pengaruh implementasi “the seven habits...
TRANSCRIPT
PENGARUH IMPLEMENTASI “THE SEVEN HABITS STEPHEN R COVEY” (TUJUH KEBIASAAN MANUSIA YANG EFEKTIF) DALAM
UPAYA MENGEMBANGKAN ORGANISASI PADA REMAJA ISLAM MASJID AGUNG SUNDA KELAPA (RISKA)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos)
Oleh : M. Zaki Mubarok
NIM. 104053002021
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGARUH IMPLEMENTASI “THE SEVEN HABITS STEPHEN R COVEY” (TUJUH KEBIASAAN MANUSIA YANG EFEKTIF) DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN
ORGANISASI PADA REMAJA ISLAM MASJID AGUNG SUNDA KELAPA (RISKA)
100
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh M. Zaki Mubarok
NIM: 104053002021
Pembimbing,
Noor Bekti Negoro, SE. STP. M,Si. NIP: 150293230
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENGARUH IMPLEMENTASI “THE SEVEN HABITS STEPHEN R COVEY” (TUJUH KEBIASAAN MANUSIA YANG EFEKTIF) DALAM UPAYA
101
MENGEMBANGKAN ORGANISASI PADA REMAJA ISLAM MASJID AGUNG SUNDA KELAPA (RISKA) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) pada Program Studi Manajemen Dakwah.
Jakarta, 25 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap anggota, Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Study Rizal LK, MA Drs. Cecep Castrawijaya, MA NIP:150262876 NIP: 150287029
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA Drs Sugiharto, MA NIP: 150270815 NIP: 150277690
Pembimbing,
Noor Bekti Negoro, SE. STP. M,Si. NIP:150293230
102
ABSTRAK
M. Zaki Mubarok Pengaruh Implementasi “The Seven Habits Stephen R Covey” (Tujuh Kebiasaan Manusia Yang Efektif) dalam Upaya Mengembangkan Organisasi pada Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (Riska)
The seven habits Stephen R Covey (tujuh kebiasaan manusia yang efektif) adalah buku yang membahas mengenai motivasi untuk dapat hidup lebih baik melalui tujuh kebiasaan yang sering kali kita lakukan yaitu proaktif, merujuk pada tujuan akhir, dahulukan yang utama, berpikir menang/menang, berusaha mengerti baru dimengerti, wujudkan sinergi, asahlah gergaji. Dalam hal ini RISKA berusaha untuk mengimplementasikan ketujuh kebiasaan tersebut dalam mengembangkan organisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana pengaruh implementasi the seven habits yang telah diterapkan oleh remaja RISKA dalam upaya mengembangkan organisasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan cara ketika nilai realita semakin mendekati nilai ideal, maka organisasi tersebut telah menerapkan tujuh kebiasaan yang di utarakan oleh Stephen R. Covey. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 responden yang dilakukan terhadap remaja masjid RISKA dengan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan yang bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa organisasi RISKA belum sepenuhnya mengimplementasiakan tujuh kebiasaan yang tercantum dalam buku tersebut, walaupun ada variabel yang sudah diterapkan. Terutama untuk variabel Pro aktif yang memilki nilai terbesar karena menurut hasil penelitian variabel tersebut memiliki nilai realita yang hampir mendekati nilai ideal. Sedangkan variabel merujuk pada tujuan akhir memiliki nilai terendah, karena nilai realita mempunyai selisih nilai yang cukup jauh dengan nilai ideal.
103
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam, Rabb yang maha pengasih
dan penyayang, sehingga atas karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan baik.
Sholawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada khoirul basyar, sang pemimpin
umat dari dunia sampai ahkirat panutan umat dari hidup sampai akhir hayat, dialah Nabi besar
Muhammad SAW.
Subhanallah wal hamdulillah…Hanya karena bimbinganNya lah penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, walaupun sangat disadari banyak terdapat kekurangan dan sangat
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi besar harapan semoga banyak manfaat yang terdapat pada
skripsi ini bagi orang lain khususnya bagi penulis. Karena itu kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak sangat diharapkan agar dapat tercapainya penysunan skripsi yang lebih
bermanfaat.
Tak lupa pula, penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung terselesaikannya penyusunan skripsi ini, diantaranya kepada :
1. Ibunda Hj. Sumiati dan Ayahanda H. Chaerudin yang telah mencurahkan semua perhatian
dan cinta kasihnya selama ini, masukan dan arahannya sungguh bijak sehingga mereka
dapat menjadi inspirator utama dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Murodi, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban MA, sebagai Ketua Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
sekaligus sebagai bapak yang sangat arif ketika berkonsultasi, terima kasih juga atas
104
masukan dan idenya ketika penulis menjadi pengurus BEM. Dan juga Drs Cecep
Sastawijaya MA, selaku sekretaris jurusan Manajemen Dakwah (MD).
4. Noor Bekti Negoro M,Si., orang yang paling dekat dengan penulis karena sebagai dosen
pembimbing, beliau sudah sangat bijaksana dalam memberikan bimbingan, teima kasih
banyak atas semua arahan dan masukannya, semoga amal baik bapak senantiasa mendapat
pahala yang berlimpah dari Allah SWT.
5. Tak lupa ucapan terima kasih dihaturkan kepada seluruh Staf Perpustakaan, baik
Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas.
6. Andhika, selaku ketua Remaja Islam Masjid Sunda Kelapa (RISKA), dan teman-teman
yang ada di RISKA terima kasih telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
melakukan penelitian dan juga atas kesediaannya untuk diwawancarai oleh penulis ditengah
kesibukannya.
7. Teman-temanku dirumah yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini,
Abdul Gonjet, kang ucup, mas Aman dll, terima kasih atas semuanya.
8. Teman-teman MD A dan B angakatan 2004, Ojek, Jayus, Dini imut, Icha, dkk yang
laiannya, special untuk “Tonx-tonx Group” (Fatur, Ajie, Ayi) mohon maaf lahir batin kalau
selama kita bersahabat banyak khilaf dan dosa yang telah dilakukan, semoga kelak kita
akan menjadi orang yang lebih baik lagi.
9. Teman-temen MD A&B angkatan dari angkatan 2005-2007, Rian, Thamren, Adhe, Evi,
Jay, Merliza dkk terima kasih temen-temen sudah jadi motivator penulis dalam
berorganisasi selama ini.
10. Teman-teman seperjuangan di BEM J dan BEM F, Tyas, santi, kiki, deby dkk.
105
11. Sa’idatul Awaliyah , tempat penulis bersandar ketika suka maupun duka, terima kasih atas
perhatian dan motivasinya selama ini.
12. Yang paling ku nanti, ucapan terima kasih dan mohon maaf lahir bathin buat teman-teman
Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) ESQ 165, Firna, Githa, Isty, Ilung,
Wawan,Fadhel, Rosy, Ficky dan teman-teman yang lain kalian adalah sahabat tanpa celah
yang aku pernah miliki.
Semoga segala usaha, bantuan, pengorbanan, doa dan harapan kita semua, senatiasa
mendapatkan pahala setimpal dari Allah SWT, dan semua angan dan cita-cita dapat tercapai
sempurna. Amin.
Jakarta, Juni 2008
Penulis
106
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI ..............................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................... 6 D. Metodologi Penelitian ............................................................ 7 E. Subyek dan Obyek Penelitian................................................. 8 F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 9 G. Variabel Penelitian ................................................................. 10 H. Definisi Perasional Variabel................................................... 10 I Teknik Analisa Data ............................................................... 18 J. Tinjauan Pustaka .................................................................... 19 K Sistematika Penulisan............................................................. 20
BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori The Seven Habits .......................................................... 22
1. Pro Aktif ........................................................................... 25 2. Merujuk Pada Tujuan Akhir ............................................. 31 3. Dahulukan yang Utama .................................................... 33 4. Berpikir Menang............................................................... 36 5. Berusaha Mengerti Baru Dimengerti................................ 38 6. Wujudkan Sinergi ............................................................. 41 7. Asahlah Gergaji ................................................................ 44
B. Organisasi dan Pengembangannya ......................................... 47 C. Strategi Kemengangan Organisasi ......................................... 51 D. Pengertian Remaja Masjid...................................................... 52
1. Pengertian Remaja............................................................ 52 2. Pengertian Masjid............................................................. 56 3. Pengertian Remaja Masjid................................................ 56
BAB III Gambaran Umum Obyek Penelitian A. Sejarah Berdirinya .................................................................. 59 B. Tujuan Didirikannya............................................................... 61 C. Visi dan Misi .......................................................................... 62 D. Program Kegiatan Reguler ..................................................... 62 E. Program Kegiatan Tidak Tetap .............................................. 65
BAB IV PENGARUH IMPLEMENTASI THE SEVEN HABITS DALAM UPAYA
MENGEMBANGKAN ORGANISASI RISKA....................... 66 A. Deskripsi karakteristik Responden ......................................... 66 B. Deskripsi kuesioner ................................................................ 67 C. Pengaruh Implementasi The Seven Habits pada RISKA ....... 83
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................... 88
107
B. Saran-saran............................................................................88 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
108
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Profil Responden Pandangan tentang buku The Seven Habits Lampiran 2-8 Perhitungan Respon RISKA terhadap implementasi The Seven Habits (Hal ideal yang harus dilaksanakan) Lampiran 9-15 Perhitungan Respon RISKA terhadap implementasi The Seven Habits (Realita yang terjadi di organisasi) Lampiran 16 Rekapitulasi skor rata-rata variabel respon RISKA terhadap pengimplementasian The Seven Habits dalam mengembangkan organisasi (Hal ideal yang harus dilaksanakan) Lampiran 17 Rekapitulasi skor rata-rata variabel respon RISKA terhadap pengimplementasian The Seven Habits dalam mengembangkan organisasi (Realita yang terjadi)
109
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara..................................................................................... Struktur Organisasi .................................................................................. Brosur ...................................................................................................... Lampiran 2 Daftar Kuesioner ..................................................................................... Data Mentah Jawaban Responden Uji Instrumen ................................... Output SPSS 13.0 Uji Instrumen............................................................. Data Sampel Responden Penelitian......................................................... Data Mentah Jawaban Responden Penelitian.......................................... Data Responden Penelitian...................................................................... Output SPSS 13.0 Regression ................................................................. Olah Data Uji Elastisitas ......................................................................... Lampiran 3 Surat Penelitian........................................................................................ Surat Bimbingan...................................................................................... Surat Keterangan .....................................................................................
110
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Masjid adalah lembaga pembinaan masyarakat Islam yang didirikan di atas dasar
takwa dan berfungsi mensucikan masyarakat Islam yang dibina di dalamnya. Sedemikian
pentingnya lembaga masjid, sehingga Nabi Muhammad SAW menjadikan program pertama
yang beliau kerjakan takkala beliau mampir di desa Quba, dalam hijrahnya dari Mekkah ke
Madinah, adalah mendirikan Masjid Quba. Setibanya di Madinah beliau bukan membangun
rumah untuk diri dan keluarganya, juga bukan sarana untuk kaum muhajirin, melainkan
membangun masjid, yaitu Masjid Nabawi. Penomorsatuan mendirikan masjid itu tak lain
karena sebagaimana belakangan terbukti lembaga masjid menjadi pusat pemerintahan
Islam. Semua masalah, dari ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga persolaan
kemiliteran, dipecahkan di dalam lembaga masjid1
Masjid terambil dari bahasa Arab Sajada yang berarti tempat sujud atau tempat
menyembah Allah SWT, secara teoritis konseptual, masjid adalah pusat kebudayaan Islam.
Dari tempat suci inilah, syiar keislaman yang meliputi aspek duniawi dan ukhrowi,
material-spiritual dimulai. Berbagai catatan sejarah telah menorehkan dengan baik
mengenai kegemilangan peradaban Islam yang secara langsung disebabkan tempat jasmani,
ruhani dan intelektual di pusat peradaban, yaitu Masjid.
Sayangnya, banyak masjid yang masih memfungsikan masjid sebagai ritual ansich.
Tidak menjadikan masjid sebagaimana mestinya berdasarkan kilasan sejarah tersebut.
Untuk itu, para pengelola masjid hendaknya berfikir dan menginventarisasikan bagaimana
bisa mencari solusi gejolak terpaan problematika jama’ah masjid. Tentu, hal ini akan
1 Moh E Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta : Gema Insani Pres, 1996) Cet 1, hal 141
111
menjadi mimpi belaka saat mengelola masjid tanpa diiringi dengan manajemen yang
professional. Masjid tidak hanya dipandang sebagai suatu bangunan yang megah semata,
namun perlu untuk dimakmurkan oleh seluruh komponen pengelola, dan jama’ah agar
terlaksana Izzul Islam Walmuslimin
Mayoritas penduduk di Indonesia adalah umat Islam, apabila jumlah masjid yang ada
di Indonesia benar-benar difungsikan sebagai ta’mir dengan baik maka dalam waktu yang
tidak lama salah satunya yaitu akan mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan akibat krisis
multidimensional yang sudah diderita beberapa tahun belakangan ini. Kerena fungsi masjid
salah satunya adalah memberikan pembinaan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk
soal ekonomi. Mengingat fungsi masjid yang sebenarnya adalah dapat terciptanya kesatuan
umat dalam rangka meningkatkan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, kecerdasan umat
dan tercapainya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah SWT. Untuk mencapai
tujuan itu diperlukan usaha pengembangan pola idarah (manajemen), imarah (pengelolaan)
dan ri’ayah (pengelolaan fisik)
Secara keseluruhan sampai saat ini diperkirakan telah terbangun tidak kurang dari
500.000 masjid di seluruh tanah air dengan berbagai bentuk gaya dan arsitektur dan ukuran
yang sangat beragam. Hal ini mengindikasikan semangat membangun masjid di tanah air
cukup tinggi. Hampir diseluruh lingkungan perumahan tidak terkecuali lingkungan
perumahan sederhana tidak ada yang tidak tersentuh oleh pembangunan masjid.
Tetapi ternyata semangat membangun masjid tidak diiringi dengan semangat
memakmurkannya. Hal ini terlihat tidak sedikit masjid yang sunyi dari kegiatan; Masjid
dilingkungan kantor misalnya hanya berfungsi seminngu sekali untuk shalat Jum’at atau
hanya untuk shalat Zuhur dan Ashar berjama’ah. Ataupun banyak masjid yang ramai hanya
pada pelaksanaan shalat Maghrib atau Isya saja, bahkan tidak sedikit kita temukan banyak
112
masjid yang ditinggalkan jamaahnya karena kotor, tempat wudhu dan WC-nya tidak
terpelihara. 2
Keberadaan remaja masjid sudah sepatutnya mendapat perhatian pengurus masjid,
karena itu dewasa ini banyak sekali remaja yang membentuk organisasi yang
mengatasnamakan diri mereka sebagai remaja masjid, sebagai bentuk perhatian mereka
terhadap perkembangan dan kemakmuran masjid, baik dilihat dari fisik masjid maupun dari
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pengurus masjid. Remaja masjid merupakan
calon dan kader pemimpin atau ahli waris kepemimpinan masjid. Mereka juga pendamping
aktif pengurus masjid dalam melaksanakan tugas dan kegiatan-kegiatannya.
Remaja masjid, sebagai bagian dari remaja pada umumnya, dewasa ini berhadapan
dengan berbagai problem remaja yang muncul di dalam masyarakat. Ada kenakalan remaja,
perkelahian pelajar, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang, pergaulan bebas, dan
sebagainya. Keadaan ini membuat resah dan gelisah para orang tua dan masyarakat. Jika
keadaan ini berlarut, akan timbul kerusakan dalam masyarakat. Masa depan para remaja itu
sendiri rusak, juga masa depan bangsa, negara dan agama.
Organisasi remaja masjid banyak digemari para remaja atau pemuda yang jiwa dan
hatinya gandrung meningkatkan aktivitas agamanya lewat masjid. Generasi muda Islam,
baik remaja putra maupun putri, belakangan ini berbondong-bondong memasuki organisasi.
Di dalam wadah itu mereka mendapatkan sejumlah manfaat: bertambahnya wawasan
keagamaan, wawasan ilmu keislaman, memperbanyak kawan seiman dan seperjuangan,
mempererat rasa ukhwah islamiyah yang tidak akan mereka dapatkan dari organisasi lain
Salah satu organisasi remaja masjid yang berada dilingkungan Jakarta adalah Remaja
Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (RISKA). Organisasi ini bertujuan untuk membina
kehidupan beragama di kalangan remaja, kehidupan yang jauh dari glamour kehidupan
pemuda pada zaman sekarang yang lebih cenderung terhadap hal-hal yang bersifat Fun atau
2 Nana Rukmana, Masjid dan Dakwah, (Jakarta :Al-Mawardi Prima 1996 ) cet 1, hal 2
113
hiburan semata, organisasi ini mengenalkan kita untuk lebih mendalami ajaran-ajaran
agama, disana juga terdapat program studi Islam untuk berbagai golongan, mulai dari SMP,
SMU, Universitas sampai professional muda dan karyawan. Program organisasi ini adalah
program kegiatan regular yang diadakan oleh beberapa divisi yang ada pada organisasi
tersebut.3
Terkait dengan hal di atas, penulis pernah membaca sebuah buku yang sangat bagus
mengenai tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif guna mencapai suatu kesuksesan
bagi diri pribadi maupun organisasi. Buku tersebut berjudul The Seven Habits of Highly
Efevtive People ( tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif ), karangan Stephen R.
Covey. Kemudian penulis mencoba untuk menkorelasikan antara tujuh kebiasaan tersebut
dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Remaja Islam Masjid Agung
Sunda Kelapa (RISKA)
The Seven Habits mengajarkan organisasi pemuda masjid untuk menemukan
panggilan jiwa dan hidup penuh dengan kebanggaan maupun gairah yang luar biasa sebagai
pengelola organisi remaja masjid, tidak sebaliknya merasa malu dan close minded. Sebagai
pengurus sebuah organisasi, hendaknya setiap pengurus organisasi masjid senantiasa
memperbaiki kinerja, sebab kesuksesan seseorang atau lembaga apapun termasuk masjid
yaitu menjaga trust (kepercayaan).
