onikomikosis definisi, epidemiologi, etiologi, talak baru

5
Definisi Onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur non-dermatofita atau yeast (Elewski et al., 2008; Verma et al., 2008; James et al., 2008). Epidemiologi Onikomikosis terjadi di seluruh belahan dunia dan dapat terjadi baik pada anak-anak maupun dewasa (Elewski et al., 2008). Prevalensi onikomikosis meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Sekitar 1% terjadi pada individu yang berusia kurang dari 18 tahun dan hampir 50% pada usia di atas 70 tahun (Wolff et al., 2007). Prevalensi onikomikosis di Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 3-22% dan meningkat pada pasien berusia lanjut (Joish et al., 2002). Kasus onikomikosis di Indonesia tidak sebanyak yang ditemukan di Eropa dan Amerika Utara (Suling, 2000). Angka kejadian onikomikosis di Indonesia sendiri belum terdata dengan baik, di RSUP Dr Kariadi dari tahun 1994-98 didapati pada 0,1% seluruh pasien baru (Chandra et al., 1999). Peningkatan prevalensi ini dikarenakan peningkatan status imunosupresi seseorang, sepatu yang terlalu sempit, dan peningkatan penggunaan locker room bersama (Verma et al., 2008).

Upload: fanny-trestanita-bahtiar

Post on 24-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Onikomikosis Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Talak Baru

Definisi

Onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita,

jamur non-dermatofita atau yeast (Elewski et al., 2008; Verma et al., 2008; James et al.,

2008).

Epidemiologi

Onikomikosis terjadi di seluruh belahan dunia dan dapat terjadi baik pada anak-anak

maupun dewasa (Elewski et al., 2008). Prevalensi onikomikosis meningkat sesuai dengan

pertambahan usia. Sekitar 1% terjadi pada individu yang berusia kurang dari 18 tahun dan

hampir 50% pada usia di atas 70 tahun (Wolff et al., 2007). Prevalensi onikomikosis di Eropa

dan Amerika Utara berkisar antara 3-22% dan meningkat pada pasien berusia lanjut (Joish et

al., 2002). Kasus onikomikosis di Indonesia tidak sebanyak yang ditemukan di Eropa dan

Amerika Utara (Suling, 2000). Angka kejadian onikomikosis di Indonesia sendiri belum

terdata dengan baik, di RSUP Dr Kariadi dari tahun 1994-98 didapati pada 0,1% seluruh

pasien baru (Chandra et al., 1999). Peningkatan prevalensi ini dikarenakan peningkatan status

imunosupresi seseorang, sepatu yang terlalu sempit, dan peningkatan penggunaan locker

room bersama (Verma et al., 2008). Onikomikosis lebih banyak terjadi pada laki-laki

(Elewski et al., 2008).

Etiologi

Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis, yaitu sekitar

80-90%. Penyebab terbanyak adalah Trichophyton rubrum (71%) dan Trichophyton

mentagrophytes (20%). Penyebab lain di antaranya adalah E. Floccosum, T. violaaceum, T.

Schoenleinii, T. Verrrucosum. Sementara itu, Candida dan jamur non-dermatofita lebih sering

terlibat di daerah tropis dan subtropis dengan iklim panas dan lembab. Onikomikosis

nondermatofita disebabkan oleh jamur (Fusarium sp., Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus

Page 2: Onikomikosis Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Talak Baru

sp.) jumlahnya mencapai 15% dari kasus onikomikosis di beberapa negara (Verma et al.,

2008).

Talak Baru

Penatalaksanaan onikomikosis memiliki beberapa tantangan. Pertama, hiperkeratosis

dan massa jamur yang terbentuk dapat menghambat distribusi obat topikal maupun sistemik

pada sumber infeksi. Selain itu, angka kekambuhan dan reinfeksi ulang setelah pengobatan

masih cukup tinggi. Selanjutnya, waktu pengobatan dalam jangka waktu yang lama juga

dapat mempengaruhi kepatuhan pasien (Lipner dan Scher, 2014).

Beberapa uji klinis terkait dengan pengobatan onikomikosis masih terus berlangsung.

Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan beberapa obat terbaru

dalam penatalaksanaan onikomikosis, di antaranya adalah eficonazole topical solution 10%

(Jublia) dan tavaborole topical solution 5% (Kerydin). Eficonazole disetujui oleh FDA

sebagai salah satu pengobatan terbaru untuk onikomikosis pada 9 Juni 2014, sedangkan

tavaborole pada 8 Juli 2014 (Lipner dan Scher, 2014).

a. Eficonazole (Jublia topical solution 10%)

Eficonazole (Jublia topical solution 10%) adalah anti jamur topikal golongan

triazole pertama yang dikembangkan untuk pengobatan onikomikosis subungual distal-lateral

yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes. Eficonazole

memiliki rumus senyawa kimia ((2R,3R)-2-(2,4-difluorophenyl)-3-(4-methylenepiperidin-1-

y1)-1-(1H-1,2,4,-triazol-1-y1)butan-2-ol) dengan rumus molekul C18H22F2N4O. Eficonazole

menghambat lanosterol 14-demethylase pada biosintesis ergosterol jamur. Setiap gram

Jublia mengandung 100 mg eficonazole. Eficonazole (Jublia topical solution 10%)

digunakan sekali sehari selama 48 minggu untuk pengobatan topikal pada onikomikosis

(Lipner dan Scher, 2014).

Page 3: Onikomikosis Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Talak Baru

b. Tavaborole

Tavaborole (Kerydin topical solution 5%) adalah anti jamur topikal golongan

benzoxaborole pertama yang dikembangkan untuk pengobatan onikomikosis yang

disebabkan oleh Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes. Mekanisme kerja

tavaborole adalah menghambat sintesis protein jamur dengan cara menghambat aminoacyl-

transfer ribonucleic acid (tRNA) synthetase (AARS). Tavaborole (Kerydin topical solution

5%) mengandung komposisi aktif yang terdiri dari tavaborole yang merupakan anti jamur

golongan benzoxaborole yang memiliki rumus senyawa kimia 5 fluoro-1,3-dihydro-1-

hydroxy-2,1-benzoxaborole dengan rumus molekul C7H6BFO2. Setiap gram Jublia

mengandung 43,5 mg tavaborole. Eficonazole (Kerydin topical solution 5%) digunakan

sekali sehari selama 48 minggu untuk pengobatan topikal pada onikomikosis (Lipner dan

Scher, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

1. Elewski, B.E., Hughey, L.C., Sobera, J.O., and Hay, R. 2008. Dermatology 2nd ed. New York: Mosby Elsevier.

2. Verma, S., Haffernan, M.P. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th

ed. New York: McGraw-Hill.3. James, D., Berger, G., Elston, M. 2008. Andrew’s Disease of The Skin Clinical

Dermatology 10th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.4. Wolff, KL. Johnson RA. 2007. Fitzpatrick’s Color Atlas & Sinopsis Of Clinical

Dermatology, 5th ed. New York: The McGraw-Hill companies.5. Joish, V.N., Armstrong, E.P. 2002. Newer drugs and overall costs of treating

onychomycosis. Iberoam Micol.6. Suling, P.L. 2000. Patofisiologi Onikomikosis. Kongres dan Temu Ilmiah Nasional II

PMKI. Jakarta.7. Chandra, E.N., et al. 1999. Onikomikosis di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

Kariadi Semarang. KONAS IX Perdoski. Surabaya.8. Lipner, S.R. and Scher, R.K. 2014. Onychomycosis: Current and Investigational

Therapies. American Journal of Orthopaedy. 94(6): E21-E24.