panduan praktikum ilmu dasar keperawatan iiners.fikes.unmuhjember.ac.id/images/sop/ilmu dasar... ·...
TRANSCRIPT
PANDUAN PRAKTIKUM ILMU DASAR KEPERAWATAN II
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2017
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
PANDUAN PRAKTIKUM ILMU DASAR KEPERAWATAN II
No. 0080117211
Status Dokumen : Master Salinan No. Nomor Revisi : 00 Tanggal Terbit : 12 Agustus 2017 Jumlah Halaman :
Dibuat oleh : Diperiksa oleh:
Nama Ns. Susi Wahyuning Asih, M.Kep.
Nama Ns. Susi Wahyuning A, M.Kep.
Jabatan PJMK Jabatan Ka Prodi Profesi Ners
Tanggal 6 Agustus 2017 Tanggal 9 Agustus 2017
Disetujui oleh:
Nama Ns. Awatiful Azza, M.Kep., Sp.Kep.Mat Jabatan Dekan Tanggal 10 Agustus 2017
Isi dokumen ini sepenuhnya merupakan rahasia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember dan tidak boleh diperbanyak, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa ijin tertulis dari Rektor Universitas Muhammadiyah Jember.
Kode Dokumen: 0080117111
DAFTAR REVISI
No.Rev Tanggal Halaman Tertulis Revisi
DAFTAR ISI
Halaman Judul dan Persetujuan
……………………………………………………………. 1
Daftar Revisi
……………………………………………………………. 2
Daftar Isi
Visi dan Misi Kemampuan Akhir Yang
Diharapkan
…………………………………………………………….
……………………………………………………………. …………………………………………………………….
3
4 5
Deskripsi Mata Kuliah
Isi Modul
…………………………………………………………….
…………………………………………………………….
6
7
VISI MISI PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
VISI PROGRAM STUDI NERS Menjadi program studi unggul dalam pendidikan profesi keperawatan yang berjiwa
entrepreneur di tingkat Asia Tenggara berdasarkan nilai-nilai ke-Islaman tahun 2030
MISI PROGRAM STUDI NERS
1. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan yang profesional, berkualitas, dan bermartabat serta menghasilkan lulusan berdaya saing di tingkat Asia Tenggara.
2. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat berdasarkan nilai-nilai ke-islaman yang berkonsentrasi kepada pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi bidang keperawatan.
3. Menyelenggarakan dan mengembangkan atmosfir akademik yang kondusif, dan berfikir kritis guna menghasilkan lulusan sebagai tenaga keperawatan profesional yang berjiwa entrepreneurship mengedepankan nilai nilai keislaman.
4. Menyelengarakan sistem manajemen kinerja berbasis standar mutu pendidikan tinggi
5. Menyelenggarakan kerjasama kemitraan lintas program dan lintas sektoral dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang keperawatan.
TUJUAN PROGRAM STUDI NERS
1. Menghasilkan lulusan perawat profesional yang kreatif, kompetetif, bermoral,
berwawasan luas, dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya, dan mampu
bersaing di tingkat Asia Tenggara.
2. Menghasilkan lulusan yang berjiwa entrepeneur yang berpegang teguh pada nilai-nilai
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
3. Menghasilkan penelitian secara aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta keterampilan keperawatan.
4. Menghasilkan kegiatan pengabmas yang secara dinamis mampu menyelesaikan
masalah-masalah kesehatan dan atau keperawatan yang dihadapi masyarakat sebagai
upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
5. Terwujudnya atmosfir akademik yang kondusif berbasis budaya akademik islami
(BUDAI).
6. Menghasilkan sistem manajemen kinerja berbasis standar akreditasi
7. Terjalinnya kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam bidang kesehatan dan keperawatan
Mengetahui
Ns. Awatiful Azza, M.Kep., Sp.Kep.Mat.
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIRENCANAKAN
Kemampuan Akhir
yang direncanakan
Indikator Isi Modul
1. Menjelaskan konsep
dasar keperawatan
yang berlandaskan
nilai-nilai Islam
1.1. Menguraikan paradigma
Keperawatan dalam Islam
1.2. Menyimpulkan komponen-
komponen Paradigma
Keperawatan dalam Islam
1.3. Mengurutkan prinsip-
prinsip Islam dalam
Kesehatan.
1.4. Menguraikan peran
Keperawatan dalam Islam
Bab 1: Konsep dasar
keperawatan yang
berlandaskan nilai-nilai
Islam
A. Pendahuluan
1. Paradigma
Keperawatan dalam
Islam
2. Komponen-
komponen
Paradigma
Keperawatan dalam
Islam
3. Prinsip-prinsip Islam
dalam Kesehatan.
