morfogenetik kucing (felis dometicus) di kecamatan

21
MORFOGENETIK KUCING (felis dometicus) DI KECAMATAN LUBUKLINGGAU UTARA II KOTA LUBUKLINGGAU Benny Permadi 1 , Ria Dwi Jayati, M.Pd 2 ., Yuli Febrianti, M.Pd. Si 3 Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan MIPA STKIP-PGRI Lubuklinggau E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Morfogenetik Kucing (Felis dometicus) di Kecamatan Lubuklinggau utara II Kota Lubuklinggau”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman kucing (Felis dometicus) di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II Kota Lubuklinggau. Jenis penelitian ini yaitu Deskriptif. Subjek penelitian ini yaitu spesies kucing (Felis dometicus) yang terdapat di Lubuklinggau Selatan II. Pengumpulan data dilakukan dengan cara Road sampling yaitu berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan setiap kucing yang dijumpai diambil gambarnya. Gambar kucing yang diperoleh dianalisis menggunakan metode akar kuadrat (Square Root). Hasil yang diperoleh dari analisis warna, pola warna, panjang rambut dan panjang ekor di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II ditemukan bahwa kucing di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II beragam. Kesimpulan dari penelitian ini, secara keseluruhan frekuensi alel pada populasi kucing di empat Kelurahan di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II masih didominasi oleh tipe liar, kecuali tipe mutan pada lokus A~a dan m~M. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) di wilayah Lubuklinggau Selatan II adalah 45.233,10. Lokus w~W memiliki keragaman alel (h) yang lebih tinggi dibandingkan lokus lainnya yaitu pada alel W (Dominan white) yang memiliki nilai h sebesar 65149,44. Hal ini menunjukkan bahwa kucing yang memiliki alel tersebut tersebar luas sehingga terjadi aliran gen melalui kawin acak. Kata Kunci: Morfogenetik, Kucing (Felis domesticus), Keragaman. 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2 dan 3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau 1. PENDAHULUAN Kucing merupakan hewan peliharaan yang didomestikasi sejak 3000-4000 tahun lalu pada zaman mesir kuno, kucing domestikasi (Felis domesticus)

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MORFOGENETIK KUCING (felis dometicus) DI KECAMATAN

LUBUKLINGGAU UTARA II KOTA LUBUKLINGGAU

Benny Permadi1, Ria Dwi Jayati, M.Pd2., Yuli Febrianti, M.Pd. Si3

Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan MIPA STKIP-PGRI Lubuklinggau

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Morfogenetik Kucing (Felis dometicus) di Kecamatan

Lubuklinggau utara II Kota Lubuklinggau”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui keragaman kucing (Felis dometicus) di Kecamatan Lubuklinggau Selatan

II Kota Lubuklinggau. Jenis penelitian ini yaitu Deskriptif. Subjek penelitian ini yaitu

spesies kucing (Felis dometicus) yang terdapat di Lubuklinggau Selatan II.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara Road sampling yaitu berjalan pada setiap

lokasi yang telah ditentukan setiap kucing yang dijumpai diambil gambarnya.

Gambar kucing yang diperoleh dianalisis menggunakan metode akar kuadrat (Square

Root). Hasil yang diperoleh dari analisis warna, pola warna, panjang rambut dan

panjang ekor di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II ditemukan bahwa kucing di

Kecamatan Lubuklinggau Selatan II beragam. Kesimpulan dari penelitian ini, secara

keseluruhan frekuensi alel pada populasi kucing di empat Kelurahan di Kecamatan

Lubuklinggau Selatan II masih didominasi oleh tipe liar, kecuali tipe mutan pada

lokus A~a dan m~M. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) di wilayah Lubuklinggau

Selatan II adalah 45.233,10. Lokus w~W memiliki keragaman alel (h) yang lebih

tinggi dibandingkan lokus lainnya yaitu pada alel W (Dominan white) yang memiliki

nilai h sebesar 65149,44. Hal ini menunjukkan bahwa kucing yang memiliki alel

tersebut tersebar luas sehingga terjadi aliran gen melalui kawin acak.

Kata Kunci: Morfogenetik, Kucing (Felis domesticus), Keragaman.

