otonomi desa berdasarkan undang-undang nomor 6...
TRANSCRIPT
1. Vol. 06, No. 02, Maret 2018
Published: 2018-03-15
Articles
1. AKIBAT HUKUM ATAS KEBIJAKAN YANG DIKELUARKAN OLEH PEJABAT PELAKSANA
TUGAS SEMENTARA DALAM MENJALANKANTUGASNYA SELAKU KEPALA DAERAH Ni
Putu Ega Maha Wiryanthi, Anak Agung Ngurah Wirasila 1-5 PDF
2. EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK DALAM ASPEK HAK ANAK ATAS PENDIDIKAN Ida Ayu Rhadana
Satvikarani M, A.A. Sri Utari 1-10 PDF
3. ANALISA YURIDIS KETINGGIAN BANGUNAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH
KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG Ni Made
Apriana Putri, I Putu Sudarma Sumadi 1-5 PDF
4. PERANAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI MENJALANKAN
FUNGSI LEGISLASI DAN PENGAWASAN DALAM RANGKA MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI PROVINSI BALI I Gusi Made Agus Putra Yuda, Dewa
Gede Rudy 1-5 PDF
5. EKSISTENSI KLEMENSI SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MELAKUKAN
PEMBELAAN DALAM PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA Joshua Michael
Djami, I Putu Sudarma Sumadi 1-5 PDF
6. KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS WILAYAH UDARA KEPULAUAN
NATUNA BERDASARKAN CHICAGO CONVENTION 1944 Agus Efendi, I Wayan Windia 1-
5 PDF
7. PENGATURAN HUKUM TERHADAP PENATAAN RUANG DI KOTA DENPASAR DALAM
MENGIMPLEMENTASIKAN FUNGSI SOSIAL TANAH DARI PERSPEKTIF AGRARIA Desak
Putri Tri Rahayu, I Ketut Tjukup 1-5 PDF
8. EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL
DI KABUPATEN BANGLI I Dewa Agung Yuda Tri Adnyana, Putu Gede Arya Sumerthayasa, I
Ketut Suardita 1-5 PDF
9. PENERAPAN PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 DI KOTA
DENPASAR Luh Gede Diah Oktarini Dewi, I Made Arya Utama, I Ketut Suardita 1-5 PDF
10. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN
HUKUM INTERNASIONAL Adi Suhendra Purba T., Putu Tuni Cakabawa Landra 1-5 PDF
11. WEWENANG PAKSAAN PEMERINTAHAN (BESTUURSDWANG) (KAJIAN BERDASARKAN
PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG
BANGUNAN GEDUNG) Margareta Nopia Merry Venita Jarmani, I Gusti Ngurah Wairocana, I
Ketut Sudiarta 1-15 PDF
12. UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DALAM PENANGGULANGAN
TUNGGAKAN PAJAK HOTEL I Gusti Agung Ngurah Prawira Kukuh, Putu Gede Arya
Sumerthayasa, I Ketut Suardita PDF
13. SEGI-SEGI HUKUM LAUT INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA
JEPANG DAN CINA NI PUTU MONA CHERRY HITOMI, I MADE PASEK DIANTHA, MADE
MAHARTA YASA 1-15 PDF
14. TAHAP PERUBAHAN STATUS KELURAHAN MENJADI DESA BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN
DESA I Gusti Ngurah Agung Angga Pratama Putra, Made Subha Karma Resen PDF
15. TH E PLIG HT OF R OHI NG YA M US LIMS : TH E PR OTECTION OFWORLD’S M OS T
PERSECUTED MINORITIES UNDER INTERNATIONAL LAW Alia Yofira Karunian, Ida Bagus
Wyasa Putra PDF
16. KAJIAN YURIDIS PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA DALAM KAITANYA DENGAN
OTONOMI DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA I Putu Eva Ardiana, I Ketut Tjukup PDF
17. ANALISIS YURIDIS HAK IMUNITAS DPR DITINJAU DARI PRESPEKTIF PRINSIP NEGARA
HUKUM A. A. Sagung Istri Agung Andryani, Komang Pradnyana Sudibya PDF
18. IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM PERUMAHAN RAKYAT
NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH
DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA DENPASAR I Gusti Ngurah Gede Permana Putra, I
Wayan Parsa, I Ketut Suardita PDF
19. POLITIK HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 PASCA PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 35/PUU-X/2012 Bagus Hermanto, Dewa Gde Rudy,
Komang Pradnyana Sudibya PDF
20. IMPLIKASI YURIDIS BERLAKUNYA UNDANG – UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014
TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA
NEGARA A. A. Gde Agung Dananjaya, I Putu Sudarma Sumadi 1-5 PDF
21. PERLUASAN KEWENANGAN OMBUDSMAN UNTUK MEMILIKI KEWENANGAN
MENGADILI DIKAJI DENGAN MENGGUNAKAN TEORI SELF AUXILARY BODIES Ni Putu
