pbl 11 melissa
TRANSCRIPT
Demam
Melissa Trixiana*
NIM. 10 2010 101
24 Oktober 2011
PendahuluanMetabolisme yang terjadi di dalam tubuh manusia merupakan suatu system penting bagi
kelangsungan hidup manusia. Metabolisme dipengaruhi oleh berbagai macam factor, dan salah satu
yang terpenting ialah suhu tubuh manusia sendiri. Suhu tubuh manusia secara normal berkisar
antara 36o-37oC. Suhu tubuh dapat mempengaruhi kecepatan metabolisme yang terjadi di dalam
tubuh. Pada kondisi hanya beristirahat pun, metabolisme tetap terjadi di dalam tubuh, yakni terdiri
dari reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Pada reaksi tersebut tentunya ada yang
membutuhkan energi. Hal tersebut nantinya akan berkaitan dengan Laju/kecepatan Metabolisme
Basal (BMR= Basal Metabolic Rate).
Salah satu contoh, yaitu sesuai dengan kasus yang dibahas kelompok kami dalam Problem
Based Learning ialah mengenai keadaan demam yang disertai menggigil. Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan demam dan juga terdapat suatu proses yang berlangsung sebelum hingga
terjadinya demam. Selain itu demam juga memiliki stadium atau fase. Di mana hal-hal tersebut
yang berkaitan dengan laju metabolisme dan terjadinya demam akan dibahas lebih lanjut di dalam
makalah ini.
1
* Melissa Trixiana: Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara no.6, Jakarta Barat
Email: [email protected]
Pembahasan
Kecepatan/Laju Metabolisme Basal (BMR)
Pada saat seseorang benar-benar dalam keadaan beristirahat, bahkan sejumlah energi tetap
dibutuhkan untuk mengerjakan seluruh reaksi kimia tubuh. Tingkat energi minimum yang
diperlukan untuk bertahan hidup tersebut dinamakan kecepatan metabolik basal (BMR) dan
mencakup sekitar 50-70% dari energi harian yang dipakai pada kebanyakan individu yang tidak
aktif (sedentary).
Karena tingkat aktivitas fisik sangat bervariasi di antara individu yang berbeda, pengukuran
BMR dapat berfungsi sebagai perangkat yang berguna dalam membandingkan kecepatan
metabolisme seseorang dengan orang lain. Metode yang biasa digunakan untuk menentukan BMR
ialah dengan mengukur kecepatan penggunaan oksigen selama waktu yang ditektukan di bawah
kondisi-kondisi berikut:
Seseorang tidak boleh makan paling sedikit 12 jam terakhir
Kecepatan metabolisme basal ditentukan setelah tidur penuh semalaman
Tidak melakukan pekerjaan berat selama setidaknya 1 jam sebelum pengujian
Semua faktor fisik dan psikis yang menimbulkan rangsangan harus dihilangkan
Suhu kamar harus nyaman dan berkisar antara 68o dan 80oF
Selama pengujian, tidak diijinkan melakukan aktivitas fisik apapun.
Nilai BMR normalnya berkisar antara 65-70 Kalori per jam pada laki-laki kebanyakan yang
berat badannya 70kg. Walaupun kebanyakan BMR terpakai dalam aktivitas esensial sistem saraf
pusat, jantung, ginjal, dan organ lainnya, variasi dalam BMR di antara individu yang berbeda
terutama terkait pada perbedaan jumlah otot rangka dan ukuran tubuh.
Otot rangka, bahkan dalam keadaan istirahat, mencakup 20-30% dari BMR. Karenanya,
BMR biasanya dikoreksi untuk perbedaan yang berasal dari ukuran tubuh dengan menyatakannya
dalam Kalori per jam per meter persegi luas permukaan tubuh, yang dihitung dari tinggi dan berat
badan.
Kebanyakan penurunan BMR akibat penambahan usia mungkin terkait dengan hilangnya
massa otot tersebut dengan jaringan adiposa, yang mempunyai kecepatan metabolisme lebih rendah.
Hampir mirip, BMR yang sedikt lebih rendah pada wanita, dibandingkan pria, adalah sebagian
karena persentase jaringan adiposa yang lebih tinggi. Namun terdapat faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi BMR.1
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan metabolisme, di antaranya ialah:
- Hormon Tiroid
Apabila kelenjar tiroid menyekresikan tiroksin dalam jumlah maksimal, kecepatan
2
metabolisme kadang meningkat 50-100% di atas normal. Sebaliknya, kehilangan total
sekresi tiroid menurunkan kecepatan metabolik 40-60% dari normal. Tiroksin
meningkatkan kecepatan reaksi kimia banyak sel di dalam tubuh dan karenanya
meningkatkan kecepatan metabolisme.