1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2 dan 3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

1. PENDAHULUAN

Kucing merupakan hewan peliharaan yang didomestikasi sejak 3000-4000

tahun lalu pada zaman mesir kuno, kucing domestikasi (Felis domesticus)

merupakan keturunan dari kucing eropa (Felis sylvestris) dengan kucing hutan

afrika (Felis lybica). Menurut Ningsih (2008:5) kucing rumah adalah salah satu

predator yang dapat membunuh atau memakan beberapa ribu spesies, tetapi

karena ukurannya kecil kucing tidak berbahaya bagi manusia. Kucing rumah

(Felis domesticus) memiliki panjang tubuh 76 cm, berat tubuh pada betina 2-3 kg

sedangkan kucing jantan 3-4 kg dan lama hidup berkisar 13-17 tahun.

Kucing rumah memiliki rambut yang bervariasi, variasi warna rambut ini

dikendalikan oleh pigmen melanin yang memproduksi warna hitam pada rambut.

Ada dua warna dasar yang disebut warna dominan pada kucing yaitu hitam dan

merah. Genotif warna rambut kucing disandikan oleh gen utama yaitu: gen

pengontrol warna, gen pengontrol pola warna dan gen pengontrol ekspresi warna.

Masing-masing gen utama saling mempengaruhi sau dengan yang lainnya.

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx (M) yang menyebabkan muncul atau

hilangnya ekor pada kucing (Firdhausi, 2015:89). Frekuensi alel yang

mengendalikan ekspresi dalam suatu populasi dapat diduga melalui bentuk

morfogenetik. Keragaman gen yang terdapat pada suatu populasi dapat dihitung

berdasarkan nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Lesmana,

2008:1).

Pola warna pada kucing merupakan salah satu contoh yang menarik untuk

di jadikan penelitian mengenai morfogenetik. Menurut Anwar,dkk (2010:4)

morfogenetik merupakan karakter morfologi yang di gunakan untuk melihat

genotif dapat memberikan informasi mengenai keragaman dalam suatu populasi

selain itu juga memberikan informasi muncul atau hilangnya alel tertentu

sehingga dapat mengetahui perubahan keragaman kucing pada suatu populasi.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 25 September

2017 di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II Kota Lubuklinggau, di Kecamatan

Lubuklinggau Selatan II terdapat banyak kucing rumahan yang beraneka ragam

pola warna, jenis rambut dan panjang ekor sehinga sangat memungkinkan

banyaknya keragaman kucing di daerah ini. Maka dari itu bedasarkan latar

belakang tersebut dan belum adanya penelitian tentang Morfogenetik Kucing di

Kecamatan Lubuklinggau Selatan II, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

keragaman morfogenetik kucing (Felis domesticus) di Kawasan Kota

Lubuklinggau Kecamatan Lubuklinggau Selatan II.

Tabel 2.1 Gen utama kucing.

Tipe liar Tipe mutan

Simbol Nama Karakteristik Simbol Nama Karakteristik

A Agouti Pola agouti a Non-Agouti Tidak berpola

B Black Hitam b Brown Coklat muda

b1 Light Brown Coklat terang

C Full-Colour Pigmentasi

penuh

cb Burmesse Coklat sepia

gelap

cs Siamse Pola point iris

biru

ca Blue eye-

albino

Putih point

iris muda

c Albinow Putih point

iris muda

D Dense Pigmentasi

pekat d Dilute

Pigmentasi

pudar

i Normal

pigmentation

Pigmentasi

normal I Inhibitor*

Menutupi

pigmen lain:

warna perak

l Normal hair Rambut

pendek L Long hair

Rambut

panjang

Tipe liar Tipe mutan

Simbol Nama Karakteristik Simbol Nama Karakteristik

m Normal tail Ekor

panjang M Manx*

Ekor pendek

atau tidak ada

o Normal

colour

Pigmentasi

normal

kecuali

oraye

O Oraye Oraye terpaut

sex

s Normal

colour

Tanpa

daerah putih S Piebald*

Dengan

daerah putih

T Mackerel Pola tabby

garis

Ta Abyssinian Pola tabby

Abyssinian

tb Blotched Pola tabby

klasik

w Normal

colour

Ekor

panjang

normal

W Dominan

white*

Warna putih

menutupi

warna lain *Gen mutan yang bersifat dominan terhadap tipe liar

Sumber (dalam Rodiana, 2012:12).

2. METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang menggambarkan kondisi suatu kejadian yang bertujuan

mengumpulkan data semata (Nazir, 2003:63).