The Seven Habits juga mampu memberikan inspirasi setiap pengurus organisasi
menggapai kepuasan untuk bekerja, membangkitkan entrepreneurship anggota organisasi
agar ekonomi umat kian membaik.4 Eksistensi entrepreneurship sangat diperlukan setidak-
tidaknya untuk meminimalisasikan tingkat kriminalitas di lingkungan organisasi
Tujuh kebiasaan yang dimaksud diatas adalah Proaktif (be proaktif), Merujuk pada
tujuan akhir (begin with the end in mind), Dahulukan yang utama (Put first things first),
3 Brosur pendaftaran anggota RISKA tahun 2008
4 Muhammad Zein, Jurnal Manajemen Kemasjidan (Jakarta, Dewan Masjid Indonesia Provinsi DKI Jakarta) Hal 26
114
Berfikir menang (think win-win), berusaha mengerti terlebih dahulu baru minta difahami
(seek first to understand than to be understood), Wujudkan Sinergi (synergize), dan
Mengasah gergaji (Sharpen the saw).5
Sehubungan dengan itu, penulis mempunyai keinginan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh implementasi The Seven Habits yang telah diterapkan oleh remaja RISKA dalam
upaya mengembangkan organisasi yang akan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah
(skripsi).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi masalah yang
akan dibahas hanya tentang Implementasi The Seven Habits pada organisasi RISKA.
2. Perumusan Masalah
Dan berdasarkan pembatasan masalah diatas maka masalah pokok yang akan
diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai:
a. Kebiasaan apa saja dari The Seven Habits yang dapat diiplimentasikan oleh
RISKA dalam upaya mengembangkan organisasi.
b. Apakah implementasi The Seven Habits dapat berpengaruh dalam upaya
mengembangkan organisasi RISKA ?
A. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh implementasi The Seven Habits pada organisasi
RISKA.
b. Untuk mengetahui pengaruh implementasi The Seven Habits dalam upaya
mengembangkan organisasi RISKA. .
5 Stephen R Covey, The Seven Habits of Highly Effective People (Jakarta, Binarupa Aksara, Bahasa Indonesia, edisi Revisi) Hal xv
115
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
A. Manfaat Akademis.
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam upaya
pengembangan organisasi RISKA dengan mengimplementasikan The Seven
Habits
2. Untuk dapat menembah khazanah keilmuan organisasi Remeja Islam yang
sudah ada
3. Dapat merubah keadaan menjadi lebih baik bagi objek yang bersangkutan dan
juga bagi penulis.
B. Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan masukan (input) bagi pihak RISKA dalam rangka
mengembangkan organisasi.
2. Memberikan sebuah kontribusi dibidang motivasi melalui penerapan The Seven
Habits dalam mengembangkan organisasi.
3. Dapat dijadikan acuan dalam agar para pengurus dapat lebih kreatif dan inovatif
dalam membangkitkan semangat berorganisasi.
D. Metodologi penelitian
1. Pendekatan dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,
pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan, meramalkan dan atau mengontrol
fenomena sosial melalui pengukuran objektif dan analisis numerik atau analisis terhadap
variasi angka-angka.6
6 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet ke-23, h. 31.
116
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
survei, yaitu penulisan yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengukuran data yang pokok.7
Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis
yaitu metode yang berusaha mencari gambaran menyeluruh tentang data, fakta, peristiwa
yang sebenarnya mengenai objek penelitian.8
2. Waktu dan tempat penelitian.
1. Waktu penelitian.
Waktu penelitian skripsi ini akan dilaksanakan Mei 2008 sampai Juni 2008
2. Tempat penelitian
Tempat penalitian skrisi ini akan dilaksanakan di kantor RISKA yang
beramat di JL. Taman Sunda Kelapa NO 16 Menteng Jakarta Pusat, Telepon (021)
31905839.
3. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.
Dalam penulisan skrisi ini penulis menggunakan Teknik pemeriksaan keabsahan
data dengan menggunakan ketekunan/keajegan pengamatan, yaitu mencari secara
konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang
konstan atau tentative9 tehadap Organisassi RISKA dalam menguraikan secara rinci
tentang Implementasi The Seven Habits dalam berorganisasi.
4. Metode Pengumpulan Data
A. Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah meliputi :
1. Implementasi The Seven Habits pada organisasi RISKA.
2. Motivasi untuk mengembangkan organisasi.
B. Variabel Penelitian
7 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1995), Cet ke-2, h. 3. 8 J. Vrendenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1980), h.34. 9 Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kuantitatif h. 329.
117
Berdasarkan kerangka teori dalam penelitian ini maka penelitian tentang
hubungan antara implementasi The Seven Habits dengan motivasi pengembangan
organisasi, maka peneliti menetapkan dua variabel yaitu variabel terpengaruh
dalam penelitian adalah motivasi pengembangan organisasi, dan variabel
pengaruh dalam penelitian adalah implementasi The Seven Habits dalam
organisasi RISKA.
C. Definisi Operasional Varibel (merujuk pada buku The Seven Habits of Highly Effective
People karangan Stephen R Covey)10
1. Proaktif
kata ini lebih dari pada hanya sekedar mengambil inisiatif. Kata ini berarti
bahwa sebagai manusia kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri.
Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan kita, bukan kondisi kita. Kita dapat
menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunyai inisiatif dan
tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi.
Indikator :
a. Mengambil inisiatif.
Sifat dasar kita adalah bertindak dan bukan menjadi sasaran
tindakan. Menuntut seseorang untuk bertangung jawab tidaklah
merendahkan dirinya; malah menguatkannya. Proaktivitas adalah bagian
dari sifat manusia, dan walaupun otot-otot proaktif mungkin tidur, namun
otot-otot ini ada.
b. Bertindak atau menjadi sasaran tindakan.
Perbedaan antara orang yang memilki inisiatif dan yang tidak sama
seperti antara perbedaan siang dan malam. Dibutuhkan inisiatif untuk
10 Stephen R Covey, The Seven Habits of Highly Effective People (Jakarta, Binarupa Aksara, Bahasa Indonesia, edisi Revisi) Hal 55
118
mengembangkan teori The Seven Habits ini. Sewaktu anda mempelajari
keenam kebiasaan lain, anda akan melihat bahwa masing-masing
tergantung pada perkembangan otot-otot proaktivitas anda. Masing-masing
menuntut tanggung jawab anda untuk bertindak.
c. Mendengarkan Bahasa Kita.
Karena sikap dan perilaku kita mengalir dari paradigma kita, jika kita
menggunakan kesadaran diri kita untuk memeriksa sikap dan perilaku
tersebut, kita sering dapat melihat sifat dari peta yang mendasari kita.
Sebagai contoh bahasa kita adalah indikator yang sangat riil mengenai
tingkatan kita memandang diri kita sebagai orang yang proaktif.
Bahasa orang yang reaktif melepaskan mereka dari tanggung jawab
“Itulah saya. Memang begitulah saya.” Saya sudah ditakdirkan begitu.
Tidak ada yang saya lakukan dengannya.
2. Merujuk Pada Tujuan Akhir
Merujuk pada tujuan akhir berarti memulai dengan pengertian yang jelas
tentang tujuan anda. Hal ini berarti mengetahui kemana anda akan pergi
sehingga anda mengerti dimana anda berada sekarang dan dengan begitu anda
tahu bahwa langkah-langkah yang anda ambil selalu berada pada arah yang
benar.
Indikator :
a. Pernyataan isi pribadi
Cara paling efektif untuk mulai merujuk tujuan akhir adalah
dengan mengembangkan pernyataan misi pribadi atau filosofi atau
syahadat. Pernyataan ini berfokus pada ingin menjadi apakah anda
(karakter) dan apakah yang anda ingin lakukan (kontribusi dan
119
pencapaian) serta pada nilai atau prinsip yang menjadi dasar untuk
menjadi dan melakukan sesuatu.
b. Berpusat pada Kerja
Orang yang berpusat pada kerja mungkin menjadi “pecandu kerja”
mendorong diri mereka untuk berproduksi dengan mengorbankan
kesehatan, hubungan, dan bidang-bidang penting lain dari kehidupan
mereka.
c. Berpusat pada Prinsip
Dengan memusatkan kehidupan kita pada prinsip yang benar, kita
menciptakan pondasi yang kokoh untuk pengembangan keempat faktor
penunjang kehidupan.
Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar, kebenaran
klasik, denominator yang generik. Prinsip adalah benang-benang yang
ditenun rapat dengan ketepatan, konsistensi, keindahan, dan kekuatan
melalui struktur kehidupan.
3. Dahulukan Yang Utama
Kebiasaan ketiga adalah ciptaan kedua, ciptaan fisik. Kebiasaan ini adalah
pemenuhan, aktualisasi, kemunculan wajar dari kebiasaan 1 dan 2. Ia
merupakan latihan kehendak bebas yang berpusat pada prinsip. Ia merupakan
pelaksanaan hari demi hari, saat demi saat.
Kebiasaan 1 dan 2 penting dan merupakan prasyarat untuk kebiasaan 3.
Anda tidak dapat berpusat pada prinsip tanpa terlebih dahulu sadar dan
mengembangkan sikap proaktif anda.
Indikator :
a. Fleksibilitas
120
Alat perencanaan anda harus menjadi pelayan anda, tidak pernah
menjadi majikan anda. Karena harus bekerja untuk anda, alat itu harus
disesuaikan dengan gaya anda, kebutuhan anda, cara-cara khusus anda.
b. Melakukan Hal-hal sepele
Kebaikan dan sopan santun yang kecil-kecilan begitu penting.
Ketidak sopanan kecil, kekerasan kecil, bentuk ketiadaan respek yang kecil
menyebabkan penarikan besar-besaran. Dalam suatu hubungan, hal yang
kecil adalah hal yang besar.
c. Memenuhi komitmen
Memenuhi komitmen atau janji adalah deposito besar, melanggar
janji adalah penarikan yang besar. Sebenarnya barangkali tidak ada
penarikan yang lebih besar dibandingkan membuat janji yang penting bagi
seseorang dan kemudian tidak memenuhinya. Kali berikutnya suatu janji
dibuat, orang tidak akan percaya. Orang cenderung membangun harapan
mereka disekitar janji, khususnya janji tentang mata pencarian mereka.
d. Menjelaskan Harapan
Bayangkan kesulitan yang mungkin anda temui jika anda dan bos
anda mempunyai asumsi yang berbeda sehubungan dengan peran siapakah
yang menyusun uraian pekerjaan anda.
4. Berfikir Menang / Menang
Menang/menang bukanlah Teknik melainkan filosofi total interaksi
manusia. Sebenarnya, ini merupakan salah satu dari enam paradigma interaksi.
Paradigma alternatifnya adalah menang/kalah, kalah/menang, kalah/kalah,
menang, dan menang/menang atau tidak sama sekali.
Satu alternatif lain yang lazim adalah berfikir menang. Orang dengan
mentalitas menang tisdak harus menginginkan orang lain kalah. Hal itu tidak
121
relevan. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Jika tidak ada pengertian kontes atau kompetisi, menang mungkin merupakan
pendekatan paling lazim dalam negosiasi sehari-hari. Orang dengan mentalitas
menang berfikir dalam pengertian mengamankan tujuannya sendiri dan
menyrahkan kepada orang lain untuk mengamankan tujuan mereka.
Indikator :
a. Mendahulukan Sistem
Menang/menang hanya dapat bertahan didalam organisasi jika
system organisasi tersebut mendukungnya. Jika anda berbicara
menang/menang tapi memberi ganjaran untuk menang/kalah maka yang
ada ditangan anda adalah program yang gagal.
b. Proses
Tidak ada cara untuk mencapai tujuan menang/menang dengan
sarana menang/kalah atau kalah/menang. Anda tidak dapat mengatakan,
“anda akan berfikir menang/menang entah anda ssuka atau tidak.” Maka,
pertanyaannya menjadi bagaimana tiba pada solusi menang/menang.
5. Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu Baru Dimengerti
Dalam hal ini, ,kita diharapkan untuk dapat memahami kondisi seseoarang
terlebih dahulu, jangan terlalu cepat dalam mengambil sebuah pemahaman,
atau jangan terlalu cepat mendiagnosa sesuatu sebelum kita memeriksanya
terlebih dahulu, setelah pemeriksaan selesasi barulah kita dapat menyimpulkan
sesuatunya.
Indikator :
a. Mendengarkan empatik.
122
Terkadanag kita dipenuhi dengan kebenaran kita sendiri, autobiografi
kita sendiri, kita ingin dimengerti. Percakaoan kita menjadi monolog
kolektif, dan kita tidak pernah benar-benar mengerti apa yang sedang
berlangsung dalam diri orang lain. Hal ini adalah suatu kesalahan besar,
karena belum tentu perkataan kita lebih baik dari perkataan orang lain,
karena itu kita harus mendengarkan perkataan orang lain dengan empatik.
b. Buatlah Diagnosis sebelum membuat resep.
Walaupun mengandung resiko dan sulit, berusaha untuk mengerti,
atau mendiagnosa sebelum anda membuat resep, adalah prinsip yang benar
yang dimanifestasikan di banyak bidang kehidupan. Ini adalah ciri dari
semua professional sejati. Ia penting sekali bagi ahli kacamata, juga
penting sekali bagi dokter. Anda tidak akan percaya sedikit pun kepada
resep dokter jika anda tidak percaya akan diagnosanya.
6. Wujudkan Sinergi
Sinergi berarti hubungan antar bagian dimana nagian-bagian itu
merupakan bagian di dalam dan dari hubungan itu sendiri. Sinergi berfungsi
katalisator, menyatukan, dan melepaskan kekuatan terbesar dalam diri
manusia.
Indikator :
a. Komunikasi Sinergistik
Ketika anda benar-benar berkomunikasi secara sinergistik, anda
benar-benar membuka pikiran, hati dan ekspresi anda kepada
kemungkinan baru, alternative baru, pilihan baru. Anda memulai
keyajkinan bahwa pihak-pihak yang terlibat akan memperoleh lebih
123
banyak wawasan, dikarenakan adanya sinergi antar masing-masing
individu.
b. Menghargai Perbedaan
Menghargai perbedaan adalah intisari dari sinergi- perbedaan
mental, emosional, psikologis antar orang. Dan kunci menghargai
perbedaan itu adalah dengan menyadari bahwa semua oreang melihat
dunia, tidak sebagaiman adanya, tetapi sebagaimana mereka
c. Memancing untuk mendapatkan alternatif ketiga.
Budhisme menyebut hal inio sebagai “jalan tengah.” Tengah
dalam artian ketika dalam situasi yang sulit untuk mencari jalan keluar
suatu masalah, kita dapat mencari alternatif ketiga dikarenakan adanya
sinergi yang kita timbulkan antar individu.
7. Asahlah Gergaji
Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan aset terbesar yang anda
miliki, yaitu diri anda. Kebiasaan ini adalah pusat sumber dari semua
kebiasaan, karena ini adalah mengenai diri kita sendiri untuk dapat
mneningkatkan kemampuan, baik dengan diri sendiri ataupun dengan orang
lain.
Inilah satu investasi penting yang dapat kita buat dalam hidup-investasi
bagi diri kita sendiri, bagi satu-satunya instrumen yang kita milki yang
dengannya kita menghadapi hidup dan memberikan kontribusi.
Indikator :
a. Dimensi Fisik
124
Dimensi fisik meliputi pemeliharaan fisik kita secara efektif,
memakan jenis makanan yang tepat, mendapatkan istirahat dan relaksasi
yang memadai, dan berolahraga secara teratur.
Program Olahraga yang baik adalah program yang dapat anda
kerjakan di rumah annda sendiri dan program yang akan membangun
tubuh anda pada tiga bidang: daya tahan tubuh, kelenturan, dan kekuatan..
b. Dimensi Spiritual
Dimensi Spiritual adalah inti anda, pusat anda, komitmen anda pada
sisitem nilai anda. Daerah yang amat pribadi dari kehidupan dan sangat
penting. Dimensi ini memanfaatkan sumber yang mengilhami dan
mengangkat semangat anda dan mengikat anda pada kebenaran tanpa batas
waktu mengenai semua humanitas. Dan orang melakukannya dengan cara
yang sangat berbeda.
c. Dimensi Mental
Sebagian besar dari perkembangan mental dan disiplin studi kita
berasal dari pendidikan formal. Tapi segera sesudah kita meninggalkan
disiplin eksternal sekolah, banyak dari kita membiarkan otak kita terhenti
pertumbuhannya. Kita tidak lagi membaca serius dan menulis dengan
kritis akan tetapi waktu kita lebih dihabiskan dengan hal-hal yang tidak
bermanfaat.
Metode pengumpulan data juga dapat meliputi :
a. Dokumentasi adalah data-data yang mengenai hal-hal atau fariabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan
125
sebagainya,11 pada subyek penelitian yaitu Organisasi Remaja Islam
Masjid Agung Sunda Kelapa (RISKA).
b. Wawancara, yakni penulis memperoleh keterangan dengan Tanya
jawab sambil bertatap muka antara sipenenya dan penjawab, atau
responden yang menggunakan alat yang dinamakan interview Guide
(panduan wawancara). Dalam penelitian ini, penulis melakukan
wawancara dengan pengurus Remaja Islam Masjid Agung Sunda
Kelapa (RISKA)
c. Observasi yaitu pengamatan langsung, yakni pengumpulan data
dimana penyelidik mengadakan pengamatan langsung terhadap
gejala dan objek yang diteliti12. Dalam penelitian ini, penulis
melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yaitu
Remaja Islam Masid Agung Sunda Kelapa (RISKA)
8. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang data-data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini subjek penelitian
adalah para pengurus dan pengelola Organisasi Remaja Islam Masjid
Agung Sunda Kelapa (RISKA)
b. Objek Penelitian
11 . Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), Edisi Revisi II, Hal 202.
12 . Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, ( Bandung: Tarsito, 1980). Hal 102
126
Adapun objek peneliian yaitu Organisasi Remaja Islam Masjid
Agung Sunda Kelapa (RISKA) yang terletak di jalan Taman Sunda Kelapa
NO 16 Menteng Jakarta Pusat, Telepon (021) 31905839.
c. Teknik Analisa Data
Teknik penulisan skripsi ini adalah dengan metode kuantitatif.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya ialah data
untuk kemudian dianalisa sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian, setelah itu disajikan dalam laporan ilmiah.13
Metode analisa dalam penelitian ini deskriptif, terhadap data berupa
informasi, uraian dalam bentuk bahasa, kemuadian dikaitkan dengan data
sehingga memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran
yang sudah ada dan sebaiknya bila dibandingkan dengan teori yang ada.
