neutrophil gelatinase associated lipocalin
DESCRIPTION
Neutrophil Gelatinase Associated LipocalinTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Kematian neonatus merupakan komponen utama kematian bayi dan berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya angka kematian bayi (infant mortality rate), yaitu angka yang
dipakai sebagai indikator kemajuan kesehatan di suatu negara. World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa 5 juta bayi tidak mampu bertahan hidup
sampai usia 28 hari setiap tahunnya dan 98% kematian tersebut berasal dari negara
berkembang. Penyebab kematian neonatus pada negara berkembang berturut-turut
adalah penyakit infeksi/sepsis neonatorum (42%), asfiksia dan trauma lahir (14%), bayi
lahir kurang bulan dan berat lahir rendah (10%), kelainan bawaan (14%) dan sebab lain
(4%).1
Angka kejadian sepsis di negara berkembang masih cukup tinggi (1,8-18/1000)
dibandingkan negara maju (1-5 pasien/1000 kelahiran). Sepsis pada neonatus adalah
suatu kondisi yang mengancam nyawa, timbulnya kejadian sepsis ini berhubungan
dengan masa gestasi, yang ditemukan lebih banyak pada neonatus kurang dari 28
bulan (16,6%) dibandingkan neonatus cukup bulan (0,6%). Dengan pesatnya kemajuan
teknologi kedokteran dan penemuan bermacam antibiotik baru, serta rekomendasi
untuk memulai terapi antibiotik spektrum luas pada setiap neonatus yang dicurigai
sepsis, didapatkan penurunan angka kematian sepsis neonatorum. Walaupun
demikian, hal ini ternyata tidak memperbaiki angka kejadian sepsis neonatorum.2
Seperti pada banyak negara berkembang lainnya, penyebab utama sepsis
neonatorum di Indonesia adalah kuman gram negatif berupa kuman enterik, antara lain
Enterobacter spp, Klebsiella spp, dan Coli spp. Selain masalah identifikasi kuman,
diagnosis klinis sepsis neonatorum mempunyai masalah tersendiri. Gambaran klinis
sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala klinis sepsis spesifik yang ditemukan pada
anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pelepasan dini mediator inflamasi
menyebabkan letargi, demam, takikardi, takipnu, vasodilatasi, tonus yang melemah,
pucat dan hipotensi. Jika respon tersebut tidak dikontrol dengan baik, akan
menyebabkan hipoperfusi, somnolen dan penurunan jumlah urin, dan disertai tanda-
tanda syok berupa akral dingin dan waktu pengisian kembali kapiler memanjang.
Pembuktian infeksi dengan biakan darah sering tidak menunjukkan hasil yang
1
memuaskan dan hasil kultur perlu waktu yang lama. Keterlambatan pengobatan akan
memperburuk keadaan bayi dan dapat menyebabkan banyak komplikasi hingga
kematian. Sebaliknya penanganan yang berlebihan akan meningkatkan penggunaan
antibiotik dan lamanya rawat inap di rumah sakit sehingga meningkatkan biaya
perawatan dan pengobatan. Pemakaian antibiotik yang tidak perlu pada populasi yang
rentan terhadap infeksi seperti pada neonatus telah menciptakan suatu keadaan
resistensi bakterial yang berbahaya dan menyebabkan hasil yang buruk dalam
pemberian.3
Sepsis merupakan akibat interaksi yang kompleks antara mikro organisme
patogen dan penjamu yang akan menimbulkan respon inflamasi dengan meningkatnya
sekresi bermacam-macam mediator seperti sitokin, protein fase akut dan penimbunan
leukosit pada jaringan yang terinfeksi. Dalam sepsis terjadi patofisiologi yang kompleks
dalam terjadinya hipotensi dan obstruksi aliran darah karena pembentukan
mikrotrombus pada sistem kapiler. Hal ini akan mengakibatkan disfungsi organ, yang
selanjutnya menyebabkan disfungsi multi organ dan akhirnya kematian. Respon
inflamasi terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida
(LPS), suatu endotoksin dari dinding sel yang dilepaskan pada saat lisis. Organisme
gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi dengan pelepasan
eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel.4
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mendiagnosis dini sepsis neonatorum
antara lain berdasarkan pemeriksaan hematologis. Pemeriksaan hematologis terdiri dari
seri eritrosit, leukosit, trombosit dan faktor koagulasi dapat memberikan gambaran yang
berbeda pada sepsis neonatorum. Pada seri leukosit dapat ditemukan leukositosis atau
leukopenia, peningkatan rasio neutrofil imatur dibandingkan total (shift to the left),
adanya granula toksik dan vakuolisasi.5 Neutrofil merupakan salah satu innate immunity
yang pertama melawan invasi patogen. Neutrofil memiliki 4 subset granula dan vesikel
sitoplasmik (yaitu granula primer/azurofil, sekunder/spesifik, tersier dan vesikel
sekretorik) yang berperan dalam eliminasi patogen. neutrophil gelatinase-associated
lipocalin (NGAL) merupakan salah satu komponen granula sekunder/spesifik yang
dilepaskan cepat bila ada stimulus. NGAL merupakan agen bakteriostatik karena
mampu berikatan dengan siderophores bakteri sehingga mencegah pengambilan Fe
2
oleh bakteri dimana Fe sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
bakteri. Penelitian terakhir mendapatkan bahwa NGAL juga diekspresikan oleh sel
dalam traktus respiratorius, gastrointestinal dan urinarius. Peningkatan kadar NGAL
jaringan ditemukan pada keadaan infeksi dan inflamasi seperti inflammatory bowel
disease, infeksi saluran kemih.6-8
SEPSIS NEONATORUM
DEFINISI
Sepsis Neonatorum adalah sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke
dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan. Pada sepsis
neonatorum terdapat infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air
kemih. Sepsis neonatorum masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan
dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir (BBL). Di negara berkembang, hampir
sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis.
Hal yang sama ditemukan di negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan
intensif. Disamping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pada penderita sepsis
neonatorum. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special
Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42%
kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran
pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Disamping
tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatorum.
Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat
dicegah dan ditanggulangi.1,9-11
Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD)
dan sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL). Keduanya berbeda dalam patogenesis,
mikroorganisme penyebab, tatalaksana dan prognosis. SNAD terjadi pada usia <72
jam, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang bersal dari ibu, baik dalam masa
kehamilan maupun selama proses persalinan. SNAL terjadi pada usia >72 jam. Dapat
disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat selama proses persalinan tetapi
3
manifestasinya lambat (setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang
dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Perjalanan penyakit SNAD biasanya lebih
berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian.12
Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya pada bayi prematur, bayi
berat lahir rendah, bayi dengan sindrom gangguan napas atau bayi yang lahir dari ibu
berisiko. Sejak adanya konsensus dari American College of Chest Physicians / Society
of Critical Care Medicine (ACPP/SCMM) telah timbul berbagai istilah dan definisi di
bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok bayi baru lahir dan penyakit
anak. Istilah tersebut antara lain :
Sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik (systemic
inflammatory respons syndrome – SIRS) yang terjadi sebagai akibat
infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit.
Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ
kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua
organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital dan
hepatologi).
Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun
telah mendapatkan cairan adekuat.
Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi
mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi
dua atau lebih organ tubuh.13-16
ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian / insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup
tinggi (1,8 – 18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1 – 5 pasien / 1000 kelahiran).
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4 – 16 per 1000 kelahiran hidup, di Amerika
Serikat 1-8 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM pada tahun 2003 sebesar 56,1 per 1000 kelahiran hidup.
Pada bayi laki-laki risiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis
juga meningkat pada bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Pada bayi berat
lahir amat sangat rendah ( <1000 gram) kejadian sepsis terjadi 26/1000 kelahiran dan
4
keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000 – 2000 gram yang
angka kejadiannya antara 8 – 9 / 1000 kelahiran. Demikian pula risiko kematian BBLR
penderita sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Penyebab
langsung kematian neonatus yakni : oleh karena infeksi 32%, asfiksia 29%, komplikasi
prematuritas 24%, kelainan bawaan 10%; sedangkan angka kematian karena sepsis
neonatorum berkisar 12-68% di negara berkembang.1,17
Secara nasional kejadian / insidensi sepsis belum ada. Laporan angka kejadian
di rumah sakit menunjukkan jauh lebih tinggi khususnya bila rumah sakit tersebut
merupakan tempat rujukan. Di RSCM misalnya, angka kejadian sepsis neonatorum
memperlihatkan angka yang tinggi dan mencapai 13,7% sedangkan angka kematian
mencapai 14%.18
Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatorum, tetapi
infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan. Dari tahun ke tahun, insiden sepsis tidak
banyak mengalami perbaikan, sebaliknya angka kematian memperlihatkan perbaikan
yang bermakna. Angka kematian dapat mencapai 50% pada bayi yang tidak diobati.
