pbl tetanus blok 12
DESCRIPTION
makalah blok 12tentang tetanusTRANSCRIPT
A. Latar Belakang
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman clostridium
tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot proksimal diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorsi eksotoksin sangat kuat yang
dilepaskan oleh clostridium tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia.
Berdasarkan insiden yang terjadi di atas, saya tertarik untuk mengangkat kasus tetanus
sehingga akan meningkatkan pemahaman kita semua, khususnya kelompok mengenai
tetanus.
B. Tujuan
Agar mampu memahami dan menjelaskan konsep teori dan melaksanakan definisi,
etiologi, pathogenesis, gejala klinis, dan diagnosis pada penyakit tetanus.
Pembahasan
1. etiologi
Clostridium tenani
Penyebab penyakit tetanus pada manusia . terdapat banyak di alam, di tanah, di feses kuda dan
binatang lainnya. Ada banyak tipe yang dapat dibedakan dengan antigen flagel. Semua tipe
membentuk toksin yang sama. Toksin dapat dibuat di laboratorium pada perbenihan sintetik
yang sedikit sekali mengandung zat besi (Fe). Toksis tetanus adalah protein, termolabil (650C –
5 menit menjadi inaktif) BM 70.000 dan dapat dicerna oleh enzim proteolitik lambung.
Clostridium tetani tidak bersifat invasif. Kumannya tetap diluka, apabila keadaannya
memungkinkan yaitu keadaan anaerob yang biasanya terjadi karena adanya :1
1. Jaringan nekrotik
1
2. Adanya garam kalsium
3. Adanya kuman piogenik lainnya maka spons akan jadi bentuk vegetatif dan eksotoksin yang
dibentuk akan menjalar menuju SSP, melalui jaringan perineural, pembuluh darah atau
pembuluh limfe.
Pada SSP toksin akan mengikat diri pada ganglion di batang otak, dan sumsum tulang belakang.
Toksin bekerja blakade, dengan dikeluarkannya mediator penghambat sinapsis neuron motorik.
Hasilnya adalah hiperfleksi dan spasme otot tubuh terhadap rangsangan apasaja. Masa inkubasi
dari 4-5 hari sampai berminggu-minggu . gejalah penyakit adalah konvulsi kontraksi tonik dari
otot tubuh. Biasanya kejang otot mulai pada tempat infeksi, kemudian otot mulut sehingga
selurih tubuh yang disebut opistotonus. Kesadaran tetap ada dan rasa sakit sangat hebat.
Kematian biasanya karena gangguan alat-alat pernafasan.1
2. Gejala klinis
Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi
ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama
pada rahang dan leher.2
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :2,3
1. Trimus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kuduk kaku sampai opistotonus ( kerena ketegangan otot-otot erektor trunki).
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang dengan toksin yang terdapat dikornu anterior.
2
5. Rinus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar
dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering
merupakan gejalah dini.
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan
akstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Pasien tetap sadar. Spasmemula-mula
intermitan diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai
dengan rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi pendarahan intramuskulus karena kontraksi yang
kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin
dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura columna vertebralis dapat pula terjadi
karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekan cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 3 stadium :2,3
1. Trimus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang
2. Trimus (3 cm atau lebih kecil)dengan kejang tonik umum bila dirangsang
3. Trimus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan.
3. Patofisiologi
Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin:2,3
a. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke
kornu anterior susunan saraf pusat.
3
b. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan saraf dan bila dalam
keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas
dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.2
penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca
atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat.
Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan dipengaruhi sistem saraf
pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan akson neuron
atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak
dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah
sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorpsi dan cara kerjanya toksin
adalah pertama toksin di absorspi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah
ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorpsi oleh susunan limfatik, masuk ke
dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi
dengan myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali
terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.4,5
4. Epidemiologi
Tetanus terjadi secara proradis dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu dengan
inmunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian gagal mempertahankan
imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat dicegah dengan
imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani diseluruh dunia terutama di
negara beriklim tropis dan negara-negara sedang berkembang sering terjadi di brazil, flipina,
vietnam, indonesia dan negara lain di benua Asia. Penyakit ini umumnya terjadi di daerah
pertanian , di daerah pedesaan, pada daerah yang beriklim hangat, selama musim panas dan pada
4
penduduk pria. Pada negara-negara tanpa program imunisasi yang komprehensif, tetanus terjadi
terutama pada neonatus dan anak-anak.3
Walaupun WHO nenetapkan target mengeradiasikan tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap
bersifat endemik pada negara-negara yang sedang berkembang dan WHO memperkirakan
kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada tahun 1992, termasuk
didalamnya 580.000 tetanus neonatorum, 210.000 di asia tenggara, dan 152.000 di
afrika.penyakit ini jarang dijumpai pada negara-negara maju. Di afrika selatan, kira-kira terdapat
300 kasus pertahun, kira-kira 12-15 kasus dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris.6
Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus tetanus akibat trauma akut, seperti luka tusuk,
laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma di dalam rumah atau selama bertani,
berkebun dan aktifitas luar ruangan yang lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa
luka besar tap dapat juga berupa luka kecil ,sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis,
bahkan pada beberapa kasus tidak dapat diidentifikasi adanya trauma . tetanus dapat nerupakan
komplikasi penyakit kronis , seperti ulkus, abses dan gangren. Tenanus dapat pula berkaitan
dengan luka bakar, infeksi telingah tengah, pembedahan, aborsi dan persalinan. Pada beberapa
pasien tidak dapat diidentifikasi adanya port d’entree.6
Pada akhir tahun 1940an dilaporkan 300 sampai 600 kasus pertahun di amerika serikat. Pada
tahun 1947 insidenssi tetanus mencapai 3,9 kasus per juta populasi, kontras dengan angka
insidensi tahunan antara tahun 1998-2000 yang dilaporkan 0,16 per jutah populasi. Sejak tahun
1976 kurang dari 100 kasus dilaporkan tiap tahun dan pada saat ini antara 50-70 kasus pertahun
dilaporkan di Amarika serikat.6
Resiko terjadinya tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Survey serologis skala luas
terhadap anti bodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 1988-1994 menunjukkan
bahwa secara keseluruhan , 72% penduduk Amerika serikat berusia di atas 6 tahunterlindungi
terhadap tetanus. Sedangkan pada usia antara 6-11 tahun sebesar 91%. Presentase ini menurun
dengan bertambahnya usia. Hanya 30% individu berusia diatas 70 tahun (pria 45%, wanita 21%)
yang mempunyai antibodi adekuat.6
5
5. Pengobatan
Terapi
Strategi terapi melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan: organisme yang terdapat dalam tubuh
hendaknya di hancurkan untuk mencegah pelepasan toksin lebih lanjut; toksin yang terdapat
dalam tubuh , di luar sistem saraf pusat hendaknya dinetralisasi; dan efek dar toksin yang telah
terikat pada sistem saraf pusat diminimisasi.6
Pentalaksanaan umum
Pasien hendaknya ditempatkan diruang yang tenang di ICU, di mana observasi dan pemantauan
kardiopulmoner dapat dilakukan secara terue-menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi.