Adapun rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Keterangan:
X = Rata-Rata Variabel X
fiX∑ = Jumlah Hasil Data Responden Variabel X
f∑ i = Jumlah Responden
Adapun pedaoman yang disajikan sandaran penulis dalam penulisan
skripsi ini adalah buku pedoman penulisan skripsi, Tesis, dan disetasi UIN
13 Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kuantitatif h. 330
fifiXX
∑∑
=
127
Syarif Hidatullah Jakarta, terbitan UIN Jakarta Press,2002. dan buku
pegangan Metodologi penelitian kuantitatif yang ditulis oleh Prof. Dr.
Lexy J Moelang, MA.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak mengambil referensi dari skripsi-skripsi
terdahulu, karena sepengatahuan penulis khususnya yang menulis tentang The Seven Habits
itu belum ada, tetapi ada beberapa Skripsi terdahulu yang membahas mengenai proses
pengembangan organisasi yang ada di Masjid, diantaranya mengenai manajemen organisasi
Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (RISKA). Kemudian penulis ingin mengetahui
sejauh mana pengaruh implementasi The Seven Habits pada RISKA, penulis sangat tertarik
dalam membaca buku tersebut karena mencakup hal-hal yang bersifat kebiasaan kita dalam
sehari-hari, Covey menyajikan hidangan tujuh porsi tentang bagaimana mengendalikan
kehidupan seseorang dan menjadi orang yang lengkap dan puas seperti yang diimpikannya,
Buku ini adalah buku yang menerapkan langkah demi langkah yang memuaskan dan
eneergetic dan dapat diterapkan untuk perkembangan pribadi dan organisasi.
Selain dari buku tersebut penulis juga mengambil referensi dari buku-buku mengenai
perkembangan remaja, kemudian dikaitkan dengan manajemen organisasi terutama
mengenai manajemen masjid.
F. Sistimatika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis berusaha ,membuat
sistimatika dangan jalan membuat pengelompokan berdasarkan kesamaan dan hubungan
masalah yang ada.
Skripsi ini terdiri dari lima bab:
128
Bab I : Merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini penulis menguraikan masalah
tehnik penulisan yang berisikan pemilihan latar belakang masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
Bab II : Tinjauan teoritis The Seven Habits Stephen R Covey
dalam implementasinya dalam mengembangkan sebuah organisasai,
konsep pengembangan organisasi meliputi, pengertian organisasi, fungsi
organisasi, teori-teori mengenai organisasi dan juga Teori mengenai The
Seven Habits Stephen R Covey dalam implementasinya pada Organisasi
Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (RISKA) , mulai Dari hal yang
pertama yaitu Proaktif, Merujuk pada Tujuan Akhir, Dahulukan yang
Utama, Berfikir Menang, Berusaha Mengerti Baru Dimengerti, Wujudkan
Sinergi dan Asahlah Gergaji.
Bab III : Membahas tentang gambaran Organisasi Remaja Islam Masjid Agung
Sunda Kelapa (RISKA) , sejarah berdiri dan perkembangannya, visi dan
misi, stuktur organisasi dan program kerja organisasi tersebut.
Bab IV : Membahas tentang implementasi The Seven Habits pada organisasi
Organisasi Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (RISKA) ,
Bab V :Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.
129
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori The Seven Habits
1. Tujuh Kebiasaan Sebuah Tinjauan Umum
Karakter kita pada dasarnya adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita. “Taburlah
gagasan, tuailah perbuatan; taburlah perbuatan, tuailah kebiasaan; taburlah kebiasaan,
tuailah karakter; taburlah karakter, tuailah nasib,” begitu bunyi pepatah.
Kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam hidup kita, karena konsisten, dan sering
merupakan pola yang tak disadari, maka kebiasaan secara terus menerus, setiap hari,
mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan efektivitas kita…atau ketidakefektivan
kita.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Horace Mann, seorang pendidik besar, “
Kebiasaan itu seperti kabel. Kita menenun seuntai demi seuntai setiap hari dan segera
kebiasaan itu tidak dapat diputuskan.” Secara pribadi saya tidak setuju dengan bagian
terakhir dari pernyataan beliau. Saya tahu kebiasaan dapat diputuskan. Kebiasaan dapat
dipelajari dan dilepaskan. Akan tetapi saya juga tahu hal ini bukanlah suatu perbaikan
segera. Diperlukan suatu proses dan komitmen yang luar biasa untuk itu.
Kebiasaan juga memiliki tarikan gravitasi yang besar sekali lebih besar dari pada
yang dapat disadari atau mau diakui. Untuk memaksakan kebiasaan yang sudah tertanam
dalam seperti menunda-nunda, tidak sabar, mencela atau egois yang melanggar efektivitas
manusia diperlukan perlu dari kemampuan yang kecil dan beberapa perubahan kecil dalam
130
hidup kita. “peluncuran” membutuhkan tenaga yang besar sekali, tetapi segera kita
memutus tarikan gravitasi, kebebasan kita menghadiahkan dimensi yang sepenuhnya baru.
Seperti kekuatan alam lain, tarikan gravitasi dapat bekerja bersama atau melawan
kita, tarikan gravitasi dari sebagian kebiasaan kita mungkin sekarang sedang menahan kita
pergi ke tempat yang kita tuju. Akan tetapi tarikan gravitasi jugalah yang membuat dunia
kita tetap berada pada orbit mereka dan alam semesta tetap berjalan baik. Gravitasi
merupakan kekuatan yang besar, dan bila kita menggunakannya secara efektif, kita dapat
memanfaatkan tarikan gravitasi dari kebiasaan untuk menciptakan keserasian dan
keteraturan yang diperlukan untuk menegakkan efektivitas hidup kita.
Hukum alam kengatakan “ kebiasaan” membentuk sikap seseorng ‘ Habits become
attitutude.’’’ Sikap adalah kesimpulan dari mata rantai kebiasaan dan pengalamannya,
dimasa lalu. Itulah sebabnya seseoramh yang ingin mengembangkan potensi
kepemimpinannya akan selalu memepuk berbagai kebiasaan yang positif untuk membangan
tanggung jawab, ketabahan, kesabaran, serta cara memandang orang lain dengan cinta.14
Tujuh kebiasaan bukanlah seperangkat formula pemberi semangat yamg terpisah
atau sepotong-sepotong. Selaras dengan hukum alam pertumbuhan, ketujuh kebiasaan
tersebut memberikan pendekatan yang meningkat, berurutan dan sangat terpadu bagi
perkembangan efektivitas pribadi dan antar pribadi. Kebiasaan-kebiasaan ini meningkatkan
kita secara progresif pada Kontinum Kematangan dari ketergantungan (Dependence)
menuju kemandirian (Independence) hingga Kesalingtergantungan (Interdependence).
Tujuh kebiasaan adalah kebiasaan efektivitas. Karena didasarkan atas prinsip,
ketujuh kebiasaan ini memberi hasil jangka panjang yang menguntungkan secara
maksimum. Ketujuh kebiasaan itu menjadi dasar dari karakter seseorang, menciptakan
14 K.H Toto Asmara, Spritual Centered Leadership, (Jakarta:Gema Insani2006)Cet1, hal 3
131
pusat dari peta yang benar yang memberi kekuatan dari mana seorang individu dapat
memecahkan masalah, memaksimumkan peluang, terus menerus belajar dan memadukan
prinsip-prinsip lain dalam spiral pertumbuhan meningkat secara efektif. Ketujuh kebiasaan
itu akan diuraikan berikut ini:
a) Jadilah Pro Aktif
Kemampuan anda untuk mengerjakan apa yang baru saja anda lakukan
mnerupakan hal yang khas manusiawi. Binatang tidak mempunyai kemampuan ini. Kita
menyebutnya “kesadaran diri”. Atau kemampuan untuk berfikir tentang proses berfikir
anda sendiri. Ini yang menjadi alasan kenapa manusia memiliki kekuasaan atas semua
benda di dunia ini dan mengapa manusia dapat membuat kemajuan penting dari
generasi kegenerasi.
Inilah sebabnya kita dapat mengevaluasi dan belajar dari pengalaman orang lain
dan juga dari pengalaman kita sendiri. Inilah sebabnya kita dapat membentuk dan
memutus kebiasaan kita.
Kita bukanlah parasaan kita, kita bukanlah suasana hati kita, kita bukanlah
fikiran kita. Kenyataan bahwa kita dapat berfikir tentang hal-hal ini memisahkan kita
dari ketiga hal tersebut dan dari dunia binatang. Kesadaran diri memungkinkan kita
memisahkan diri dan memeriksa cara kita “melihat” diri sendiri-paradigma diri kita
sendiri, paradigma paling mendasar dari efektivitas. Hal ini mempengaruhi bukan hanya
sikap dan prilaku kita, tapi juga bagaimana kita melihat orang lain. Ini menjadi peta kita
untuk sifat dasar manusia.
Bahkan, sebelum kita bisa melihat diri kita sendiri (dan bagaiman kita melihat
oreang lain), kita tidak akan bisa mengerti bagaiman orang lain melihat dan merasa
132
tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka. Tanpa sadar kita akan memproyeksikan
maksud kita pada perilaku mereka dan menyebut diri kita obyektif.
Hal ini akan sangat membatasi potensi dan kemampuan pribadi kita untuk
berhubungan dengan orang lain. Akan tetapi karena kemampuan manusia yuang unik
dalam hal kesadaran diri, kita dapat memeriksa paradigma kita untuk memnentukan
apakah paradigma tersebut didasari realitas atau prinsip ataukah hanya merupakan
fungsi dari kondisi dan pengkondisian.
Walaupun kata proaktivitas sekarang sudah lumayan lazim pada literature
manajemen, ia tidak akan anda temukan di dalam kamus. Kata ini lebih dari sekedar
mengambil inisiatif. Kata ini berarti bahwa sebagai manusia, kita bertanggung jawab
atas hidup kita sendiri. Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan kita, bukan kondisi
kita. Kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita mempunyai inisiatif dan
tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi.
Goleman merangkum ciri-ciri orang-orang yang kreatif atau disebutnya sebagai
star performer memiliki cirri penting antara lain,
a. Kuatnya motivasi untuk berprestasi, sangat bergairah untuk meningkatkan dan
memenuhi standar keunggulan.
b. Komitmen, setia kepada visi dan sasaran perusahan atau kelompok.
c. Inisiatif dan optimisme, kedua kecakapan inilah yang menggerakkan orang untuk
menagkap peluang dan membuat mereka menerima kegagalan dan rintangan
sebagai awal keberhasilan.
Lihatlah kata responsibility (tanggung jawab)_ “response-ability”_ kemampuan
untuk memilih respon anda. Orang yang sangat proaktif mengenali tanggung jawab itu.
133
Mereka tidak menyalahkan keadaan, kondisi atau pengkondisian untuk perilaku mereka.
Perilaku mereka adalah produk dari pilihan sadar mereka, berdasarkan nilai, dan bukan
produk dari kondisi mereka, berdasarkan perasaan.
Orang yang proaktif tetap dipengaruhi stimulus luar, entah fisik, sosial atau
psikologis. Namun respon mereka terhadap stimulus tersebut, sadar atau tidak sadar,
didasarkan pada pilihan atau respons yang berdasarkan nilai tertentu.
1. Mengambil Inisiatif
Sifat dasar kita adalah bertindak, dan bukan menjadi sasaran tindakan.
Selain memungkinkan kita memilih jawaban terhadap keadaan tertentu, sifat ini
memberi kita kekuatan untuk menciptakan keadaan tertentu.
Mengambil inisiatif bukan berarti mendesak, menjengkelkan atau agresif.
Hal ini tidak mengakui tanggung jawab kita untuk menciptakan segalanya terjadi.
Banyak orang menunggu sesuatu terjadi atau seseorang untuk mengurus
mereka. Akan tetapi orang yang akhirnya mempunyai pekerjaan yang baik
ternyata adalah orang proaktif yang merupakan solusi bagi masalah, bukan
masalah itu sendiri, dan yang mempunyai inisiatif untuk mengerjakan apa saja
yang diperlukan, konsisten dengan prinsip-prinsip yang benar, untuk
menyelesaikan pekerjaan mereka.
Kewaspadaan serta bertindak pro aktif menanggapi keadaan adalah ciri
orang yang berinisiatif, tentu saja di dalam tindakan inisiatif itu ada terkait dengan
intuisi, sebuah perasaan halus yang memberikan ilham pada seseorang. Intuisi
merupakan hasil perjalanan batin dari pengalaman-pengalamannya masa lalu.
134
Mereka bekerja dengan penuh imajinasi, integritas, dan merasa bangga karena
telah diberi amanah, karena telah diberi pekerjaan sebagai amanah bahkan
anugrah. Dimaksudkan anugrah karena tidak semua orang mempunyai
kesempatan yang sama sebagaimana yang dimilikinya. Karenanya, dia akan
menunjukan tanda syukurnya dengan memnunjukan tanggung jawab yang besar
dengan melaksanakan amanah pekerjaannya penuh gairah dan inisiatif.
Mereka senantiasa bertindak proaktif untuk memberikan pengaruh manfaat
yang meradiasi pada orang-orang sekitarnya 15
Menurut seseorang untuk bertanggung jawab tidaklah merendahkan
dirinya; malah menguatkannya. Proaktivitas adalah bagian dari sifat manusia, dan
walaupun otot-otot proaktif mungkin tidur, namun otot-oto ini ada. Dengan
menghargai sifat proaktif orang lain, kita memberi mereka setidaknya satu
pantulan yang jelas dan tidak menyimpang dari cermin sosial.16
2. Bertindak Atau Menjadi Sasaran Tindakan
Perbedaan orang yang memiliki inisiatif dan tidak sama seperti perbedaan
antara siang dan malam. Kita tidak berbicara tentang perbedaan 25 hingga 50
persen efektivitas; saya bicara tentang perbedaan 5000-plus persen, khususnya
jika mereka cerdas, sadar dan peka terhadap orang lain.
Dibutuhkan inisiatif untuk mengembangkan tujuh kebiasaan tersebut.
Sewaktu anda mempelajari keenam kebiasaan lain, anda akan melihat bahwa
masing-masing tergantung perkembangan otot-otot proaktivitas anda. Masing-
masing menuntut tanggung jawab anda untuk bertindak. Jika anda menunggu
15 K.H Toto Asmara, Spritual Centered Leadership, (Jakarta:Gema Insani2006)Cet1, hal 148 16
135
untuk menjadi sasaran tindakan, anda pun akan memjadi sasaran tindakan. Dan
peluang pertumbuhan serta konsekuensi ada pada kedua jalan tersebut.
Bisnis, kelompok masyarakat, segala bentuk organisasi_termasuk
keluarga_dapat menjadi proaktif. Mereka dapat menggabungkan kreatifitas dan
sumber daya dari individu-individu yang proaktif untuk menciptakan budaya yang
proaktif dalam organisasi. Organisasi tidak perlu berada di bawah kekuasaan
lingkungan; organisasi dapat mengambil inisiatif untuk mencapai nilai-nilai dan
tujuan-tujuan bersama dari individu-individu yang terlibat.
Orang yang proaktif membuat cinta sebagai kata kerja. Cinta adalah
sesuatu yang anda lakukan: pengorbanan yang anda buat, pemberian diri anda,
seperti seorang ibu yang melahirkan anaknya ke dunia. Jika anda ingin
mempelajari cinta, pelajarilah mereka yang mengorbankan diri untuk orang lain,
bahkan untuk orang yang memusuhinya atau tidak membalas cintanya. Jika anda
orang tua, lihatlah cinta yang anda punyai untuk anak-anak kepada siapa anda
mengorbankan diri.
Orang proaktif memfokuskan upaya mereka di dalam lingkaran
pengaruhnya. Mereka mengerjakan hal-hal yang terhadapnya mereka dapat
berbuat sesuatu. Sifat dari energi mereka adalah positif, memperluas dan
memperbesar, yang menyebabkan lingkaran pengaruh mereka meningkat.
3. Membuat Dan Memenuhi Komitmen
Bagian paling inti dari lingkaran pengaruh kita adalah kemampuan kita
untuk membuat dan memenuhi komitmen dan janji. Komitmen yang kita buat
136
pada diri sendiri danb orang lain, dan integritas kita pada komitmen itu, adalah
intin dan manifestasi paling jelas dari proaktivitas kita. Dengan membuat dan
memenuhi janji pada diri sendiri dan orang lain, sedikit demi sedikit kehormatan
kita menjadi lebih besar dibandingkan suasana hati kita.
Kekuatan untuk membuat dan memenuhi komitmen pada diri sendiri
adalah inti dari pengembangan kebiasaan dasar yang efektif. Pengetahuan,
keterampilan, dan keinginan semuanya ada dalam kendali kita
b) Merujuk Pada Tujuan Akhir
Walaupun kebiasaan 2 berlaku pada banyak keadaan dan tingkat kehidupan
yang berbeda, sebagian besar aplikasi dasar dari “merujuk pada tujuan akhir” adalah
untuk memulai hari ini dengan bayangan, gambaran atau paradigma akhir kehidupan
anda sebagai kerangka acuan atau criteria yang menjadi dasar untuk menguji segala
sesuatu. Tiap bagian dari kehidupan anda-perilaku hari ini, perilaku esok, perilaku
minggu depan-dapat diuji dalam konteks seluruhan, dari apa yang benar-benar paling
penting bagi anda. Dengan mengusahakan titik akhir tersebut tetap jelas dalam fikiran,
anda dapat memastikan bahwa apapun yang anda kerjakan pada hari tertentu tidak
melanggar criteria yang sudah anda definisikan sebagai yang paling penting, dan bahwa
setiap hari dari kehidupan anda menunjang visi yang anda miliki tentang seluruh hidup
anda dengan cara yang berarti.
Merujuk pada tujuan akhir berarti memulai dengan pengertian yang jelas tentang
tujuan anda. Hal ini berarti mengetahui kemana anda akan pergi sehingga anda
sebaiknya mengerti dimana anda berada sekarang dan dengan begitu anda tahu bahwa
langkah-langkah yang anda ambil selalu barada pada arah yang benar.
137
1. Segala Diciptakan Dua Kali
“Merujuk pada tujuan akhir” didasarkan pada prinsip bahwa segalanya
diciptakan dua kali. Ada ciptaan mental atau pertama, dan ada ciptaan fisik atau
kedua.
Sebagai contoh, lihatlah pembangunan sebuah rumah. Anda
menciptakannya secara rinci sebelum anda menanam pasak pertama ditempatnya.