Diah Chandra Paramita, Ni Luh Gede Astariyani PDF
22. EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2013
TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KANTOR WALIKOTA DENPASAR Dewa Gde Ary
Wicaksana, Anak Agung Ngurah Wirasila PDF
23. IMPLIKASI AKTIVITAS PRAMUWISATA ILEGAL TERHADAP ASPEK KEPARIWISATAAN DI
BALI DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2016
TENTANG PRAMUWISATA Putu Indra Dananjaya Putra, I Ketut Suardita, Cokorde Dalem
Dahana PDF
24. POLA BAGI HASIL PAJAK PROVINSI DENGAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DI BALI
TERKAIT PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG
PENETAPAN PEMBERIAN SEBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK PROVIMSI BALI
KEPADA KABUPATEN / KOTA Putu Aryandhi Pradnyana, Gede Putra Ariana PDF
25. EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERKAIT
PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN I Putu Yoko Sunarmayasa, I
Nyoman Suyatna, Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati PDF
36. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah I Wayan Yoga Surastika, I Gusti Ngurah Wairocana, I Ketut
Sudiarta PDF
38. IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG
PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH I Kadek Suwawa Kiki Kesuma Dewa, I
Ketut Sudiarta PDF
26. PELAKSANAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP
TANAH WARIS DI KABUPATEN BADUNG Ida Purnama Sari, I Wayan Parsa, I Ketut
Suardita PDF
27. KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DALAM MENSERTIFIKATKAN
ASET DAERAH BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1
TAHUN 2009 Ida Ayu Made Dewi Antari, Putu Gede Arya Sumerthayasa, Cokorda Dalem
Dahana PDF
28. UPAYA PENCEGAHAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DI
KABUPATEN KLUNGKUNG BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 6 TAHUN 2015 I Putu Adi Sentana Janantara, I Wayan Parsa, I Ketut Suardita PDF
29. PERANAN UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES DALAM
PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI UNI EROPA Anak Agung Sagung Mahandhani
Krisna, Putu Tuni Cakabawa Landra PDF
30. PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDO ATAU ATASAN MENURUT INTERNATIONAL
CRIMINAL TRIBUNAL FOR THE FORMER YUGOSLOVIA DALAM KASUS KEJAHATAN
PERANG YANG ILAKUKAN OLEH ZLATKO ALEKSOVKI DI BOSNIA Kadek Derik Yunita Sari,
Gde Made Swardhana PDF
31. YURISDIKSI INTERNATIONAL CRIMINAL TRIBUNAL FOR RWANDA DALAM MENGADILI
KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN DAN GENOSIDA YANG DILAKUKAN OLEH
FERDINAND NAHIMANA Veronica Novinna, Gde Made Swardhana 1-6 PDF
32. 1KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM KEJELASAN STATUS TENAGA HONORER SETELAH
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL
NEGARA Putri Aldila, I Ketut Suardita 1-12 PDF
33. PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA DI KOTA DENPASAR Ni Luh Dyah Pranaswari Satrya,
Anak Agung Gde Oka Parwata 1-14 PDF
34. Penyanderaan (Gijzeling) Kepada Penunggak Pajak Yang Dilakukan Oleh Direktorat
Jendral Pajak Putu Mahanta Pradana Putra, Dewa Gede Rudy 1-14 PDF
35. PENGATURAN KEBIJAKAN BEBAS VISA KUNJUNGAN DALAM RANGKA
MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE INDONESIA Ni
Wayan Sri Ertami Damayanti, Ngakan Ketut Dunia 1-5
37. PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA SEBAGAI KEJAHATAN TRANS
NASIONAL DI KAWASAN ASIA TENGGARA Ni Putu Nita Mutiara Sari, Suatra Putrawan
39. KONSEKUENSI YURIDIS TERHADAP ADDENDUM NASKAH PERJANJIAN HIBAH
DAERAH YANG TELAH DITANDA TANGANI Dewa Ayu Made Nita Fitrianingrat, I Ketut
Markeling 1-14 PDF
40. KAJIAN TERHADAP LEMBAGA PENGAWAS PENGELOLAAN DANA DESA DITINJAU DARI
PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA Ni Kadek Lisna Adnyani Dewi, I Ketut Rai
Setiabudhi 1-16 PDF
41. PERUBAHAN STATUS PERKAWINAN DI DALAM KTP ELEKTONIK DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Ni Kadek Dessi Dwi Yanti, Cokorda
Istri Anom Pemayun 1-14 PDF
1.