Perlindungan terhaap jalan nafas bersifat vital. Luka hendaknya dieksplorasi, dibersihkan secara
hati-hati dan dilakukan debridemen secara menyeluruh.6
Netralisasi dari toksin yang bebas
Antioksidan menurunkan mortalitas dengan menetralisasi toksin yang beredar di sirkulasi dan
toksin pada luka yang belum terikat, walaupun toksin yang telah melekat pada jaringan saraf
tidak terpengaruh. Immunoglobulin tetanus manusia (TIG) merupakan pilihan utama dan
hendaknya diberikan segera dengan dosis 3000-6000 unit intramuskular, biasanya dengan dosis
terbagi karena volumenya besar. Dosis optimalnya belum diketahui, namun demikian beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dosis sebesar 500 unit sama efektifnya dengan dosis yang lebih
tinggi. Imunoglobulin intravena merupakan alternatif lain daripada TIG tapi konsentrasi
antitoksin spesifik dalam formula ini belum distandarisasi. Peling baik memberikan antitoksin
sebelum memanipulasi luka. Manfaat memberikan antitoksin pada msisi proksimal luka atau atau
dengan menginfiltrasi luka belumlah jelas. Dosistambahan tidak diperlukan karena waktu paruh
antioksidan yang panjang. Antibodi tidak dapat menembus sawar darah otak. Pemberian
antobodi intratekal masi merupakan eksperimen. Antitoksi tetanus kuda tidak tersedia di
Amerika Serikat, tapi masi dipergunakan di tempat lain. Lebih murah dibanding antitoksin
manusia, tapi juga paruhnya lebih pendek dan pemberiannya sering menimbulkan
hipersenditifitas dan serum sickness syndrome.6
Menyingkirkan sumber infeksi
6
Jika ada, luka yang nampak jelas hendaknya didebridemen secara bedah. Walaupun manfaatnya
belum terbukti, terapi antobiotik diberikan pada tetanus untuk mengeradikasi sel-sel vegetatif,
sebagai sumber toksin. Penggunaan pinisilin (10 sampai 12 juta unit intravena setiap haro selama
10 hari) telah direkomendasikan dan secara luas dipergunakan selama bertahun-tahun, tetapi
merupakan antagonis GABA dan berkaitan dengan konvulsi. Metronidazol mungkin merupakan
antibiotik pilihan. Metronidazol (500mg tiap 6 jam atau 1 gr tiap 12 jam) digunakan oleh
beberapa ahli berdasarkan aktivitas antimikrobial metronidasol yang bagus metronidazole aman
dan pada penelitian yang membandingkan dengan penisilin menunjukkan harapan hidup yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penisilin menunjukkan angka harapan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penisilin kerena metronidazol tidak menunjukkan aktivitas antagonis
terhadap GABA seperti yang ditunjukkan oleh penisilin. Eritromisin, tetrasiklin, kloramfenikol
dan klindamisin dapat diterima sebagai alternatif, apabila pasien alergi terhadap penisilin.6
Pengendalian rigiditas dan spasme
Banyak obat yang telah dipergunakan sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk mengobati
spasme otot pada tetanus yang nyeri dan dapat mengancam respirasi karena menyebabkan
laringospasme atau kontraksi secara terus-menerus otot-otot pernapasan. Regimen yang ideal
adalah regimen yang dapat menekan aktivitas spasmodik tanpa menyebabkan sedasi berlebihan
dab hipoventilasi. Harus dihindari stimulasi tidak perlu, tetapi terapi utamanya adalah sedasi
dengan menggunakan benzodiazepin. Benzodiazepin memperkuat agonisme GABA dengan
menghambat inhibitor endogen pada reseptor GABA . diazepam dapat diberikan melalui rute
yang bervariasi, murah dan dpergunakan secara luas, tapi metabolit kerja panjangnya
(oksazepam dan desmetildiazepam) dapat terakumulasi dan berakibat koma berkepanjangan.
Telah dilaporkan penggunaan dosis setinggi 100 mg per jam. Pilihan yang lain adalah lorazepam
dengan durasi aksi yang lebih lama dan midazolam dengan paruh yang lebih singkat.
