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat
dalam darah. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim
yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin
menjadi asam urat. Dalam tubuh Alopurinol mengalami metabolisme menjadi
oksipurinol (alozantin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase.
Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi
produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. Efek sampingnya yaitu
Reaksi hipersensitivitas :ruam makulopapular didahului pruritus, urtikaria, eksfoliatif
dan lesi purpura, dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartritis. Demam,
eosinofilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit
kepala dan rasa logam. Pemberian Alopurinol bersama dengan azatioprin,
merkaptopurin atau siklotosfamid, dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut.
Jangan diberikan bersama-sama dengan garam besi dan obat diuretik golongan
tiazida. Dengan warfarin dapat menghambat metabolisme obat di hati.3,7,8
6. Riwayat Stroke
Stabilitas tubuh seseorang ditentukan oleh system saraf sensorik dan system
saraf pusat. Sistem saraf pusat akan memberikan respon motoric untuk
mengansitipasi input sensorik. Pada penderita stroke akan terjadi gangguan pada
system saraf pusat yang menyebabkan tidak berespon baik terhadap input sensorik.
Gangguan pada system saraf berupa perlambatan konduksi syaraf akan menyebabkan
terjadinya gangguan pada system muskuloskletal berupa gangguan gait (berjalan). 1
Semua perubahan tesebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah pendek,
penurunan irama dan pelebaran bentuk basal. Kaki tidak menapak dengan kuat dan
lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seseorang lansia
susah mengansitipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian
tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.1
C. PENDEKATAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis6
a. Riwayat medis umum
b. Tingkat mobilitas
c. Riwayat jatuh sebelumnya
d. Obat- obatan yang di konsumsi
e. Apa yang dipikirkan pasien sebagai penyebab jatuh ?
f. Lingkungan sekitar tempat jatuh
g. Gejala yang terkait (kepala terasa ringan, dizziness,vertigo, palpitasi,nyeri
dada sesak)
h. Hilangnya kesadaran
2. Pemeriksaan Fisik6
a. Kesadaran pasien (bisa dengan GCS)
b. Tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan)
c. Tanda nyeri dan fraktur serta pemeriksaan ekstremitas(edema dan
sebagainya)
d. Keadaan jantung: apakah ada pembesaran dan bunyi jantung abnormal
3. Pemeriksaan Penunjang6
a. Pemeriksaan neurologis untuk menetukan lesi pada otak atau juga sensorik
dan motorik.
b. Pemeriksaan status fungsional dan kognitif, memperhatikan apakah pasien
menderita demensia terutama demensia vaskular.
a. Pemeriksaan mobilitas pasien: status fungsional cara berlajan.
b. Pemeriksaan laboratorium tergantung dari sifat permasalahan dan
keadaannya.
c. Pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah, kadar kalsium, elektroforesis
protein serum
d. Mengukur kadar alkali fosfatase serum, bone-Gla-protein plasma
(osteocalcin),untuk mengetahui adanya pembentukan tulang pada
osteoporosis.
e. Pemeriksaan foto roentgen bagian panggul dalam bidang anteroposterior,
lateral, dan oblique, harus dilakukan pada setiap pasien yang menderita nyeri
pada pangkal paha dan juga pada sendi lutut.
D. PENATALAKSANAAN
TATA LAKSANA INSTABILITAS DAN JATUH
Prinsip dasar tatalaknsana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat
jatuh :6
a. mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh
b. mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh
c. kurangi konsumsi obat-obatan yang menyebabkan instabilitas
d. memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan
otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai
e. merubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup
f. pegangan
g. lantai yang tidak licin, dan sebagainya.
Latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas sendi, dan keseimbangan), adaptasi
perilaku (bangun dari duduk perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot
untuk keseimbangan, dan teknik bangun setelah jatuh) perlu dilakukan untuk
mencegah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya.6
Perubahan lingkungan acap kali penting dilakukan untuk mencegah jatuh
berulang. Lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga
upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan mereka agar kejadian
jatuh dapat dihindari.6
E. PENCEGAHAN
Jatuh bukan merupakan konsekuensi dari lanjutnya usia, oleh karena itu dapat
dilakukan pencegahan (king, 2004). Berdasarkan guideline dari American Geriatric
Society, British Geriatric Society dan American Academy of Orthopedic Surgeon
Panel on Fall Prevention merekomendasikan bahwa pasien lanjut usia harus
dilakukan skrening jatuh setiap tahun dengan evaluasi yang mendalam pada individu
yang pernah mengalami kejadian jatuh baik sekali atau berulang. Pada pasien lansia
yang baru pertama kali jatuh harus dilakukan pemeriksaan gaya berjalan dan fungsi
keseimbangan dan kemudian evaluasi.¹
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila
sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.¹
Ada 3 usaha pokjok untuk pencegahan ini, antara lain:¹
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya
faktor intrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik,
muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari/menyebabkan jatuh.¹
Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh
harus dihilangkan. Penerangan rumah hartus cukup tapi tidak menyilaukan. Lantai
rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan
rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya
diganti, peralatan rumah ini sebaikknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya
diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan
kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.¹
Banyak obat-obatan yang berperan terhadap jatuh. Mekanisme tersering
termasuk sedasi, hipotensi ortostatik, efek ekstrapiramidal, miopati dan gangguan
adaptasi visual. Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod,
kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah
bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.¹
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimabangan badannya dalam
melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural sway sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada
saat berjalan sangat beresiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi
medik. Penilaian gaya berjalan(gait) juga harus dilakukan dengan cermat, apakah
penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita
mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas
bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi
bila terdapat kelainan/penurunan.¹
3. Mengatur/mengatasi fakor situsional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut/eksaserbasi akut penyakit yang
diderita lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah
dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat diatasi sesuai dengan kondisi kesehatan
penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktivitas fisik seberapa jauh yang aman
bagi penderita, aktivitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan
baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan
aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat
melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.¹
F. PROGNOSIS
Dengan bertambahnya usia pasien akan mengalami berbagai
perubahan pada tubuhnya baik secara anatomis maupun fisiologis. Seperti pada
sistem musculoskeletal, gangguan keseimbangan, jatuh, dan fraktur merupakan
masalah besar pada usia lanjut. Terdapat berbagai faktor yang menjadi faktor risiko
dan penyebab instabilitas dan jatuh.2,6
Keluhan nyeri pada pangkal paha sehingga tidak dapat berjalan dapat
diakibatkan karena adanya atrofi dari otot-otot sebagai akibat berkurangnya aktifitas
dan juga dapat disebabkan karena gangguan metabolik atau denervasi syaraf. Dengan
Bertambahnya usia proses coupling penulangan yaitu proses perusaakn pembentukan
tulang melambat terutama pembentukannya. Tulang-tulang terutama trabekula
menjadi lebih berongga-rongga dan sering berakibat patah tulang. Adanya perubahan
pada struktur tulang menyebabkan hambatan pada pergerakan pada pasien geriatrik.5
Selain dari keluhan nyeri pada pangkal paha, keadaan pasien
diperparah oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, dan
penyakit jantung. Jika pasien ditangani dengan baik, dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien. Akan tetapi jika tidak mendapat penanganan yang baik pada pasien ini
ditambah dengan penyakit-penyakit degeneratif yang diderita pasien, maka kualitas
hidupnya semakin jelek.5
G. KESIMPULAN
1. Berdasarkan analisis skenario, pada pasien kemungkinan terjadi kompresi pada
columna vertebra segmen lumbal dan sacral sehingga terjadi penjepitan nervus
yang berakibat nyeri dan trauma di columna vertebralis juga dapat
menyebabkan kompresi pada ramus-ramus saraf di cornu anterior segmen
lumbosacral sehingga pasien tidak dapat bergerak.
2. Diperberat oleh :
a. Usia
b. Riwayat stroke
c. Penyakit yang diderita dan pemakaian obat
H. REFERENSI
1. Andayani R, Rejeki, Murti M, Yudo. Jatuh. Dalam : Boedhi-Darmojo.Geriatri
(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2011.
Halaman 174-180
2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001; Hal. 186-9.
3. Guyton, Arthur C., John E. Hall. Textbook of Medical Physiology 11 th edition.
Pennsylvania: Elsevier Saunders. 2006; Halaman 693
4. Ganong, William F. Review of Medical Physiology 22nd edition. 2005.
5. Hadi-Martono. Aspek Fisiologik Dan Patologik Akibat Proses Menua. Dalam :
Boedhi-Darmojo.Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI. 2011. Halaman 66, 68-74
6. Setiati siti, Purwita W. Laksmi. Gangguan Keseimbangan, Jatuh, dan Fraktur.
Buku Ajar Penyakit Dalam (Sudoyo Aru w, Idrus Alwi) Jilid I Edisi V. Jakarta.
2009. Halaman: 817-824.
7. Kabo, Peter. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler Secara
Rasional.FK-UI.2011. Halaman 75-95
8. Farmakologi Dan Terapi FKUI Edisi 5. Halaman 231, 343-354, 490
9. Al-Luqman Ayat 14. Al-Qur-an Dan Terjemahan
10. Al-Israa’ Ayat 23. Al-Qur-an Dan Terjemahan