overlay sederhans
DESCRIPTION
teknik overlay sederhanaTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
ACARA VI
TEKNIK OVERLAY SEDERHANA
DISUSUN OLEH
NAMA : CATUR NOFI ANTO
NIM : 12405241022
KELOMPOK : 1 A
HARI/TANGGAL : SENIN, 06 APRIL 2015
WAKTU : 11.00 WIB
ASISTENSI PRAKTIKUM SIG
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
ACARA VI
A. Judul
Teknik Overlay Sederhana
B. Tujuan
Paraktikum teknik overlay sederhana memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Praktikan mampu melakukan teknik overlay sederhana.
2. Praktikan mampu mengenali berbagai macam jenis peta untuk
keperluan overlay.
3. Praktikan mampu mengagabungkan informasi dengan benar.
4. Praktikan mampu melakukan teknik skoring untuk menentukan
parameter yang paling berpengaruh terhadap suatu gejala geografis.
5. Praktikan mampu membuat peta dengan informasi baru dari
penggabungan informasi yang diperoleh sebelumnya.
6. Praktikan dapat melakukan analisa dari hasil peta yang telah di
overlay.
C. Teori Singkat
1. SIG ( Sistem Informasi Geografi )
Pengertian SIG ( Sistem Informasi Geografis ) Salah satu
model informasi yang berhubungan dengan data spasial (keruangan)
mengenai daerah-daerah di permukaan Bumi adalah Sistem Informasi
Geografi (SIG). Pengertian SIG adalah suatu sistem yang menekankan
pada informasi mengenai daerahdaerah berserta keterangan (atribut)
yang terdapat pada daerah-daerah di permukaan Bumi. Sistem
Infomasi Geografis merupakan bagian dari ilmu Geografi Teknik
(Technical Geography) berbasis komputer yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi data-data keruangan (spasial) untuk
kebutuhan atau kepentingan.
Data spasial adalah data hasil pengukuran, pencatatan, dan
pencitraan terhadap suati unsur keruangan yang berada dibawah,pada,
atau di atas permukaan bumi dengan posisi keberadaannya mengacu
pada system koordinat nasional (Perpres No. 85 Tahun 2007 Tentang
Jaringan Data Spasial Nasional). Menurut Undang-undang
Geospasial RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial,
spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang
mencakup lokasi, letak, dan posisinya.
Sistem Informasi Geografis atau SIG di uraikan menjadi
beberapa subsistem sebagai berikut :
a. Data Input (masukan data)
Data masukan di dalam SIG dapat berupa data spasial
maupun data tabular (tabel). Data spasial bisa didapatkan dari citra
satelit, foto udara, dan peta digital / hasil digitalisasi. Subsistem ini
bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan
data spasial dan atributnya dari berbagai sumber.
b. Data Handling (data yang ditangani)
1) Data Management, merupakan bagian penempatan data dalam
suatu berkas atau direktori yang terstruktur dengan baik.
2) Data Processing, merupakan tahap untuk memaknai data yang
terdapat di dalam base data
3) Data Analyzing and modeling, merupakan bagian yang
bertugas untuk mengkombinasikan dan mengenali makna
secara global dari semua data yang ada.
c. Data Output (hasil / keluaran)
Data ini biasanya dalam bentuk file 2 dimensi, video,
ataupun data berupa tabel yang berisi informasi setelah
dilakukan data handling. Informasi yang sebelumnya juga hanya
tersedia dalam bentuk tabel, dengan adanya bagian ini data tesebut
dapat ditampilkan secara tiga dimensi untuk memudahkan
interpretasi penggunannya.
Subsistem SIG dapat di ilustrasikan sebagai berikut:
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information
System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem
informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan
menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). Penggunaan
Sistem Informasi Geografi (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an.
Peningkatan pemakaian system ini terjadi dikalangan pemerintah,
militer, akademis, atau bisnis terutama di negara-negara maju.
BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang
terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data
geografi, dan personel yang didesain untuk memperoleh,
menyimpan,memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan
menampilkan semua bentuk informasi yang berefernsi geografi.
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai
data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa
dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG
merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis
dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai
dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa
pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan.