- Hormon kelamin pria
Hormon kelamin pria, testosteron, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
kira-kira 10-15%. Kebanyakan efek hormon kelamin pria tersebut berkaitan dengan efek
anaboliknya dalam meningkatkan massa otot rangka.
- Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme 15-20% sebagai
akibat rangsangan langsung pada metabolisme selular.
- Demam
Demam, tanpa melihat penyebabnya, meningkatkan kecepatan reaksi kimia rata-rata
120% untuk setiap peningkatan temperatur 10oC
- Tidur
Kecepatan metabolisme menurun 10-15% di bawah normal selama tidur. Penurunan
ini diduga disebabkan oleh dua faktor penting, yakni penurunan tonus otot rangka
selama tidur dan penurunan aktivitas sistem saraf simpatis.
- Malnutrisi
Malnutrisi lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20-30%, penurunan ini
diduga disebabkan oleh tidak adanya zat makanan yang dibutuhkan di dalam sel. Pada
stadium akhir dari beberapa penyakit, pengurusan dan pelemahan tubuh (inanition) yang
menyertai penyakit sering kali menimbulkan tanda penurunan kecepatan metabolisme
yang nyata, sangat hebatnya sehingga suhu tubuh dapat menurun beberapa derajat sesaat
sebelum meninggal.1,2
- Ukuran tubuh dan area permukaan
BMR meningkat sejalan dengan pertambahan berat dan tinggi badan yang berarti
memperluas area permukaan.
- Usia
BMR tertinggi dicapai pada masa kanak-kanak dan akan menurun sejalan dengan
pertambahan usia.
- Jenis Kelamin
BMR pada laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan pada perempuan di usia yang
sama, mungkin berkaitan dengan ukuran tubuh.
- Faktor-faktor lain
3
Faktor-faktor lain yang meningkatkan BMR antara lain kecemasan, obat tertentu, dan
temperature lingkungan yang menurun. Depresi menurunkan BMR.2
Pengaturan Suhu
Pengaturan suhu dikendalikan oleh keseimbangan antara pembentukan panas dan kehilangan
panas. Bila laju pembentukan panas di dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas, panas
akan timbul di dalam tubuh dan suhu tubuh akan meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas
lebih besar, panas tubuh dan suhu tubuh akan menurun.
Suhu Tubuh Normal
Suhu inti merupakan suhu dari tubuh bagian dalam (“inti” dari tubuh) yang dipertahankan
sangat konstan dari hari ke hari, kecuali bila seseorang mengalami demam. Bahkan seseoang dapat
terpajan dengan suhu yang cukup rendah maupun suhu tinggi dalam udara kering, dan tetap dapat
mempertahankan suhu inti yang hampir mendekati konstan. Mekanisme untuk pengaturan suhu
tubuh menggambarkan sistem pengndalian yang dibuat dengan sangat baik.
Suhu kulit, berbeda dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai dengan suhu lingkungan.
Suhu kulit merupakan suhu yang penting apabila sedang merujuk kepada kmampuan kulit untuk
melepaskan panas ke lingkungan.
Suhu inti normal, rentangnya bila diukur per oral mulai dari di bawah 97oF (36oC) sampai
lebih dari 99,5oF (37,5oC). Suhu inti normal rata-rata secara umum sekitar 98oF dan 98,6oF bila
diukur secara oral, dan bila diukur secara rektal kira-kira 1oF (0,6oC) lebih tinggi. Suhu tubuh
meningkat selama olahraga dan bervariasi pada suhu lingkungan yang ekstrim, karena mekanisme
pengaturan suhu tidaklah sempurna. Bila dibentuk panas yang berlebihan di dalam tubuh karena
kerja fisik yang melelahkan, suhu akan meningkat sementara sampai 101o-104oF. Sebaliknya, ketika
tubuh terpajan dengan suhu yang dingin, suhu dapat turun sampai di bawah nilai 96oF.1
Pembentukan Panas (Heat Production)
Pembentukan panas adalah produk utama metabolisme. Produksi panas tubuh sebanding
dengan laju metabolisme. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan heat
production antara lain: (1) olahraga; (2) hormon; (3) sistem saraf; (4) suhu tubuh; (5) intake
makanan; (6) usia; dan (7) faktor lainnya.