Hal ini terjadi karena kemajuan teknologi kedokteran serta penemuan berbagai macam
antibiotika baru. 19
ETIOLOGI
Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalia maternal. Berbagai
jenis bakteri dapat ditemukan di dalam traktus genitalia maternal, namun hanya
beberapa yang sering menyebabkan infeksi pada neonatus, sedangkan pada ibu tidak
menyebabkan penyakit.1,17 Bakteri penyebab SNAD dan SNAL dapat dilihat dalam
Tabel 1.9
Studi pendahuluan yang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 30 bayi yang dicurigai SNAL, hasil
kultur positf didapatkan pada 27 bayi (14 Enterobacter spp, 7 Klebsiella spp, 4
Acinetobacter spp, 3 Serratia spp, 2 Alkaligenes faecalis, 2 Staphylococcus aureus, 2
Pseudomonas). Sedangkan pada SNAD ditemukan, 9 dari 10 bayi yang dicurigai infeksi
didapatkan hasil kultur positif (3 Enterobacter spp, Acinetobacter, 2 Escherichia coli, 1
Alkaligenes faecalis).1-3
5
Tabel 1. Patogen penyebab sepsis neonatorum awitan dini (early onset) dan lambat (late onset)Early onset Late onsetGroup B streptococci Coagulase-negative staphylococciEscherichia coli Group B streptococciListeria monocytogenes Escherichia coliStaphylococcus aureus Klebsiella pneumoniaOther streptococciOther gram-negative organisms
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenza Other gram-negative enteric bacteria Klebsiella pneumonia Candida species Pseudomonas aeruginosa Enterobacter speciesDikutip dari : Harris MC, Polin RA9
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS SEPSIS NEONATORUM
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion dan
beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan
kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu :
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau
Listeria.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antiseptik
misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau
amniosintesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur
dilaksanakan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi
kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk
dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran
pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi
yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-
24 jam.2,11,14
6
Pada dasarnya fetus yang masih terbungkus oleh lapisan amnion cukup
terlindung dari flora bakteri ibu. Cairan amnion mempunyai fungsi menghambat
pertumbuhan E.coli dan bakteri lainnya karena mengandung lisozim, transferin, ataupun
imunoglobulin (IgA dan IgG) yang diduga berfungsi sebagai bakteriostatik. 2,17 Maka bila
terjadi kerusakan lapisan amnion (baik disengaja atau tidak, misalnya pada prosedur
amniosintesis), fetus akan mudah mendapat infeksi melalui amnionitis. Kesempatan
pertama bayi kontak dengan bakteri kolonisasi adalah pada saat ketuban pecah
dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Jika oleh karena sesuatu hal bayi terlalu lama
kontak dengan kolonisasi mikroflora pada jalan lahir, maka bakteri dari vagina akan
menjalar ke atas sehingga kesempatan terjadinya infeksi pada janin makin besar.
Infeksi di daerah vagina merupakan risiko yang penting. Demikian pula bila ibu
mengalami infeksi segera setelah melahirkan dengan suhu > 37,80 C, maka sekitar 9,2-
38,2% diantara bayi yang dilahirkan akan menderita sepsis neonatorum. Sebagian
besar meningitis neonatorum sebagai akibat dari bakteriemia maternal, atau infeksi
transplasental. Pada saat kelahiran, invasi bakteri melalui kulit yang terinfeksi dapat
menjalar melalui jaringan lunak dan sutura kepala, atau melalui trombosis vena
akhirnya terjadi meningitis, akan tetapi jalur terbanyak melalui aliran darah ke pleksus
koroideus pada saat terjadi sepsis. Sepsis biasanya dimulai dengan adanya respons
sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis
yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan
gangguan fungsi organ.3,14-18
Bila bakteremia tidak mampu diatasi oleh kekebalan tubuh maka akan menjadi
respons sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS). SIRS dapat
disebabkan oleh infeksi maupun noninfeksi, dan bila disebabkan oleh infeksi maka
SIRS dianggap identik dengan sepsis. Endotoksin bakteri maupun komponen-
komponen dinding sel bakteri yang dilepaskan ke sirkulasi akan mengaktivasi berbagai
sitokin yang berperan sebagai mediator proinflamasi, sehingga timbul respon fisiologis
tubuh yaitu : aktivasi sistem komplemen, aktivasi sistem koagulasi, sekresi ACTH dan
endorfin, stimulasi neutrofil polimorfonuklear dan stimulasi sistem kinin-kalikrein. Akibat
aktivasi berbagai sistem tersebut permeabilitas vaskular akan meningkat, tonus
7
vaskular menurun dan terjadi ketidakseimbangan perfusi dengan kebutuhan jaringan
yang meningkat.2,9,14
Dalam konsep ini diajukan adanya gambaran klinis infeksi dengan respons
sistemik yang pada stadium lanjut menimbulkan perubahan fungsi bebagai organ tubuh
yang disebut multi organ dysfunction syndrome (MODS). Patofisiologi cascade
inflamasi ini berbeda dengan gambaran yang dianut sebelumnya dan hal ini merubah
pula definisi berbagai keadaan yang ditemukan pada cascade tersebut. Berlainan pada
pasien dewasa, pada BBL terdapat berbagai tingkat defisiensi sistem pertahanan tubuh,
sehingga respons sistemik pada janin dan BBL akan berlainan dengan pasien dewasa.
Sebagai contoh, pada infeksi awitan dini respons sistemik pada BBL mungkin terjadi
saat bayi masih di dalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory
response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau BBL terjadi karena penjalaran infeksi
kuman vagina – ascending infection – atau infeksi yang menjalar secara hematogen
dari ibu yang menderita infeksi. Dengan demikian konsep infeksi pada neonatus,
khusus pada infeksi awitan dini, perjalanan penyakit bermula dengan FIRS kemudian
sepsis, sepsis berat, syok septik, disfungsi multi organ dan akhirnya kematian.1,10,13
Pada infeksi awitan lambat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan
definisi pada anak. Dengan kesepakatan terakhir ini, definisi sepsis neonatorum
ditegakkan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk
tersangka (suspected) infeksi ataupun terbukti (proven) infeksi. Selanjutnya
dikemukakan, sepsis neonatorum di tegakkan bila ditemukan satu atau lebih kriteria
FIRS/SIRS yang disertai dengan gambaran klinis sepsis.13-15
Gambaran klinis sepsis neonatorum tersebut bervariasi, karena itu kriteria
diagnostik harus pula mencakup pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan
laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan
perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat
dikelompokkan dalam berbagai variabel antara lain variabel klinik (seperti suhu tubuh,
laju nadi), variabel hemodinamik (tekanan darah), variabel perfusi jaringan (capillary
refill) dan variabel inflamasi (gambaran leukosit, trombosit, IT ratio).16
Berbagai variabel inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang
ditemukan pada keadaan FIRS/SIRS yang antara lain terlihatnya perubahan sistem
8
hematologik, sistem imun tubuh dll. Dalam sistem imun, salah satu respons sistemik
yang penting pada pasien SIRS/FIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang
terbentuk dalam proes infeksi berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi,
inflamasi atau trauma. Sebagian sitokin (pro inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan
TNF-) dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya (anti-
inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak meredam infeksi dan
mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. Selain berperan dalam regulasi
proses inflamasi, pembentukan sitokin dapat pula digunakan sebagai penunjang
diagnostik sepsis neonatorum.2,6,15
Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada
sistem koagulasi. Pada sistem koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan
tissue factor (TF) yang bersama dengan faktor VII darah akan berperan pada proses
koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi
proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan
selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dan fibrinogen. Pada pasien sepsis, respons
fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis
terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen - activator inhibitor – 1 (PAI-1)
yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF ). Demikian pula pembentukan
trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis
inhibitor (TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan supresi fibrinolisis. Kedua faktor yang
berperan dalam ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan
mikrotrombi pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan
tersebut mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi
berbagai organ tubuh. Mediator-mediator proinflamasi yang dihasilkan pada keadaan ini
akan mencetuskan lepasnya mediator-mediator antiinflamasi sebagai upaya tubuh
untuk menghambat reaksi inflamasi yang terjadi, sehingga tercapai keseimbangan atau
homeostasis (compensatory anti-inflammatory respons syndrome /CARS). Bila terdapat
dominasi salah satu reaksi inflamasi atau antiinflamasi, homeostasis tidak dapat
tercapai. Bila reaksi inflamasi lebih dominan akan terjadi renjatan dan disfungsi organ.
Sebaliknya bila reaksi antiinflamasi berlebihan akan terjadi supresi terhadap sistem
imun. Bila keadaan disfungsi multi organ ini makin berat akan terjadi hipotensi, gagal
9
ginjal dan renjatan akibat menurunnya perfusi dan transport oksigen ke jaringan dan
berakhir dengan kematian pasien.16-19
Dalam 5 – 10 tahun terakhir ini terdapat informasi baru mengenai patogenesis
sepsis. Informasi ini memberikan juga cakrawala baru dalam pencegahan dan
manajemen bayi. Beberapa studi melaporkan cara diagnosis dan tatalaksana sepsis
yang lebih efisien dan efektif pada bayi yang berisiko. Cara terakhir ini membutuhkan
teknologi kedokteran yang lebih canggih dan mahal yang mungkin belum dapat
terjangkau untuk negara berkembang.3,19
GEJALA KLINIS
Gambaran klinis berupa gejala dan tanda sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala-
gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada
neonatus, namun tragisnya keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat
berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan
dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman.
Bervariasinya gejala klinik ini merupakan penyebab sulitnya diagnosis pasti pasien.
Oleh karena itu pemeriksaan penunjang berupa laboratorium maupun pemeriksaan
khusus lainnya perlu dilakukan. 1-3
Gejala klinis : gejala awal bisa tidak spesifik mungkin samar, bayi dalam keadaan “not
doing well” yakni berupa :
Gawat nafas berupa laju nafas >60 x/menit, lekukan dada yang dalam, cuping
hidung yang kembang kempis
Apnea
Suhu tidak stabil : >37,5 oC (teraba hangat) atau <36,5 oC (teraba dingin)
Menurunnya aktivitas (letargis atau tidak sadar, penurunan gerakan)
Rewel
Asupan yang buruk (tidak bisa minum, tidak bisa melekat pada payudara ibu,
tidak mau menyusu)
Distensi abdomen
Hipotensi, syok, purpura
Fontanel menonjol, kejang
10
Nanah dari telinga
Kemerahan di sekitar umbilicus yang melebar ke kulit4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mempunyai arti penting dalam upaya memberikan konfirmasi
diagnosis infeksi pada neonatus.3,19 Beberapa pemeriksaan yang saat ini dianjurkan
untuk segera dilakukan pada pasien sepsis neonatorum adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dikenal dengan istilah Septic Work Up. Dalam tindakan tersebut
dilakukan antara lain pemeriksaan biakan darah. Sampai saat ini hasil biakan darah
merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini
mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal
3-5 hari. Selain itu hasil juga dipengaruhi oleh kemungkinan pemberian antibiotika
sebelumnya atau adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial. Hasil kultur
perlu dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan
dari jenis kuman yang biasanya ditemukan di masing-masing klinik.