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi
lainnya.
Komponen SIG Menurut John E. Harmon, Steven J. Anderson,
2003, secara rinci SIG dapat beroperasi dengan komponen- komponen
sebagai berikut :
1. Orang yang menjalankan sistem meliputi orang yang
mengoperasikan.
2. mengembangkan bahkan memperoleh manfaat dari sistem. Kategori
orang yang menjadi bagian dari SIG beragam, misalnya operator,
analis, programmer, database administrator bahkan stakeholder.
3. Aplikasi merupakan prosedur yang digunakan untuk mengolah data
menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi,
koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable.
4. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data
atribut. Data posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial, merupakan data
yang merupakan representasi fenomena permukaan bumi/keruangan
yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara,
citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data
tersebut. Data atribut/non-spasial, data yang merepresentasikan
aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkannya.
Misalnya data sensus penduduk, catatan survei, data statistik
lainnya.
5. Software adalah perangkat lunak SIG berupa program aplikasi yang
memiliki kemampuan pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan,
analisis dan penayangan data spasial (contoh : ArcView, Idrisi,
ARC/INFO, ILWIS, MapInfo).
6. Hardware, perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan
sistem berupa perangkat komputer, printer, scanner, digitizer,
plotter dan perangkat pendukung lainnya.
OVERLAY
Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem
Informasi Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan
grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya
di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay
menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta
atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer
yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual
yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara
fisik. Overlay adalah lembaran kertas transparan yang diletakkan
diatas ilustrasi, teks, headline, foto atau latar belakang halaman, untuk
keperluan aplikasi warna, pemindaian dan sepk pencetakan lainnya.
Analisis overlay (tumpang tindih). Analisis ini untuk mencari
dan mendata daerah yang diliputi oleh dua tema yang berlainan.
Analisis ini juga untuk mengetahu perbedaan batas atau perubahan
dari masa ke masa. Untuk penyusunan rencana pembangunan yang
tepat dibutuhkan informasi yang lengkap dan akurat tentang berbagai
masalah dan potensi sumber daya alam yang terkandung dalam
wilayah yang bersangkutan. SIG dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan dengan tepat dan cepat. Sehingga SIG daapt dimanfaatkan
untuk merencanakan pola pembangunan suatu wilayah. Berikut adalah
teknik Overlay dalam SIG:
Teknik Overlay dalam SIG
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer
yang berbeda yaitu layer raster dan layer vektor. Secara sederhana
overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari
satu layer untuk digabungkan secara fisik. Pemahaman bahwa overlay
peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal
mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2
peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri
dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta
Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru
berisi atribut lereng dan curah hujan.
Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2
yakni union dan intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa
Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan.
Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta
penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara
konsep overlay tidak.
Variabel Overlay dalam SIG
Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay
untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang
sama namun beda atributnya yaitu :
a. Dissolve Themes
Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara
poligon yang mempunyai data atribut yang identik atau sama
dalam poligon yang berbeda . Peta input yang telah di digitasi
masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-poligon yang
berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh
garis poligon. Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis
poligon tersebut dan menggabungkan poligon-poligon yang
terpisah tersebut menjadi sebuah poligon besar dengan warna atau
atribut yang sama.
b. Merge Themes
Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih
layer menjadi 1 buah layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-
atribut tersebut saling mengisi atau bertampalan, dan layer-layernya
saling menempel satu sama lain.
c. Clip One Themes
Clip One themes yaitu proses menggabungkan data namun
dalam wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah
administrasi desa atau kecamatan. Suatu wilayah besar diambil
sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas administrasi
yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan
luas yang kecil beserta atributnya.
d. Intersect Themes
Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema
atau layer input atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay
untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data
atribut dari kedua theme.
e. Union Themes
Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input
dengan poligon dari tema overlay untuk menghasilkan output yang
mengandung tingkatan atau kelas atribut.
f. Assign Data Themes
Assign data adalah operasi yang menggabungkan data untuk
fitur theme kedua ke fitur theme pertama yang berbagi lokasi yang
sama Secara mudahnya yaitu menggabungkan kedua tema dan
atributnya.
