modul 5 pendidikan pancasila dan kewarganegaraan … · “mengapa” (filosofi), dan...
TRANSCRIPT
No Kode : DAR2/Profesional/027/5/2019
MODUL 5
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
KEGIATAN BELAJAR 2
PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM
KEBERAGAMAN MASYARAKAT MULTIKULTUR
Penulis:
Dr. MUHAMMAD HALIMI, M.Pd
.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
A. Pendahuluan
Kegiatan belajar ini membahas tentang materi Persatuan dan Kesatuan dalam
Keberagaman Masyarakat Multikultur. Materi ini akan memperkaya wawasan guru
sekolah dasar sebagai bekal untuk menciptakan kondisi pembelajaran PPKN yang
humanis dan interaktif. Sebuah keniscayaan bahwa peserta didik yang dihadapi guru
dalam suatu kelas pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik dari sisi
fisik maupun psikis. Hal itu tentunya harus disikapi secara arif oleh setiap guru.
Keberagaman yang terjadi di kelas merupakan miniatur dari keberagaman yang
terjadi di masyarakat. Guru yang baik tentu saja akan menyikapi keberagaman secara
bijaksana dengan tidak menonjolkan perbedaannya, tetapi mencari titik persamaannya.
Sehingga pada akhirnya guru akan mampu untuk merajut persatuan dan kesatuan dalam
keberagaman yang terjadi di kelasnya.
B. Capaian Pembelajaran
Mampu menguasai teori dan aplikasi mencakup muatan materi 5 mata pelajaran
pokok di SD 1) Bahasa Indonesia terdiri atas Ragam Teks; Satuan Bahasa Pembentuk
Teks, Struktur, Fungsi, dan Kaidah Kebahasaan Teks Fiksi; Struktur, Fungsi, dan
Kaidah Kebahasaan Teks Nonfiksi, serta Apresiasi dan Kreasi Sastra Anak; 2)
Matematika terdiri atas Bilangan, Geometri dan Pengukuran, Statistik, dan Kapita
Selekta; 3) Ilmu Pengetahuan Alam terdiri atas Metode Ilmiah, Makhluk Hidup dan
Proses Kehidupan, Benda dan Sifatnya, Energi dan Perubahannya, Bumi dan Alam
Semesta; 4) Ilmu Pengetahuan Sosial terdiri atas Manusia, Tempat dan Lingkungan;
Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan; Sistem Sosial dan Budaya; Perilaku Ekonomi
dan Kesejahteraan; Fenomena Interaksi Dalam Perkembangan IPTEK dan Masyarakat
Global; dan 5) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang terdiri atas Hak Asasi
Manusia; Persatuan dan Kesatuan Dalam Keberagaman Masyarakat Multikultur;
Konsep Nilai, Moral, dan Norma; Pancasila; serta Kewarganegaraan Global; termasuk
advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten),
“mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari
A. Sub Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi pada kegiatan belajar ini, diharapkan Anda mampu
menguasai materi tentang:
1. Pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
2. Problema keberagaman masyarakat multikultural
3. Pentingnya nasionalisme
4. Model pembelajaran yang sesuai dengan tema persatuan dan kesatuan dalam
keberagaman masyarakat multikultur di jenjang Sekolah Dasar.
Agar anda memperoleh hasil atau memiliki kompetensi yang diharapkan dalam
mempelajari materi pembelajaran pada kegiatan belajar ini, ikutilah petunjuk belajar
berikut ini.
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai anda paham betul tentang
apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari materi pada kegiatan belajar ini.
2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata
yang anda anggap asing. Pelajarilah kata-kata tersebut dengan mencari makna atau
pengertiannya pada kamus yang anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi kegiatan belajar ini melalui
pemahaman sendiri, dan lakukan sharing pendapat dengan kolega yang juga
memperdalam materi atau dengan instruktur yang ditunjuk oleh lembaga.
4. Mantapkan pemahaman anda melalui diskusi, dan menganalisis berbagai kasus yang
relevan dengan materi pada kegiatan belajar ini.
D. Uraian Materi
Saat ini, Indonesia sebagai negara-bangsa (nation state) menghadapi rawan masalah
dalam upaya menyatukan kebhinekaan yang menjadi unsur pembentuk bangsa. Masalah
ini menjadi masalah penting? Pertama, karena Indonesia memiliki karakteristik
multikultural yang rawan terjadi disintegrasi bangsa. Pertalian primordial yang
merupakan kekhasan unsur bangsa Indonesia ini menuntut pengakuan negara. Kesetiaan
etnik bersifat alami dan primer, sedangkan kesetiaan nasional menjadi bersifat
konstruktif dan sekunder. Cobalah anda pahami makna kesetiaan etnik itu bersifat alami
dan primer. Berikan contohnya dalam kehidupan sehari hari. Demikian juga kesetiaan
nasional menjadi bersifat konstruktif dan sekunder. Mengapa demikian? Negara
Indonesia yang ber bhinneka tunggal ika perlu melestarikan dan mengembangkan ikatan
etnik ini menjadi ikon nasional. Bila ikatan etnik diabaikan akan berdampak
melemahnya ikatan komitmen sebagai satu bangsa. Kedua, suatu negara hanya bisa
membangun, jika bangsa yang di dalam wilayah negara tersebut bersatu. Ketiga,
pemerintah kolonial Belanda menanamkan kesetiaan pada penjajah dan melemahkan
semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia.
1. Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Cobalah anda simak tulisan mengenai fakta luas wilayah Indonesia dari sumber ini:
https://bangka.tribunnews.com/2019/04/21/10-fakta-luas-wilayah-indonesia-yang-
wajib-kamu-ketahui-ternyata-ada-yang-lebih-luas-dari-eropa-ini?page=all
diakses Rabu, 13 November 2019.
Fakta 1 : Kepulauan Indoensia lebih luas dari Eropa Barat
Fakta 2 : Wilayah di Pulau Kalimantan lebih luas dari pada Thailand, Spanyol dan
Inggris Raya
Fakta 3: Luas Pulau Sumatera lebih luas dari keseluruhan wilayah Jepang
Fakta 4: Luas wilayah Bali lebih luas 5 kali daripada Hongkong
Fakta 5: Provinsi Jawa Timur lebih luas dari negara Belanda
Fakta 6: Luas Provinsi Papua 30 kali lebih luas dari negara Jamaika
Fakta 7: Luas Kabupaten Merauke 9 kali lebih luas dari Bunei
Fakta 8: Kota Palangkaraya adalah 3 kali luas negara Singapura
Fakta 9: Luas Taman Nasional Lorentz di Papua sama dengan luas negara Siprus
Fakta 10: Luas Danau Toba sama dengan 570 kali luas Monako
Cobalah anda analisis dan simpulkan, makna dari semua perbandingan di atas dengan
keunikan masing masing !
Yang jelas wilayah negara kita sangat luas dengan luas wilayah terbesar no 7 dunia
(https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesia). Mari kita bahas wilayah negara Indonesia
Ketika membicarakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, cobalah anda
renungkan: apa yang dipersatukan (What), dimana persatuan dan kesatuan itu dapat
terwujud (Where), siapa yang dipersatukan (Who), kapan mulai bersatu (When), dan
mengapa perlu bersatu (Why) dan bagaimana mempersatuan (How)? Gunakan 5 W dan
1 H ini untuk menganalisis materi di bawah ini.
Dalam UU No. 43 tentang Wilayah Negara dikatakan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas
wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya dan
kewenangan tertentu lainnya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengaturan mengenai wilayah negara meliputi wilayah daratan, perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut, dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Ada dua hal yang perlu dicermati disini, yaitu wilayah yang menjadi wadah atau
tempat dan isi dalam hal ini bangsa. Pada hakikatnya ada dua jenis integrasi yaitu
integrasi wilayah dan integrasi bangsa.
a. Integrasi Wilayah.
Menurut UU No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara. yang dimaksud dengan
wilayah negara NKRI adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan
wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar
laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber
kekayaan yang terkandung di dalamnya. Pengertian dalam UU tersebut diatas
didasarkan atas peristiwa besar dalam penentuan wilayah negara yang terjadi yaitu
Deklarasi Juanda
Pada tanggal 13 Desember 1957, Pemerintah Indonesia melalui Perdana Menteri
Ir. H. Djuanda Kartawidjaja, mengumumkan secara sepihak bahwa bahwa lebar laut
teritorial Indonesia menjadi 12 mil yang diukur dari garis yang menghubungkan titik
ujung pulau terluar Indonesia.