Anda mencoba mendapatkan pengertian yang jelas tentang rumah macam apa
yang anda kehendaki. Jika anda menginginkan sebuah rumah yang berpusat pada
keluarga, maka anda akan merancang untuk menempatkan ruang keluarga sebgai
tempat berkumpul. Anda merancang pintu sorong dan pekarangan dibelakang
rumah tempat anak-anak bermain. Anda bekerja dengan gagasan. Anda bekerja
dengan fikiran anda sehingga anda mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa
yang anda ingin bangun
Pada tingkatan yang bervariasi, orang menggunakan prinsip ini dalam
banyak bidang kehidupan. Sebelum anda pergi melalukan suatu perjalanan, anda
menentukan tempat tujuan dan merencanakan rute terbaik. Sebelum anda
berkebun, anda merencanakannya terlebih dahulu dalam benak anda, mungkin di
atas kertas. Anda menyusun pidato di atas kertas sebelum anda
menyampaikannya, anda menggambarkan dalam fikiran susunan tanaman di
taman anda sebelum anda menata taman anda, anda merancang pakaian yangb
anda buat sebelum anda memasang benang pada jarum.
2. Pernyataan Misi Pribadi .
138
Cara paling efektif untuk mulai merujuk pada tujuan akhir adalah dengan
mengembangkan pernyataan misi pribadi atau filosofi atau syahadat. Pernyataan ini
berfokus pada ingin menjadi apakah anda (karakter) dan apakah yang anda ingin
lakuakan (kontribusi dan pencapaian) serta pada nialai atau prinsip yang menjadi
dasar untuk menjadi dan melakuakn sesuatu
Sebuah misi pribadi yang didasari prinsip-prinsip yang benar menjadi sejenis
standar yang sama bagi individu. Pernyataan misi ini menjadi konstitusi pribadi,
dasar kuntuk mengambil keputusan utama yang mengatuir kehidupan, dasar untuk
mengambil keputusan sehari-hari di tengan kondisi dan emosi yang mempengaruhi
hidup kita. Pernyataan ini memberdaya individu dengan kekuatan yang sama di
tengah perubahan yang terjadi.
Dengan pernyataan misi, kita dapat mengalir bersama perubahan. Kita tidak
perlu berprasangka dan membuat keputusan terlalu cepat. Kita tidak perlu
memikirkan hal-hal lain dalam hidup, untuk memberi stereotip dan menggolongkan
segala sesuatu dan semua orang agar sesuai dengan realitas.
Segera sesudah anda merasa memiliki misi ini, anda memilki sari dari
produktivitas anda. Anda mempunyai visi dan nilai yang mengarahkan hidup anda.
Anda memiliki arah dasar yang anda gunakan untuk menetapkan tujuan jangka
panjang dan jangka pendek anda. Anda mempunyai kekuatan konstitusi tertulis
yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang benar, dan darinya semua keputusan
sehubungan dengan pemakaian waktu, bakat dan energi anda yang paling efektif
dapat diukur secara efektif pula.
3. Berpusat Pada Prinsip
139
Prinsip adalah pusat dari integritas dan standar moral yang tidak dapat
ditawar atau dikorbankan. Prinsip adalah cara berfikir yang bersifat final dan yang
menjadi kerangka acuan dalam mengambil keputusan. Prinsip adalah ikatan yang
sangat kuat. Begitu kuatnya sehingga membelenggu dirinya untuk tidak keluar dari
ikatan tersebut. Prinsip merupakan wajah kepribadian seseorang yang paling
dalamdan jati diri yang bersifat manusiawi. Prinsip bersifat universal karena
berkaitan dengan harga dir, kebanggaan dan kebermaknaan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa prinsip adalah ketaatan seseorang pada hati nuraninya sendiri.
Sebuah perjuangan untuk tetap menapaki jalan lurus. Setiap penyimpangan dari
jalan ini merupakan pengkhianatan terhadap prinsip dan keyakinannya.
Prinsip tidak bereaksi terhadap apa pun. Prinsip tidak menjadi marah dan
memperlakukan kita secara berbeda. Prinsip tidak akan menceraikan kita atau
melarikan diri bersama sahabat terbaik kita. Prinsip tidak bermaksud menguasai
kita. Prinsip tidak dapat melicinkan jalan dengan jalan pintas dan perbaikan kita.
Prinsip tidak bergantung pada prilaku orang lain, lingkungan, atau mode mutakhir
untuk keabsahannya. Prinsip tidak mati. Prinsip tidak barada disini hari ini dan pergi
pada hari berikutnya. Prinsip tidak dapat dihancurkan oleh api, gempa bumi atau
pencuri
Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar, kebenaran klasik,
denominator yang generik. Prinsip adalah benang-benang yang ditenun rapat dengan
ketepatan, konsistensi, keindahan dan kekuatan melalui struktur kehidupan.
Bahkan di tengah orang banyak atau keadaan yang tampaknya mengabaikan
prinsip tersebut, kita dapat merasa aman karena mengetahui bahwa prinsip adalah
sesuatu yang lebih besar dari pada orang atau keadaan, dan bahwa sejarah ribuan
140
tahun telah menyaksikan kemenangan prinsip, berulang kali. Bahkan lebih penting
lagi, kita dapat merasa aman karena mengetahui bahwa kita dapat mengabsahkan
prinsip dalam kehidupan kita sendiri, melalui pengalaman kita sendiri
Prinsip selalu memilki konsekuensi wajar yang melekat padanya. Ada
konsekuensi positif ketika kita hidup selaras dengan prinsip tersebut. Ada
konsekuensi negative jika kita mengabaikannya. Akan tetapi karena prinsip ini
berlaku pada semua orang, entah disadari atau tidak, keterbatasan ini bersifat
universal. Dan semakin banyak kita tahu tentang prinsip yang benar, semakin besar
kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.
c) Dahulukan Yang Utama
Kebiasaan 3 adalah ciptaan kedua, ciptaan fisik. Kebiasaan ini adalah
pemenuhan, aktualisasi, kemunculan wajar dari kebisaan 1 dan 2. Ia merupakan latihan
dari kehendak bebas yang berpusat pada prinsip. Ia merupakan pelaksanaan hari demi
hari, saat demi saat.
Kebiasaan 1 dan 2 mutlak penting dan merupakan prasyarat untuk kebiasaan 3.
anda tidak dapat berpusat pada prinsip tanpa lebih dahulu sadar dan mengembangkan sifat
proaktif anda. Anda tidak dapat berpusat pada prinsip tanpa lebih dahulu sadar tentang
paradigma anda dan mengerti bagaimana mengubah paradigma tersebut dan
menyelaraskannya dengan prinsip. Anda tidak dapat menjadi berpusat pada prinsip tanpa
visi dan focus pada kontribusi unik yang bisa anda lakukan.
Namun dengan kondisi itu, anda dapat berpusat pada prinsip, hari demi hari, saat
demi saat, dengan menjalani kebiasaan 3 –dengan mempraktekan manajemen diri yang
efektif.
141
Manajemen yang efektif mendahulukan yang utama. Sementara kepemimpinan
memutuskan apa saja “hal-hal yang utama” itu,manajemen lah yang mendahulukan hal-
hal tersebut, hari demi hari, saat demi saat. Manajemen adalah disiplin dalam
melaksanakannya.
1. Empat Generasi Manajemen Waktu
Gelombang atau generasi pertama dapat dicirikan dengan catatan dan daftar
pustaka, sebuah upaya untuk dapat memberi semacam pengenalan dan keterlibatan
pada banyak tuntutan yang diajukan pada waktu dan energi kita.
Generasi kedua dapat dicirikan dengan kalender dan buku janji. Gelombang
ini mencerminkan suatu usaha untuk memandang ke depan, untuk menjadwalkan
peristiwa dan aktivitas di masa datang.
Genarasi ketiga mencerminkan bidang manajemen waktu masa kini.
Generasi ini menambahkan pada generasi-generasi sebelumnya gagasan penting
penetapan prioritas, penjelasan nilai, dan pembandingan nilai relatif aktivitas-
aktivitas yang didsarkan pada hubungan mereka dengan nilai-nilai itu
Walaupun generasi ketiga telah memberikan kontribusi yang berarti, orang
mulai sadar bahwa penjadwalan yang “efisien” dan kendali terhadap waktu justru
sering kontraproduktif. Fokus pada efesiensi menciptakan harapan-harapan yang
sering kali berbenturan dengan kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang
kaya, untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan untuk menikmati saat-saat spontan
sesehari.
Akibatnya, banyak orang yang kehilangan minat akan program planners
manajemen waktu membuat mereka merasa terlalu terjadwal, terlalu terkekang, dan
142
mereka membuang cara itu, kembali keteknik generasi pertama atau kedua agar
dapat memelihara hubungan, spontanitas dan kualitas hidup.
Namun mulai muncul generasi keempat yang berbeda jenisnya. Generasi ini
mengakuai bahwa “manajemen waktu” sesungguhnya merupakan istilah yang tidak
cocok_tantangannya bukanlah untuk mengatur waktu, melainkan diri sendiri.
Kepuasan merupakan fungsi dari harapan sekaligus realisasi.
2. Rekening Bank Emosi
Kita semua tahu apa itu rekening Bank uang. Kita mendeposito uang ke
bank dan menambah cadangan yang darinya kita dapat menarik uang kita jika kita
memerlukannya. Rekening Bank Emosi adalah kiasan yag menggambarkan jumlah
kepercayaan yang sudah kita tambahkan ke dalam suatu hubungan. Hal inilah
perasaan aman yang anda miliki dengan orang lain.
Rekening bank emosi berarti menggambarkan besarnya kepercayaan yang
diberikan orang lain kepada kita dikarenakan pada awalnya hubungan kita yang
memberikan pesan baik kepada orang lain sehingga tertanam dalam diri seseorang
bahwasanya kita memilki karakter yang memang layak dijadikan sebagai catatn
kebaikan dalam kehidupan kita.
Memenuhi komitmen atau janji adalah deposito besar; melanggar janji
adalah penarikan yang besar. Sebenarnya, barangkali tidak ada penarikan yang lebih
besar dibandingkan membuat janji yang penting bagi seseorang dan kemudian tidak
memenuhinya. Kali berikutnya suatu janji dibuat, orang tidak akan percaya. Orang
cenderung membangun harapan mereka disekitar janji khususnya janji tentang mata
pencarian mereka.
143
3. Mengerti si Individu
Benar-benar mengerti orang lain mungkin merupakan salah satu deposito
paling penting yang anda dapat buat, dan ini adalah kunci untuk semua deposito
lain. Anda sungguh tidak tahu apa yang merupakan deposito bagi orang lain
sebelum anda mengerti individu itu.
Ilmu perilaku telah banyak mengembangkan cara-cara untuk memahami
sifat-sifat manusia. Konsep tentang manusia itu sendiri telah banyak pula
dikembangkan oleh para peneliti perilaku organisasi. Dan walaupun konsep-konsep
tersebut terdapat perbedaan satu sama lain, namun usaha pengembangan
pemahaman mengenai sifat manusia pada umumnya telah banyak dilakukan. Salah
satu cara untuk memahami sifat-sifat manusia ini ialah dengan menganalisa kembali
prinsip-prinsip dasar yang merupakan salah satu bagian dari padanya.17
4. Melakukan Hal-hal Sepele
Kebaikan dan sopan santun yang kecil-kecilan begitu penting.
Ketidaksopanan kecil, kekasaran kecil, bentuk ketiadaan respek yang kecil
menyebabkan penarikan besar-besaran. Dalam suatu hubungan, hal yang kecil
adalah hal yang besar.
Terkadang hal-hal yang sepele sebenarnya adalah hal yang sangat penting
yang terkadang itu mempengaruhi hasil dari seluruh efektifitas kerja kita.
d) Berfikir Menang/Menang
17 Miftah Toha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar Dan Aplikasinya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 36
144
Menang/menang bukanlah teknik, melainkan filosofi total interaksi manusia.
Sebenarnya, ini merupakan salah satu dari enam paradigma interaksi. Paradigma
alternatifnya adalah :
1. Menang/Menang
2. Menang/Kalah
3. Kalah/Menang
4. Kalah/Kalah
5. Menang
6. Menang/Menang Atau Tidak Sama Sekali
Menang/menang adalah kerangka fikiran dan hati yang terus menerus mencari
keuntungan bersama dalam semua interaksi manusia. Menang-menang berarti bahwa
kesepakatan atau solusi memberikan keuntungan dan kepuasan yang timbal balik. Dengan
solusi menang/menang, semua pihak merasa senang dengan keputusannya dan merasa
senang dengan keputusannya dan merasa terikat dengan rencana tindakannya.
Menang/menang melihat kehidupan sebagai arena yang koperatif, bukan kompetitif.
Kebanyakan orang berfikir secara dikotomi: kuat atau lemah, keras atau lunak, menang
atau kalah. Akan tetapi cara berfikir seperti ini sebenarnya cacat. Cara berfikir seperti ini
didasarkan pada kekuasaan dan posisi dan bukan pada prinsip. Menang/menang
didasarkan pada paradigma bahwa ada banyak untuk setiap orang, bahwa keberhasilan
satu orang tidak dicapai dengan mengorbankan atau menyingkirkan keberhasialn orang
lain.
145
Menang/menang adalah kepercayaan akan alternative ketiga. Kita bukan jalan
anda atau jalan saya; ia adalah jalan yang lebih baik, jalan yang lebih tinggi.
1. Lima Dimensi Dari Menang/Menang
Berfikir menang/menang adalah kebiasaan kepemimpinan antar pribadi. Ia
memerlukan latihan pada masing-masing anugrah manusia yang unik_kesadaran
diri, imajinasi, suara hati dan kehendak bebas_dalam hubungan kita dengan orang
lain. Ia melibatkan usaha belajar bersama, pengaruh timbal balik dan keuntungan
bersama.
Prinsip menang/menang adalah dasar untuk keberhasilan pada semua
interaksi kita, dan ini meliputi lima dimensi kehidupan yang saling tergantung.
Prinsip ini dimulai dengan karakter dan bergerak ke arah hubungan, dan darinya
mengalir kesepakatan. Kesepakatan ini dipelihara dalam lingkungan dimana stuktur
dan system didasarkan pada Menang/menang. Dan ini memerlukan proses; kita
tidak dapat mencapai tujuan menang/menang dengan sarana Menang/Kalah atau
kalah/menang.
1) Karakter
Karakter adalah dasar dari menang/menang, dan semua yang lain
dibangun di atas dasar itu. Ada tiga ciri karakter yang esensial untuk paradigma
menang/menang.
a. Integritas
Kita sudah mendefinisikan integritas sebagai nilai yang kita
tempatkan pada diri kita sendiri. Kebiasaan 1, 2, dan 3 membantu kita
mengembangkan dan memelihara integritas. Ketika kita dengan jelas
146
mengidentifikasi nilai-nilai kita dan secara proaktif mengorganisasi dan
melaksanakan diri di sekitar nilai-nilai itu setiap hari, kita mengembangkan
kesadaran diri dan kehendak bebas dengan membuat dan memenuhi janji
serta komitmen yang bermakna.
b. Kematangan
Kematangan adalah keseimbangan antara keberanian dan tenggang
rasa. Jika seseorang dapat mengekspresikan perasaan dan keyakinannya
dengan keberanian yang diimbangi dengan pertimbangan akan perasaan dan
keyakian orang lain, maka ia sudah matang, khususnya jika persoalannya
sangat penting bagi kedua belah pihak.
c. Mentalitas kelimpahan
Ciri karakter ketiga bagi Menang/menang adalah mentalitas
kelimpahan (abundance Mentality), paradigma bahwa ada banyak di luar
sana untuk semua orang. Mentalitas kelimpahan mengalir dari nilai diri dan
rasa aman pribadi yang mendalam. Ia adalah paradigma bahwa ada banyak
di luar sana dan cukup dibagi untuk semua orang. Paradigma ini
menghasilkan pembagian prestise, pengakuan laba, pengambilan keputusan.
Paradigma ini membuka kemungkinan, pilihan, alternatif, dan kreativitas.
2) Hubungan
Dari dasar karakter, kita membangun dan memelihara hubungan
Menang/menang. Kepercayaan, rekening Bank Emosi, adalah intisari
menang/menang. Tanpa kepercayaan, yang terbaik yang dapat kita lakuakn
Cuma berkompromi; tanpa kepercayaan, kita tidak mempunyai kredibilitas
147
untuk belajar dan komunikasi yang terbuka dan timbal balik serta kreativitas
yang rill.
3) Kesepakatan
Dari hubungan mengalir kesepakatan yang memberi definisi dan arah
bagi Menang/menang. Ia kadang disebut kesepakatan kinerja (performancep
agreement) atau kesepakatan kemitraan (partnership agreement), perubahan
paradigma interaksi produktif dari vertikal menjadi horizontal, dari penyeliaan
yang mengintai menjadi penyeliaan sendiri, dari pengaturan posisi menjadi mitra
dalam keberhasilan.
a. Sistem
Menang/menang hanya dapat bertahan di dalam organisasi jika system
organisasi tersebut mendukungnya. Jika anda berbicaraa menang/menang,
tetapi memberi ganjaran untuk menang/kalah, maka yang ada di tangan anda
adalah program yang gagal
b. Proses
Tidak ada cara untuk mencapai tujuan Menang/menang dengan saran
menang/kalah atau Kalah/menang. Anda tidak dapat mengatakan, “Anda
akan berfikir menang/menang, entah anda suka atau tidak.” Maka,
pertanyaannya mennjadi bagaimana tiba pada solusi Menang/menang.
148
e) Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, Baru Dimengerti
Dalam hal ini, berkomunikasi dengan baik juga sangat dibutuhkan dalam usaha
mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti. Komunikasi adalah keterampilan paling
penting dalam hidup. Kita menghabiskan sebagian besar jam bangun kita untuk
berkomunikasi. Tetapi pikirkan ini: Anda sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun
belajar bagaimana membaca dan menulis, bertahun-tahun belajar bagaimana membaca
dan menulis, bertahun-tuhun belajar bagaimana berbicara. Tetapi bagaiman dengan
mendengarkan? Pelatihan atau pendidikan apa yang sudah anda dapatkan yang
memungkinkan anda mendengarkan sehingga anda benar-benar mengerti orang lain
secara mendalam dari kerangka acuan individu itu sendiri?
Hanya sedikit orang yang pernah mengikuti pelatihan mendengar. Dan sebagian
besar, pelatihan meraka adalah teknik Etika Kepribadian, yang terpotong dari dasar
karakter dan dasar hubungan yang mutlak vital bagi pengertian otentik atas orang lain.