4. Peran Keperawatan
dalam Islam
B. Kesimpulan
C. Latihan soal
D. Daftar Pustaka
2. Menjelaskan konsep
pengkajian
keperawatan secara
komprehensif yang
mencakup
Peradangan (PP4,
PP7)
2.1 Membedakan auto
anamnesis dan allo
anamnesis
Bab 2: Konsep
pengkajian keperawatan
A. Pendahuluan
1. Anamnesis tanda
peradangan
2. Pengukuran tanda-
tanda vital dalam
peradangan
3. Pengukuran
kesadaran yg sesuai
4. Pengukuran
produksi urin
5. Pengkajian tanda
radang
6. Pemeriksaan fisik
tanda radang
B. Kesimpulan
C. Latihan soal
D. Daftar pustaka
2.2 Mengklasifikasi pengukuran
suhu
2.3 Mempolakan pengukuran
frekuensi, irama, denyut dan
tekanan nadi sesuai dengan
peradangan
2.4 Mengkategorikan konsep
penghitungan respirasi
(irama, kedalaman,
frekuensi, jenis), penilaian
tanda radang
2.5 Mengklasifikasi dan
menghitung pengukuran
tekanan darah (sistole,
diastole, MAP)
2.6 Menyimpulkan peradangan
(kualitatif, kuantitatif)
JUDUL MODUL: DASAR KEPERAWATAN2
2.7 Menentukan pengukuran produksi urine(kualitatif,
kuantitatif)
2.8 Membedakan pengukuran
peradangan
2.9 Menyimpulkan pemeriksaan
fisik kepala, leher, dada,
abdomen, ekstremitas dan
genetalia
3. Menjelaskan konsep
prosedur intervensi
dalam pemberian
medikasi oral,
parenteral, topikal
dan suppositori
dengan menerapkan
prinsip benar (PP4,
PP7)
3.1. Mengurutkan prinsip
pemberian medikasi 5W
dan 1 T
Bab 3 konsep pemberian
obat
A. Pendahuluan
1. Prinsip pemberian
obat
2. Pemberian obat oral
3. Pemberian obat
parenteral
4. Pemberian obat
topical
5. Pemberian obat
suppositoria
B. Kesimpulan
C. Latihan soal
D. Daftar pustaka
3.2. Membedakan prosedur
pemberian medikasi
parenteral (IV, IM, SC, IC)
3.3. Membandingkan prosedur
pemberian medikasi oral
dan sublingual
3.4. Menyimpulkan prosedur
pemberian medikasi
topikal dan suppositoria
4. Menjelaskan konsep
prosedur intervensi
perawatan luka
sederhana dan
hecting (PP4, PP7)
4.1. Membedakan tahapan
penyembuhan luka Bab 4 konsep perawatan
luka dan hecting
A. Pendahuluan
1. Tahapan
penyembuhan luka
2. Konsep perawatan
luka sederhana
3. Prinsip hecting
B. Kesimpulan
C. Latihan soal
D. Daftar pustaka
4.2. Membedakan prinsip
perawatan luka
4.3. Menguraikan konsep
hecting
DESKRIPSI MATA KULIAH
Ilmu Dasar keperawatan II (MJU.KEP-45)
1. Tinjauan Mata Kuliah :
a. Diskripsi singkat (abstraksi) mata kuliah secara keseluruhan.
Mata kuliah ini membahas tentang prosedur keperawatan yang menjadi dasar ilmiah
dalam praktik keperawatan yang mencakup pengukuran tanda vital, pengkajian
keperawatan dan pemeriksaan fisik dan prosedur pemberian medikasi. Pengalaman
belajar meliputi pembelajaran di kelas,laboratorium keperawatan, dan klinik.
b. Manfaat mata kuliah bagi mahasiswa (berkaitan dengan profesi kerja, matakuliah
selanjutnya, praktikum, dll).
Perawat sebagai bagian dari integral pelayanan kesehatan, terutama memberikan
pelayanan kesehatan di tatanan rumah sakit atau klinik. Mata kuliah ini akan
memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang dasar keperawatan2 yang mana
mahasiswa akan mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi pemeriksaan
TTV, Pemeriksaan fisik, pemberian medikasi dan perawatan luka dan hecting.
ISI MODUL
Bab 1: Konsep dasar keperawatanyang berlandaskan nilai-nilai Islam
A. Pendahuluan
Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa,
akal, jasmani, harta, dan keturunannya. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas
berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa islam amat kaya
tentang tuntunan kesehatan. Kesehatan merupakan unsur yang penting di dalam
kehidupan, islam pun memberikan penjelasan-penjelasan lewat Al-Quran
maupun hadits yang berkaitan tentang pentingnya kesehatan. Firman Allah
berkaitan tentang menjaga kesehatan:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang memberikan pelayanan
kesehatan. Keperawatan Islam digali nilai-nilai agama Islam dalam keperawatan
dari sumber yang merupakan keyakinan umat Islam yaitu Alqur’an dan Hadist.
Karena nilai-nilai Islam adalah universal maka untuk dapat mengembangkan
Keperawatan yang Islami harus dimulai pada tataran falsafah atau keyakinan
yang paling tinggi dalam profesi keperawatan yaitu “Paradigma Keperawatan
Islam”. Berkaitan dengan hal tersebut perlunya materi paradigma keperawatan
dalam Islam diberikan pada MK Dasar keperawatan2.
1. Paradigma Keperawatan dalam Islam
Paradigma keperawatan dalam Islam adalah cara pandang, persepsi,
keyakinan, nilai-nilai dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan profesi
keperawatan yang melaksanakan sepenuhnya prinsip dan ajaran Islam.
2. Komponen-komponen Paradigma Keperawatan dalam Islam
Paradigma Keperawatan Islam di bangun melalui empat komponen besar,
yaitu: manusia dan kemanusiaan, lingkungan, sehat dan kesehatan serta
keperawatan.
a. Manusia dan Kemanusiaan
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terbaik dan bentuknya dan
dimulaikan Allah, terdiri atas jasad, nuh dan psikologis, dimana makhluk
lainnya yang berada di langit dan di bumi ditundukkan oleh Allah kepada
manusia kecuali iblis yang menyombongkan diri. Yang terdapat dalam
Surah At-tin (95 : 4)
artinya : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.
(QS. Shaad: 72)
“Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya telah meniupkan
kedalamnya ruh (ciptaanKu) maka tundukklah kamu kepadanya dengan
bersujud”.
Manusia sebagai salah satu mahluk ciptaan Allah terdiri atas beberapa
komponen yang meliputi jasad (fisik), ruh dan nafs (jiwa), berikut
penjelasannya:
1) Jasad (Fisik)
Komponen fisik adalah komponen jasad / bentuk, yang dapat makan dan
minum, berjalan, mendengar, melihat, dan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Penyakit jasad : TBC, Pusing, Maag.
2) Ruh
(QS. Shaad 38 : 72)
“Maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya (manusia) dan
kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu
(malaikat, jin dan iblis) tunduk dengan bersujud”.
Penyakit ruh: malas, dengki, iri, buruk sangka, bohong, sombong,
dendam.
3) Nafs (Jiwa)
(QS. Ar-Ra’d 13 : 28).