Praktikum kali ini termasuk kedalam praktikum overlay
sederhana dimana praktikan mempersiapkan berbagai macam jenis
peta, selanjutnya peta tersebut di jiplak kedalam kertas tranparansi.
Hasil akhirnya adalah peta dengan informasi baru, yaitu hasil dari
penggabungan beberapa peta menjadi satu.
ANALISIS DATA SPASIAL
Setelah semua data spasial dimasukkan ke dalam komputer
dalam bentuk peta digital, kemudian dilakukan pemasukan data atribut
dan pembobotan pada setiap parameter. Parameter-parameter yang
digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan adalah penutupan
lahan (landcover), jenis tanah, topografi, curah hujan dan geologi
(batuan induk).
Derajat dan panjang lereng adalah unsur yang mempengaruhi
terjadinya longsor. Semakin tinggi derajat lereng maka akan
memberikan bahaya rawan longsor yang lebih tinggi, sehingga diberi
nilai bobot yang paling tinggi. Pemberian skor dan pengkelasan lereng
dapat dibagi dalam lima kelas yaitu sebagai berikut:
NO Kelas % Bentuk Lereng Skor
1 0-8 Datar 1
2 8-5 Landai 2
3 15-25 Agak Curam 3
4 25-45 Curam 4
5 >45 Sangat Curam-Tegak 5
Sumber: Nicholas and Edmunson (1975) dalam Purnamasari (2007)
Pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsoran,
yaitu hujan deras yang mencapai 70 mm hingga 100 mm per hari dan
hujan kurang deras namun berlangsung terus menerus selama
beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan
hujan deras sesaat (1-2 jam). Faktor curah hujan yang mempengaruhi
terjadinya tanah longsor, mencakup terjadinya peningkatan curah
hujan (tekanan air pori bertambah besar, kandungan air dalam tanah
naik dan terjadi pengembangan lempung dan mengurangi tegangan
geser, lapisan tanah jenuh air), rembesan air yang masuk dalam
retakan tanah serta genangan air. Adanya pengaruh curah hujan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gerakan tanah sehingga
daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi relatif akan
memberikan bahaya gerakan tanah yang lebih tinggi. Penentuan skor
dan pembagian kelas intensitas curah hujan disajikan pada tabel
berikut:
NO Intensitas Hujan
(mm/tahun)
Parameter Skor
1 2.000-2.500 Sedang/lembab 1
2 2.500-3.000 Basah 2
3 >3.000 Sangat Basah 3
Pengaruh penutupan lahan terhadap terjadinya gerakan tanah
longsor merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan, dimana
penutupan lahan yang langsung berhubungan dengan kemungkinan
menyebabkan terjadinya tanah longsor diberikan nilai bobot yang
paling tinggi sedangkan daerah yang masih tertutup oleh hutan bila
terkena gerakan tanah akan memberikan bahaya yang paling rendah
sehingga dalam pembobotannya diberikan nilai bobot yang paling
rendah.
NO Intensitas Hujan (mm/tahun) Skor
1 Awan dan bayangan awan 1
2 Hurtan/Vegetasi lebat 2
3 Kebun campuran/semak belukar 3
4 Perkebunan dan sawah irigasi 4
5 Kawasan industri dan permukiman 5
6 Lahan kosong 6
2. Bencana Tanah Longsor
Bencana tanah longsor adalah istilah umum dan mencakup
ragam yang luas dari bentuk-bentuk tanah dan proses-proses yang
melibatkan gerakan bumi, batubatuan atau puing-puing pada lereng
bawah di bawah pengaruh gravitasi. Biasanya, terjadinya tanah
longsor didahului oleh fenomena alam lainnya, yaitu seperti gempa
bumi, banjir dan gunung berapi. Kerusakan yang disebabkan oleh
tanah longsor pada selang waktu tertentu dapat menyebabkan kerugian
properti yang lebih banyak dibandingkan dengan kejadian geologi
lain.