Midazolam telah dipakai dengan akumulasi yang lebih ringan. Sebagai sedasi tambahan dapat
diberikan antikonvulsan, terutama fenobarbiton yang lebih jauh memperkuat aktivitas
GABAergik dan fenothiazin, biasanya klorpromazin. Barbiturat dan klorpromaszin ini
merupakan obat lini kedua. Propozol telah dipergunakan sebagai sedasi dengan pemulihan yang
cepat setelah infus distop.6
7
Apabila sedasi saja tidak adekuat, paralisis teraputik dengan agen pemblokade neuromuskular
dan ventilasi mekanik tekanan posotif intermitten mungkin dibutuhkan untuk jangka panjang.
Namun demikian dapat terjadi paralisis berkepanjangan setelah obat dihentikan dan kebutuhan
pasien akan paralisis berkesinambungan dan terjadinya komplikasi hendaknya dinilai terus-
menerus tiap hari. Secara tradisional, agen kerja panjang, pankuronium telah dipergunakan.
Namun demikian pankuronium menghambat pengambilan kembali katekolamin dan dapat
memperberat instabilitas otonomik pada tetanus berat. Terdapat laporan terbatas tentang
bertambah parahnya hipertensi dan takikardia yang berkaitan dengan penggunaannya. Tetapi
dance melaporkan tidak terdapat perbedaan dalam hal komplikasi pada mereka yang diterapi
dengan pankuronium apabila dibandingkan dengan obat penghambat neuromuskular lain.
Vekuronium bebas dari efek samping kardiovaskuler dan pelepasan histamin tetapi secara relatif
bersifat kerja singkat. Telah dilaporkan penggunaan infus atrakurium pada tetanus selama 71
hari. Pada pasien ini, dengan fungsi ginjal dan liver yang normal, tidak terdapat akumulasi
laudanosin, metabolit epileptogenik dari atrakurium. Obat-obatan kerja panjang dipilih karena
penggunaannya mungkin dengan cara bolus intermiten daripada pemberian infus. Penggunaan
jangka panjang obat pemblokade obat neuromuskular aminosteroid (vekuronium, penkuronium,
rekuronium) terutama melalui infus berkaitan dengan neuropati dan myopati kondisi kritis, tetapi
hal ini belum dilaporkan terjadi pada pasien tetanus. Di antara obat-onat baru, pipekurinium dan
rukoronium merupakan obat kerja yang panjang “bersih” tapi mahal. Masing-masing obat ini
belum dibandingkan dalam uji klinis random.6
Penggunaan danrolen untuk mengontrol spasme yang refrakter telah dilaporkan pada satu kasus.
Obat-obat penghambat neuromuskular tidak diperlukan setelah pemberian dantrolenn, spasme
paroksismal berhentin dan kondisi pasien membaik.6
Sebagai alternatif lain adalah propofol yang mahal dan baklofen intratekal, yang sedang diteliti
dengan harapan dapat memperpendek periode paralisis teraputik. Sedasi dengan propafol telah
diperbolehkan untuk mengontrol spasme dan rigiditas tanpa penggunaan obat-obatan
penghambat neuromuskular. Pemeriksaan EMG dan fungsi neuromuskular selama bolus
propofol menunjukkan penurunan sebesar 80% dalam aktivitas EMG tanpa perubahan fungsi
pada hubungan neoromuskular. Namun demikian, kadar obat lebih dekat ke konsentrasi anestetik
dari padakonsentrasi sedatif dan ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan.6
8
Baklofen intrathekal (suatu agonis GABAB) telah dilaporkan pada sedikit kasus dengan tingkat
keberhasilan yang bervariasi. Dosisnya sekitar 500 sampai 2000 ug perhari, diberikan setelah
bolus atau infus. Dosis dan bolus yang lebih besar berkaitan dengan efek samping yang lebih
banyak. Pada semua laporan, sejumlah bermakna pasien mengalami koma dan depresi
pernapasan yang membutuhkan ventilasi. Pada beberapa kasus, efek samping bersifat reversibel
dengan antagonis GABAA, flumazenil, tapi tidak reliabel untuk diterapkan. Teknikpenerapan
bersifat invasif, mahal dan fasilitas untuk ventilasi buatan harus tersedia segera.6
Suksinilkolin merupakan alternatif, namun berkaitan dengan hiperkalemia. Pemberian
magnesium sulfat membutuhkan pemantauan neurologis (refleks patella) dan fungsi pernapasan
pada pengukuran kadar magnesium serum setiap hari.6
Penatalaksanaan respirasi
Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan pada
hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan atau laringospasme atau untuk
menghindari aspirasi oleh pasien dengan trimus, gangguan kemampuan menelan atau disfagia.