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode Road Sampling yaitu

berjalan pada setiap lokasi yang telah ditentukan (Firdhausi, 2015:89), setiap

kucing yang di temui di ambil sampel gambarnya dengan cara di foto, agar kucing

mudah di ambil sampelnya kucing diberi makan berupa leher ayam cincang dan

pakan kucing kemasan. waktu pengambilan gambar dilakukan antara pukul

07.30-11.30 dan dilanjutkan pukul 15.30-1730 WIB. Pengambilan gambar hanya

sekali setiap satu ruas jalan dalam satu lokasi untuk menghindari pengulangan.

Frekuensi alel dihitung mengunakan metode akar kuadrat (square-root).

Perhitungan frekuensi alel untuk gen autosom yang memiliki hubungan domain

(D) resesif (R) di antara alel pada lokus A~a; B~b; C~cb~cs~c; Ta~T~tb; D~d; s~S;

L~l; w~W dapat di tentukan dengan mengunakan akar kuadrat, dengan cara

sebagai berikut:

n = D + R Keterangan: n = Jumlah individu D= Jumlah alel domain R = Jumlah individu resesif

Frekuensi alel resesif adalah (qx) di tentukan dengan √𝑅/𝑛, sedangkan

frekuensi alel domain (Px) di tentukan dengan 1-qx standar eror (SE) dari frekuensi

alel resesif sebagai berikut:

SE=√𝟏 − 𝒒𝟐/𝟒𝒏

Keterangan:

SE = Setandar eror

Q = Frekuensi alel

N = Jumlah individu

Heterozigot (h) digunakan untuk mengukur variasi gen yang ada didalam

suatu populasi perkawinan secara acak. Sedangkan Heterozigositas rataan (Ĥ)

merupakan rata-rata dari sejumlah alel yang di hitung untuk mendapatkan

keragaman genetik dalam suatu populasi. Analisis heterozigot (h) dan

heterozigotsitas (Ĥ) dapat mengetahui keragaman suatu alel dalam suatu populasi

dengan cara:

hi = 2n(1-𝝨xi2)(2n-1)

Ĥ = 𝝨h1/nh

Dengan perhitungan standar eror sebagai berikut:

SEhi = (`𝟐[𝟐(𝟐𝒏−𝟐)(𝜮𝒊𝟑−(𝜮𝒙𝒊𝟐)

𝟐+(𝜮𝒊𝟑−(𝜮𝒙𝒊𝟐)

𝟐

𝟐𝒏(𝟐𝒏−𝟏))

Keterangan:

Hi = Nilai heterozigotsitas lokus i

Xi = frekuensi alel dari lokus i

Nh = jumlah lokus yang di perloleh

. Hasil penelitian yang dilakukan di 4 Kelurahan di Kecamatan

Lubuklinggau Selatan II ditemukan kucing sebanyak 128 ekor yaitu kucing yang

sudah dewasa sebagai sample. Data sample kemudian dianalisis menjadi

frekuensi alel (q), heterozigositas (h) yang tertera pada tabel 4.1, dan

heterozigositas rataan (H) tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.1

Fekuensi alel dan heteozigositas setiap lokus pada populasi kucing

Lokus

Alel

Frekuens

i Alel (q)

Standar

Error

(SE)

Heterozigositas

(h)

Standar

Error

(SE)

A~a

n=86

A

a

0,314

0,686

0,039

0,039

58882,56

34598,4

0,001712

0,005447

B~b~b1

n=85

B

b

0,564

0,436

0,054

0,054

44520,96

52876,8

0,00459

0,003112

C~cb~cs~ca~c

n=128

C

cs 0,721

0,279

0,031

0,031

31399,68

60253,44

0,005493

0,001229

D~d

n=127

D

d

0,624

0,376

0,017

0,017

39886,08

56075,52

0,005120

0,002427

i~I

n=116

i

I

0,917

0,083

0,018

0,018

10444, 8

64888,32

0,003066

0,000093

l~L

n=128

l

L

0,153

0,847

0,031

0,031

63778,56

18474,24

0,000389

0,004606

o~O

n=102

o

O

0,406

0,594

0,044

0,044

42301,44

54574,08

0,004871

0,002739

s~S

n=90

s

S

0,421

0,579

0,046

0,046

53725,44

43411,2

0,002941

0,004746

T~Ta~t

n=74

T

Ta

0,471

0,529

0,048

0,048

50853,12

47066,88

0,003532

0,004217

w~W

n=128

w

W

0,947

0,053

0,014

0,014

6789.12

65149,44

0,002132

0,000031

m~M

n=128

m

M

0,351

0,648

0,041

0,041

57250,56

37927,68

0,002116

0,005276

3. Hasil

Frekuensi Alel (q) dan Heterozigositas (h)