Pemeriksaan lain dalam septic-work up adalah pemeriksaan komponen-
komponen darah. Pada sepsis neonatal trombositopenia dapat ditemukan pada 10-60%
pasien. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000 µ/L dan terjadi 1-3 minggu
setelah diagnosis sepsis ditegakkan. Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam
menunjang diagnosis daripada hitung trombosit. 60% pasien sepsis biasanya disertai
perubahan hitung sel. Gambaran sel darah putih pasien tidak spesifik. Pasien dapat
memperlihatkan gambaran leukopeni ataupun leukositosis. Nilai normal leukosit
neonatus 5.000/µL – 30.000/µL.
Selain hitung leukosit, rasio antar neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T)
sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatal. Nilai normal IT rasio ini <
0,2. Sensitifitas rasio I/T ini 60-90% sehingga untuk diagnosis sepsis perlu disertai
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang lain.
2. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
11
CRP adalah protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan dan biasanya
meningkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal. Peninggian kadar CRP ini terjadi 24
jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai
infeksi teratasi dan menurun kembali setelah penyembuhan. Karena protein ini dapat
meningkat pada berbagai kerusakan jaringan tubuh, pemeriksaan ini tidak dapat
dipakai sebagai indikator tunggal dalam menegakkan sepsis neonatal. Nilai CRP positif
bila lebih dari 10 mg/L. CRP ini akan lebih bermanfaat bila dilakukan secara serial
karena dapat memberikan informasi respons pemberian antibiotika serta dapat pula
dipergunakan untuk menentukan lamanya pemberian pengobatan dan kejadian
kekambuhan pada pasien dengan sepsis neonatal.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Meningitis merupakan salah satu komplikasi yang perlu dipertimbangkan pada
pasien sepsis neonatal. Sehubungan dengan itu pemeriksaan cairan serebrospinal
dengan melakukan pungsi lumbal merupakan indikasi yang perlu dikerjakan pada
semua neonatus tersangka sepsis kecuali pada bayi yang tidak stabil misalnya
penderita sindrom gangguan nafas atau bayi dengan penyakit berat lainnya. Selain
dilakukan pemeriksaan kultur, diperiksa pula jumlah sel darah putih, diferensiasi sel,
konsentrasi protein, glukosa serta pewarnaan Gram untuk identifikasi macam kuman.
Pewarnaan Gram tersebut dilaporkan dapat dipakai sebagai penunjang diagnosis dini
pasien sepsis. Hampir 61% bayi yang disebabkan oleh kuman gram negatif dapat
didiagnosis melalui pemeriksaan pewarnaan gram.18-22
4. Prokalsitonin
Prokalsitonin dapat juga digunakan sebagai petanda sepsis neonatorum.
Pemeriksaan prokalsitonin dilakukan dengan cara meneteskan serum penderita
pada tes strip. Setelah 30 menit akan terlihat hasil yang dinyatakan dalam intensitas
warna yang disesuaikan dengan kartu referensi sebagai berikut:
- <0,5 ng/ml : normal
- 0,5-2 ng/ml : sepsis
- 2-10 ng/ml sepsis karena infeksi bakteri
- >10 ng/ml adalah infeksi bakteri berat dengan SIRS23-24
12
Pemeriksaan Penunjang Lain
Saat ini telah dikembangkan metode latex particle agglutination (LPA) dan
countercurrent immune electrophoresis (CIE) untuk pemeriksaan terhadap
Streptococcus grup B dan E.coli. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila hasil kultur
negatif atau dikhawatirkan negatif karena pemberian antibiotika maternal intrapartum.
Pemeriksaan lain dalam septic work up adalah pemeriksaan komponen-komponen
darah.16,18
Salah satu upaya yang dilakukan akhir-akhir ini di beberapa negara maju dalam
menentukan diagnosis dini sepsis adalah pemeriksaan biomolekular. Dibandingkan
dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan
informasi jenis kuman. Di beberapa kota besar di Inggris, pemeriksaan cara ini telah
dapat dilakukan pada semua fasilitas laboratorium guna deteksi dini kuman tertentu
antara lain N.meningitidis dan S.pneumoniae. Selain manfaat untuk deteksi dini,
polymerase chain reaction (PCR) mempunyai kemampuan pula untuk menentukan
prognosis pasien sepsis neonatal. Selanjutnya dikemukakan bahwa studi PCR secara
kuantitatif pada kuman dibuktikan mempunyai kaitan yang erat dengan beratnya
penyakit. Apabila studi dan sosialisasi pemeriksaan semacam ini telah berkembang dan
terjangkau diharapkan cara pemeriksaan ini dapat pula bermanfaat untuk
penatalaksanaan dini dan sekaligus memperbaiki prognosis pasien.19
Konsep baru dalam bidang infeksi yang berkaitan dengan perubahan fisiologik
sistem imun memberikan peluang pula dalam menunjang diagnosis sepsis neonatal.
Pembentukan sitokin proinflamasi (IL-2, IL-6, IFN-, TNF-) dan anti-inflamasi (IL-4, IL-
10) yang terlihat pada proses sepsis neonatorum mempunyai arti penting karena
mampu menunjang diagnosis infeksi secara dini. Beberapa tahun terakhir para peneliti
banyak mempelajari interleukin-6 sebagai petanda awal pada sepsis neonatorum.
Interleukin-6 adalah sitokin yang diproduksi oleh berbagai sel dalam tubuh dan
berperan dalam respon imunologik terhadap infeksi. Satu penelitian menunjukkan pada
SNAD kadar interleukin-6 meningkat >100 pg/mL bila diperiksa pada usia 0 – 12 jam
pertama, dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 89%.20 Pemeriksaan-pemeriksaan
lain berupa : NGAL yang merupakan salah satu komponen granula sekunder/spesifik
13
neutrofil yang bersifat bakteriostatik karena mampu berikatan dengan siderophores
bakteri sehingga mencegah pengambilan Fe oleh bakteri dimana Fe sangat diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Kadar NGAL tidak meningkat pada
neonatus yang sehat namun akan meningkat bila ada infeksi mikroorganisme sehingga
NGAL dapat dipergunakan sebagai petanda awal infeksi neonatus.6-8
Trombositopenia pada sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh peningkatan
konsumsi trombosit, penurunan produksi trombosit atau keduanya. Pada neonatus,
produksi trombosit diatur salah satunya oleh trombopoietin (TPO) yang akan
menstimulasi diferensiasi megakariosit menjadi trombosit matur. Peningkatan kadar
TPO berbanding terbalik dengan jumlah trombosit pada sepsis neonatorum; sehingga
peningkatan kadar TPO yang nilai normal dalam serum 73 – 89,8 pg/ml ini dapat
dijadikan salah satu petanda sepsis neonatorum.25-27
Petanda lain adalah Serum Amyloid A (SAA). SAA termasuk protein fase akut
karena kadarnya dapat meningkat selama infeksi dengan peningkatan kadar sampai
1000 kali lipat dapat ditemukan dalam 8-24 jam setelah manifestasi awal sepsis,
dengan nilai normal SAA dalam serum 1-5 µg/ml. SAA memiliki keakuratan diagnosis
untuk memprediksi sepsis awitan dini dengan sensitifitas 96%, spesifisitas 95%, nilai
prediktif positif 85% dan nilai prediktif negatif 99%. Selain itu SAA juga bermanfaat
pada berbagai macam penyakit akut seperti : bakteri, virus, trauma, rematik, penyakit
jantung iskemik. SAA memiliki peningkatan lebih awal dan hasil lebih akurat
dibandingkan CRP. Diagnosis yang cepat dari sepsis neonatorum akan menurunkan
morbiditas dan mortalitas dengan memberikan terapi antibiotik sesegera mungkin, oleh
karena itu SAA dapat dikombinasikan dengan petanda sepsis lain seperti CRP secara
aman dan akurat.28-29.
DIAGNOSIS SEPSIS NEONATORUM
Diagnosis dini sepsis neonatorum penting artinya dalam penatalaksanaan dan
prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan
hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Diagnosis sepsis neonatorum sulit
karena gambaran klinis pasien tidak spesifik.
Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :
14
Faktor risiko
Gambaran klinik
Pemeriksaan penunjang
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu
faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis
pasien. Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita
pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan
ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih
lanjut sepsis neonatorum. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat,
infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.2,5,14
Pada sepsis awitan dini faktor risiko dikelompokkan menjadi :
Faktor risiko mayor :
a. Ketuban Pecah Dini > 18 jam
b. Ibu demam saat intrapartum > 38 oC
c. Korioamnionitis
d. Denyut jantung janin yang menetap > 160 x/menit
e. Ketuban berbau
Faktor risiko minor :
a. Ketuban pecah > 12 jam
b. Ibu demam sat intrapartum suhu > 37,5 oC
c. Nilai APGAR rendah ( menit ke-1<5 dan menit ke-5<7)
d. BBLSR (Bayi Berat Lahir Sangat Rendah) <1500 gram
e. Usia gestasi < 37 minggu
f. Kehamilan ganda
g. Keputihan pada ibu yang tidak diobati
h. Ibu dengan ISK (Infeksi Saluran Kemih)/ tersangka ISK yang tidak diobati 4,9
Bila terdapat faktor risiko 1 mayor dan 2 minor disertai gejala klinis maka
diagnosis sepsis secara proaktif ditegakkan disertai pemeriksaan penunjang. Faktor
yang disebabkan oleh bayi seperti : asfiksia perinatal, berat lahir rendah, bayi kurang
bulan, prosedur invasif dan kelainan bawaan. Adapun faktor-faktor risiko untuk sepsis
15
awitan lambat adalah : infeksi silang /infeksi nosokomial, pelayanan asepsis/antisepsis
yang tidak optimal maupun petugas yang tidak memadai. Semua faktor di atas sering
kita jumpai sehari-hari dan sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan.10
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena
sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien. Keadaan ini
sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif, bayi kurang bulan yang
mengalami lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber
dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau
tenaga medik yang merawat bayi. Faktor risiko awitan dini maupun lambat ini walaupun
tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus
terutama bila disertai dengan gejala klinis. Pada sepsis awitan dini janin yang terkena
sepsis mungkin menderita takikardi, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi
karena nilai Apgar yang rendah. Setelah lahir, bayi terlihat lemah dan tampak gambaran
klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia.
Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.11
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat seperti
letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry
dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti
hipotensi, pucat, sianosis, dingin, clummy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan
kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan,
ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan
lambung yang memanjang, takipnu, apnu, merintih dan retraksi. Manifestasi gambaran
klinis tersebut sangat tergantung pada beratnya gangguan yang terjadi pada masing-
masing organ. Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam
menyebabkan kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan
penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering
dipergunakan dalam membantu menegakkan diagnosis.12 Pada tabel 2 terlihat
gambaran klinis yang bisa terlihat pada disfungsi multi organ pada bayi.
Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai sensitifitas
dan spesifisitas tinggi sebagai indikator sepsis belum ditemukan. Dalam penentuan
16
diagnosis, interpretasi hasil laboratorium hendaknya memperhatikan faktor risiko dan
gejala klinis yang terjadi.13
Tabel. 2. Gambaran klinis disfungsi multiorgan pada bayi
Gangguan organ Gambaran klinisKardiovaskular Tekanan darah sistolik <40 mmHg
Denyut jantung <50 atau >220 /menit Terjadi henti jantung pH darah <7,2 pada PaCO2 normal Kebutuhan akan inotropik untuk mempertahankan
tekanan darah normal
Saluran nafas Frekuensi nafas>90 x/menit PaCO2>65 mmHg PaO2<40 mmHg Memerlukan ventilasi mekanik FiO2<200 tanpa kelainan jantung sianotik
Sistem hematologik Hb<5 g/dl WBC<3.000 sel/mm3
Trombosit<20.000 D-dimer>0,5µg/ml pada PTT>20 detik atau waktu
thromboplastin>60 detik
SSP
Gangguan ginjal
Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil
Ureum >100 mg/dL
Kreatinin > 20 mg/dL
Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai penurunan Hb>2 g%,
hipotensi, perlu transfuse darah atau operasi gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3mg/%Dikutip dari : Aminullah A1
NEUTROPHIL GELATINASE ASSOCIATED LIPOCALIN (NGAL)
17
Molekul NGAL
Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin merupakan anggota dari keluarga lipocalin
yakni protein ekstraseluler yang berukuran kecil yang mempunyai karakteristik untuk
mengikat molekul hidrofobik/ lipofilik yang kecil seperti retinol, asam lemak, vitamin,
steroid, ion chelator. NGAL disebut juga oncogene 24p3, lipocalin 2, ataupun HNL
(human neutrophil lipocalin). NGAL adalah protein pada manusia yang dikode dengan
gen LCN2. Karakteristik lipocalin 2 yang diketahui dari analisis kromatografi, memiliki
berat molekul rendah yakni 25 kiloDalton. Struktur NGAL berbentuk heliks, terdiri dari 8
untaian yang membentuk komposisi paralel dan anti paralel dari lipocalin 2, dengan
bagian dalam didominasi oleh asam amino non polar dan bersifat hidrofobik. 35
NGAL berada dalam granula spesifik neutrofil. Neutrofil mengekspresikan NGAL
dan human neutrophil gelatinase B (MMP-9), dimana keduanya disimpan dalam granula
spesifik yang sama. NGAL juga dapat mengikat reseptor spesifik permukaan sel.36
Struktur molekul NGAL dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Molekul Kimia NGAL
Dikutip dari:Coles M,Diercks T,Muehlenweg B,Bartsch S,Zolzer V,Tschesche H et al38
NILAI NORMAL NGAL PADA MANUSIA
18
Nilai normal serum NGAL pada manusia 30,51-105,80 µg/L tidak dibedakan menurut
usia dan jenis kelamin.36 Rentang nilai normal pada manusia bisa dilihat pada gambar 2
di bawah ini :
Gambar 2. Distribusi NGAL dalam serum manusia sehat.
Dikutip dari : Xu SY, Petersson CGB, Carlson M, Venge P6
PRODUKSI, SEKRESI DAN REGULASI NGAL
NGAL diproduksi dan disekresi oleh granula sekunder neutrofil, hepatosit, dan sel
tubulus ginjal pada berbagai kondisi patologis. Seperti diketahui sebelumnya bahwa
neutrofil berkembang dalam sumsum tulang kemudian dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-
sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Jenis-jenis leukosit dapat dilihat
pada tabel 3 di bawah ini. Neutrofil sendiri memiliki diameter sekitar 12 µm, satu inti dan
2-5 lobus. Sitoplasmanya banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0,3-0,8µm).
Adapun fungsi neutrofil secara umum yakni : Migrasi, diapedesis, opsonisasi, rekognisi,
Ingestion dan intracellular killing.
Terdapat 4 Granul neutrofil :
Primer : Azurofilik non spesifik yang mengandung enzym lisozom dan
peroksidase.
Sekunder : berwarna merah muda bersifat spesifik, salah satunya berisi
gelatinase.
Tersier: dapat diidentifikasi melalui mikroskop elektron
Secretory vesicles : mengandung enzim dan protein lainnya dalam plasma.
Tabel 3. Jenis-jenis leukosit
19
Tipe Gambar Diagram% dalam
tubuh manusia
Keterangan
Neutrofil 65%
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.
Eosinofil 4%Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.
Basofil <1%Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
Limfosit 25%
Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.)Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV) serta penting untuk menahan bakteri intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus.Sel natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa tidak boleh dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah menjadi kanker.
Monosit 6%
Monosit membagi fungsi "pembersih vakum" (fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan antibodi untuk menjaga.
Makrofag(lihat di atas)
Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.
Dikutip dari : Borregaard N, Sorensen OE, Monch KT40
20
NGAL memiliki aktivitas biologis seperti peningkatan protein, pembawa retinol,
mentransfer vitamin A dan membawa kelompok heme berupa kompleks yang berikatan
dengan oksida nitrat. NGAL memiliki sifat bakteriostatik terhadap bakteri melalui jalur
pengikatan dengan siderophores bakteri. Siderophores merupakan bagian dari bakteri
yang digunakan untuk mengambil dan transport besi dari ruang ekstra seluler. Hal ini
membentuk kompleks besi yang diperlukan bakteri untuk menjamin pasokan besi demi
kelangsungan hidupnya. Efek siderophores pada manusia berupa penggeseran ikatan
besi, merubah transportasi protein laktoferin, transferin dari manusia menuju bakteri
tersebut. Kemampuan NGAL mengikat siderophores merupakan fungsi utama NGAL
dalam pertahanan tubuh dimana aktivitas antimikroba NGAL merupakan kompetitif
inhibitor terhadap reseptor bakteri. Hal ini yang menyebabkan NGAL bersifat
bakteriostatik. Ikatan siderophores dengan besi merupakan ikatan yang sangat kuat,
karena zat besi digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme dari bakteri. Namun
dengan adanya NGAL maka kelangsungan hidup bakteri dapat dihambat. Formasi
kompleks ini berdasarkan interaksi elektrostatik non spesifik termasuk interaksi ion dan
interaksi dengan elektron siklus aromatik. Hal ini memberikan kemudahan bagi protein
NGAL untuk memiliki kemampuan mengikat secara luas dari siderophores. Karakteristik
ini secara luas menunjukkan ruang lingkup NGAL dan membuka kemungkinan untuk
tujuan terapi seperti antibiotika dalam penghambatan siderophores bakteri. NGAL
diaplikasikan untuk transpor zat besi dalam kondisi fisiologis, jalur independen
metabolisme transferin. Telah diketahui bahwa NGAL berperan dalam nefrogenesis
dimana NGAL dapat merangsang perubahan mesenkim pada sel epitel ginjal, dimana
transpor besi merupakan hal yang sangat penting pada perubahan ini. Hal ini yang
menjelaskan NGAL termasuk dalam komponen imunitas bawaan terhadap imunitas
bakteri.37-39
Pada penyakit jantung iskemik, NGAL di ginjal memfasilitasi transport besi pada
tubulus proksimal memberikan kontribusi terhadap aktivasi enzim sel tubulus. NGAL
juga memiliki fungsi yang lebih kompleks, lebih dari sekedar anti mikroba saja. Kadar
NGAL dapat meningkat sampai 1000 kali lipat pada manusia maupun pada hewan tikus
percobaan pada kerusakan tubulus ginjal sehingga NGAL dapat digunakan sebagai
petanda awal gagal ginjal. NGAL juga memiliki efek faktor pertumbuhan (growth factor)
21
yang dapat memodulasi respon seluler seperti proliferasi, apoptosis dan diferensiasi,
tetapi mekanisme sesungguhnya belum dapat dipahami sepenuhnya.40-42
FUNGSI NGAL
NGAL memiliki fungsi transportasi ligan lipofilik yang berukuran kecil retinol, vitamin,
asam lemak, steroid dan ion chelator. Meskipun terdapat kemiripan fungsi yang
digambarkan dalam kemiripan dari struktur spasial tersebut tetapi masing-masing
membentuk ikatan yang berbeda. Secara umum, transportasi protein lipocalin memiliki
keanekaragaman struktur, ruang lingkup dan berbagai fungsi fisiologis yang berbeda.
