new media - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/jurnal-di-vol5-april-2018.pdf · 3. batas panjang...

63

Upload: duonghuong

Post on 09-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4
Page 2: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

ISSN : 2355-9284

i

NEW MEDIA

VOLUME 5 NOMOR 1 APRIL 2018

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal Desain Interior “Sekolah Tinggi Desain Bali” Volume 5 Nomor 1 April 2018 merupakan edisi

kelima yang bertemakan “Interior and Spatial Design Process”. Edisi ini diawali dengan artikel yang

berjudul tentang Pemanfaatan Bambu Resin Sebagai Material Dekoratif Pada Furniture Interior oleh

Ni Luh Kadek Resi Kerdiati, S.Sn., M.Sn. Artikel kedua dengan judul Penerapan Warna Pada Desain

Interior Ruang Kelas Taman Kanak-Kanak oleh Ni Made Sri Wahyuni Trisna, S.Sn., M.Sn. Artikel

ketiga dari I Kadek Pranajaya, S.T., M.T. I.A.I. dengan judul Ekonomi Kreatif: Menuai Kembali

Kehidupan Sang Batu Padas Yang Terbuang Dalam Sebuah Ornamen Arsitektur Tradisional Bali.

Artikel keempat yaitu, Studi Aksesoris Interior Berkonsep Etnik Produk Desain Kreatif Yang

Original, Unik, Dan Khas oleh Ni Nyoman Sri Rahayu, S.T., M.T., artikel selanjutnya adalah,

Terbentuknya Kelas Alay Dalam Komunitas Remaja dan Desain yang Mengikutinya oleh Ni Kadek

Yuni Utami, S.T., M.Ds. Relasi Desain dan Tata Letak Furniture terhadap Kenyamanan Pengunjung

Urban Café oleh I Wayan Yogik Adnyana Putra, S.T., M.T.., dan artikel terakhir berjudul

Perkembangan Jaringan Infrastruktur Perkotaan dan Dampaknya terhadap Tata Ruang Kota Denpasar

oleh Ni Luh Gede Niti Swari, S.T., M.T.

Redaksi mengucapkan terima kasih kepada Sekolah Tinggi Desain Bali atas motivasi dan

masukannya untuk kesempurnaan jurnal ini serta seluruh civitas akademika Sekolah Tinggi Desain

Bali atas kekompakan dan semangatnya. Terakhir, kritik dan saran selanjutnya sangat kami harapkan

dan kepada semua yang telah membantu penerbitan jurnal ini dan para pembaca yang budiman, kami

ucapkan terimakasih.

Redaksi :

Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali

Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar

Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459

Website: http://www. std-bali.ac.id

JURNAL DESAIN INTERIOR

SEKOLAH TINGGI DESAIN

BALI

Page 3: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

ISSN : 2355-9284

ii

NEW MEDIA VOLUME 5 NOMOR 1 APRIL 2018

Pelindung dan Penanggung Jawab : Nyoman Suteja, Ak.

Kadek Sudrajat, S.Kom

Penasehat :

Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, S.T., MA, Dipl.LMP

Ketua Dewan Redaksi :

Ardina Susanti, S.T., M.T.

Mitra Bestari :

Martin Morrell (Morrell Architects, Newcastle, NSW, Australia)

I Kadek Pranajaya, S.T., M.T., IAI

Freddy Hendrawan, S.T., M.T.

Dewan Editor :

Ardina Susanti, S.T., M.T.

I Wayan Yogik Adnyana Putra, S.T., M.T.

Kadek Risna Puspita Giri, S.T., M.T.

Redaktur Pelaksana :

A.A. Sg. Intan Pradnyanita, S.Sn., M.Sn.

Desain Cover :

Muhammad Luthfi Ferdian

Alamat Redaksi : Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali

Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar

Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459

Website: http://www. std-bali.ac.id

Jurnal ini diterbitkan sebagai media publikasi bagi karya-karya tulis dosen-dosen dan civitas akademika pada Program

Studi Desain Interior STD Bali. Selain itu juga sebagai wahana informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam

bidang seni, desain interior dan arsitektur. Karya yang disajikan berupa hasil penelitian, tulisan ilimah populer, studi

kepustakaan, review buku maupun tulisan ilmiah terkait dalam lingkup desain interior. Dewan Redaksi menerima artikel

terpilih untuk dimuat, dengan frekuensi terbit secara berkala 2 (dua) kali setahun yaitu Juni dan Desember. Naskah yang

dimuat merupakan pandangan dari penulis dan Dewan Redaksi hanya menyunting naskah sesuai format dan aturan yang

berlaku tanpa mengubah substansi naskah.

JURNAL DESAIN INTERIOR

SEKOLAH TINGGI DESAIN

BALI

Page 4: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

ISSN : 2355-9284

iii

JURNAL DESAIN INTERIOR

SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI

VOLUME 5 NOMOR 1 TAHUN 2018

PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH :

1. Kategori naskah ilmiah hasil penelitian (laboratorium, lapangan, kepustakaan), ilmiah popular

(aplikasi, ulasan, opini) dan diskusi.

2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris diketik pada kertas ukuran A-4, spasi

Single, dengan batas atas, bawah, kanan dan kiri masing-masing 2,5 cm dari tepi kertas.

3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman.

4. Judul harus singkat, jelas tidak lebih dari 10 kata, cetak tebal, huruf kapital, huruf Times New Roman

16 pt, ditengah-tengah kertas. Untuk diskusi, judul mengacu pada naskah yang dibahas (nama penulis

naskah yang dibahas ditulis sebagai catatan kaki). 5. Nama penulis/pembahas ditulis lengkap tanpa gelar, di bawah judul, disertai institusi asal penulis dan

alamat email dibawah nama. 6. Harus ada kata kunci (keyword) dari naskah yang bersangkutan minimal 2 kata kunci. Daftar kata

kunci (keyword) diletakkan setelah abstrak. 7. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata, dicetak miring, 1 spasi.

Abstrak tidak perlu untuk naskah diskusi.

8. Judul bab ditulis di tengah-tengah ketikan, cetak tebal huruf capital, huruf Times New Roman 12 pt 9. Gambar, grafik, tabel dan foto harus disajikan dengan jelas. Tulisan dalam gambar, grafik, dan tabel

tidak boleh lebih kecil dari 6 point (tinggi huruf rata-rata 1,6 mm). 10. Nomor dan judul untuk gambar, grafik, tabel dan foto ditulis di tengah-tengah kertas dengan huruf

kapital di awal kata. Untuk nomor dan judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan untuk nomor dan

judul gambar, grafik dan foto diletakkan di bawah gambar, grafik dan foto yang bersangkutan. 11. Untuk segala bentuk kutipan, pada akhir kutipan diberi nomor kutipan sesuai dengan catatan kaki yang

berisi referensi kutipan (nama, judul, kota, penerbit, tahun dan halaman yang dikutip). Rumus-rumus

hendaknya ditulis sederhana mungkin untuk menghindari kesalahan pengetikan. Ukuran huruf dalam

rumus paling kecil 6 point (tinggi huruf ratarata 1,6 mm). 12. Definisi notasi dan satuan yang dipakai dalam rumus disatukan dalam daftar notasi. Daftar notasi

diletakkan sebelum daftar pustaka. 13. Kepustakaan diketik 1 spasi. Jarak antar judul 1,5 spasi dan diurutkan menurut abjad. Penulisannya

harus jelas dan lengkap dengan susunan : nama pengarang. tahun. judul. kota: penerbit. Judul dicetak

miring.

KETERANGAN UMUM:

1. Naskah yang dikirim sebanyak satu eksemplar dalam program pengolahan kata M.S. Word.dan naskah

bisa dikirimkan via email atau dalam bentuk CD ke alamat redaksi.

2. Naskah belum pernah dipublikasikan oleh media cetak lain. 3. Redaksi berhak menolak atau pengedit naskah yang diterima. Naskah yang tidak memenuhi kriteria

yang ditetapkan akan dikembalikan. Naskah diskusi yang ditolak akan diteruskan kepada penulis

naskah untuk ditanggapi.

Page 5: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

ISSN : 2355-9284

iv

JURNAL DESAIN INTERIOR

SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI

VOLUME 5 NOMOR 1 TAHUN 2018

DAFTAR ISI

COVER

PENGANTAR REDAKSI i

TIM DEWAN REDAKSI ii

PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH iii

DAFTAR ISI iv

KUMPULAN JURNAL

PEMANFAATAN BAMBU RESIN SEBAGAI MATERIAL DEKORATIF PADA 1

FURNITURE INTERIOR

Ni Luh Kadek Resi Kerdiati

PENERAPAN WARNA PADA DESAIN INTERIOR RUANG KELAS TAMAN 9

KANAK-KANAK

Ni Made Sri Wahyuni Trisna

EKONOMI KREATIF: MENUAI KEMBALI KEHIDUPAN SANG BATU PADAS 18

YANG TERBUANG DALAM SEBUAH ORNAMEN ARSITEKTUR

TRADISIONAL BALI

I Kadek Pranajaya

STUDI AKSESORIS INTERIOR BERKONSEP ETNIK 26

PRODUK DESAIN KREATIF YANG ORIGINAL, UNIK, DAN KHAS

Ni Nyoman Sri Rahayu

TERBENTUKNYA KELAS ALAY DALAM KOMUNITAS REMAJA 30

DAN DESAIN YANG MENGIKUTINYA

Ni Kadek Yuni Utami

RELASI DESAIN DAN TATA LETAK FURNITURE TERHADAP 39

KENYAMANAN PENGUNJUNG URBAN CAFE

I Wayan Yogik Adnyana Putra

Page 6: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

ISSN : 2355-9284

v

PERKEMBANGAN JARINGAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN 47

DAN DAMPAKNYA TERHADAP TATA RUANG

KOTA DENPASAR

Ni Luh Gede Niti Swari

Page 7: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

1

PEMANFAATAN BAMBU RESIN SEBAGAI MATERIAL DEKORATIF

PADA FURNITURE INTERIOR

Ni Luh Kadek Resi Kerdiati

Dosen Program Studi Desain interior, Sekolah Tinggi Desain Bali

E-mail : [email protected]

Abstrak

Dewasa ini kreativitas dalam pengolahan bambu sebagai material furniture makin berkembang. Salah

satunya yaitu melalui pengolahan material bambu dengan campuran bahan resin, atau yang sering

disebut dengan istilah bambu resin. Pengaplikasiannya pada produk furniture interior lebih bersifat

sebagai material dekoratif atau hiasan. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana proses

pembuatan material bambu resin, serta apa saja kelebihan dan kekurangan dari material ini. Metode

yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan data-data yang diperoleh melalui observasi,

wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan. Seluruh data yang terkumpul selanjutnya dianalisis

menggunakan studi literatur, sehingga nantinya dapat menambah wawasan mengenai aplikasi material

bambu resin ini pada furniture interior.

Kata Kunci : Bambu Resin, Dekoratif, Furniture

Page 8: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

2

PENDAHULUAN

Bambu merupakan jenis material yang bisa

ditemui hampir diseluruh wilayah Indonesia.

Selain mudah didapat, tanaman bambu dapat

tumbuh dengan baik sekalipun tanpa

pemeliharaan khusus. Bambu mampu tumbuh

dengan cepat, yaitu mencapai lebih dari 60 cm

per hari tergantung kondisi tanah dan iklim

setempat. Ketinggian pohon bambu bervariasi,

dari 100 cm - 300 cm, dengan diameter kayu

antara 7,5 cm -18 cm (Hartanti, 2010: 12).

Mudah didapat dan tersedia dalam jumlah

banyak membuat harga bambu jauh lebih

murah apabila dibandingkan dengan jenis kayu

solid. Dari sisi pengolahan, bambu merupakan

salah satu material yang mudah diolah dengan

menggunakan alat-alat sederhana. Memiliki

begitu banyak keunggulan menjadikan bambu

sebagai material yang cukup digemari dengan

pemanfaatan yang sangat beragam. Salah satu

bentuk pemanfaatannya yaitu sebagai bahan

baku pembuatan furniture, baik yang bersifat

bahan baku utama maupun bahan baku

pelengkap.

Dewasa ini kreativitas dalam pengolahan

bambu sebagai material furniture makin

berkembang. Salah satunya yaitu pengolahan

material bambu dengan campuran bahan resin,

atau yang sering disebut dengan bambu resin.

Bambu resin merupakan material yang terbuat

dari potongan-potongan bambu yang disusun

sedemikin rupa pada sebuah papan, kemudian

bagian atasnya dilapisi dengan cairan resin.

Material bambu resin merupakan jenis

material yang lebih mengandalkan teknik

manual dalam pembuatannya, terutama pada

saat penyusunan potongan-potongan bambu

sebelum dilapisi cairan resin. Untuk

menghasilkan hasil yang maksimal sangat

memerlukan ketelitian dan kesabaran.

Keunggulan utama dari teknik bambu resin ini

adalah bahan pembentuknya dapat

menggunakan sisa-sisa potongan bambu yang

sudah tidak terpakai lagi dari pengolahan

sebelumnya.

Dalam industri furniture, penggunaan material

bambu resin sifatnya lebih sebagai material

dekoratif yang bertujuan untuk meningkatkan

nilai estetika. Sebagai material dekoratif,

bambu resin dapat dipadukan dengan material

utama lain seperti kayu solid maupun papan

laminasi (blockboard, multiplek, MDF, dan

lain-lain). Motif dari material bambu resin

dapat memberikan sentuhan yang unik dan

mewah bagi furniture, serta cocok digunakan

untuk berbagai konsep ruangan.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dilihat

bahwa pemanfaatan bambu resin sebagai

material dekoratif pada furniture memiliki

banyak kelebihan dan kekurangan.

Pembahasan mengenai material ini begitu

menarik, karena merupakan suatu hal yang

unik dan dapat dikembangkan lebih jauh

sebagai inspirasi untuk menciptakan material

baru lainnya.

METODE PENELITIAN

Penulisan ini menggunakan metode kualitatif,

yaitu melalui pemaparan hasil analisis secara

deskriptif mengenai topik penelitian bambu

resin yang digunakan sebagai material

dekoratif pada furniture. Data-data yang

dibutuhkan diperoleh melalui observasi

langsung ke lapangan, wawancara,

dokumentasi proses pembuatan bambu resin,

dan melalui teknik kepustakaan. Seluruh data

yang terkumpul selanjutnya dianalisis

menggunakan studi literatur, sehingga

nantinya dapat menambah wawasan mengenai

aplikasi material ini pada furniture.

TINJAUAN TEORI

1. Bambu Resin

Bambu secara botanis dapat digolongkan pada

family Gramineae (rumput), karena berbeda

dengan kayu bambu tidak mengenal

perkembangan pada gemang. Bambu memiliki

berbagai jenis, namun diantara berbagai jenis

bambu tersebut salah satu yang paling sering

digunakan adalah bambu petung. Bambu

petung merupakan jenis bambu yang amat kuat

dan berdinding tebal. Memiliki ruas yang

Page 9: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

3

pendek, serta tidak begitu liat. Mengenai

ukuran, bambu petung mempunyai garis

tengah 8 – 13cm dengan panjang batang

mencapai 10-18 m (Frick, 1999: 47).

Resin sebenarnya merupakan cairan getah

lengket yang berasal dari tumbuhan pohon.

Namun seiring perkembangan jaman resin

organic semakin sulit ditemukan, sehingga

manusia mulai mengembangkan resin sintetik

yang terbuat dari campuran bahan kimia.

Resin memiliki sifat agak kental, cendrung

transparan, tidak larut dalam air, dan mudah

terbakar. Pengaplikasiannya dengan cara

mencampur resin dengan katalis yang

berfungsi sebagai pengeras. Tanpa

mencampurkannya dengan katalis, cairan resin

ini akan membutuhkan waktu yang lama untuk

kering dan hasilnya tidak akan maksimal.

Fungsi cairan resin adalah sebagai pelindung

dan mempercantik tampilan permukaan bidang

benda (www.kerajinankreatif.com).

Gambar 1. Material Bambu Resin

Sumber : Dokumen Peneliti 2017

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang

dimaksud dengan bambu resin pada tulisan ini

adalah, sebuah produk olahan bambu petung

yang permukaannya dilapisi dengan cairan

resin yang berfungsi sebagai pelindung dan

untuk mempercantik tampilan permukaannya.

2. Material Dekoratif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

dekoratif berarti berkenaan dengan dekorasi.

Fungsi dekorasi sebagai elemen interior selalu

berkaitan dengan estetika. Estetika berasal dari

bahasa Yunani Kuno aestheton, yang berarti

kemampuan melihat lewat pengindraan.

Secara sempit, estetika diartikan sebagai

filsafat yang memperhatikan atau berhubungan

dengan segala sesuatu hal yang indah pada

alam dan seni (Dharsono, 2007: 6).

Pendapat lainnya mengatakan bahwa unsur

dekoratif merupakan kumpulan dari berbagai

unsur yang tergabung dalam satu unit yang

serasi dengan fungsi sebagai satu kesatuan

yang harmonis. Dalam dunia desain,

keberadaan unsur dekoratif sangatlah penting.

Unsur dekoratif umumnya dibuat lebih

mencolok dibandingkan unsur dasar dalam

desain baik dari segi penggunaan warna, motif,

tekstur, maupun ukuran. Hal tersebut akan

mempengaruhi efek pandang seseorang,

sekaligus digunakan sebagai penanda. Itu

mengapa unsur dekoratif umumnya berfungsi

sebagai vocal point atau daya tarik dalam

sebuh desain. (Suptandar, 1999: 196,215).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa pengertian dari material

dekoratif pada tulisan ini yaitu material yang

bersifat sebagai elemen estetis untuk

meningkatkan nilai keindahan dari sebuah

produk.

3. Furniture Interior

Furniture dalam interior merupakan salah satu

pemenuh kebutuhan manusia dalam

beraktifitas. Dalam sebuah perancangan harus

dipelajari terlebih dahulu mengenai aktifitas

manusianya, barulah setelah itu bentuk

furniture bisa ditentukan. Penyusunan

furniture akan menimbulkan berbagai aspek

yang berhubungan dengan aktifitas, fungsi,

maupun visual. Seluruh aspek tersebut

nantinya akan saling berkaitan antara satu

dengan yang lain. Hal tersebut menjadi alasan

mengapa sebuah furniture tidak hanya harus

nyaman digunakan, tetapi juga harus

mendukung faktor estetika melalui

tampilannya (Suptandar, 1999: 172-173).

Page 10: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

4

Berdasarkan lokasi penempatannya, furniture

dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu

furniture indoor dan outdoor. Furniture indoor

adalah jenis furniture yang ditempatkan pada

dalam ruangan, sedangkan untuk furniture

outdoor merupakan jenis furniture khusus

untuk luar ruangan. Jenis furniture outdoor

umumnya memerlukan finishing dan bahan

material yang tahan cuaca seperti kayu solid,

stainless steel atau aluminium. Furniture

outdoor bisa gunakan di dalam ruangan,

namun furniture indoor akan rusak apabila

dipindahkan ke luar ruangan.

Pada penulisan ini jenis furniture yang akan

dibahas adalah jenis furniture indoor, karena

material bambu resin tersebut merupakan jenis

material yang akan rusak bila terlalu sering

terkena paparan cuaca. Sehingga akan lebih

cocok digunakan sebagai unsur dekoratif pada

furniture indoor.

ANALISIS

1. Proses Pembuatan Bambu Resin

Hal pertama yang dilakukan dalam proses

pembuatan bambu resin adalah

mempersiapkan alat dan bahan yang

dibutuhkan.

Bahan-bahan yang digunakan cukup sederhana

yaitu:

- Bambu petung yang sudah cukup tua,

- Papan plywood 10mm atau 15mm,

- Lem G atau lem fox putih,

- Cairan resin dan katalis.

Sedangkan untuk peralatan utama yang di

perlukan yaitu:

- Mesin gerinda untuk memotong,

- Palu,

- Pisau cutter,

- Amplas untuk menghaluskan,

- Gelas plastik untuk mencampur cairan

resin.

- Kuas.

Setelah bahan dan peralatan siap, proses

pembuatan diawali dengan memotong bambu

secara horizontal dengan tebal kurang lebih

5mm dengan menggunakan mesin gerinda.

Bahan bambu yang digunakan adalah jenis

bambu petung, hal tersebut karena bambu

petung memiliki dinding yang tebal. Bambu

yang telah dipotong kecil-kecil kemudian

dijemur hingga benar-benar kering, tujuannya

adalah agar bambu menjadi lebih awet dan

tidak mengeluarkan serbuk atau lapuk.

Gambar 2. Proses Pengeringan Potongan Bambu

Sumber : Dokumen peneliti 2017

Setelah potongan bambu tersebut benar-benar

kering, langkah selanjutnya adalah proses

penempelan atau perakitan. Pada proses ini

diperlukan papan plywood sebagai bidang

kerja, ketebalan papan plywood yang

digunakan berkisar antara 10-15mm. Sebelum

ditempeli dengan potongan bambu, pastikan

ukuran papan plywood sudah benar-benar

disesuaikan dengan kebutuhan, karena apabila

papan bambu resin telah tertempel rata, akan

sangat sulit untuk memotong atau

menyesuaikan ukurannya kembali.

Memaksakan memotong papan kayu resin

yang telah jadi akan merusak komposisi

susunan bambu.

Page 11: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

5

Gambar 3. Proses Penempelan Atau Perakitan

Potongan Bambu Pada Papan Plywood

Sumber : Dokumen peneliti 2017

Potongan-potongan bambu kering tersebut

disusun sedemikian rupa dan ditempel satu

persatu pada papan plywood dengan

menggunakan lem G atau lem fox putih. Untuk

membantu mendapatkan komposisi bentuk

yang diinginkan, pengerajin menggunakan

pisau cutter untuk merapikan bagian pinggiran

bambu. Sedangkan untuk membuat efek

retakan, potongan bambu tersebut dipukul-

pukul terlebih dahulu dengan menggunakan

palu. Namun tekanan pukulan palu tidak boleh

terlalu keras agar bambu tidak hancur.

Pada proses ini sangat diperlukan kesabaran

dan ketelitian tinggi untuk dapat menghasilkan

sebuah papan bambu resin yang berkualitas.

Proses inilah yang memakan waktu lama dan

memiliki tingkat kesulitan paling tinggi,

karena pemasangan potongan bambu

dilakukan satu persatu secara manual.

Gambar 4. Proses Penempelan Atau Perakitan

Potongan Bambu Pada Papan Plywood

Sumber : Dokumen peneliti 2017

Papan plywood yang telah penuh ditempeli

potongan bambu kering permukaannya

cendrung masih bersifat kasar dan kurang rata,

sehingga pada tahap ini permukaan papan

perlu diamplas hingga menjadi lebih halus.