1
WEWENANG PAKSAAN PEMERINTAHAN (BESTUURSDWANG)
(KAJIAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG
BANGUNAN GEDUNG)*
Oleh: Margareta Nopia Merry Venita Jarmani**
I Gusti Ngurah Wairocana*** I Ketut Sudiarta****
Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK: Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang) merupakan tindakan nyata dari
pemerintah untuk mengakhiri pelanggaran norma hukum oleh warga negara
dan mengembalikannya pada keadaan semula. Pemerintah memiliki wewenang
untuk melaksanakan bestuursdwang, namun wewenang tersebut tentunya dibatasi. Pembatasan wewenang tersebut tentu berguna untuk menghindari
tindakan sewenang-wenang dari pemerintah yang acapkali tidak
memperhatikan batasan dari kewenangannya. Sebelum pelaksanaan
bestuursdwang terdapat syarat yang harus dipenuhi. Penulis mengkaji salah
satu peraturan daerah yang memuat ketentuan terkait bestuursdwang yakni
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan
Gedung. Pentingnya penelitian ini, untuk mengetahui batas dari wewenang
paksaan pemerintahan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan
pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan Analisis Konsep Hukum.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil data
primer bersumber dari peraturan perundang-undangan dan data sekunder
bersumber dari kepustakaan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bestuursdwang
sebagai kewenangan bebas pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5
Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung dibatasi oleh peraturan perundang-
undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Selain itu,
sebelum pelaksanaan bestuursdwang terdapat syarat yang harus dipenuhi,
yaitu adanya peringatan tertulis. Peringatan tertulis tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah dalam bentuk keputusan tata usaha negara (KTUN) sehingga dapat
menimbulkan akibat hukum.
Kata kunci : Paksaan Pemerintahan, Pembatasan Wewenang, Peringatan
Tertulis, Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
* makalah ini merupakan inti sari dari skripsi.
** Margareta Nopia Merry Venita Jarmani adalah mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Udayana. Korespondensi: [email protected] *** I Gusti Ngurah Wairocana adalah dosen Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
**** I Ketut Sudiarta adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2
ABSTRACT: The Government Coercion (Bestuursdwang) is the real action of government to a violation of legal norm by citizen and return to its original state. Government has authority to doing bestuursdwang, but that authority absolutely limited. Limitation of that authority absoulutely useful to avoid the arbitrary action of government that often not paying attention the limits of his authority. Before implementation of bestuursdwang there are conditions that must be met. The autors review one of the local regulations that contain related provisions bestuursdwang that Local Regulation of Denpasar City Number 5 of 2015 about building buildings.
The important think of this research to know the limits of government coercive powers. This research is normative legal research using the statute approach and analytical & conceptual approach. A data source that used in this research derived from primary data results derived from legislation and secondary data sourced from the literature.
From this research can be concluded that bestuursdwang as free authority on Local Regulation of Denpasar City Number 5 of 2015 about building buildings limited by laws and regulations and the general principles of the good governance. In addition, prior to implementation of bestuursdwang there is a requirement that must be fulfilled that is written warning. Such written warning are issued by the government in the form of state administrative decisions so as to have legal concequnces.
Keywords : the Government Coercion, The Limitation of Authority, The
Written Warning, The State of Administrative Decisions.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Segala tindakan Pemerintah harus berdasarkan hukum,
baik hukum tertulis maupun tidak tertulis.1 Pemerintah juga wajib
melindungi masyarakat dan memiliki kewenangan untuk turut
campur dalam kegiatan sosial masyarakat.2 Dalam melaksanakan
tugasnya, Pemerintah acapkali melakukan perbuatan yang disebut
dengan tindak atau perbuatan pemerintahan. Menurut Van
Vollenhoven, “perbuatan pemerintah (bestuurshandeling) adalah
pemeliharaan kepentingan negara atau rakyat secara spontan dan
1. Zairin harahap, 1997, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.1. 2. SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2011, Pokok-Pokok Hukum
Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 52.