Efek anti inflamasi dari NGAL yakni terlibat dalam respon imunologis dimana NGAL
dapat mengaktifkan limfosit T. Aktivitas anti gen ini menghambat proliferasi poliklonal
dan agregasi trombosit. NGAL secara aktif terlibat dalam pertumbuhan, metabolisme
sel dan mensitesis dari beberapa hormon terutama prostaglandin. Peran NGAL dalam
hewan invertebrata yakni dalam proses pembentukan organ penciuman, warna kulit
dan transportasi feromon. Pada hewan vertebrata lipocalin berperan dalam perilaku
seksual. Mekanisme molekuler proses tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara
memuaskan.41
Fungsi NGAL pada kanker
Kode gen NGAL yang dikenal juga dengan oncogene 24p3 pertama kali diidentifikasi
sebagai virus SV40 pada sel primer ginjal tikus. NGAL diekspresi dalam berbagai
kanker pada manusia dan ikatan lipocalin dapat mengatur proliferasi, diferensiasi dan
protease. NGAL dibuktikan meningkat pada sejumlah kanker pda manusia, ekspresi
heterogen NGAL pertama kali dilaporkan pasien kanker payudara. Protein NGAL dapat
ditemukan pada sel kanker payudara tetapi tidak ditemukan pada sel epitel duktus yang
normal. Adanya ekspresi NGAL pada kanker payudara merupakan prediktor prognosis
yang jelek. Stoez dkk menunjukkan hubungan signifikan ekspresi NGAL dan prognosis
buruk seperti estrogen dan reseptor negative progesterone pada kanker payudara.
Dalam analisis univarian NGAL berkaitan dengan kelangsungan hidup penyakit yang
diturunkan secara genetik, dengan demikian adanya ekspresi NGAL dapat memberikan
informasi prognostic untuk penilaian resiko dari pasien kanker payudara yang dapat
22
bermanfaat sebagai terapi ajuvan lebih agresif. Selain itu Stoez dkk dalam sebuah
penelitian terhadap 81 pasien dewasa yang menjalani reseksi adenokarsinoma
lambung ditemukan juga peningkatan NGAL. Temuan ini berkorelasi dengan tingkat
kearahan dan kelangsungan hidup yang makin memburuk, menunjukkan bahwa
semakin tinggi kadar NGAL semakin buruk prognosisnya.37
Fungsi NGAL dalam kerusakan tubulus ginjal / gagal ginjal akut.
Adanya gagal ginjal akut menyebabkan keterbasan kemampuan tenaga medis untuk
memberikn pengobatan yang efektif dan merupakan salah satu resiko yang paling
penting bagi komplikasi diluar ginjal. Beberapa faktor penyebab terjadinya gagal ginjal
seperti sepsis, cedera iskhemik dan nefrotoksik. Pemahaman yang kurang lengkap dari
patofisiologi yang mendasari dan kurangnya biomarker awal menyebabkan kerusakan
ginjal yang tidak dapat dideteksi lebih dini. Dalam klinis praktis saat ini gagal ginjal akut
didiagnosis dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.39 Sayangnya, kreatinin
yang merupakan indikator handal fungsi ginjal tidak dapat dideteksi secara dini. Hal ini
disebabkan oleh:
1. Kadar kreatinin serum dapat bervariasi secara luas seperti usia, jenis kelamin,
massa otot, metabolism otot, obat-obatan dan status hidrasi.
2. Selama perubahan akut pada filtrasi glomerular serum kreatinin tidak secara
akurat menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya. Bahkan
keadaan yang sesungguhnya baru dapat diketahui beberapa hari kemudian.
Pemeriksaan kadar NGAL dalam serum dan urin juga sangat berguna pada
penderita dengan resiko gagal ginjal akut, karena petanda awal untuk gagal ginjal akut
masih belum ditemukan dan banyak penderita paska operasi dengan gagal ginjal akut
yang meninggal. Kadar NGAL dalam darah, urin dan jaringan ginjal meningkat dengan
cepat pada gagal ginjal akut (di urin dalam waktu 2 jam terjadi peningkatan dari 1,6 µg/l
menjadi 147 ug/l).40
NGAL merupakan petanda yang sangat efektif dalam diagnosa gagal ginjal
tahap awal karena meningkat 3-4 jam lebih awal dibandingkan kreatinin serum. NGAL
juga dapat digunakan untuk petanda awal kerusakan ginjal pada penderita yang
mendapat pengobatan anti kanker, sensitive cIsplatin dan petanda iskemia ginjal non
23
invasif. Hal ini memungkinkan NGAL dapat digunakan dalam pengonbatan gagal ginjal
di masa mendatang.42
Pada percobaan dengan hewan tikus ditemukan bahwa dengan pemberian
NGAL dapat mengurangi kerusakan pada ginjal setelah gagal ginjal akut dengan
meningkatkan proliferasi tubulus yang merupakan struktur terpenting. Efek ini
tergantung pada kemampuan NGAL untuk meningkatkan pasokan besi ke dalam sel
tubulus proksimal. Besi dapat meningkatkan kadar hemoxygenase I yang merupakan
enzim pelindung sel tubular.42-44
Fungsi NGAL pada operasi bypass cardiopulmonary pasien anak dan dewasa
Pada anak-anak dan dewasa yang dilakukan operasi bypass tersebut mulai didapatkan
peningkatan kadar NGAL 2 jam setelah operasi dan mencapai puncak 3 jam setelah
operasi. Pada penderita yang akan dilakukan operasi bypass tersebut terdapat
gangguan inflamasi seperti adanya plak aterosklerotik, inflamasi inilah yang mendasari
terjadinya peningkatan kadar NGAL.39,45
Fungsi NGAL pada eksaserbasi akut cystic fibrosis
Cystic fibrosis adalah produksi abnormal berupa sekresi kental dari saluran pernafasan
manusia. Infeksi endobronkial bakteri kronik dan memiliki predominan respon inflamasi
neutrofil. Pada penderita cystic fibrosis terjadi peningkatan yang signifikan kadar NGAL,
seperti myeloperoxidase yang juga meningkat pada inflamasi neutrofilik. Jadi
penggunaan kadar NGAL dapat digunakan untuk sebagai alat diagnostik untuk
memonitor proses inflamasi neutrofil pada cystic fibrosis.43
Fungsi NGAL pada infeksi dan inflamasi lainnya
Pada colitis ulseratif didapatkan peningkatan NGAL di cairan perfusi kolorektal yang
menunjukkan keterlibatan neutrofil dalam proses inflamasi lokal. Hal ini menunjukkan
NGAL berfungsi sebagai petanda spesifik dari aktivasi neutrofil di usus. Pada penyakit
infeksi dan inflamasi lainnya seperti infeksi saluran kemih (ISK), maupun SLE (systemic
lupus eritemathosus) didapatkan pula peningkatan NGAL.44-46
24
PROSES EKSTRAKSI NGAL
Sekitar tahun 1990 an, NGAL pertama kali dapat di deteksi menggunakan alat
kromatografi dan diisolasi dari sel polimorfonuklear manusia yang disekresi setelah
mendapatkan perangsangan oleh forbol myristate acetate. Dengan proses biokimia
tersebut dapat terlihat struktur primer dan sekuens DNA. Analisis dari lokasi seluler
neutrofil dengan double immune labeling beserta sedimentasi penanda karakteristik
struktur subseluler menunjukkan ikatan NGAL dengan laktoferin. Dengan teknik
elektroforesis dan imunoblot dapat diidentifikasi kemampuan NGAL untuk membentuk
agregat molekul dengan penghubung jembatan disulfide.49
MEKANISME SINYAL NGAL MELALUI PERMUKAAN RESEPTOR SEL TARGET.
Identifikasi sinyal NGAL ke dalam sel target melalui permukaan reseptor struktur
molekul yakni reseptor 24p3. Reseptor 24p3 merupakan protein yang awalnya disebut
sebagai kation transporter organik yang menginduksi atau mengikat dan menyerap
NGAL yang menghasilkan respon biologis. Di dalam reseptor 24p3 ini terdapat multi
protein reseptor lain yang disebut megalin. Megalin mengikat NGAL dengan daya
afinitas yang tinggi. Megalin diekspresikan oleh sel tubulus proksimal yang merupakan
sel target NGAL. Hal ini sejalan dengan pengambilan pada tubulus proksimal oleh
reseptor megalin seperti protein pengikat zat besi lain, termasuk -mikroglobulin,
transferin.50-52
Gambar 3. Skema model jalur pengikatan NGAL terhadap besi yang diperlukan bakteri.
A.Siderophore:NGAL terkait besi (holo-NGAL)
B. Siderophore:NGAL tidak terkait besi (apo-NGAL)
Dikutip dari : Schmidt KM, Mori KLi JY, Kalandadze A, Cohen DJ, Devarajan P, et al.53
25
Proses pengambilan NGAL oleh reseptor megalin pada tubulus proksimal ginjal
dan peranan reseptor 24p3 sampai saat ini belum dapat diketahui secara jelas. 53-55
Pada gambar 3 dapat dilihat model skematis dari jalur mediasi NGAL dalam pengikatan
besi, dan gambar 4 menunjukkan proses pengikatan zat besi oleh siderophore bakteri.
Gambar 4. Mekanisme pengikatan zat besi dalam siderophore bakteri
Dikutip dari : Borregaard N, Cowland JB50
NGAL yang terikat zat besi menginduksi respon seluler yang spesifik.
Berdasarkan studi terbaru, sinyal intraseluler diikuti dengan distribusi protein dalam
endosom. Rute yang berbeda pada endosom NGAL tergantung dari tipe sel dan
asosiasi NGAL dengan protein pengikat. Dalam ginjal, siderophores : NGAL terikat besi
(holo-NGAL) membawa besi ke dalam sel, Setelah sampai pada reseptor, NGAL
melintasi jalur endosom dan melepaskan besi yang merupakan regulasi gen pengatur
besi seperti feritin dan reseptor transferin.55-57 Hal ini mirip dengan penelitian in vivo
ginjal tikus dewasa, bahwa holo-NGAL diambil oleh sel tubulus proksimal ginjal.