Berdasarkan Deklarasi Djuanda, Indonesia menganut prinsip negara kepulauan
(Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat tentangan keras dari beberapa negara
karena laut antar pulau di Indonesia menjadi wilayah Indonesia dan bukan lagi laut
bebas. Integrasi wilayah bermakna menjadikan laut di antara pulau sebagai penghubung
dan menyatukan pulau bukan lagi sebagai pemisah.
Wilayah Indonesia pada jaman Hindia Belanda didasarkan pada Territoriale Zee
en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939) atau dikenal Ordonansi 1939.
Inti isi Ordonansi 1939 adalah penentuan lebar laut 3 mil laut diukur dengan menarik
garis pangkal berdasarkan garis air surut pulau. Pulau-pulau di wilayah Nusantara
dipisahkan laut sekelilingnya dan wilayah laut hanya sejauh 3 mil dari garis pantai
sekeliling pulau. Lautan di luar garis merupakan lautan bebas yang berarti kapal asing
bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda dikukuhkan dengan Undang-undang No.4/prp/1960 tanggal 18
Februari 1960 tentang perairan Indonesia. Berdasarkan perhitungan 196 garis lurus
(straight baselines) dari titik pulau terluar (kecuali Irian jaya/Papua yang waktu itu
belum diakui secara Internasional) luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali
lipat. (https://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Djuanda).
Selanjutnya bangsa Indonesia memperjuangkan konsep integrasi wilayah ini ke
forum internasional agar mendapat pengakuan dunia. Melalui perjuangan diplomasi
yang lama (bahkan hasil negosiasi, negara-negara Afrika akan mengakui asas Negara
Kepulauan (Archipelago State) jika Indonesia bersedia mengubah nama Samudra
Indonesia menjadi Samudra Hindia), akhirnya Deklarasi Djuanda dapat diterima dan
ditetapkan dalam Konferensi PBB tanggal 30 April 1982 dengan dokumen yang
bernama “The United Nation Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS).
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB ke III Tahun 1982 itu Indonesia diakui
kesatuan wilayahnya berdasar asas Negara Kepulauan (Archipelago State). UNCLOS
1982 tersebut kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang No. 17 tahun 1985. Bagi
Indonesia, UNCLOS 1982 merupakan tonggak sejarah yang sangat penting. Mengapa?
Karena merupakan bentuk pengakuan internasional terhadap konsep Wawasan
Nusantara yang telah dimulai sejak tahun 1957.
Sebagai negara kepulauan, wilayah perairan Indonesia dapat dibedakan menjadi 3
macam yaitu : a) Zona laut territorial (12 mil laut), b. Zona tambahan yaitu zona yang
lebarnya tidak melebihi 24 (dua puluh empat) mil laut yang diukur dari garis pangkal
dari mana lebar laut teritorial diukur, c. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah suatu
area di luar dan berdampingan dengan laut teritorial Indonesia dengan batas terluar 200
(dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, serta landas
kontinen Indonesia adalah meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di bawah
permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah
daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil
laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar
tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh 350 (tiga ratus lima
puluh) mil laut sampai dengan jarak 100 (seratus) mil laut dari garis kedalaman 2.500
(dua ribu lima ratus) meter.
Gambar 5.1 Batas Wilayah Perairan untuk Negara Kepulauan
Sumber: Sumiarno (2005)
Konsep integrasi wilayah semakin kuat setelah dimasukkannya Pasal 25 A UUD
NRI 1945, yang menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-
haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Saat ini telah banyak peraturan
perundangan yang disusun untuk memperkuat kesatuan wilayah. Sebagai tindak lanjut,
setelah melalui berbagai peraturan sebelumnya maka akhirnya diputuskan UU No 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Gambar 5.2. Batas Wilayah Negera Kesatuan Indonesia dengan Negara Lain
https://www.digitasisurveyor.com/2019/05/batas-wilayah-nkri-secara-astronomis.html
Wilayah NKRI masih akan mengalami perubahan atau perkembangan sejalan
dengan masih berlangsungnya perundingan perbatasan dengan 10 (sepuluh) negara
tetangga. Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG)
dan dengan Timor-Leste. Sedangkan di laut, Indonesia berbatasan dengan India,
Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Niugini, Australia dan
Timor-Leste.
Makna pengertian integrasi wilayah yaitu konsep kesatuan aspek alamiah yang
merupakan :
1) prinsip negara kepulauan (Archipelagic State);
2) manunggalnya tanah-air yang menjadikan laut di antara pulau sebagai
penghubung dan menyatukan pulau bukan lagi sebagai pemisah.
b. Integrasi Bangsa. Jika integrasi wilayah menyangkut tempat maka integrasi
bangsa menyangkut isi. Integrasi bangsa menyangkut kesediaan bersatu bagi kelompok-
kelompok sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama, ras dan antar golongan.
Integrasi bangsa mencerminkan proses bersatunya orang-orang yang memiliki
perbedaan untuk menjadi satu bangsa (nation).
Rumusan GBHN 1998 menyatakan Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ini berarti lahirnya konsep Wawasan Nusantara juga dipengaruhi dan
mempengaruhi kondisi sosio-budaya masyarakat Indonesia. Wawasan nusantara
dilandasi dan disemangati integrasi bangsa, dikokohkan dengan integrasi wilayah dan
berkembang menjadi integrasi bangsa dan wilayah sekaligus.
Untuk memahami integrasi bangsa, berikut ini akan kita telusuri sejarah
pergerakan kebangsaan Indonesia. Sebelum terjadi pergerakan kebangsaan, kita telah
mengenal sejarah kerajaan Kutai, Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Demak, Mataram
hingga kedatangan VOC tahun 1602. Wilayah kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit
bahkan mencapai negara yang sekarang bersebelahan dengan negara Indonesa. Melalui
Devide et Impera, Belanda yang luas wilayahnya hanya 0,02 % dibandingkan dengan
Indonesia telah mampu menjajah dan mengeruk kekayaan alam yang dimiliki bangsa
Indonesia. Kondisi ini berlanjut dengan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah
dalam bentuk perang Diponegoro, perang Padri, Perang Aceh, Perang Patimura, dan
lainnya yang masih bersifat sporadis yang terjadi di seluruh wilayah negara Indonesia.
Berikut ini, kita fokuskan pembahasan pada sejarah pergerakan Indonesia karena
keistimewaannya berupa tumbuhnya kesadaran berbangsa sebagai cikal bakal integrasi
bangsa.
Dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia, integrasi bangsa diawali 1)
Masa Perintis yaitu masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan melalui pembentukan
organisasi pergerakan. Munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908
menumbuhkan kesadaran berbangsa sebagai dampak logi edukasi dari Trilogi “politik
etis van Deventer” yang dilancarkan kelompok oposisi pemerintah kolonial Belanda.
Cobalah Anda renungkan dan diskusikan apa alasan sesungguhnya mengapa yang
didirikan adalah sekolah kedokteran, bukan PGSD? Analisislah mengapa logi edukasi
ini penting dalam melahirkan ide kebangsaan Indonesia. 2) Masa Penegas yaitu masa
mulai ditegaskannya semangat kebangsaan yang ditandai dengan peristiwa Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang mengikrarkan dan menegaskan bahwa kita
memiliki satu tanah-air, satu bangsa, dan bahasa persatuan yaitu Indonesia. 3) Masa
Percobaan yaitu masa mulai mencobanya bangsa Indonesia menuntut kemerdekaan dari
Belanda melalui organisasi GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 dan
mengusulkan Indonesia Berparlemen. Tapi, perjuangan menuntut Indonesia merdeka
tersebut gagal. 4) Masa Pendobrak yaitu masa dimana semangat dan gerakan
kebangsaan Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan
kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dari sisi politik, pada
hakikatnya merupakan “revolusi politik” yaitu perombakan dari kekuasan kolonial
menjadi kekuasaan nasional. Dari sisi hukum merupakan “revolusi hukum” yang berarti
perombakan dan penggantian hukum kolonial menjadi hukum nasional. Dari sisi sosial
budaya, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan “revolusi integratifnya”
bangsa Indonesia dari bangsa yang terpisah dengan beragam identitas menuju bangsa
yang satu yakni bangsa Indonesia (tertulis dalam Naskah Proklamasi “atas nama bangsa
Indonesia”). 5) Masa Pengisi Kemerdekaan yaitu masa untuk membenahi ketimpangan,
kekurangan, ketidak adilan dan ketidak merataan kesejahteraan yang ada pada seluruh
bangsa Indonesia (orangnya) dan seluruh wilayah Indonesia (wadahnya).