Kebutuhan akan prosedur ini harus diantisipasi dan diterapkan secara alektif dan secara dini.6
Pengendalian disfungsi otonomik
Banyak pendekatan yang berbeda dalam terapi disfungsi otonomik telah dilaporkan. Sebagian
besar dipresentasikan sebagai laporan kasus pada sejumlah kecil kasus. Penelitian terkontrol dan
komparatif masi jarang. Secara umum, hasil yang terdapat masih lebih banyak berupa data
hemodinamik dari pada kelangsungan hidup dan morbiditas. Sampai sejauh ini terapi optimal
untuk overaktifitas simpatis belum ditetapkan. Metode non farmakologis untuk mencegah
instabilitas otonomik didasarkan pada pemberian cairan sebanyak 8 L/hari. 6
Sedasi sering merupakan terapi pertama benzodiapesepin, atinkonvulsan dan terutama morfin
sering dipergunakan. Morfin terutama bermanfaat karena stabilas kardiovaskuler dapat terjadi
tanpa gangguan jantung dosisnya bervariasi antara 20-180 mg /hari. Mekanisme aksi yang
9
dipertimbangkan adalah penggantian opioid endogen, pengurangan aktifitas refleks simpatis dan
pelepasan histamin. Fenotiasin, terutama klorpromazin merupakan sedatif yang berguna,
antikolinergik dan antagonis adrenergik dapat berperan terhadap stabilitas kardiovaskular. 6
Pada awalnya, obat-obatan pemblokade adrenergik β seperti propanolol dipergunakan untuk
mengontrol episode hipertensi dan takikardia, tetapi hipertensi berat edema paru berat dan
kematian mendadak terjadi. Labetolol yang berefek kombinasi blokade adrenergik α dan β, juga
telah dipergunakan, tetapi tidak menunjukkan keuntungan apabila dibandingkan dengan
propanolol (mungkin karena aktivitas α nya jauh lebih rendah dari pada aktivas βnya) dan
mortalitasnya tetap tinggi, serta dilaporkan menyebabkan kematian mendadak. Pada tahun-tahun
terkini, obat kerja singkat, seperti esmolol telah dipergunakan secara sukses, terutama pada
kondisi hipertensi yang sangat berat. Walaupun stabilitas kardiovaskuler yang baik tercapai,
konsentrasi katekolamin arterial tetaplah tinggi.6
Kematian mendadak akibat henti jantung merupakan karasteristik dari tetanus berat.
Penyebabnya masih belum jelas, tapi penjelasan yang dapat dipercaya mencakup mendadak
menghilangnya pacuan simpatis, kerusakan jantung yang diinduksi oleh ketekolamin, dan
meningkatnya tonus parasimpatis atau suatu badai. Blokade beta yang menetap dapat memicu
penyebab-penyebab henti jantung ini karena aktifitas inotropik negatif atau aktivitas
vosokontriksi tanpa hambatan yang menyebabkan gagal jantung akut, terutama karena krisis
simpatetik berkaitan dengan resistensi vaskuler sistemik dan curah jantung yang rendah atau
normal. Penggunaan obat pemblokade adrenergik β saja bersamaan dengan obat-obatan kerja
panjang oleh karena tidak dapat direkomendasikan.6
Obat-obatan pemblokade adrenergik α dan post ganglionik seperti nethanidin, guanetidin dan
fentolamin telah sukses dipergunakan dengan propanol bersama dengan obat-obatan lain yang
mirip seperti trimetafan, fenoksibenzamin, dan reserpin. Kerugian penggunaan kelompok obat
ini adalah bahwa hipotensi yang terinduksi mungkin sulit siatasi, takifilaksi terjadi, dan lepas
obat akan menyebabkan terjadinya hipertensi.6
Telah dilaporkan keberhasilan penatalaksanaan gangguan ototnomik dengan menggunakan
atropin i.v. pasien. Dosis mencapai 100 mg per jam dipergunakan pada 4 pasien. Penulis
berargumentasi bahwa tetanus merupakan penyakit dengan katekolamin berlebihan. Ia
10
berpendapat bahwa dosis yang amat tinggi ini, tidak hanya berakibat blokade muskarinik, tapi
juga nikotinik, sedasi sentral dan bahkan blokade nueromuskular. Blokade sistem saraf
parasimpatis dilaporkan menurunkan sekresi keringat.6
Agonis adrenergik α, klonidin telah dipergunakan secara parenteral atau oral dengan
keberhasilan yang bervariasi. Dengan bekerja secara sentral, ia mengurangi pacuan simpatis,
sehingga mengurangi tekanan arterial, frekuensi denyut jantung dan frekuensi katekolamin dari
medulla adrenal . di perifer, klonidin menghambat perlepasan norepinefrin dari ujung saraf pre-
junctional. Pengaruh lain yang bermanfaat mencakup anxiolisis dan sedasi yang tampak nyata.
Dua kasus dilaporkan menunjukkan hasil yang sebaliknya, satu dengan pengendalian yang baik,
satu dengan tanpa perbaikan dari instablilitas hemodinamik. Gregokaros menggunakan klonidin i
v 2ug/kg tds dalam 17-27 pasien yang diterapi selama 12 tahun. Kelompok randominasi yang
mendapat klonidin menunjukkan mortalistas yang lebih rendah secara bermakna apabila
dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi konvensional.6
Pemberian magnesium sulfat parenteral dan anestesia spinal atau epidural telah diterapkan,
namun pemberian dan monitornya sulit. Buvipakain epidural dan spinal telah dipergunakan
untuk mengurangi instabilitas kardiovaskular. Namun demikian infus ketekolamin diperlukan
untuk mempertahankan tekanan arterial yang adekuat.6
Magnesium sulfat telah dipergunakan untuk baik pada pasien yang terpasang ventilator maupun
tidak untuk mengontrol spasme . magnesium merupakan pemblokade neuromuskular pre-