Berdasarkan keadaan ini, siderophores NGAL yang terikat pada besi dapat digunakan
untuk memperkirakan fasilitas pengiriman zat besi dalam sitoplasma ke dalam sel
target. Situasi dapat berbeda manakala NGAL dikirimkan ke dalam sel target dalam
keadaan tidak adanya kompleks siderophores dengan besi (apo-NGAL). Pada kasus
ini, NGAL berfungsi sebagai pembawa besi intraseluler dan mentransport ke dalam
26
ruang ekstraseluler melalui jalur endosomal.51-53 Berikut dapat dilihat pada gambar 5
mekanisme jalur NGAL.
Gambar 5: Mekanisme jalur NGAL melalui apo-NGAL, siderophore dan MMP-9
Dikutip dari : Devarajan P53
PERAN NGAL DALAM SEPSIS NEONATORUM
Tanda klinis infeksi pada bayi baru lahir tidak spesifik. Beberapa mediator inflamasi
telah dipelajari sebagai petanda inflamasi sebagai petanda sepsis neonatorum. CRP
merupakan petanda yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan laboratorium saat
ini. Tetapi pemeriksaan laboratorium yang lebih spesifik dan sensitif untuk
mendiagnosis lebih awal sepsis neonatorum sedang dikembangkan. Produksi,
pelepasan dan fungsi granulosit neutrofil pada bayi baru lahir tertekan dan sebagai
kompensasi terjadi peningkatan neutrofil yang beredar sebagai respon terhadap
infeksi. Penurunan granula neutrofil dapat menyebabkan penurunan kemampuan
bakterisidal pada neutrofil bayi baru lahir. Selama respon inflamasi aktivasi fagosit
27
menjadi mediator penting dari kerusakan jaringan dengan pelepasan komponen granula
toksik seperti enzim proteolitik dan metabolit oksigen reaktif. Metabolit oksigen ini dapat
bereaksi secara langsung atau tidak langsung melalui jalur inflamasi dengan regulasi
gen-gen yang mengkode sitokin proinflamasi dan adhesi molekul.56
Saat ini aktivasi fagosit pada neonatus belum banyak diketahui. Aktivasi dari
neutrofil yang beredar dalam tubuh telah dipertimbangkan berperan dalam patogenesis
respiratory distress syndrome (RDS) melaui jalur peningkatan influks polimorfonuklear
neutrofil yang teraktivasi masuk ke dalam paru-paru, dimana reaksi inflamasi telah
berlangsung. Pada kasus RDS, fagosit di paru-paru didominan oleh polimorfonuklear
dan makrofag alveolar.58
Hubungan antara faktor antenatal, aktivasi fagosit post natal belum banyak
dipelajari pada neonatus. Korioamnionitis telah diketahui berhubungan dengan
inflamasi paru-paru dan bronkopulmonary dysplasia. Dan sebagai suatu tanda inflamasi
sistemik, peningkatan konsentrasi dari sitokin pro inflamasi ditemukan dalam plasma
fetus yang mengalami inflamasi plasenta. NGAL yang disekresi oleh neutrofil
bergranulosit dapat digunakan untuk petanda spesifik aktivitas neutrofil dalam darah
dan cairan tubuh lainnya. Lisozime yang berfungsi agen antibakterial merupakan
protein sekresi dari monosit, makrofag dan neutrofil. Diperkirakan bahwa 90 % plasma
lisozime merupakan turunan dari monosit dan makrofag. NGAL merupakan komponen
dari laktoferin yang bersifat bakteriostatik kuat karena dapat menyebabkan deplesi zat
besi terhadap mekanisme sistem imunitas bawaan.62
Suatu studi yang dilakukan oleh Nupponen dkk64 pada tahun 1997 untuk
menentukan peristiwa antenatal yang terjadi pada ibu seperti ketuban pecah dini,
korioamnionitis, preeklampsi, pemberian glukokortikoid yang berhubungan dengan
aktivasi fagosit sistemik dan paru-paru pada bayi prematur selama periode awal post
natal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan selama periode minggu pertama
kehidupan, aktivasi fagosit sistemik dan paru-paru meningkat secara signifikan pada
neonatus lahir dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini atau ibu telah diketahui
mengalami korioamnionitis. Penemuan ini menunjukkan neonatus tersebut telah
terpapar oleh efek yang berpotensial membahayakan dari fagosit teraktivasi pada kasus
ketuban pecah dini walaupun tanpa tanda-tanda klinis infeksi dari ibu atau janin. Pada
28
janin tersebut, biomarker dari aktivasi fagosit menjadi meningkat dimulai sejak hari-hari
pertama kehidupan, yang mana mungkin juga dapat menunjukkan adanya proses
aktivasi sejak dalam kandungan. Terdapat bukti-bukti bahwa proses inflamasi berawal
dari amnion dan pada janin sebelum gejala klinik infeksi muncul pada ibu.58-60 Pada
kenyataannya hampir ¾ kasus dengan bukti histologi inflamasi pada membran janin
dan tali pusat tidak bergejala. Pada kasus korioamnionitis, fagosit janin telah
menunjukkan partisipasinya selama proses inflamasi, aktivasi fagosit in selama dalam
periode awal kehidupan dapat muncul dari asfiksia perinatal. Melalui studi ini, walaupun
tidak terdapat perbedaan pada indikator dari asfiksia perinatal, seperti pH arteri
umbilikal, base excess, atau skor Apgar, terjadinya asfiksia bisa menyebabkan
peningkatan aktivasi fagosit selama periode post natal.60
Morbiditas post natal mungkin berhubungan dengan aktivasi fagosit selama
periode awal post natal. Pada korioamnionitis dihasilkan peningkatan konsentrasi
sitokin proinflamasi pada cairan amnion dimana sitokin ini mungkin terlibat dalam
inflamasi di paru-paru. Sel-sel inflamasi ini dapat ditemukan pada paru-paru neonatus
pada hari pertama setelah lahir. Studi ini juga menunjukkan hasil adanya peningkatan
kadar NGAL selain di paru-paru juga dalam darah. Proses inflamasi sistemik muncul
dalam minggu pertama periode kehidupan, dimana periode puncak tersebut dimediasi
oleh radikal-radikal bebas.61
Pencapaian peningkatan kadar lisozime plasma didapatkan lebih lama
dibandingkan NGAL, hal ini mengindikasikan bahwa aktivasi yang terlambat dari
monosit dan makrofag. Lokasi makrofag yang merupakan sumber lisozime tidak
diketahui. Proses inflamasi pada janin berhubungan dengan morbiditas berat dua
sampai tiga kali lipat pada neonatus yang terpapar korioamnionitis dibanding dengan
neonatus yang dilahirkan dari ibu tanpa korioamnionitis. Inflamasi pada amnion
berhubungan dengan matriks germinal dan perdarahan intraventrikuler pada neonatus.
Adanya ketuban pecah dini, infeksi maternal dan korioamnionitis secara bermakna
meningkatkan resiko terjadinya palsi serebralis pada neonatus tersebut.62
Studi yang dilakukan oleh Nupponen dkk menunjukkan efek samping pemberian
kortikosteroid pada antenatal dan postnatal. Penurunan pertumbuhan janin dan
peningkatan angka mortalitas berhubungan dengan pemberian kortikosteroid multipel.
29
Pada bayi prematur pemberian deksametason setelah lahir menunjukkan angka
kejadian yang tinggi dari disfungsi neuromotor dan gangguan pertumbuhan. Efek terapi
kortikosteroid pada periode perinatal sebenarnya tergantung waktu dan dosis yang
diberikan. Dari data penelitian tersebut menunjukkan efek inhibisi sementara
kortikosteroid pada aktivasi neutrofil. 61
Proses respon imunitas sejak adanya patogen masuk dalam host sampai
terbentuknya pool dari neutrofil dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini.
PATHOGEN
IMMUNE STIMULI
HOST DEFENSE
T-LYMPHOCYTE ACTIVATION
RELEASE OF GM-CSF
INCREASED PRODUCTION OF NEUTROPHILS AND MONOCYTES
INCREASED CHEMOTACTIC RESPONSE OF EFFECTOR CELLS TO
ENDOGENOUS AND EXOGENOUS STIMULI
LOCAL ACCUMULATION OF EFFECTOR CELLS
NEUTROPHIL IMMOBILIZATION AND PRIMING
NEUTROPHIL GELATINASE ASSOCIATED LIPOCALIN AND MACROPHAGE ACTIVATION
TISSUE DAMAGE MICROBICIDAL FUNCTION
Gambar 6 Respon imun neutrofil sejak masuknya patogen asing ke dalam host
Dikutip dari : Scholl AM, Averhoff P, Zychlinsky A.32
Pada penelitian Xu dkk th 1994 pada orang dewasa, NGAL dapat digunakan
untuk membedakan antara infeksi virus dan bakteri dimana didapatkan nilai cut off 155
µg/l. Kadar NGAL >155 µg/l menunjukkan adanya infeksi bakteri. Sedangkan pada
30
CRP didapatkan nilai cut off>50 mg/dL,dimana nilai CRP lebih dari 50 mg/dL
menunjukkan infeksi bakteri.62
Seperti terlihat pada gambar 7 yang menunjukkan kadar plasma NGAL pada
infeksi virus dan bakteri dan juga tabel 4 menunjukkan sensitifitas, spesifisitas, nilai
prediktif positif dan negative CRP dan NGAL, dimana NGAL lebih baik daripada CRP
untuk membedakan infeksi bakteri dan virus akut.63
Gambar 7. Kadar plasma NGAL pada infeksi virus dan bakterial akut
Dikutip dari : Xu SY, Paulsen K, Venge66
Tabel 4. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif dan negative CRP dan NGAL
untuk membedakan antara infeksi virus dan bakteri akut.