Lokus A~a

Alel A mempunyai nilai frekuensi yang lebih rendah

dibandingkan dengan frekuensi alel a (tipe mutan) yaitu sebesar 68,6%

dan lebih tinggi dari alel A tipe liar yang memiliki nilai frekuensi alel

sebesar 31,4%. Nilai heterozigositas alel A sebesar 58882,56 sedangkan

untuk alel a memiliki nilai heterozigositas sebesar 34598,4.

(a)

Gambar 4.1 kucing dengan pola Agouti, Chocolate mackerel tabby and

white (A-bbC-D-iiL-S-T-ww-Mm)

Lokus B~b~b1

Fekuensi alel B tipe liar yang mengekspresikan warna hitam, alel b

yang mengekspresikan warna coklat tipe mutan pada lokus B~b.

(a) (b)

Gambar 4.2 kucing dengan ekspresi dari lokus B~b. (a) solid black

(aaBC-D-L- iiww-mm) (b) Chocolate mackerel tabby

genotype (A-bbC-D-iiL-T-ww-Mm).

Alel tipe ini di kecamatan Lubuklinggau utara II secara beturut-

turut di temukan sebesar 56,4%, 43,6%. Kucing yang memiliki alel b1

tidak ditemukan di wilayah Kecamatan Lubuklinggau Selatan II.

Heterozigositas alel B sebesar 44520,96 dan untuk alel b nilai

heterozigositas yang ditemukan sebesar 52876,8.

Lokus C~cs

(a) (b)

Gambar 4.3 kucing dengan lokus C-cs (a). Red tabby and white (C-D-ii

O(O)-S-L-T-ww-mm) and white. (b) Lilac tabby tortie point

(Abbcscs -ddOo-L-ww-mm).

Alel C tipe liar yang mengekspresikan pigmentasi penuh memiliki

nilai frekuensi alel sebesar 72,1%, Alel cs yang mengekspresikan warna

burmese dan siamese merupakan satu-satunya alel mutan yang ditemukan

pada lokus ini alel cs, besar nilai frekuensi alel cs yang ditemukan

dikawasan Lubuklinggau Selatan II sangat rendah yaitu sebesar 27,9%.

Nilai heterozigositas alel C ditemukan sebesar 31399,68, sedangkan

heterozigositas alel cs sebesar 60253,44.

Lokus D~d

Lokus D~d secara keseluruhan frekuensi alel D tipe liar yang

mengekspresikan pigmentasi pekat dikawasan Lubuklinggau Selatan II

ditemukan sebesar 62,4%, alel d yang mengekspresikan warna pudar atau

dilute memiliki frekuensi alel yang rendah yaitu sebesar 37,6%. Nilai

heterozigositas alel D ditemukan sebesar 39886,08, sedangkan nilai

heterozigositas alel d ditemukan sebesar 56075,52.

(a) (b)

Gambar 4.4 kucing dengan lokus D-d, (a) Red tabby and white (C-D-iiO(O)

S-L-T-ww-mm), (b) Blue point (aaB-cs csdd-L-S-W-Mm).

Lokus i~I

(a) (b)

Gambar 4.5 kucing dengan lokus I-i, (a) Silver abyssinian and white (A B-C

D-L-I-S-Ta-ww-mm), (b) Black and white (aaB-C-D-iiS-L-ww-mm).

Lokus L~l

Alel L mengekspresikan rambut pendek, sedangkan alel l

mengekspresikan rambut panjang pada kucing. Alel L memiliki nilai

frekuensi alel sebesar 84,7%, sedangkan alel l memiliki nilai frekuensi alel

sebesar 15,3%. kucing yang memiliki alel l sangat jarang ditemukan di

Lubuklinggau Selatan II. Nilai heterozigositas yang ditemukan alel L

sebesar 18474,24. Sedangkan nilai heterozigositas yang ditemukan alel l

sebesar 63778,56.