1. Mendengarkan Dengan Empatik
“ Berusaha mengerti terlebih dahulu” memerlukan peubahan paradigma
yang sangat mendalam. Kita biasanya berusaha telebih dahulu untuk dimengerti.
Kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud untuk mengerti; mereka
mendengar dengan maksud untuk menjawab. Mereka entah berbicara atau bersiap
untuk berbicara. Mereka menyaring segalanya melalui paradigma mereka sendiri,
membacakan autobiografi mereka ke dalam kehidupan orang lain.
Kamus Webster mendefinisikan empati sebagai tindakan untuk memahami,
menyadari, dan sensitive pada apa yang dialami orang lain (the action of
149
understanding, being aware of and being sensitive to) atau dapat kita artikan
sebagai kemampuan seseorang yang secara aktif dan penuh perhatian mampu
memahami dan merasakan suasana hati orang lain. Dia mampu beradaptasi,
merasakan rintihan, kegetiran, dan bahkan mampu mendengarkan debaran jantung
atau gelora jiwa para pengikutnya.18
Ketika orang lain berbicara, kita biasanaya “mendengarkan” dalam salah
satu dari empat tingkat. Kita mungkin mengabaikan orang itu, tidak benar-benar
mendengarkannya. Kita mungkin berpura-pura. ”Ya. Hmm. Benar.” Kita mungkin
mendengar secara selektif. Mendengar hanya bagian-bagian tertentu dari
percakapan. Kita sering melakukan ini sewaktu mendengar celotehan terus-menerus
dari anak prasekolah. Atau mungkin kita mendengar secara atentif, menaruh
perhatian dan memfokuskan energi pada kata-kata yang diucapkan. Tetapi sedikit
sekali dari kita pernah mempraktekan tingkat kelima, bentuk tertinggi dan
mendengarkan, yaitu mendengar dengan empatik.
Ketika kita mengatakan mendengar secara empatik, yang dimaksud adalah
mendengar dengan maksud untuk mengerti. Maksudnya adalah berusaha terlebih
dahulu untuk mengerti, untuk benar-benar mengerti. Ini adalah paradigma yang
sepenuhnya berbeda.
Mendengar secara empatik (dari empati) masuk dalam kerangka acuan orang
lain. Anda memandang keluar melewati kerangka acuan itu, anda melihat dunia
dengan cara mereka melihat dunia, anda mengerti paradigma mereka, anda mengerti
bagaimana perasaan mereka.
18 K.H Toto Asmara, Spritual Centered Leadership, (Jakarta:Gema Insani2006)Cet1, hal 88
150
Empati bukanlah simpatik. Simpati merupakan semacam kesepakatan,
semacam penilaian. Dan ini kadang merupakan emosi dan respon yang lebih cocok.
Tetapi orang sering hidup dari simpati. Hal ini membuat mereka tergantung. Intisari
dari mendengarkan empatik bukanlah bahwa anda setuju dengan seseorang, tetapi
bahwa anda sepenuhnya, secara mendalam, mengerti orang itu, secara emosional
sekaligus intelektual.
2. Buatlah Diagnosis Sebelum Membuat Resep
Walaupun mengandung resiko sulit, berusaha untuk mengerti, atau
mendiagnosa sebelum anda membuat resep, adalah prinsip yang benar yang
dimanifestasikan dibanyak bidang kehidupan. Ini adalah ciri dari profesional sejati.
Ia penting sekali bagi ahli kacamata, juga penting sekali bagi dokter. Anda tidak
akan percaya sedikit pun kepada resep dokter jika anda tidak percaya akan
diagnosanya.
Prinsip ini juga berlaku untuk penjualan. Penjual yang efektif berusaha
terlebih dahulu untuk mengerti kebutuhan, kekhawatiuran, situasi pelangan. Penjual
amatir menjual produk; penjual profesioanal menjual solusi untuk kebutuhan dan
masalah. Pendekatan yang sepenuhnya berbeda. Penjual professional belajar
bagaimana, bagaimana mengerti. Ia juga belajar bagaimana menghubungkan
kebutuhan orang dengan produk dan jasanya. Dan ia harus mempunyai integriras
untuk mengatakan, “Produk atau jasa saya tidak akan memenuhi kebutuhan itu” jika
memang tidak dapat.
Mendiagnosa sebelum anda membuat resep juga merupakan hal mendasar
bagi hukum. Pengacara profesional lebih dahulu mengumpulkan fakta-fakta untuk
mengerti situasinya, untuk mengerti hukum dan presedennya, sebelum menyiapkan
151
kasus. Pengacara yang baik hampir selalu menulis kasus pengacara lawan sebelum
menulis kasusnya sendiri.
3. Pengertian Dan Persepsi
Sementara anda belajar mendengarkan orang lain secara mendalam, anda
akan menemukan perbedaan besar dalam persepsi. Anda juga akan mulai menyadari
dampak yang dapat ditimbulkan oleh perbedaan ini ketika orang berusaha bekerja
sama pada situasi salingrtergantungan.
Persepsi kita bisa menjadi sangat berbeda. Namun kita sama-sama telah
hidup dengan paradigma kita selama bertahun-tahun, berfikir bahwa paradigma tadi
adalah “fakta,” dan mempertanyakan kecakapan karakter atau mental dari siapa saja
yang tidak dapat “ melihat fakta-fakta tersebut.”
Sekarang, dengan semua perbedaan kita, kita berusaha bekerja sama _dalam
perkawinan, pekerjaan, proyek pelayanan masyarakat_ untuk mengelola sumber
daya dan mencapai hasil. Lalu, bagaimana kita mengerjakannya? Bagaimana kita
mengatasi keterbatasan persepsi individual kita supaya kita dapat berkomunikasi
secara mendalam, suipaya kita dapat berurusan secara koperatif terhadap isu tertentu
dan muncul dengan solusi menang/menang?
Jawabannya adalah kebiasaan 5. Ia merupakan langkah pertama dalam
proses menang/menang. Walaupun (dan khusunya ketika) orang lain tidak berasal
dari paradigma itu, berusahalah mengerti terlebih dahulu.
4. Baru Berusaha Untuk Dimengerti
152
Berusah terlebih dahulu untuk mengerti…baru dimengerti. Mengetahui
bagaimana untuk dimengerti adalah separuh lagi dari kebiasaan 5, dan sama
pentingnya dalam mencapai Menang/menang.
Sebelumnya kita mendefinisikan kematangan sebagai keseimbangan antara
keberanian dan tenggang rasa. Berusaha untuk mengerti memerlukan tenggang rasa;
berusah untuk dimengerti membutukan keberanian. Menag/menang memerlukan
kadar yang tinggi dari keduanya. Jadi, didalam situasi salingtergantungan penting
sekali bagi kita untuk dimengerti.
Anda tidak terbungkus di dalam “urusan sendiri,” menyampaikan pidato
muluk dari atas peti sabun. Anda benar-benar mengerti. Apa yang anda sajikan
mungkin bahkan berbeda dengan apa yang semula anda pikirkan karena dalam
usaha anda untuk mengerti, anda belajar.
Kebiasaan 5 mengangkat anda ke akurasi yang lebih besar, integritas yang
lebih besar, dalam presentasi anda. Dan orang-orang tahu itu. Mereka tahu anda
menyajikan gagasan yang benar-benar anda yakini, dengan memperhitungkan
semua fakta dan persepsi yang diketahui, yang akan menguntungkan setiap orang.
f) Wujudkan Sinergi
Jika dimengerti dengan benar, sinergi adalah efektivitas tertinggi dalam semua
kehidupan_ujian dan manifestasi sebenarnya dari semua kebiasaan lain digabungkan
menjadi satu.
Sinergi adalah intisari dari kepemimpinan yang berpusat pada prinsip. Sinergi
adalah intisari dari keorangtuaan yang berpusat pada prinsip. Sinergi berfungsi sebagai
153
katalisator, menyatukan dan melepaskan kekuatan terbesar dalam diri manusia. Semua
kebiasan yang sudah kita bahas menyiapkan kita untuk menciptakan mukjizat sinergi.
Apakah sinergi? Didefinisikan secara sederhana, sinergi berarti keseluruhannya
lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Ia berarti hubungan antar bagian dimana
bagian-bagian itu merupakan bagian di dalam dan dari hubungan itu sendiri. Sinergi
bukan merupakn suatu bagian belaka, melainkan bagian yang paling bersifat katalisator,
paling memberdaya, paling menyatukan danb paling menyenangkan.
Sinergi ada dimana-mana di alam raya ini, jika anda menanam dua batang
tanaman berdekatan satu sama lain, akar kedua tanaman tadi akan berbaur menjadi satu
dan meningkatkan mutu tanah sehingga kedua tanaman akan tumbuh lebih baik daripada
jika keduanya dipisahkan. Jika anda menyatukan dua batang kayu, kedua batang kayu itu
akan menahan bobob jauh lebih besar dibandingkan jumlah keseluruhan beban yang
ditanggung oleh masing-masing secara sendiri-sendiri. Keseluruhannya lebih besar
daripada jumlah bagin-bagiannya. Satu ditambah satu sama dengan tiga atau lebih.
Tantangannya adalah menerapkan prinsip kerja sama kreatif, yang kita pelajari
dari alam, dalam interaksi sosial kita. Kehidupan keluarga memberi banyak peluang untuk
mengamati sinergi dan mempraktekannya
1. Komunikasi Sinergistik
Ketika anda berkomunikasi secara sinergistik, anda benar-benar membuka
fikiran, hati, dan ekspresi anda kepada kemungkinan baru, alternatif baru, pilihan
baru. Mungkin tampak seolah anda menyingkirkan kebiasaan 2 (merujuk pada
tujuan akhir); tetapi sebenarnya anda melakukan hal yang sebaliknya_anda
memenuhinya. Anda tidak tahu pasti ketika anda terlibat dalam komuniukasi
154
sinergistik bagaiman segala sesuatunya akan terjadi atau bagaiman akhirnya akan
terlihat, tetapi anda mempunyai perasaan bersemangat, rasa aman dan petualanagn,
percaya bahwa ini pasti akan lebih baik secara signifikan dibandingkan sebelumnya.
Dan itu adalah tujuan akhir yang ada dlam fikiran anda.
Anda mulai dengan keyakinan bahwa pihak-pihak yang telibat akan
memperoleh lebih banyak wawasan, dan bahwa kesenangan dari belajar dan
peningkatan wawasan bersama itu akan menciptakan momentum ke arah wawasan,
proses belajar, dan pertumbuhan yang jauh lebih besar lagi.
Banyak orang tidak benar-benar mengalami sinergi bahkan dalam kadar
yang sedang-sedang saja pada kehidupan keluarga mereka atau ineteraksi lain.
Mereka sudah dilatih dan naskah hidup mereka ditulis dalam komunikasi yang
defensive dan protektif atau dalam kepercayaan bahwa kehidupan atau orang lain
tidaklah dipercaya. Akibatnya, mereka tidak pernah benar-benar terbuka pada
kebiasaan 6 dan kepada prinsip-prinsipnya.
Hal ini menggambarkan salah satu dari tragedi besar dan pemborosan dalam
hidup karena begitu banyak potensi yang tidak tersadap_sepenuhnya tidak
berkembang dan tidak digunakan. Orang-orang yang tidak efektif hidup hari demi
hari dengan potensi yang tidak digunakan. Mereka mengalami sinergi hanya dengan
cara yang kecil, bukan yang pokok dalam hidup mereka.
2. Sinergi Dan Komunikasi
Sinergi memang menggairahkan. Kreativitas memang menggairahkan.
Memang luar biasa apa yang dapat dihasilkan olek keterbukaan dan komunikasi.
155
Kemungkinan keuntungan yang sungguh berarti, perbaikan yang begitu nyata
sehingga sepadan dengan resiko yang diminta oleh keterbukaan seperti ini.
Komiunikasi yang penuh respek memang baik dalam situasi yang bebas atau
mandiri,tetapi kemungkinan kreatifnya belum terbuka. Dalam situasi yang saling
tergantung, kompromi adalah posisi yang biasa diambil. Kompromi berarti bahwa
1+1=1 ½. Keduanya sama-sama memberi dan menerima. Komunikasi tidak
defensive atau protektif atau marah atau manipulatif; komunikasi jujur atau tulus
dan penuh respek. Namun hal ini belum kreatif atau sinergistik. Komunikasi ini
menghasilkan bentuk yang rendah dari Menang/menang.
Sinergi berarti 1+1 dapat sama dengan 8.16, atau bahkan 1600. posisi
sinergistik dari kepercayaan yang tinggi menghasilkan solusi lebih baik
dibandingkan dengan usulan semula, dan semua pihak mengetahuinya. Lebih jauh,
mereka secara tulus menikmati usaha yang kretif.
3. Sinergi Negatif
Berapa banyak energi negatif yang biasanaya dikeluarkan ketika orang
berusaha memecahkan masalah atau mengambil keputusan dalam realitaas
kesalingtergantungan? Berapa banyak waktu dihabiskan dalam membeberkan dosa
orang lain, berpolitik, persaingan, konflik antarpribadi, melindungi diri dari
belakang, penguasaan pikiran, dan dugaan-dugaan buruk?
Masalahnya adalah bahwa ada orang yang sangat tergantung yang berusaha
untuk sukses di dalam realitas kesalingtergantungan. Mereka bergantung dengan
meminjam kekuatan dari kekuasan posisi dan menggunakan menang/kalah, atau
mereka bergantung untuk menjadi popular dengan orang lain dan menggunakan
156
Kalah/Menang, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh dalam mendengarkan, mereka
memanipulasi. Dan sinergi tidak dapat tumbuh subur dalam lingkungan ini.
Orang-orang yang merasa tidak aman berpikir bahwa senua realitas harus
sesuai dengan paradigma mereka. Mereka memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
membuat duplikat orang lain, untuk mencetak orang lain ke dalam cara berpikir
mereka. Mereka tidak sadar bahwa kekuatan hubungan itu sendiri adalah dengan
memliki juga sudut pandang orang lain. Kesamaan bukanlah kesatuan; keseragaman
bukanlah ketunggalan. Kesatuan, atau persatuan, adalah saling melengkapi, bukan
kesamaan. Kesamaan tidak kreatif…dan membosankan. Intisari sinergi adalah
menghargai perbedaan.
4. Menghargai Perbedaan
Menghargai perbedaan adalah intisari dari sineregi_perbedaan mental,
emosional, psikologis antar orang. Dan kunci untuk menghargai perbedaan-
perbedaan in adalah menyadari bahwa semua orang melihat dunia, tidak
sebagaimana adanya, tapi sebagaimana mereka.
Orang yang benar-benar kreatif mempunyai kerendahan hati dan rasa hormat
untuk mengakui keterbatasan persepsinya sendiri dan menghargai sumber daya yang
kaya yang tersedia melalui interaksi dengan hati dan pikiran manusia lain.
Menghargai perbedaan karena ia justru menambah pengetahuannya, pengertiannya
tentang realitas. Ketika kita dibiarkan sendirian dengan pengalaman kita saja, kita
terus menerus menderita kekurangan data.
g) Asahlah Gergaji
157
Kebiasaan 7 adalah meluangkan waktu untuk mengasah gergaji. Kebiasaan ini
melingkupi kebiasaan-kebiasaan lain pada paradigma Tujuh Kebiasaan karena ia adalah
kebiasan yang menjadikan semua kebiasaan lain mungkin.
1. Empat Dimensi Pembaruan
Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan aset terbesar yang anda miliki,
yaitu diri anda. Kebiasaan ini memperbarui keempat dimensi alamiah anda_fisik,
spiritual, mental dan sosial/emosional.
“Asahlah Gergaji” pada dasarnya mengekspresikan keempat motivasi. Hal
ini berarti menjalankan keempat dimensi sifat anda, secara teratur dan konsisten
dengan cara-cara yang bijaksana dan seimbang.
1. Dimensi Fisik
Dimensi fisik meliputi pemeliharaan fisik kita secara efektif_memakan
jenis makan yang tepat, mendapatkan istirah dan relaksasi yang memadai, dan
berolahraga secara teratur.
Kebanyakan dari kita berfikir kita tidak mempunyai cukup watu untuk
berolahraga. Paradigma yang sangat keliru! Kita sebenarnya tidak mempunyai
waktu untuk tidak berolahraga. Kita berbicara tentang tiga atau enam jam
seminggu_atau minimum tiga puluh menit sehari, setiap dua hari sekali. Hal itu
kelihatannya bukan jumlah waktu yang banyak mengingat manfaatnya yang
besar sesuai dengan dampaknya pada 162-165 jam lainnya dalam seminggu.
Dan kita perlu bijaksana dalam mengembangkan program olahraga. Ada
kecendrungan, khususnya jika anda belum pernah berolahraga sama sekali,
untuk berlatih secara berlebihan. Dan itu dapat menimbulkan rasa nyeri yang
158
tidak perlu, cedera, dan bahkan kerusakan permanent. Paling baik adalah
memulai perlahan-lahan. Program latihan apa pun harus selaras dengan temuan
penelitian mutakhir, dengan rekomondasi dokter dan dengan kesadaran anda.
2. Dimensi Spiritual
Pembaruan dimensi spiritual memberikan kepemimpinan pada
kehidupan anda. Ia sangat berhubungan dengan kebiasaan 2.
Dimensi spiritual adalah inti anda,pusat anda, komitmen anda
pada system nilai anda. Daerah yang amat pribadi dari kehidupan dan sangat
penting. Dimensi ini memanfaatkan sumber yang mengilhami dan mengangkat
semangat anda dan mengikat anda pada kebenaran tanpa batas waktu mengenai
semua humanitas. Dan orang melakukannya dengan cara yang sangat berbeda.
Tokoh pembaruan besar Martin Luther mengatakan, “ Ada begitu
banyak kerjaan yang saya harus kerjakan hari ini sehingga saya perlu
menyisihkan waktu satu jam untuk berdoa.” Baginya, doa bukanlah tugas
mekanis, melainkan lebih merupakan sumber kekuatan dalam melepaskan dan
melipatgandakan energinya.
Gagasannya adalah jika meluangkan waktu untuk memanfaatkan
pusat kepemimpinan dari kehidupan kita, yang merupakan hal tertinggi dalam
hidup, maka pusat itu menaungi seperti payung di atas segalanya yang lain. Ia
memperbarui kita, menyegarkan kita, khususnya jika kita memiliki komitmen
ulang padanya.