Dikutip dari : Xu SY, Paulsen K, Venge P66
Pada percobaan in vitro, setelah stimulasi neutrofil pada bayi baru lahir
didapatkan peningkatan kadar NGAL. Penelitian oleh Bjorkvist dkk, bertujuan untuk
mengevaluasi NGAL sebagai petanda infeksi yang invasif pada neonatus dan
31
menentukan nilai normal serum NGAL pada neonatus sehat.64 Penelitian serupa
dilakukan oleh Fjaertoft dkk yang menunjukkan superioritas dari spesifisitas dan
sensitifitas NGAL dibandingkan dengan CRP (C-reactive protein), dimana NGAL
mampu meningkat lebih cepat pada stadium awal infeksi (dalam 30 menit pertama
setelah infeksi) dibandingkan dengan CRP. Tetapi pada kasus neutropenia pada pasien
yang diinduksi oleh obat-obatan pemeriksaan CRP lebih baik dibanding NGAL.65
Pada tabel 5 dapat dilihat peningkatan kadar NGAL yang lebih tinggi pada
neonatus dengan terbukti sepsis, tidak terbukti sepsis, dan neonatus sehat. Pada tabel
5 terlihat bahwa kadar NGAL tertinggi pada kelompok bayi sepsis yang dilakukan
pemeriksaan kurang dari 24 jam. Dan terlihat bahwa terjadi penurunan kadar NGAL
seiring dengan respon terapi. Pada penelitian itu didapatkan nilai rata-rata NGAL pada
bayi sepsis yakni 549,8 µ/l yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada bayi sehat yakni
82,6 µg/l.62
Tabel 5. NGAL saat masuk, hari ke-1 sampai ke-3, dan nilai maksimum pada neonatus
dengan terbukti sepsis, tidak terbukti sepsis, dan neonatus sehat
Dikutip dari : Bjorkqvist M, Kallman J, Fjaertoft G, Xu S, Venge P, Schollin J62
32
Gambar 8. Perbandingan peningkatan kadar NGAL dengan CRP pada bayi infeksi dan
bayi tidak terbukti infeksi
Dikutip dari : Bjorkqvist M, Kallman J, Fjaertoft G, Xu S, Venge P, Schollin J62
Gambar 9. Monitoring kadar NGAL pada pasien dengan infeksi bakteri akut dalam
penggunaan terapi antibiotika.
Dikutip dari : Xu SY, Paulsen K, Venge P66
33
Pada gambar 8 di atas dapat dilihat adanya peningkatan kadar NGAL lebih awal
pada hari pertama pada bayi infeksi dibandingkan bayi sehat, dibandingkan dengan
peningkatan CRP yang memerlukan waktu lebih lama (>24 jam) untuk terjadi kenaikan
kadar CRP. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa NGAL dapat digunakan
sebagai petanda awal infeksi neonatus yang lebih baik dari CRP. Sedangkan pada
gambar 9 dapat dilihat kadar NGAL pada pasien dengan infeksi bakteri akut yang
mendapatkan terapi antibiotika, dimana didapatkan kadar NGAL tertinggi pada hari
pertama, dan kadar NGAL dalam serum terus menurun seiring dengan respon
keberhasilan terapi menggunakan antibiotika.68-70
34
RINGKASAN
Sepsis neonatorum masih merupakan masalah penting dalam pelayanan dan
perawatan kesehatan. Kematian karena infeksi merupakan penyebab utama kematian
neonatus. Gejala dan tanda sepsis klasik jarang ditemukan pada neonatus, oleh
karena itu diagnosis dini sepsis sulit ditegakkan. Biakan darah, yang merupakan baku
emas dalam diagnosis, membutuhkan waktu 3-5 hari untuk memperoleh hasil.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mendiagnosis dini sepsis neonatorum antara lain
pemeriksaan hematologis seperti seri eritrosit, leukosit, trombosit, IT Ratio dan
mediator inflamasi seperti CRP yang merupakan petanda yang paling sering digunakan
untuk pemeriksaan laboratorium saat ini. Akan tetapi kenaikan nilai CRP memerlukan
waktu lebih lama sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium baru yang lebih
spesifik dan sensitif untuk mendiagnosis awal sepsis neonatorum.
Pemeriksaan penunjang baru dimana memiliki sensitifitas dan spesifisitas lebih
baik yakni pemeriksaan NGAL(neutrophil gelatinase associated lipocalin). NGAL
merupakan anggota dari keluarga lipocalin yakni protein ekstraseluler yang berukuran
kecil yang mempunyai karakteristik untuk mengikat molekul hidrofobik/ lipofilik yang
kecil seperti retinol, asam lemak, vitamin, steroid, ion chelator. NGAL termasuk salah
satu komponen granula sekunder/spesifik dari neutrofil yang dilepaskan cepat bila ada
stimulus. Neutrofil merupakan salah satu innate immunity pertama melawan invasi
patogen. Neutrofil memiliki 4 subset granula dan vesikel sitoplasmik (yaitu granula
primer/azurofil, sekunder/spesifik, tersier dan vesikel sekretorik) yang berperan dalam
eliminasi patogen.
NGAL juga bersifat agen bakteriostatik karena mampu berikatan dengan
siderophores bakteri sehingga mencegah pengambilan besi oleh bakteri dimana besi
tersebut sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
Kemampuan NGAL mengikat siderophores merupakan fungsi utama NGAL dalam
pertahanan tubuh dimana aktivitas antimikroba NGAL merupakan kompetitif inhibitor
terhadap reseptor bakteri.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama.
Jakarta :Badan Penerbit IDAI; 2008.h.170-87.
2. Amir I, Rundjan L. Patofisiologi sepsis neonatorum : systemic inflammatory
response syndrome (SIRS). Dalam: Hegar B, Trihono PP, Irfan EB, penyunting.
Update in Neonatal Infections. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVIII, Jakarta :Balai Penerbit FKUI; 2005. h.17-31.
3. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam: Update in
neonatal infection. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM;
2005. h.32-43.
4. Stoll BJ. Infections of the neonatal infant. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson textbook of pediatrics. 17th ed. Philadelphia:Saunders; 2004.
p.623-40.
5. Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. In: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR editors. Manual of neonatal care. 5th ed.Philadelphia:Lippincott
Williams & Wilkins; 2004. p.287-312.
6. Xu SY, Petersson CGB, Carlson M, Venge P. The development of an assay for
human neutrophil lipocalin (HNL)- to be used as a specific marker of neutrophil
activity in vivo and vitro. J Immunol Methods. 1994;171:245-52.
7. Flower DR, North ACT, Sansom CE. The lipocalin protein family : structural and
sequence overview. Biochim Biophys Acta. 2000;1482:9-24.
8. Dent CL, Ma Q, Dastrala S, Bennett M, Mitsnefes MM, Barasch J. Plasma
neutrophil gelatinase-associated lipocalin predicts acute kidney injury, morbidity
and mortality after pediatric cardiac surgery: a prospective uncontrolled cohort
study. Crit Care. 2007;11:1-8.
9. Harris MC, Polin RA. Diagnosis in neonatal sepsis. In: Spitzer AR, McAteer MC,
Lamparello D, editors. Intensive care of the fetus and neonate. 2nd ed.
Philadelphia:Elsevier Mosby; 2005.p.1115-23.
36
10.Harris MC, Casey J. Prevention and treatment of neonatal sepsis. In: Spitzer AR,
McAteer MC, Lamparello D, editors. Intensive care of the fetus and neonate. 2nd
ed. Philadelphia:Elsevier Mosby; 2005.p.1125-36.
11.Nachman SA. Infection control and specific bacterial, viral, fungal and protozoan
infection of the fetus and neonate. In: Spitzer AR, McAteer MC, Lamparello D,
editors. Intensive care of the fetus and neonate. 2nd ed. Philadelphia:Elsevier
Mosby; 2005.p.1083-1113.
12.Dear P. Infection in the newborn. In: Rennie JM, editor. Roberton’s textbook of
neonatology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2005.p.1011-
92.
13.Polin RA. Parravicini E, Regan JA, Taeusch HW. Bacterial sepsis and meningitis.
In: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, editors. Avery’s disease of the
newborn. 8th ed. Philadelphia:ElsevierMosby; 2005.p.557-77.
14.Benitz WE. Neonatal sepsis. In: Polin RA, Yoder MC editors. Workbook in
practical neonatology. 4th ed. Philadelphia:Saunders Elsevier; 2007.p.221-47.
15.Gomella TL. Infectious diseases. In: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG,
Zenk KE, editors. Neonatology. Management, procedures, on-call problems,
diseases and drugs. 5th ed. New York:McGraw-Hill; 2004.p.434-68.
16.Aird WC. The hematologic system as a marker of organ dysfunction in sepsis.
Mayo Clin Proc. 2003;78:869-81.
17.Pusponegoro TS. Sepsis Pada Neonatus. Sari Pediatri. 2000;2:96-102.
18.Monintja HE. Infeksi Sistemik Pada Neonatus. Dalam: Yu VY, Monintja HE,
penyunting. Beberapa Masalah perawatan Intensif Neonatus. Jakarta:Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.217 – 30.
19.Lawn JW, Katende KW, Cousens SN. Estimating The Causes of 4 millon
Neonatal Deaths in the Year 2000. Int J Epid. 2006;35:706 –18.
20.Newman TB, Puopolo KM, Wi S, Draper D, Escobar GJ. Interpreting complete
blood counts soon after birth in newborns at risk for sepsis. Pediatrics.
2010;126:903-9.
21.Knottmerus JA, van Weel C, Muris JW. Evaluation of diagnostic procedures. Br
Med J. 2002;324:477-80.
37
22.Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care
Med. 2005;6:45-9.
23.Whicher J, Vienvenu J, Monneret G. Procalcitonin as an acute phase marker.
Ann Clin Biochem. 2001;38:483-93.
24.O’Connor E, Venkatesh B, Lipman J. Procalcitonin in critical illness. Crit Care
Res. 2001;3:236-43.
25.Akarsu S, Taskin E, Kilic M, Ozdiller S, Gurgoze MK, Yilmaz E, et al. The effects
of different infectious organisms on platelet counts and platelet indices in
neonates with sepsis: is there an organism-specific response? J Trop Pediatr.