(a) (b)

Gambar 4.6 kucing dengan lokus L-i. (a) Red tabby and white (C-D- ii

O(O)- S-L-T-ww-Mm), (b) Cream and long hair (C-ddO(O)

ll-Mm)

Lokus o~O

Lokus o~O yang terpaut kromosom X bersifat kodominan dalam

keadaan heterozigot. Ekspresi dari lokus ini menghasilkan tiga fenotipe

yaitu oranye (OO), non oranye (oo) dan tortoiseshell (Oo). Alel o yang

ditemukan dikawasan Lubuklinggau Selatan II lebih sedikit dibandingkan

dengan alel O tipe mutan. Alel o memiliki nilai frekuensi alel sebesar

40,5% sedangkan alel O memiliki nilai frekuensi alel sebesar 59,5%.

Nilai heteozigositas alel o sebesar 42301,44 sedangkan alel O memiliki

nilai heterozigositas sebesar 54574,08.

(a) (b)

(c)

Gambar 4.7 kucing lokus o-O, (a). Cream Abissinian (C-ddL-iiO-Ta-ww

Mm) (b). Black and white (aaB-C-D-iiS-oo-L-ww-Mm), (c).

Brown tabby tortie and white (A-B-C-D-iiOoS-T-ww-mm).

Lokus S~s

(a) (b) Gambar 4.8 kucing dengan lokus S-s, (a) Silver mackerel tabby and white (A

B-C-D-L-I-S-T-ww-mm), (b) Brown tabby tortie (A-B-C-D-L

iiOoss-ww-mm)

Lokus S~s spot putih pada kucing yang terdapat di Lubuklinggau

Selatan II mempunyai nilai frekuensi alel s lebih tinggi dibandingkan

dengan alel S dengan persentasi sebesar 57,9% dan 42,1%. Nilai

heteozigositas alel S sebesar 43411,2 sedangkan alel s memiliki nilai

heterozigositas sebesar 53725,44.

Lokus T~Ta

Alel T tipe liar yang mengekspresikan pola tabby garis memiliki

nilai frekuensi alel sebesar 47,1%. Alel Ta yang mengekspresikan pola

Tabby Abyssinia, merupakan satu-satunya alel mutan yang ditemukan

dikawasan lubuklinggau Selatan II pada lokus ini alel Ta memiliki nilai

fekuensi alel sebesar 52,9%. Nilai heteozigositas alel T sebesar 50853,12

sedangkan alel Ta memiliki nilai heterozigositas sebesar 47066,88.

(a) (b)

Gambar 4.9 Kucing lokus T-Ta, (a) Cream Abissinian (C-ddL-iiO-Ta

ww -Mm), (b) Chocolate mackerel tabby (A-bbC-D-iiL

T-ww-mm)

Lokus W~w

Alel W tipe mutan yang mengekspresikan Dominan white yang

menutupi warna lain sedangkan alel w tipe liar yang mengekspresikan

warna Normal colour ekspresi penuh dari gen lain. Alel tipe W sangat

sedikit ditemukan dikawasan Lubuklinggau Selatan II dengan frekuensi

yang sangat rendah yaitu sebesar 5,3% frekuensi alel w sangat tinggi yaitu

sebesar 94,7%. Nilai heteozigositas alel W sebesar 65149,44 sedangkan

alel w memiliki nilai heterozigositas sebesar 6789.12.

(a) (b)

Gambar 4.10. Kucing lokus W-w, (a) Read point (aac5 c5D- O(O)-W-mm),

(b) Brown tabby tortie and white (A-B-C-D-L-iiOoS-ww

mm).

Lokus M~m

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx. Genotip Mm

mengekspresikan ekor pendek, sedangkan genotip mm mengekspresikan

ekor panjang. Besarnya nilai frekuensi kucing ekor pendek adalah 64,8%

lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel mm (ekor panjang)

sebesar 35,1%. Nilai heteozigositas alel Mm sebesar 37927,68 sedangkan

alel mm memiliki nilai heterozigositas sebesar 57250,56.

(a) (b)

Gambar 4.11. Kucing lokus M-m, (a). Silver mackerel tabby and white (A-B

C-D-I-L-S-T-ww-mm) (b). Black and white (aaB-C-D-iiL

ooS-ww-Mm)

Heterozigositas Rataan (Ĥ)

Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) memberikan informasi mengenai

keragaman kucing di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II (Aditia, 2006:6),

yang tercantum pada Tabel 4.2. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) dari 11 lokus

di Kecamatan Bogor Tengah sebesar 45233,10.