sinaptik, yang memblokade pelepasan katekolamin dari sarat dan medula adrenal, mengurangi
responsivitas reseptor terhadap ketekolamin yang terlepas, dan merupakan antagonis kalsium di
nyokardium dan pada hubungan neurimuskular dan menghambat perlepasan hormon paratiroid
sehingga mengakibatkan penurunan kadar kalsium serum.6
Penatalaksanaan intensif suportif
Penurunan berat badan umum terjadi pada pasien tetanus. Faktor yang ikut menjadi
penyebabnya mencakup ketidakmampuan untuk menelan, meningkatnya laju metabolisme akibat
pireksia dan aktifitas muskular dan masa kritis yang berkepanjangan. Oleh kerena itu, nutrisi
11
hendaknya diberikan seawal mungkin. Nutrisi enteral berkaitan dengan insidensi komplikasi
yang rendah dan lebih murah daripada nutrisi parenteral. Gastrostomi perkutaneus dapat
menghindari komplikasi berkaitan dengan pemberian makanan melalui tube nasogastrik, dan
mudah sekali dilakukan di ICU di bawah sedasi.6
Komplikasi infeksi akibat masa kritis berkepanjangan mencakup pneumonia berkaitan dengan
ventilator umum terjadi pada tetanus. Melindungi jalan nafas pada tahap awal penyakit dan
mencegah aspirasi dan sepsis merupakan langkah logis untuk mengurangi resiko ini. Ventilasi
buatan sering diperlukan selama beberapa minggu, trakeostomi biasanya dilakukan setelah
intubasi. Metode dilatasi perkutaneus tampanya sesuai dengan pasien tetanus. Prosedur yang
dapat dilakukan langsung di bed pasien ini menghindari transfer pasien ke dan dari kamar
operasi dengan resiko memicu instabilitas otonomik. Pencegahan komplikasi respirasi mencakup
perawatan mulut secara cermat, fisioterapi dada penghisapan trakheal secara teratur, terutama
kerena salivasi dan eksresi bronkhial sangat meningkat. Sedasi yang adekuat penting sebelum
melakukan intervensi pada pasien dengan resiko spasme yang tidak terkontrol dengan gangguan
otonomik dan keseimbangan antara fisioterapi dan sedasi mungkin sulit dicapai.6
Tindakan penting dalam penatalaksanaan rutin pasien dengan tetanus, seperti halnya pasien kritis
jangka panjang lain adalah dengan profilaksisi terhadap tromboembolisme, perdarahan
gastrointestinal dan dekubitus. Pentingnya bantuan psikologis hendaknya tidak diabaikan.6
Penatalaksanaan lain
Penatalaksanaan lain meliputi hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan yang tak nampak dan
kehilangan cairan yang lain, yang mungkin signifikan; kecakupan kebutuhan gizi yang
meningkat dengan pemberian enteral maupun parenteral; fisioterapi untuk mencegah kontraktur;
dan pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru. Fungsi ginjal,
kanding kemih dan saluran cerna harus dimonitor. Perdarahan gastrointestinal dan ulkus
dekubitus harus decegah dan infeksi sekunder harus diatasi.6
Vaksinasi
12
Pasien yang sembuh dari tetanus hendaknya secara aktif diimunisasi karena imunitas tidak
diinduksi oleh toksin dalam jumlah kecil yang menyebabkan tetanus.6
Pengobatan.2,3
1. Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000 U/ hari selama 2 hari berturut-turut secara
intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata. Bila hasilnya positif, maka
pemberian ATS harus dilakukan dengan desensitisasi cara besredka.
2. Antikonvulsan dan penenang, bila kejang hebat dapat diberikan fenobarnital dengan dosis
awal yaitu untuk umur kurang dari 1 tahun 50 mg dan untuk umur 1 tahun lebih deberikan 75
mg. Dan dilanjutkan dengan dosis 5mg/kgbb/hari, dibagi 6 dosis.
Diazepam dengan dosis 4 mg/kgbb/hari, dibagi 6 dosis. Bila perlu dapat diberikan secara
intravena.
Largaktil dengan dosis 4 mg/kgbb/hari, dibagi 6 dosis. Bila kejang sukar diatasi dapat
diberikan kloralhidrat 5% dengan dosis 50mg/kgbb/hari dibagi dalam 3-4 dosis, diberikan
perrektal.
3. Penisilin prokain 50.000 U/kgbb/hari intramuskulus, diberikan sampai 3 hari panas turun.
4. Diet harus cukup protein dan kalori. Konsistensi makanan tergantung terhadap kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila terdapat trimus, diberikan makan cair melalui lambung. Bila
perlu diberikanpemberian nutrisi secara parenteral.
5. Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap penderita), ruangan perawatan
khusus harus tenang.
6. Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk
mengjindari akibat obstruksi saluran nafas.
7. Pasien dianjurkan untuk dirawat di unit perawatan khusus bila didapatkan keadaan:
- Kejang-kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan antikonvulsan yang biasa.
13
- Spasme laring
- Komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti sumbatan jalan nafas, kegagalan
pernafasan, hiperterni dan sebagainya.
6. Pencegahan
Imunisasi aktif imunisasi dengan tetanus toksoid yang diabsorbsi merupakan tindakan
pencegahan yang paline efektif dalam praktek. Angka kegagalan dari tindakan ini sangat rendah.
Sejak dikenalkannya imunisasi di israel, insidensi tahunan tetanus berkurang dari 2/100000 pada
tahun 1950 menjadi 0,1/100.000 pada tahun 1988. Seperti halnya di Amerika Serikat, semua
kasus tetanus yang dilaporkan terjadi pada individu yang tidak diimunisasi.