2005;51:388-91.
26.Manzoni P, Mostert M, Galletto P, Gastaldo L, Gallo E, Agriesti G, et al. Is
thrombocytopenia suggestive of organism-specific response in neonatal sepsis?
Pediatr Int. 2009; 51:206-10.
27.Khashu M, Osiovich H, Henry D, Khotani AA, Solimano A, Speert DP. Persistent
bacteremia and severe thrombocytopenia caused by coagulase-negative
Staphylococcus in a neonatal intensive care unit. Pediatrics. 2006;117;340-348.
28.Arnon S, Litmanovitz I, Regev RH, Bauer S, Shainkin-Kestenbaum R, Dolfin T.
Serum amyloid A: an early and accurate marker of neonatal early-onset sepsis. J
Perinatol. 2007;27:297-302.
29.Pizzini C, Mussap M, Plebani M, Fanos V. C-reactive protein and serum amyloid
A protein in neonatal infections. Scand J Infect Dis. 2000;32:229-35.
30.Wright HL, Moots RJ, Bucknall RC, Edwards SW. Neutrophil function in
inflammation and inflammatory diseases. Rheumatology. 2010;49:1618-31
31.Urlich F, Speer CP. Neutrophil functions in preterm and terms infants.
Neoreviews. 2004;5:417-30.
32.Scholl AM, Averhoff P, Zychlinsky A. How do neutrophils and pathogens
interact? Curr Opin Microbiol. 2004;7:62-6.
33.Carr R. Neutrophil production and function in newborn infants. Br J Haematol.
2000;110:18-28.
34.Melvan JN, Bagby GJ, Welsh DA, Nelson S, Zhang P. Neonatal sepsis and
neutrophil insufficiencies. Int Rev Immunol. 2010;29:315-48.
38
35.Sanchez D, Ganfornina MD, Gutierrez G, Marin A. Exon-intron structure and
evolution of the lipocalin gene family. Mol Biol Evol. 2003;20:775-83.
36.Gwira JA, Wei F, Ishibe S, Ueland JM, Barasch J, Cantley LG. Expression of
neutrophil gelatinase-associated lipocalin regulates epithelial morphogenesis in
vitro. J Biol Chem. 2005;280:7875-82.
37.Stoesz SP, Friedl, A., Haag. Heterogeneous expression of the lipocalin NGAL in
primary breast cancers. Int. Int J. Cancer., 1998, 79, s. 565-572. J Cancer. 1998;
79: 565-72
38.Schmidt KM, Mori K, Kalandadze A, Li JY, Paragas N, Nicholas T, et al.
Neutrophil gelatinase-associated lipocalin-mediated iron traffic in kidney
epithelia. Curr Opin Nephrol Hypertens. 2006;15:442-9.
39.Bennett M, Dent CL, Ma Q, Dastrala S, Grenier F, Workman R. Urine NGAL
predicts severity of acute kidney injury after cardiac surgery: a prospective study.
Clin J Am Soc Nephrol. 2008; 3:665-73.
40.Myjak BL. Serum and urinary biomarkers of acute kidney injury. Blood Purif.
2010;29:357-65.
41.Aghel A, Shrestha K, Mullens W, Borowski A, Tang WHW. Serum neutrophil
gelatinase-associated lipocalin (NGAL) in predicting worsening renal function in
acute decompensated heart failure. J Card Fail. 2010;16:49-54.
42.Nickolas TL, O’Rourke JM, Yang J, Sise ME, Canetta PA, Barasch N, et al.
Sensitivity and specificity of a single emergency department measurement of
urinary neutrophil gelatinase-associated lipocalin for diagnosing acute kidney
injury. Ann Intern Med. 2008;148:810-9.
43.Seveus L, Amin K, Peterson CGB, Roomans GM, Venge P. Human neutrophil
lipocalin (HNL) is a specific granule constituent of the neutrophil granulocyte.
Studies in bronchial and lung parenchymal tissue and peripheral blood cells.
Histochem Cell Biol. 1997;107:423-32.
44.Brunner HI, Mueller M, Rutherford C, Passo MH, Witte D, Grom A, et al. Urinary
neutrophil gelatinase associated lipocalin as a biomarker of nephritis in childhood
onset systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum. 2006;54:2577-84
39
45.Bu DX, Hemdahl AL, Gabrielsen A, Fuxe J, Zhu C, Eriksson P, et al. Induction of
neutrophil gelatinase-associated lipocalin in vascular injury via activation of
nuclear factor-kB. Am J Pathol. 2006;169:2245-53.
46.Xu SY, Carlson M, Engstrom A, Garcia R, Peterson CGB, Venge P. Purification
and characterization of a human neutrophil lipocalin (HNL) from the secondary
granules of human neutrophils. Scand J Clin Invest. 1994;54:365-76.
47.Coles M, Diercks T, Muehlenweg B, Bartsch S, Zolzer V, Tschesche H, et al. The
solution structure and dynamics of human neutrophil gelatinase-associated
lipocalin. J Mol Biol. 1999;289:139-57.
48.Axellson L, Bergenfeldt M, Ohlsson K. Studies of the release and turnover of a
human neutrophil lipocalin. Scand J Clin Lab Invest. 1995;55:577-88.
49.Borregaard N, Cowland JB. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin, a
siderophore-binding eukaryotic protein. BioMetals. 2006;19:211-5.
50.Borregaard N, Sorensen OE, Monch KT. Neutrophil granules: a library of innate
immunity proteins. Trends Immunol. 2007;28:340-5.
51.Edelstam G, Lowbeer C, Kral G, Gustafsson SA, Venge P. New reference values
for routine blood samples and human neutrophilic lipocalin during third-trimester
pregnancy. Scand J Clin Lab Invest. 2001;61:583-92.
52.Yousefi S, Simon H. Granulocytes apoptosis: death by a secreted lipocalin? Cell
Death Differ. 2002;9:595-7.
53.Devarajan P. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin: new paths for an old
shuttle. Cancer Ther. 2007;5:463-70.
54.Kalousek I, Roselova P, Otevrelova P. NGAL-Neutrofilní,[NGAL: Neutrophil s
gelatinázou asociovaný gelatinase associatedlipokalín lipocalinv biochemii,
fyziologii a klinické praxi in biochemistry, physiology and clinical practice]. Article
in Czech. Cas Lek Cesk. 2006;145:373-6.
55.Abergel RJ, Moore EG, Strong RK, Raymond KN. Microbial evasion of the
immune system: structural modifications of enterobactin impair siderocalin
recognition. J Am Chem Soc. 2006;128:10998-9.
40
56.Kjeldsen L, Cowland JB, Borregaard N. Human neutrophil gelatinase-associated
lipocalin and homologous proteins in rat and mouse. Biochim Biophys Acta.
2000; 1482:272-83.
57.Schmidt KM, Mori K, Li JY, Kalandadze A, Cohen DJ, Devarajan P, et al. Dual
action of neutrophil gelatinase-associated lipocalin. J Am Soc Nephrol.
2007;18:407-13.
58.Kehrer JP. Lipocalin-2: pro- or anti-apoptotic. Cell Bio Toxicol. 2010;26:83-9.
59.Goetz DH, Holmes MA, Borregaard N, Bluhm ME, Raymond KN, Strong RK. The
neutrophil lipocalin NGAL is a bacteriostatic agent that interferes with
siderophore-mediated iron acquisition. Mol Cell. 2002;10:1033-43.
60.Kjeldsen L, Johnsen AJ, Sengelov H, Borregaard N. Isolation and primary
structure of NGAL, a novel protein associated with human neutrophil gelatinase.
J Biol Chem. 1993;268:10425-32.
61.Xu SY, Paulsen K, Venge P. Serum measurements of human neutrophil lipocalin
(HNL) discriminate between acute bacterial and viral infections. Scand J Clin
Invest. 1995;55:125-31.
62.Bjorkqvist M, Kallman J, Fjaertoft G, Xu S, Venge P, Schollin J. Human
neutrophil lipocalin: normal levels and use as a marker for invasive infection in
the newborn. Acta Paediatr. 2004;93:534-9.
63.Weinberger B, Vetrano AM, Syed K, Murthy S, Hanna N, Laskin JD et al.
Influence of labor on neonatal neutrophil apoptosis, and inflammatory activity.
Pediatr Res. 2007;61:572-7.
64.Nupponen I, Venge P, Pohjavuori M, Lassus P, Andersson S. Phagocyte
activation in preterm infants following premature rupture of the membranes or
chorioamnionitis. Acta Paediatr. 2000;89:1207-12.
65.Sveger T, Ohlsson K, Morse H, Polberger S, Laurin S. Plasma neutrophil
lipocalin, elastase-1-antitrypsin complex and neutrophil protease 4 in preterm
infants with respiratory distress syndrome. Scand J Clin Lab Invest. 2003;63:89-
92.
66.Xu S, Venge P. Lipocalins as biochemicals markers of disease. Biochim Biophys
Acta. 2000;1482:298-307.
41
67.Flo TH, Smith KD, Sato S, Rodriguez DJ, Holmes MA, Strong RK. Lipocalin 2
mediates an innate immune response to bacterial infection by sequestrating ion.
Nature. 2004;432:917-24.
68.Fjaertoft G, Foucard T, Xu S, Venge P. Human neutrophil lipocalin (HNL) as a
diagnostic tool in children with acute infections: a study of the kinetics. Acta
Paediatr. 2005;94:661-6.
69.Viguabin DM, Pepys MB, Hawkins PN. Metabolic and scintigraphic studies of
radioiodinated human C-reactive protein in health and disease. J Clin Invest.
1993;914:1351-7.
70.Kallman J, Schollin J, Schalen C, Erlandsson AA, Kihlstrom E. Impaired
phagocytosis and opsonisation towards group B streptococci in preterm
neonates. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 1998;78:46-50.
42