Sebelum melakukan proses pengamplasan,

pastikan lem telah benar-benar kering agar

tidak ada potongan bambu yang lepas. Setelah

permukaan papan menjadi lebih halus melalui

proses pengamplasan, selanjutnya adalah

proses coating atau pelapisan menggunakan

cairan resin.

Gambar 5 : Tampilan Papan Bambu Yang Telah

Dilapisi Resin Permukaannya

Sumber : Dokumen peneliti 2017

Sebelum proses coating, pastikan permukaan

papan telah rata, bersih, dan tidak

basah/berminyak, karena hal tersebut akan

menyebabkan hasil akhir yang kurang baik.

Cairan resin dan katalis merupakan cairan

kimia yang cukup beresiko dengan kesehatan,

sehingga pastikan menggunakan alat

pelindung seperti sarung tangan dan masker

saat melakukan proses ini. Setelah semua

peralatan siap, tuangkan sedikit demi sedikit

campuran cairan resin dan katalis keatas

permukaan papan bambu. Pergunakan kuas

untuk memastikan seluruh lubang dan celah

tertutup cairan coating, setelah itu diamkan

hingga lapisan resin benar-benar kering.

Gambar 6. Penerapan Bambu Resin Pada Meja Tulis

Sumber : Dokumen peneliti 2017

Setelah lapisan resin mengering, papan bambu

resin dapat dikatakan telah selesai. Tahap

selanjutnya adalah menempelkan papan bambu

resin tersebut pada bidang furniture. Jenis

furniture yang cocok menggunakan papan

bambu resin ini adalah jenis furniture indoor

dan bukan outdoor, karena papan bambu resin

akan rusak apabila terpapar cuaca secara

langsung terus-menerus. Seperti yang telah di

Page 12: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

6

jelaskan sebelumnya, penerapan material

bambu resin ini pada furniture sifatnya adalah

dekoratif atau hiasan. Pada furniture meja tulis

di atas contohnya, papan bambu resin

digunakan sebagai penutup laci agar

tampilannya lebih menarik.

2. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan

Bambu Resin Sebagai Material Dekoratif

Furniture

a. Kelebihan

- Meningkatkan nilai keindahan/ estetika

Salah satu fungsi furniture dalam ruangan

selain harus mampu mendukung aktifitas

manusia adalah harus mampu mendukung

faktor estetika atau keindahan. Itu mengapa

sebuah furniture yang baik harus bisa nyaman

digunakan, sekaligus juga harus mampu

membuat tampilan ruang menjadi lebih indah.

Fungsi estetika inilah yang sebenarnya

mendasari mengapa papan bambu resin

digunakan sebagai sebuah material dekoratif

pada furniture.

Bambu resin merupakan jenis material yang

menonjolkan motif dan warna alami bambu

sebagai daya tarik, seperti yang terlihat pada

gambar di bawah ini. Susunan dan efek

retakan membuat tampilan furniture menjadi

lebih unik dan memiliki daya tarik.

Gambar 7 : Bambu resin sebagai vocal point

Sumber : Dokumen peneliti 2017

Dalam teori estetika dikenal adanya istilah

aksentuasi atau vocal point. Aksentuasi adalah

sentuhan pada suatu komposisi yang

kehadirannya seolah dominan, proporsional,

dan terukur dalam komposisi tersebut (Irawan,

2013: 42). Menciptakan sebuah aksentuasi

dapat dicapai melalui penerapan bentuk,

warna, motif, maupun ukuran yang dibuat

lebih menonjol. Pemakaian motif atau pola,

warna, atau garis yang berirama dengan gaya

yang diulang-ulang dapat menjaga kesatuan

bentuk dan proporsi secara keseluruhan

(Suptandar, 1999: 196).

Gambar 6 : Varian motif bambu resin

Sumber : www.archiwallpanels.com, 2018

Berbeda dengan kayu solid yang dapat diolah

menjadi material dengan ukuran seragam,

bambu memiliki bentuk bulat dan berongga

dengan dimensi yang sangat bervariasi.

Sehingga akan sedikit sulit apabila mencari

bambu dengan ukuran yang benar-benar sama

presisi. Tetapi kekurangan tersebut justru

memberikan keuntungan lain. Dengan ukuran

yang bervariasi, material bambu resin dapat

diolah menjadi berbagai bentuk motif yang

unik dan dapat diaplikasikan ke dalam

berbagai elemen ruang untuk menambah nilai

estetis. Gambar di atas merupakan beberapa

contoh kreasi motif bambu resin.

- Pelestarian lingkungan melalui

pemanfaatan limbah bambu

Sejak dulu permasalahan lingkungan memang

selalu menjadi topik yang disoroti, hingga

Page 13: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

7

muncul sebuah konsep go green yang berfokus

pada bagaimana menciptakan sebuah produk

yang berfokus pada aspek ramah lingkungan

dan tidak merusak alam. Salah satunya

langkah nyata dalam penerapan konsep go

green adalah dengan pemanfaatan limbah

menjadi sesuatu yang bisa digunakan kembali.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam

pembahasan sebelumnya telah dijelaskan pula

bahwa bahan pembentuk bambu resin tidak

hanya bersumber dari material baru, namun

dapat juga memanfaatkan material sisa atau

limbah bambu yang sudah tidak terpakai lagi

dari proses sebelumnya. Walaupun sebenarnya

limbah bambu adalah jenis limbah organic

yang dapat diuraikan kembali secara alami,

namun pengolahannya menjadi sebuah produk

baru akan lebih bermanfaat.

Selain dapat memanfaatkan limbah bambu,

penerapan bambu resin ke dalam furniture

juga dapat menjadi sebuah alternatif

pengembangan jenis material baru. Sehingga

produksi furniture tidak hanya terpaku pada

material kayu, yang kini persediaannya sudah

mulai menipis.

b. Kekurangan

- Menggunakan material resin yang

beresiko bagi kesehatan

Salah satu bahan pembentuk bambu resin

adalah cairan resin yang dicampurkan dengan

katalis. Kedua cairan tersebut merupakan

bahan kimia yang dapat menimbulkan bau

sangat menyengat apabila dicampurkan.

Efeknya adalah dapat menimbukan gangguan

pernafasan atau sesak nafas, selain itu bila

campuran cairan resin ini terkena kulit akan

menimbulkan efek panas dan gatal. Cara

penanggulangannya apabila terkena kulit

adalah segera membasuhnya dengan sabun dan

pada air mengalir. Maka dari itu hendaknya

gunakanlah pelindung seperti kaca mata kerja,

sarung tangan dan masker pelindung saat

mengerjakan proses coating dengan cairan

resin untuk mengurangi resiko.

- Memerlukan waktu produksi yang cukup

lama dan harga relatif mahal

Bambu resin merupakan material yang

umumnya dapat diproduksi oleh industri kecil

dan menengah. Dalam pembuatannya lebih

banyak menggunakan teknik dan alat yang

sederhana, bahkan sebagian prosesnya

dikerjakan secara manual. Itu mengapa

material bambu resin ini memerlukan waktu

yang cukup lama untuk proses produksinya,

terlebih jika papan yang harus dibuat

ukurannya cukup besar. Selain itu harganya

pun cukup mahal, yaitu berkisar diharga

Proses pengerjaan yang cukup lama ini dapat

menjadi penghambat apabila diperlukan untuk

produksi dalam skala besar dan memiliki

waktu terbatas, serta harganya yang cukup

tinggi membuat material ini hanya dapat

digunakan oleh kalangan tertentu.

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa:

- Bambu resin merupakan jenis material

yang dapat dikembangkan pada industri

kecil dan menengah, karena bahan-bahan

yang diperlukan mudah didapat dan proses

pembuatannya lebih banyak menggunakan

teknik manual serta alat sederhana.

- Penerapan bambu resin sebagi material

dekoratif dapat memberikan manfaat tidak

hanya untuk menambah keindahan bagi

furniture interior, tetapi juga dapat

menjadi salah satu alternatif material baru

dan ikut melestarikan lingkungan melalui

pemanfaatan limbah bambu.

- Namun pemanfaatan bambu resin juga

masih memiliki kekurangan yaitu dapat

beresiko pada kesehatan dan proses

pembuatannya yang manual cendrung

membutuhkan waktu lama sehingga

harganya pun menjadi mahal.

DAFTAR PUSTAKA

Dharsono, Sony Kartika. 2007. Estetika.

Bandung: Rekayasa Sains.

Page 14: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

8

Frick, Heinz & Ch. Koesmartadi. 1999. Ilmu

Bahan Bangunan. Yogyakarta: Kanisius

Hartanti, Grace. 2010. Keberadaan Material

Bambu Sebagai Subtitusi Material Kayu Pada

Penerapan Desain Interior Dan Arsitektur.

Jurnal Humaniora Vol.1 No.1 April 2010: 11-

19. Jurusan Desain Interior, Fakultas

Komunikasi Multimedia, Universitas Bina

Nusantara

Irawan, Bambang & Priscilla Tamara. 2013.

Dasar-Dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi.

Suptandar, J. Pamudji. 1999. Desain Interior:

Pengantar Merencana Interior Untuk

Mahasiswa Desain dan Arsitektur. Jakarta:

Djambatan

Sumber Website:

Tolu, Admin. 2017, Cara Melapisi Kayu

Dengan Resin, (online),

(http://www.kerajinankreatif.com/2017/04/mel

apisi-kayu-dengan-resin.html, diakses tanggal

28 Januari 2018)

Page 15: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

9

PENERAPAN WARNA PADA DESAIN INTERIOR RUANG KELAS TAMAN

KANAK-KANAK

Ni Made Sri Wahyuni Trisna, S.Sn, M.Sn

Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali

Email: [email protected]

Abstrak

Ruang kelas merupakan tempat yang dipergunakan untuk kegiatan belajar anak di Taman Kanak-

kanak. Kegiatan belajar di ruang kelas dapat berjalan dengan baik apabila suasana interior kelas sudah

sesuai dengan kebutuhan pendidikan anak, karena penataan dan suasana ruang kelas secara psikologis

dapat memotivasi anak untuk lebih semangat mengukuti kegiatan belajar dan bermain. Menciptakan

kondisi dan suasana kelas yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan anak, dapat dilakukan dengan

memanfaatkan unsur-unsur desain yang terdapat pada elemen ruang seperti elemen pembentuk ruang

(lantai, dinding, dan plafon), furniture, utilitas, dan aksesoris. Salah satu unsur desain yang dapat

menstimulus panca indera anak-anak adalah warna. Penerapan warna pada interior kelas dapat

berfungsi lebih dari sekedar dekorasi, tetapi juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap jiwa

anak-anak seperti membangkitkan semangat, menambah respon kreativitas dan imajinasi sehingga

dapat memberikan motivasi belajar dan meningkatkan kualitas belajar anak maupun guru.

Kata Kunci: Warna, Interior, Taman Kanak-Kanak

Abstract

Classroom is a place used for children's learning activities in Kindergarten. Learning activities in the

classroom can run well if the interior atmosphere of the classroom is in accordance with the needs of

children's education, because the arrangement and atmosphere of the classroom can psychologically

motivate a child to learn and follow class activities. Creating a classroom conditions according to the

needs of child education can be done by utilizing the elements of design such as the elements of space

(floors, walls, and ceiling), furniture, utilities, and accessories. One of the design elements that can

stimulate the senses of children is color. Application of color in the interior of the class can function

more than decoration, but also has a very strong influence on the souls of children such as arousing,

increasing the response of creativity and imagination so as to provide motivation to learn and

improve the quality of learning of children and teachers.

Key word: Colour, Inteior, Kindergarten

Page 16: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

10

PENDAHULUAN

Masa usia prasekolah (4-6 tahun) merupakan

masa untuk meletakkan dasar pertama dalam

pengembangan kemampuan fisik, emosi,

kognitif, moral, nilai agama, konsep diri, seni

dan kemandirian. Perkembangan anak akan

sangat terbantu apabila dimasukkan ke Taman

Kanak-kanak (TK), Taman Kanak-kanak

merupakan lembaga pendidikan formal

pertama bagi anak yang dapat membantu

perkembangan anak, prilaku, pengetahuan,

keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan

oleh anak dalam beradaptasi dengan

lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta

perkembangan anak selanjutnya.

Salah satu tugas utama Taman Kanak-kanak

adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran

sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan

pelaksanaanya tercermin dalam kegiatan

belajar mengajar. Untuk melakukan aktivitas

dan kegiatan tersebut diperlukan sarana dan

prasarana. Sarana dan prasaranan merupakan

salah satu faktor yang sangat berperan dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran di taman

Kanak-kanak. Fasilitas sarana dan prasarana

yang utama di lingkungan sekolah adalah

ruang kelas.

Ruang kelas merupakan tempat yang

dipergunakan untuk kegiatan belajar anak di

Taman Kanak-kanak. Kegiatan belajar di

ruang kelas dapat berjalan dengan baik apabila

suasana interior kelas sudah sesuai dengan

kebutuhan pendidikan anak, karena penataan

dan suasana ruang kelas secara psikologis

dapat memotivasi anak untuk lebih semangat

mengukuti kegiatan belajar dan bermain.

Fungsi utama ruang kelas bagi perkembangan

anak adalah menciptakan situasi belajar sambil

bermain yang dapat memberikan rasa aman,

nyaman, menarik dan menyenangkan bagi

anak dalam melakukan berbagai kegiatan

sehingga anak selalu betah berada di

lingkungan sekolah.

Dalam upaya menciptakan kondisi dan

suasana kelas yang sesuai dengan kebutuhan

pendidikan anak, dapat dilakukan dengan

memanfaatkan unsur-unsur desain yang

terdapat pada elemen ruang seperti elemen

pembentuk ruang (lantai, dinding, dan plafon),

furniture, utilitas, dan aksesoris. Unsur desain

yang diterapkan pada elemen interior kelas

mempunyai dampak yang dapat

mempengaruhi dan merangsang panca indera

manusia, terutama indera pengelihatan. Unsur-

unsur desain tersebut meliputi garis, bidang,

bentuk, ruang, warna, tekstur dan cahaya.

Unsur desain yang paling berperan dalam

menstimulus indera pengelihatan anak adalah

warna.

Warna sangat akrab dengan kehidupan anak.

Bagi anak, warna memiliki pengaruh yang

sangat kuat terhadap jiwa mereka seperti

membangkitkan semangat, menambah respon

kreativitas dan imajinasi, serta melalui warna

anak dapat mempelajari lingkungan sekitar.

Berdasarkan hal tersebut, penerapan warna

pada interior kelas dapat berfungsi lebih dari

sekedar dekorasi, tetapi juga berperan dalam

menunjang pendidikan anak. Penerapan warna

yang dapat menciptakan suasana sesuai

dengan fungsi ruang kelas dapat memberikan

motivasi belajar dan meningkatkan kualitas

belajar anak maupun guru, sehingga dalam

penerapan warna perlu memperhatikan fungsi

ruang kelas sebagi bagian dari fasilitas sarana

dan prasarana.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif, yaitu melalui proses analisa yang

diuraikan secara deskriptif berdasarkan metode

observasi, kepustakaan, kajian internet

terhadap penerapan warna pada desain interior

Taman Kanak-Kanak.

TINJAUAN TEORI

1. Definisi Warna

Menurut Ching (1996 : 106), warna adalah

salah satu unsur dasar dalam persepsi visual

yang dimiliki oleh semua bentuk. Neufert (

1993 : 33) mendefinisikan bahwa warna

adalah kekuatan yang berpengaruh terhadap

Page 17: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

11

kekeuatan manusia dan menyebabkan rasa

sehat atau rasa lesu, sikap aktif atau sikap

pasif. Berdasarkan kedua pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa warna merupakan

sifat manusia yang dimiliki oleh semua bentuk

yang secara psikologis berpengaruh kuat

terhadap suasana hati dan emosi manusia.

Dalam interior, warna dijadikan bahan

pertimbangan yang penting, seperti dalam

menata interior ruangan. Warna merupakan

media yang paling mudah diterapkan jika ingin

mengubah atau menciptakan suasana baru

sekaligus memperindah interior.

2. Sumber Warna

Sejak ditemukannya warna pelangi oleh Sir

Issac Newton, terungkap bahwa penyebab

terjadinya warna adalah cahaya. Sumber

cahaya dapat berupa matahari, lampu atau

sumber lainnya yang dapat mengeluarkan

cahaya. Warna dapat dihasilkan oleh cahaya

maupun pantulan cahaya, untuk benda-benda

yang tidak dapat mengeluarkann cahaya

sendiri. Hampir semua warna di alam ini

berasal dari obyek yang tidak mengeluarkan

cahaya sendiri, melainkan pantulan dari

cahaya matahari maupun sumber cahaya

lainnya.

3. Pengorganisasian Warna dalam Desain

Interior

Dewasa ini muncul berbagai sistem

pengorganisasian warna diantaranya sistem

Albert Munsell ( Munsell Albert System ).

Sistem ini lebih mudah dimengerti dan lebih

sederhana sehingga mudah dipergunakan.

Teori lingkaran warna Mussel dikenal dengan

tiga penggolongan warna yaitu:

Gambar 1. Lingkaran warna

Sumber : Dok. Penulis, 2017

a. Warna Primer

Warna primer merupakan warna utama dalam

pembentukan warna. Warna primer terdiri dari

tiga warna yaitu merah, kuning dan biru.

Ketiga warna ini disebut warna primer karena

warna-warna ini merupakan warna dasar yang

tidak dapat dihasilkan dari kombinasi warna

lainnya. Warna primer merupakan warna yang

paling mudah dikenali. Warna primer biasanya

digunakan untuk interior kamar anak, karena

warna primer sangat efektif dalam menstimulsi

indera pengelihatan serta proses belajar anak

dalam mengenal warna (Akmal, 2006:52).

b. Warna Sekunder

Warna sekunder adalah warna yang dihasilkan

oleh campuran dua warna sekunder dengan

perbandingan warna yang sama. Pada lingkar

warna. Warna sekunder terletak tepat ditengah

antara warna primer. Tiga warna sekunder

tersebut meliputi :

Tabel 1. Warna Sekunder

Warna

Primer I

Campuran Warna

Primer II

Hasil

Warna

Merah + Kuning Jingga

Kuning + Biru Hijau

Biru + Merah Ungu

Sumber : Dok.Penulis, 2017

c. Warna Tersier

Warna tersier adalah warna-warna yang

dihasilkan dari percampuran antara warna

primer dengan warna sekunder dengan

perbandingan warna yang sama. Warna tersier

terdiri dari enam warna yaitu:

Page 18: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

12

Tabel 2 Warna Tersier

Warna

Primer

Campuran Warna

Sekunder

Hasil Warna

Kuning + Hijau Kuning hijau 9

Hijau limau)

Kuning + Jingga Kuning jingga

Merah + Jingga Meerah jingga

Merah + Ungu Merah ungu

Biru + Ungu Biru Ungu

biru + Hijau Biru hijau

(hijau toska)

Sumber : Dok.Penulis, 2017

4. Karakteristik Warna

Karakteristik warna adalah ciri-ciri atau sifat-

sifat khas yang dimiliki oleh suatu warna.

Setiap warna memiliki karakteristik tertentu.

Secara garis besar sifat khas yang dimiliki oleh

warna ada dua golongan (Prasojo,2003:20)

yaitu:

a. Warna Panas/Hangat (warna api dan

matahari)

Warna yang termasuk golongan panas dimulai

dari warna merah, merah jingga, jingga, jingga

kuning, kuning. Warna hangat memiliki sifat

positif, agresif, aktif dan merangsang. Bila

diaplikasikan pada interior, warna hangat

memiliki kesan jarak yang lebih pendek.

b. Warna Dingin/Sejuk (warna langit, air dan

rumput yang menghijau sejuk)

Warna yang termasuk golongan dingin dimulai

dari warna hijau kuning, hijau, hijau biru, biru,

biru ungu dan ungu. Warna sejuk memiliki

sifat negatif, mundur, tenang dan aman. Bila

diaplikasikan pada interior , warna hangat

member kesan jarak yang lebih jauh.

Gambar 2. Lingkar Warna Panas dan Dingin

Sumber : Dok. Penulis, 2017

Selain sifat-sifat warna diatas, warna juga

memiliki karakteristik lain seperti:

- Warna gelap : merah jingga, merah, merah

ungu, ungu, ungu biru, biru.

- Warna terang : jingga, jingga kuning,

kuning, kuning hijau.

Berdasarkan keterangan diatas terdapat enam

sifat warna yaitu:

- Warna hangat dan terang: kuning, kuning

jingga, jingga

- Warna hangat dan gelap: jingga merah,

merah, merah ungu

- Warna sejuk dan terang: kuning hijau,

hijau, hijau biru

- Warna sejuk dan gelap: biru, biru ungu,

ungu

5. Asosiasi dan Psikologi Warna

Secara umum diketahui bahwa warna dapat

mempengaruhi psikologi manusia. Warna

memiliki kemampuan untuk menimbulkan

suatu kesan atau perasaan bagi yang melihat

atau yang menggunakan. Kesan yang tercipta

dari warna tergantung pada intensitas dan nilai

warna tersebut. Berikut ini adalah asosiasi

yang ditimbulkan oleh beberapa warna yang

sering digunakan dalam desain interior

menurut Akmal (2006:8) yaitu sebagai berikut:

a. Warna merah (warna primer)

Dalam lingkar warna, merah adalah warna

yang paling panas. Warna merah memiliki

asosiasi pada sesuatu yang membangkitkan

selera, gairah, dan semangat yang membara,

semarak namun juga bisa marah, emosi dan

agresif. Penerapan warna merah pada interior

Page 19: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

13

ruang menimbulkan suasana hangat. Sedikit

warna merah pada interior sudah cukup untuk

menarik perhatian dan member pengaruh

untuk mengubah suasana ruang.

b. Warna jingga

Warna jingga adalah warna yang paling hangat

karena memiliki dua energi yaitu warna merah

yang panas dan warna kuning yang hangat

lembut. Secara psikologis, jingga

melambangkan persahabatan, dan menciptakan

suasana akrab serta mampu merangsang

kreativitas dan daya cipta. Warna jingga

cocok diterapkan pada interior rumah dan

ruang belajar anak karena menjadikan ruang

lebih inspiratif untuk berkreasi dan membuat

hati gembira.

c. Warna kuning (warna primer)

Warna kuning sangat popular untuk

membangkitkan suasana gembira dan

menyenangkan. Secara psikologis warna

kuning dikaitkan dengan kecerdasan,

kejujuran, ide baru, kepercayaan diri, memberi

semangat dan optimisme. Warna kuning juga

membantu menghadapi rasa takut,

menghilangkan keragu-raguan dan depresi.

Penerapan warna kuning dalam interior ruang

dapat menceriakan suasana ruang.

d. Warna hijau

Warna hijau identik dengan pemandangan

alam sehingga sangat cocok untuk

merefleksikan kesegaran dan relaksasi. Dalam

lingkaran warna, warna hijau terletak diantara

warna hangat dan warna dingin, sehingga

warna hijau mencerminkan keharmonisan dan

mampu mencitakan karakter yang berbeda.