Titer protektif dari antibody tetanus adalah 0,01 U/ml. Walaupun demikian tetanus dapat terjadi
pada individu yang telah diimunisasi, diperkirakan mencapai 4 per 100jutah individu yang
imunokompeten. Mekanisme terjadinya kegagalan inmunisasi ini masih belum jelas. Beberapa
teori mencakup beban toksin yang melebihi kemampuan pertahanan inmunitas pasien,
variabilitas antigenik antara toksin dan toksoid dan supresi selktif dari respo imun. Toksin dan
toksoid dan supresi selektif dari respon imun.6
Semua individu dewasa dengan imun secara parsial atau tidak sama sekali hendaknya
mendapatkan vaksin tetanus, seperti halnya pasien yang sembuh dari tetanus. Serial vaksinasi
untuk dewasa terdiri atas tiga dosis : dosis pertama dan kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu
dan dosis etiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis pertama. Dosis ulangan diberikan tiap 10
tahun dan dapat diberikan pada usia dekade pertengahan seperti 35, 45 dan seterusnya. Namun
demikian pemberian vaksin lebih dari 5 kali tidak diperlukan untuk individu di atas 7 tahun
toksoid kombinasi tetanus dan difteri (Td) yang diadsorpsi, lebih dipilih. Vaksin yang diadsorpsi
lebih disukai karena menghasilkan titer anti body yang lebih menetap dari pada vaksin cair.6
Penatalaksanaan luka
Penatalaksanaan luka yang baik dibutuhkan pertimbangan akan perlunya :
1) imunisasi pasif dengan TIG
14
2) imunisasi aktif dengan vaksin, terutama Td untuk individu usia di atas 7 tahun.
Dosis TIG sebagai imunisasi pasif pada individu dengan luka derajat sedang adalah 250 unit
intramuskular yang menghasilkan kadar antibodi serum protektif paling sedikit 4-6 minggu;
dosis yang tepat untuk TAT, suatu produk yang berasal dari kuda adalah 3000 sampai 6000 unit.
Vaksin dan TAT hendaknya diberikan pada tempat yang terpisah dengan spuit yang berbeda.6
Tetanus neonatorum
Penatalaksanaan yang dimaksudkan untuk mencegah tetanus neonatorum mencakup vaksinasi
maternal, bahkan selama kehamilan; upaya untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang
dilakukan di rumah sakit dan pelatihan penolong kelahiran non medis.6
Secara ringkas pencegahan tetanus adalah sebagai berikut:2,3
1. Mencegah terjadinya luka
2. Perawatan luka yang adekuat
3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka yaitu untuk memberikan
kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang
atau bila terjadi tetanus gejala ringan. Umumnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan
didahului oleh uji kulit dan mata.
4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum perna mendapat imunisasi aktif pada
minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak 1
bulan 2 kali berturut-turut.
5. Pemberian pinisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000
U/kgbb/hari).
6. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak menbentuk kekebalan secara aktif.
Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai
pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian pada usia 5 tahun
serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria (tanpa vaksisn
pertusis)
15
7. Prognosis
Penerapan metode untuk menitoring dan oksigenasi suportif telah secara nyata memperbaiki
prognosis tetanus. Angka fatalitas kasus dan penyebab kematian bervariasi secara dramatis
tergantung pada fasilitas yang tersedia. Trujillo dkk melaporkan penurunan mortalitas dari 44%
ke 15% setelah adanya penatalaksanaan ICU. Di negara-negara sedang berkembang, tanpa
fasilitas untuk perawatan intensif jangka panjang dan bantuan ventilasi, kematian akibat tetanus
berat mencapai lebih dari 50% dengan obstruksi jalan napas, gagal nafas dan gagal ginjal
merupakan penyebab utama.mortalitas sebesar 10% dianggap merupakan target yang dapat
dicapai oleh negara-negara maju. Di Amerika Serikat pada periode 1995-1997 dan 1998-2000
angka fatalitas kasus berturut-turut 11% dan 16%. Pada periode kedua erdapat 20 kematian
diantara 113 kasus yang diketahui hasil akhirnya (total 130 kasus). Perawatan intensif modern
hendaknya dapat mencegah kematian akibat gagal nafas akut, tetapi sebagai akibatnya, pada
kasus yang berat, gangguan atotnomik menjadi lebih nampak. Trujillo melaporkan bahwa 40%
kematian setelah adanya perawatan intensif adalah akibat adanya henti jantung mendadak dan
15% akibat komplikasi respirasi. Sebelum adanya ICU, 80% kematian terjadi akibat gagal nafas
akut yang terjadi awal. Komplikasi penting akibat perawatan di ICU meliputi infeksi
nosokomial, terutama pnemonia berkaitan dengan ventilator, sepsis generalisata,
tromboembolisme dan pendarahan gastrointestinal. Mortalitas bervariasi berdasarkan usia
pasien. Prognosis buruk pada usia tua , pada neonatus dan pada padi dengan periode inkubasi
pendek, interval yang pendek antara onset gejala sampai tiba di RS.di USA mortalitas pada
pasien dewasa di bawah 30 tahun hampir nol, tetapi pada pasien di atas 60 tahun mencapai 52%.
Di portugis, antar tahun 1986 sampai tahun 1990, mortalitas untuk semua umur bervariasi antara
32 sampai 59%. Di afrika, mortalitas pada tetanus neonetorum tanpa ventilasi buatan dilaporkan
82% pada tahun 1960 dan 63-79% pada tahun 1991. Dengan ketersediaan ventilasi buatan,
mortalitasnya dapat serendah 11% tetapi penulis yang lain melaporkan mortalitas yang mencapai
40%. Mortalitas dan prognosis juga tergantung pada status vaksinasi sebelumnya.6
Tetanus yang berat umumnya membutuhkan perawatan ICU sampai 3-5 minggu, pasien mungkin
membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang meningkat dan spasme minor dapat
terjadi sampai berbulan-bulan namun pemulihan dapat diharapkan sempurna, kembali ke fungsi
16
normalnya. Pada beberapa penelitian pengamatan pada pasien yang selamat dari tetanus, sering
dijumpai menetapnya masalah fisik dan psikologis.6
8. Pemeriksaan
• Anamnesis
Anamnesis ini penting untuk dilakukan agar lebih membantu untuk melihat gambaran penyakit
yang diderita secara menyeluruh, sehingga memudahkan untuk menegakkan diagnosa, diagnosa
banding, kemudian menetapkan terapi yang terbaik serta meramalkan prognosisnya.