Setelah membicarakan tentang tinjauan historis, geografis, topologis yang terkait
dengan integrasi wilayah dan integrasi bangsa, kita perlu menganalisis mengenai apa
yang menjadi obyek sasaran Integrasi Nasional. Obyek sasaran integrasi nasional
meliputi, a) integrasi nilai, b) integrasi perilaku.
a) Integrasi nilai. Integrasi nilai menunjuk pada adanya kesepakatan terhadap nilai
yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai
integratif karena telah menjadi hasil kesepakatan para pendiri bangsa (Pancasila sebagai
perjanjian luhur). Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa ini perlu dilestarikan dan
dikembangkan terus-menerus sebagai nilai integratif melalui Pendidikan, utamanya
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar.
b) Integrasi perilaku. Integrasi perilaku menunjuk pada kesepakatan perilaku
positif yang menekankan perilaku berkebangsaan dan kenegaraan di atas golongan atau
pribadi. Mewujudkan perilaku integratif dilakukan dengan pembentukan lembaga
politik/pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan. Pembentukan lembaga-lembaga
politik dan birokrasi di Indonesia diawali dengan hasil sidang I PPKI tanggal 18 Agustus
1945 yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sidang PPKI ke-2 tanggal 19 Agustus
1945 memutuskan pembentukan dua belas kementerian dan delapan provinsi di
Indonesia. Pembentukan lembaga-lembaga politik dan birokrasi ini berlanjut dan
berkembang sampai sekarang dan nantinya.
Pelurusan perilaku negatif-menyimpang menjadi tanggung jawab semua elemen
bangsa secara terintegrasi, bukan hanya tanggung jawab guru, ulama, polisi, Komisi
Pemberantasan Korupsi, ataupun Badan Narkotika Nasional. Banyaknya kasus narkoba,
korupsi, pornografi, penggundulan hutan dan lain-lain menjadi contoh permasalahan
integrasi perilaku. Integrasi nilai berkaitan dengan hati dan pikiran, integrasi perilaku
berkaitan dengan tindakan.
Nah, sekarang mari kita kembali pada pertanyaan 5W dan 1 H tentang integrasi
nasional atau persatuan dan kesatuan Negara Bangsa Indonesia. Apa yang dipersatukan
(What)? Yang dipersatukan adalah wilayah yang terdiri dari tanah dan air beserta
kekayaan yang terkandung di dalamnya. Selain wilayah kita juga mempersatukan isinya
yaitu bangsa Indonesia yang mengalami kesamaan sejarah yang mengalami penderitaan
bersama akibat penjajahan, kesamaan tempat yang sama sama tinggal dalam wilayah
Indonesia,
Dimana persatuan dan kesatuan itu dapat terwujud (Where) ? Di wilayah negara
Indonesia yang luasnya mencapai 1.904.569 Km2 atau mencapai luas wilayah terbesar
no 7 dunia. Siapa yang dipersatukan (Who)? Seluruh bangsa yang mendiami wilayah
negara Indonesia tanpa terkecuali dan tidak ada yang perlu merasa dikecualikan. Kapan
mulai bersatu (When) ? Dimulai dari kerajaan yang banyak tertebaran di wilayah negara
Indonesia, masa perintis, masa penegas hingga sekarang dan berlanjut selamanya.
Mengapa perlu bersatu (Why) ? Kita perlu bersatu untuk mewujudkan kesejahtaraan dan
keadilan bersama yang dilandasi dan sebagai perwujudan kita sebagai makhluk Tuhan,
makhluk sosial dan makhluk pribadi. Bagaimana mempersatuan (How) ? Menerima dan
menjalankan Nilai nilai Pancasila secara benar, utuh, dan memberantas segala bentuk
upaya memecah belah bangsa yang terdapat di wilayah negara Indonesia.
3. Pentingnya Nasionalisme
Anda mungkin sering mendengar istilah nasionalisme. Akan tetapi apakah Anda
tahu apa makna dari istilah tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari Anda mungkin
pernah mengalami peristiwa-peristiwa berikut:
1) Bersuka cita ketika Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan yang
merupakan pebulutangkis andalan negara kita berhasil menjadi Juara Dunia
Bulutangkis yang berlangsung di Swiss pada tahun 2019.
2) Tersinggung ketika melihat bendera merah putih dibakar oleh para
demonstran dalam salah satu aksi demonstrasi di Australia.
3) Kecewa ketika kesebelasan nasional Indonesia dikalahkan oleh kesebelasan
dari negara lain.
4) Bangga ketika mendengar para pelajar dari negara kita merebut juara dunia
dalam kejuaran dunia mata pelajaran Fisika.
Coba Anda renungkan apa makna dibalik peristiwa itu? Peristiwa-peristiwa
tersebut mencerminkan kecintaan kita terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Bagaimanapun kondisinya, kita tetap lebih mencintai bangsa dan negara sendiri
daripada bangsa dan negara lain. Anda pasti pernah mendengar ada peribahasa yang
relevan dengan rasa cinta terhadap negara, yaitu “ lebih baik hujan batu di negeri
sendiri, daripada hujan emas di negeri orang”. Peribahasa tersebut menggambarkan
begitu besarnya kecintaan terhadap bangsa dan negara, meskipun kesengsaraan tengah
melanda negaranya.
Dari uraian di atas kita dapat merumuskan pengertian dari nasionalisme. Secara
sederhana nasionalisme dapat diartikan sebagai faham atau ajaran untuk mencintai
bangsa dan negara sendiri. Hans Kohn (1961:11) dalam bukunya yang berjudul
Nasionalisme; Arti dan Sejarahnya (Nationalism: Its Meaning and History),
mendefinisikan nasionalisme sebagai berikut:
1) Suatu faham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus
diserahkan kepada negara kebangsaan.
2) Perasaan semangat yang sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan
tanah tumpah darahnya, dengan tradisi setempat dan penguasa resmi daerahnya.
Terbentuknya nasionalisme Indonesia melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Tahap mulai terbentuknya kelompok-kelompok kecil masyarakat Indonesia yang
terikat oleh kesamaan daerah geografis. Masyarakat-masyarakat kecil ini umumnya
masih merupakan tribe) yang umumnya belum mempunyai peradaban maju.
Terbentuknya kerajaan-kerajaan kecil atau suku-suku tradisional adalah wujud
nyata pola kehidupan masyarakat pada saat itu.
2) Terbentuknya masyarakat suku-suku bangsa yang lebih luas yang selanjutnya akan
merupakan bagian dari masyarakat Indonesia. Masyarakat suku bangsa ini terbentuk
karena terjadinya pergeseran makna dengan terlahirnya penciptaan diri akan
keterbatasannya dari ikatan kebersamaan yang mengkungkung mereka.
3) Terbentuknya masyarakat bangsa Indonesia seperti yang kita kenal sekarang ini,
atau yang kita sebut sebagai nation-state Indonesia. Pada tahap inilah lahir bangsa
Indonesia dengan wawasan budaya yang berlandaskan sistem nilai budaya bangsa
Indonesia yang modern.
Sekalipun Indonesia telah menjadi negara bangsa yang merdeka, bersatu dan
berdaulat, kualitas nasionalisme diantara elemen bangsa ini harus senantisa dibina dan
ditingkatkan. Karena jika tidak dilakukan proses pembinaan dan peningkatan,
nasionalisme kita akan luntur dan berakibat pada hancurnya bangsa dan negara
Indonesia.
Ada dua hal yang harus kita lakukan untuk membina nasionalisme Indonesia,
yaitu:
1) Mengembangkan kesamaan di antara suku-suku bangsa penghuni Nusantara
2) Mengembangkan sikap toleransi
Bagaimana perwujudan konsep kesatuan bangsa dalam aspek sosial? Dalam aspek
sosial sebagaimana yang diutarakan oleh Bakri (2009:318-321), kesatuan tersebut
diwujudkan dalam beberapa aspek kehidupan, yaitu:
1) Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik
a) Bahwa keutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya
merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan mitra
seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b) Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam
berbagai bahasa daerah, memeluk, dan meyakini berbagai agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan
bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c) Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam
mencapai cita-cita bangsa.
d) Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara,
yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
e) Kehidupan politik di seluruh wilayah nusantara merupakan satu kesatuan politik
yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
f) Bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan kesatuan hukum, dalam arti
bahwa hanya ada satu hukum yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
g) Bangsa Indonesia hidup berdampingan dengan bangsa lain, ikut menciptakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabadikan untuk kepentingan
nasional.
2) Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi
a) Bahwa kekayaan wilayah nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal
dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia
merata di seluruh wilayah tanah air.
b) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah,
tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam
mengembangkan ekonominya.
c) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara merupakan satu
kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan dan ditujukan bagi kemakmuran rakyat.
3) Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya
a) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus
merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan
masyarkat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan
yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
b) Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam
budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan
landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat
dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.
4) Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan
keamanan
a) Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman bagi
seluruh bangsa dan negara.
b) Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di
dalam pembelaan negara.
Dari uraian di atas semakin jelas tergambar bahwa negara kepulauan Indonesia
dipersatukan bukan hanya dari aspek kewilayahannya saja, tetapi meliputi pula aspek
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan. Wawasan
Nusantara bagi Indonesia merupakan suatu politik kewilayahan bangsa dan negara
Indonesia. Sebagai politik kewilayahan, Wawasan Nusantara mempunyai sifat
manunggal dan utuh menyeluruh. Wawasan Nusantara bersifat manunggal artinya
mendorong terciptanya keserasian dan keseimbangan yang dinamis dalam segenap
aspek kehidupan, baik aspek alamiah maupun aspek sosial. Sedangkan utuh menyeluruh
maksudnya menjadikan wilayah nusantara dan rakyat Indonesia sebagai satu kesatuan
yang utuh dan bulat serta tidak dapat dipecah-pecah oleh kekuatan apa pun sesuai
dengan asas satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa persatuan Indonesia.
Konsep selanjutnya, yakni konsep keempat yang tercakup dalam substansi
persatuan dan kesatuan bangsa adalah integrasi nasional. Integrasi sendiri dapat
diartikan sebagai suatu proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda
yang ada dalam kehidupan sehingga menghasilkan keserasian dalam kehidupan
masyarakat. Dengan demikian integrasi nasional berarti integrasi yang terjadi di dalam
tubuh bangsa dan negara Indonesia.
Bangsa Indonesia yang secara sadar ingin bersatu agar hidup kokoh sebagai bangsa
yang berdaulat, memiiiki faktor-faktor integratif bangsa sebagai perekat persatuan,
yaitu:
1) Pancasila.
2) UUD NRI 1945,
3) Sang Saka Merah Putih.
4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya,
5) Bahasa Indonesia, dan
6) Sumpah Pemuda.
Konsep kelima yang tercakup dalam substansi persatuan dan kesatuan bangsa
adalah nasionalisme. Nasionalisme adalah suatu faham yang menganggap bahwa
kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan kepada negara.
Faham nasionalisme mulai dikenal di Indonesia sejak awal abad ke-20, yaitu
saat berdirinya Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908. Berdirinya Budi Utomo itu
merupakan awal dari Kebangkitan Nasional dan merupakan awal dari kesadaran
nasional. Tanggal berdirinya orgamsasi pergerakan tersebut hingga kini kita peringati
sebagai hari Kebangkitan Nasional.
Konsep terakhir yang tercakup dalam substansi persatuan dan kesatuan bangsa
adalah patriotisme. Coba Anda pikirkan sejenak, apakah patriotisme berbeda dengan
nasionalisme? Patriotisme merupakan salah satu unsur nasionalisme. Patriotisme
merupakan sikap sudi mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan tanah air, bangsa
dan negara. Sedangkan ciri-ciri patriotisme diantaranya:
1) Cinta tanah air
2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
3) Menempatkan persatuan, kesatuan serta keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi dan golongan.
4) berjiwa pembaharu
5) Tidak kenal menyerah
2. Faktor Pendorong dan Penghambat Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Indonesia
Selain penyakit budaya yang dikemukakan sebelumnya, berikut ini akan dikemukakan
faktor pendorong dan penghambat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
1) Faktor Pendorong Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Persatuan dan kesatuan suatu negara merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan pembangunan yang dijalankannya. Begitu juga dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang tengah melaksanakan pembangunan di segala bidang sangat
memerlukan Persatuan dan kesatuan negara yang di dalamnya terdapat semangat
persatuan dan kesatuan di antara rakyat Indonesia. Suatu program pembangunan tidak
akan terlaksana dengan baik dan mencapai suatu keberhasilan jika kondisi negara
terpecah belah atau tidak adanya persatuan dan kesatuan diantara warga negaranya.
Dengan demikian Persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan yang
sedang sedang dilaksanakan negara kita.
Selain dalam aspek pembangunan, Persatuan dan kesatuan negara juga
memegang peranan penting dalam meningkatkan harga diri bangsa di hadapan bengsa
dan negara asing. Bangsa dan negara asing menghormati bangsa dan negara kita, serta
tidak akan berani mencampuri urusan negara kita. Bangsa dan negara kita tidak akan
mudah dipecah-belah dan diinjak-injak oleh negara lain, jika seluruh lapisan masyarakat
memperkuat Persatuan dan kesatuan negara. Coba kamu bayangkan, apa yang akan
terjadi jika negara kita terpecah belah? Tentu saja yang akan terjadi adalah negara kita
akan dianggap sepele oleh bangsa dan negara lain, bahkan tidak menutup kemungkinan
bangsa dan negara kita akan dijajah kembali oleh bangsa dan negara asing.
Persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hal yang
mutlak dipertahankan dan terus diperkuat dalam seluruh aspek kehidupan. Kita harus
menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bisa menimbulkan perpecahan
bangsa, misalnya merendahkan suku bangsa lain, mengganggap sukunyalah yang
paling baik dan sebagainya. Kita harus memupuk persaudaraan dengan sesama warga
negara Indonesia supaya persatuan dan kesatuan negara kita senantiasa terjaga.
Ada tiga faktor yang dapat memperkuat Persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga faktor tersebut merupakan pemersatu seluruh
bangsa Indonesia. Ketiga faktor tersebut dapat mempersatukan perbedaan dan
keanekaragaman yang telah mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Perbedaan suku
bangsa, agama, bahasa dan sebagainya dapat dipersatukan dengan menjalankan nilai-
nilai yang terdapat dalam ketiga faktor tersebut, sehingga pada akhirnya akan
memperkuat Persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. ketiga faktor
tersebut adalah Sumpah Pemuda, Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Sumpah Pemuda merupakan sumpah yang menunjukkan kebulatan tekad dari
seluruh pemuda Indonesia yang merupakan unsur utama perjuangan bangsa dalam
melawan penjajah untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dalam perjuangan
meraih kemerdekaan. Dalam isi rumusan Sumpah Pemuda tersebut terkandung nilai
utama yaitu satu nusa (tanah air), satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Ikrar
satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa telah menjadi penyemangat bangsa Indonesia
untuk bersatu. Ikrar ini juga telah memberikan manfaat-manfaat lainnya seperti
mempererat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan diantara bangsa Indonesia;
membina kerukunan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan
menumbuhkan kesadaran bahwa ancaman terhadap satu pulau atau daerah berarti
ancaman bagi seluruh tanah air Indonesia. Nah, ikrar inilah yang dapat memperkokoh
Persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila dapat memperkokoh Persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hal itu dikarenakan nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau
menyeluruh. Artinya nilai-nilai Pancasila tidak diciptakan hanya untuk satu suku bangsa
saja. Nilai-nilai Pancasila juga tidak hanya diperuntukan untuk penganut agama tertentu
saja, akan tetapi nilai-nilai Pancasila berlaku dan menjadi pedoman hidup Rakyat
Indonesia tanpa memandang perbedaan suku bangsa, agama, budaya, bahasa dan
sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pancasila dimiliki dan digunakan
oleh semua unsur bangsa Indonesia.
Bhineka Tunggal Ika artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Inti
dari semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah adanya persatuan dalam berbagai
perbedaan. Kondisi bangsa Indonesia yang diliputi oleh berbagai perbedaan dapat
dipersatukan salah satunya dengan melaksanakan makna semboyan bhineka tunggal
ika. Semboyan tersebut menjadi penyemangat seluruh rakyat Indonesia untuk
memersatukan bangsa Indonesia di tengah-tengah perbedaan. Persatuan dan kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia akan senantiasa terjaga jika nilai-nilai dalam
semboyan bhineka tunggal ika selalu dilaksanakan oleh rakyat Indonesia dalam
pergaulan sehari-hari.
2) Faktor Penghambat Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya bahwa persatuan dan kesatuan
bangsa merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kemajuan bangsa. Akan tetapi pada
kenyataannya, kita sering melihat berbagai peristiwa yang mencerminkan gejala
perpecahan bangsa seperti kerusuhan antar pendukung klub sepakbola, demonstrasi
yang diwarnai aksi kekerasan, konflik antar suku dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa
tersebut apabila tidak segera diatasi akan menyebabkan rusaknya persatuan dan
kesatuan bangsa.
Pada bagian sebelumnya, Anda sudah mengetahui beberapa faktor yang
mendorong semakin kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Nah, ternyata
ada juga faktor-faktor yang berpotensi menjadi penghambat kuatnya persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia. Hal tersebut penting Anda ketahui, supaya senantiasa
meningkatkan kewaspadaan akan hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang menghambat
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia diantaranya:
a) Kebhinekaan/keberagaman pada masyarakat Indonesia.