3. Dimensi Mental
159
Sebagain besar dari perkembangan mental dan disiplin studi kita bersal
dari pendidiakn formal. Tapi segera sesudah kita meninggalkan disiplin
eksternal sekolah, banyak dari kita membiarkan otak kita terhenti
pertumbuhannya, kita tidak lagi membaca secara seriuskita tidak berfikir lagi
secara analistis, kita tidak menulis_sedikitnya tidak kritis atau tidak dengan cara
tertentu menguji kemampuan kita mengekspresikan diri dalam bahasa yang baik,
jelas dan ringkas. Sebaliknya, kita malah menghabiskan waktu kita di depan TV
Pendidikan_pendidiakn yang berkesinambungan, pengasahan dan
perluasan pikiran yang terus menerus_adalah pembaruan mental yang vital.
Kadang ia melibatkan disiplin eksternal di luar kelas atau progam studi
sistematis; lebih sering tidak. Orang-orang proaktif dapat memikirkan bannyak
sekali cara untuk mendidik diri mereka sendiri.
Menulis adalah satu caraa lain yang ampuh untuk mengasah gergaji
mental. Membuat jurnal dari gagasan, pengalaman, wawasan, dan pelajaran kita
akan menyokong kejelasan mental, keterpatan dan konteks. Menulis surat yang
baik_berkomunikasi pada tingkat berpikir, perasaan dan gagasan yang lebih
dalam ketimbang pada tingkat peristiwa yang lebih dangkal_juga mempengaruhi
kita untuk berpikir jernih, untuk bernalar secara akurat, dan untuk dimengerti
secara efektif.
4. Dimensi Sosial/Emosional
Dimensi sosisal dan emosional kehidupan kita terikat bersama karena
kehidupan emosional kita terutama, hubungan kita dengan orang lain.
160
Pembaruan dimensi sosisal / emosioanal kita tidak membutuhkan waktu
dalam pengertian yang sama dengan yang dibutuhkan untuk pembaruan
dimensi-dimensi lain. Kita dapat melakukannya dalam interaksi kita yang
normal sehari-hari degan orang lain. Tetapi ini tentu saja memerlukan latihan.
Kita nungkin harus memaksakan diri karena banyak dari kita belum mencapai
tingkat Kemenangan Pribadi dan keterampilan Kemenangan Publik yang
diperlukan untuk kebiasaan 4,5, dan 6 yang datang dengan sendirinya kepada
kita pada semua interaksi kita.
2. ORGANISASI DAN PENGEMBANGANNYA
a) Pertumbuhan Organisasi
Greiner berpendapat bahwa organisasi yang sedang tumbuh bergerak melalui
lima periode evolusi yang relative tenang. Dan setiap periode diakhiri dengan periode
krisis evolusi. Menurut greiner,” setiap periode evolusi bercirikan gaya manajemen
dominan yang diterapkan untuk mencapai pertumbuhan, sedangkan masing-masing
periode revolusi bercirikan masalah manajemen yang dominan yang dipecahkan
sebelum pertumbuhan dapat berlanjut.
Tahap pertama disebut Kreatifitas, tahap ini biasanya didominasi oleh pendiri
organisasi, mereka menekankan pada upaya menciptakan produk dan pasar, tetapi pada
saat organisasi tumbuh, mulai timbul masalah-masalah yang tidak dapat ditanggulangi
melalui komunikasi dan dedikasi informal, sehingga terjadilah krisis kepemimpinan
yang membutuhkan seorang pemimpin yang kuat, yang diterima pendiri organisasi dan
yang dapat menggerakan oraganisasi bersama-sama dan dapat memberikan arahan
161
Selanjutnya, pertumbuhan melalui arahan. Dalam tahap ini manajer dan staf
intinya mengemban hampir semua tanggung jawab untuk melembagakan arahan, ntapi
akan mengalami krisis otonomi, karena menajer tingkat bawah akan menuntut otonomi
yang juga besar dan ini dapat diselesaikan dengan jalan pendelegasian lebih besar.
Apabila organisasi dapat memasuki tahap delegasi, organisasi biasanya mulai
mengembangkan struktur yang didesentralisasi, yang mempertinggi motivasi pada level
bawah. Namun, akhirnya, krisi selanjutnya mulai muncul pada saaat para manajer teras
“merasa bahwa mereka kehilangan kontrol atas bidang operasi yang sangat
terspesialisasi…kebebasan melahirkan sikap picik.”,
Sehingga akan timbul krisis kontrol yang mengakibatkan kembalinya
organisasi ke sentralisasi, yang sekarang tidak lagi sesuai dan menimbulkan
kekecewaan dan permusuhan dikalangan mereka yang telah memperoleh kebebasan.
Jalan keluar lebih baik adalah dengan tahap selanjutnya yaitu tahap koordinasi. Tahap
ini dicirikan olen penerapan system formal untuk mencapai koordinasi lebih besar bagi
pimpinan teras sebagai “pengaman”. Namun, pada akhirnya system koordinasi akhirnya
tidak efektif dan melahirkan periode revolusi selanjutnya yaitu _krisis birokrasi
umumnya karena memeliki program-program formal dan sistem yang kaku.
Tahap berikutnya adalah tahap kolaborasi, tahap ini menekankan spontanitas
tindakan manajemen yang lebih besar melalui tim dan penyelesaian perebedaan-
perbedaan antarpribadi secara tepat.
b) Pengembangan organisasi
Salah satu upaya yang dilakukan dalam menjawab tantangan bagaimana agar
organisasi dapat berkembang, bagaiman kita dapat memobilisasi sumber daya manusia
162
dan energi secara optimal untuk mencapai misi organisasi dan pada saat yang sama,
mempertahankan pertumbuhan organisasi dan orang-orang yang kebutuhan pribadi
mereka akan keberhargaan diri, pertumbuhan, dan kepuasan dapat dipenuhi secara
signifikan ditempat kerja?
Salah satu solusinya adalah dengan cara pengembangan organisasi (PO) sebagai
bidang kajian yang makin tumbuh dan berkembang.
1. Evektivitas organisasi dan PO
Efektivitas suatu organisasi tergantung pada tujuan dan sasarannya. Dengan
demikian, kita tidak dapat menerima seperangkat tujuan normatif yang sesuai bagi
semua organisasi sebagaiman yang dianut oleh kebanyakan teoritisi PO dan para
praktisi PO menyediakan “ pedoman dan arahan untuk hal-hal yang perlu dilakukan
dalam pengembangan suatu organisasi dan bagaimana cara mengadakan dan
mendukung program tersebut. Dengan nilai-nilai humanistik yang diajukan oleh
para praktisi dan teoritisi PO, tidak sukar memahami mengapa tujuan organisasi
pada umumnya dikemukakan sebagai diarahkan pada terbentuknya suatu organisasi
yang terbuka dan menimbulkan kepercayaan, dan karenanya intervensi PO
cenderung menerapkan penerapan strategi kolaboratif atau antar pribadi dalam
perbuatan.
2. pelajaran loop-ganda
kesanggupan mempelajari sesuatu, dan bersamaan dengan itu memperbaiki
kesanggupan untuk belajar. Ini berarti menunjukan apa yang telah terjadi untuk
menentukan apa yang telah berjalan dengan baik dan perlu di teruskan, disamping
apa yang mungkin diperbaiki. Misalnya ayat ke 9 dari peraturan National League
163
Umpires (Wasit Liga Nasional) mengenai tingkah laku, berbunyi, “ tinjaulah
kembali pekerjaan anda sesudah setiap pertandingan. Hanya dengan memeriksa diri
sendiri anda akan bertambah baik”. Memikirkan prestasi masa lampau merupakan
salah satu cara belajar dari pengalaman; penggunaan putar ulang video merupakan
penghalusan proses belajar. Pengalaman ini menujukan bahwa “ sukses itu sering
kali lahir dari kegagalan dan bahwa untuk belajar dari kegagalan kita, kita harus
mengasuh dan menunjang pemeriksaan mereka”. Dengan berbuat demikian,
organisasi membuat beberapa perusahaan dalam metodenya dan mengembangkan
proses perbaikan untuk membuat perubahan-perubahan yang relevan.19
3. Keseimbangan dinamis
Banyak perhatian ditujukan pada kebutuhan organisasi untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan keadaan. Adalah popular menekankan pentingnya perubahan
tanpa mengetahui kebutuhan akan pemeliharaan dan stabilitas system. Setiap
organisasi harus dapat mempertahankan cukup stabilitas untuk dapat berfungsi
dengan memuaskan, tetapi tidak membiarkan dirinya menjadi statis, sangat kolot ,
atau melalaikan kebutuhan akan menyesuaikan dengan perubahan keadaan,
pandangan yang relistis mengenai perubahan organisasi mengakui bahwa stabilitas
dan penyesuaian diri (adaptation) itu esensil untuk kelangsungan hidup (survival)
dan pertumbuhan.
Sedangkan dalam buku Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan dalam
mengembangkan suatu organisasi atau perusahaan agar pelaksanaannya efektif
dalam mendukung tercapainya tujuan organisasai perusahaan adalah menerapkan
metode yang sesuai dan efektif dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Pemeliharaan
19 Fremont E. Kast, Organisasi dan Manajemen, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), hal. 890
164
keamanan, kesehatan, dan sikap loyal karyawan hendaknya dengan metode yang
efektif dan efisien supaya tercapai manfaat yang optimal.
Komunikasi yang optimal harus digunakan dalam setiap penyampaian
informasi dari komunikator kepada komunikan. Komunikasi berfungsi untuk
instructive, informative, influencing, dan evaluative.20
3. STRATEGI KEMENANGAN ORGANISASI DENGAN MENINGKATKAN BAKAT
Tak peduli apakah sedang memimpin atau ketinggalan, dalam perlombaan jarak
jauh, organisasi tercepatlah yang menang. Seperti dikatakan dengan banyak cara yang
berbeda oleh mantan direktur General Electric, jack Welch, hanya keunggulan yang
berkelanjutanlah yang dapat menimbulkan inovasi dan perubahan yang lebih cepat dari
pesaing terkuat. Dia juga menekankan bahwa bila lingkungan eksternal lebih cepat berubah
dari pada anda, maka organisasi akan berakhir. Dalam bisnis, sama seperti perlombaan,
siapa yang paling cepat bergerak memiliki kombinasi dari kendaraan tercepat dan
pengemudi paling berbakat. Dan kendaraan yang tercepat adalah hasil ciptaan kelompok
desainer, teknisi dan produsen paling berbakat. Sebuah campuran kemenangan dari
pemimpin berbaklat dan karyawan yang berbakat adalah manajer-pemimpin, yaitu orang
yang mempertahankan kombinasi kemenangan antara perkembangan yang berkelanjutan
dan keusangan yang tepat waktu.
Dalam konteks bisnis, bakat dapat di didefinisikan sebagai “kapabilitas yang dipakai
untuk menciptakan nilai yang dihargai dan diakui oleh pemilik kepentingan (stakeholder)
utama – pemilik, manajer, dan pelanggan.” Orang berebakat harus mengetahui cara agar
pekerjaan mereka sesuai dengan rantai nilai yang ada dan tidak hanya melakukan pekerjaan 20 Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2003), hal.181
165
rutin dengan baik namun juga hebat dalam melakukan pekerjaan mereka, khususnya untuk
komponen yang sangat penting.
Komponen yang sangat penting biasanya memerlukan sejumlah sikap pro aktif,
kreatif, inisiatif, dan kreatifitas. Bila orang-orang yang berbakat tidak bekerja secara
maksimal dan dikendalikan secara cerdik oleh manajemen, maka sebagian besar
kemampuan mereka sia-sia saja. Sesungguhnya, bakat akan uterbuang percuma apabila
tidak diakui, tidak dikembangkan, tidak diekspresikan, tidak disempurnakan, dan tidak
ditiingkatkan.21
a) Pengertian Remaja
Remaja menurut Zakiah Drajat adalah masa peralihan yang ditempuh oleh
seseorang dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Secara fisik telah terbentuk dan
organ-organnya telah dapat menjalankan fungsinya, segi emosi dan sosial belum
matang dan memerlukan waktu dan proses untuk berkembang menjadi dewasa.22
Sedangkan menurut pendapat Drs. Sudarsono, SH masa remaja adalah masa
transisi, masa yang berbahaya bagi dirinya, sebab ia mengalami hidup diluar alam,
yakni antara alam khayalan dan alam kenyataan dimana banyak ditemukan gejolak jiwa
dan fisik, gejolak emosional yang tidak terkendali.23
Masa remaja adalah suatu periode peralihan dari masa kanak-kanakkepada masa
dewasa. Ini berarti anak-anak masa kini harus meninggalkan sesuatu yang
bersifatkekank-kanakan, dan juga harus mempelajari sikap dan pola perilaku yang baru
pengganti perilaku dan sikap yang ditinggalkan. Akibat sikap peralihan ini remaja
bersifat ambivalensi: disatu pihak ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, jangan 21 Subir Chowdhury, Organisasi Abad 21, (Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia, 2005), hal. 2 22 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan BIntang, 1993), hlm. 70. 23 Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Bina Aksara), Cat. Ke-1. hlm. 14.
166
selalu diperintah seperti anak kecil, tetapi dilain pihak ssegala kebutuhannya masih
minta dipenuhi seperti halnya pada anak-anak.24
Masa remaja terjadi berbagai perubahan fisik, kejiwaan dan social yang menurut
penyesuaian diri dari individu yang bersangkutan. Adapun perubahan-perubahan yang
dialami remaja tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Sarlito Wirawan Sarwono
adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Fisik
Terjadi perkembangan yang hebat akibat kematangan biologis:
d. pertumbuhan berat badan dan tinggi yang cepat.
e. Pertumbuhan tanda-tanda seksual primer (kelenjar-kelenjar dan alat-alat
kelamin) maupun tanda-tanda seksual sekunder (tumbuh payudara, haid, kumis,
mimpi basah dan sebagainya).
2. Perkembangan Sosial
a. Jangkauan pergaulan social bertambah luas.
b. Wawasan sosialnya bertambah luas.
c. Hubungan dengan teman sebaya lebih diutamakan.
d. Lebih mengikuti norma teman atau kelompok daripada orang tua.
e. Peranan sosialnya yang sesuai dengan jenis kelaminnya makin jelas.
3. Perkembangan Emosi
24 Sarlito Wirawan Sarwono, Mengenal dan Memahami Masalah Remaja, Seks dan Disiplin, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), hlm. 102.
167
Perubahan fisik dan social yang cepat menuntut kemampuan penyesuaian diri
yang sebaik-baiknya. Hal ini memyebabkan remaja mengalami beban mental yang
pada gilirannya menyebabkan emosi remaja mudah bergejolak. Ditinjau dari
emosinya, masa remaja disebut masa topan dan badai (sturm and drang) cirri emosi
yang mudah bergerak adalah kadar emosi yang sangat tinggi dan sekaligus cepat
berganti.
4. Perkembangan Intelektual
a. Mulai mampu berfikir abstrak normal
b. Kritis
c. Ingin tahu
d. Cenderung menentang pendapat orang lain
Dari beberpa perbedaan definisi di atas, penulis mencoba untuk
menyimpulkan dengan ringkas dari definisi remaja tersebut, adalah :
1. Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-
kanak menuju dewasa. Dan pada masa ini remaja berada pada posisi
kejiwaannya belum stabil.
2. masa remaja adalah sebagai masa mencari identitas, kalau masa-masa
sebelumnya penyesuaian diri dengan standar kelompok. Sekarang dimasa
remaja yang terpenting adalah mencari dan menemukan identitas dirinya sendiri.
2) Remaja dan Perkembangannya
a. Pengertian Remaja
168
Ada banyak definisi yang dapat diambil untuk memperoleh pengertian tentang
remaja, diantaranya:
1) Save M. Dagun, menerangkan bahwa remaja merupakan tahap pertumbuhan anak
menuju dewasa, yang terjadi mulai saat puber sampai usia 17-18 tahun.25
2) WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sebagaimana yang dikutip oleh Sarlito Wirawan
Sarwono, mendefinisikan bahwa remaja adalah suatu masa di mana:
2) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksualnya.
3) Individu mengalami perkembangan psikologis dan identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
4) Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan
yang relative lebih mandiri.26
3) Sarlito Wirawan Sarwono, menerangkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari
anak-anak menjadi dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik.
Bahkan perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer sebagai
akibat dari perubahan-perubahan fisik itu.27
a. Sopyan S. Willis, mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan pada masa remaja ini terdapat
guncangan pada individu remaja itu terutama dalam melepaskan nilai-nilai lama
dan memperoleh nilai-nilai yang baru untuk mencapai kedewasaan.28
25 Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:LPKN, 1997), hlm. 956. 26 Sarlito Wirawan Sarsono, Psikologis Remaja, (Jakarta: Rajawali Press, 2000), hlm. 6. 27 Ibid. hlm. 51. 28 Sopyan S. Willis, Problema Remaja dan Pemecahannya, (Bandung: Aksara, 1981), Cet. Ke-3, hlm. 19.
169
b. M. Alisuf Sabri, menerangkan bahwa masa remaja merupakan masa yang
penting dalam rentang kehidupan. Masa ini dikenel sebagai suatu periode
peralihan, suatu masa perubahan usia bermasalah saat dimana individu mencari
identitas usia yang menakutkan, masa tidak realistis dan masa amabang
dewasa.29
Dari beberapa definisi di atas, dapat di garis besarkan bahwa remaja adalah suatu
masa transisi, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa yang di dalamnya
mengalami semua perkembangan vsebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja
adalah masa yang penuh dengan perubahan-perubahan yang amat cepat menyangkut
segi pertumbuhan dan kejiwaan maupun yang bersifat sosial. Sehingga nampak adanya
perubahan-perubahan itu yang menyebabkan gejolak-gejolak kejiwaan yang
terefleksikan dalam perilaku sehari-hari yang kadang terlihat normal dan kadang
bernilai menyimpang.
b. Batas Usia Remaja dan Ciri-cirinya
1) Batas usia remaja
Sehubungan dengan adanya pembagian tahap-tahap kehidupan kedalam masa
kanak-kanak remaja dan dewasa, maka otomatis secara langsung pasti ada
pembagian batas usia untuk seseorang dapat memasuki criteria tahap-tahapan masa
kehidupan tersebut. Kapan seseorang diokatakan memasuki masa remaja?
29 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan anak dan Remaja, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), cet. Ke-2, hlm. 160.