Warna hijau terkesan segar, ringan,

menyenangkan, sejuk dan cenderung dingin.

Penerapan warna hijau pada interior ruang

meninmbulkan suasana yang menyenangkan

dan alami.

e. Warna biru (warna primer)

Warna biru diasosiasikan dengan warna air

dan langit sehingga member kesan dingin,

diam dan tenang. Warna biru dalam lingkaran

warna merupakan warna yang paling dingin.

Biru melambangkan ketegasan, kepercayaan,

kewibawaan, kebijaksanaan, dn kematangan

berpikir dalam mengambil keputusan.

Penerapan warna biru pada interior ruang

menimbulkan suasana ruang yang

menyenangkan dan menyegarkan.

f. Warna ungu

Ungu merupakan warna yang unik karena

karakternya berubah-ubah begitu drastis

tergantung intensitasnya. Pada lingkaran

warna, ungu merupakan kombinasi antara dua

warna dengan karakter yang berseberangan

yaitu merah dan biru. Warna ungu dengan

dominasi merah adalah warna yang kuat dan

mencerminkan kemuliaan, kagungan, dan

kemewahan, sedangkan warna ungu yang

dominasi biru memiliki karakter khidmat,

spiritual dan mistis. Penerapan warna ungu

dalam interior ruang menimbulkan suasana

ruang yang anggun.

PEMBAHASAN

1. Penerapan Warna pada Interior Ruang

Taman Kanak-Kanak

Penerapan warna yang tepat untuk interior

sekolah dapat meningkatkan proses belajar

mengajar untuk para siswa dan guru.

Berdasarkan hal tersebut, maka warna yang

diterapkan pada interior kelas adalah warna-

warna yang dapat menciptakan kondisi dan

suasana ruang kelas yang sesuai dengan

kebutuhan anak dalam kegiatan belajar

mengajar.

Dalam upaya menciptakan suasana ruang kelas

sesuai dengan kebutuhan anak prasekolah

dapat melalui penerapan warna pada elemen-

elemen desain interior seperti:

a. Elemen Pembentuk ruang

Elemen pembentuk ruang meliputi lantai,

dinding dan plafon. Lantai merupakan alas

dari kegiatan anak di dalam ruang kelas.

Menurut Suptandar (1999:132), lantai untuk

ruang yang memerlukan konsentrasi,

memerlukan corak dan warna lantai yang tidak

Page 20: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

14

terlalu banyak agar tidak mengganggu dan

menekan. Berdasarkan pendapat tersebut,

maka warna-warna muda yang mendekati

warna putih sesuai untuk diterapkan pada

lantai ruang kelas. Dinding merupakan bagian

dari interior kelas yang sering digunakan untuk

membentuk suasana. Ada dua cara yang dapat

dilakukan agar dinding tampil lebih menarik,

yaitu dengan menerapkan dua warna cat dan

melapisi dengan pelapis dinding seperti

wallpaper karena memiliki nilai artistik yang

tinggi. Warna yang sesuai dengan plafon kelas

adalah warna putih atau mendekati putih

karena baik untuk memantulkan cahaya dan

membuat mata menjadi tidak penat.

Penampilan plafon dapat diolah lebih menarik

dengan cara memainkan aksen warna atau

dengan melukis plafon yang dapat

memberikan efek melegakan dan membuat

anak seolah tidak berada di ruangan. Warna

plafon yang sebaiknya dihindari adalah merah,

coklat tua, biru tua, dan hitam karena

menimbulkan kesan ruang yang kurang

menyenangkan (Tabloid Rumah, edisi

134.IV).

Gambar 3. Contoh Elemen Pembentuk Ruang pada

Interior Ruang Taman Kanak-Kanak

Sumber: Dok. Penulis, 2017

b. Mebel/Furniture

Perabot merupakan kebutuhan paling penting

bagi penyelenggara TK. Mebel utama yang

ada di ruang kelas TK adalah meja, kursi dan

rak simpan. Mebel untuk anak harus memiliki

desain yang dapat memenuhi fungsi utama dan

fungsi tambahan serta dicat dengan warna-

warna yang bervariasi sehingga dapat

membantu anak dalam berkreativitas dan

berimajinasi (Wulansari: 2007:44).

Gambar 4. Contoh Furniture pada Interior Ruang

Taman Kanak-Kanak

Sumber: Dok. Penulis, 2017

c. Aksesoris

Aksesoris yang bermanfaat dalam ruang kelas

adalah hasil karya anak dan alat peraga atau

sumber balajar yang dapat mendukung

penerapan tema dalam ruang kelas. Prinsip alat

dan sumber belajar dalam ruang kelas adalah

tidak membahayakan, sesuai dengan fungsi,

memenuhi unsure keindahan, dapat digunakan

secara individual atau kelompok serta

memiliki warna yang dapat menstimulus

imajinasi dan kreativitas anak (Pedoman

Pengelolaan Taman Kanak-kanak, 2007:43).

Aksesoris dalam kelas juga dapat berupa

aksesoris incidental, seperti corak wallpaper

atau lukisan tokoh yang menempel pada

diding, serta aksesoris dekoratif seperti

Page 21: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

15

tanaman atau hiasan yang menempel atau

menggantung pada dinding, jendela atau

plafon.

Gambar 5. Contoh Aksesoris pada Interior Ruang

Taman Kanak-Kanak

Sumber: Dok. Penulis, 2017

d. Utilitas

Utilitas yang paling berperan dalam mengenali

warna adalah cahaya, sehingga hanya

pencahayaan yang akan dibahas pada elemen

utilitas.Berdasarkan sumber cahaya,

pencahayaan yang diterapkan pada ruang kelas

ada dua, yaitu pencahayaan alami dan

pencahayaan buatan. Cahaya alami adalah

cahaya yang bersumber dari alam, seperti

matahari. Cahaya putih dari sinar matahari

dianggap paling tepat untuk

mengidentifikasikan warna (Akmal,2006:18).

Cahaya buatan adalah cahaya yang dibuat oleh

manusia seperti cahaya lampu pijar dan lampu

berpedar (Neon, TL, Fluorescent).

Gambar 6. Contoh Penerapan Lampu TL pada

Interior Ruang Taman Kanak-Kanak

Sumber: Dok. Penulis, 2017

2. Peran Warna pada Interior Taman Kanak-

Kanak

Secara umum, peran warna dalam mendukung

program belajar mengajar di Taman Kanak-

kanak diantaranya:

a. Stimulus (menambah respon kreativitas

dan memperkuat imajinasi)

Warna digunakan sebagai stimulus yang dapat

mempengaruhi perkembangan jiwa dan otak

anak, warna-warna cerah seperti warna merah,

jingga dan kuning mampu menggali kreativitas

dan respon visual khususnya di usia

prasekolah. Menurut Akmal (2006), warna

merah cocok diterapkan pada ruang anak

untuk menggairahkan rasa ingin tahu dan

merangsang daya piker mereka. Warna jingga

mampu merangsang kreativitas dan daya cipta

sedangkan warna kuning secara psikologis

dikaitkan dengan kecerdasan, ide baru serta

kepercayaan potensi diri.

b. Sarana Pendidikan

Penerapan warna-warna primer pada elemen

interior dapat digunakan sebagai sarana untuk

Page 22: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

16

mengajarkan warna-warna pada anak

prasekolah dan untuk melatih daya ingat anak

serta mampu merangsang gerak motorik pada

anak, seperti penerapan warna yang berbeda

pada rak atau lemari penyimpanan dapat

berfungsi sebagai kode yang membantu anak

untuk mengembalikan benda-benda

ditempatnya (Akmal, 2006:25).

c. Memfokuskan Perhatian Anak

Bila ingin memfokuskan anak pada hal

tertentu dalam ruang kelas, dapat

menggunakan warna agar mata anak terfokus

pada hal tersebut.Warna yang paling cepat

menarik perhatian anak dapat diambil dari

kelompok-kelompok warna yang cerah dan

kuat, seperti merah orange, dan kuning.

d. Mengatur Proporsi Ruang

Penerapan warna yang tepat dapat digunakan

untuk memperbaiki dimensi ruang yang

kurang proporsional. Pada prinsipnya,

penerapan warna dingin pada ruangan akan

memberikan ilusi jarak dan akan terasa

mundur. Sebaliknya warna hangat terutama

warna merah memberikan kesan jarak yang

lebih pendek. Warna cerah atau warna muda

menambah luas ukuran ruang dan ringan,

sebaliknya warna gelap akan terasa

mempersempit ukuran ruang dan berat.

e. Menciptakan suasana aktif, dinamis dan

keceriaan

Warna pada interior ruang kelas digunakan

untuk menciptakan suasana yang penuh

dengan keceriaan. Hal itu dikarenakan dunia

anak adalah dunia permainan yang penuh

dengan kegembiraan dan keceriaan. Warna-

warna yang dapat menghidupkan suasana

tersebut adalah warna-warna cerah atau muda.

Warna cerah terkesan aktif, menggairahkan

dan menyenangkan, sedangkan warna sejuk

yang cerah terkesan menenangkan, segar dan

menentramkan.

Gambar 7. Contoh Penerapan Warna Cerah pada

Interior Ruang Taman Kanak-Kanak

Sumber: Dok. Penulis, 2017

SIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

- Penerapan warna yang baik pada elemen

interior ruang kelas taman kanak-kanak

sebagai berikut:

Elemen pembentuk ruang

Pada lantai paling cocok diterapkan

warna-warna muda mendekati warna

putih. Untuk warna dinding dapat

menggunakan dua warna cat dan dengan

pelapis dinding seperti wallpaper agar

terlihat lebih menarik. Dan warna yang

sesuai dengan plafon kelas adalah warna

putih karena baik untuk memantulkan

cahaya.

Mebel

Mebel utama yang ada diruang kelas TK

adalah meja, kursi rak simpan yang dicat

dengan warna muda dan cerah yang dapat

menstimulus anak untuk berimajinasi dan

berkreativitas.

Page 23: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

17

Aksesoris

Aksesoris yang bermanfaat dalam ruang

kelas adalah hasil karya anak dan alat

peraga atau sumber balajar yang dapat

mendukung penerapan tema dalam ruang

kelas dengan menggunakan warna cerah

yang dapat menstimulus imajinasi dan

kreativitas anak.

Utilitas

Pencahayaan yang baik diterapkan pada

interior ruang kelas ada dua yaitu

pencahayaan alami bersumber dari

matahari dan pencahayaan buatan yang

meliputi penggunaan lampu TL, neon dan

fluorescant.

- Warna-warna yang diterapkan pada

interior ruang kelas taman kanak-kanak

adalah warna-warna yang dapat

menstimulus anak untuk berkreativitas dan

berimajinasi, warna yang dapat

memfokuskan perhatian anak dan warna

yang dapat menciptakan suasana aktif,

dinamis dan penuh keceriaan.

SARAN

Warna yang diterapkan pada ruang kelas

hendaknya dapat mendukung fungsi ruang

kelas agar penerapan warna dapat berperan

secara maksimal dalam mendukung proses

kegiatan belajar mengajar. Penerapan warna

bisa ditujukan pada segala elemen interior

kelas seperti elemen pembentuk ruang,

furniture, utilitas, dan aksesoris.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Imelda. 2006. Menata Rumah dengan

Warna. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Ching, Francis D.K.1996. Ilustrasi Desain

Interior. Jakarta : Erlangga

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka

Neufert, Ernst. 1996. Data Arsitek Jilid I Edisi

33. Jakarta : Erlangga

Majalah Rumah Edisi 138.VI/10 Juni-23 Juni

2008

Suptandar, Pamudji. 1999. Desain Interior.

Jakarta : Djambatan.

Page 24: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

18

EKONOMI KREATIF: MENUAI KEMBALI KEHIDUPAN SANG BATU

PADAS YANG TERBUANG DALAM SEBUAH ORNAMEN ARSITEKTUR

TRADISIONAL BALI

I Kadek Pranajaya

Staf Pengajar Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali

Email: [email protected]

Abstrak

Ekonomi kreatif adalah penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber

daya manusia (orang kreatif) dan berbasis ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi.

Kreativitas merupakan faktor pendorong munculnya inovasi atau penciptaan karya kreatif dengan

memanfaatkan penemuan yang sudah ada. Batu padas cetak ini merupakan salah satu kegiatan

ekonomi kreatif yang dilakukan kelompok industri di Bali. Batu alam padas merupakan salah satu

bahan bangunan yang digunakan sebagian masyarakat di Bali untuk memperindah bangunan

Arsitektur Bali. Pembuatan batu padas cetak ini salah satu alternatif rekayasa bahan bangunan untuk

dapat melestarikan arsitektur tradisional Bali di era saat ini yang mengalami banyak sekali tantangan.

Pembuatan padas cetak juga dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan usaha bagi

pengerajin seni ukir padas di Bali. Peran pemerintah, perguruan tinggi juga sangat membantu untuk

menciptakan sebuah rekayasa material dan bahan bangunan alternatif untuk kelangsungan arsitektur

tradisional Bali sehingga tetap lestari. Penelitian ini mencoba untuk mengungkap proses kreatif

pengerajin batu padas dalam membuat rekayasa alternatif bahan bangunan yang digunakan dalam

ornamen Arsitektur Tradisional Bali

Kata Kunci: Batu Padas dan Ornamen Arsitektur Bali

Page 25: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

19

LATAR BELAKANG

Konsep Ekonomi Kreatif berasal dari konsep

Industri Kreatif yang secara formal digunakan

oleh pemerintahan Perdana Menteri Inggris

Tony Blair di tahun 1997. Tony Blair

membentuk suatu badan yang dinamakan

Creative Industries Task Force (CITF) yang

berada di bawah Department of Culture,

Media and Sports (DCMS). Salah satu tugas

CITF adalah melakukan pemetaan kegiatan-

kegiatan, serta mengidentifikasi kebijakan

yang dapat mempromosikan

perkembangannya.

Bidang kreatif menjadi harapan baru bagi

Indonesia untuk dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut sejalan

dengan prestasi ekonomi kreatif yang

berkontribusi dalam Pendapatan Domestik

Kotor (PDB) Indonesia. Pada tahun 2014,

kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap

PDB Indonesia mencapai 7,02% (tujuh koma

nol dua persen), dan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) pada periode 2015-2019, Ekonomi

Kreatif diharapkan dapat memberikan

kontribusi lebih dari 12% (dua belas persen).

Di bidang ekspor, Ekonomi Kreatif diharapkan

dapat menembus angka 12% dan telah

menggunakan tenaga kerja hingga 11% di

tahun 2015-2025 1. Kegiatan ekonomi

berdasarkan pada kreativitas, ketrampilan, dan

bakat individu untuk menciptakan daya kreasi,

dan daya cipta individu yang bernilai

ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan

masyarakat Indonesia 2. Arsitektur merupakan

salah satu dari enam belas (16) subsektor

ekonomi kreatif di Indonesia.

Tujuh isu strategis yang menjadi potensi

maupun tantangan yang perlu mendapatkan

perhatian para pemangku kepentingan dalam

1 Kerangka Kerja Teknis Pemetaan Regulasi Ekonomi Kreatif,

Kerjasama Antara Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Badan

Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (BEKRAF) dengan

Direktorat Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

2016 2 Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan

Ekonomi Kreatif.

pengembangan ekonomi kreatif mendatang.

“Tujuh isu strategis dalam pengembangan

ekonomi kreatif,meliputi: (1) Ketersediaan

sumber daya kreatif yang profesional dan

kompetitif; (2) Ketersediaan sumber daya alam

yang berkualitas, beragam, dan kompetitif; dan

sumber daya budaya yang dapat diakses secara

mudah; (3) Industri kreatif yang berdaya saing,

tumbuh, dan beragam; (4) Ketersediaan

pembiayaan yang sesuai, mudah diakses dan

kompetitif; (5) Perluasan pasar bagi karya

kreatif; (6) Ketersediaan infrastruktur dan

teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7)

Kelembagaan yang mendukung

pengembangan ekonomi kreatif 3.

Masa kini, ekonomi kreatif telah menjadi

penting, sebab bersumber pada kreativitas

yang merupakan sumber daya terbarukan.

Peran ekonomi kreatif ini akan menjadi

semakin penting di masa mendatang, terutama

saat sumber daya yang tidak terbarukan

semakin terbatas atau langka4. Kemampuan

untuk mewujudkan kreativitas yang diramu

dengan sense atau nilai seni, teknologi,

pengetahuan dan budaya menjadi modal dasar

untuk menghadapi persaingan ekonomi,

sehingga munculah ekonomi kreatif sebagai

alternatif pembangunan ekonomi guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain 16 sektor ekonomi kreatif ada 5 aktor

yang berperan sehingga ekonomi kreatif

berhasil yaitu pemerintah, komunitas,

akademisi, dan pelaku bisnis. 5 tahapan proses

yang harus dilalui kreasi, produksi, distribusi,

konsumsi dan konservasi serta memiliki 2

kapasitas daya ungkit yaitu keterkaitan

kedepan (forward linkage) dan keterkaitan

kebelakang (backward linkage).

Kreativitas merupakan faktor pendorong

munculnya inovasi atau penciptaan karya

kreatif dengan memanfaatkan penemuan yang

sudah ada. Hal ini akan mendorong

peningkatan produktivitas dan sekaligus nilai

3 http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2617 4Bekraf: Sistem Ekonomi Kreatif Nasional, Panduan

Pemeringkatan Kabupaten/Kota Kreatif 2016

Page 26: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

20

tambah. Ekonomi kreatif tidak hanya

berkontribusi terhadap perekonomian

Indonesia, tetapi juga berdampak positif

terhadap aspek sosial, budaya, dan lingkungan.

Indonesia dengan potensi kekayaan yang

sangat besar baik potensi sumberdaya alam,

keragaman budaya, maupun sumberdaya

manusia, perlu mengedepankan kreativitas dan

inovasi dalam pembangunan nasional untuk

mengoptimalkan berbagai potensi kekayaan

yang dimilikinya.

Batu padas cetak ini merupakan salah satu

kegiatan ekonomi kreatif yang dilakukan

kelompok industri di Bali. Pembuatan batu

padas cetak ini salah satu alternatif rekayasa

bahan bangunan untuk dapat melestarikan

arsitektur Tradisional Bali di era saat ini yang

mengalami banyak sekali tantangan..

Penelitian ini mencoba untuk mengungkap

proses kreatif pengerajin batu padas dalam

membuat rekayasa alternatif bahan bangunan

yang digunakan dalam ornamen Arsitektur

Tradisional Bali

BATU PADAS BUATAN DALAM

ORNAMEN ARSITEKTUR

TRADISIONAL BALI

Dalam usaha untuk mewujudkan rancangan

sebuah karya arsitektur dan interior yang baik

dibutuhkan banyak sekali pertimbangan salah

satunya adalah bahan bangunan yang akan

digunakan. Bahan bangunan berasal dari alam

sekitar seperti kayu, bambu, batu alam. Bahan

bangunan selalu mengalami perkembangan

karena adanya penemuan bahan bangunan

baru sesuai dengan kondisi dan situasi

lingkungan setempat.

Gambar 1. Batu Padas salah satu bahan bangunan

Arsitektur Tradisional Bali

Batu alam padas merupakan salah satu bahan

bangunan yang digunakan sebagian

masyarakat di Bali untuk memperindah

bangunan arsitektur Bali. Beberapa wilayah

pulau di Bali memiliki lapisan batu padas

seperti wilayah Gianyar, Tabanan dan Badung.

Batu padas digunakan untuk ragam hias dan

tempelan bahan bangunan arsitektur

tradisional Bali dan juga untuk bahan

kerajinan ukir. Kerajinan ukir dari batu padas

berkembang di Bali sudah sejak lama tepatnya

di daerah Gianyar, Tabanan dan Badung.

Permintaan akan hasil kerajinan ukir batu

padas juga mengalami peningkatan. Namun

semakin lama ketersediaan batu padas semakin

berkurang, akibat harga batu padas semakin

lama semakin mahal. Mahalnya harga batu

padas juga disebabkan oleh dilarangnya usaha

tambang batu padas saat ini oleh pemerintah,

selain memang ketersediaanya pun semakin

berkurang. Oleh karena itu, beberapa perajin

ukiran batu padas berusaha mencari alternatif

bahan batu padas alam dengan membuat hasil

sisa batu padas yang terbuat dengan membuat

padas cetak yang masih sesuai dengan tekstur

sesuai dengan batu padas asli.

Page 27: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

21

Batu padas cetak ini merupakan salah satu

kegiatan kreatif yang dilakukan kelompok

industri di Bali. Perajin ukiran batu padas saat

ini menggunakan teknik cetak yang dibuat

sendiri dengan mencampur antara serbuk batu

padas + semen dan air. Semen berfungsi

sebagai zat pengikat serbuk batu padas

sehingga menjadi komposit. Batu padas cetak

memiliki tekstur yang tidak jauh berbeda

dengan karakter batu padas alam, bahkan lebih

kuat dan biayanya relatif lebih murah. Batu

padas cetak dihasilkan dari pencampuran

serbuk batu padas dan semen dengan

perbandingan 1 semen : 4 serbuk batu padas +

air secukupnya. Beberapa bentuk ukiran batu

padas cetak yang dihasilkan, antara lain berupa

ragam hias ukiran bangunan tradisional Bali,

patung dan beberapa hiasan interior lainnya.

Proses pembuatan batu padas cetak terdiri dari

beberapa tahap antara lain proses

pengambilan/pengangkutan sisa batu padas

yang terbuang, pengayakan, pencampuran,

pencetakan, pembentukan, pengukiran dan

finishing. Tahap awal adalah hasil campuran

dituangkan ke dalam cetakan (papan bekesting

dari kayu) sesuai dengan bentuk yang

diinginkan apakah bulat atau kotak. Setelah

dicetak, keesokan harinya hasil cetakan padas

tersebut dapat dibuka dan siap untuk dibentuk

dasar sebelum diukir secara mendetail. Setelah

cetakan terbentuk sesuai dengan yang

diinginkan dilanjutkan dengan proses

pengukiran. jenis pahat yang digunakan dari

ukuran besar sampai kecil. Untuk sebuah

ukiran karang boma diperlukan waktu sekitar

4-5 hari sampai menghasilkan bentuk dan

ukiran yang diinginkan.