Tabel 4.2

Heterozigotsitas rataan (Ĥ) setiap lokus pada populasi kucing

Lokus

Alel

Heterozigositas

(h)

A~a

n=86

A

a

58882,56

34598,4

B~b~b1

n=85

B

b

44520,96

52876,8

C~cb~cs~ca~c

n=128

C

cs

31399,68

60253,44

D~d

n=127

D

d

39886,08

56075,52

i~I

n=116

i

I

10444, 8

64888,32

l~L

n=128

l

L

63778,56

18474,24

o~O

n=71

o

O

42301,44

54574,08

s~S

n=90

s

S

53725,44

43411,2

T~Ta~t

n=74

T

Ta

50853,12

47066,88

w~W

n=128

w

W

6789.12

65149,44

m~M

n=128

m

M

57250,56

37927,68

Heterozig’ositas rataan (Ĥ) = 45233,10

4. Pembahasan

Frekuensi alel (q) pada 11 lokus

Secara keseluruhan frekuensi alel dari lokus yang diamati yaitu lokus

A~a; B~b~b1; C~cb~cs~ca~c; D~d; i~I; L~l; o~O; s~S; Ta~T~Tb, W~w

dan M~m masih banyak didominasi oleh tipe liar. Namun pada lokus A~a dan

m~M memiliki alel mutan lebih tinggi yang di temukan di Kecamatan

Lubuklinggau Selatan II.

Lokus A~a dengan frekuensi alel mutan 0,686 sedangkan alel tipe

liarnya adalah 0,314, dan lokus m~M dengan frekuensi alel mutan 0,648,

sedangkan frekuensi alel tipe liarnya adalah 0,351. Menurut Rodiana (2012:7)

karakter ekor pendek merupakan ciri kusus kucing asia.

Frekuensi alel A (Agouti) tipe liar pada lokus A~a di Kecamatan

Lubuklinggau Selatan II lebih rendah dibandingkan frekuensi alel a (Non

agouti) tipe mutan dengan hasil frekuensi alel A sebesar 31,4% dan alel aa

68,6%. Hal ini menandakan bahwa penyebaran kucing dengan alel mutan

tersebut cukup luas dikawasan Lubuklinggau Selatan II. Besarnya

heterozigositas lokus A~a dikawasan lubuklinggau Selatan II ini diduga

terjadi kawin acak sehingga penyebaran gen relatif merata. Mariandayani

(2014:14) keragaman genetik selain disebabkan oleh mutasi, seleksi juga

adanya kawin acak.

Frekuensi alel b pada lokus B~b~b1 lebih rendah dibandingkan alel B.

Dengan jumlah berturut-turut 56,4%, 43,6%, sedangkan alel b1 tidak

ditemukan dikawasan Lubuklinggau Selatan II. Sama dengan penelitian

Mariandayani (2012:14), juga menemukan lokus baru B~b tetapi alel tipe b1

tidak ditemukan. Menurut Lesmana (2008:7), frekuensi B yang besar

dibandingkan dengan dua alel yang lainnya disebabkan alel B bersifat

dominan sedangkan alel b dan b1 bersifat resesif. Pada penelitian Lesmana

tersebut ditemukan alel b1 di wilayah Jakarta Timur, hal ini menunjukkan

adanya kucing yang bermigrasi maupun kucing yang mengikuti lomba.

Lokus C~cb~cs~ca~c merupakan lokus yang memiliki banyak alel

dibandingkan dengan lokus lainnya pada Felis domesticus. Beberapa alel pada

lokus ini merupakan yang menjadi ciri khas pada kucing dibeberapa negara.

Menurut Lesmana (2008:7), Kucing yang memiliki alel cb dan cs sangat

banyak ditemukan di Thailand, sedangkan alel ca dan c banyak ditemukan di

Amerika dan beberapa negara di Eropa. Kucing dengan alel C~cs di

Kecamatan Lubuklinggau Selatan II dengan frekuensi alel C sangat dominan,

dibandingkan alel cs dengan jumlah frekuensi alel yang sedikit. Frekuensi alel

C sebesar 72,1% dan frekuensi alel cs sebesar 27,9%. Keberadaan alel cs

dikawasan Lubuklinggau Selatan II muncul karena adanya perkawinan kucing

lokal dan kucing non lokal sehingga terjadi penyebaran alel cs yang

merupakan alel mutan. Bedasakan penelitian Mariandayani (2012:14) alel C

memiliki fekuensi alel 100% dan nilai heterozigositas 0.