Olahraga. Pada olahraga berat laju metabolisme dapat meningkat hingga 15 kali BMR.
Pada atlit yang terlatih, bisa meningkat hingga 20 kali BMR.
Hormon. Hormon-hormon tiroid (tiroksin dan triiodotironin) adalah regulator utama BMR;
BMR meningkat saat kadar hormon tiroid dalam darah meningkat. Respon peningkatan BMR pada
perubahan kadar hormon tiroid lambat, bahkan sampai beberapa hari. Hormon-hormon tiroid 4
meningkatkan BMR dengan cara menstimulasi respirasi seluler yang aerobik. Ketika sel
menggunakan lebih banyak oksigen untuk menghasilkan ATP, lebih banyak panas yang diproduksi,
dan suhu tubuh pun meningkat. Beberapa hormon yang memiliki efek minor pada BMR antara lain:
testosterone, insulin, dan GH yang mampu meningkatkan 5-15 % laju metabolisme.
Sistem saraf. Saat berolahraga atau dalam keadaan stress, sistem saraf simpatis distimulasi.
Neuron postganglioniknya melepaskan norepinefrin, yang juga menstimulasi pelepasan hormon
epinefrin dan norepinefrin oleh medulla adrenal. Epinefrin dan norepinefrin meningkatkan laju
metabolisme sel-sel tubuh.
Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh, semakin tinggi pula laju metabolisme. Setiap
kenaikkan 1oC suhu inti meningkatkan laju reaksi biokimia hingga sekitar 10%. Maka laju
metabolisme mungkin meningkat selama demam.
Intake makanan. Intake makanan meningkatkan laju metabolisme hingga 10-20% karena
energi yang digunakan untuk mencerna, menyerap, dan menyimpan nutrisi. Efek ini tertinggi ketika
memakan makanan yang tinggi protein, dan tidak terlalu tinggi setelah memakan karbohidrat dan
lemak.
Usia. Laju metabolisme seorang anak, berhubungan dengan ukurannya, sekitar dua kali
orang yang lebih tua karena laju tinggi reaksi di dalam tubuhnya yang berhubungan dengan
pertumbuhan.
Faktor lainnya. Faktor lain yang berpengaruh pada laju metabolisme adalah jenis kelamin
(lebih rendah pada perempuan, kecuali saat hamil dan laktasi), iklim (lebih rendah pada daerah
tropis), tidur (lebih rendah), dan malnutrisi (lebih rendah).3
Kehilangan Panas (Heat Loss)
Sebagian besar pembentukan panas di dalam tubuh dihasilkan di organ dalam, terutama di
hati, otak, jantung, dan otot rangka selama berolahraga. Kemudian panas ini dihantarkan dari organ
dan jaringan yang lebih dalam ke kulit, yang kemudian dibuang ke udara dan lingkungan
sekitarnya. Oleh karena itu, laju hilangnya panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua faktor: 1)
seberapa cepat panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yakni dari dalam inti
tubuh ke kulit dan 2) seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke lingkungan.
Kulit, jaringan subkutan, dan terutama lemak di jaringan subkutan bekerja secara bersama-sama
sebagai insulator panas tubuh.
Aliran darah ke kulit dari inti tubuh menyediakan terjadinya pemindahan panas. Berbagai
cara yang menjelaskan mengenai panas panas yang hilang dari kulit ke lingkungan, cara tersebut
meliputi radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.
Radiasi. Kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan dalam bentuk gelombang
5
panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Sebagian besar gelombang panas infra
merah yang memancar dari tubuh memiliki panjang gelombang sekitar 10 sampai 30 kali panjang
gelombang cahaya. Semua benda yang tidak berada pada suhu nol absolut memancarkan panas
seperti gelombang tersebut. Tubuh manusia menyebarkan gelombang panas ke segala penjuru.
Gelombang panas juga dipancarkan dari dinding ruangan dan benda-benda lain ke tubuh. Bila suhu
tubuh lebih besar dari suhu lingkungan, jumlah panas yang lebih besar akan dipancarkan keluar dari
tubuh daripada yang dipancarkan ke tubuh.