Kondisi ini bisa menjadi penghambat persatuan dan kesatuan bangsa apabila tidak
diiringi oleh sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi yang telah
menjadi karakter khas masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat mengakibatkan
munculnya perbedaan pendapat yang lepas kendali, tumbuhnya perasaan kedaerah
yang berlebihan bisa memicu terjadinya konflik antar daerah atau antar suku bangsa.
b) Geografis
Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri adalah daerah
yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya dari negara
tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh global yang
besar, seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan alam yang
berlimpah. Kondisi ini akan semakin memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa
apabila ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil
pembangunan masih belum bisa di atasi.
a. Munculnya penyakit kultural pada masyarakat Indonesia
Penyakit kultural atau penyakit budaya merupakan sikap atau perilaku seseorang
atau kelompok orang yang dapat menyebabkan kerenggangan sosial atau
perpecahan. Penyakit tersebut diantaranya berupa gejala etnosentrisme, prasangka,
stereotif, rasisme, dan diskriminasi.
c) Melemahnya nilai budaya bangsa
Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak langsung maupun
kontak tidak langsung. Kontak langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata,
sedangkan kontak tidak langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid),
atau media elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang
mempunyai fitur atau fasilitas lengkap).
2. Problema Keberagaman Masyarakat Multikultural
Belanda hanya merupakan negara kecil yang luas wilayahnya hanya 42.508 Km2
yang 55% dari wilayahnya itu berada di bawah permukaan laut dibandingkan luas
wilayah Indonesia 1.904.569 Km2. Bagaimana mungkin sebuah negara kecil yang
luasnya 0,02 % mampu menjajah Indonesia yang besar. Hal ini karena kita memiliki
penyakit yang terkait dengan budaya yang dapat dimanfaatkan oleh penjajah atau
siapapun sampai kapanpun untuk menguasai Indonesia. Mari kita membahas satu
persatu.
Perhatikan berita JAYAPURA, HaIPapua.com – Ribuan warga kembali
menggelar unjuk rasa menolak rasisme di Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (29/8/2019)
yang dilansir oleh https://haipapua.com/unjuk-rasa-menolak-rasisme-berujung-
kerusuhan-di-jayapura/
Perhatikan foto kerusakan dan kerugian yang diderita semua pihak oleh isu rasisme yang
tidak jelas sumbernya. Sekali lagi hanya isu saja sudah berdampak kerugian materiil
berupa rusaknya dan hancur fasilitas yang dibangun dengan biaya besar, belum lagi
korban nyawa manusia.
Perhatikan berita tragis beberapa tahun lalu yaitu pada tanggal 5 Maret 2001 dari
https://www.liputan6.com/news/read/9010/dan-kepala-bocah-pun-dipenggal (penulis
sengaja tidak menuliskan rincian dari peristiwa biadab ini).
...........
SCTV memperoleh cerita memilukan. Ada pasangan suami istri yang
harus berpisah lantaran keduanya berlainan etnis. Sang istri Madura
dan suami Dayak. Tak lama setelah pertikaian pecah, si istri turut
mengungsi ke Madura. Alih-alih nyaman di kampung sendiri,
kehadirannya malah ditolak lantaran bersuami orang Dayak. Begitu
pun ketika ia harus mengikuti si suami, masyarakat Dayak sulit
menerima. Kini, ibu muda yang tengah hamil tua itu terpaksa
diungsikan ke Banjar. Sedangkan suami tetap di kampungnya. Entah
sampai kapan mereka harus berpisah.
Perhatikan isu etnis bisa membuat bangsa ini menjadi terpecah pecah. Berikut ini
dibahas tentang berbagai penyakit budaya yang dapat merusak persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia.
1. Prasangka
Prasangka adalah sikap yang bisa positif maupun negatif berdasarkan
keyakinan stereotipe atau pemberian label kita tentang anggota dari kelompok
tertentu. Prasangka meliputi keyakinan untuk menggambarkan jenis pembedaan
terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan. Prasangka
yang berbasis ras kita sebut rasisme, sedangkan yang berbasis etnis disebut
etnisisme. Sementara itu John (1981) menyatakan bahwa prasangka adalah sikap
antipasti yang berlandaskan pada cara menggeneralisasi yang salah dan tidak
fleksibel. Kesalahan ini mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada orang
yang menjadi anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap negatif
yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompoknya
sendiri. Jadi prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan bagi
kegiatan komunikasi karena orang yang berprasangka sudah bersikap curiga dan
menentang komunikator yang melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi
memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar prasangka buruk tanpa
memakai pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, bila
prasangka sudah menghinggapi seseorang, orang tidak dapat berpikir logis dan
obyektif dan segala apa yang dilihatnya akan dinilai secra negatif (Dalam Sutarno,
2008: 4-12)
2. Stereotipe
Stereotipe yaitu pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan
kategori yang bersifat subyektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang
lain. Pemberian sifat itu bisa sifat positif maupun negatif (Sutarno, 2008:4-12). Allan
G. Johnson (1986) menegaskan bahwa stereotipe adalah keyakinan seseorang untuk
menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif tentang orang lain
karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman tertentu. Keyakinan ini
menimbulkan penilaian yang cenderung negative atau bahkan merendahkan kelompok
lain. Ada kecenderungan untuk memberi “label” atau cap tertentu pada kelompok
tertentu dan yang termasuk problem yang perlu diatasi adalah stereotipe yang negative
atau memandang rendah kelompok lain (Sutarno, 2008: 4-12).
3. Etnosentrisme
Etnosentrisme yaitu paham yang berpandangan bahwa manusia pada dasarnya
individualistis yang cenderung mementingkan diri sendiri, namun karena harus
berhubungan dengan manusia lain, maka terbentuklah sifat hubungan yang antagonistik
(pertentangan). Supaya pertentangan itu dapat dicegah, perlu ada folkways (adat
kebiasaan) yang bersumber pada pola-pola tertentu. Mereka yang mempunyai folkways
yang sama cenderung berkelompok dalam suatu kelompok yang disebut etnis.
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya
orang lain dengan standar budayanya sendiri (Sutarno, 2008:4-10)
4. Rasisme.
Rasisme yaitu suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa
perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau
individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras
yang lainnya (Sutarno, 2008: 4-10). Kata ras berasal dari bahasa Perancis dan Italia
“razza”. Pertama kali istilah ras diperkenalkan Franqois Bernier, antropolog Perancis,
untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau
karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Setelah itu, orang menetapkan hierarkhi
manusia berdasarkan karakteristik fisik atas orang Eropah berkulit putih yang
diasumsikan sebagai warga masyarakat kelas atas yang berbeda dengan orang Afrika
yang berkulit hitam sebagai warga kelas dua. Atau ada ideologi rasial yang
berpandangan bahwa orang kulit putih mempunyai misi suci untuk menyelamatkan
orang kulit hitam yang dianggap sangat primitif. Hal tersebut berpengaruh
terhadap stratifikasi dalam berbagai bidang seperti bidang sosial, ekonomi,
politik, dimana orang kulit hitam merupakan subordinasi orang kulit putih. Ras
sebagai konsep secara ilmiah digunakan bagi “penggolongan manusia” oleh
Buffon, anthropolog Perancis, untuk menerangkan penduduk berdasarkan
pembedaan biologis sebagai parameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada ras yang benar-benar murni lagi. Secara biologis, konsep ras terkait
dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam
kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik seperti warna
kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya
mewakili faktor tampilan luar. Karena tidak ada ras yang benar-benar murni,
maka konsep tentang ras seringkali merupakan kategori yang bersifat non-
biologis. Ras hanya merupakan konstruksi ideologi yang menggambarkan
gagasan rasis. Secara kultural, Carus menghubungkan ciri ras dengan kondisi
kultural. Ada empat jenis ras: Eropah, Afrika, Mongol dan Amerika yang
berturut-turut mencerminkan siang hari (terang), malam hari (gelap), cerah pagi
(kuning) dan sore (senja) yang merah. (Sutarno, 2008:4-11). Namun konsep ras
yang kita kenal lebih mengarah pada konsep kultural dan kategori sosial tertentu
yang dikenakan pada kategori biologis.
5. Diskriminasi.
Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang
bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya.
Jika prasangka lebih mengarah pada sikap dan keyakinan, maka diskriminasi tertuju
pada tindakan. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki
prasangka kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat istiadat,
kebiasaan, atau hukum. Ada hubungan antara prasangka dan diskriminasi yang saling
menguatkan, selama ada prasangka, di sana ada diskriminasi. Jika prasangka dipandang
sebagai keyakinan atau ideologi, maka diskriminasi adalah terapan keyakinan atau
ideologi.