Frekuensi alel D yang mengekspresikan warna pekat memiliki

frekuensi alel sebesar 62,4%, dan alel d tipe mutan yang mengekspresikan

warna pudar memiliki frekuensi alel sebesar 37,6% yang ditemukan

dikawasan lubuklinggau Selatan II. Tipe liar pada lokus D~d masih

mendoninasi ini karena disebabkan oleh adanya kawin acak. Berdasarkan

penelitian Firdhausi (2015:94), alel D yang mengekspresikan warna pekat

memiliki nilai frekuensi sebesar 76.1%. Alel d yang mengekspresikan warna

pudar memiliki nilai frekuensi sebesar 23.9%. alel d pada lokus D~d. Alel d

akan berinteraksi dengan alel B menjadi warna Blue, interaksi dengan alel b

akan menjadi warna lilac dan interaksi dengan alel b1 menjadi warna light

lilac, serta interaksi dengan alel O akan menjadi warna Cream.

Gen inhibator (I) pada lokus I~i mengekspresikan warna perak,

sedangkan alel i mengekspresikan warna selain perak (pigmentasi normal).

Frekuensi alel i ditemukan sebesar 91,7% sedangkan alel I sangat jarang

ditemukan dengan frekuensi sebesar 8,3%. Menurut Rahman (2008:37), gen I

merupakan gen inhibitor yang bekerja dengan cara menekan perkembangan

pigmen pada rambut kucing. Sedangkan menurut Mariandayani (2012:16),

kucing yang mempunyai alel I di wilayah Tangerang tidak ditemukan,

sedangkan yang mempunyai alel i banyak dijumpai. Frekuensi alel i sebesar

100%, menunjukkan lokus ini bersifat seragam. Hal ini menunjukan adanya

migrasi alel I dari populasi kucing dikawasan Lubuklinggau Selatan II

sehingga penyebaran gen tidak merata.

Alel l pada lokus L~l merupakan alel mutan bersifat resesif dan

memiliki frekuensi lebih rendah dibandingkan dengan alel L, di Lubuklinggau

Selatan II ditemukan frekuensi alel l sebesar 15,3% sedangkan alel L

ditemukan sebesar 84,7%. Pada penelitian Rahman (2008:37) tidak

menemukan kucing dengan rambut panjang dikawasan Bengkulu desa

jagobayo. Alel l merupakan alel yang mengekpresikan rambut panjang pada

kucing yang ditemukan pada populasi kucing di Kecamatan Lubuklinggau

Selatan II hal ini dikarenakan kucing yang memiliki rambut yang panjang

merupakan bukan kucing lokal Indonesia.

Frekuensi alel O tipe mutan pada lokus o~O pada kromosom X di

kawasan Lubuklinggau Selatan II lebih sedikit dibandingkan dengan alel o

tipe liar. Frekuensi alel O ditemukan sebesar 59,4% alel o ditemukan sebesar

40,6%. Pada penelitian Mariandayani (2012:17) alel o lebih banyak

ditemukan di kawasan tanggerang dibandingkan alel O. Namun dalam

penelitian Nozawa et al dalam Rodiana (2012:7) menyatakan bahwa alel O

merupakan ciri khusus kucing Asia timur.

Alel s pada lokus S~s merupakan tipe liar yang bersifat resesif,

memiliki persentase lebih kecil dibandingkan dengan tipe mutanya hasil

tersebut menandakan bahwa penyebaran kucing dengan alel mutan tersebut

cukup luas diwilayah Lubuklinggau Selatan II. Lokus S~s memiliki nilai

frekuensi alel berturut-turut yaitu alel S dengan nilai frekuensi alel sebesar

57,9% sedangkan alel s memiliki nilai frekuensi sebesar 42,1%. Berdasarkan

nilai frekuensi alel menunjukan tipe mutan lebih mendominasi dari tipe liar.

Rahman (2008:4) menyatakan titik putih yang di sandingkan dengan gen S

adalah salah satu contoh dominan tidak sempurna dengan berbagai variasi

kemunculan. Kucing dengan alel s tidak memiliki sport putih, dan sedangkan

kucing yang 100% putih tidak bisa dimasukan kedalam gen S.