3
tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendah (prinsip hierarkhi).”3
Bestuursdwang atau paksaan pemerintahan merupakan salah
satu bentuk tindakan nyata dari pemerintah untuk mengakhiri
pelanggaran dan membalikan pada keadaan semula.4
Bestuursdwang merupakan salah satu bentuk dari sanksi
administratif. Sanksi administratif adalah perangkat sarana
hukum administratif yang bersifat pembebanan
kewajiban/pemerintah dan/atau penarikan kembali keputusan
tata usaha negara yang dikenakan kepada penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan atas dasar ketidaktaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.5 P. de Haan dkk, berpendapat
bahwa penggunaan sanksi administratif sebagai kewenangan
pemerintah yang berasal dari hukum administrasi tertulis
maupun tidak tertulis.6 Terdapat perbedaan pendapat terkait
dengan bestuursdwang. Beberapa ahli admnistrasi menganggap
bahwa bestuursdwang merupakan kewajiban, namun ahli hukum
administrasi lainnya menganggap bahwa bestuursdwang
merupkan suatu kewenangan. Bestuursdwang merupakan suatu
kewenangan bebas dalam artian Pemerintah bebas
mempertimbangkan apakah bestuursdwang diperlukan atau dapat
menggunakan sanksi lain.7 Namun, pengaturan terkait dengan
3. Umar Said Sugiarto, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 266. 4. Philipus M. Hadjon, et.al., 2011, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 246. 5. I Made Ari Permadi, “Kewenangan Badan Lingkungan Hidup Dalam
Pemberian Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Pencemaran
Lingkungan”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 5 Nomor 4 Tahun 2016,
DOI:https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p02,URL:https://ojs.unud.a
c.id diakses tanggal 23 Maret 2018, h. 653. 6. Ivan Fauzani Raharja, “Penegakan Hukum Sanksi Administrasi
Terhadap Pelanggaran Perizininan”, Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri
Humaniora, Volume 15 Nomor 2 Juli-Desember Tahun 2013, URL:
https://online-journal.unja.ac.id diakses tanggal 18 Januari 2018, h. 7. 7. Ridwan HR., 2011, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 24.
4
bestuursdwang tidak seluruhnya merupakan kewenangan yang
bersifat bebas. Terdapat beberapa instrumen hukum yang
menjadikan bestuursdwang sebagai kewenangan yang bersifat
terikat dan/atau kewenangan fakultatif. Suatu kewenangan
tentunya harus dibatasi untuk menghindari penyalahgunaan
wewenang dan tindakan sewenang-wenang dari Pemerintah.
Pembatasan ini tentunya merupakan jalan terbaik untuk
mencapai keadilan bagi pemerintah dan juga rakyat. Pada
penelitian ini, penulis memilih instrumen hukum Peraturan
Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan
Gedung karena memuat mengenai paksaan pemerintahan atau
bestuursdwang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di
atas bahwa terdapat sejumlah permasalahan yang hendak penulis
bahas. Adapun permasalahan dalam penulisan ini ialah sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat pembatasan terhadap wewenang paksaan
pemerintahan (bestuursdwang)?
2. Apakah syarat yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan
paksaan pemerintahan (bestuursdwang) dalam Peraturan
Daerah Kota Denpaar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan
Gedung?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui
pembatasan terhadap wewenang paksaan pemerintahan atau
bestuursdwang dan menguraikan syarat wajib sebelum
pelaksanaan bestuursdwang berdasarkan Perda Kota Denpasar
No. 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung.
5
II. ISI MAKALAH
2.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum
normatif dengan pendekatan perundang-undangan (the statute
approach) dalam hal ini penulis menggunakan peraturan daerah
dan pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual
approach) terkait dengan doktrin dari para sarjana hukum.8
Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari
UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah serta bahan hukum
sekunder yang terdiri dari literatur, artikel, karya ilmiah, dan
jurnal ilmiah. Penulis menggunakan sistem kartu dalam
pengumpulan bahan hukum. Teknik analisis yang digunakan
ialah teknik deskriptif dengan menguraikan definisi dan teknik
evaluasi untuk menilai tepat atau tidaknya suatu keputusan
dalam penelitian ini.