Apabila sikap-sikap negatif atau penyakit budaya itu sangat rawan terjadi pada negara
kita yang bersifat multikulturalisme, yang jika tidak diikat oleh nilai Pancasila yang
berasaskan Bhineka Tunggal Ika, akan menimbulkan perpecahan yang sangat
merugikan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
a. Makna Multikulturalisme
Istilah “multikultural” jika ditelaah asal-usulnya mulai dikenal sejak tahun 1960-
an, setelah adanya gerakan hak-hak sipil sebagai koreksi terhadap kebijakan asimilasi
kelompok minoritas terhadap melting pot yang sudah berjalan lama tentang kultur
dominan Amerika khususnya di New York dan California (Banks, 1984: 3, 164; Sobol,
1990: 18). Istilah multikultural tersebut selalu melekat dengan pendidikan, yang
mempunyai arti secara luas meliputi any set of processes by which schools work with
rather than against oppressed groups (Sleeter, 1992: 141). Pendapat tersebut sejalan
dengan pernyataan Kymlicka (2002: 8, 24)., profesor filsafat pada Queen University
Canada dalam bukunya Multicultural Citizenship, bahwa multikultural merupakan
suatu pengakuan, penghargaan, dan keadilan terhadap etnik minoritas baik yang
menyangkut hak-hak universal yang melekat pada hak-hak individu maupun
komunitasnya yang bersifat kolektif dalam mengekspresikan kebudayaannya.
Garna (2003; 164), Antropolog Universitas Pajajaran berpendapat bahwa dalam
masyarakat majemuk (plural society), terdapat dua tradisi dalam sejarah pemikiran
sosial. Pertama; bahwa kemajemukan itu merupakan suatu keadaan yang
memperlihatkan wujud pembagian kekuasaan di antara kelompok-kelompok
masyarakat yang bergabung atau bersatu, dan rasa menyatu itu dibangun melalui dasar
kesetiaan (cross-cutting) kepemilikan nilai-nilai bersama dan perimbangan kekuasaan
(Peh, 1985: 77-79). Kedua; dalam masyarakat majemuk dikaitkan dengan relasi antar
ras/etnik, bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai
kelompok ras/etnik yang berada dalam satu sistem pemerintahan, oleh karena itu sering
mengalami konflik dan paksaan (Garna, 2003: 164-165).
Implikasi dari adanya masyarakat majemuk tersebut menurut Smith (1965) juga
memiliki berbagai kelompok budaya yang beragam. Masyarakat yang memiliki budaya
beragam ini maka terminologi multikulturalisme sering didiskusikan baik sebagai
respons menghadapi tantangan realitas sosial itu, maupun sebagai pengakuan atas
diversitas budaya majemuk tersebut. Multikulturalisme dalam perkembangannya
sebagai suatu sikap, praktik sosial, dan kebijakan pemerintah, yang sekarang ini telah
meluas ke arah suatu keyakinan atau kebijakan politik pemerintah semacam ‘ideologi’
dalam pengembangan kebudayaan menciptakan masyarakat yang sehat. Berry,
Poortinga, dan Segall (1998: 577-580) dalam karyanya Cross-cultural psychology:
Research and applications, menyebutnya multikulturalisme pada dasarnya bertujuan
untuk menciptakan suatu konteks sosiopolitik yang memungkinkan individu dapat
mengembangkan identitas yang sehat dan secara timbal-balik mengembangkan sikap-
sikap positip antar kelompok.
Multikulturalisme yang sarat dengan penghargaan, penghormatan, dan
kebersamaan dalam suatu komunitas yang majemuk inilah yang oleh Blum (2001:
16), , menyatakan bahwa:
Multikulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian
atas budaya seseorang, dan sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang
budaya etnis orang lain. Ia meliputi penilaian terhadap kebudayaan-kebudayaan
orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan-
kebudayaan tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan
tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri.
Kata kunci dalam multikulturalisme tersebut, yakni pengakuan adanya
perbedaan dan penghargaan, dua kata yang selama ini sering dikontraskan. Karena itu
dalam pendekatan multikulturalisme tidak sesungguhnya berlandaskan pada pemilikan
yang mengisaratkan pada memiliki atau dimiliki budaya tertentu, tetapi berlandaskan
pada kesadaran untuk menghargai dan menghormati yang mampu bernegosiasi tentang
rumusan-rumusan realitas yang ada. “Ia tak seutuhnya merupakan bagian ataupun sama
sekali terpisah dari budayanya, alih-alih ia berada di perbatasan” (Adler, 1982: 389).
Keanekaragaman budaya bukan faktor penentu pemecah-belah bangsa, melainkan
diharapkan mampu menjadi “bumbu kehidupan” bagi perekat bangsa-bangsa di dunia.
Elemen-elemen multikulturalisme, menurut Blum (2001:19) mencakup tiga
sub-nilai sebagai berikut; (a) menegaskan identitas kultural seseorang, mempelajari dan
menilai warisan budaya seseorang, (b) menghormati dan berkeinginan untuk
memahami dan belajar tentang etnik / kebudayaan-kebudayaan selain kebudayaannya;
(c) menilai dan merasa senang dengan perbedaan kebudayaan itu sendiri; yaitu
memandang keberadaan dari kelompok-kelompok budaya yang berbeda dalam
masyarakat seseorang sebagai kebaikan yang positif untuk dihargai dan dipelihara.
b. Keberagaman Masyarakat Indonesia
1) Faktor Penyebab Keberagaman Masyarakat Indonesia
Keberagaman bangsa Indonesia dapat dibentuk oleh banyaknya jumlah suku
bangsa yang tinggal di wilayah Indonesia dan tersebar di berbagai pulau dan wilayah di
penjuru indonesia. Setiap suku bangsa memiliki ciri khas dan karakteristik sendiri pada
aspek sosial dan budaya.
Keberagaman yang ada pada masyarakat bisa menjadi kekayaan bangsa
Indonesia dan potensi bangsa. Namun, keberagaman juga menjadi tantangan hal itu
disebabkan karena orang yang mempunyai perbedaan pendapat bisa lepas kendali.
Munculnya perasaan kedaerahan serta kesukuan yang berlebihan dan dibarengi tindakan
yang dapat merusak persatuan, hal tersebut dapat mengancam keutuhan NKRI. Karena
itu adanya usaha untuk dapat mewujudkan kerukunan bisa dilakukan dengan
menggunakan dialog dan kerjasama dengan prinsip kesetaraan, kebersamaan,
toleransidan juga saling menghormati satu sama lain.
Keberagaman masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya
adalah sebagai berikut :
a) Keadaan geografis
Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki 16.056 pulau besar dan kecil
(BPS, 2017) yang “dipisahkan” oleh selat dan laut. Ini merupakan kondisi
lingkungan geografis Indonesia. Lingkungan geografis semacam itu menjadi
sumber adanya keanekaragaman suku, budaya, ras dan golongan Indonesia. Kondisi
geografis yang demikian menimbulkan perbedaan dalam kehidupan masyarakat.
Salah satunya adalah mata pencaharian penduduk. Jenis-jenis pekerjaan yang ada
juga menyebabkan beranekaragamnya peralatan yang diciptakannya, misalnya
bentuk rumah dan bentuk pakaian. Akhirnya sampai pada bentuk kesenian yang ada
di masing-masing daerah berbeda. Keadaan geoografis juga menyebabkan tiap-tiap
pulau memiliki agama dan budaya yang berkembang sendiri-sendiri.
b) Pegaruh kebudayaan asing
Adanya kontak dan komunikasi dengan para pedagang asing yang memiliki corak
budaya dan agama yang berbeda menyebabkan terjadinya proses akulturasi unsur
kebudayaan dan agama.
c) Penerimaan masyarakat terhadap perubahan.
Sikap masyarakat terhadap sesuatu yang baru baik yang datang dari dalam maupun
luar masyarakat membawa pengaruh terhadap perbedaan masyarakat Indonesia.
Ada masyarakat yang mudah menerima orang asing atau budaya lain, seperti
masyarakat perkotaan. Namun ada juga sebagian masyarakat yang tetap bertahan
pada budaya sendiri, tidak mau menerima budaya luar.
d) Keadaan transportasi dan komunikasi
Kemajuan sarana transportasi dan komunikasi juga mempengaruhi perbedaan
masyarakat Indonesia. Kemudahan sarana ini membawa masyarakat mudah
berhubungan dengan masyarakat lain, meskipun jarak dan kondisi alam yang sulit.