Konduksi. Hanya sejumlah kecil panas, yakni sekitar 3%, yang biasanya hilang dari tubuh
melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda padat (seperti kursi atau tempat
tidur). Sebaliknya, kehilangan panas melalui konduksi ke udara mencerminkan kehilangan panas
tubuh yang cukup besar (kira-kira 15%) walaupun dalam keadaan normal. Panas sebenarnya adalah
energi kinetik dari pergerkan molekul, dan molekul-molekul yang menyusun kulit terus-menerus
mengalami gerakan vibrasi. Sebagian besar energi dari gerakan ini dapat dipindahkan ke udara bila
suhu udara lebih dingin dari kulit, sehingga meningkatkan kecepatan gerakan molekul-molekul
udara. Sekali suhu udara yang berlekatan dengan kulit menjadi sama dengan suhu kulit, tidak terjadi
lagi kehilangan panas dari tubuh ke udara, karena sekarang jumlah panas yang dikonduksikan dari
udara ke tubuh berada dalam keadaan seimbang. Oleh karena itu, konduksi panas dari tubuh ke
udara mempunyai keterbatasan, kecuali udara panas bergerak menjauhi kulit, sehingga udara baru,
yang tidak panas secara terus-menerus bersentuhan dengan kulit, fenomena ini disebut konveksi
udara.
Konveksi. Perpindahan panas dari tubuh melalui aliran udara konveksi secara umum disebut
kehilangan panas melalui konveksi. Sebenarnya, panas pertama-tama harus dikonduksi ke udara
dan kemudian dibawa melalui aliran udara konveksi. Sejumlah kecil konveksi hampir selalu terjadi
di sekitar tubuh akibat kecenderungan udara di sekitar kulit untuk naik sewaktu menjadi panas.
Oleh karena itu, orang yang duduk di ruangan yang nyaman tanpa gerakan udara yang besar, akan
kehilangan sekitar 15% dari total panas yang hilang melalui konduksi ke udara dan kemudian
melalui konveksi udara yang menjauhi tubuhnya.
Evaporasi. Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,58 kilokalori akan
hilang setiap satu gram air yang mengalami evaporasi. Bahkan bila orang tersebut tidak berkeringat,
air masih berevaporasi secara tidak kelihatan dari kulit dan paru. Hal ini menyebabkan kehilangan
panas yang terus menerus dengan kecepatan 16-19 Kalori/jam. Evaporasi melalui kulit dan paru
yang tidak kelihatan ini tidak dapat dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu karena evaporasi
tersebut dihasilkan dari difusi molekul air yang terus menerus melalui permukaan kulit dan sistem
pernapasan. Akan tetapi, kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat dikendalikan dengan
pengaturan kecepatan berkeringat. Selama suhu kulit lebih tinggi dari suhu lingkungan, panas dapat
6
hilang melalui radiasi dan konduksi. Tetapi ketika suhu lingkungan menjadi lebih tinggi dari suhu
kulit, bukan justru menghilangkan panas, tetapi tubuh memperoleh panas melalui radiasi dan
konduksi. Dalam keadaan ini, satu-satunya cara agar tubuh dapat melepaskan panas adalah dengan
evaporasi.1
Tabel 1: Mekanisme Pengaturan Suhu4
Mekanisme yang diaktifkan oleh demam
Menggigil
Lapar
Pengingkatan aktivitas voluntary
Peningkatan sekresi norepinefrin dan epinefrin
Penurunan Heat loss
Vasokonstriksi kutaneus
Meringkuk (Curling up)
Pengangkatan rambut pada kulit (Horripilation)
Mekanisme yang diakifkan oleh Panas
Peningkatan Heat loss
Vasodilatasi Kutaneus
Berkeringat
Meningkatkan Respirasi
Menurunkan Heat Production
Kehilangan Nafsu Makan (Anoreksia)
Lesu dan Lemah (Apathy and inertia)
Termostat Hipotalamus
Pusat kontrol yang berfungsi sebagai termostat tubuh adalah sekelompok neuron di bagian
anterior hipotalamus, di daerah preoptik. Area ini menerima impuls dari reseptor suhu di kulit dan
membran mukosa serta di hipotalamus. Neuron-neuron dari area preoptik lebih cepat mengirimkan
impuls saat suhu darah meningkat, dan sebaliknya.
Impuls saraf dari area preoptik diteruskan ke dua bagian hipotalamus yang dikenal sebagai
heat-losing center dan heat-promoting center, yang ketka distimulasi oleh area preoptik akan
menimbulkan serangkaian respon yang menaikkan atau menurunkan suhu tubuh.
Termoregulasi
7
Jika suhu inti menurun, mekanisme yang menyimpan panas dan meningkatkan heat production
akan beraksi melalui beberapa feedback negatif untuk meningkatkan temperature tubuh ke normal.