Gambar 2. Sisa Batu Padas Yang Menumpuk

Diambil Untuk Di Olah Kembali

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 3. Setelah Di Ayak, Dimasukkan Kedalam

Karung Kemudian Diangkut Menuju

Workshop/Rumah

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 4. Proses pembuatan bekisting sampai

proses pencetakan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 28: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

22

Gambar 5. Proses pembuatan bentuk dan ukiran

sampai proses pencetakan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tukang ukir: Wayan Kartika (Desa Sibang Kaja) dan I

Made latra ( Desa Blayu)

Gambar 6. Proses Finishing

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tukang ukir: Wayan Kartika (Desa Sibang Kaja) dan I

Made latra ( Desa Blayu)

Gambar 7. Hasil Akhir Ukiran Ragam Hias

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tukang ukir: Wayan Kartika (Desa Sibang Kaja) dan I

Made latra ( Desa Blayu)

Hasil batu padas cetak lebih kuat dan lebih

murah dibandingkan dengan menggunakan

batu padas utuh dengan tidak menghilangkan

karakter batu padas utuh tersebut. Pembuatan

batu padas cetak ini salah satu alternatif

rekayasa bahan bangunan untuk dapat

melestarikan arsitektur Tradisional Bali di era

saat ini yang mengalami banyak sekali

tantangan. Pembuatan padas cetak juga dapat

memberikan dampak positif bagi

perkembangan usaha bagi pengerajin seni ukir

padas di Bali. Peran pemerintah, perguruan

tinggi juga sangat membantu untuk

menciptakan sebuah rekayasa material dan

bahan bangunan alternatif untuk kelangsungan

arsitektur Tradisional Bali sehinga tetap

lestari. Ide kreatif, dukungan sarana dan

prasarana oleh pemerintah serta penerapan

teknologi baru dapat diberikan pagi pengerajin

ukiran padas untuk dapat diteruskan kepada

anak cucunya sehingga dapat tetap bertahan

hidup.

Ekonomi kreatif membutuhkan sumberdaya

manusia yang kreatif tentunya, mampu

melahirkan berbagai ide dan

menterjemahkannya ke dalam bentuk barang

dan jasa yang bernilai ekonomi. Proses

produksinya bisa saja mengikuti kaidah

ekonomi industri, tetapi proses ide awalnya

adalah kreativitas.

Selain itu regulasi terkait pembiayaan bagi

pelaku-pelaku kreatif perlu dicarikan solusinya

terutama bagi wirausaha muda yang tidak

memiliki modal. Skema pembiayaan yang

tepat diperlukan guna menghindari

tersingkirnya insan kreatif dari dunia industri

dikarenakan minimnya permodalan.

Mendorong pemerintah daerah untuk

menyiapkan insentif untuk memacu

petumbuhan industri kreatif berbasis, budaya,

kerajinan, seni dan teknologi. Insentif itu

mencakup perlindungan produk budaya,

kerajinan, seni dan teknologi. Kemudahan

memperolah dana pengembangan, fasilitas

pemasaran dan promosi sampai

kemancanegara, hingga pertumbuhan pasar

domestik dan Internasional. Pemerintah daerah

juga perlu kreatif dalam upaya

mengembangkan industri-industri berbasis

kreativitas. Hal ini karena industri tersebut

perlu pendampingan dan fasilitas agar dapat

diakses pasar.

PENGEMBANGAN DAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI KREATIF

Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang

terlihat semakin membaik, hal ini ditandai

dengan semakin menjamur dan

berkembangnya para pelaku ekonomi kreatif

melelui Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM). Sektor UMKM ternyata telah

mampu menyerap tenaga kerja yang

Page 29: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

23

berdampak pada berkurangnya angka

pengangguran di Tanah Air. Ini tentunya suatu

kemajuan yang cukup positif bagi ekonomi

Indonesia kedepan, oleh karenanya pemerintah

harus terus pro aktif membina dan

mengeluarkan kebijakan guna terus

mendukung pengembangan UMKM ini. Saat

ini para pelaku industri kreatif masih kesulitan

mengakses permodalan dari perbankan

dikarenakan tidak terpenuhinya syarat jaminan

kebendaan5. Arah kebijakan dan strategi

peningkatan ekonomi kreatif untuk mencapai

sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJMN

2015-2019 :6

- Arah kebijakan pembangunan ekonomi

kreatif adalah memfasilitasi Orang Kreatif

(OK) di sepanjang rantai nilai yang

dimulai dari tahap kreasi, produksi,

distribusi, konsumsi, hingga konservasi.

- Strategi pengembangan subsektor ekonomi

kreatif dilaksanakan sesuai kebutuhan

yaitu dengan:

Memperluas pasar produk kreatif

Indonesia pasar baik di pasar ekspor

maupun pasar domestik;

Memfasilitasi proses kreasi seperti

pembangunan ruang kreasi, jaringan

orang kreatif;

Memfasilitasi usaha kreatif sepanjang

rantai produksi denganmenyediakan

akses ke sumber permodalan atau

pasokan SDM produksi,dan akses ke

pasar; dan

Memfasilitasi penumbuhan usaha

kreatif terutama bagi usaha pemula

Beberapa fasilitasi dan pendampingan kepada

pelaku, proses, sub sektor ekonomi kreatif

yang dapat diusulkan untuk tingkat

Kabupaten/kota maupun Nasional untuk

meningkatkan pertumbuhan pelaku ekonomi

kreatif di Indonesia adalah:

- Pelatihan Informasi dan Teknologi bagi

pelaku usaha

5http://www.kemenperin.go.id/artikel/6144/Wapres-Akui-

Industri-Kerajinan-Terhambat 6 Buku I RPJMN 2015-2019

- Pendampingan pemasaran dan marketing

produk seperti:

Membuat media pemasaran elektronik

dan cetak

Mempromosikan potensi dan produk

usaha dengan menggunakan berbagai

media elektronik maupun media cetak

Memasarkan produk usaha

Melakukan kemitraan usaha

- Pendampingan dalam pembuatan produk

dan kemasan yang memiliki standar

nasional dan internasional seperti: jenis

dan bentuk kemasan, teknologi

pengemasan, menciptakan kemasan yang

menarik dan terjangkau dari sisi harga

- Melakukan kegiatan sharing informasi

melalui pelatihan, talkshow dan bimbingan

teknis dengan mendatangkan narasumber

dari dalam maupun luar negeri sesuai

dengan bidang nya masing-masing

sehingga pelaku kreatif dapat terinspirasi

lebih baik lagi

- Melakukan pameran-pameran produk

kreatif didalam dan luar negeri dengan

sistem kerjasama

- Pendampingan dalam pengurusan Hak

Kekayaan Intelektual (HAKI)

- Menggali potensi-potensi yang dimiliki

masing-masing daerah diseluruh Indonesia

untuk dikembangkan kedalam

produk/desain ekonomi kreatif

- Mengoptimalkan peran serta masyarakat

dalam pengembangan ekonomi kreatif

- Meningkatkan brand image kepada

masyarakat terhadap penggunaaan produk

dalam negeri yang tidak kalah dengan

produk luar negeri

- Mencari dan menambah jaringan bisnis ke

tingkat nasional maupun internasional

- Menumbuhkan jiwa kewirausahaan

generasi muda untuk melakukan usaha

kreatif

- Mendorong pemerintah daerah untuk

menyiapkan insentif untuk memacu

petumbuhan industri kreatif berbasis,

budaya, kerajinan, seni dan teknologi.

Insentif itu mencakup perlindungan

produk budaya, kerajinan, seni dan

Page 30: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

24

teknologi. Kemudahan memperolah dana

pengembangan, fasilitas pemasaran dan

promosi sampai kemancanegara, hingga

pertumbuhan pasar domestik dan

Internasional

- Mengupayakan kepada pemerintah dalam

hal keringan dan keadilan pajak

- Mendorong pemerintah pemerintah untuk

membuat roadmap industri kreatif yang

melibatkan berbagai departemen dan

kalangan. Sehingga dengan kondisi

industri-industri kreatif yang telah tertata

rapi dalam roadmap pemerintah dapat

leblih intensif dan komprehensif untuk

menggerakan industri kreatif melalui

pendidikan, pengembangan Sumber Daya

Manusia (SDM), desain, mutu dan

pengembangan pasar.

- Mendorong pemerintah untuk memberi

jaminan dan perlindungan hukum bagi

karya industri kreatif.

- Mendorong pelaku kreatif untuk membuat

wadah atau lembaga perkumpulan Industri

kreatif Indonesia sehingga pelaku industri

kreatif Indonesia dapat salilng bertemu

dan bertukar pikiran dalam

mengembangkan industri kreatifnya

masing-masing. Selalin itu juga lembaga

ini dapat memantau apa yang diperlukan

dan dibutuhkan para pelaku industri kreatif

dalam mengembangkan industrinya,

terutama UMKM yang bergerak di sektor

ekonomi kreatif.

- Mendorong pemerintah menciptakan

regulasi agar pelaku ekonomi kreatif dapat

terlibat dan ikut bersaing di daerah

masing-masing melalui regulasi Peraturan

Daerah maupun Perwali/Perbup

- Regulasi yang mendukung penciptaan

iklim usaha yang kondusif juga merupakan

isu yang saat ini perlu di pikirkan bersama

antara pemerintah, stakeholder dan

masyarakat. Regulasi- regulasi terkait

perlindungan Hak kekayaan Intelektual

(HAKI) bagi desainer dan pembuat karya

kreatif sehingga mereka akan menciptakan

hasil karya yang lebih banyak lagi. Selain

itu regulasi terkait pembiayaan bagi

pelaku-pelaku kreatif perlu dicarikan

solusinya terutama bagi wirausaha muda

yang tidak memiliki modal. Skema

pembiayaan yang tepat diperlukan guna

menghindari tersingkirnya insan kreatif

dari dunia industri dikarenakan minimnya

permodalan 7.

SIMPULAN

1. Ekonomi kreatif adalah penciptaan nilai

tambah yang berbasis ide yang lahir dari

kreativitas sumber daya manusia (orang

kreatif) dan berbasis ilmu pengetahuan,

termasuk warisan budaya dan teknologi.

2. Ekonomi kreatif membutuhkan

sumberdaya manusia yang kreatif

tentunya, mampu melahirkan berbagai ide

dan menterjemahkannya ke dalam bentuk

barang dan jasa yang bernilai ekonomi.

3. Batu padas cetak ini merupakan salah satu

kegiatan ekonomi kreatif yang dilakukan

kelompok industri di Bali. Batu alam

padas merupakan salah satu bahan

bangunan yang digunakan sebagian

masyarakat di Bali untuk memperindah

bangunan Arsitektur Bali.

4. Pembuatan batu padas cetak ini salah satu

alternatif rekayasa bahan bangunan untuk

dapat melestarikan arsitektur tradisional

Bali di era saat ini

5. Industri kreatif di Indonesia harus

dikembangkan karena industri kreatif

dapat memberikan kontribusi ekonomi

yang signifikan dan menciptakan iklim

bisnis yang positif serta membangun citra

serta identitas bangsa.

6. Pemerintah harus serius dan membuat

beberapa langkah trobosan dalam

pengembangan ekonomi kreatif melaui

pendampingan dan fasilitas agar dapat

diakses pasar.

7

http://surabayanews.co.id/2016/01/19/42578/indus

tri-kreatif-terbentur-kendala-modal-ojk-keluarkan-

alternatif-pendanaan-untuk-pendanaan-

umk%E2%80%A8.html

Page 31: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

25

DAFTAR PUSTAKA

Bekraf: Sistem Ekonomi Kreatif Nasional,

Panduan Pemeringkatan Kabupaten/Kota

Kreatif 2016

Buku I RPJMN 2015-2019

http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16

&id=2617

Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang

Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Sumber Website:

http://www.kemenperin.go.id/artikel/6144/Wa

pres-Akui-Industri-Kerajinan-Terhambat

http://surabayanews.co.id/2016/01/19/42578/in

dustri-kreatif-terbentur-kendala-modal-ojk-

keluarkan-alternatif-pendanaan-untuk-

pendanaan-umk%E2%80%A8.html

Page 32: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

26

STUDI AKSESORIS INTERIOR BERKONSEP ETNIK

PRODUK DESAIN KREATIF YANG ORIGINAL, UNIK, DAN KHAS

Ni Nyoman Sri Rahayu

Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali

E-mail: [email protected]

Abstrak

Perkembangan aksesoris dalam desain interior terus mengalami kemajuan dan peningkatan. Pangsa

pasar tidak hanya dalam negeri namun juga luar negeri. Desain-desain yang sama seringkali membuat

kejenuhan dan menjadi sesuatu yang biasa. Dalam industri properti di Bali khususnya, banyak vila,

hotel, café dan restoran yang mengusung sebuah konsep tertentu, konsep etnik salah satunya. Konsep

etnik dipilih karena karakter yang kuat dan menjadi identitas dari interior itu sendiri sehingga berbeda

dengan interior bangunan lainnya. Industri kreatif & kewirausahaan saat ini digalakkan bagi generasi

muda. Ide dan kreativitas dalam berkarya terus berkembang dan berinovasi sehingga menampilkan

karya dan produk yang berkualitas. Desain yang kreatif tentu akan meningkatkan nilai jual. Trend

aksesoris yang berkonsep etnik sebagai salah satu desain kreatif memiliki keunikan, nilai originalitas,

karakter, citra, jatidiri dan identitas etnik tertentu. Selanjutnya upaya ini akan berdampak pada

pembangunan budaya, penguatan warisan budaya dan nilai kearifan lokal.

Kata Kunci: aksesoris, etnik, desain kreatif, original

Abstract

The growth and trend of accessories in interior design continues to improvement and increase. The

market share is not only domestic but also abroad. The same designs often make saturated and

become ordinary. In the property industri in Bali, many villas, hotels, cafes and restaurants use

concept in interior design, ethnic concept one of them. The ethnic concept was chosen because of its

strong character and became the identity of the interior itself so as to be different from other designs.

The creative and entrepreneurship industri is currently being promoted for the young generation.

Ideas and creativity continues to grow and innovate so that create the good and quality products.

Creative design will certainly increase the sale value. Trend accessories with ethnic concept as one of

creative design have unique, originality, character, and ethnic identity. Furthermore, this effort will

have an impact on cultural development, strengthening of cultural heritage and local genius.

Keyword: accessories, ethnic, creative design, original

Page 33: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

27

PENDAHULUAN

Munculnya berbagai art festival dan art

market di berbagai daerah di Indonesia

menunjukkan bahwa Indonesia sedang

merayakan semangat kreatifitas. Tidak

terkecuali Bali, sebagai pusat seni dan budaya

adiluhung yang tercipta sebagai warisan

leluhur dan diwariskan kepada generasi saat

ini. Semangat kreatifitas terus dikembangkan

dalam karya-karya desain, salah satunya

aksesoris.

Perkembangan aksesoris dalam desain interior

terus mengalami kemajuan dan peningkatan.

Pangsa pasar tidak hanya dalam negeri namun

juga luar negeri. Desain-desain yang sama

seringkali membuat kejenuhan dan menjadi

sesuatu yang biasa. Dalam industri property di

Bali khususnya, banyak vila, hotel, café dan

restoran yang mengusung sebuah konsep

tertentu, konsep etnik salah satunya. Konsep

etnik dipilih karena karakter yang kuat dan

menjadi identitas dari interior itu sendiri

sehingga berbeda dengan interior bangunan

lainnya. Fenomena desain interior yang

bergaya etnik di Bali diantaranya interior vila,

hotel, café dan restoran dengan konsep etnik

Bali, Jepang, Korea, India, Eropa, Amerika,

maupun etnik nusantara. Etnik nusantara

menjadi ketertarikan penulis untuk membahas

dalam tulisan ini. Menarik, original, dan

berkarakter menjadi alasan utama pemilihan

konsep etnik nusantara dalam aksesoris pada

interior.

Dengan tulisan ini semoga dapat membuka

wawasan dan peluang bagi generasi

selanjutnya untuk lebih mencintai kekayaan

budaya nusantara, dan dapat menerapkannya

ke dalam desain kreatif. Tentunya desain yang

inovatif dan berkarakter. Desain kreatif ini

membuka peluang usaha industri kreatif &

kewirausahaan yang saat ini digalakkan bagi

generasi muda. Ide dan kreativitas dalam

berkarya terus berkembang dan berinovasi

sehingga menampilkan karya dan produk yang

berkualitas.

TEORI

1. Konsep Etnik

Style etnik pada arsitektur dan interior

menampilkan ciri dan identitas suatu daerah

yang diwujudkan pada elemen ruang, ornamen

dan aksesoris ruang. Style etnik memiliki

kekhasan tersendiri sehingga memberi nilai

yang unik dan berbeda dengan yang lainnya.

2. Teori Aksesoris

Merupakan pelengkap dalam sebuah interior

sehingga menambah nilai estetika pada

ruangan. Aksesoris sangat bervariasi jenisnya

dan berbeda-beda dari masing-masing jenis

furniture dan nuansa ruangan. Dengan

aksesoris, sebuah ruangan akan terlihat

semakin indah dan cantik. Aksesoris dapat

dibedakan menjadi beberapa bagian,

diantaranya: (1) Melekat pada furniture,

misalnya handle pintu, engsel, kunci, lampu;

(2) Menambah nilai estetika, misalnya hiasan

ornamen, lampu, wallpaper; (3) Aksesoris yg

melengkapi fungsi furniture, kitchen set,

gantungan, sink, kran. Pemilihan aksesoris

interior yang tepat, akan memberi nuansa

interior yang sesuai dengan selera dan

keinginan.

3. Industri kreatif & kewirausahaan

Industri kreatif adalah industri yang mampu

memberi nilai ekonomi sekaligus memberi

makna pada sebuah kebudayaan (Paul du Gay

dan Michael Pryke dalam Biarezky, dkk:

2016).Industri kreatif adalah industri yang

berasal dari pemanfaatan kreatifitas,

ketrampilan serta bakat individu untuk

menciptakan kesejahteraan serta lapangan

pekerjaan dengan menghasilkan dan

mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta

individu tersebut.

Industri kreatif ini berpeluang membuka usaha

kreatif dan kewirausahaan. Kewirausahaan

merupakan salah satu bentuk ekonomi kreatif

yang memegang peranan penting dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Page 34: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

28

PEMBAHASAN

Beberapa aksesoris berkonsep etnik, penulis

gunakan hasil karya mahasiswa interior.

Aksesoris ini mengambil tema etnik suku-suku

di nusantara. Ini dikerjakan dengan mengambil

filosofi dan menampilkan kekhasan yang ada

pada arsitektur dan interior rumah adat di

nusantara. Beberapa diantaranya dijabarkan

pada tabel berikut:

Tabel 1. Contoh aksesoris berkonsep etnik No Foto Jenis

aksesoris

Keterangan

1

Hiasan

Meja

berbentuk

bulat

berdimensi

30 x 30,

hasil karya

Dea.

Hiasan Meja mengambil

bentuk ornamen Gorga

pada rumah adat Batak

Toba, hasil karya Dea.

Gorga merupakan

kesenian ukir atau pahat

yang digunakan pada

eksterior Rumah Batak

Toba.

2

Lighting

mengambil

bentuk

rumah suku

Toraja,

hasil karya

Ratna dkk.

Permainan warna merah,

kuning dan hitam

diterapkan pada rumbai-

rumbai di sekeliling

penutup/kap lampu. Corak

ornamen khas Toraja

diterapkan pada kaki

lampu, yang juga

menggunakan warna

merah, kuning dan hitam.

3

Lighting

mengambil

bentuk

rumah

Joglo, hasil

karya Clara

dkk.

Kap lampu ini

menggunakan material

transparan, sehingga

terlihat penerapan soko

guru dan tumpang sari

pada bagian atas lampu.

Soko guru adalah empat

pilar utama bangunan.

Tumpang sari merupakan

susunan kayu yang

bertingkat-tingkat sebagai

konstruksi utama

penopang struktur atap

rumah Joglo. Soko guru

dan tumpang sari ini

merupakan kekhasan dari

rumah Joglo.

4

Table

lamp, hasil

karya Adi

Putra, dkk.

Lampu meja ini

mengambil konsep

ornamen Batak Toba

diaplikasikan pada bidang

alas. Digunakan bentuk

dasar pada rumah adat

Batak Toba, seperti atap

melengkung serta dinding

bangunan yang miring.

5

Hanging

Lamp, hasil

karya

Angga.

Lampu gantung bergaya

rustic dengan konsep

ornamen dua cecak yang

saling membelakangi.

Meniru ornamen pada

rumah adat Batak Karo.

Dikerjakan dengan teknik

laser.

Sumber : Dokumentasi Penulis, 2017

Karya Desain : Mahasiswa

Trend aksesoris berkonsep etnik sebagai

perwujudan desain kreatif saat ini cukup

digemari di masyarakat. Setiap desain kreatif

berkonsep etnik ini memiliki keunikan, nilai

originalitas dan berkarakter. Hal ini menambah

nilai jual pada aksesoris. Metode pengerjaan

yang dilakukan, sama halnya dengan proses

pengerjaan aksesoris lainnya. Namun ada

tahapan riset dan studi literature tentang

konsep etnik terkait, meliputi bentuk arsitektur

dan interior, ornamen, warna, filosofi yang

terkandung didalamnya, serta hal unik dari

arsitektur dan interior etnik tersebut yang

membedakannya dengan arsitektur dan interior

etnik lainnya.

Industri kreatif & kewirausahaan saat ini

menjadi salah satu fenomena yang digalakkan

bagi generasi muda. Nilai Originalitas,

keunikan, dan kreativitas dan pada desain

menjadi tuntunan dan motivasi pelaku dalam

berkarya. Ide yang kreatif, memerluk\an style

dan konsep yang kuat. Inspirasi tentang style

dan konsep tertentu didapat dari kegiatan brain

storming dari pengetahuan dan pengalaman

yang didapat dalam melihat, mengamati, dan

menginterpretasi sebuah bentuk. Sehingga

tercipta sebuah karya desain yang kreatif,

berkarakter dan indah. Selain kreatifitas, hal

lain yang berperan penting dalam industri

kreatif adalah inovasi. Inovasi memberi nilai

kebaharuan sehingga membuat industri kreatif

ini terus berkesinambungan, tidak

membosankan dan terus diproduksi.

Page 35: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

29

Mengapa industri kreatif penting untuk

digunakan? Beberapa alasannya diantaranya:

(1) Dengan kreatifitas, produk biasa dapat

menjadi lebih bernilai ekonomis; (2)

Meningkatkan ide dan gagasan dalam

berinovasi dan berkreatifitas; (3) Upaya

inovasi dan penerapan teknologi terbaru dalam

desain produk. Sehingga industri kreatif

memberi banyak keuntungan dan berdampak

positif dari segi ekonomis, kreatifitas, serta

inovasi dan teknologi. Terlebih lagi ditunjang

dengan pemasaran yang dipermudah dengan e

commerce, melalui webseite dan media social,

akan mempermudah pelaku dalam menjual

dan memasarkan produk.

Aksesoris berkonsep natural dan tradisional

Bali sudah sangat banyak ragam dan coraknya.

Aksesoris berkonsep etnik lainnya seperti

etnik nusantara maupun etnik asing juga tentu

akan memperkaya desain aksesoris dalam

industri kreatif. Aksesoris ini dapat

melengkapi ruangan dan agar ruang terlihat

semakin estetis, menarik dan indah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa trend

aksesoris yang berkonsep etnik sebagai salah

satu desain kreatif ini akan memberi karakter,

citra dan identitas etnik tertentu. Selanjutnya

upaya ini akan berdampak pada pembangunan

budaya, penguatan warisan budaya dan nilai

lokal.