Sebaliknya sarana yang terbatas juga memjadi penyebab keberagaman masyarakat
Indonesia.
e) Perbedaan kondisi alam
Kondisi alam yang berbeda seperti daerah pantai, pegunungan, daerah subur, padang
rumput, pegunungan, dataran rendah, rawa, laut mengakibatkan perbedaan
masyarakat. Juga kondisi kekayaan alam, tanaman yang dapat tumbuh, hewan yang
hidup di sekitarnya. Masyarakat di daerah pantai berbeda dengan masyarakat
pegunungan, seperti perbedaan bentuk rumah, mata pencaharian, makanan pokok,
pakaian, kesenian, bahkan kepercayaan.
c. Wujud Keberagaman Masyarakat Indonesia
Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan keberagaman merupakan suatu
kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, hal ini harus dijadikan sebagai dorongan
bagi masyarakat untuk mengenal dan memahami keberagaman yang ada di masyarakat
Indonesia, agar keberagaman yang dimiliki menjadi sebuah kekuatan sehingga bangsa
Indonesia dapat lebih maju dan lebih bermartabat. Keberagaman masyarakat Indonesia
diantaranya suku bangsa, agama, ras dan antargolongan. Berikut ini dipaparkan
berbagai keberagaman masyarakat Indonesia tersebut.
1. Keberagaman Suku Bangsa
Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan suku bangsa itu? Suku bangsa adalah
sekelompok manusia yang memiliki kesatuan dalam dan terikat oleh kesadarannya akan
identitasnya tersebut. Kesadaran dan identitas yang dimiliki biasanya diperkuat dengan
kesatuan bahasa (Koentjaraningrat, 1982). Secara sederhana suku bangsa merupakan
kelompok orang yang mempunyai adat istiadat yang sama dan mempunyai keterikatan
kuat yang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Di mana pun anggota suatu suku itu
berada, ia tetap merasa sebagai anggota suku bangsanya. Misalnya, seseorang yang
mengaku berasal dari suku sunda, ia akan tetap merasa sebagai bagian dari suku sunda
meskipun ia bertempat tinggal berada di Kalimantan Selatan.
Suku-suku bangsa yang ada di Indonesia telah ada sebelum bangsa Indonesia
terbentuk. Pada hakekatnya bangsa Indonesia itu merupakan gabungan dari berbagai
suku bangsa yang telah ada sebelumnya. Kondisi ini menjadikan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang beranekaragam suku bangsa. Suku-suku bangsa yang
beranekaragam itu menempati hampir seluruh wilayah Indonesia yang terdiri dari
ribuan pulau. Suku-suku bangsa tersebut mengikatkan diri dalam wadah sebuah negara
yaitu negara kesatuan Republik Indonesia. Jadi semboyan Bhinneka tunggal ika menjadi
faktor pemersatu berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang paling banyak memiliki suku bangsa.
Saat ini suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia terdiri dari 1.340 suku bangsa
(BPS, 2010). Akan tetapi dari sekian banyak suku bangsa yang ada di Indonesia
sebenarnya berasal dari keturunan yang sama, yaitu keturunan bangsa Yunan dan
Dongson. Keduanya berasal dari dataran Tinggi Tibet. Kedatangan bangsa Yunan lebih
awal dibandingkan dengan bangsa Dongson. Bangsa Yunan disebut juga bangsa Proto
Melayu (Melayu Tua). Keturunannya diantaranya adalah suku bangsa Batak, Dayak,
Nias, Kubu dan Toraja. Sedangkan bangsa Dongson disebut juga bangsa Duetero
Melayu (Melayu Muda). Keturunannya diantaranya adalah suku Jawa, Sunda, Madura,
Minangkabau dan Bugis. Sengkan suku-suku bangsa yang ada di Papua dan suku-suku
bangsa yang ada di daerah Maluku bukan dari bangsa Yunan dan Dongson, tapi berasal
dari suku bangsa Aborigin Australia dari ras Melanesoid (Negro Melanesia).
Keanekaragaman suku bangsa di Indonesia merupakan kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri. Berbagai kelompok suku bangsa tentunya sering Anda temui. Di
sekolahmu mungkin saja terdiri dari berbagai suku bangsa. Tidak menutup
kemungkinan Anda mempunyai teman yang berbeda suku bangsa dengan Anda. Selain
itu ketika Anda pergi ke daerah lain, Anda juga tentunya akan menjumpai orang-orang
yang berasal dari suku bangsa yang berbeda denganmu.
Apa yang harus Anda lakukan ketika menghadapi kondisi lingkungan yang
beraneka ragam ini? Tentu saja keanekaragaman ini jangan dijadikan sebagai alat
pemecah persatuan dan kesatuan, melainkan sebagai faktor yang memperkuat persatuan
dan kesatuan. Sebagai warga negara yang baik, Anda harus menghargai keragaman suku
bangsa. Sikap saling menghargai antar suku bangsa ini sangat penting untuk dilakukan.
Dengan terwujudnya sikap seperti itu maka persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
tetap terjaga.
1) Keberagaman Agama
Kemerdekaan beragama di Indonesia menyebabkan Indonesia mempunyai
agama yang beraneka ragam. Di sekolah Anda, mungkin saja warga sekolahnya (siswa
dan guru) menganut agama yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinannya. Atau
mungkin saja, Anda mempunyai tetangga yang tidak seagama dengan Anda. Hal itu
semua, di negara kita merupakan sesuatu yang wajar.
Agama merupakan satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
Indonesia, keanekaragaman suku bangsa, letak geografis dan latar belakang sejarah
merupakan faktor penyebab terjadinya keragaman tersebut. Pemerintah menetapkan
agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghuchu merupakan agama
resmi penduduk di Indonesia.
2) Keberagaman Ras
Beberapa pakar mempunyai pendapat berbeda tentang pengertian ras, namun
biasanya ras dapat diartikan sebagai sekelompok besar manusia yang mempunyai ciri-
ciri fisik yang sama. Manusia yang satu mempunyai perbedaan ras dengan manusia laian
sebab adanya perbedaan ciri- ciri fisik, seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut,
bentuk muka, ukuran badan, bentuk badan, bentuk dan warna mata, dan ciri fisik yang
lain.
Masyarakat Indonesia mempunyai keberagaman ras, disebabkan oleh kehadiran
bangsa asing ke wilayah Indonesia, sejarah penyebaran ras di dunia, letak dan kondisi
geografis wilayah Indonesia. Beberapa ras yang ada dalam masyarakat Indonesia antara
lain:
a) Kelompok ras Papua Melanezoid, mayoritas di Papua, Pulau Aru, dan Pulau Kai.
b) Kelompok ras Negroid, contohnya orang Semang di semenanjung Malaka dan
orang Mikopsi di Kepulauan Andaman.
c) Kelompok ras Weddoid, antara lain orang Sakai di Siak Riau, orang Kubu di
Sumatra Selatan dan Jambi, orang Tomuna di Pulau Muna, orang Enggano di Pulau
Enggano, dan orang Mentawai di Kepulauan Mentawai.
d) Kelompok ras Melayu Mongoloid, yang terdiri dari 2 (dua) golongan, yaitu Ras
Proto Melayu atau Melayu Tua (terdiri dari Suku Batak, Toraja, dan Dayak)
dan Ras Deutro Melayu atau Melayu Muda (beranggotakan antara lain Suku
Bugis, Madura, Jawa, dan Bali)
3) Keberagaman Golongan
Keberagaman golongan atau kelompok dalam masyarakat merupakan suatu
gejala yang selalu ada dalam setiap kehidupan manusia dan kedudukannya sangat
penting. Mungkin Anda tidak menyadari, bahwa sejak kaian lahir sampai meninggal
dunia menjadi anggota kelompok dan terikat dengan kelompok. Sejak lahir Anda
menjadi anggota keluarga, menjadi warga suatu RT, RW, kelurahan, desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi dan negara. Ketika menginjak remaja dan dewasa Anda juga akan
menjadi anggota berbagai macam dan jenis kelompok, mulai menjadi kelompok teman
bermain, organisasi sekolah, organisasi bidang sosial, ekonomi, politik seni dan
seterusnya. Jadi jelas sekali bahwa manusia itu sangat terikat dengan kelompok dan
hidup bersama dalam kelompok serta tidak mungkin lepas dari suatu kelompok
(menyendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain).
Keanekaragaman golongan atau kelompok dalam masyarakat harus dijadikan
potensi untuk mempersatukan bangsa, karena pada prinsipnya antara golongan yang
satu dengan golongan lainnya saling membutuhkan. Dalam perusahaan misalnya
golongan atas (atasan) akan membutuhkan golongan bawah (bawahan atau karyawan).