2.2 Hasil dan Analisis
2.2.1 Pembatasan Terhadap Wewenang Paksaan Pemerintahan
(Bestuursdwang)
Pembatasan wewenang bertujuan agar Pemerintah tidak
menyalahgunakan kewenangan atau bertindak sewenang-wenang.
Di Indonesia secara normatif, wewenang Pemerintah dalam bentuk
keputusan dibatasi berdasarkan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam
ketentuan Pasal tersebut ditentukan mengenai “alasan-alasan
yang dapat digunakan dalam gugatan” sebagai sarana bagi pihak
yang berkepentingan untuk menggugat keputusan yang menyalahi
wewenang diskresi. Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam
8. Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum, Edisi Revisi,
Prenadamedia Group, Jakarta, h.133.
6
gugatan itu ialah apabila suatu keputusan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AAUPB). I Wayan Suandi berpendapat
bahwa batas dari wewenang diskresi pemerintah yang berupa
keputusan selain dibatasi oleh peraturan perundang-undangan,
juga dibatasi oleh larangan penyalahgunaan wewenang dan
larangan bertindak sewenang-wenang.9
Wewenang yang berasal dari peraturan perundang-
undangan tidak boleh melampaui ketentuan dalam arti wewenang
dapat dilaksanakan apabila diatur dalam peraturan perundang-
undangan tersebut. Tindakan yang diambil diluar wewenang
sebagaimana diberikan oleh peraturan perundang-undangan
dianggap melampaui kewenangan. Penelitian ini mengkaji batas
wewenang bestuursdwang berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 5
Tahun 2015. Terdapat beberapa Pasal yang memberikan
wewenang bestuursdwang terhadap Pemerintah. Ketentuan-
ketentuan tersebut diuraikan sebagai berikut:
- Pasal 133 ayat (6) yang mengatur bahwa “Dalam hal pemilik/
pengguna/ pengelola bangunan gedung tidak melaksanakan
perintah pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
pembongkaran akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota atas
beban biaya pemilik/ pengguna/ pengelola bangunan gedung,
kecuali bagi pemilik bangunan rumah tinggal yang tidak
mampu, biaya pembongkarannya menjadi beban Pemerintah
Kota.”
- Pasal 166 ayat (5) yang mengatur bahwa “Dalam hal pemilik
Bangunan Gedung tidak melakukan pembongkaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu 30
9. I Wayan Suandi, 2003, “Penggunaan Wewenang Paksaan Pemerintah
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Propinsi Bali”, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, h. 116.
7
(tiga puluh) hari kerja, pembongkarannya dilakukan oleh
Pemerintah Kota atas biaya Pemilik Bangunan Gedung.”
- Pasal 167 ayat (2) yang mengatur bahwa “Pemilik bangunan
gedung yang tidak memiliki izin mendirikan Bangunan Gedung
dikenakan sanksi perintah pembongkaran.”
- Pasal 168 ayat (3) yang mengatur bahwa “Pemilik atau
Pengguna Bangunan Gedung yang telah dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selama 30 (tiga puluh)
hari kerja dan tetap tidak melakukan perbaikan atas
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan
sanksi berupa penghentian tetap pemanfaatan dan pencabutan
sertifikat Laik Fungsi.”
Wewenang yang berdasarkan peraturan daerah di atas harus
sesuai dan pemerintah dilarang menggunakan kewenangan
bestuursdwang selain dari yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
Wewenang bestuursdwang juga dibatasi oleh AAUPB. AAUPB
merupakan pedoman tidak tertulis dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang baik. Seiring perkembangan pemerintahan,
AAUPB mulai dimuat dalam aturan hukum tertulis. Di Indonesia,
AAUPB termuat pada Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme dengan istilah Asas Umum Penyelenggaraan
Negara (AUPN). Terdapat 7 (tujuh) AUPN yang termuat Pada Pasal
3 UU No. 28 Tahun 1999 yakni sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara;
2. Asas tertib penyelenggara negara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara;
8
3. Asas kepentingan umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan
selektif; 4. Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan, dan rahasia negara; 5. Asas proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;
6. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; 7. Asas akuntabilitas yaitu asas menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kekuasaaan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, AAUPB juga termuat pada Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terdapat 6
(enam) AAUPB pada UU No. 9 Tahun 2004, yaitu asas kepastian
hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas keterbukaan
asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
AAUPB yang menjadi batasan terhadap wewenang bestuursdwang
pada Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 ialah sebagai
berikut:
- Asas kepastian hukum
Pada ketentuan Pasal 133 ayat (5) diatur bahwa pembongkaran
bangunan gedung harus disertai dengan surat penetapan
pembongkaran atau surat persetujuan oleh walikota.