170
Zakiah Drajat berpendapat bahwa:
“Pada umumnya permulaan masa remaja itu dapat diketahui dengan mudah dan
hampir sama pada setiap anak, yaitu kira-kira pada usia 13 tahun (misalnya mimpi
pada anak lakij-laki dan haid bagi anak perempuan) akan tetapi kapan berakhirnya
masa remaja itu agak sukar menentukannya, kaerena berbagai factor ikut
mempengaruhi, namun pada umumnya para ahli jiwa cenderung untuk mengatakan
bahwa pada masyarakat maju, berakhirnya masa remaja adalah pada usia 251 tahun,
dimana segala macam pertumbuhan atau perubahan cepat dapat dikatakan
berakhir”.30
Sedangkan menurut Aris Toteles sebagaimana yang ditulis dalam buku Sarlito
Wirawan Sarwono, yang membagi jiwa manusia dikaitkan dengan tahap
perekembangan jiwa terbagi menjadi :
1. Usia 0-7 tahun adalah masa kanak-kanak (infancy).
2. Usia 7-14 tahun adalah masa kanak-kanak (Boy hood).
3. Usia 14-21 tahun adalah masa dewasa muda (Young Man Hood).31
Pandangan Aries Toteles ini sampai sekarang masih berpengaruh pada dunia
modern kita, antara lain dengan tetap dipakainya batas usia 21 tahun dalam kitab-
kitab hokum diberbagai Negara sebagai batas akhir usia remaja.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa
peralihan dari masa kanak-kanak sampai sebelum menginjak dewasa atau ketika
aseseorang berumur antara 13-21 tahun.
30 Zakiah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm. 122. 31 Sarlito Wirawan Sarwono, Op. Cit. hlm. 6.
171
b. Ciri-ciri Remaja
Setiap tahap atau masa pertumbuhan dalam kehidupan manusia masing-
masing mempunyai keadaan psikologis tersendiri. Masa remaja dengan batasan usia
seperti yang disebutkan di atas, juga mempunyai keadaan fisik tersendiri.
Ciri-ciri fisik remaja secara umum adalah, tubuh bertambah kekar, kumis dan
jenggot mulai tumbuh (bagi Pria) dan pada remaja wanita mempunyai ciri-ciri,
payudara mulai tumbuh, tambah ramping dan pinggul mulai padat dengan jaringan
lemak.32
Ciri-ciri fisik ini sama halnya dengan cirri-ciri yang digambarkan oleh Fuad
Kauma dalam bukunya yang berjudul Sensasi Remaja Dimasa Puber, yaitu :
a. pertumbuhan badan yang sangat pesat.
b. kelenjar kelamin berfungsi dan matang.
c. Pada laki-laki suaranya membesar dan tumbuh bulu pada bagian tertentu
(kelamin) pada tubuhnya.
d. Pada anak wanita, pinggulnya nampak membesar serta buah dadanya
mengembang dan tumbuh bulu pada kelaminnya.
Drs. H. Salimun A. Nasir membagi cirri-ciri remaja menjadi dua, yaitu :
a. Remaja awal, dengan cirri-ciri :
1. Kemampuan perasaan dan emosi tidak stabil.
32 A.W. Widjaya Kusuma, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkoba, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 2.
172
2. Mental dan daya pikir mulai agak sempurna.
3. Hal sikap dan moral, menonjol pada menjelang akhir masa remaja awal.
4. Remaja awala adalah masa kritis.
5. Banyak masalah yang dihadapinya.
6. Timbul dorongan-dorongan seks.
b. Remaja akhir dengan ciri-ciri :
a. Stabilitas mulai timbul dan meningkat.
b. Citra diri dan sikap pandangan lebih realistis.
c. Perasaan lebih tenang.
d. Matang dalam menghadapi masalah.33
Sebenarnya, masalah-masalah wajar yang dihadapi remaja akhir relative
sama dengan masalah yang dihadapi remaja awal, perbedaannya hanya terletak
pada cara menghadapi dan memecahkan masalah tersebut saja.
Jika dalam masa remaja awal umumnya masalah tersebut dihadapi dengan
sikap bingung, maka pada masa remaja akhir, mereka menghadapi masalah
tersebut secara lewbih tenang dan matang.
Adapun mengenai cirri-ciri psikis yang terdapat dari remaja adalah adanya
beberapa kecenderungan-kecenderungan untuk meniru, kecenderungan tertarik
33 Salihun A. Nasi, Peran Pendidikan Agama Terhadap Problema Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), hlm. 14.
173
pada lawan jenis, kecenderungan mencari idola, kecenderungan mencoba pada
hal-hal baru dan emosinya mulai mudah meletup.
c. Perkembangan Keberagaman Remaja
Quraish Shihab mendefinisikan keberagaman yakni :
“Tidak hanya berorientasi pada bentuk-bentuk peribadatan yang bersifat
superficial atau menekankan aspek-aspek “Luaran” semata, melainkan lebih pada
terjadinya keseimbangan antara aspek-aspek “luaran” dengan sikap bathin atau
aspek “dalam” .34
Kata keberagaman berasal dari kata agama, yang mendapat awalan ke- dan
akhiran –an. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia agama berasal dari bahasa
Sanksekerta yang artinya tidak kacau, diambil dari dua kata, a berarti tidak dan
gama berarti kacau.35
Secara lengkapnya agama adalah peraturan yang mengatur manusia agar tidak
kacau. Menurut maknanya, kata agama dapat disamakan dengan kata Religion
(Inggris), Religie (Belanda) atau berasal dari bahasa latin Religio, yaitu dari akar
kata Religare yang berarti mengikat.36
Agama dalam bahasa arab dikenal dengan kata “ad-dien”, yang mengandung
berbagai arti, yaitu al-ihsan (kebajikan), al-ibadat (pengabdian), ah-tha’at (taat),
dan Ial-islam at-tauhid (penyerahan dan pengesaan tuhan).37
34 Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), cet. Ke-1, hlm.210. 35 H. Dadang Kahmad, Metodologi Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), cet. ke-1, hlm.47. 36 Ibid., hlm. 22. 37 Ibid., hlm. 47.
174
Remaja dan pemuda merupakan kelompok usia yang sangat potensial. Itu
sebabnya generasi muda seringkali disebut sebagai generasi harapan; harapan
dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan Negara. Dalam konteks
kemasjidan generasi muda juga menjadi tulang punggung dan harapan besar bagi
pemakmuran masjid pada masa kini dan masa mendatang.
Karena itu, islam juga memandang generasi muda sebagai harapan. Ini
nampak pada perhatian Allah SWT dan Rasul-Nya yang begitu besar terhadap
generasi muda. Bahkan Allah dan Rasul-Nya mengisaratkan bahwa, meskipun
seseorang berada dalam usia yang muda, dia bias hidup dengan baik sebagaimana
ketentuan ajaran Islam, tidak sebagaimana pandangan sebagian masyarakat kita
yang menganggap usia mukda adalah usia untuk santai, hura-hura dan bebas
melakukan maksiat sehingga bila generasi muda melakukan hal-hal yang tidak
benar, maka hal itu sering kali mudah dimaklumi, “yah namanya juga anak muda”,
begitu kata mereka.
Diantara isyarat Allah akan pentingnya generasi muda adalah diceritakan-Nya
kisah sekelompok pemuda yang istiqomah dalam mempertahankan akidah Islamiah
meskipun harus berhadapan dengan pengusa yang dzalim dan akhirnya mereka
bersembunyi didalam goa. Kisah ini diabadikan Allah didalam surat Al-Kahfi.
Sementara, Rasulallah SAW disamping banyak sekali sahabatnya yang lebih muda
bahkan jauh lebih muda dari beliau, menyebutkan dalam satu hadits yang artinya :
“Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tidak
ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu… pemuda yang perkembangan
hidupnya senantiasa ibadah (taat) pada Allah dan seseorang yang hatinya selalu
175
tertpaut pada masjid, sejak ia keluar sampai nantinya ia kembali…(HR. Syaikhani,
Ahmad dan Nasa’i)”
Agar pemuda betul-betul dapat menjadi harapan keluarga, agama, bangsa dan
negara maka mereka harus mendapatkan bimbingan dan arahan yang sebaik-
baiknya. Dalam kaitan masjid, perlu dibentuk, dibina, dan dikembangkan apa yang
disebut dengan remaja masjid.
4. Pengertian Remaja Masjid
Remaja dan pemuda merupakan kelompok usia yang sangat potensial. Itu
sebabnya generasi muda seringkali disebut sebagai generasi harapan; harapan
dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan Negara. Dalam konteks
kemasjidan, generasi muda juga menjadi tulang punggung dan harapan besar bagi
pemakmuran masjid pada masa kini dan masa mendatang.
a. Pengurusan
Remaja masjid merupakan wadah utama dalam pengkaderan bidang
kemasjidan terhadap generasi muda. Oleh karena itu, kepengurusan remaja
masjid harus terwujud dan harus berjalan dengan baik dan solid. Untuk itu,
pengurusan remaja masjid dapat disusun sesuai dengan tingakat kebutuhannya,
diuraikan tugas dan tanggung jawabnya dan ditempatkan sumber daya
manusianya yang cocok. Sekurang-kurangnya struktur yang dibutuhkannya
adalah ketua, wakil ketua, sekertaris, wakil sekertaris, bendahara, wakil
bendahara, dan seksi-seksi yang terdiri dari seksi pendidikan, da’wah, humas,
olah raga, dan seni, social dan keputrian.
b. Program Kegiatan
176
Ada banyak program yang bias dicanangkan oleh pengurus remaja masjid
dalam mengemangkan aktivitas yang menarik dan bermanfaat bagi remaja
dilingkungan masjid.
1. Penerimaan Anggota
Penerimaan anggota baru merupakan salah satu program penting bagi
remaja masjid agar jelas siapa yang menjadi anggotanya untuk selanjutnya
dibina dengan sebaik-baikknya.
2. Majilis Ta’lim
Memahami ajaran Islam secara syamil atau menyeluruh dan kamil atau
sempurna serta memiliki kepribadian yang islami merupakan suatu
keharusan bagi setiap muslim, apalagi bagi remaja masjid yang merupakanm
generasi harapan. Karena itu program amjlis ta’lim bagi remaja masjid harus
dilaksanakan.
3. Bimbingan Belajar
Mempersiapkan dan menghasilkan remaja masjid yang berprestasi
dalam studi di sekolah merupakan salah satu beban yang harus dipikul
remaja masjid. Karena itu perlu diprogram bimbingan belajar bagi remaja
masjid, baik untuk remaja masjid yang masih duduk di SLTP maupun di
SLTA. Bahkan sangat memungkinkan bagi adik-adik yang masih duduk di
SD.
4. Latihan Kepemimpinan
177
Memiliki kader-kader pemimpin untuk masa mendatang merupakan
kebutuhan yang mutlak, minimal untuk skala masjid dan kepengurusan
masjid itu sendiri. Oleh karena itu perlu diselenggarakan program latihan
kepemimpinan bagi remaja masjid agar dengan demikian tumbuh jiwa
kepemimpinan dan membekali remaja untuk menjadi pemimpin yang baik.
Ini merupakan salah satu proses kaderisasi dikalangan remaja masjid hingga
kaderisasi tidak hanya berlangsung secara ilmiah tapi juga memang betul-
betul dipersiapkan dengan proses pendidikan.
5. Pesantren kilat
Kegiatan ini sudah menjamur sejak era 1980-an dan menjadi program
nasional setelah diselenggarakan pesantren kilat nasional. Namun, masih
banyak yang harus dibenahi dan disempurnakan dari penyelenggaraan
pesantren kilat ini. Bagi remaja masjid, pesantren kilat merupakan kegiatan
yang dimaksudkan untuk menumbuhkan dan memantapkan jiwa keislaman
melalui pembekalan ilmu tentang islam dengan metode ceramah, Tanya
jawab, study kasus, diskusi, simulasi dan sebagainya. Diselenggarakan pada
saat liburan semester atau libur ramadhan.
6. Pelatihan Jurnalistik
Melahirkan kader-kader penulis muslim yang handal merupakan suatu
kebutuhan bagi umat islam. Hal ini karena, da’wah juga harus dilaksanakan
dan dikembangkan melalui media massa, khususnya media cetak. Salah satu
upaya yang praktis umtuk melahirkan kader-kader penulis adalah melalui
pelatihan jurnalistik. Karenanya remaja masjid melaksanakan program ini.
178
Kegiatan ini bias dilaksanakan satu hari sebagai tahap awal dan sekitar satu
pecan untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal.
7. Diskusi dan Seminar
Menumbuhkan semangat dan kemampuan mengkaji berbagai
persoalan keislaman, atau masalah actual yang ditinjau dari sudut ajaran
Islam merupakan sesuatu yang penting bagi remaja masjid. Untuk itu,
diskusi dan seminar, baik berkala maupun incidental merupakan program
yang perlu dilaksanakan. Program ini bias dilaksanakan secara bersama-
sama dalam arti internal remaja masjid atau mendatangkan pakar dalam
masalah yang didiskusikan.
8. Pengajian Anak-anak
Anak-anak yang berada dilingkungan masjid merupakan kader utama
di masa mendatang. Karena itu, mereka harus disiapkan sejak dini. Salah
satunya adalah melalui pngajian anak-anak agar tumbuh jiwa keislamannya
dan memahami ajaran Isalam dengan baik. Nama programnya bias TPA
(Taman Pendidikan Al-qur’an) atau Madrasah Diniah.
9. Kepanitiaan
Kegiatan ini biasanya dimaksudkan untuk membantu pengurus masjid
dalam suatu aktifitas atau kegiatan remaja masjid itu sendiri dalam
melaksanakan programnya. Kepanitian yang biasa dilaksanakan di masjid
antara lain : panitia kegiatan Ramadhan, Zakat, Qurban, Maulid, Isra Mi’raj,
Tahun Baru Islam, Santunan Anak Yatim, dan sebagainya. Kegiatan ini
tentu saja tidak mesti hanya berbentuk tabligh akbar atau ceramah umum,
179
tapi bias juga dikembangkan kegiatan-kegiatan lainnya yang lebih terasa
manfaatnya seperti santunan sosial, khitanan masal, musabaqoh hafalan
Qur’an dan sebaginya.
10. Olah Raga dan Seni
Kegiatan olah raga biasanya dilaksanakan di masjid manakala
fasilitasnya memadai. Olah raga bela diri misalnya bias dilaksanakan di
halaman, bahkan kalau tidak mengganggu kegiatan ibadah, kegiatan ini bias
juga dilaksanakan didalam masjid, seni untuk ibadah kepada Allah SWT,
bahkan seni yang bebas nilainya.
11. Perpustakaan Masjid
Semangat membaca dikalangan jamaah masjid amat perlu untuk
ditumbuhkan dan dimantapkan. Salah satu caranya adalah dengan
menyediakan sarana membaca, yakni perpustakaan masjid. Remaja masjid
dapat memprogram dan menglola per[ustakaan masjid mulai dari meminta
kepada pengurus masjid akan mengadakan ruangan khusus perpustakaan,
menyediakan lemari, buku, dan meja baca, pengadaan buku hingga
pelayanan dan pemulangan buku.
12. Bakti Sosial
Dalam rangka menumbuhkan dan memantapkan jiwa sosial remaja
amat penting bagi remaja masjid untuk mencanangkan program bakti sosial,
baik terhadap masyarakat dilingkungan masjidtersebut maupun pada
masyarakat jamaah masjid lain yang sangat memerlukan bantuan. Namun
180
kegiatan bakti sosial itu tidak hanya bias kita lakukan dalam bentuk
memberikan santunan kepada masyarakat, ada bentuk-bentuk lain yang bias
dilakukan, misalnya membersihkan masjid dan mushola, membersihkan
lingkungan pemukiman/kampung, gerakan penghijauan, dan sebagainya.
13. Forum Komunikasi
Menggalang persatuan dan kesatuan diklangan remaja masjid
merupakan salah satu keharusan. Diantara cara-cara yang bias dilakukan
adalah dengan membentuk forum komunikasi remaja masjid, paling tidak
pada wilayah-wilayah tertentu. Misalnya forum komunikasi remaja masjid
Pasar Mingu, forum kerjasama remaja masjid Pulo Gadung, forum
koordinasi remaja masjid Ciputat dan sebagainya.
181
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya
RISKA, Remaja Islam Sunda Kelapa, sebagai bagian dari Masjid Agung Sunda
Kelapa, merupakan wadah kepemudaan yang bertujuan untuk membina kehidupan
beragama dikalangan remaja guna menunjang serta mendukung minat dan bakat
anggotanya untuk mencapai cita-cita ke arah perbaikan dalam bidang pendidikan dan minat
bakat.
182
Diawali pada tahun 1968 dengan kegiatan Pengajian Muda-Mudi Jalan Subang
(PMMJS – dari rumah ke rumah), hingga akhirnya pada tahun 1971 berdiri Masjid Agung
Sunda Kelapa yang mewadahi kegiatan tersebut hingga saat ini. Lalu pada tahun 1974
lahirlah Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA), yang mempunyai manajemen yang diatur
dalam Peraturan Dasar / Peraturan Rumah Tangga (PD / PRT). Sistem keanggotaan RISKA
yang mencakup segala kalangan membuat RISKA berkembang pesat dan diterima
masyarakat. Berdasarkan hasil statistik keanggotaan terlihat bahwa 72,3% anggota RISKA
berasal dari kalangan Perguruan Tinggi, dengan total seluruh anggota RISKA mencapai
kisaran 15.000 orang.
Terlebih pada saat perayaan momen besar Islam, RISKA selalu mengadakan
kegiatan dengan skala yang cukup besar dengan melibatkan massa yang tidak sedikit. Gema
Muharram RISKA merupakan salah satu kegiatan besar RISKA, dengan peserta yang
banyak dan juga jalinan kerjasama dengan banyak institusi.
Hubungan RISKA dengan remaja masjid lainnya di Indonesia juga cukup baik, terlebih
RISKA merupakan salah satu barometer remaja masjid di Indonesia. Ini terbukti dari
banyaknya remaja masjid dari berbagai propinsi di Indonesia yang melakukan studi
banding. Termasuk sebagai bahan Tugas Akhir beberapa Mahasiswa dari berbagai
Perguruan Tinggi di Jabotabek khususnya. RISKA juga mempunyai jalinan kerjasama yang
baik dengan banyak institusi bisnis, di mana tawaran kerjasama dengan RISKA selalu
mendapatkan respon yang positif.
RISKA sebagai suatu komunitas Remaja Islam yang berkualitas dan gaul dengan berlokasi
dibilangan Menteng, Jakarta Pusat—mencoba sedikit berbuat dalam peran Dakwah
dikalangan Remaja di Indonesia, Jakarta khususnya.