Seperti biasa, anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara
lengkap, seperti nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan dll, kemudian diikuti
dengan keluhan utama dan selanjutnya baru tanyakan riwayat penyakit sekarang yang
dikeluhkannya, kemudian riwayat penyakit dahulu, dan riwayat kesehatan dan penyakit dalam
keluarga.
• Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
• Pemeriksaan penunjang
- Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
- Nilai Laju Endap darah
- Perubahan nilai Leukosit
- Perubahan nilai trombosit
- Serologi
- Pemeriksaan spesimen
17
9. Diagnosis
Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis. Tetanus tidaklah mungkin apabila
terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara lengkap dan vaksin ulangan yang
sesuai telah diberikan. Sekret luka hendaknya di kultur pada kasus yang dicurigai tetanus.
Namun demikian, clostridium tetani dapat diisolasi dari luka pasien tanpa tetanus sering tidak
dapat ditemukan dari luka pasien tetanus, kultur yang positif bukan merupakan bukti bahwa
organisme tersebut menghasilkan toksin dan menyebabkan tetanus. Leukosit mungkin
meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan hasil yang normal.6
Elektromyogram mungkin menunjukkan impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau tidak
adanya interval tenang yang secara normal dijumpai setelah potensial aksi. Perubahan non
spesifik dapan dijumpai pada elektrokardiogram. Enzim otot mungkin meningkat. Kadar
antitoksi serum ≥ 0,15 u/ml dianggap protektif dan pada kadar ini tetanus tidak mungkin terjadi,
walaupun ada beberapa kasus yang terjadi pada kadar antitoksin yang protektif.6
Diagnosis Banding
Diagnosis diferensialnya mencakup kondisi lokal yang dapay menyebabkan timus, seperti
abses alveolar, keracunan striknin, reaksi obat distonika (misalnya terhadap fonotiasin dan
metoklorpramid) tetanus hipokalsemik, dan perubahan-perubahan metabolik dan neurologis pada
neonatal. Kondisi-kondisi lain yang dikacaukan dengan tetanus meliputi meningitis/ensefalis,
rabies dan proses intraabdominal akut (kerena kekakuan abdomen). Meningkatnya tonus pada
otot sentral (wajah, leher, dada, punggung, dan perut) yang tumpang tindih dengan spasme
generalisata dan tidak terlibatnya tangan dan kaki secara kuat menyokong diagnosa tetanus.6
Penyakit Meningitis
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang
melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus,
bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.
Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat,
18
baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi
pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya.
- Penyebab Penyakit Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan
dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan
kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar,
bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat
jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh)
seperti pada penderita AIDS.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :
1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis
bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).
2. Neisseria meningitidis (meningococcus).
Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis
terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk
kedalam peredaran darah.
3. Haemophilus influenzae (haemophilus).
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan
meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian
dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka
penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.
4. Listeria monocytogenes (listeria).
19
Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat
ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini
biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari
hewan lokal (peliharaan).
5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan
Mycobacterium tuberculosis.
- Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis
Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun adalah
demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan
sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya
terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak
kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri.
Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun
umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan
menyusui.
- Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis
Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa
kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik,
pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta
darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam
mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah
diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian
antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan
serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
20
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.
Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain
Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh
bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem
(meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah
yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol),
shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.
- Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin,
ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok
bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau
disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati.
Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum,
memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan
bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai
macam penyakit.
Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat
terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun
vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya
adalah ;
- Haemophilus influenzae type b (Hib)
- Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
21
- Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
- Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)
Rabies
Penyakit anjing gila (rabies) adalah suatu penyakit menular yang akut, menyerang susunan
syaraf pusat, disebabkan oleh virus rabies jenis Rhabdho virus yang dapat menyerang semua
hewan berdarah panas dan manusia. Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat
berbahaya dan ditakuti ini sangat ditakuti serta mengganggu ketentraman hidup manusia, karena
apabila sekali gejala klinis penyakit rabies timbul maka biasanya akan diakhiri dengan kematian.
Cara penularan
Virus Rabies selain terdapat di susunan syaraf pusat, juga terdapat di air liur hewan penderita
rabies. Oleh sebab itu penularan penyakit rabies pada manusia atau hewan lain melalui gigitan.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Gejala-gejala
rabies pada hewan timbul kurang lebih 2 minggu (10 hari – 8 minggu). Sedangkan pada manusia
2-3 minggu sampai 1 tahun. Masa tunas ini dapat lebih cepat atau lebih lama tergantung pada:
Dalam dan parahnya luka bekas gigitan
Lokasi luka gigitan
Banyaknya syaraf disekitar luka gigitan.
Pathogenitas dan jumlah virus yang masuk melalui gigitan.
Jumlah luka gigitan.
Hewan yang rentan dengan Rabies
Semua hewan berdarah panas rentan dengan Rabies. Penyakit Rabies secara alami terdapat pada:
Anjing
Kucing
22
Kera
Kelelawar
Karnivora Liar
Tahapan penyakit rabies
Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap).
1. Fase Prodormal: Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi
lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini
berlangsung selama 1-3 hari. Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bisa
langsung ke fase Paralisa.
2. Fase Eksitasi: Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya
dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu
terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.
3. Fase Paralisa: Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir
dengan kematian.
Tanda-tanda penyakit rabies pada hewan
Gejala penyakit dikenal dalam 3 bentuk :
1. Bentuk ganas (Furious rabies) Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5
hari setelah tanda-tanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
Hewan menjadi penakut atau menjadi galak.
Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat
menjadi agresif .