- Asas tertib penyelenggaraan negara
Pada ketentuan Pasal 132 ayat (1) diatur bahwa penetapan dan
pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung harus
memperhatikan kaidah-kaidah pembongkaran secara umum
serta memanfaatkan ilmu pengetahuan. Kemudian pada ayat
9
(2) diatur bahwa pembongkaran bangunan gedung harus
mempertimbangkan, ketertiban, keamanan dan keselamatan
masyarakat serta lingkungannya.
- Asas keterbukaan
Pada ketentuan Pasal 133 ayat (3), Pemerintah Kota
menyampaikan hasil identifikasi bangunan gedung yang akan
dibongkar kepada pemilik bangunan gedung.
- Asas proporsionalitas
Pada ketentuan Pasal 106 ayat (2), pencabutan IMB harus
disertai dengan peringatan tertulis sebanyak tiga kali dan
pelanggar diberikan kesempatan untuk memberikan
tanggapan. Kemudian pada Pasal 133 ayat (3), bahwa
pemerintah memberikan informasi kepada pihak yang
bangunannya memenuhi identifikasi untuk dibongkar. Pada
ayat (4) diatur bahwa pihak tersebut wajib melakukan
identifikasi sebagaimana dimaksud pada ketentuan pasal
tersebut.
- Asas profesionalitas
Pada ketentuan Pasal 134 ayat (1), Pasal 135 ayat (1) dan ayat
(2), pembongkaran bangunan gedung dilakukan oleh penyedia
jasa pembongkaran yang memiki sertifikat keahlian yang
sesuai.
- Asas akuntabilitas
Pada ketentuan Pasal 136 ayat (4) bahwa Pemerintah
melakukan pengawasan terhadap pembongkaran bangunan
gedung. Ketentuan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab
pemerintah terhadap tindakan pembongkaran.
10
2.2.2 Syarat Sah Sebelum Pelaksanaan Paksaan Pemerintahan
(Bestuursdwang) Pada Peraturan Daerah Kota Denpasar
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung
Sebelum pelaksanaan bestuursdwang, harus didahului
dengan adanya peringatan tertulis dalam bentuk keputusan tata
usaha negara (KTUN). Peringatan tertulis sebagai KTUN dapat
menimbulkan akibat hukum. Sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (1)
UU No. 9 Tahun 2004, orang atau badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada
pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau
tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi.
Terdapat beberapa ketentuan Pasal pada Perda Kota
Denpasar No. 5 Tahun 2015 yang memuat peringatan tertulis,
yaitu:
- Pasal 166 ayat (1) yang mana pemilik bangunan gedung yang
melanggar ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud
dikenakan sanksi peringatan tertulis sebanyak tiga kali;
- Pasal 168 ayat (1) yang mana pemilik atau pengguna bangunan
yang melanggar ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud
dikenakan sanksi peringatan tertulis.
Pada Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015, peringatan
tertulis dikeluarkan oleh pemerintah kota. Menurut analisis
penulis, yang dimaksud dengan pemerintah kota ialah walikota
dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di bawahnya
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing.