Dalam ayat tersebut jiwa merupakan salah satu komponen yang terdapat
pada manusia dan menjadi tentram jika selalu mengingat Allah. Manusia
dalam siklus hidupnya melalui proses reproduksi hingga regenerasi
meliputi fase : pernikahan, kehamilan, kelahiran, nifas, tumbuh kembang
dan kematian, lebih abadi di alam akhirat. Manusia sebagai makhluk
Allah memiliki peran dan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah.
b. Lingkungan
Unsur lingkungan dibagi dalam lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Lingkungan internal dan eksternal akan mempengaruhi sikap dan
perilaku manusia termasuk persepsinya terhadap sehat sakit. Manusia
sebagai makhluk sosial mempunyai hubungan yang dinamis dengan
lingkungannya serta tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya tersebut.
Lingkungan dibagi menjadi lingkungan internal dan eksternal.
1) Lingkungan Internal
Lingkungan internal meliputi genetika, struktur fungsi tubuh, psikologis
dan internal spiritual yang dimaksud genitika adalah lingkungan dalam
diri manusia yang mempengaruhi unsur-unsur sifat dan struktur fungsi
tubuh. Struktur fungsi tubuh merupakan lingkungan yang berada dalam
diri manusia, didalamnya berisi tulang-belulang, daging, darah dan
sebagainya. Psikologis merupakan lingkungan internal dalam diri
manusia yang memiliki peran penting dalam pengendalian diri manusia,
sehingga manusia senantiasa berada dalam ketaqwaan, ketentraman,
kesucian melalui pendekatan diri kepada Allah SWT. Sedangkan
lingkungan internal spiritual (kesucian hati; bebas dari syirik, tidak
berdusta, bersikap tawadlu) merupakan faktor terpenting dalam
kehidupan manusia karena sebagai modal dasar, keimanan. Fungsi
lingkungan internal spiritual ini memberikan nuansa keimanan dalam
melaksanakan profesi keperawatan.
2) Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar diri
manusia yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
pelaksanaan profesi keperawatan, didalamnya terdiri atas: biologis, fisik,
sosial dan spiritual.
c. Sehat dan Kesehatan
Islam mendorong umat manusia yang beriman untuk mencapai sesuatu
yang baik bagi mereka di dunia dan di akhirat untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan ilmu dan amal saleh dan sebagai prasyarat yang harus
dimiliki adalah sehat / kesehatan. Manusia yang sehat adalah manusia yang
sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan penuh daya mampu. Dengan
kemampuannya itu ia dapat menumbuhkan dan mengembangkan kualitas
hidupnya seoptimal mungkin. Dalam Islam terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi kesehatan yaitu perilaku lingkungan, pelayanan kesehatan
dan keturunan.
Upaya Kesehatan dalam Al-Qur’an maupun hadits, telah diperingatkan
akan pentingnya memperhatikan kesehatan baik dalam konteks upaya
promotfi, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
d. Keperawatan
Keperawatan adalah suatu manifesatikan dari ibadah yang berbentuk
pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-kultural-spiritual yang
komprehensif, ditunjukkan kepada individu keluarga dan masyarakat, baik
sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.
Keperawatan Islam tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam secara
keseluruhan. Berbagai dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits juga Tarikh Islam
diyakini bahwa keperawatan Islam ada sejak jaman nabi Adam. Untuk
dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat dituntut
memiliki keterampilan intelektual, interpersonal, tehnikal serta memiliki
kemampuan berdakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
3. Prinsip-prinsip Islam dalam Kesehatan
Islam pun mengajarkan beberapa prinsip tentang kesehatan. Prinsip-prinsip
ini adalah sebagai berikut:
1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan dan
harta benda umat manusia
2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah
3. Justice
4. Mengutamakan peluang hidup yang lebih tinggi
4. Peran Keperawatan dalam Islam
a. Mengintegrasikan Nilai-nilai Keislaman dalam Ilmu Keperawatan
Islam mengajarkan kita beberapa aspek nilai-nilai yang dapat menjadikan
manusia itu terlihat baik disisi Allah SWT. Oleh karena itu nilai-nilai
keislaman perlu di integrasikan terhadap ilmu keperawatan yang
berkembang pada saat ini. Adanya pengintegrasian ini dimaksudkan akan
terciptanya seorang perawat yang bercirikan agama Islam.
b. Mengaplikasikan Nilai-nilai Keislaman dalam Ilmu Keperawatan
Setelah adanya pengintegrasian maka perlu adanya realisasi dari pada nilai-
nilai tersebut untuk diaplikasikan terhadap praktik keperawatan, misalnya
ketika seorang perawat mendapati pasien yang beragama islam, dan pasien
tersebut memiliki penyakit yang apabila terkena air maka penyakit tersebut
bertambah. Maka seorang perawat tersebut perlu untuk mengajarkan
bertayamum kepada pasien/klien agar klien tidak bertambah sakitnya,
namun tidak pula meninggalkan ibadahnya.
B. Kesimpulan
Islam telah mengajarkan tentang keperawatan yang memberikan pelayanan
komprehensif, baik bio-psiko, sosio-kultural yang ditunjukkan kepada indivivu
maupun masyarakat. Manusia sebagai perawat adalah ciptaan Allah yang paling
mulia dan sempurna terdiri dari jasad, ruh, dan nafs, dan memiliki iman, ilmu dan
mempunyai kewajiban untuk mengamalkannya demi kemaslahatan umat. Untuk
dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat dituntut memiliki
keterampilan intelektual, interpersonal, teknikal serta memiliki kemampuan
berdakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
C. Latihan soal
1) Keyakinan perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi pedoman
dalam memberikan asuhan keperawatan, baik kepada individu, keluarga,
kelompok maupun masyarakat disebut ….
A. Teori keperawatan
B. Paradigma keperawatan
C. Falsafah keperawatan
D. Model keperawatan
2) Cara pandang secara global yang dianut atau dipakai oleh mayoritas kelompok
keperawatan atau menghubungkan berbagai teori yang membentuk suatu
susunan yang mengatur hubungan diantara teori guna mengembangkan model
konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja keperawatan
adalah ….