KESIMPULAN

Aksesoris berkonsep etnik seperti etnik Bali,

etnik nusantara maupun etnik asing akan

memperkaya desain aksesoris dalam industri

kreatif. Aksesoris ini dapat melengkapi

ruangan dan agar ruang terlihat semakin

estetis, menarik dan indah. Setiap desain

kreatif berkonsep etnik memiliki keunikan,

nilai originalitas dan berkarakter. Hal ini

menambah nilai jual pada aksesoris.

Trend aksesoris yang berkonsep etnik sebagai

salah satu desain kreatif akan memberi

karakter, citra dan identitas etnik tertentu.

Selanjutnya upaya ini akan berdampak pada

pembangunan budaya, penguatan warisan

budaya dan nilai lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Biarezky Belle, dkk. 2016. 100+ Gerai

Interior Pilihan *Jakarta. Jakarta: PT

Gramedia.

Hisrich, Robert, dkk. 2002. Entrepreneurship

Kewirausahaan. Salemba Empat

Tjahyono, Gunawan Ed. 1998. Indonesia

Heritage Architecture. Archipelago Press.

Page 36: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

30

TERBENTUKNYA KELAS ALAY DALAM KOMUNITAS REMAJA

DAN DESAIN YANG MENGIKUTINYA

Ni Kadek Yuni Utami

Dosen Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali

Email : [email protected]

Abstrak

Kehidupan remaja tidak lepas dari pengaruh budaya populer yang selama ini berkembang. Budaya

populer yang disampaikan melalui media berupa simbol dan penanda identitas remaja keren seperti

desain dan aktivitas tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terbentuknya kelas alay

dalam komunitas remaja sebagai bentuk adopsi simbol dan penanda identitas remaja keren dalam

budaya populer serta ragam desain yang muncul akibat adanya kelas alay tersebut. Dalam penelitian

ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap

pembentuk fenomena alay di kalangan remaja dan desain yang mengikutinya, dianalisis dengan teori

gaya hidup Bourdieu.

Kata Kunci: gaya hidup, remaja, alay , desain

Abstract

Teen life can not be separated from the influence of popular culture. Popular culture that is conveyed

through the media with the symbols and identity markers of cool teenagers such as design and certain

activities. This study aims to analyze the formation of alay lifestyle, as adoption of symbols and

identity markers of cool teenagers in popular culture and the variety of designs that may arise. This

study using qualitative fenomenology, by making observations of alay phenomena among teenagers

and the design that may arise and analyzed with Bourdie’s theory.

Keywords: lifestyle, teenagers, alay, design

Page 37: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

31

PENDAHULUAN

1. Krisis Identitas Remaja

Masa remaja adalah masa terjadinya krisis

identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan

ini dikuatkan dengan pernyataan bahwa ada

empat status identitas diri pada remaja yaitu

identity diffusion/ confussion, moratorium,

foreclosure, dan identity achieved.

Karakteristik remaja yang sedang berproses

untuk mencari identitas diri ini juga sering

menimbulkan masalah pada diri remaja, (Adib,

2009). Remaja terbentuk dalam suatu

artikulasi ganda, yaitu dalam perlawanannya

dengan kebudayaan orang tua dan sekaligus

dalam perlawanannya dengan kebudayaan

dominan. Ritual-ritual seperti fashion, musik,

atau bahasa, dilihat sebagai usaha untuk

memenangkan ruang kultural dalam melawan

kebudayaan dominan dan kebudayaan orang

tua. Ini termasuk suatu upaya untuk

mengkomunikasikan dirinya berdasarkan

kedudukan, kelas dan komunitasnya.

Kebudayaan populer menampilkan citra diri

sebagai bagian dari kehidupan remaja yang

umumnya dimiliki remaja konsumtif dan

glamour. Kebudayaan populer sebagai

tampakan citra, dikonstruksi oleh media

dengan menggunakan aspek komunikasi

massa. Setiap remaja dalam menentukan

aktivitas kehidupannya, memiliki banyak

pilihan, yang dapat dipengaruhi oleh berbagai

media yang selama ini melakukan gebrakan

dalam remaja sebagai pendamping hidup.

Dalam memahami hidupnya media

memberikan alternatif kepada remaja sebagai

bentuk identitas remaja. Media memberikan

gaya hidup yang ingin dirasakan remaja

sebagai aktivitas yang diinginkan bagi mereka

dan sering disebut sebagai budaya populer

bagi remaja, bahkan sebagai ‘ideologi’ bagi

remaja saat ini.

2. Habitus Alay di kalangan Remaja

Alay, merupakan fenomena jamak yang

ditemui di belahan masyarakat Indonesia.

Secara etimologi, alay sendiri berasal dari

bahasa Indonesia, Anak dan Layangan, yang

pada awalnya merupakan sebutan bagi anak-

anak berwajah lusuh akibat gemar bermain

layangan di siang hari. Kemudian alay

mengalami pergeseran makna menjadi suatu

bagian kelompok yang berlaku seperti layang-

layang, yakni mengikuti angin perubahan

mode dan gaya hidup. Istilah alay berkonotasi

dengan kampungan, udik, “ndeso”, norak,

berselera rendah dan murah. Istilah alay inilah

yang kemudian dipakai untuk menyebut anak-

anak remaja yang dinilai atau dianggap tidak

trendi/ gaul, bergaya kampungan dengan

fashion murahan, mendengarkan musik-musik

berselera rendah, beredar di mall-mall

pinggiran kota, saling berkirim SMS dengan

bahasa-bahasa yang “aneh” yang ditulis

dengan karakter-karakter “aneh” (campur aduk

huruf besar-kecil dan angka). (Rumputteki,

2009).

Istilah alay merupakan sebuah stempel,

predikat, yang bersifat stigmatik, cenderung

menghakimi, yang diberikan oleh satu

golongan kepada golongan lainnya dalam

masyarakat, khususnya remaja. Dalam hal ini,

golongan yang memberikan cap alay itu

adalah mereka yang merasa dirinya lebih keren

atau gaul. Penyebab terbentuknya gaya hidup

alay ini dikaji sehingga dapat dijadikan bahan

dasar pertimbangan desain untuk komunitas

tertentu.

TUJUAN & METODE PENGUMPULAN

DATA

1. Tujuan

Remaja tidak ingin terevolusi dalam ranah

modern, sehingga mereka berlomba-lomba

mengikuti segala penanda dan simbol dari

remaja yang terlihat keren di media. Penanda

dan simbol ini dapat berupa desain dan

aktivitas tertentu yang dipopulerkan di media

sebagai simbol atau identitas remaja keren.

Namun, apa yang terjadi pada remaja yang

tidak memiliki modal dan pemilihan selera

yang baik? dan bagaimana identitas mereka

diakui dalam budaya populer dan bagaimana

desain-desain akhirnya muncul untuk

komunitas tersebut?

Page 38: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

32

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk

menganalisis munculnya istilah alay dalam

pencarian identitas remaja serta desain yang

mengikutinya.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif fenomenologi , yaitu dengan

melakukan pengamatan terhadap pembentuk

fenomena alay di kalangan remaja dan desain

yang mengikutinya yang dianalisis dengan

teori gaya hidup Bourdieu.

TINJAUAN TEORI

1. Teori Gaya Hidup

Gaya hidup adalah adaptasi aktif individu

terhadap kondisi sosial dalam rangka

memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan

bersosialisasi dengan orang lain. Gaya hidup

mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan

dan pola-pola respons terhadap hidup, serta

terutama perlengkapan untuk hidup. Cara

berpakaian, cara kerja, pola konsumsi,

bagaimana individu mengisi kesehariannya

merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya

hidup. Gaya hidup dipengaruhi oleh

keterlibatan seseorang dalam kelompok sosial,

dari seringnya berinteraksi dan menanggapi

berbagai stimulus di sana. Gaya hidup secara

luas adalah sebagai cara hidup yang

diidentifikasi oleh bagaimana orang

menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa

yang mereka pikirkan tentang diri mereka

sendiri dan juga dunia sekitar, (Sutisna, 2001).

Sedangkan menurut Weber, gaya hidup

merupakan selera pengikat kelompok dalam

(in group) aktor-aktor kolektif atau kelompok

status, berkompetisi ditandai dengan

kemampuan untuk memonopoli sumber-

sumber budaya,. Gaya hidup dibentuk, diubah,

dikembangkan sebagai hasil dari interaksi

antara disposisi habitus dengan batas serta

berbagai kemungkinan realitas. Dengan gaya

hidup individu menjaga tindakan-tindakannya

dalam batas dan kemungkinan tertentu.

Berdasarkan pengalaman sendiri yang

diperbandingkan dengan realitas sosial,

individu memilih rangkaian tindakan dan

penampilan mana yang menurutnya sesuai dan

mana yang tidak sesuai untuk ditampilkan

dengan ruang sosial.

2. Habitus dan Ranah sebagai awal Gaya

Hidup

Cara pandang alternatif pilihan mengenai

gaya dan fashion juga datang dari

sosiolog/antropolog Perancis Pierre Bourdieu.

Dalam Outline of a Theory of Practice (1977)

Bourdieu memperkenalkan istilah habitus

untuk mendefinisikan sebuah sistem disposisi,

yang mengatur kapasitas individu untuk

bertindak. Habitus tampak jelas dalam pilihan

individu tentang kepantasan dan keabsahan

seleranya dalam berdandan, berpakaian, seni,

makanan, hiburan, hobi dll. Menurut Bourdieu

ini semua dibentuk melalui lingkungan sosial,

dengan internalisasi seperangkat kondisi

material tertentu. Habitus beroperasi

berdasarkan sebuah logika praktek ( logic of

practice ) yang diatur berdasar sistem

klasifikasi bawah sadar maskulin/feminin, baik

atau buruk trendi atau kuno dll). Penerapan

prinsip-prinsip ini dalam bentuk konsumsi

budaya dikenal sebagai selera.

Dengan cara pandang Bourdieu, habitus

individu dibentuk oleh/dikaitkan pada

keluarga, kelompok, dan yang paling penting

posisi kelas individu dalam masyarakat.

Sedangkan habitus eksternal, dibentuk dari

cara pandang lingkungan sosial mengenai

selera orang lain, sehingga muncul sebuah

posisi atau kelas yang terbentuk pada diri

orang tersebut.

FAKTOR MUNCULNYA ISTILAH ALAY

DI KALANGAN REMAJA

Gaya hidup alay dipahami sebagai

keseluruhan selera, kepercayaan dan praktik

sistematis yang menjadi ciri suatu kelas. Kelas

sosial alay sebagai bentuk yang turut

membentuk gaya hidup mereka, tidak terlepas

dari konsep Bourdieu tentang habitus.

Bourdieu menjelaskan bahwa konsep habitus

terdiri dari tiga konsep yaitu, habitus, modal,

dan ranah. Atau ditulis dengan rumus

Page 39: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

33

(habitus)(capital/modal) + ranah = gaya

hidup.

1. Alay adalah komunitas yang tidak keren

Ketika band-band luar dan dan munculnya

situs jejaring sosial pertama yang terkenal di

Indonesia yaitu Friendster pada tahun 2006,

remaja yang dianggap keren adalah remaja

yang mengikuti gaya pakaian ala band

tersebut, seperti penggunaan celana di bawah

pinggang, boxer warna-warni, potongan

rambut emo, dll. Begitu pula dengan situs

jejaring sosial, remaja keren adalah remaja

yang mengikuti situs tersebut, kemudian

mencoba mengeksiskan diri melalui identitas

nama yang diimbuhi akhiran marga kebarat-

baratan yang menunjukkan kelas sosial

mereka. Diiringi tren gaya tulisan sms para

remaja wanita dengan karakter huruf besar

kecil, angka sebagai peningkatan status sosial

mereka. Namun seiring dengan waktu,

angkatan pembawa gaya hidup ini mulai hidup

dalam kapitalisme dan kemapanan berpikir.

Mereka sudah meninggalkan jauh tulisan-

tulisan atau gaya pakaian seperti itu.

Permasalahannya adalah keterlambatan

beberapa pengagum mereka terdahulu untuk

menyerap gaya hidup itu.

Si penyerap berusaha mengkopi semua

kebiasaan orang yang dulu dianggap populer

di lingkungannya dengan harapan memperoleh

status yang sama. Pemilihan selera si penyerap

dianggap ketinggalan jaman, mereka yang

seperti ini dianggap tidak keren, sehingga

dinilai sebagai kaum alay. Istilah keren atau

tidak keren seakan menjadi inti dari

permasalahan pro-kontra alay, keren dapat

dikatakan sebagai sinonim dari kata bagus atau

hebat, namun keren dapat berarti sifat fasis,

suatu pengelabuan akan industri kapitalisme,

keren dapat diartikan sebagai mimpi yang

disebarkan oleh media, sebagai candu

masyarakat modern akan merk. Keren bersifat

labil, apa yang dianggap keren tahun ini, bisa

dianggap ketinggalan jaman tahun depan.

Tidak semua bisa berada dalam kelas atas,

tidak semua bisa menjadi keren, dan tidak

semua mempunyai selera bagus. Inilah yang

dikatakan dengan habitus yaitu ideologi akan

selera alami. Habitus merupakan pemilihan

perlengkapan yang dikenakan oleh individu.

Perlengkapan yang dikenakan oleh individu ini

dapat membentuk ciri tertentu bagi individu

yang konsisten dengan habitusnya itu. Dalam

hal ini, alay dengan gampang dikenali oleh

orang-orang anti alay karena selera pemilihan

akan perlengkapan mereka. Baik dari selera

berpakaian, pemilihan tempat untuk

berkumpul, gaya berfoto yang mereka

lakukan, hingga pemilihan penulisan nama

atau status yang berlebihan.

Gambar 1. Karikatur Gerombolan Alay

Sumber : Mice Cartoon, Kompas Minggu, 12 Februari

2012

Gambar 2. Karikatur Anak Gaul

Sumber : Mice Cartoon, 100 Tokoh yang mewarnai

Jakarta (2008 : 66)

Page 40: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

34

Gambar 3. Bahasa Alay

Sumber : http://e-

basindo.blogspot.co.id/2013/04/makalah-fenomena-

bahasa-alay-di.html

Gambar 4. Salah satu foto profil anak alay

Sumber :

https://updateviralnews.blogspot.com/2017/05/8-ciri-ciri-

cowok-alay-no-2-paling-alay.html

2. Alay cenderung memiliki selera yang

rendah

Umumnya penilaian akan selera yang buruk

atau baik dimiliki oleh kelas tertentu, kapasitas

ini hampir sepenuhnya terkonsentrasi di

kalangan anggota masyarakat kelas atas.

Kelas-kelas bawah secara seragam menyukai

selera yang buruk, dan kelas menengah

menyukai selera yang sedang. Yang

membedakan kelas-kelas ini terletak pada

besarnya keseluruhan sumber daya dan

kekuasaan yang secara efektif dapat

digunakan, yaitu modal ekonomi, modal

budaya dan modal sosial. Pembedaan itu

dibuat dari yang mempunyai modal ekonomi

dan budaya yang besar, hingga sampai pada

mereka yang sangat miskin. Yang dimaksud

dengan modal budaya dalam hal ini adalah

cara berbicara, kemampuan menulis,

penampilan, pendidikan serta bentuk-bentuk

kedudukan sosial. Modal ekonomi dan modal

budaya adalah yang menentukan di dalam

memberi kriteria diferensiasi yang paling

relevan bagi lingkup masyarakat yang sudah

maju.

Dalam pengaktualisasi diri, komunitas alay

dianggap tidak didukung oleh modal ekonomi

dan sosial, ini dilihat kembali dari selera

pemilihan perlengkapan yang digunakan, baik

baju yang digunakan maupun pemilihan

tempat untuk berkumpul, contohnya, ketika

alay melihat si A keren dengan celana jeans

Zara seharga lebih dari Rp.500.000,00, maka

alay akan memilih untuk membeli celana

jeans di pasar dengan model dan merk palsu

yang sama seharga kurang dari Rp.50.000,00.

Ini adalah bentuk ketidakmapanan alay dalam

modal ekonomi. Pemilihan tempat untuk

berkumpul (nongkrong) di emperan circle K

pun dianggap alay, karena dinilai tidak

memiliki modal ekonomi untuk memilih

tempat berkumpul yang layak. Pemilihan

status situs jejaring atau komentar-komentar

dengan berlebihan dan dianggap norak karena

menunjukkan bahwa alay tidak mempunyai

kemapanan budaya yaitu pendidikan. Misalnya

kata lucu diganti dengan UcHuL, atau kata

kamu diganti dengan q-Muwh.

Selera bukan hanya sebuah penghargaan atas

apa yang dianggap keren, namun juga

perendahan atas apa yang dianggap

kampungan atau rendah. Selera tinggi

mengandung perasaan superioritas yang tak

terbantahkan dalam diri pemiliknya dan orang-

orang yang lebih atas dalam hirarki sosial

sangat merendahkan apa saja yang dinikmati

oleh orang-orang di bawahnya (gaya pakaian,

film, acara televisi, olahraga, musik, dll ).

Perendahan ini berujung pada istilah alay bagi

remaja yang dianggap memiliki pemilihan

selera rendah dan tidak memiliki modal yang

baik.

3. Alay sebagai Kelas Baru dalam Ranah

Modern

Ada sesuatu yang bergeser, ketika konsumsi

dikaitkan dengan gaya hidup, yakni hasrat

mengkonsumsi suatu barang/jasa dianggap

Page 41: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

35

bukan sebagai pelengkap, namun sudah masuk

sebagai “penanda” kehadiran seseorang.

Misalnya, model telepon genggam yang selalu

saja berubah, meskipun fungsinya tetap sama,

akan terus mendapatkan konsumen, karena

dengan begitu telepon genggam ini dianggap

mewakili sebuah identitas. Begitupun yang

mewakili proses pencitraan seorang alay,

ketika proses konsumsi menjadi sesuatu yang

tidak berguna, dan hanya dianggap sebagai

media untuk memunculkan eksisitensinya.

Alay, secara sadar atau tidak sadar, berusaha

menciptakan identitas baru supaya mereka bisa

diakui sebagai bagian dari sebuah komunitas

remaja keren. Ada sebuah konsekuensi yang

mau tidak mau harus diterima, yakni ketika

mereka (alay) tengah mengaktualisasikan diri

mereka, mereka malah menciptakan sebuah

kelas baru dalam masyarakat.

Terbentuknya sebuah kelas baru didasarkan

pada sebuah kemunculan suatu struktur sosial

yang menghubungkan antara individu yang

saling terpisah, dengan adanya komunikasi dan

interaksi serta kesamaan-kesamaan yang

dimiliki oleh anggotanya. Kesamaan tersebut

bisa berupa status ekonomi, pekerjaan, dan

kepemilikan. Alay sendiri merupakan

penggolongan berdasarkan persamaan tingkah,

reaksi, pola dan perilaku yang melekat pada

dirinya. Posisi alay yang berada ditengah-

tengah orang kota dan orang desa, didasarkan

pada penggolongan tersebut. Secara umum

yang mendasari perbedaan orang kota dan

orang desa terletak pada pola berpikir dan

gaya hidup. Alay sendiri sudah mendekati gaya

hidup orang kota, namun masih belum maju

pada pola pikirnya. Pola pikir sangat

menyangkut dan berkaitan pada tingkah laku

atau perilaku seseorang. Sehingga alay gagal

mengidentifikasikan sesuatu yang dianggap

keren di masyarakat. Alay dapat dikatakan

sebagai identitas baru yang terbentuk sebuah

penilaian atau judge akan gagalnya pencapaian

identitas remaja keren, namun alay kini sangat

dikenal oleh masyarakat terutama remaja.

Identitas alay akhirnya menjadi sebuah kelas

baru, seiring banyaknya pro-kontra akan alay,

maka semakin besar perhatian akan kelompok

ini. Orang-orang alay tidak pernah merasa

bahwa diri mereka adalah bagian dari remaja

alay, bisa juga orang-orang yang dengan keras

menyuarakan anti alay adalah alay juga.

Berdasarkan analisis diatas, sebuah capital

atau modal (tingkat ekonomi, pendidikan,

budaya dan sosial) yang rendah melahirkan

habitus atau selera yang rendah pada ranah

modern mendukung munculnya kelas atau

gaya hidup alay dalam pencarian identitas

remaja.

RAGAM DESAIN AKIBAT

MUNCULNYA KELAS ALAY DALAM

KOMUNITAS REMAJA

Gaya hidup merupakan sebuah pola hidup

seseorang di dunia yang diekspresikan dalam

aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup

menggambarkan keseluruhan diri seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

(Kotler, 2009).

Munculnya kelas alay turut mempengaruhi

pertimbangan produsen untuk mengeluarkan

desain yang memenuhi kebutuhan komunitas

tersebut. Adapun pertimbangan tersebut

adalah:

- Remaja kelas alay berusaha mengikuti

simbol dan penanda budaya populer dan

remaja keren. Mereka cenderung ingin

meningkatkan status sosial dan identitas

mereka dan meniru apa yang

direpresentasikan media akan remaja

keren.

- Lemahnya capital atau modal kelas alay

seperti tingkat pendidikan dan rendahnya

selera membuat kelas alay tidak

mengutamakan kualitas, namun mengejar

tampilan sebagai petanda yang dapat

diperlihatkan pada media sosial. Begitu

pula dengan kurangnya daya beli akan

simbol budaya populer membuat kelas

alay lebih mengutamakan harga yang

terjangkau.

- Alay muncul pada ranah modern sebagai

bentuk gagalnya pencapaian identitas

Page 42: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

36

remaja keren, namun komunitas ini secara

tidak langsung membentuk sebuah tren

dan kelas dan bahkan komunitas baru

dalam remaja.

Dari faktor pertimbangan diatas maka desainer

akan merancang desain yang mirip atau

hampir sama secara tampilan dengan simbol

budaya populer, namun tidak menekankan

pada kualitas isi desain dengan harga yang

dapat dijangkau oleh kelas alay tersebut.

Ragam desain yang muncul berupa desain

yang hampir menyerupai penanda budaya

populer, desain ini diistilahkan dengan desain

KW yang disingkat dari kata kualitas

(kwalitas), adapula yang hanya menyamai dari

segi fitur dan fasilitas namun tampilan pada

desain dibuat berbeda.

Desain yang dirancang turut serta mengikuti

perkembangan akan ranah modern dan

pengklasifikasian alay sebagai peralihan antara

remaja desa dan kota telah mendapat perhatian

sehingga dapat menjadi sebuah sasaran pasar

yang jelas. Berbagai simbol dari identitas

remaja keren seperti penggunaan handphone

Blackberry dengan harga 3-8 juta rupiah yang

muncul pada awal tahun 2008 diadopsi

produsen desain dengan meluncurkan

handphone dengan tampilan yang dibuat mirip

dengan fitur seadanya dan harga yang yang

terjangkau seperti Nexianberry dengan harga 1

juta rupiah.