Cruden (1991) diacu dalam Alhasanah (2006) mengemukakan
longsoran (landslide) sebagai pergerakan suatu massa batuan, tanah,
atau bahan rombakan material penyusun lereng (yang merupakan
pencampuran tanah dan batuan) menuruni lereng. Terjadinya
longsoran pada umumnya disebabkan oleh batuan hasil pelapukan
yang terletak pada topografi yang mempunyai kemiringan terjal
sampai sangat terjal dan berada di atas batuan yang bersifat kedap air
(impermeable) sehingga berfungsi sebagai bidang luncur. Secara
teoritis, tanah longsor terjadi disebabkan adanya gaya gravitasi yang
bekerja pada suatu massa (tanah dan atau batuan). Dalam hal ini,
besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap massa tersebut, ditentukan
oleh besarnya sudut kemiringan lereng terhadap bidang horizontal
(kelerengan). Semakin besar kelerengan, akan semakin besar
kemungkinan terjadinya gerakan massa, begitu juga sebaliknya.
Menurut Arsyad (1989) longsoran akan terjadi jika terpenuhi
tiga keadaan sebagai berikut:
a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat
bergerak atau meluncur ke bawah.
b. Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap
air dan lunak, yang akan menjadi bidang luncur.
c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang
tepat di atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.
D. Alat Dan Bahan
1. Berbagai macam jenis peta:
a. Peta kelas kelerengan daerah rawan longsor di Kabupaten Bogor
skala 1:300.000, sumber BALOSURTANAL 2001.
b. Peta penutupan lahan di Kabupaten Bogor, skala 1:300.000,
sumber Citra Spot 2003.
c. Peta curah hujan di Kabupaten Bogor, skala 1:300.000, sumber
PUSLITANAK 2003.
2. Spidol OHP ukuran F warna hijau, biru, merah, hitam.
3. Plastik transparansi/mika.
4. Penjepit kertas minimal empat buah.
5. Alat menggambar
6. HP
7. Gunting
8. Cutter
9. Seperangkat komputer
10. Kertas HVS
11. Alat tulis
12. Penggaris
13. Kapas
14. Minyak kayu putih
E. Langkah Kerja
1. Menyiapkan peta dasar untuk membuat peta daerah rawan longsor
yang meliputi peta curah hujan, peta kelerengan, peta penutup lahan.
a. Peta curah hujan di Kabupaten Bogor
b. Peta kelerengan di Kabupaten Bogor
c. Peta penutup lahan di Kbupaten Bogor
2. Menyiapkan plastik transparansi yang telah dipotong ukuran A4.
3. Menempelkan plastik transparansi dengan ketiga peta dasar tersebut,
kemudian menjempitnya dengan paper clip supaya tidak bergeser saat
memulai menjiplak peta diatas platik tranparansi.
4. Memulai menjiplak ketiga peta dasar tersebut diatas plastik transparansi
menggunakan spidol OHP, selanjutnya memberikan kode untuk tiap peta.
Peta curah hujan dengan angka romawi (I,II,III, dst), peta kelerengan
dengan kode abjad (A,B,C,dst), dan peta penutup lahan dengan kode
angka (1,2,3, dst). Usahakan tiap peta menggunakan kode dan warna yang
berbeda supaya memudahkan untuk proses overlay.
a. Hasil tranparansi peta curah hujan di Kabupaten Bogor.
b. Hasil tranparansi peta kelerengan di Kabupaten Bogor
c. Hasil transparansi peta penutup lahan di Kabupaten Bogor
5. Setelah semua peta dasar telah di tranparansikan, kemudian menempelkan
atau menumpangtindihkan ketiga peta dasar tersebut menjadi satu untuk
proses overlay.
6. Melakukan skoring atau pembobotan pada setiap parameter. Parameter
yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan longsor adalah
curah hujan, kelerengan, dan penutup lahan. Berikut adalah skoring
parameter kerawanan bencana tanah longsor di daerah Kabupaten bogor.