A. Teori Keperawatan
B. Paradigma keperawatan
C. falsafah keperawatan
D. Model Keperawatan
3) Unsur atau elemen yang bukan membentuk paradigma keperawatan adalah
A. Kesehatan
B. Manusia
C. Sehat-sakit
D. Lingkungan
4) Unsur keempat dalam paradigma, yaitu suatu agregata dari seluruh kondisi dan
pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu
organisme yang disebut sebagai ….
A. Keperawatan
B. Manusia
C. Sehat-sakit
D. Lingkungan
5) Manusia dalam konsep paradigma keperawatan, dipandang sebagai individu
yang utuh dan kompleks, dimana manusia merupakan sekumpulan oragan
tubuh yang mempunyai fungsi yang terintegrasi, merupakan ciri manusia
dilihat sebagai makhluk….
A. hidup
B. psiko
C. sosial
D. spiritual
6) Manusia dalam konsep paradigma keperawatan, dipandang sebagai individu
yang utuh dan kompleks, dimana manusia mempunyai sifat-sifat yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain, merupakan ciri manusia dilihat sebagai makhluk
A. hidup
B. psiko
C. sosial
D. spiritual
7) Manusia dalam konsep paradigma keperawatan, dipandang sebagai individu
yang utuh dan kompleks, dimana manusia mempunyai hubungan dengan
kekuatan di luar dirinya hubungan dengan Tuhannya dan mempunyai
keyakinan dalam hidupnya, merupakan ciri manusia dilihat sebagai makhluk
A. hidup
B. psiko
C. sosial
D. spiritual
D. Daftar Pustaka
1. Departemen Agama RI. 2005. AL-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT
Syamil Media Cipta
2. Sumijatun, (2010). Konsep Dasar menuju Keperawatan Profesional.Trans
Info Media. Jakarta.
3. Hidayat, A., 2009, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta
4. Ali, Z., 2001, Dasar-dasar Keperawatan Profesional, Widya Medika, Jakarta
5. Gaffar, J., 1999, Pengantar Keperawatan Profesional, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
6. Asmadi, 2008, Konsep Dasar Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
7. Simamora, R., 2009, Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
8. Kustanto, 2004, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
9. Budiono, Sumirah Budi P. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Bumi Medika.
10. Kozier,Erb,Berman,& Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan:Konsep, Proses & Praktik,ed.7.Vol.1. Jakarta: EGC.
Bab 2: Konsep pengkajian keperawatan
A. Pendahuluan
Perawat dalam menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien harus menguasai
teknik dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik. Ketrampilan dalam melakukan
anamnesis telah dibahas dalam skills lab sebelumnya, selanjutnya mahasiswa
dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan fisik
meliputi menilai kesan umum, tanda vital dan sistem organ secara sistematis.
Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, nadi, laju
pernafasan (respiratory rate) dan suhu. Kemampuan yang diharapkan untuk
dikuasai setelah pembelajaran adalah mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
tekanan darah, nadi, laju pernafasandan suhudengan baik, terstruktur dan benar
serta mampu menginterpretasikan data yang didapat untuk membuat langkah
diagnostik selanjutnya mampu.
1. Anamnesis
Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien
dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh
keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien
Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Auto-anamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena
pasien dianggap mampu tanya jawab
b. Allo-anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau
dilakukan wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang
mengetahui tentang pasien.
c. Allo-anamnesa dilakukan karena;
1) Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan
pendapat terhadap apa yang dirasakan)
2) Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
3) Pasien tidak dapat berkomunikasi
4) Pasien dalam keadaan gangguan jiwa
2. Pengukuran tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan: tekanan darah, frekuensi
nadi,respirasi dan suhu, yang secara lengkap diuraikan di bawah ini:
a. Pemeriksaan Tekanan darah
Metode klasik memeriksa tekanan ialah dengan menentukan tinggi kolom
cairan yang memproduksi tekanan yang setara dengan tekanan yang diukur.
Alat yang mengukur tekanan dengan metode ini disebut manometer. Alat
klinis yang biasa digunakan dalam mengukur tekanan adalah
sphygmomanometer, yang mengukur tekanan darah. Dua tipe tekanan
gauge dipergunakan dalam sphygmomanometer. Pada manometermerkuri,
tekanan diindikasikan dengan tinggi kolom merkuri dalam tabung kaca.
Pada manometer aneroid, tekanan mengubah bentuk tabung fleksibel
tertutup, yang mengakibatkan jarum bergerak ke angka.
Penilaian tekanan darah berdasarkan The Joint National Committe VII
(JNC-VII) adalah:
b. Pemeriksaan nadi/arteri
Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (dari ventrikel kiri) dan
ke paru (dari ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, darah disemburkan
melalui aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Sebagai
akibatnya, timbullah suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat pada
arteri dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan menghitung
frekuensi denyut nadi, dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam 1
menit.
Hasil pemeriksaan nadi/arteri:
1) Jumlah frekuensi nadi per menit (Normal pada dewasa: 60-100
kali/menit)
2) Takikardia bila frekuensi nadi > 100 kali/menit, sedangkan bradikardia
bila frekuensi
3) nadi< 60 kali/menit
4) Irama nadi: Normal irama teratur
5) Pengisian: tidak teraba, lemah, cukup (normal), kuat, sangat kuat
6) Kelenturan dinding arteri: elastis dan kaku
7) Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal: nadi kanan dan kiri
sama)
8) Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut
jantung (Normal: tidak ada perbedaan).\
c. Pemeriksaan Pernapasan
Bernafas adalah suatu tindakan involunter (tidak disadari), diatur oleh
batang otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernafasan, Saat
inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostalis berkontraksi, memperluas
kavum thoraks dan mengembangkan paru-paru. Dinding dada akan
bergerak ke atas, ke depan dan ke lateral, sedangkan diafragma terdorong
ke bawah. Saat inspirasi berhenti, paru-paru kembali mengempis,
diafragma naik secara pasif dan dinding dada kembali ke posisi semula.
Interpretasi pemeriksaan frekuensi dan irama pernapasan:
1) Frekuensi: Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan
inspeksi. Pemeriksa juga dapat melakukan konfirmasi pemeriksaan
dengan cara palpasi atau menggunakan stetoskop. Gerakan naik
(inhalasi) dan turun (ekshalasi) dihitung 1 frekuensi napas.