Sesuai dengan lampiran Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor
4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi
Kewenangan Kota Denpasar, urusan yang berkaitan dengan
11
bangunan gedung menjadi tugas dari Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kota Denpasar yang bertugas mengawasi
terlaksananya Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015. Dalam
menjalankan tugasnya, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kota Denpasar berwenang mengeluarkan surat peringatan
kepada pihak yang melanggar ketentuan terkait bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun
2015. Kemudian, apabila surat peringatan dari Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar tidak ditanggapi,
maka dinas tersebut melimpahkan wewenang dan mengirim
tebusan kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota
Denpasar untuk melaksanakan bestursdwang. Namun, sesuai
dengan tupoksinya, Satpol PP berwenang untuk mengeluarkan
surat teguran kepada pelanggar Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun
2015 sesuai dengan ketentuan Pasal 6 huruf e Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong
Praja jo. Pasal 255 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Setelah melakukan analisis terkait dengan draft peringatan
tertulis yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kota Denpasar dan Satpol PP Kota Denpasar,
menurut hemat penulis, peringatan tertulis tersebut telah sesuai
dengan klasifikasi keputusan tata usaha negara (KTUN)
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara dengan unsur-unsur sebagai berikut:
- Penetapan tertulis yang tidak harus secara formal namun dapat
berupa memo;
12
- Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam
hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota
Denpasar dan Satpol PP merupakan badan tata usaha negara
yang berwenang;
- Tindakan hukum tata usaha negara yang mana pemerintah
memberikan perintah kepada pihak pelanggar yang dapat
menimbulkan akibat hukum;
- Peraturan perundang-undangan dalam hal ini yang dimaksud
adalah Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 yang saat ini
masih berlaku dan ditegakkan;
- Konkret, individual, final. Konkret adalah obyek yang
diputuskan jelas. Individual adalah jelas siapa yang dituju.
Final adalah keputusan tersebut dapat menimbulkan akibat
hukum;
- Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata yang berkaitan dengan hak menggugat apabila
keputusan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang
baik.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan penelitian sebagaimana telah
diuraikan di atas, maka dapat ditarik dua simpulan sebagai
berikut:
3.1.1 Terdapat pembatasan wewenang terhadap paksaan
pemerintahan (bestuursdwang). Wewenang bestuursdwang
dibatasi oleh ketentuan Pasal yang memuat wewenang
bestuursdwang dan oleh AAUPB. Ketentuan Pasal pada
Perda yang membatasi wewenang bestuursdwang ialah Pasal
13
133 ayat (6), Pasal 166 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 167 ayat
(1) dan ayat (2), serta Pasal 168 ayat (2) dan ayat (3). Asas
kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas
keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas,
dan asas akuntabilitas merupakan AAUPB yang merupakan
pembatasan terhadap wewenang bestuursdwang dalam
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015
tentang Bangunan Gedung.
3.1.2 Syarat yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan paksaan
pemerintahan (bestuursdwang) menurut Perda Kota
Denpasar No. 5 Tahun 2015 adalah wajib didahului dengan
pemberian surat peringatan tertulis yang dituangkan dalam
bentuk KTUN. Sesuai ketentuan Perda Kota Denpasar No. 5
Tahun 2015, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kota Denpasar dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kota Denpasar merupakan badan/ pejabat yang berwenang
mengeluarkan surat peringatan sebelum pelaksanaan
bestuursdwang.
3.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan simpulan,
maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
3.2.1 Pemerintah selaku pemegang wewenang paksaan
pemerintahan (bestuursdwang) sudah selayaknya
memperhatikan batasan-batasan dari kewenangannya dan
diharapkan bestuursdwang merupakan tindakan terakhir
yang dilaksanakan oleh pemerintah terhadap pelanggaran-
pelangaran yang dilakukan oleh masyarakat.
3.2.2 Pemerintah yang berwenang melakukan bestuursdwang
hendaknya mengeluarkan Surat Peringatan terlebih dahulu
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Prenadamedia Group, Jakarta.
Philipus M. Hadjon, et.al., 2011, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ridwan HR., 2011, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta. SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2011, Pokok-Pokok Hukum
Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta.
Umar Said Sugiarto, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Zairin harahap, 1997, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Disertasi
I Wayan Suandi, 2003, “Penggunaan Wewenang Paksaan Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di
Propinsi Bali”, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380).
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 507). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
15
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9).
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Denpasar (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2008
Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Denpasar Nomor 4).
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2015 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kota
Denpasar Nomor 5).
Jurnal Ilmiah
I Made Ari Permadi, “Kewenangan Badan Lingkungan Hidup
Dalam Pemberian Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Pencemaran Lingkungan”, Jurnal Magister
Hukum Udayana, Volume 5 Nomor 4 Tahun 2016, DOI: https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p02, URL: https://ojs.unud.ac.id diakses tanggal 23 Maret 2018.
Ivan Fauzani Raharja, “Penegakan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizininan”, Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri Humaniora, Volume 15 Nomor 2
Juli-Desember Tahun 2013, URL: https://online-journal.unja.ac.id diakses tanggal 18 Januari 2018.