Tidak menurut perintah majikannya.
Nafsu makan hilang dan air liur meleleh tak terkendali.
23
Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya & memakan barang, benda-benda
asing seperti batu, kayu dsb.
Menyerang dan menggigit barang bergerak apa saja yang dijumpai.
Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan.
Ekor diantara 2 (dua) paha.
2. Bentuk diam (Dumb Rabies) Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.
Tanda- tanda yang sering terlihat:
Bersembunyi di temapat yang gelap dan sejuk
Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahakan sering tidak terlihat.
Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka.
Air liur keluar terus menerus (berlebihan).
Mati
3. Bentuk Asystomatis.
Tanda- tanda yang sering terlihat:
Hewan tidak menunjukkan gejala sakit.
Hewan tiba-tiba mati
Tanda-Tanda Penyakit Anjing Gila Pada Kucing
Gejala atau tanda-tanda yang terlihat hampir sama pada anjing, seperti :
Menyembunyikan diri, banyak mengeong.
Mencakar-cakar lantai, menjadi agresif.
2-4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang.
Tanda-tanda penyakit anjing gila pada hewan
24
Pada manusia yang penting diperhatikan adalah riwayat gigitan dari hewan seperti anjing,
kucing dan kera.
Dilanjutkan dengan gejala-gejala nafsu makan hilang, sakit kepala, tidak bisa tidur,
demam tinggi, mual/muntah-muntah.
Pupil mata membesar, bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan.
Adanya rasa panas (nyeri) pada tempat gigitan dan menjadi gugup.
Rasa takut yang sangat pada air, peka terhadap suara keras, cahaya dan angin/udara.
Air liur dan air mata keluar berlebihan.
Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan dan akhirnya meninggal dunia
Biasanya penderita akan meninggal 4-6 hari setelah gejala klinis atau tanda-tanda penyakit
pertama timbul.
Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gejala, bukan penyakit. Serangan epilepsi adalah penglepasan mendadak
energi listrik secara berlebihan oleh neuron dalam SSP di dalam korteks atau diensefalon yang
secara struktur normal atau berpenyakit. Penglepasan itu dapat memicu gerakan konvulsi
(kejang), intempsi sensasi, perubahan kesadaran, atau kombinasi gangguan tersebut. Serangan
dapat berasai dan berbagai faktor: metabolik, toksik, degeneratif, genetik, infeksi, neoplastik,
traumatik, atau tak diketahui.
Penggolongan serangan
Serangan epilepsi dapat digolongkan menjadi primer/idiopatik. yang penyebabnya tidak
diketahui dan sekunder/simtomatik yang penyebabnya dapat ditetapkan. Jenis serangan epilepsi
primer/idiopatik adalah umum (paling banyak) atau sebagian (parsial). Serangan umum berupa
petit mal, grand mal, mioklonik, akinetik.
25
Serangan petit mal (absence)
Serangan ini timbul pada usia 6-14 tahun. Gejalanya berupa hilangnya kesadaran disertai
bergeraknya kelopak mata, kedutan otot muka, bengong (mendadak pulih kembali). Gejala ini
dipicu oleh cahaya, aura yang berlangsung 5-30 detik dan didahului dengan kondisi
hiperventilasi. Catatan: Memasuki masa dewasa, gejala ini berkurang/hilang.
Serangan grand Mal
Serangan ini tonik-klonik. Serangan dimulai mendadak yang meliputi kehilangan kesadaran,
konvulsi otot yang tonik, individu jatuh dalam keadaan opistotonik kaku selama sesaat, mungkin
ada sianosis, diikuti kontraksi ritmik keempat ekstremitas. Fase ini dapat berlangsung cukup
lama, dan berakhir dengan melemasnya otot-otot (relaksasi). Individu juga mengalami tak
sadarkan diri selama beberapa menit; setelah radar biasanya ada amnesia, juga ada sakit kepala
dan mengantuk. Catatan: Selama serangan, dapat terjadi berkemih dan defekasi, tergigitnya
lidah, dan lain-lain.
Penutup
Tetanus merupakan penyakit yang jarang di inggris, dan dapat dicegah dengan vaksinasi.
Tetanus tetap merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Di negara-negara maju, beberapa
kasus terjadi tiap tahun pada pasien-pasien tua yang tidak diimunisasi. Mortalitas pada kasus ini
tetap tinggi. Penatalaksanaan intensif jangka panjang mungkin diperlukan, tetapi sebagian besar
terapi didasarkan pada bukti-bukti yang terbatas. Tantangan terapi utama adalah pengendalian
rigiditas dan spasme otot, terapi terhadap gangguan ototnomik dan pencegahan. Komplikasi
berkaitan dengan masa kritis berkepanjangan. Pasien yang selamat dari tetanus dapat kembali ke
fungsi normal.
Kesimpulan
26
Tetanus adalah ganguan neurologis yang ditandai dengan adanya gejala kejang opitotonus, yang
disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh bakteri
clostridium tetani.
Daftar pustaka
1. Rahim A. Lintong M. Suharjo.josodiwondo S.Buku Ajar mikrobiologi Kedokteran. Edisi
Revisi. Jakarta: FKUI; 1994.p.126-7
2. Rusepno,hasan. Husein,alantas. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 11. Jakarta: FKUI;
2007.p.568-73
3. Markum A. Buku Kumpulan Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2.Jakarta; FKUI;
2005.p.616-21
4. Nelson, waldo. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Volume 1. Jakarta: EGC;2007.p.273-7
5. Sjamsuhidayat R.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC;2007.p.21-4
27
6. Ismanoe, gatoet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-v. Jilid III. Jakarta: FKUI;
2009.p.2911-23
28