Begitu pula dalam pemerintahan, pejabat pemerintah membutuhkan rakyat.
4. Model Pembelajaran untuk Materi yang Berkaitan dengan Persatuan dan
Kesatuan Dalam Keberagaman Masyarakat Multikultural di Sekolah Dasar
Dalam tinjauan pedagogik, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
dapat dikatakan merupakan bidang kajian keilmuan, program kurikuler, dan aktivitas
sosial-kultural yang bersifat multidimensional. Sifat multidimensional ini menyebabkan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat disikapi sebagai: pendidikan nilai
dan moral, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan kebangsaan, pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan hukum dan hak asasi manusia, serta
pendidikan demokrasi.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat persekolahan bertujuan
untuk mempersiapkan para peserta didik menjadi warga negara yang cerdas dan baik
(to be smart dan good citizen) berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Warga negara yang
dimaksud adalah warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), sikap dan
nilai (attitudes and values), keterampilan (skills)yang dapat dimanfaatkan untuk
menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air sebagai wujud implementasi dan
aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Konsekuensinya dalam pelaksanaan proses
pembelajaran di sekolah harus dapat membantu siswa dalam mengembangkan potensi
serta kompetensi yang dimilikinya baik potensi kognitif, afektif maupun perilaku dalam
menghadapi lingkungan hidupnya.
Tujuan akhir dari PPKn adalah warga negara yang cerdas dan baik, yakni warga
negara yang bercirikan tumbuh-kembangnya kepekaan, ketanggapan, kritisasi, dan
kreativitas sosial dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
secara tertib, damai, dan kreatif, sebagai cerminan dan pengejawantahan nilai, norma
dan moral Pancasila. Para peserta didik dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan
berperilaku kreatif sebagai anggota keluarga, warga sekolah, anggota masyarakat,
warga negara, dan umat manusia di lingkungannya secara cerdas dan baik. Oleh karena
itulah untuk melaksanakan proses pembelajaran PPKn yang berkenaan dengan tema
“Persatuan dan Kesatuan dalam Keberagaman dalam Masyarakat Multikultural” perlu
dikembangkan model pembelajaran yang dikemas secara interaktif oleh guru.
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh guru tentu saja menganalisis
dokumen kurikulum PPKn sekolah dasar yang termaktub dalam Permendikbud Nomor
37 Tahun 2018 tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Guru harus
mengklasifikasikan KI dan KD yang terdapat dalam ketentuan tersebut kedalam tema-
tema besar, salah satunya berkaitan dengan Persatuan dan kesatuan dalam keberagaman.
KI dan KD yang menjadi muatan materi di setiap tingkatan, tentunya ada yang berkaitan
dengan tema tersebut seperti tergambarkan dalam tabel berikut.
No Kelas Kompetensi Dasar
1. I 1.4 Menerima keberagaman di rumah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa di rumah
2.4 Menampilkan sikap kerja sama dalam keberagaman di rumah
3.4 Mengidentifikasi bentuk kerjasama dalam keberagaman di rumah
4.4 Menceritakan pengalaman kerjasama dalam keberagaman di rumah
2. II 1.4 Menerima keberagaman di sekolah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
2.4 Menampilkan sikap kerja sama dalam keberagaman di sekolah
3.4 Memahami makna bersatu dalam keberagaman di sekolah
No Kelas Kompetensi Dasar
4.4 Menceritakan pengalaman melakukan kegiatan yang
mencerminkan persatuan dalam keberagaman di sekolah
3. III 1.4 Mensyukuri makna bersatu dalam keberagaman di lingkungan sekitar sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
2.4 Menampilkan sikap kerja sama sebagai wujud bersatu dalam keberagaman di lingkungan sekitar
3.4 Memahami makna bersatu dalam keberagaman di lingkungan sekitar
4.4 Menyajikan bentuk-bentuk kebersatuan dalam keberagaman di lingkungan sekitar
4 IV 1.4 Mensyukuri berbagai bentuk keberagaman suku bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat persatuan dan kesatuan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
2.4 Menampilkan sikap kerja sama dalam berbagai bentuk keberagaman suku bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat persatuan dan kesatuan
3.4 Mengidentifikasi berbagai bentuk keberagaman suku
bangsa, sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat
persatuan dan kesatuan
4.4 Menyajikan berbagai bentuk keberagaman suku bangsa,
sosial, dan budaya di Indonesia yang terikat persatuan
dan kesatuan
5 V 1.4 Mensyukuri manfaat persatuan dan kesatuan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
2.4 Menampilkan sikap jujur pada penerapan nilai-nilai
persatuan dan kesatuan untuk membangun kerukunan di
bidang sosial budaya
3.4 Menggali manfaat persatuan dan kesatuan untuk membangun kerukunan hidup
4.4 Menyajikan hasil penggalian tentang manfaat persatuan dan kesatuan untuk membangun kerukunan.
No Kelas Kompetensi Dasar
6 VI 1.4 Mensyukuri persatuan dan kesatuan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa beserta dampaknya
2.4 Menampilkan sikap tanggung jawab terhadap penerapan nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3.4 Menelaah persatuan dan kesatuan terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara beserta dampaknya
4.4 Menyajikan hasil telaah persatuan dan kesatuan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara beserta dampaknya
Langkah berikutnya tentu saja menentukan model pembelajaran yang akan
digunakan. Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif untuk materi
persatuan dan kesatuan dalam keberagaman adalah bermain peran. Model ini
dirasakan tepat karena berupaya memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk
memerankan tokoh-tokoh tertentu yang mencermenkan keberagaman masyarakat
Indonesia.
Saripudin (1997:91) menyatakan bahwa bermain peran berarti memainkan satu
peran tertentu sehingga yang bermain tersebut harus mampu berbuat seperti peran yang
dimainkannya. Dengan demikian, dalam bermain peran terdapat situasi tiruan seperti
simulasi.
Menurut Shaftel yang dikutip oleh Sundawa (2010:4.35) metode bermain peran
terdiri dari sembilan tahapan, yaitu:
a. Merangsang semangat kelompok,
b. Memilih peran,
c. Mempersiapkan pengamat,
d. Mempersiapkan tahap-tahap peran,
e. Pemeranan,
f. Mendiskusikan dan mengevaluasi peran dan sisinya,
g. Pemeranan ulang,
h. Mendiskusikan dan mengevaluasi pemeranan ulang,
i. Mengkaji kemanfataannya dalam kehidupan nyata melalui saling tukar
pengalaman dan penarikan generalisasi.
Kesembilan langkah pengembangan model bermain peran di atas, dalam
penerapannya di kelas bisa berkembang, dalam arti dapat ditambahkan oleh guru yang
bersangkutan. Jadi sangat tergantung kebutuhan termasuk kemampuan sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh sekolah.
Daftar Pustaka
Bakri, Noor MS. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Banks, James (1984) Teaching Strategies for Ethnic Studies, Newton: Allyn and
Bacon.
Berry, J.W, Ed. (1999) Psikologi Lintas Budaya Riset dan Aplikasi, Alih Bahasa: Edi
Suhardono, Jakarta: PT Gramedia
Blum, A. Lawrence, (2001) Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas Antar Ras,
Tiga Nilai yang Bersifat Mendidk Bagi Sebuah Masyarakat Multikultural,
dalam Larry May, dan Shari Colins-Chobanian, Etika Terapan: Sebuah
Pendekatan Multikultura, Terjemahan: Sinta Carolina dan Dadang Rusbiantoro,
Yogyakarta: Tiara Wacana
Dikwar. Tidak dipublikasikan.
Garna, Judistira, K. (2003) Ilmu-ilmu Sosial: Dasar-Konsep-Posisi, Bandung: Primaco
Akademika. hlm.27-30
Koentjaraningrat, (1987) Sejarah Teori Antropologi, Jilid I dan II, Jakarta, Universitas
Indonesia Press
Kohn, Hans.(1961). Nasionalisme; Arti dan Sedjarahnja.Jakarta: PT Pembangunan
Kymlicka, Will (2002) Kewargaan Multikultural, Terjemahan Edlina Hafmini Eddin,
Jakarta: LP3ES.
Sleeter, C.E. (1992) “Restructuring Schools for Multicultural Education”, dalam
Journal of Teacher Education 43, halm. 141-148
Sobol, T. (1990) “Understanding Diversity” dalam Education Leadership, 48 (3),
Sumiarno, S. 2005. Geopolitik Indonesia. Paparan disampaikan pada Penataran Dosen
Sutarno. (2008). Pendidikan Multikultural. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
https://haipapua.com/unjuk-rasa-menolak-rasisme-berujung-kerusuhan-di-jayapura/