Gambar 5. Nexianberry vs Blackberry

Sumber:

https://jharismoyo.wordpress.com/tag/smartphone-keren/

Memiliki beragam situs jejaring sosial seperti

facebook, twitter, path dan instagram sebagai

pengakuan eksistensi remaja keren, sehingga

semua remaja harus memiliki situs-situs

tersebut. Tentu saja untuk memiliki situs

tersebut dan selalu update akan aktivitas yang

dilakukan diwajibkan menggunakan

handphone dengan fasilitas tertentu. Pada

desain barang yang dipakai, seperti pakaian

dan tas yang dianggap sebagai ikon dari

fashion remaja yang fasih dengan tren, remaja

dengan modal yang rendah akan berusaha

mendapatkan baju yang tampilannya mirip

dengan merk-merk tersebut.

Gambar 6. Desain KW di sebuah pasar di Indonesia

Sumber : http://money.cnn.com/2016/

Gambar 7. Perbedaan tas KW dan asli

Sumber :

http://modeltaswanitabranded.blogspot.co.id/2014/09/car

a-membedakan-tas-asli-dengan-tas.html

Tidak hanya pada desain produk, kelas alay

turut serta mempengaruhi desain interior.

Munculnya gerai-gerai makanan dan kafe

sebagai tempat berkumpul atau (nongkrong)

dengan sudut instagramable (layak untuk

diabadikan dalam foto dan diunggah ke

instagram), dianggap sebagai simbol atau

penanda remaja keren yang dipersentasikan di

media membuat para pemilik warung harus

mempertimbangkan spot-spot foto

instagramable walaupun budget desain kecil

dan harga makanan yang dijual murah. Namun

tidak sedikit pemilik warung yang berkreasi

Page 43: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

37

tanpa menggunakan jasa desainer interior

untuk mendesain spot instagramable sehingga

hasilnya pun tidak maksimal.

Gambar 8. Desain kafé instagramable untuk kelas

alay

Sumber : http://helloacehku.com/5-cafe-paling-menarik-

dan-instagramable-di-aceh-pidie/

Gambar 9. Harga makanan yang terjangkau dan

biaya desain yang kecil

Sumber : https://food.idntimes.com/dining-guide/indrati-

novi-p/warung-mie-instant-kekinian-yang-instagramable-

di-sekitaran-jakarta-c1c2/full

Gambar 10. Mural instagramable

Sumber : https://food.idntimes.com/dining-guide/indrati-

novi-p/warung-mie-instant-kekinian-yang-instagramable-

di-sekitaran-jakarta-c1c2/full

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat dari analisis

diatas adalah:

1. Analisis terbentuknya kelas alay

melalui teori Bourdieu yang menjelaskan

bahwa konsep habitus terdiri dari tiga konsep

yaitu, habitus, modal, dan ranah. Atau ditulis

dengan rumus (habitus)(capital/modal)+ ranah

= gaya hidup ditemukan bahwa sebuah capital

atau modal (tingkat ekonomi, pendidikan,

budaya dan sosial) yang rendah melahirkan

habitus atau selera yang rendah pada ranah

modern mendukung munculnya kelas atau

gaya hidup alay dalam pencarian identitas

remaja.

2. Ditemukan konsep yang sejalan

dengan konsep habitus dalam pertimbangan

ragam desain akibat munculnya sebuah kelas

atau gaya hidup, seperti pertimbangan akan

habitus, capital atau modal serta ranah yang

dimiliki oleh pasar. Hal ini dapat dilihat dari

munculnya ragam desain yang bervariasi

seperti:

- Desain yang sama dari segi tampilan

namun memiliki kualitas dibawah desain

yang ditiru. Dalam masyarakat, desain ini

dikenal dengan istilah desain KW dan ini

umumnya merupakan benda pakai.

- Desain yang meniru fitur dan fungsi

namun berbeda dari segi tampilan, dan

menurunkan kualitas untuk membuat

harga menjadi lebih terjangkau.

- Desain yang hanya mengikuti fungsi tanpa

mementingkan kualitas dan harga yang

dibawah harga pasar untuk meraih

konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Kotler, Philip. 2009. Manajemen Pemasaran.

Jakarta: Erlangga

Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan

Komunikasi Pemasaran. PT. Remaja

Rosdakarya. Bandung

Page 44: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol.V/ No. 1/ Tahun 2018 ISSN : 2355-9284

38

Sumber Website:

Asrori, Adib. 2009. Psikologi Remaja,

Karakterisitik, dan Permasalahnnya. [online].

(http://adib-

asrori.blogspot.co.id/p/remaja.html, diakses 21

January 2018)

Bourdieu, Pierre. 1995. Physical Space, Social

Space and Habitus [pdf].

(https://archives.library.illinois.edu/, diakses

21 January 2018)

Bourdieu, Pierre. 1997. Outline of Theory of

Practice [pdf].

(https://monoskop.org/images/7/71/Pierre_Bou

rdieu_Outline_of_a_Theory_of_Practice_Cam

bridge_Studies_in_Social_and_Cultural_Anthr

opology_1977.pdf , diakses 21 January 2018)

Mulawarman, Aji Dedi. 2007 Perubahan

dengan Ekstensi Habitus,

(https://ajidedim.wordpress.com/2007/12/26/p

erubahan-dengan-ekstensi-habitus/, diakses 21

January 2018)

Pertiwi, IN. 2007. Warung Mi Instan Kekinian

yang Instagramable di Sekitaran Jakarta.

[online] (https://food.idntimes.com/dining-

guide/indrati-novi-p/warung-mie-instant-

kekinian-yang-instagramable-di-sekitaran-

jakarta-c1c2/full, diakses 20 january 2018)

Rumputteki. 2009. Selera, Gaya, Kelas vs Alay

. [online]

(http://rumputeki.multiply.com/journal/item/21

4/Selera_Gaya_Kelas_Keren_vs_Alay, diakses

20 January 2018)

Mina, Myoui. ___.8 Ciri-Ciri Anak Alay, No 2

Paling Alay, Apakah Kamu Termasuk ?

[online].

(https://updateviralnews.blogspot.com/2017/05

/8-ciri-ciri-cowok-alay-no-2-paling-alay.html,

diakses 15 January 2018)

Saputro, Seno.___. Cara Membedakan Tas

Asli dengan Tas Palsu. [online]

(http://modeltaswanitabranded.blogspot.co.id/

2014/09/cara-membedakan-tas-asli-dengan-

tas.html, diakses 15 January 2018)

Page 45: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

39

RELASI DESAIN DAN TATA LETAK FURNITURE TERHADAP

KENYAMANAN PENGUNJUNG URBAN CAFE

I Wayan Yogik Adnyana Putra, S.T., M.T.

Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali

Email: [email protected]

Abstrak

Dewasa ini semakin beragamnya aktivitas yang dapat dilakukan pengunjung saat berada di cafe.

Keberagaman aktivitas inilah yang kemudian menimbulkan kecendrungan pengunjung dalam memilih

desain dan tata letak dari furniture yang nyaman guna memenuhi kebutuhan akan bersosialisasi,

tempat yang nyaman untuk menikmati sajian makanan dan minuman serta menunjang aktivitas yang

berlangsung selama berada dicalam cafe. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi kenyamanan pengunjung khususnya cafe yang berada di wilayah urban. Metode

penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan observasi dan

pengamatan secara langsung secara mendalam terhadap cafe yang dijadikan studi kasus pada

penelitian ini. Data yang didapatkan kemudian diolah dan dianalisis. Hasil analisis kemudian

dilakukan uji validasi akhir pada penelitian untuk memastikan kecocokan hasil observasi dna

pengamatan dengan uji validasi yang telah dilakukan. Hasil temuan penelitian berupa rekomendasi

desain dan tata letak furniture yang baik bagi pengunjung cafe di wilayah urban.

Kata Kunci: desain, tata letak, kenyamanan

Abstract

Today the more diverse activities that visitors can do while in the cafe. The diversity of activities is

what then causes visitors tendency in choosing the design and layout of the comfortable furniture in

order to meet the need for socializing, a comfortable place to enjoy food and beverage serving as well

as support the activities that lasted during the cafe. This study aims to meet the factors that can affect

the comfort of visitors, especially cafes that are in urban areas. The research method used is

descriptive qualitative, that is by doing observation and direct observation in depth to cafe which

become the case study in this research. The data obtained is then processed and analyzed. The results

of the analysis then performed the final validation test on the research to ensure the matching of

observations and observations with the validation test that has been done. The findings of research in

the form of design recommendations and layout of furniture is good for cafe visitors in urban areas.

Keywords: design, layout, comfort

Page 46: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

40

PENDAHULUAN

Badung merupakan salah satu kota yang

memiliki peranan penting dalam pariwisata

yang ada di Indonesia, khususnya Provinsi

Bali. Kota Badung menyimpan keindahan

alam yang indah dan memiliki beraneka ragam

tempat wisata. Sebagian besar penduduknya

bekerja dibidang Pariwisata. Keadaan wilayah

yang telah berkembang secara signifikan

dengan jarak antar bangunan sangat kecil

menjadikan Kota Badung menjadi salah satu

Urban area di Bali. Perkotaan atau Urban area

dapat didefinisikan sebagai daerah dengan

masyarakat berjumlah besar yang berada di

dalamnya. Urban area dapat dilihat melalui

kehidupan masyarakatnya yang berbeda

dengan masyarakat pedesaan. Salah satu ciri-

ciri masyarakat urban adalah perubahan-

perubahan sosial tampak nyata di kota, karena

kota pada dasarnya selalu terbuka dalam

menerima pengaruh dari luar.

Perubahan sosial yang berkembang secara

signifikan di Bali khususnya Kota Badung

sebagai lokasi kegiatan bisnis, membentuk

konstruksi gaya hidup urban dan

memunculkan konsumerisme. Masyarakat

tidak lagi menghabiskan banyak waktunya

dirumah untuk memasak makanan, melainkan

cenderung memilih pergi bersama keluarga

mengunjungi rumah makan seperti cafe yang

sudah banyak dibangun di Ibu Kota. Istilah

cafe berasal dari bahasa Perancis yang secara

harfiah artinya (minuman) kopi, namun

digunakan sebagai nama tempat dimana orang-

orang berkumpul atau sekedar bersantai untuk

melepas lelah sehabis beraktivitas sambil

minum kopi. Seiring berjalannya waktu, cafe

bukan hanya menyediakan kopi, tetapi juga

minuman lain serta makanan ringan. Salah

satu yang menjadi daya tarik cafe untuk

dikunjungi adalah suasana dan desain

bangunan dari cafe.

Desain cafe yang unik memiliki nilai lebih dari

para pengunjung, karena selain dapat

menikmati makanan, minuman, bersantai dan

berkumpul, masyarakat juga dapat

menyalurkan gaya hidup sosialnya, salah

satunya yaitu pengunjung memiliki banyak

spot foto di dalam café yang nantinya bisa

dibagikan kepada orang lain melalui media

sosial. Namun café yang banyak dibangun di

Ibu Kota atau yang biasa disebut dengan urban

café, cenderung memiliki desain dan tampilan

fasad maupun interior yang sama, sehingga

membuat cafe tampak monoton dan mulai

membosankan.

Cafe zaman sekarang tidak hanya berfungsi

sebagai tempat bersantap tetapi juga dapat

dimanfaatkan sebagai tempat rapat, tempat

reuni, bahkan juga bias dijadikan lokasi

alternative untuk menyelesaikan pekerjaan

bagi mereka yang ingin bekerja dalam

suasana berbeda. Banyaknya masyarakat yang

memilih untuk bersantai di cafe membuat

bisnis cafe di kota menjamur. Persaingan pun

semakin ketat. Demi menarik perhatian lebih

banyak pembeli, masing-masing pebisnis cafe

berusaha memberikan hal yang berbeda pada

cafenya. Dimulai dari jenis makanannya, cara

penyajiannya, system pelayanannya, fitur-fitur

hiburannya, hingga sengaja membuat suasana

maupun interior cafe menjadi seunik dan

semenarik mungkin. Biasanya semakin unik

cafe tersebut akan semakin diburu pula oleh

masyarakat.

Tema yang di usung oleh cafe dapat dibentuk

melalui elemen-elemen ruang didalamnya

seperti layout furniture, pencahayaan,

penghawaan, kebersihan dan kerapian ruang.

Elemen-elemen ruang ini saling berkaitan satu

dengan yang lain sehingga dapat dirancang

secara harmonis, proposional, seimbang, dan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Furnitur

merupakan salah satu elemen ruang yang

berhubungan langsung dengan fisik

pengunjung cafe dalam melakukan aktivitas

dan mempresentasikan identitas serta fungsi

ruang yang dibentuk maupun melingkupinya.

Cafe merupakan salah satu ruang publik

dengan beragam aktivitas didalamnya. Maka

dari itu para pemilik cafe berusaha untuk dapat

menghadirkan suasana ruang yang nyaman

bagi pengunjung, salah satunya adalah desain

dan tata letak sarana duduk didalamnya.

Furniture yang terdapat didalam cafe

dikonfigurasikan atau di tata dalam beberapa

Page 47: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

41

jenis pola hingga membentuk sebuah tata letak

furnitur sesuai dengan tema cafe. Beragam

jenis tata letakyang ditampilkan dapat

mempengaruhi preferensi pengunjung dalam

memilih sarana duduk yang diinginkan untuk

memperoleh kenyamanan. Kenyamanan yang

dimaksud dapat berupa kenyamanan fisik jika

dilihat dari jenis atau desain, dimensi,

material, dan warna yang digunakan sesuai

dengan kebutuhan pengunjung. Sementara

untuk kenyamanan psikologis dapat berupa

tata letak atau posisi duduk pengunjung yang

dapat mendukung aktivitas pengunjung,

seperti letak sarana duduk yang dekat area

service memiliki preferensi lebih rendah

daripada letak sarana duduk yang berada di

tengah ruang dengan kemudahan akses dan

pelayanan service dari cafe.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif, yaitu dengan melakukan observasi

langsung dan pengamatan secara mendalam

mengenai cafe di daerah urban yang dijadikan

studi kasus pada penelitian ini. Menurut Nazir

(1988), metode penelitian kualitatif merupakan

suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu

kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu

peristiwa pada masa sekarang. Penelitian ini

menafsirkan serta menguraikan data yang

bersangkutan dengan situasi yang sedang

terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi

dalam sebuah lingkungan masyarakat. Analisa

akan dilakukan secara deskriptif dengan

didasarkan pada tinjauan teori yang relevan.

TINJAUAN TEORI

1. Definisi Furniture

Furniture merupakan perlengkapan ruangan

yang mencangkup semua barang yang ada

didalamnya. Mebel berasal dari kata movable,

yang artinya bisa bergerak. Pada zaman dahulu

meja, kursi dan lemari relatif mudah

digerakkan dari batu besar, tembok, dan atap.

Berdasarkan pengertian tersebut furniture

merupakan semua benda yang ada di ruangan

dan digunakan oleh penghuninya dengan

elemen-elemen dasar yang mencangkup

furniture dalam mengisi ruangan seperti, meja,

kursi, sofa, lemari, rak buku dan lain-lain.

2. Definisi Urban Cafe

- Urban

Definisi dari area urban adalah berkaitan

dengan kota besar yang berada dalam

suatu wilayah. Daerah perkotaan dapat

didefinisikan sebagai daerah yang

mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian, wilayah yang telah

berkembang secara signifikan. Perkotaan

dengan susunan fungsi kawasan sebagai

tempat permukiman perkotaan,

pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan

kegiatan ekonomi.

- Café

Menurut Soenarno dalam Kamus Istilah

Pariwisata dan Perhotelan (2003:66) cafe

adalah Restoran dengan menu terbatas.

Café adalah istilah lain dari Coffee yang

biasa dipakai untuk menyebut istilah

Coffee Shop. Artinya tempat makan dan

minum yang menyediakan menu cepat

dan sederhana serta menyediakan

minuman ringan untuk orang yang santai

atau menunggu sesuatu. Menurut

Budiningsih (2009:51) cafe atau cape

adalah suatu restoran kecil yang berada di

luar hotel. cafe memiliki pilhan makanan

yang sangat terbatas dan tidak menjual

minuman yang beralkohol tinggi, tetapi

tersedia minuman sejenis bir, soft drink,

teh, kopi, rokok, cake, cemilan, dan lain-

lain.

Berdasarkan pemaparan dari definisi urban

dan café, dapat disimpulkan bahwa urban café

merupakan tempat yang mengutamakan

hiburan dan kenyamanan pengunjung yang

menyediakan menu makanan ringan, kopi, dan

minuman dengan kadar alcohol rendah,

dimana lokasinya berada di pusat perkotaan

dengan dominasi masyarakatnya sebagai

pekerja kantoran, mahasiswa, dan pelaku

ekonomi lainnya. Terdapat berbagai tipologi

Page 48: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

42

Café untuk menunjang keberadaan dari cafe

itu sendiri, diantaranya;

- Tipologi café berdasarkan cara menyajian

makanan ada 4 jenis yaitu Self Service

System, Waiter of Waitress Service to

Table System, Counter Service System,

dan Automatic Vending System.

- Tipologi café berdasarkan jenis menu

yang dihidangkan dapat dibedakan

menjadi 3 jenis yaitu Table d’hote Menu,

Ala Certe, dan Special Today Menu.

- Tipologi café berdasarkan lokasi dapat

dibedakan menjadi dua yaitu urban café

dan café yang berada di pedesaan/daerah

pelosok.

- Tipologi berdasarkan target

pemasaran terhadap produk yang

ditawarkan dapat dibedakan menjadi 3

kelompok yaitu lokal, turis asing, dan

domestik (JURNAL INTRA VOL.2,

NO.2, (2014).

PEMBAHASAN

1. Desain Furniture

Keberadaan furniture dalam kehidupan sehari-

hari memiliki peranan penting untuk

mendukung aktivitas penggunanya. Model dan

bentuk pada umumnya berkaitan erat dengan

fungsinya. Selain model dan bentuk yang

beragam, furniture digunakan oleh

penggunanya untuk duduk, berbaring, ataupun

menyimpan benda kecil (Haryanto, 2004).

Hasil observasi memperlihatkan bahwa

terdapat beberapa jenis furniture yang

digunakan pada ketiga studi kasus antara lain

pada 9/11 Café & Concept Store, Revolver

Bali dan Creamy Comfort Café. Jenis furniture

yang digunakan pada ketiga studi kasus bisa

dipastikan dapat mendukung aktivitas yang

dilakukan oleh pengunjung dan membuat

penggunanya merasa nyaman sehingga

meningkatkan produktifitas dalam hal ini

adalah jumlah pengunjung. Banyak faktor

yang mempengaruhi kenyamanan pengunjung

saat berada di café, salah satunya bisa

diciptakan melalui perencanaan lingkungan

fisik café yang baik (Maryati, 2008).

Menurut Pile (1988) furniture merupakan

sebuah bentuk perencanaan detail tentang

penempatan benda didalam ruang dan harus

mengikuti pola perencanaan ruang tersebut.

Penyusunan furniture yang tidak beraturan dan

tidak sesuai dengan pola perencanaan ruang

dapat menyebabkan kemacetan sirkulasi dan

mengganggu kenyamanan pengunjung cafe

(Lawson, 1973). Penataan pola tata letak

furniture di cafe sama halnya seperti penataan

tata letak ruang-ruang seperti yang diuraikan

oleh D.K. Ching, sehingga terdapat beberapa

pola tata letak sarana duduk cafe sebagai

berikut:

- Pola terpusat. Merupakan suatu ruang

sentral dan dominan yang dikelilingi oleh

ruang sekunder yang dikelompokkan.

- Pola Linier. Merupakan sebuah sekuen

linier ruang-ruang yang berulang.

- Pola Cluster. Merupakan ruang-ruang

yang dikelompokkan melalui pendekatan

atau pembagian suatu benda atau

hubungan visual bersama.

- Pola Grid. Merupakan ruang-ruang yang

diorganisir didalam area sebuah grid

struktur atau rangka kerja tiga dimensi

lainnya.

- Pola Radial. Merupakan suatu ruang yang

menjadi sentral organisasi-organisasi

linier ruang yang memanjang dengan cara

radial.

Berdasarkan penjelasan mengenai pola tata

letak furniture diatas, maka pada penelitian ini

hasil observasi dan pengamatan menunjukkan

bahwa terdapat tiga kelompok pola tata letak

furniture yang diterapkan pada ketiga studi

kasus cafe, yaitu pola terpusat, pula linier, dan

pola cluster.

2. Jarak Interaksi Manusia

Edward Hall (1963), menyatakan bahwa ruang

personal merupakan suatu jarak untuk

berkomunikasi, dimana jarak antar individu

juga merupakan jarak berkomunikasi. Setiap

individu memiliki cara untuk mengatur jarak

personalnya dengan orang lain. Hal ini juga

ang dapat terjadi antar pengunjung cafe.

Page 49: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

43

Adapun jenis-jenis jarak dibagi menjadi

empat, yaitu:

1. Jarak intim: fase dekat (0-0,15m) dan fase

jauh (0,15-0,45m). Jarak untuk merangkul

kekasih, sahabat, atau anggota keluarga

untuk melakukan kontak fisik secara

langsung.

2. Jarak personal: fase dekat (0,45-0,75m)

dan fase jauh (0,75-1,2m). Jarak untuk

percakapan antara dua sahabat atau orang

yang sudah saling akrab.

3. Jarak sosial: fase dekat (1,2-2,1m) dan

fase jauh (2,1-3,6m). Batas normal bagi

individu dengan kegiatan bersamaan atau

kelompok sosial yang sama. Pada jarak

sosial ini cara berkomunikasi dapat

dilakukan dengan suara agak keras dan

juga menggunakan bantuan anggota

tubuh.

4. Jarak publik: fase dekat (3,6-7,6m) dan

fase jauh (lebih dari 7,6m). Suatu jarak

yang dilakukan pada pembicaraan antara

satu orang dan tiga puluh orang lebih

seperti pembicara dalam suatu forum atau

depan kelas.

3. 9/11 Café & Concept Store

Café ini berada di jalan Teuku Umar barat

337, Denpasar, Bali. 9/11 Café memiliki 2

lantai yang terbagi menjadi 5 ruang utama

yaitu outdoor area, indoor area, kirtchen,

toilet pengunjung dan store. Outdoor area

berada mengelilingi indoor area dan terdapat

12 meja disekitarnya dengan masing-masing

meja untuk 4 orang. Nuansa alam ditengah

perkotaan dihadirkan untuk memperkuat

konsep cafe ini. Hal ini dapat di lihat ketika

awal memasuki cafe, dari segi arsitektur

bangunan di rancang seperti sebuah rumah

dengan pepohonan dan halaman yang luas

pada bagian depan dan belakang cafe.