Normalnya frekuensi nafas orang dewasa sekitar 14 – 20 kali per
menit dengan pola nafas yang teratur dan tenang.
2) Irama pernapasan : reguler atau ireguler
d. Pemeriksaan Suhu Tubuh
Suhu merupakan gambaran hasil metabolisme tubuh.Termogenesis
(produksi panas tubuh) dan termolisis (panas yang hilang) secara normal
diatur oleh pusat thermoregulatory hipothalamus. Pemeriksaan suhu dapat
dilakukan di mulut, aksila atau rektal, dan ditunggu selama 3–5 menit.
Pemeriksaan suhu dilakukan denganmenggunakan termometer baik dengan
glass thermometer atau electronic thermometer. Bila menggunakan glass
thermometer, sebelum digunakan air raksa pada termometer harus dibuat
sampai menunjuk angka 35 C atau di bawahnya.
Pengukuran suhu oral biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih tepat, tetapi
termometer 0 air raksa dengan kaca tidak seyogyanya dipakai untuk
pengukuran suhu oral, yaitu pada penderita yang tidak sadar, gelisah atau
tidak kooperatif, tidak dapat menutup mulutnya atau pada bayi dan orang
tua.
3. Pengukuran kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan
menjadi:
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap peradangan.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif
mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai
untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal,
dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13,
makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan
adanya penurunan kesadaran.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien
yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara
dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang peradangan (berikan rangsangan peradangan, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal):
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir peradangan (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang peradangan)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang peradangan)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &
kaki extensi saat diberi rangsang peradangan).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang peradangan).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam
simbol EVM, Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
4. Pengukuran produksi urin
Proses pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika
urinaria (kandung kemih). Proses ini merupakan proses pengeluaran cairan
tubuh (output) yang utama. Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan
dalam tubulus ginjal untuk kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah.
Hasil ekskresi terakhir proses ini adalah urine.
Jika terjadi penurunan volume dalam sirkulasi darah, reseptor atrium jantung
kiri dan kanan akan mengirimkan impuls ke otak, kemudian otak akan
mengirimkan impuls kembali ke ginjal dan memproduksi ADH sehingga
memengaruhi pengeluaran urine, dalam kondisi normal output urine sekitar
0,5-1 cc/KgBB/Jam pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan
produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat
meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap
mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
5. Pengkajian peradangan
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), peradangan
adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa peradangan adalah sensori
spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui
sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor peradangan di saraf
peradangan perifer dan spesifik di spinal cord, secara umum keperawatan
mendefinisikan peradangan sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg
dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu
mengatakannya
Pengkajian peradangan yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
a. Menetapkan data dasar
b. Menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat
c. Menyeleksi terapi yang cocok
d. Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman peradangan dari sudut pandang klien.
Keuntungan pengkajian peradangan bagi klien adalah bahwa peradangan
diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat
djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
a. Ekspresi klien terhadap peradangan
b. Klasifikasi pengalaman peradangan
c. Karakteristik peradangan (onset dan durasi, lokasi, skala peradangan dan
keparahan)
6. Pemeriksaan fisik head to toe
Dalam pemeriksaan fisik, terdapat beberapa komponen yang perlu dilakukan,
yaitu inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi. Adapun cara melakukannya
bisa secara sequential dan dapat pula dengan proper expose.
a. Sequential : per bagian, secara urut dan sistematis dilakukan dengan urutan
dari kepala sampai dengan kaki. Kepala, leher, dada, abdomen/ perut,
tulang belakang, anggota gerak, anal/ anus, alat genital dan sistem saraf.
Penderita akan cepat lelah jika diminta untuk berganti-ganti posisi yaitu
duduk, berbaring, berbalik ke sisi kiri dan seterusnya.
b. Proper Expose / hanya menampakkan atau menyingkapkan bagian yang
tepat/ bagian tertentu saja (bagian yang akan diperiksa), tanpa
mempertunjukkan daerah/ area lainnya. Ketika memeriksa payudara
seorang wanita, perlu untuk memeriksa adanya asimetri dengan melihat
kedua payudara pada saat yang bersamaan. Setelah inspeksi dilaksanakan
dengan lengkap, perawat harus memakaikan pakaian milik pasien untuk
menutupi payudara yang tidak diperiksa. Hal ini untuk menjaga privasi
untuk jangka lama, dalam mempertahankan hubungan yang baik antara
perawat dan pasien.
B. Kesimpulan
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di
hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan. Jenis
pengkajian diantaranya data subjektif dan objektif, sedangkan untuk sumber data
diantaranya adalah sumber data primer, data sekunder, dan data lainnya
contohnya cacatan medis, konsultan, dan riwayat penyakit. Dalam pengkajian
terdapat area pengkajian yaitu terdapat enam area salah satunya identifikasi
informasi yaitu mengidentifikasi yang bersifat biodata seperti nama, usia,
pekerjaan dan sebagianya. Teknik pengumpulan data dalam pengkajian terdapat
empat teknik, teknik yang pertama adalah wawancara, observasi (pengamatan),
pemeriksaan fisik dan dokumentasi data.
C. Latihan soal
01. Pola pernafasan dengan gambaran pernafasan sangat dalam yang berangsur-
angsur menjadi dangkal dan berhenti sama sekali ( apnoe ) selama beberapa
detik kemudian menjadi dalam lagi disebut ….