Termoreseptor di kulit dan hipotalamus mengirimkan impuls saraf ke area preoptik dan heat-
promoting center di hipotalamus, serta ke sel di hipotalamus yang memproduksi TRH. Sebagai
respon, hipotalamus melepas impuls saraf dan mensekresi TRH yang menstimulasi pengeluaran
TSH. Impuls saraf dari hipotalamus dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa efektor.
Setiap efektor merespon untuk meningkatkan suhu inti kembali ke normal: (1) impuls saraf
dari heat-promoting center menstimulasi saraf simpatis yang mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah kulit. Vasokonstriksi mengurangi aliran darah yang hangat dan perpindahan panas
dari organ dalam ke kulit. Memperlambat heat loss membantu meningkatkan suhu inti tubuh; (2)
impuls saraf pada saraf simpatis yang menuju medulla adrenal menstimulasi pelepasan epinefrin
dan norepinefrin ke dalam darah. Hormon-hormon ini akan meningkatkan metabolisme seluler,
sehingga akan meningkatkan heat production; (3) heat- promoting center menstimulasi bagian dari
otak yang meningkatkan tonus otot sehingga meningkatkan heat production. Saat tonus otot
meningkat pada 1 otot (agonis), kontraksi kecil meregangkan tendon otot antagonisnya,
menimbulkan refleks regang, dan sebaliknya. Siklus repetitive ini disebut juga dengan menggigil,
hal ini akan dengan cepat meningkatkan heat production; dan (4) kelenjar tiroid merespon TSH
dengan melepas hormon-hormon tiroid ke dalam darah. Peningkatan level hormon tiroid dalam
darah akan meningkatkan laju metabolisme perlahan-lahan, sehingga suhu tubuh pun meningkat.
Bila suhu inti meningkat diatas normal, akan terjadi mekanisme yang sebaliknya:
vasodilatasi pembuluh darah kulit, penurunan laju metabolisme, dan menggigil tidak akan muncul.
Suhu darah yang tinggi akan menstimulasi kelenjar keringat sehingga heat loss meningkat.3
Konsep Set-Point untuk Pengaturan Suhu
Pada suhu inti tubuh yang kritis, sekitar 37,1oC (98,8oF) akan menyebabkan perubahan
drastis kecepatan kehilangan panas dan pembentukan panas. Pada suhu di atas nilai ini, kecepatan
kehilangan panas lebih besar dari kecepatan pembentukan panas, sehingga suhu tubuh turun dan
mendekati nilai 37,1oC. Pada suhu di bawah nilai ini, kecepatan pembentukan panas lebih besar dari
kecepatan kehilangan panas, sehingga suhu tubuh akan meningkat dan sekali lagi mendekati nilai
37,1oC. Nilai suhu kritis ini disebut set point pada mekanisme pengaturan suhu. Yaitu, semua
mekanisme pengaturan suhu secara terus menerus berupaya untuk mengembalikan suhu tubuh
kembali ke nilai set point.1
Patogenesis Demam
Demam adalah peningkatan titik patokan (set-point) suhu di hipotalamus. Penyebab umum
8
demam adalah virus atau infeksi bakteri dan toksin bakteri; penyebab lainnya adalah ovulasi,
sekresi hormon tiroid yang berlebih, tumor, dan reaksi pada vaksin.3 Dengan meningkatkan titik
patokan tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh. Tubuh
berespon dengan menggigil dan meningkatkan metabolism basal.5,6 Demam dihasilkan oleh kerja
sitokin pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.5
Saat fagosit memfagosit beberapa jenis bakteri, mereka terstimulasi untuk menghasilkan
pirogen, zat yang menyebabkan demam. Salah satu pirogen adalah interleukin-1.3 Demam timbul
sebagai respon terhadap pembentukan interleukin-1, yang disebut pirogen endogen. Interleukin-1
dibebaskan oleh neutrofil aktif, makrofag, dan sel-sel yang mengalami cedera. Interlekin-1
tampaknya menyebabkan panas dengan menghasilkan prostaglandin, terutama prostaglandin E2,
atau zat yang mirip, dan selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam.
Apabila sumber interleukin-1 dihilangkan (misalnya, setelah imun berhasil mengatasi
mikroorganisme), maka kadarnya turun. Hal ini akan mengakibatkan titik patokan suhu ke normal.
Untuk jangka waktu yang singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan
tersebut dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi. Sebagai responnya,
hipotalamus akan merangsang berbagai respon misalnya berkeringat untuk mendinginkan tubuh.
Aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid lainnya menghambat demam dengan menghambat
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat.1,6
Demam pada suatu organisme menyingkirkan infeksi dan dengan demikian bermanfaat bagi
pejamu. Namun, demam tinggi dapat merusak sel, terutama sel-sel di susunan saraf pusat.6
Stadium Demam
Kedinginan, merupakan stadium demam di mana set point pusat pengatur suhu hipotalamus
tiba-tiba berubah dari nilai normal menjadi lebih tinggi dari nilai normal (akibat penghancuran
jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi), biasanya dibutuhkan waktu selama beberapa jam agar suhu
tubuh dapat mencapai set point suhu yang baru. Dengan terjadinya peningkatan set point yang tiba-
tiba (misalnya 103oF), sementara suhu darah lebih rendah dari set point pengatur hipotalamus, akan
terjadi reaksi umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, seseorang akan
menggigil dan merasa sangat kedinginan (chill), walaupun suhu tubuhnya telah di atas normal.
Demikian juga, kulit menjadi dingin karena terjadi vasokonstriksi, dan orang tersebut gemetar.
Menggigil dapat berlanjut sampai suhu tubuh mencapai set point hipotalamus 103oF. Kemudian
orang tersebut tidak lagi menggigil tetapi sebaliknya tidak merasa dingin atau panas. Sepanjang
faktor yang menyebabkan set point yang meningkat pada pengatur suhu hipotalamus terus ada, suhu
tubuh akan diatur lebih kurang dengan cara yang normal, tetapi pada nilai set point suhu yang
tinggi.
9
Krisis atau “kemerahan”, merupakan tahap bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi
dihilangkan, set point pada pengatur suhu hipotalamus akan turun ke nilai yang lebih rendah
mungkin bahkan kembali ke nilai normal. Dalam keadaan misalnya suhu tubuh masih 103oF, tetapi
hipotalamus berupaya untuk mengatur suhu sampai 98,6oF. Keadaan ini analog dengan pemanasan
yang berlebihan di area preoptik-hipotalamus anterior, yang menyebabkan pengeluaran keringat
banyak dan kulit tiba-tiba menjadi panas karena vasodilatasi di semua tempat. Perubahan yang tiba-
tiba dari peristiwa ini dalam penyakit demam dikenal sebagai “krisis” atau “kemerahan”. Pada masa
lampau, sebelum diberikan antibiotika, keadaan krisis selalu dinantikan, karena apabila hal ini
terjadi, dokter dengan segera mengetahui bahwa suhu pasien akan segera turun.1
Walaupun demam dapat menimbulkan kematian ketika suhu inti meningkat diatas 44-46oC
(112-114oC), akan tetapi demam bermanfaat. Sebagai contohnya, suhu yang lebih tinggi
menghambat kegiatan virus dan bakteri. Karena demam meningkatkan denyut nadi, sel darah putih
untuk melawan infeksi akan sampai lebih cepat. Selain itu, produksi antibody dan proliferasi sel T
meningkat. Lagipula, panas mempercepat laju reaksi kimia, yang akan membantu tubuh
memperbaiki diri lebih cepat.3
PenutupDemam merupakan suatu kondisi patologis, di mana terjadi peningkatan set point pada pusat
pengatur suhu, yakni hipotalamus. Demam dapat ditimbulkan oleh berbagai macam hal yang
menyebabkan efek pirogenik, di mana pyrogen merupakan zat yang dapat menimbulkan demam.
Stadium demam terdiri dari fase kedinginan/menggigil (chill) dan fase krisis atau kemerahan di
mana suhu tubuh mulai mengalami penurunan. Peningkatan suhu yang terjadi pada keadaan
demam, dapat mempengaruhi Kecepatan/Laju Metabolisme Tubuh (BMR). BMR merupakan tingkat
energi minimum yang diperlukan untuk bertahan hidup. Peningkatan suhu tubuh dapat
meningkatkan BMR.
Daftar Pustaka
10
1. Guyton AC and Hall EJ. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, 2008.h.
932-47.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC, 2004.p. 310-5.
3. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology: vol. 2-Maintenance and
continuity of the human body. Twelfth edition. Asia: John Wiley & Sons, (Asia) Pte Ltd,
2009.p.1001-12
4. Barrett KF, Boitano S, Barman SM, Brooks HL. Ganong’s review of medical physiology.
Ed. 23. Singapore: McGraw-Hill Companies, 2010.p. 285
5. Wilson LM. Respons tubuh terhadap cedera: peradangan dan penyembuhan. Dalam: Price
SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC,
2005.h.77.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001.h. 69-70.
11