Sementara dari segi desain interior terlihat dari

pemilihan warna ruang yang diterapkan, yaitu

menggunakan warna-warna lembut seperti

coklat, biru, orange, dan warna-warna lain

yang dapat meningkatkan kenyamanan

psikologis pengunjung. Berikut suasana

kondisi eksisting dari 9/11 Cafe & Concept

Store.

Gambar 1. Suasana Outdoor Cafe

Sumber: Observasi Peneliti, 2017

Elemen pembentuk ruang yang terdapat pada

9/11 Café & Concept Store diantaranya:

- Lantai, menggunakan lantai kayu solid.

- Dinding, menggunakan dinding terbuka

hanya terdapat dinding yg membatsi

ruang outdoor dan indoor.

- Plafon, sebagian terbuka dan sebagian

menggunakan kayu solid.

-

Gambar 2. Suasana Indoor dan Outdoor Cafe

Sumber: Observasi Peneliti, 2017

Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan

yang telah dilakukan, terdapat beberapa

kecenderungan pengunjung dalam memilih

kenyamanan duduk, visual, dan interaksi yaitu

pada aktivitas formal yang dilakukan oleh

kelompok keluarga seperti rapat keluarga dan

perayaan ulang tahun cenderung memilih

sarana duduk yang jauh dari keramaian,

sementara untuk aktivitas informal seperti

makan dan bersantai kelompok keluarga

cenderung memilih sarana duduk yang berada

Page 50: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

44

ditengah keramaian dan dekat dengan area

pintu masuk. Hal yang sama juga diperlihatkan

kelompok teman dengan aktivitas informal

seperti makan, mengobrol, dan bersantai.

Kelompok pengunjung ini cenderung memilih

sarana duduk yang diantara pengunjung

lainnya dengan pencahayaan dan penghawaan

yang cukup. Kemudian untuk kelompok

pasangan menunjukkan bahwa kelompok

pengunjung ini hanya melakukan aktivitas

informal yaitu makan dan bersantai. Pada

aktivitas ini kelompok pasangan cenderung

memilih sarana duduk yang berada sedikit jauh

dari keramaian dengan penghawaan dan

pencahayaan yang cukup terang. Hasil

observasi dan pengamatan menunjukkan

bahwa pada kedua aktivitas yang dilakukan,

pengunjung cenderung dapat memilih

furniture yang berada jauh dari keramaian dan

terletak di area ruang terbuka sehingga

pengunjung ini dapat dengan fokus dan tenang

dalam melakukan aktivitas.

4. Revolver Bali

Berlokasi di Jl. Kayu Aya No.51, Seminyak,

Kuta, Kabupaten Badung, Revolver bali

menawarkan menu utama beruba kopi

ekspresso, selain itu yang patut diperhatikan

adalah semua bahan makanan yang mereka

gunakan adalah organik. Beberapa diantaranya

bahkan vegan friendly. Tempatnya sendiri

bernuansa vintage rustic dan terdiri dari

indoor-outdoor area. Ciri khas pada cafe ini

adalah logo mereka yang merupakan 2 buah

pistol bersilangan dan juga pintu kayu mereka.

Sementara itu di bagian pojok dekat pintu

masuk ada merchandise area yang menjual

kaos, tumbler, topi dengan logo khas Revolver

Espresso.

Gambar 3. Suasana Bar Cafe

Sumber: Observasi Peneliti, 2017

Area bar didesain menyatu dengan area indoor

lainnya untuk lantai, dinding, dan plafon

menggunakan material yang sama. Didesain

melengkung dengan material kayu bermotif

floral sebagai mejanya, dipadukan dengan

kursi bar berbentuk persegi dengan bantalan

kain berwarna merah yang bermotif floral.

Orientasi bentuk meja bar yang melengkung

memberi kesan yang tidak membuang- buang

tempat yang ada.

Gambar 4. Suasana Area Kasir

Sumber: Observasi Peneliti, 2017

Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

terdapat beberapa kecenderungan pengunjung

terhadap kenyamanan duduk, visual dan

kenyamanan interaksi. Hal ini dikarenakan

dari jenis aktivitas yang dilakukan

membutuhkan privasi dari pengunjung

lainnya. Sementara untuk aktivitas informal

seperti makan dan bersantai kelompok ini

cenderung memilih sarana duduk yang berada

ditengah keramaian dan diantara pengunjung

Page 51: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

45

lainnya. Hal ini memudahkan pengunjung

untuk memperoleh pelayanan dari cafe. Untuk

aktivitas informal yang dilakukan oleh

kelompok teman seperti makan, mengobrol,

dan bersantai kelompok ini cenderung memilih

sarana duduk yang berada diarea ruang semi

terbuka. Hal ini memudahkan juga bagi

pengunjung yang ingin merokok. Kemudian

untuk kelompok pasangan, hasil observasi

menunjukkan bahwa kelompok pasangan

cenderung memilih sarana duduk yang jauh

dari kelompok pengunjung lainnya dengan

pencahayaan yang cukup redup. Sementara

pengunjung perorangan, hasil observasi

menunjukkan bahwa pengunjung ini

cenderung memilih sarana duduk yang yang

berada ditengah keramaian untuk melakukan

aktivitas informal seperti makan dan

menyelesaikan pekerjaan atau tugas kuliah.

5. Creamy Comfort Cafe

Merupakan sebuah cafe yang beralamat di

Jalan Raya Kerobokan No. 118, Seminyak,

Badung-Bali dengan memiliki konsep unik

dan manis. Creamy Comfort menjual aneka

ragam dessert dan minuman manis baik yang

mengandung kafein maupun yang tidak.

Gambar 5. Suasana Area Indoor

Sumber: Observasi Peneliti, 2017

Pada ruang makan indoor, terdapat dua jenis

interior yang berbeda pada sisi yang berbeda.

Interior dining area yang berada tepat di

sebelah pintu masuk memiliki konsep dreamy

bak negeri dongeng. Hal ini ditampilkan dalam

penggunaan cat all white, selain itu bentuk

furniturnya yang unik seperti kepala kelinci

ditambah dengan dipajangnya aksesoris berupa

teacup set yang lucu semakin menambah kesan

seolah pengunjung sedang pesta minum teh

seperti yang ada di dalam cerita Alice in

Wonderland. Sedangkan sisi lain dari dining

indoor ini mengusung konsep grandma’s

house dengan nuansa vintage yang kental.

Gambar 6. Penataan Furniture Dining Area

Sumber: Observasi Peneliti, 2017

Selain itu penggunaan hasil sulaman sebagai

pajangan dinding juga semakin memperkuat

kesan vintage. Untuk pencahayaan, kedua sisi

lebih banyak menggunakan pencahayaan alami

di siang hari. Penghawaan menggunakan

penghawaan buatan berupa AC.

Hasil observasi dan pengamatan yang telah

dilakukan pada studi kasus ini, terdapat

kecenderungan pengunjung terhadap

kenyamanan duduk, visual, dan interaksi.

Kecenderungan tersebut terlihat dari berbagai

aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing

kelompok pengunjung. Furniture jenis sofa

dipilih karena dinilai nyaman khususnya bagi

pengunjung yang membawa anak kecil.

Sementara untuk kelompok teman dengan

aktivitas makan, mengobrol, dan bersantai

cenderung memilih sarana duduk yang berada

di area ruang semi terbuka dengan jenis sarana

duduk sofa. Pemilihan sarana duduk ini dinilai

cukup nyaman bagi pengunjung untuk

melakukan aktivitas. Penghawaan dan

pencahayaan yang terang menjadikan

pengunjung dapat dengan nyaman melakukan

aktivitas. Sementara untuk pengunjung

perorangan dengan aktivitas makan dan

menyelesaikan pekerjaan cenderung memilh

Page 52: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

46

sarana duduk yang berbeda ruang dengan

pengunjung lainnya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis

yang dilakukan, maka dapat disimpulkan dari

hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Setiap cafe memiliki tema dan furniture

yang berbeda-beda. Suasana ruang serta

komponen didalamnya didesain senyaman

mungkin karena dapat mempengaruhi

seseorang dalam melakukan aktivitas. Hal ini

memperlihatkan bahwa kebutuhan akan desain

letak furniture yang nyaman di cafe cukup

tinggi.

2. Setiap kelompok pengunjung memiliki

kecenderungan tersendiri dalam memilih

sarana duduk di cafe disesuaikan dengan

aktivitas yang dilakukan.

3. Berdasarkan hasil observasi dan

pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa

faktor kenyamanan yang menjadi alasan

pengunjung memilih furniture dalam hal ini

sarana duduk yang digunakan.

Faktor-faktor tersebut antara lain:

- Lokasi atau letak sarana duduk

Lokasi atau letak sarana duduk yang baik

adalah yang memiliki penghawaan dan

sirkulasi yang baik. Selain itu perlu juga

diperhatikan jarak antar meja pengunjung.

- View atau pemandangan

Letak sarana duduk yang yang dekat

dengan jendela atau akses langsung

melihat pemandangan ke luar menjadi

salah satu preferensi pengunjung dalam

memilih sarana duduk.

- Privasi

Setiap pengunjung yang datang ke cafe

memiliki tujuan dan privasi masing-

masing sesuai dengan aktivitas yang

dilakukan. Seperti aktivitas formal diskusi

atau suatu perayaan, pengunjung

cenderung memilih sarana duduk yang

memiliki ruang khusus atau terpisah

dengan pengunjung lainnya. Hal ini

bertujuan agar pengunjung dapat dengan

fokus melakukan aktivitas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adriyanti, Nike, Mariana. 2014. Perancangan

Interior Pusat Pendidikan Anak Jalanan di

Surabaya. Jurnal Intra, Vol. 2, No. 2.

Budiningsih, Asri. 2009. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Darmaprawira. W.A, Sulasmi. 2002. Warna

Teori dan kreativitas Penggunanya. Bandung:

Penerbit ITB

Hall, Edward T. 1963. Proxemics: The Study

of Man’s Spatial Relations and Boundaries.

New York: International University Press

Haryanto, Eko. 2004. Ragam Hias Kursi Kayu

Tunggal Jawa Tengah Abad ke 17-20. Tesis

Program Studi Desain, Institut Teknologi

Bandung. Bandung: ITB

Jamaludin. 2007. Pengantar Desain Mebel.

Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Lawson, Fred. 1973. Restaurant Planning &

Design. Great Britain: Architectural Press Ltd.

Maryati. 2008. Manajemen Perkantoran

Efektif. Yogyakarta: Unit Penerbit dan

Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen

YKPN.

Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta:

Ghalia Indonesia

Pile, John. F. 1988. Interior Design. New

York: Harry N. Adam Inc.

Soenarno, Adi, Drs., MBA. 2003. Kamus

Istilah Pariwisata dan Perhotelan. Bandung:

Angkasa

Page 53: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

47

PERKEMBANGAN JARINGAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN DAN DAMPAKNYA

TERHADAP TATA RUANG KOTA DENPASAR

Ni Luh Gede Niti Swari, S.T., M.T.

Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali

Email : [email protected]

Abstrak

Kota Denpasar adalah salah satu kota yang merupakan pusat perkembangan dan pertumbuhan

perekonomian masyarakat di Bali, dengan tingkat perkembangan sarana transportasi yang sangat

tinggi. Prosentase jumlah penambahan kendaraan bermotor tiap tahunnya (29,2%) tidak sebanding

dengan daya dukung jaringan infrastruktur terutama jaringan jalan (4,68%), sehingga hal ini

menimbulkan kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan utama kota Denpasar. Pemerintah kota

mengupayakan solusi untuk mengatasi masalah ini antara lain dengan mengadakan pelebaran badan

jalan, namun tidak semua jalan yang ada dapat dilebarkan, mengingat sebagian besar ruas jalan sudah

dipadati dengan perumahan penduduk ataupun pertokoan. Oleh karena itu pemerintah mengambil

alternatif lain, yaitu dengan membangun jalan lingkar baru di luar pusat kota Denpasar. Upaya ini

belum dapat memecahkan permasalahan transportasi dalam kota secara optimal, bahkan menambah

permasalahan lain yang bagi tata ruang fisik kota, terutama pada penggunaan lahan (land use) dan

morfologi kota. Berdasarkan atas fenomena tersebut, maka penelitian ini diadakan dan bertujuan

untuk menganalisis hubungan antara sistem jaringan infrastruktur transportasi di kota Denpasar

dengan tata ruang kota Denpasar, dengan teknik analisis super impose. Hasil yang diperoleh adalah

berupa suatu pengujian terhadap kebenaran teori hubungan antara sistem transportasi dan penggunaan

lahan (land use), serta pola morfologi lahan terbangun yang terbentuk di Kawasan Jalan Teuku Umar

Barat dan Jalan Mahendradata.

Kata Kunci : Sistem Transportasi, Penggunaan Lahan (land use), Morfologi

Abstract

Denpasar City is one of the town which is playing role as the central of economic development and

economic growth of the community in Bali, with a rapid development of transportation facilities. The

percentage of the additional vehicles each year (29.2%) does not comparable with the carrying

capacity of the network infrastructure especially the roads (4.68%), therefore this creates traffic jams

on many of the main street in Denpasar City. The government seeking some solutions to overcome

this problem, among others, by making the road widening, but not all of the existing road can be

widened, because most of the roads in Denpasar City are crowded with the housing residents or

shops. Therefore, the government took another alternative, it is to build a new ring road outside of the

center of Denpasar City. Efforts to increase length of road in Denpasar City, is not able to solve the

problem of city’s transportation optimaly, even adding another issues which provide the effects for

the physical layout of the city, especially on land use and the morphology of the city. Based on these

phenomena, this research is conducted and aimed to analyze the relationship between transportation

infrastructure network system and the spatial system of Denpasar City. The analysis process will be

done with super impose technical analysis.The results obtained is a test to the validity of the

relationship theory between the transport system and land use which are supported by the other

factors, as well as obtained some result of morphology pattern that had been formed on The Area of

Teuku Umar Barat Street and Mahendradata Street.

Keywords: Transportation Systems, Land Use, Morphology.

Page 54: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

48

I. PENDAHULUAN

Kota merupakan pusat pemerintahan, pusat

kegiatan pengembangan sektor ekonomi,

pendidikan, kesehatan, pusat sarana hiburan,

pusat pelayanan barang dan jasa, menjadi

faktor penarik utama para penduduk di luar

kota untuk berurbanisasi ke kota. Demikian

pula halnya dengan kota Denpasar, yang telah

tumbuh menjadi kota besar dengan

pertambahan jumlah penduduk yang pesat.

Pada akhir tahun 2008 jumlah penduduk telah

berkembang menjadi 628.909 jiwa dengan

pertumbuhan penduduk 3,2 % tiap tahunnya

(Bali Dalam Angka,2009;63). Pesatnya

pertumbuhan penduduk kota Denpasar

memberikan dampak pada pertumbuhan

perekonomian yang semakin maju.

Perkembangan ekonomi suatu kota tidak dapat

dipisahkan hubungannnya dengan transportasi

(Catanese & Snyder,1996;387), dimana

transportasi khususnya jaringan jalan

merupakan salah satu sektor yang sangat

berperan dalam pembangunan ekonomi kota

Denpasar secara menyeluruh.

Saat ini panjang jalan di Kota Denpasar

diperkirakan mencapai 651,84 km (Denpasar

Dalam Angka,2009;329) dengan jumlah

kendaraan 505.626 buah (Denpasar Dalam

Angka,2009;371). Berdasarkan atas data

tersebut, dari segi kuantitas jelas terlihat

bahwa prosentase jumlah penambahan

kendaraan bermotor tiap tahunnya (29,2%)

tidak sebanding dengan daya dukung jaringan

infrastruktur terutama jaringan jalan (4,68%),

sehingga hal ini menimbulkan kemacetan lalu

lintas pada ruas-ruas jalan utama.

Bercampurnya moda lalu lintas regional dan

lalu lintas lokal pada kawasan kota Denpasar

dan sekitarnya juga merupakan salah satu

faktor penyebab ketidak mampuan jalan-jalan

di dalam kota untuk melayani fungsinya

dengan baik.

Pemerintah kota mengupayakan solusi untuk

mengatasi masalah ini antara lain dengan

mengadakan pelebaran badan jalan, namun

tidak semua jalan yang ada dapat dilebarkan,

mengingat sebagian besar ruas jalan sudah

dipadati dengan perumahan penduduk ataupun

pertokoan. Oleh karena itu pemerintah

mengambil alternatif lain, yaitu dengan

membangun jalan lingkar baru di luar pusat

kota Denpasar . Upaya penambahan panjang

jalan di Kota Denpasar belum dapat

memecahkan permasalahan transportasi dalam

kota secara optimal, bahkan menambah

permasalahan lain yang memberikan pengaruh

bagi tata ruang fisik kota.

Pembangunan jaringan jalan baru dalam suatu

kawasan memberikan dampak positif bagi

lingkungan sekitarnya terutama dalam

perkembangan perekonomian kawasan

tersebut, namun tidak dapat dipungkiri bahwa

perkembangan pembangunan jalan baru juga

dapat memberikan berbagai dampak negatif,

khususnya terhadap lingkungan fisik dan tata

ruang kota. Untuk merealisasikan

pembangunan jaringan jalan baru , pemerintah

melakukan pelepasan lahan yang mayoritas

adalah lahan pertanian. Hal ini memicu

terjadinya konversi lahan secara besar-besaran,

karena keberadaan jalan lingkar ini secara

otomatis meningkatkan nilai lahan di kawasan

sekitarnya.

Keberadaan jalan-jalan baru secara pasti akan

diikuti dengan perkembangan dan perubahan

penggunaan lahan (land use), salah satunya

adalah perubahan lahan tak terbangun menjadi

lahan terbangun. Hal ini juga terjadi pada Jalan

Teuku Umar Barat (lebih dikenal sebagai Jalan

Marlboro) dan Western Ring Road atau lebih

dikenal sebagai Jalan Mahendradata. Saat ini

pemanfaatan ruang di sepanjang koridor Jalan

Teuku Umar Barat dan Jalan Mahendradata

yang pada awalnya adalah daerah permukiman

campuran dan lahan pertanian, kini telah

berubah menjadi kawasan perdagangan, jasa,

dan industri (Zona Pusat Ruang Kota, 2008) .

Suatu saat tentunya membawa banyak dampak

positif terutama di bidang ekonomi, namun di

sisi lain juga memberikan dampak-dampak

negatif terutama bagi tata ruang fisik di

koridor Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan

Mahendradata.

Menurut Marler (1985), hubungan antara

Transportasi dengan Penggunaan Lahan (land

use) adalah berhubungan sebagai suatu sistem.

Perubahan atau pembangunan sarana

transportasi di suatu wilayah akan

mempengaruhi pola penggunaan lahan (land

use), demikian pula sebaliknya, perubahan

pola penggunaan lahan (land use) akan

mempengaruhi sarana transportasi. Oleh

karena itu, penelitian ini sangat penting

dilakukan salah satunya untuk menguji

Page 55: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

49

kebenaran dari teori tersebut . Penelitian ini

juga dilakukan untuk menganalisis fenomena-

fenomena yang terjadi pada lokasi penelitian

untuk dapat mengidentifikasi dan menganalisis

bagaimana pengaruh dari perkembangan

infrastruktur transportasi terhadap fisik tata

ruang kota Denpasar, khususnya yang terjadi

di kawasan Jalan Teuku Umar Barat, Jalan

Mahendradata I, dan Jalan Mahendradata II.

II. TINJAUAN LITERATUR

2.1.Hubungan antara Sistem Transportasi

dengan Penggunaan Lahan (Land Use)

Sistem perkotaan terdiri dari berbagai

macam dan jenis aktivitas yang berlangsung di

atas berbagai macam dan jenis peruntukan

lahan yang disebut dengan pengunaan lahan

(land use). Untuk melakukan kegiatan tersebut

manusia melakukan perjalanan diantara land

use tersebut dengan menggunakan jaringan

transportasi seperti jalan, kendaraan umum dan

kendaraan pribadi. Pergerakan manusia,

kendaraan, barang dan jasa membentuk suatu

interaksi dengan melibatkan perjalanan yang

mengakibatkan terjadinya arus lalu lintas.

Tujuan umum dari perencanaan

transportasi adalah untuk membuat interaksi

tersebut menjadi lebih mudah dan efisien.

Menurut N.W. Marler (1985;96), terdapat 3

komponen utama dalam hubungan antara land

use dan sistem transportasi perkotaan yaitu :

1. Penggunaan Lahan (Land Use)

Penggunaan Lahan (Land Use) merupakan

pemanfaatan atau penggunaan suatu lahan dan

intensitas dari kegiatan yang berlangsung

diatas lahan tersebut. Kota terbagi menjadi

beberapa daerah/zona dan intesitas land use

diukur dari hubungan antara zona yang dapat

menimbulkan traffic sebagai akibat dari

perjalanan manusia diantara zona tersebut.

2. Transport Supply

Transport Supply merupakan bagian dari

jaringan transportasi dalam sebuah kota.seperti

jalan, parkir, pedestrian, fasilitas transportasi

umum, dan rute perjalanannya. Transport

supply juga mencakup karakteristik

operasional dari sebuat jaringan transportasi

seperti kapasitas dan route jalan, serta biaya,

kapasitas, dan frekuensi servis dari transportasi

umum. Semua karakteristik dari transport

supply ini dapat diukur.

3. Traffic

Traffic merupakan hasil/akibat dari interaksi

antara land use dan transport supply. Traffic

dapat berupa arus manusia, kendaraan ataupun

barang diatas jaringan transportasi yang dapat

diukur dengan jumlah kendaraan, ataupun

manusia dalam tiap jamnya.

Ketiga komponen ini merupakan

suatu sistem yang terintegrasi dan saling

mempengaruhi antara satu sama lainnya

(membentuk hubungan yang saling

mempengaruhi/resiprocal antara satu dengan

yang lainnya). Perubahan yang terjadi pada

suatu komponen secara otomatis akan

menimbulkan perubahan pada komponen

yang lainnya (lihat Gambar 2.1).

Interaksi antara 2 komponen juga

dapat memberikan pengaruh pada komponen

yang lainnya seperti :

1. Interaksi antara land use dan transport

supply berpengaruh pada besarnya traffic.

2. Interaksi antara transport supply dan

traffic berpengaruh pada land use

3. Interaksi antara traffic dan land use

berpengaruh terhadap transport supply

2.2.Sistem Infrastruktur Transportasi

Sistem jaringan transportasi terdiri dari 2

bagian (Marler, 1985; Lecturer 11- page 2),

yaitu :

1.The Fixed Elements

The Fixed Elements merupakan

elemen tetap dari sistem infrastruktur

transportasi .Yang dimaksudkan sebagai

elemen tetap adalah jaringan trasportasi/

transportation networks yaitu “jalan/roads”,

railways, footpaths, dan yang lainnya.