A. Biot D. Cheyne stokes
B. Kusmaull E. takhypnoe
C. Bradypnea
02. Bila paru terisi penuh oleh cairan / nanah , maka saat perkusi akan
didapatkan suara:
A. Resonan D. pekak
B. Hipersonan E. hipersonor
C. Sonor
03. Perkusi abdomen pada daerah hati , limfa dan kandung kemih akan
menghasilkan bunyi
A. Timpany D. Flat
B. Dullness E. Resonance
C. Hyperresonance
04. Pengkajian adalah
a. Pengumpulan data
b. Observasi dan pemeriksaan fisik
c. Langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
d. Menghimpun masalah keperawatan dari pasien
e. Inspeksi, palapasi, perkusi, dan auskultasi
05. Peradangan merupakan data
a. Subyektif
b. Obyektif
c. Primer
d. Sekunder
e. Tersier
06. Seseorang yang mengetahui keadaan klien merupakan sumber data
a. Primer
b. Sekunder
c. Tersier
d. Kuarter
e. Langsung
07. Saat diperiksa didapatkan pembuka mata dengan rangsangan peradangan,
bereaksi fleksi siku pada rangsangan peradangan dan respon verbalnya hanya
merintih. GCS pasien memiliki nilai ….
A. 5 D. 8
B. 6 E. 9
C. 7
D. Daftar pustaka
1. Bate’s Guide To Physical Examination And History Taking, electronic
version
2. Cameron J.R., Skofronick J.G., Grant R.M. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Ed.
2. Jakarta :
3. Sagung Seto, pp : 124-125
4. Guyton and Hall. 2007. Fisiologi kedokteran. Ed. 9. Jakarta : EGC, pp : 221-
222
5. Robert M. S., William J. R., and Karen S. Q. Pshychophysiological
recording, electronic version
6. Potter & Perry . 2010. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC
Bab 3: Konsep pemberian obat
A. Pendahuluan
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan
cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat
diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas perawat
tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh
darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat
penting untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan
dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan
demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama
tenaga kesehatan lainnya.
1. Prinsip pemberian obat
Prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan.
Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat
dengan akurat dapat dilakukan berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu:
a. Benar Klien
Benar klien berarti bahwa obat yang diberikan memang benar dan sudah
dipastikan harus diberikan kepada klien yang bersangkutan. Kesalahan
identifikasi klien dapat terjadi jika terdapat 2 orang klien dengan nama yang
sama atau mirip berada pada satu ruangan atau unit. Untuk menghindari
kesalahan pemberian, cocokkan selalu nama klien pada papan nama di
tempat tidur klien dengan catatan rekam medik
b. Benar Obat
Benar yang kedua adalah benar obat, yang berarti obat yang diberikan
adalah obat yang memeng diminta untuk diberikan kepada klien tersebut
sesuai dengan dosis yang diinginkan tim medis. Perawat memberikan obat
yang tidak dipersiapkan oleh perawat sendiri. Perawat salah
mengidentifikasi obat untuk mengurangi kesalahan pemberian obat dapat
digunakan sistem “dosis obat per unit”, yaitu pemberian obat yang telah
dipersiapkan dan diberikan label oleh perawat atau apoteker yang
bersangkutan, memeriksa kembali label obat yang akan diberikan dengan
catatan pemberian obat, mengetahui nama generic atau merk dagang obat
serta manfaat obat tersebut diberikan kepada klien, dan mendengarkan
dengan teliti komentar klien tentang obat yang diberikan, misalnya “ ini
tidak seperti obat yang kemarin saya minum.” Bila mendengar hal
demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan
catatan pemberian obat atau order obat.
c. Benar Dosis Obat
Benar dosis obat berarti obat yang diberikan memang dosis yang diinginkan
oleh tim medis dan dosis tersebut telah sesuai untuk klien. Kesalahan dosis
obat dapat terjadi bila tim medis memberikan obat yang tidak sesuai dengan
klien, apoteker salah mengeluarkan jumlah obat, perawat salah memberikan
dosis obat, perawat atau asisten perawat salah menuliskan kembali obat-
obatan yang diresepkan oleh tim medis.
d. Benar Waktu Pemberian
Benar yang keempat adalah benar waktu pemberian, artinya adalah
memberikan obat sesuai dengan frekuensi dan waktu yang sudah
ditetapkan. Pembeagian obat yang dilakukan secara rutin sangant bervariasi
pada setiap institusi, misalnya : untuk pemberian obat pagi, diberikan pada
pukul 07.30, 08.00, atau 09.00. Atau waktu pemberian obat dibuat
berdasarkan frekuensi, misalnya : untuk obat yang diberikan 4 kali sehari;
waktu yang digunakan adalah pukul 09.00, 13.00, 17.00, dan 21.00, atau
beberapa institusi menetapkan 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00. Masalah
ketepatan waktu juga sangat berbeda pada beberapa institusi, misalnya ada
institusi yang menganggap pemberian obat setengah jam sampai 1 jam
sebelum atau sesudah waktu yang seharusnya sebagai “tepat waktu”.
e. Benar Cara Pemberian
Benar yang terakhir adalah benar cara pemberian, artinya adalah
memberikan obat sesuai dengan pesanan medis dan cara tersebut aman dan
sesuai untuk klien. Tim medis dalam menuliskan resep atau instruksi harus
menjelaskan cara pemberian obat dengan spesifik. Bila cara pemberian
dinilai kurang tidak atau kurang cocok dengan kondisi klien, segera lakukan
klarifikasi dengan tim medis atau pemberi instruksi tersebut. Untuk
memastikan obat diberikan melalui cara yang sesuai, perawat harus
mengetahui cara pemberian obat yang biasa digunakan dan cara pemberian
obat yang aman bila harus sesuai dengan instruksi yang diberikan. Lakukan
validasi ulang terhadap obat sebelum melakukan pemberian obat.
Dokumentasikan pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku
di rumah sakit. Pendokumentasian pemberian obat termasuk didalamnya
adalah waktu, cara, dosis, dan area pemberian (intradermal, SC, atau IM).
Dokumentasi yang detail dibutuhkan bila ternyata perawat tidak memberikan
obat tersebut pada waktu seperti biasanya, harus tercantum alasan mengapa
perawat tidak memberikan obat dengan cara semestinya, misalnya ada
perubahan cara pemberian dari IM ke PO, sehingga klien tidak perlu diinjeksi.