a. Skoring klasifikasi intensitas curah hujan di kabupaten Bogor
Kode Intensitas Hujan
(mm/tahun)
Parameter Skor
I 2.000-2.500 Sedang/lembab 1
II 2.500-3.000 Basah 2
III >3.000 Sangat Basah 3
b. Skoring kemiringan lereng di kabupaten Bogor
Kode Kelas % Bentuk Lereng Skor
A 0-15 Datar-Landai 1
B 15-45 Agak curam-Curam 2
C >45 Sangat Curam-Tegak 3
c. Skoring penutup lahan di kabupaten Bogor
Kode Tipe Penggunaan Lahan Skor
1 Hutan 1
2 Kebun Campuran 2
3 Perkebunan 3
7. Setelah di skoring, selanjutnya menentukan wilayah yang mempunyai
tingkat kerawanan terparah yaitu dengan kode III.C.3 yaitu dengan ciri-
ciri:
a. III= curah hujan >3.000 mm/tahun dengan skoring 3
b. C= kemiringan lereng >45% dengan skoing 3
c. 3= penutup lahan berupa perkebunan dengan skoring 3
8. Melihat dan menganalisis peta yang telah di overlay yang mempunyai ciri-
ciri III.C.3. Maka dapat diketahui daerah di Kabupaten Bogor yang paling
berpotensi terkena bencana longsor seperti dibawah ini.
9. Hasil Peta Overlay dengan daerah yang mempunyai tingkat kerawanan
tertinggi bencana longsor di Kabupaten Bogor.
10. Daerah dengan tingkat kerawanan bencana longsor tertinggi menurut peta
administrasi yaitu di Pamijahan, Leuwilang, dan Nanggung.
F. Hasil Overlay Peta di daerah Kabupaten Bogor
a. Hasil Overlay
b. Analisis
Daerah yang diberi warna merah adalah daerah dimana tingkat
kerawanan longsor tertinggi yaitu di daerah Pamijahan, Leuwilang,
dan Nanggung. Hal tersebut dikarenakan setelah dilakukan skoring
atau pengharkatan mempunyai nilai terbesar yaitu 9 atau rata-rata
sebesar 3 dengan kode III.C.3. Kode tersebut mempunyai arti di daerah
tersebut mempunyai curah hujan >3.000 mm/tahun, kelerengan <45,
dan penggunaan lahan mayoritas digunakan sebagai perkebunan.
Kabupaten Bogor merupakan kota hujan dimana intensitas
hujannya sangat tinggi, maka tidak diherakan bahwa di daerah Bogor
khususnya di daerah Pamijahan, Leuwilang, dan Nanggung sangat
rentan dengan bencana tanah longsor dengan ciri-ciri seperti yang telah
disebutkan di atas. Kabupaten Bogor mempunyai dua titik yang sangat
rentan terhadap bencana tanah longsor seperti yang nampak pada hasil
overlay diatas.
Daerah yang mempunyai hasil akhir 3 atau rata-ratanya 1
mempunyai tingkat kerawanan longsor yang rendah karena curah
hujan rata rata hanya 2000-2500 mm/tahun, kelerengan 0-15% yang
artinya datar-landai, penutup lahan berupa kebun campuran. Daerah
tersebut terletak dibagian paling atas pete Kabupaten Bogor. Daerah
yang mempunyai hasil akhir 6 atau rata-ratanya 3 mempunyai tingkat
kerawanan sedang yaitu dengan ciri-ciri curah hujan sebesar 2500-
3000mm/tahun, kelerengan sebesar 15-45 % termasuk kedalam agak
curam-curam, penutup lahan berupa kebun campuran. Daerah tersebut
terletak di tengah-tengah peta Kabupaten Bogor.
G. Daftar Pustaka
Budiyanto, Eko. 2004. Sistem Informasi Geografis Menggunakan
MapInfo. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Lestari, Fheny Fuzy. 2008. Penerapan Informasi Geografis Dalam
Pemetaan Daerah Rawan Longsor Di Kabupaten Bogor. Fakultas
Kehutanan:Institut Pertanian Bogor.
Purwantara, Suhadi. 2010. Modul Praktikum Sistem Informasi Geografi
Lab Geografi UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Purnamasari. D. C. 2007. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis dalam Evaluasi Daerah Rawan Longsor di
Kabupaten Banjarnegara (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan
Sekitarnya, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten
Banjarnegara). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Subhan. 2006. Identifikasi dan Penentuan Faktor-faktor Utama Penyebab
Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat.. Sekolah Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.