mola hidatidosa
DESCRIPTION
mola adalah suatu kehamilan yang ditandai edema vesikulerTRANSCRIPT
MOLA HYDATIDOSA
Oleh
MikeYulia Fandri
0618011027
Preceptor
dr. Ody Wijaya, Sp.OG
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRSUD dr. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNGDesember 2012
0
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa
parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic
tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan
kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa
berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa
invasif sebagai borderline keganasan.
Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah mola
hidatidosa. Insidensi mola hidatidosa Di Indonesia menurut laporan beberapa
peneliti dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda,
angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1 : 55 sampai 1 : 45
kehamilan. Surabaya antara tahun 2001 sampai 2003 diperoleh angka kejadian
1:96 persalinan, antara tahun 2000 sampai 2002 angka kejadian mola hidatidosa
1:63 kejadian persalinan. Dari data tersebut diatas, nampak adanya kenaikan
angka kejadian mola hidatidosa disurabaya dan sekitarnya. Sedangkan di Negara
Barat angka kejadian ini lebih rendah dari pada Negara-negara Asia dan Amerika
Latin, misalnya Amerika Serikat 1:1500 kehamilan dan Inggris 1:1550 kehamilan.
1
Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai
resiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. Angka kejadian juga lebih tinggi
pada wanita sosial ekonomi rendah.
Delapan puluh persen mola bersifat jinak. Meskipun demikian kemungkinan
keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Oleh sebab itu penanganan
kasus mola harus tuntas terutama penatalaksanaan post evakuasi mola dimana
follow-up pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit
tersebut. Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi
keganasan trofoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi
pada 15% pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus
koriokarsinoma yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun pada 4%
pasien dengan mola parsial dapat berkembang penyakit trofoblastik gestasional
persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.
2
II. ISI
A. DEFINISI
Mola hydatidosa adalah merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema
vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak.
Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembuluh darah.
Mola hydatidosa terbagi atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan
parsial mola hydatidosa. Mola hydatidosa komplet tidak terdapat janin atau bagian
tubuh janin. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua
kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami
fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur
dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri
seperti buah angur, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi
chorialis dan berkurangnya vaskularisasi / kapiler dalam stroma. Sering disertai
pembentukan kista lutein (25-30%).
3
Gambar 1. Mola hydatidosa komplet
Pada mola hydatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh
darah di vili khorialis sering didapatkan. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta
yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas
hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas. Perkembangan janin
terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama.
Gambar 2. Mola hydatidosa inkomplet
4
B. Etiologi
Penyebab mola hydatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkan
antara lain:
a. Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari trofoblast.
c. Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
d. Paritas tinggi.
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
C. Faktor resiko
Faktor resiko Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia reproduktif.
Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita
dengan usia reproduksi yang ekstrim yaitu yang berusia kurang dari 15 tahun dan
yang lebih dari 40 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko
2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding
wanita yang lebih muda. Riwayat mola hidatidosa atau abortus spontan
sebelumnya, juga dikaitkan dengan defisiensi vitamin A. Paritas tidak
mempengaruhi faktor resiko ini.
5
D. Patogenesis
Mola hydatidosa dapat terbagi menjadi :
a. Mola hdatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
b. Mola hydatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblast :
Teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat
dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan
peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan
menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan
ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang
terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya
akan HCG.
Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki
fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam
villi sehigga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah
dan kematian mudigah.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata
akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio
komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus
menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan
melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
6
E. Klasifikasi
Perkembangan penyakit trofoblas ini amat menarik dan ada tidaknya janin telah
digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplit (klasik)
dan parsial (inkomplit).
A. Mola Hydatidosa Komplit ( Klasik)
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran
vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa
sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai
kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain:
Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
Tidak adanya janin dan amnion
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX
dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel
jernih. Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Mola Sempurna Androgenetic
Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom
paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari
ayah. Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan.
7
Heterozygous
Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau
perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan
besar terjadi karena pembuahan dua sperma.
2. Mola Sempurna Biparental
Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi
janin sehingga hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna
biparental jarang ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang
merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif)
pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon
yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna
dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda
muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu
perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan
perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya
besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi
pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan
muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic
gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia,
tremor, dan kulit hangat.
8
B. Mola Hidatidosa Inkomplit ( Parsial)
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa
yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular,
sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang
masih berfungsi tidak terkena.
Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada
mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang
mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina
dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya
didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan
penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau
69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi
kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. satu
23,X ,dan lainnya 23 Y. Oleh karena itu mola parsial adalah triploid
(69 ,XXY) Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna,
ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi
chorionic.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium, USG dan histologis.
C. Anamnesis :
9
Gejala yang dapat ditemukan pada mola hydatidosa adalah sebagai berikut :
1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan. Perdarahan ini
biasa intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syok atau kematian karena perdarahan ini, maka umumnya
mola hidatidosa masuk RS dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus
abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat
merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali
terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret
berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya
vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur.
2. Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang
berat. Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari
proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus
menerus beta-HCG yang menyebabkan peningkatan beta-HCG
hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa.
Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10%
pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
3. Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal
trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27
% pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang
dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 mmHg, proteinuria > 300 mg/dl
dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi
jarang.
10
4. Kista lutein unilateral/bilateral
Mola hydatidosa sering disertai dengan kista lutein. Umumnya kista ini
segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga
kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up.
Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus
tanpa kista.
5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi yang
besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang
berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada
sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
6. Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak
ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang
paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
7. Kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan urin.
8. Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya
uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi
tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak
ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari
11
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera
karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk,
baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan.
Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin
plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada
kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat
thyrotropin – like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat
korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG
yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola
hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi,
tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin.
D. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan umur
kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri).
Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan
trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Tidak teraba
bagian janin, tidak ada bunyi jantung janin. Uji batang sonde (Acosta-Sison /
Hanifa) tidak ada tahanan massa konsepsi. Didapatkan pula adanya gejala
preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD
> 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia.
Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang
diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista
12
ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya
dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon
terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah
dievakuasi.
E. Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam
memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan
kadar β-hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama, terutama dari hari
ke-100, sangat sugestif.
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan
pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah β-hCG kuantitatif serum.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik.
Jumlah β-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan
dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.
Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatidosa dan jika
1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran β-hCG pada
urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.
F. Foto rontgen abdomen
Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang
janin. Organ-organ janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan
selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan
13
normal seharusnya dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin pada foto
rontgen. Selain itu juga untuk melihat kemungkinan adanya metastase.
G. USG
Pada kelainan mola, bentuk karakteristik yang khas berupa gambaran seperti
badai salju (snow flake pattern/ snow strom) atau gambaran seperti sarang
lebah (honey comb) dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus
lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang
spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.
Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan
gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan
kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran
mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari
kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma
uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih
spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian
anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat
diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi bimanual.
14
Gambar 3. USG Mola hidatidosa komplet tampak gambaran ”snowstorm”
Gambaran klasik mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm pattern) yang
mengindikasikan vili korionik hidrofik. Sementara USG yang high-resolution
mampu menunjukkan suatu massa intrauterine complex yang berisi banyak kista
kecil (small cysts).
Gambar 4. USG Mola hidatidosa inkomplet tampak gambaran ”swiss cheese”
15
Gambar 5. Theca lutein cysts
H. Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans
abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola
hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml
Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto
anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh
bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan
semakin banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi
ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus
akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.
I. Uji sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan
cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila
tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
16
J. T3dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.
K. Penemuan Histologis (Histologic Findings)
Mola lengkap (complete mole)
Tidak tampak jaringan janin (fetal tissue), namun terlihat jelas proliferasi
trofoblas yang berat (severe trophoblastic proliferation), hydropic villi, dan
kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan, mola lengkap menunjukkan
overexpression dari beberapa faktor pertumbuhan (growth factors), termasuk
c-myc, faktor pertumbuhan epidermal, dan c-erb B-2. Hal itu tidak dijumpai
pada plasenta normal.
Mola parsial (partial mole)
Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin, vili
hidrofik, dan proliferasi trofoblas. Menurut Prof. Dr. Djamhoer
Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH. (2005) gambaran khas mola
hidatidosa parsial memiliki empat gambaran khas:
1) Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi,
dan hiperplasi trofoblas.
2) Scalloping yang berlebihan dari vili.
3) Inklusi stroma trofoblas yang menonjol.
4) Ditemukan jaringan embrionik atau janin.
17
G. DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan dengan mioma
Abortus
Hidramnion
Gemeli
Kehamilan ektopik
H. Komplikasi
Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage)
terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi
perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop.
Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat
pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena
harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate
juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien
juga harus tersedia.
Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang
pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya
dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi
(postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.
Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki
aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk
disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
18
Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency.
Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan
usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat
menyebabkan kematian.
I. Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum. Transfusi darah jika anemia atau syok.
Menghilangkan penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosa.
2. Pengeluaran jaringan mola (evakuasi) :
Vakum Kuretase
Setelah keadaan umum baik, dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar
β-hCG serta foto thorax selesai bila kanalis servikalis belum terbuka
maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam
kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu
siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10
mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di
PA. Tujuh sampai sepuluh hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan
ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-
betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa
trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu
untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas
sebaiknya histerektomi dilakukan pada:
a. wanita diatas 35 tahun
19
b. anak hidup di atas 3 orang
c. wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam
keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar β-HCG
menurun.
Histerotomi
Tidak lagi menjadi metode pilihan.
3. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada
kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.
4. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk
deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7
hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama,
pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif
selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap
bulan sampai kadar Beta HCG negatif.
J. PENGAMATAN LANJUTAN
Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya
tumor ganas (± 20%). Anjuran untuk pada semua penderita pascamola
dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya, keganasan, belum dapat
diterima oleh semua pihak. Pada pengamatan lanjutan, selain memeriksa
terhadap kemungkinan timbulnya metastasis, sangat penting untuk memeriksa
kadar hormon koriogonadotropin (hCG) secara berulang.
20
Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi
negatif, dan tetap tinggal negatif. Pada awal masa pascamola dapat dilakukan
tes hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif, perlu
dilakukan pemeriksaan radio-immunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan
yang peka ini dapat menemukan hormon dalam kuantitas yang rendah.
Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi
negatif selama 3 minggu, dan selanjutnya tiap bulan selama 6 bulan. Sampai
kadar hCG menjadi negatif, pemeriksaan Roentgen paru-paru dilakukan tiap
bulan. Selama dilakukan pemeriksaan hCG, penderita diberitahukan supaya
tidak hamil. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal : 1) mencegah
kehamilan baru, dan 2) menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan kadar hCG. Apabila tingkat kadar hCG tidak
turun dalam 3 minggu berturut-turut atau malah naik, dapat diberikan
kemoterapi, kecuali jika penderita tidak menghendaki bahwa uterus
dipertahankan; dalam hal ini dilakukan histerektomi.
Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian Methotrexate atau
Dactinomycin, atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut.
Biasanya cukup hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan.
Pengamatan lanjutan terus dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif
selama 6 bulan.
21
K. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi,
eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosa. Di negara maju, kematian karena
mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi
yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien mola akan
segera sehat kembali setelah jaringan dikeluarkan. Hampir kira-kira 20%
wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang menjadi penyakit
trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati.
Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur
penderita yang tua, kadar hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL), eclamsia,
hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan faktor-faktor ini
muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk
memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup
sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau
tidaknya faktor-faktor risiko ini.
Risiko terjadinya rekurensi adalah sekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih
kehamilan mola, maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5 .
22
KESIMPULAN
1. Kehamilan Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin yang terdiri dari proliferasi trofoblas dan hampir
seluruh villi korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.
2. Mola hidatidosa terbagi menjadi :
a. Mola hidatidosa komplet
b. Mola hidatidosa parsial
3. Perdarahan vaginal merupakan gejala utama mola hidatidosa, dimana gejala
yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang
banyak.
4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
dalam, laboratorium, radiologik, dan histopatologik.
5. Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu
a. Perbaiki keadaan umum
b. Pengeluaran jaringan mola
c. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
d. Follow up
6. Komplikasi
- Perforasi uterus
- Perdarahan
- Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease)
- Emboli trofoblas
23
DAFTAR PUSTAKA
Cuninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik
Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGG Jakarta. Hal 930-938.
Diyah Metta Ningrum dan Ova Emilia, 2008. Diagnosis Dan Manajemen Mola
Hidatidosa. Download tanggal 8 Desember 2012 dari :
http://theeyebrow.blogspot.com/2008/01/mola-hidatidosa.html
Mansjoer, A. dkk. 2001. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Hal 265-267.
Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &
Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO
PRAWIROHARDJO. Jakarta. Hal 341-348.
Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. 1999. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. Hal .
262-264
24
25