2. Pemberian obat oral
Memberikan suatu obat melalui muut adalah cara pemberian obat yang paling
umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling rumit untuk
mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun, duodenum
sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan
absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna
dan masuk ke ahti sebelum disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme
langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika
diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat
mempengaruhi absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat
waktu pengosongan lambung sehingga obat yang tidak tahan asam,
misalnya penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena
itu, penisilin ata obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut
enterik yang dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah
iritasi lambung. Hal ini tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa
diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.
3. Pemberian obat parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran
cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang
tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat.
Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang
sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh, jenisnya adalah:
a. Intravena (IV): suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral
yan sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering
tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna
dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar
obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran
cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti
emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena
beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi,
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat
obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena
it, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang sama
juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
b. Intramuskular (IM): obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat
berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berpa suspensi
obat dalam vehikulum non aqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam
larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung
lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut
mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan
memberikansuatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama
dengan efek terapetik yang panjang.
c. Subkutan: suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan
dengan suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah
kecil epinefrin kadang-kadang dikombinasikan dengan suatu obat untuk
membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal
dan mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian.
Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat
seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang
diimplantasi unutk jangka yang sangat panjang.
4. Pemberian obat topical
Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat diinginkan
untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk krem
secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin
diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi pupil dan memudahkan
pengukuran kelainan refraksi.
5. Pemberian obat suppositoria
50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi,
biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal
mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh
enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga
berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika
penderita sering muntah-muntah.
B. Kesimpulan
Proses pengobatan untuk mencapai tujuan kesembuhan mempunyai cara
pemberian obat yang beragam. Pemilihan rute pemberian obat tentu didasakan
beberapa alasan yang berkaitan dengan tujuan pengobatan tersebut. Terkadang
pertanyaan tentang Rute pemberian obat mana yang lebih cepat memberikan
kesembuhan, bagaimana jalur obat masuk kedalam tubuh sering didengar oleh
petugas kesehatan. Tentu maksud mereka bertanya untuk mengetahui cara
pengobatan yang paling bagus ketika mereka sedang menggunakan obat.
Memang benar bahwa obat masuk kedalam tubuh mempunyai banyak rute/jalur,
namun tujuannya sama yaitu untuk pencegahan, meredakan, atau menyembuhkan
penyakit. Pemilihan rute obat tidak boleh ditentukan oleh pasien meskipun
mereka menginginkan rute pemberian obat tertentu. Sebab menentukannya harus
didasarkan oleh banyak pertimbangan.
C. Latihan soal
1. Perawat Rima lapor ke DPJP via telpon tentang kondisi pasien Balita BB : 20
Kg karena kejang. Terdengar jawaban dokter “berikan Diazepam 10 mg “,
Apakah rute yang paling tepat diberikan perawat Rima agar kejang anak Amir
segera teratasi ?
a. Injeksi secara IV c. Injaeksi secara SC e. Secara oral
b. Injeksi secara IM d. Injeksi secara IC
2. Pasien laki-laki umur 25 tahun berobat di IGD dengan keluhan panas sudah 1
minggu, atas advis dokter pasien mendapat terapi Clroramphenicol 3 x 1 gram.
Dari hasil anamnesa, sebelumnya pasien belum pernah mendapat obat
chloramphenicol dan tidak punya riwayat alergi
Apakah yang dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya side effect syock
anafilatik ?
a. Memastikan dengan Tes hipersensitif secara IC sebelum obat dimasukkan
b. Diberikan secara IM karena side effect relatif paling kecil
c. Memberikan obat dengan sangat pelan secara bolus
d. Melakukan oplos obat 2x pengenceran
e. Memberikan obat dengan syringe pump
3. Pukul 10.00 pasien Balita mendapat jadwal pemberian 2 Antibiotik yaitu
Cefotaxim dan Gentamicine
Apakah yang harus dilakukan perawat Ike agar tidak terjadi presipitat akibat
pemberian obat kombinasi ?
a. Flush dengan PZ : sebelum obat masuk, antara pemberian 2 macam obat,
dan sesudah obat masuk
b. Satu jenis obat diberikan secara bolus, satunya didrip pada cairan infus
c. Satu jenis obat diberikan secara IV satunya diberikan secara IM
d. Membuat jarak antara pemberian obat antibiotik sekitar ¼ jam
e. Membuat 2 jalur IV line
4. Perawat Ani, di ruang bangsal anak akan memberikan injeksi Streptomicine
secara IM pada pasien yang dirawat dengan Meningiis TBC
Apakah yang harus dilakukan perawat Ani untuk memastikan bahwa rute
injeksi benar
a. Posisi jarum suntik 90 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi tidak
keluar darah
b. Posisi jarum suntik 15 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi tidak
keluar darah
c. Posisi jarum suntik 45 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi tidak
keluar darah
d. Posisi jarum suntik 45 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi keluar
darah
e. Posisi jarum suntik 90 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi keluar
darah
5. Perawat Eni, di bangsal Bedah sedang menyiapkan Disinfectant keperluan
untuk injeksi,
Apakah disinfektant yang dipilih perawat Ani untuk melakukan disinfeksi
kulit pasien sebelum melakukan injeksi ?
a. Salep Gentamicine 0.3 % d. Povidon 10 %
b. Alkohol 70 % e. Alkohol 90 %
c. Lysol 50 %
D. Daftar pustaka
1. Daniels. 2010. Nursing Fundamental: Caring & Clinical Decision Making.
New York: Delmar Cengage Learning
2. Derrickson B. 2013. Essentials of Anotomy Physiology. Singapore. John
Willey & Sons, Inc.
3. Hall A. 2010. Basic Nursing Seventh Edition. .Missouri: Mosby Elsever
4. Kozier, Barbara. 2008. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and
Practice. New Jersey. Pearson Education
5. Kozier, B., Erb, G.,Berwan, A.J., & Burke,K. (2008). Fundamentals of
Nursing:Concepts, Process, and Practice. New Jersey: Prentice Hall Health.
6. Lynn, P (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skills. 3rd ed. Wolter
Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia.
7. Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Edition.
Singapore:Elsevier Pte.Ltd.