2.The Flow Elements

Land Use

Transport

Supply

Traffic

Gambar 2.1 Gambar Hubungan antara land

use, transport supply dan traffic

Page 56: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

50

The Flow Elements merupakan elemen

yang bergerak dari sistem infrastruktur

transportasi. Yang dimaksudkan sebagai

elemen bergerak adalah kendaraan, serta

manusia dan barang yang melakukan

perpindahan di atas sistem jaringan

infrastruktur transportasi.

2.3 Penggunaan Lahan (Land Use)

Menurut N.W. Marler (1985;97), land

use merupakan pemanfaatan atau kegunaan

dari suatu lahan. Sistem perkotaan terdiri dari

berbagai macam dan jenis aktivitas yang

berlangsung di atas berbagai macam dan jenis

peruntukan lahan yang disebut dengan land

use. . Land use merupakan bagian dari tata

ruang kota dan terdiri dari beberapa jenis,

dimana semua itu dapat dijadikan sebagai

variabel-variabel penelitian. Dalam tata ruang

perkotaan terdapat berbagai macam land use,

diantaranya adalah permukiman, komersial,

lahan pertanian, lahan terbuka hijau, industri,

dan yang lainnya.

Dalam bukunya “The Urban Pattern”,

Gallion menyatakan bahwa land use terdiri

dari beberapa aspek penting yaitu :

1. Aspek fisik

Aspek fisik meliputi:

a) Kawasan lahan terbangun yang berupa pemanfaatan lahan

untuk permukiman, kesehatan,

pendidikan, peribadatan,

perkantoran, industry dan jasa,

serta perdaganagn.

b) Kawasan lahan tak terbangun yang berupa lahan pertanian,

perkebunan campuran, dan lahan

kosong lainnya yang tidak

terbangun.

2. Aspek Ekonomi

Aspek Ekonomi meliputi aksesibilitas

dan trend. Semakin tinggi aksesibilitas

dari suatu land use, maka akan semakin

besar kecenderungan lahan pada suatu

trend yang berhubungan dengan kegiatan

ekonomi seperti bisnis, industri, dan jasa.

3. Aspek Sosial

Salah satu dari aspek sosial meliputi

popularitas. Popularitas merupakan suatu

fenomena dari kegiatan social, dimana

suatu popularitas berkembang melalui

interaksi social.

4. Aspek Politik

Aspek Politik meliputi isu-isu pemerintah

dan peraturan perundang-undangan.

Salah satunya adalah RTRW, RDTR, dan

rencana penggunaan lahan dari suatu

kawasan.

Aspek-aspek tersebut sangat berperan

dan berpengaruh dalam perkembangan

karakter, kualitas, kecepatan pertumbuhan dan

pola morfologi land use yang secara langsung

mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan

pola morfologi suatu kawasan atau perkotaan

(Gallion,1980;219) .

2.4 Proses Pemekaran dan Pertumbuhan

Kota

Menurut Herbert (Herbert dalam

Yunus, 2000:197) Matra morfologi

pemukiman menyoroti eksistensi keruangan

kekotaan dan hal ini dapat diamati dar

kenampakan kota secara fisik antara lain

tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada,

blok-blok bangunan baik dari daerah hunian

maupun bukan hunian dan juga bangunan

individual. Proses perembetan kenampakan

fisik kota ke arah luar disebut”urban sprawl”.

Adapun macam “urban sprawl” sebagai

berikut: (Yunus, 2000:124)

Tipe 1: Perembetan konsentris

(concentric development/ low density

continous development)

Gambar 2.2 Proses penjaringan Teori Transportasi yang akan

digunakan dalam Penelitian

Gambarl 2.3 Perembetan Konsentris

Sumber : Yunus, 2000;126)

Page 57: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

51

Dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark

(1971) menyebut tipe ini sebagai “low density,

continous development” dan Wallace (1980)

menyebut “concentric dvelopment”. Tipe

perembetan paling lambat, berjalan perlahan-

lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar

kenampakan fisik kota yang sudah ada

sehingga akan membentuk suatu kenampakan

morfologi kota yang kompak. Peran

transportasi terhadap perembetannya tidak

begitu besar.

Tipe 2: Perembetan memanjang (ribbon

development/ linear development/ axial

development)

Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan

perembetan areal perkotaan di semua bagian

sisi luar daripada daerah kota utama.

Perembetan paling cepat terlihat di koridor

jalan yang ada, khususnya yang bersifat

menjari (radial) dari pusat kota. Kawasan

disepanjang koridor merupakan tekanan paling

berat dari perkembangan (Yunus, 2000:127).

Tipe ini perembetannya tidak merata pada

semua bagian sisi-luar dari pada daerah kota

utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat

kota disepanjang koridor jalan.

Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap

frog development/checkkerboard

development)

Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap

paling merugikan oleh kebanyakan pakar

lingkungan, tidak efisien dan tidak menarik.

Perkembangan lahannya berpencar secara

sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan

kosong, sehingga cepat menimbulkan dampak

negatif terhadap kegiatan pertanian pada

wilayah yang luas sehingga alih fungsi lahan

pertanian akan lebih cepat terjadi.

I. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan sebuah studi

tentang pengaruh perkembangan sistem

jaringan infrastruktur transportasi terhadap

perubahan fisik tata ruang kota Denpasar.

Dilihat dari judul penelitian tersebut,

penelitian ini termasuk ke dalam kategori

penelitian asosiatif/relational yang bersifat

resiprocal. Pada umumnya penelitian tipe ini

dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif

(tepatnya adalah Correlational Research).

Correlational Research menurut Groat&Wang

(2001) adalah merupakan suatu penelitian

yang bertujuan untuk memperjelas pola dari

hubungan antara dua atau lebih variabel ,

dimana variabel-variabel ini merupakan bagian

dari fenomena-fenomena yang ditemukan

dalam lingkup penelitian (Groat & Wang

2001; 206).Penelitian ini mengambil rentang

waktu dari tahun 1994 sampai dengan tahun

2010. Penelitian ini lebih banyak

menggunakan jenis data berupa Gambar/Peta,

yang nantinya akan dianalisa dengan teknik

pemetaan (mapping). Peta-peta tersebut berupa

peta digital dan peta nondigital yang diperoleh

Gambar 2.6 Proses penjaringan Teori Tata Ruang Kota

yang akan digunakan dalam Penelitian

Page 58: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

52

dari beberapa sumber seperti Google Earth

dan instansi pemerintah antara lain

Departemen PU Bina Marga dan BAPPEDA.

Peta-peta ini berupa peta-peta satelit seperti

Landsat ETM, Iconos, Quick Bird, dan Geo

Eye dengan skala yang beragam. Oleh karena

itu diperlukan proses normalisasi peta yang

bertujuan untuk menyamakan skala, dan garis

lintang untuk mempermudah pada proses

analisis selanjutnya. Dengan bantuan software

Arcview GIS peta-peta ini diterjemahkan

kedalam nilai-nilai kuantitatif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi penelitian adalah di kota Denpasar

dengan mengambil areal penelitian di

kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan

Jalan Mahendradata dalam radius 250

meter dari koridor jalan, yang merupakan

jaringan-jaringan jalan yang memiliki

peranan yang sangat vital bagi sarana

transportasi di kota Denpasar.

4.1 Kondisi Awal Lokasi Penelitian

Pada tahun 1994, sebelum Jalan

Mahendradata dan Teuku Umar Barat

dibangun, luas lahan tak terbangun

(persawahan dan tegalan kering) dalam radius

250 meter dari koridor Jalan Mahendradata

dan Teuku Umar Barat adalah sekitar 324,81

hektar dan jumlah ini merupakan 13,5 % dari

jumlah keseluruhan lahan di Kecamatan

Denpasar Barat. Sedangkan luas lahan

terbangun ) dalam radius 250 meter dari

koridor Jalan Mahendradata dan Teuku Umar

Barat adalah sekitar 163,54 hektar dan jumlah

ini merupakan 5,9 % dari jumlah keseluruhan

lahan di Kecamatan Denpasar Barat (lihat

Gambar 4.3 )

Gambar 4.1

Peta Kecamatan Denpasar Barat

Sumber: Kantor Kecamatan

Denpasar Barat

Gambar 4.2

Peta Pemanfaatan Lahan

Kota Denpasar tahun 1999

Sumber :Situs Resmi

Kota Denpasar

Keterangan

= Lahan Terbangun

= Lahan Tak Terbangun (persawahan)

= Lahan Tak Terbangun (ladang

kering dan tegalan)

Gambar 4.3

Peta Penggunaan Lahan Jalan

Mahendradata dan Jalan Teuku Umar

Barat Tahun 1994 (atas) dan Peta Lahan

Terbangun Jalan Mahendradata dan

Jalan Teuku Umar Barat Tahun 1994

(bawah)

Sumber: Digitasi Peta Landsat

ETM 7 + 1994

Page 59: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

53

Pada foto dalam gambar 4.4 dan 4.5,

pada saat sebelum Jalan Mahendradata I dan II

dibangun, kondisi lahan di daerah ini

merupakan lahan kosong berupa tegalan dan

persawahan, dan hanya terlihat beberapa

bangunan saja dengan fungsi perumahan. Pada

saat itu Jalan Mahendradata I dan II hanya

berupa jalan kapur putih yang kecil yang

kondisi lingkungan sekitarnya tidak terawat.

Dalam gambar dapat kita lihat bahwa pada

saat foto ini diambil terlihat bahwa jaringan

listrik telah tersedia di kawasan ini

4.2 Kondisi Lokasi Penelitian Tahun 2010

Pada tahun 2010 lahan tak terbangun

(persawahan dan tegalan kering) dalam radius

250 meter dari koridor Jalan Mahendradata

dan Teuku Umar Barat adalah sekitar 167,83

hektar dan jumlah ini merupakan 6,97% dari

jumlah keseluruhan lahan di Kecamatan

Denpasar Barat. Sedangkan luas lahan

terbangun dalam radius 250 meter dari koridor

Jalan Mahendradata dan Teuku Umar Barat

adalah sekitar 299,27 hektar dan jumlah ini

merupakan 12,43% dari jumlah keseluruhan

lahan di Kecamatan Denpasar Barat (lihat

Gambar 4.6).

Gambar 4.4

Foto kondisi awal Jalan Mahendradata I Tahun

1994

Sumber: Foto Nol Dinas Bina Marga Kota

Denpasar

Gambar 4.5

Foto kondisi awal Jalan Mahendradata II Tahun

1994

Sumber: Foto Nol Dinas Bina Marga Kota

Denpasar

Keterangan

= Lahan Terbangun

= Lahan Tak Terbangun (persawahan)

= Lahan Tak Terbangun (ladang

kering dan tegalan)

Gambar 4.6

Peta Penggunaan Lahan Jalan

Mahendradata dan Jalan Teuku Umar

Barat Tahun 2010 (atas) dan Peta Lahan

Terbangun Jalan Mahendradata dan

Jalan Teuku Umar Barat Tahun 2010

(bawah)

Sumber: Digitasi Peta Landsat

ETM 7 + 2010

Page 60: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

54

Dari tahun 1994 sampai dengan tahun

2010 telah terjadi konversi lahan dalam jumlah

yang besar di kawasan ini yaitu dari 324,81

hektar menjadi 167,82 hektar. Selama 16 tahun

terakhir sebanyak 48,33 % lahan tak terbangun

(persawahan dan ladang kering) berubah

menjadi lahan terbangun. Pembangunan Jalan

Teuku Umar Barat dan Jalan Mahendradata ini

merupakan salah satu faktor utama penyebab

terjadinya konversi lahan di daerah ini.

Perubahan dari lahan persawahan menjadi

ladang kering yang tidak aktif berlangsung

secara bertahap, harga lahan di sekitar Jalan

Teuku Umar Barat dan Jalan Mahendradata

menjadi sangat tinggi dan menyebabkan

pemilik lahan cenderung untuk menjual lahan

mereka.

Sebelum jalan Mahendradata I

dibangun, kawasan tersebut mayoritas berupa

persawahan dan ladang kering, serta daerah

permukiman dengan kepadatan yang rendah.

Namun saat ini (Tahun 2018) setelah kurang

lebih 15 tahun pasca pembangunan Jalan

Mahendradata I, kawasan sekitar jalan ini

menjadi sangat berkembang terutama pada

koridor jalan). Karena letaknya yang strategis,

kawasan di sekitar Jalan Mahendradata ini

memiliki nilai lahan yang sangat tinggi,

sehingga dalam waktu yang singkat kawasan

yang pada awalnya berupa permukiman

campuran ini berkembang menjadi kawasan

perdagangan dan industri, sehingga semakin

lama lahan tak terbangun yang berupa sawah

dan ladang kering di kawasan ini semakin

berkurang.

Demikian juga halnya dengan Jalan

Mahendradata II, sebelum dibangun kawasan

tersebut adalah daerah yang mayoritas berupa

persawahan dan ladang kering, serta daerah

permukiman dengan kepadatan yang rendah.

Pada saat ini (Tahun 2018) , kurang lebih 10

tahun setelah pasca pembangunan Jalan

Mahendradata II, kawasan sekitar jalan ini

juga menjadi sangat berkembang terutama

pada koridor jalan, terutama pembangunan

ruko dan bangunan retail, sehingga semakin

lama lahan tak terbangun yang berupa sawah

dan ladang kering di daerah ini juga semakin

berkurang.

Page 61: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

55

Kondisi yang sama terjadi pada Jalan

Teuku Umar Barat sebelum dibangun,

penggunaan lahan utama berupa persawahan

dan ladang kering, serta daerah permukiman

dengan kepadatan yang rendah. Namun

sekarang (Tahun 2018), setelah Jalan Teuku

Umar Barat ini dibangun, kawasan sekitar

jalan ini menjadi sangat berkembang terutama

pada koridor jalan. Karena letaknya yang

strategis, sama halnya dengan kawasan di

sekitar Jalan Mahendradata , kawasan ini

memiliki nilai yang sangat tinggi, sehingga

sangat berpotensi untuk berkembang menjadi

kawasan pelayanan perdagangan dan industri.

Setelah kurang lebih 23 tahun pada

saat Jalan Teuku Umar Barat, Jalan

Mahendradata I dan II telah rampung

terbangun dan berfungsi dengan sangat

optimal, terjadi perubahan-perubahan yang

sangat pesat, terutama dalam hal

perkembangan lahan terbangun serta

timbulnya fenomena peralihan fungsi lahan

dari lahan tak terbangun menjadi kawasan

lahan terbangun yang padat. Bahkan saat ini

fungsi lahan di kawasan sekitar JalanTeuku

Umar Barat, JalanMahendradata I dan II telah

berubah menjadi daerah pengembangan

industri, perdagangan, barang dan jasa.

Perkembangan kawasan tersebut pada

saat sebelum dan setelah Jalan Teuku Umar

Barat, Jalan Mahendradata I dan Jalan

Mahendradata II dibangun, dapat dilihat

melalui metoda super impose dari peta

morfologi lahan terbangun pada tahun 1994

dan peta morfologi lahan terbangun pada tahun

2010. Dari peta-peta tersebut terlihat proses

perembetan morfologi perkotaan/ urban

sprawl yang telah terjadi di Jalan Teuku Umar

Barat, Jalan Mahendradata I dan Jalan

Mahendradata II. Berikut ini merupakan hasil

analisis Peta Morfologi Lahan Terbangun pada

tahun 1994 dan tahun 2010 di kawasan Jalan

Teuku Umar Barat, Jalan Mahendradata I ,

Gambar 4.15

Peta satelit Jalan Teuku

Umar Barat

Sumber : Peta Geo Eye

2017

Gambar 4.16

Foto Lingkungan Jalan

Teuku Umar Barat

Sumber :

dokumentasi

pribadi

Gambar 4.17

Peta satelit Jalan

Teuku Umar Barat

Sumber : Peta

Geo Eye 2017

Gambar 4.18

Foto Lingkungan Jalan Teuku

Umar Barat

Sumber : dokumentasi

pribadi

Page 62: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

56

Jalan Mahendradata II, dan kawasan

sekitarnya :

1) Pada saat awal tahun 1994 sebelum

Jalan Teuku Umar Barat, Jalan

Mahendradata I dan Jalan Mahendradata II

dibangun, kawasan ini merupakan

kawasan pengembangan dari Jalan Imam

Bonjol, Jalan Gunung Agung, dan

beberapa Jalan Kolektor Sekunder yang

terdapat dalam wilayah penelitian yaitu

Jalan Merpati, Jalan Gunung Rinjani, Jalan

Gunung Soputan, Jalan Gunung Lumut,

dan Jalan Gunung Tangkuban Perahu.

Pola perembetan lahan terbangun di

kawasan ini dapat dikategorikan kedalam

tipe linear dimana massa bangunan yang

ada di koridor jalan–jalan tersebut berjejer

mengikuti garis jalan. Sedangkan di

kawasan pengembangan jalan-jalan

kolektor ini terdapat jalan-jalan kecil

lingkungan sebagai akses ke dalam

perumahan-perumahan yang ada di

dalamnya mengingat bahwa fungsi lahan

di kawasan ini adalah permukiman

campuran. Tipe pola lahan terbangun di

kawasan pengembangan ini mayoritas

adalah bertipe linear dan mengikuti jalan-

jalan lingkungan kecil yang ada. Namun

pesatnya perkembangan jumlah lahan

terbangun dalam kurun waktu 16 tahun,

menyebabkan semakin banyak

ditemukannya pola persebaran dengan tipe

leap frog.

2) Setelah Jalan Teuku Umar Barat, Jalan

Mahendradata I dan Jalan Mahendradata II

dibangun, kawasan sepanjang koridor

jalan-jalan ini kini mulai dipenuhi dengan

lahan-lahan terbangun. Pola morfologi

yang terbentuk adalah pola linear, atau

juga sering disebut degan pola perembetan

memanjang (Ribbon Development/ Linear

Development/ Axial Development). Tipe

ini menunjukkan bahwa kawasan

disepanjang koridor JalanTeuku Umar

Barat, Jalan Mahendradata I dan Jalan

Mahendradata II mengalami tekanan yang

paling berat dari perkembangan

pembangunan yang terjadi di kawasan

penelitian. Pembangunan JalanTeuku

Umar Barat, Jalan Mahendradata I dan

Jalan Mahendradata II yang merupakan

jalan provinsi dan jalan kolektor primer

menyebabkan tingginya nilai aksesibilitas

pada daerah sepanjang koridor dan dalam

radius 250 meter dari koridor jalan,

sehingga nilai lahan pada kawasan ini

menjadi sangat tinggi karena letaknya

yang strategis. Oleh karena itu lahan di

kawasan ini mengalami perubahan fungsi

dari lahan pertanian dan permukiman

campuran menjadi kawasan

pengembangan industri, perdagangan,

barang, dan jasa, terutama di kawasan

koridor Jalan Teuku Umar Barat, Jalan

Mahendradata I dan Jalan Mahendradata

II.

3) Karena letaknya yang strategis nilai

lahan yang berada di kawasan koridor

JalanTeuku Umar Barat, Jalan

Mahendradata I dan Jalan Mahendradata II

menjadi sangat tinggi, sehingga kawasan

pengembangan pada radius 250 meter dari

koridor jalan menjadi alternatif

perkembangan pembangunan. Hal ini

menyebabkan terjadinya fenomena

perembetan lahan terbangun dengan pola

perembetan yang meloncat (leap frog

development/ checkerboard development) .

Hal ini dapat dilihat dari masih adanya

kelompok-kelompok area lahan terbangun

yang dibatasi oleh adanya lahan-lahan tak

terbangun. Sehingga dalam peta terlihat

bahwa perkembangan lahan terbangun di

daerah ini membentuk suatu pusat-pusat

dan melompat-lompat (tidak merata)

karena terpisahkan oleh areal tak

terbangun.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan atas hasil identifikasi dan

analisis dari permasalahan-permasalahan

penelitian, dapat disimpulkan bahwa :

1) Teori N.W Marler yang mengulas

tentang hubungan antara jaringan

infratruktur transportasi yaitu jalan

raya dengan land use, berlaku pada

kawasan penelitian yaitu kawasan

koridor Jalan Teuku Umar Barat, Jalan

Mahendradata I, Jalan Mahendradata

II, dan kawasan sekitarnya.

2) Berdasarkan atas hasil analisis Peta

Morfologi Lahan Terbangun pada

tahun 1994 sampai dengan tahun 2010

di kawasan Jalan Teuku Umar Barat,

Jalan Mahendradata I , Jalan

Mahendradata II, dan kawasan

sekitarnya, dapat disimpulkan bahwa:

Pola perembetan memanjang (Ribbon

Development/ Linear Development/

Page 63: NEW MEDIA - std-bali.ac.idstd-bali.ac.id/jurnal/Jurnal-DI-Vol5-April-2018.pdf · 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4

Jurnal Desain Interior Vol. ISSN : 2355-9284

57

Axial Development) pada umumnya

ditemukan pada koridor Jalan Teuku

Umar Barat, Jalan Mahendradata I &

II, jalan-jalan kolektor sekunder dan

koridor jalan-jalan lingkungan yang

terdapat di dalam wilayah penelitian.

Pola perembetan yang meloncat (leap

frog development/ checkerboard

development) ditemukan pada

kawasan pengembangan jalan-jalan

kolektor primer dan jalan kolektor

sekunder dalam radius 250 meter dari

koridor jalan Jalan Teuku Umar Barat,

Jalan Mahendradata I, dan Jalan

Mahendradata II.

V. DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II.

Rencana Detail Tata Ruang Pusat Kota

Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar,

Tahun 1996/1997-2006/2007. Denpasar

BAPPEDA, 2009 . Profil Kota Denpasar

Tahun 2009, Denpasar: BPS

Catanese, Anthony J & James C. Snyder.1996.

Perencanaan Kota, Jakarta : Erlangga

Dinas PU Provinsi Bali Bidang Bina

Marga.2009. Penataan Infrastruktur Jalan.

Naskah Seminar HMS Non Reguler. Fakultas

Teknik Universitas Udayana. Denpasar

Eisner, Gallion. 1980. The Urban Pattern;

City Planning and Design. 4th Ed, New York :

Lition Educational Publishing, Inc.

Groat, Linda dan David Wang. 2001.

Architectural Research Methods. Canada: Jhon

Wiley & Sons. Inc.

Marler, N.W. 1985. Transport Planning,

Bandung: ITB.

Pemkot Denpasar (BAPPEDA), 2008. RTRW

Kota Denpasar Tahun 2007-2016, Denpasar

Pemkot Denpasar (Dinas Tata Kota dan Tata

Bangunan). 2008. DED Rencana Teknis Pusat

Kota (Peraturan Zonasi Kawasan Pusat Kota),

Denpasar.

DAFTAR WEBSITE

http://www.karbonjournal.org/id/archives/ ,

Sistem Transportasi di Indonesia

http://www.denpasarkota.go.id/, Rencana

Tata Ruang Wilayah Kotamadya Denpasar