Kucing yang memiliki alel T pada lokus T~Ta~tb lebih tinggi

dibandingkan alel lainnya pada lokus tersebut. Alel T merupakan tipe liar,

sedangkan Ta dan tb merupakan alel mutan, pada kawasan Lubuklinggau

Selatan II hanya ditemukan satu alel mutan yaitu Ta sedangkan alel tb tidak

ditemukan dikawasan tersebut. Frekuensi alel T ditemukan sebesar 51,1%,

fekuensi alel Ta ditemukan sebesar, 48,9%. Berdasarkan penelitian Rodiana

(2012:7) alel T tipe liar lebih dominan ditemukan dikawasan Wonogiri

dibandingka alel Ta dan tb sepanjang pulau dari sumatra ke sumbawa

frekuensi alel Ta semakin menurun hasil penelitian di kawasan Lubuklinggau

Selatan II memperkuat pernyataan tersebut. Menurut Lesmana (2008:7), tipe

mutan Alel Tb bersifat resesif jarang ditemukan di Indonesia sama seperti di

Jepang, sangat berkebalikan dengan kucing di Euro-Amerika.

Kucing yang berambut putih polos sangat jarang di temukan di

Kelurahan Lubuklinggau Selatan II di bandingkan dengan alel w, frekuensi

alel W ditemukan sebesar 5,3% sedangkan alel w yang mengekpresikan

warna penuh dari gen warna lain (warna normal) memiliki frekuensi alel

tertinggi 94,7%. Kucing yang memiliki alel W jarang ditemukan dikawasan

Lubuklinggau Selatan II. Menurut Lesmana (2008:8) menyatakan bahwa alel

W merupakan karakter mutan dari perkawinan antara kucing lokal dan kucing

nonlokal sehingga alel ini jarang ditemukan.

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx, genotip Mm

mengekspresikan ekor pendek, sedangkan genotip mm mengekspresikan ekor

panjang. Besarnya nilai frekuensi kucing ekor pendek adalah 64,8% lebih

tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel mm (ekor panjang) sebesar 35,1%.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aditya (2006:8) yang menyatakan ekor

pendek merupakan karakter khusus pada kucing-kucing di Asia.

Heterezigositas (h) dan Heterozigositas rataan (Ĥ)

Nilai heterozigositas (h) digunakan untuk memberi informasi

keragaman kucing pada setiap lokus dari setiap populasi kucing. Nilai

heterozigositas (h) populasi kucing di Lubuklinggau Selatan II, pada 11 lokus

yang diamati dengan nilai sebesar, lokus A~a = 58882,56 : 34598,4, lokus

B~b = 44520,96 : 52876,8, lokus C~cs = 31399,68 : 60253,44, lokus D~d =

39886,08 : 56075,52, lokus i~I = 10444,8 : 64888,32, lokus l~L = 63778,56 :

18474,24, lokus o~O = 42301,44 : 54574,08, lokus s~S = 53725,44 : 43411,2,

lokus T~Ta = 50853,12 : 47066,88, lokus w~W = 6789.12 : 65149,44, lokus

m~M = 57250,56 : 37927,68 dapat dilihat pada tabel 4.2.

Nilai heterozigotsitas dari 11 lokus yang diamati menunjukan bahwa

lokus w~W memiliki nilai heterozigositas (h) tertinggi yaitu pada alel W

dengan nilai (h) sebesar 65.149,44 dan juga lokus w~W juga memiliki nilai

(h) terendah yang di miliki oleh alel w dengan nilai heterozigositas (h) sebesar

6.789,12. Hal ini menunjukan bahwa kucing yang memiliki lokus w~W

tersebar luas sehinga terjadi aliran gen melalui perkawinan acak.

Menurut Firdausi (2015: 96) nilai heterozigotsitas rataan sangat di

pengaruhi oleh adanya kawin acak dalam populasi. Nilai heterozigositas

rataan (Ĥ) di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II yang tercantum pada Tabel

4.2 sebesar 45.233,10. Hal tersebut menandakan bahwa keragaman populasi

kucing di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II beragam.

5. Kesimpulan

Secara keseluruhan frekuensi alel pada populasi kucing di empat

Kelurahan di Kecamatan Lubuklinggau Selatan II masih didominasi oleh tipe liar,

kecuali tipe mutan pada lokus A~a dan m~M. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) di

wilayah Lubuklinggau Selatan II adalah 45.233,10. Lokus w~W memiliki

keragaman alel (h) yang lebih tinggi dibandingkan lokus lainnya yaitu pada alel

W (Dominan white) yang memiliki nilai h sebesar 65149,44. Hal ini

menunjukkan bahwa kucing yang memiliki alel tersebut tersebar luas sehingga

terjadi aliran gen melalui kawin acak.