8. Perry AN. 2010. Basic Nursing Seventh Edition.Missouri. Mosby Elsever
9. Perry AG. .2010. Clinical Nursing Skills and Techniques. Missouri. Mosby
Elsever
10. Potter, Patricia Ann et al. 2011. Basic Nursing (7th Ed). Missouri. Mosby
Elsevier
Bab 4 Konsep perawatan luka dan hecting
A. Pendahuluan
Saat iniperawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga
memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini.
Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka
ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi
penyakit degeneratif dan kelainan metabolik semakin banyak ditemukan.
Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana
perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan
optimal. Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai
dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,
implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta
dokumentasi hasil yang sistematis.
1. Tahapan penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta
penyebab luka tersebut. Beberapa Fase penyembuhan luka, antara lain:
a. Fase inflamasi :
1) Hari ke 0-5
2) Respon segera setelah terjadi injuri
3) Pembekuan darah untuk mencegah kehilangan darah
4) Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
5) Fase awal terjadi haemostasis
6) Fase akhir terjadi fagositosis
7) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
b. Fase proliferasi or epitelisasi
1) Hari 3 – 14
2) Disebut juga dengan fase granulasi adanya pembentukan jaringan
granulasi pada luka
3) Luka nampak merah segar, mengkilat
4) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
5) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka
6) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
c. Fase maturasi atau remodelling
1) Berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun
2) Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
3) Terbentuk jaringan parut (scar tissue)
4) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
5) Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
2. Konsep perawatan luka sederhana
Perawatan luka bertujuan untuk meningkatkan proses penyembuhan jaringan
juga untuk mencegah infeksi. Luka yang sering ditemui oleh bidan di klinik
atau rumah sakit biasanya luka yang bersih tanpa kontaminasi misal luka
secsio caesaria, dan atau luka operasi lainnya. Perawatan luka harus
memperhatikan teknik steril, karena luka menjadi port de entre nya
mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka.
3. Prinsip hecting
Penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau
terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang. Berikut
prinsip–prinsip umum yang harus dilaksanakan dalam penjahitan luka laserasi
adalah sebagai berikut:
a. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu
sama lain dengan hati-hati. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal
mungkin atau kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai
dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati sebelum dijahit.
b. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai traksi
ringan pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal
daripada kulit yang dijahit.
c. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang
dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu
mmenjahit kulit
d. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai
daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
e. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh
karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5
hari), sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan
selama 10 hari atau lebih.
f. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.
g. Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin.
B. Kesimpulan
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera
atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,
sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang sehingga memerlukan perawatan luka dan bahkan
hecting.
C. Latihan soal
1. Laki-laki usia 35 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan.
Pasien setelah tindakan dengan sengaja melukai jaringan untuk mengeluarkan
benda asing pada luka.
Pertanyaan Soal:
Apakah jenis luka yang terjadi pada pasien di atas?
Pilihan Jawaban
a. Luka insisi
b. Luka memar
c. Luka lecet
d. Luka tusuk
e. Luka gores
2. Laki-laki usia 30 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan
dan panas pada luka. Riwayat tersiram air panas pada ekstermitas bawah.
Pengkajian luka didapatkan kerusakan epidermis dan luka berair serta berbau.
Pertanyaan Soal:
Apakah jenis luka yang terjadi pada pasien di atas?
A. Luka insisi
B. Luka memar
C. Luka lecet
D. Luka bakar
E. Luka gores
3. Perempuan 45 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan dan
panas pada luka. Hasil pengkajian didapatkan luka jahitan yang terbuka tidak
dapat menyatu dengan tepi jahitan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
berat badan 45 kg, HB 10 gr% dan albumin 2 gr/dl.
Apakah yang mempengaruhi proses penyembuhan luka pada kasus diatas?
Pilihan Jawaban
A. Berat badan
B. Kadar albumin
C. Hemoglobin
D. Perawatan luka
E. Jenis luka
4. Perempuan 45 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan dan
panas pada luka. Hasil pengkajian pada fase melewati fase penyembuhan
primer. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 95 kg
Pertanyaan Soal:
Apakah yang menjadi masalah utama yang mempengaruhi proses
penyembuhan luka pada kasus diatas?
Pilihan Jawaban
A. Hematoma
B. Kekurangan nutrisi
C. Tidak dapat berkatifitas
D. Penurunan oksigenasi jaringan
E. Sedikitnya jumlah pembuluh
5. Laki-laki 50 tahun, di rawat di ruang bedah dengan keluhan terasa gatal pada
luka. Dari pengkajian luka bahwa kejadian adanya luka sudah 7 hari yang lalu,
didapatkan kemerahan pada luka, luka kemerahan dan basah.
Apakah yang menyebabkan ketidaknyaman dari keluhan pasien pada kasus
diatas?
A. Proses pembekuan darah
B. Terdapat fase hemostasis
C. Adanya fase granulasi
D. Terbentuknya kolagen
E. Terbentuk jaringan scar
D. Daftar pustaka
1. Daniels. 2010. Nursing Fundamental: Caring & Clinical Decision Making.
New York: Delmar Cengage Learning
2. Derrickson B. 2013. Essentials of Anotomy Physiology. Singapore. John
Willey & Sons, Inc.
3. Hall A. 2010. Basic Nursing Seventh Edition. .Missouri: Mosby Elsever
4. Kozier, Barbara. 2008. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and
Practice. New Jersey. Pearson Education
5. Kozier, B., Erb, G.,Berwan, A.J., & Burke,K. (2008). Fundamentals of
Nursing:Concepts, Process, and Practice. New Jersey: Prentice Hall Health.
6. Lynn, P (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skills. 3rd ed. Wolter
Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia.
7. Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Edition.
Singapore:Elsevier Pte.Ltd.
8. Perry AN. 2010. Basic Nursing Seventh Edition.Missouri. Mosby Elsever
9. Perry AG. .2010. Clinical Nursing Skills and Techniques. Missouri. Mosby
Elsever
10. Potter, Patricia Ann et al. 2011. Basic Nursing (7th Ed). Missouri. Mosby
Elsevier