Organisasi Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) telah mengadakan bermacam
ivent mulai dari yang berskala kecil hingga yang besar seperti Obor Persahabatan Dunia
bersama MENPORA, Program Ciliwung Bersih bersama Mentri Kehutanan dan
183
Lingkungan Hidup Prof. Dr. Emil Salim, Gong Jakarta, Maharama ’91, ASEAN Youth
Moslem International Meeting 1995 (AYMIM) serta kegiatan lainnya dengan jumlah massa
yang tidak sedikit. Lokasi pelaksanaan pun beragam, dari ruang ibadah Masjid Agung
Sunda Kelapa sampai Taman Ria Senayan, mulai tempat Perkemahan sampai Ballroom
hotel berbintang, ataupun ruang siaran stasiun radio dan chatting disebuah internet Service
Provider.
Terlebih saat moment hari besar islam, Organisasi Remaja Islam Sunda Kelapa
(RISKA) selalu mengadakan kegiatan dengan skala yang cukup besar denganmelibatkan
massa yang tidak sedikit. Gema Muharram RISKA dan ramadhan bersama RISKA
merupakan dua kegiatan besar RISKA dengan jumlah peserta yang banyak, dan juga jalinan
kerjasama dengan banyak institusi bisnis.
Dengan pengalaman dibidang event organizing selama bertahun-tahun khususnya
untuk target remaja, serta nama besar yang disandang RISKA selaku Trand Setter remaja
Masjid Indonesia secara umum, tak pelak lagi bahwa RISKA merupakan sebuah nama yang
layak untuk dipertimbangkan sebagai mitra kerja untuk institusi komersil atau nonkomersil
di Indonesia.
B. Tujuan Didirikannya
Tujuan didirikannya Organisasi Islam Sunda KElapa (RISKA) adalah:
1. terbinanya kehidupan yang Islami dikalangan remaja/pemuda
2. tercapainya cita-cita remaja/pemuda kearah pembentukan, pembinaan, dan pendidikan
yang akan menghasilkan intelektual muslim yang berahlakul karimah dan turut
berpartisipasi dalam menciptakan kesosialan masyarakat.
C. Visi dan Misi
1. Visi
184
“Terbaik dan terdepan dalam pembinaan akhlak, penyaluran daya inovasi dan
kreatifitas serta peningkatan intelektual generasi muda Islam untuk menyongsong
kebangkitan Islam.”
2. Misi
b. Meningkatkan ketaqwaan dan akhlak islami dengan mempersiapkan generasi muda
didalam mengemban amanat khilafah di Dunia.
c. Meningkatkan daya kreatifitas dan inovasi serta intelektual generasi muda dalam
upaya menghadapi persaingan Global.
d. Partisipasi proaktif dalam menghadapi situasi dan kondisi lingkungan sosial dan
kemasyarakatan.
D. Program Kegiatan Reguler
1. SDIS
Lengkapnya Studi Dasar Islam Siswa. Sebagai bagian dari RISKA, Departemen
yang bergerak dibidang Pendidikan ini hadir guna memenuhi kebutuhan atas nilai-nilai
religi remaja seusia SMP-SMU. Disamping itu, SDIS berusaha menumbuhkan sikap
yang tidak jauh dari kaidah Islam dalam masa pertumbuhan mereka dalam suasana yang
sesuai dengan dunia mereka tentunya.
Setelah selesai SDIS, siswa/peserta dapat melanjutkan Program yang ditawarkan
berikutnya guna lebih mendalami Nilai-nilai Islam atau lainnya yang berhubungan
dengan Minat dan Bakat masing-masing.
SDIS diselenggarakan pada setiap Ahad, pukul 10.00 s.d 12.00 WIB dengan 2
(dua) kali penerimaan anggota baru dalam setahun dan terbuka untuk umum
2. SDTNI
SDTNI lebih dikenal dengan Studi Dasar Terpadu Nilai Islam yang merupakan
salah satu Departemen RISKA yang berpotensi dalam menunjang SDM RISKA karena
185
disinilah Dasar pembentukan karakter baik dari segi aqidah (pemahaman akan ke-Esa-
an Sang Pencipta) dan akhlaq (jiwa moralitas).
Program Perkuliahan Reguler yang diselenggarakan oleh SDTNI terbuka untuk
umum (lulusan SLTA/Sederajat, usia s.d. 27 tahun) setiap hari Sabtu pukul 16.00 s.d
Maghrib selama kurang lebih 5 bulan. Sedangkan pendaftaran dibuka 2 kali setahun
3. SLTNI
Studi Lanjutan Terpadu Nilai Islam. Studi ini merupakan fase berikutnya
setelah Anda menyelesaikan Program Studi sebelumnya, SDTNI. Pada dasarnya Anda
bisa langsung mengikuti Program Lanjutan ini selama Anda memenuhi kriteria yang
ditentukan seperti dapat membaca Quran dengan cukup lancar atau sekurang-
kurangnya telah memiliki Dasar Islam.
Di SLTNI ini, studinya lebih intensif dalam menggali wawasan dan pandangan
Islam mengenai kompleksitas hidup dan kehidupan remaja khususnya dan masyarakat
umumnya. Setelah selesai mengikuti Program ini, peserta diharapkan untuk berperan
dalam mentoring baik internal RISKA maupun ekstenal
Program ini juga berlangung selama setahun dengan 2(dua) kali perekrutan.
Adapun perkuliahan reguler dilaksanakan setiap Ahad dari pukul 10.00-12.00 dengan
target lulusan SLTA/sederajat dengan rentang usia s.d. 27 tahun.
4. BMAQ
Disini Anda dapat mengikuti program yang kami tawarkan, salah satunya yaitu
Bimbingan Membaca Al Quran (BMAQ) dengan mengasah kemampuan membaca
Quran Anda baik itu tajwid maupun makna yang terkandung melalui perkuliahan yang
diselenggarakan setiap hari Ahad setiap pukul 10.00 s.d. 12.00 WIB ini selama kurang
lebih 5 (lima) bulan. Dan Anda pun dapat melanjutkan ketahap berikutnya tentunya.
Adapun tingkatan perkuliahan di Bimbingan Membaca Al Quran ini terdiri atas
tingkat dasar, menengah dan lanjutan. Hal ini tergantung dari tingkat kemampuan
186
masing-masing berdasarkan konsultasi dengan Tutor Anda. Disamping itu, kami juga
menerima privat disesuaikan dengan waktu yang Anda miliki
5. Keputrian
Dengan ciri dan karakter khusus, Departemen Keputrian hadir untuk mencoba
memberikan warna dalam khazanah pendidikan dunia Islam khususnya wanita
ditambah dengan bekal yang tentunya berkaitan dengan wanita baik itu dalam karir,
pendidikan dan pra rumah tangga.
Program reguler ini diselenggarakan selama kurang lebih 5 bulan dengan dua
kali dalam setahun setiap hari Ahad pukul 13.00 s.d. 15.00 (Ashar). Tentunya terbuka
untuk umum (lulusan SLTA/Sederajat, usia s.d. 27 tahun)
6. Fotografi
Disinilah tempat yang tepat dan dapat diperhitungkan sebagai alternatif dalam
penyaluran hobi dan bakat Anda dalam dunia Fotografi seperti Dasar Fotografi, Foto
Jurnalistik, Foto Petualangan maupun Panggung. Termasuk bagaimana teknik memoto
dan mengolah gambar.
Dengan dibimbing Fotografer profesional berpengalaman dan ternama
dibidangnya, kami juga bekerjasama dengan Institusi yang berkompeten. Disamping
itu, kami menyelenggarakan Workshop Fotografi. Anda juga akan merasakan serunya
Hunting Foto.
Perkuliahan yang terbuka untuk umum ini diselenggarakan setiap hari Ahad
sejak pukul 09.00 – 15.00 WIB dengan syarat usia maksimal 27 tahun dan belum
menikah dengan dua kali setahun penerimaan anggota baru.
7. Jurnalistik
Siapa pun yang berminat atau ingin mengembangkan bakatnya dalam Jurnalistik
dapat memilih program yang kami tawarkan disini. Adapun perkuliahan
diselenggarakan setiap hari Ahad pukul 10.00 s.d. 12.00 WIB.
187
Sedangkan penerimaan Anggota baru sebanyak 2 (dua) kali setahun dengan
rentang usia dari 17 tahun (lulus SLTA) s.d 27 tahun. Setelah selesai dari perkuliahan,
Anda dapat magang atau berkarya di Media RISKA sebagai wadah penyaluran ide dan
bekal dari perkuliahan sebelumnya.
8. Kesenian
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan keterampilan dalam bidang kesenian.
Program yang dibuka antara lain: gitar, keyboard, vokal, teater, dan puisi. Pendidikan
awal selama 5 (lima) bulan . aktivitas setiap hari Sabtu pukul 15.00 WIB sampai dengan
Magrib dan hari Ahad pukul 13.00 WIB samapi dengan Ashar. Ekstrakurikulernya
antara lain : Tafakur Alam, Silaturahim, Perlombaan, dan lain-lain.
9. Forum Kajian
Kajian-kajian yang diadakan meliputi berbagai topik, seperti isu-isu di dunia
remaja, situasi politik, dan lainnya. Juga mengadakan kegiatan kajian pengembangan
diri seperti kemampuan berkomunikasi, serta pelatihan bahasa arab. Selain itu juga ada
kajian lepas kerja yang diperuntukan bagi yang pulang selepas kerja (Eksekutif Muda)
yang biasanya rutin pada hari rabu sore, saat ini pindah pada hari selasa sore mulai
Magrib sampai pukul 20.00 WIB.
E. Program Kegiatan Tidak Tetap (Insidentil)
1. Kegiatan perayaan hari besar Islam
Seperti Gebyar Muharram dan Ramadhan bersama RISKA (diadakan satu bulan
selama Ramadhan dengan beragam kegiatan seperti pesantren kilat, talk show, bazaar
du’afa, anjangsana social, on air di radio, program social, dan lain-lain).
2. Kegiatan Talk Show, Bedah Buku, dan Seminar.
Diadakan secara kasuistik bila ada topic yang ingin diangkat.
3. Kegiatan Training dan Work Shop
188
Program peningkatan SDM RISKA, meliputi Latihan Dasar Kepemimpinan
(LDK), Manajemen (Pemasaran, SDM, Konflik), pelatihan kepanitiaan, dan lain-lain.
4. Kegiatan Tafakur Alam
Diadakan sebagai pelengkap dari kegiatan depaertemen.
5. Kegiatan Sosial
Diadakan bila ada kasus-kasus yang perlu dibanntu (contoh terakhir adalah
bantuan untuk korban banjir yang melanda Jakarta dan bencana Tsunami di Aceh).
F. Adik Asuh RISKA (AAR)
Departemen Adik Asuh RISKA adalah salah satu departemen Remaja Islam Sunda
Kelapa yang bergerak di Bidang Sosial Kemasyarakatan dan bertujuan untuk memberikan
bantuan demi kelangsungan pendidikan kepada anak-anak kaum dhuafa.
Saat ini Departemen AAR telah memiliki sekitar 30 anak yang terdiri dari tingkat
pendidikan SD sampai SMU/SMK yang diambil dari 5 wilayah Jakarta.
Bantuan yang diberikan kepada mereka adalah bantuan dana sekolah, buku
pelajaran serta kegiatan belajar materi pelajaran sekolah dan materi rohani Islam yang
diadakan setiap 2 pekan sekali. Selain itu studi wisata, ekskul komputer dan kesenian juga
meruakan kegiatan tambahan untuk melengkapi keterampilan mereka.
1. Paket Bantuan
Demi kelangsungan pendidikan mereka, kami mengajak Saudara untuk
berpartisipasi dengan menawarkan paket bantuan dana yang terdiri dari :
a. Paket Bebas
Bantuan dana bulanan yang esarnya tidak ditentukan
b. Paket Kakak Asuh
Paket A (SD) : Rp 15.000/bulan
189
Paket B (SMP) : Rp 30.000/bulan
Paket C (SLTA) : Rp 40.000/bulan
Komitmen selama 6 bulan dan dapat diperpanjang
c. Paket Orang Tua Asuh
Paket A : Rp 250.000/smt (6 bulan)
Paket B : Rp 360.000/smt (6 bulan)
Paket C : Rp 450.000/smt (6 bulan)
Keterangan :
a. Paket ini meliputi biaya SPP, Transpor, Uang buku dan Biaya
ketrampilan
b. Orang Tua Asuhdapat memilih adik asuh yang ingin dibiayai dan berhak
mendapatkan report prestasi adik asuh
c. Bantuan dana dapat diangsur setiap bulan
d. Komitmen selama setahun dan dapat diperpanjang
Sumbangan dana dapat disalurkan melalui :
Bank Muamalat Indonesia (BMI) Pusat
No Rek : 3010036100 a.n Baitul Maal RISKA
BMT Masjid Agung Sunda Kelapa
No Rek : 01.0000.8343 a.n Departemen Adik Asuh RISKA
BCA Cab Kemang
No rek : 286 1154710 a.n Siti Zahrah Nurjanah
Informasi selengkapnya hubungi :
Pengurus Departemen Adik Asuh RISKA
Jl Taman Sunda Kelapa No 16 Menteng, Jakarta Pusat 10310
Telp : 310580, 31905839
Fax : 3154179
190
Contact Person :
Lely 0812 8372230
Yunis 0812 1011137
Daru 0812 8791372
SUSUNAN KEPENGURUSAN
REMAJA ISLAM SUNDA KELAPA ( R I S K A )
PERIODE 2007 – 2008
Ketua Umum : Fidiarta Andika
Ketua Harian : Ardiansyah
Sekretaris Jenderal : Muhammad Firmansyah
Kesekretariatan : Mardyah
Pusat Data RISKA : Kiki Zakiyah
Bendahara Umum : Hainah Sakinah
Wakil Bendahara Umum : Lizty Agisnia
Biro Dana Usaha : Nia Farhana
Ketua Divisi Sumber Daya Manusia : Fajar Budiman
Biro Rekruitmen : Sandra Olivia
Biro Kaderisasi : Lis Kurniah
Biro Koordinasi Mentor : Fahrurozi
Lina Herlina
Ketua Divisi Humas dan Marketing : Fernando Sitorus
Biro Sistem Informasi : Noval Ponconoto
Biro Hubungan Organisasi Komersil : Ira Isprafika Purnamasari
Biro Hubungan Org. Non Komersil : Hafsah Syarifah Arifianti
191
Ketua Bidang Pendidikan Islam : Itta Erlina
Ketua Departemen SDIS : Gugus Aryo S
Ketua Departemen SDTNI : Desmi Hendri
Ketua Departemen SLTNI : Jhanan Abdullah
Ketua Departemen BMAQ : Widiyanto
Ketua Departemen Keputrian : Ade Farida
Ketua Bidang Aktulisasi, Minat & Bakat : Eko Yuniarto
Ketua Departemen Fotografi : Nurrochman
Ketua Departemen Kajian RISKA : Eko Cahyadi
Ketua Departemen Jurnalistik : Anugerah Nurannisa
Ketua Departemen Kesenian : Ilham Manurung
Ketua Departemen OPA L : Harri Septriadi
Ketua Bidang Sosial Kemasyarakatan : Margowidilaksono
Ketua Departemen Adik Asuh RISKA : Haris Al-Qodri Maarif
Ketua Departemen RIScue : Muhammad Ali
192
BAB IV
IMPLEMENTASI THE SEVEN HABITS PADA ORGANISASI REMAJA MASJID
(RISKA) DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN ORGANISASI
A. Implementasi The Seven Habits Pada Organisasi Remaja Masjid
Dalam bab ini penerapan the seven habits secara umum pada dasarnya sudah
diterapkan dalam upaya mengembangkan organisasi walaupun masih terdapat berbagai macam
kekurangan yang terdapat dalam penerapan the seven habits tersebut. Hal ini terlihat dari hasil
survey yang penulis lakukan terhadap organisasi RISKA beberapa waktu lalu.
Bentuk penerapan The Seven Habits tersebut dilakukan dalam menjalankan roda
organisasi, mulai dari kegiatan harian maupun dalam melaksanakan progam-program yang
mereka telah rencankan dalam rapat kerja (Raker). Seperti penerapan sikap-sikap yang
tercantum dalam buku The Seven Habits
Pertama, Pro aktif , hal ini diterpkan oleh pengurus RISKA dalam menjalankan
organisasi, mereka dituntut untuk dapat menjadi orang yang akif ketika berorganisasi, dapat
membuat inovasi-inovasi yang signifikan sehingga dapat mengembangkan organisasi, selain itu
mereka juga harus dapat berfikir kreatif dalam melaksanakan setiap program kerja agar
program tersebut tidak berjalan secara monoton akan tetapi dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi yang ada. Bertindak pro aktif berarti selalu dapat mencari hal-hal yang
belum pernah terfikir oleh organisasi yang lain, yang dapat membedakan mereka dari yang
lainnya, terutama mengenai program kerja yang mereka telah rencanakan.
Kedua, Merujuk pada tujuan akhir, semua pengurus RISKA harus dapat
mengembalikan seluruh kegiatan yang mereka lakuakan kepada visi dan misi organisasi,
terlebih lagi harus diniatkan apa yang dilakukan hanya untuk Allah semata. Hal ini begitu
penting mengingat dalam organisasi ini tidak berorietasi pada profit oriented, sehingga harus
timbul kesadaran sendiri dalam upaya mengembangkan organisasi sesuai dengan visi dan misi
yang telah dicanagkan oleh para pengurus RISKA.
Orang-orang yang sukses adalah mereka yang menetapkan tujuan yang akan diraihnya.
Bagi mereka hidup adalah pilihan untuk menentukan arah kiblat yang benar yang memberikan
193
arah ke mana dia harus bergerak. Tujuannya adalah untuk membentuk sikap dan prilaku
seseorang. Mengetahui arah kiblat, menyebabkan seluruh umat islam menjadi tertib dalam
urusan shalatnya. Begitu juga menetapkan tujuan, akan menumbuhkan disiplin dan gairah
kehidupan karena tindakan dan perbuatan kita dikerahkan menuju arah tersebut. Sikap dan
prilaku seseorang ditentukan oleh tujuannya.
Ketiga, Dahulukan yang utama, dalam hal ini seluruh pengurus harus dapat
memprioritaskan hal-hal yang paling penting yang dapat mengembangkan organisasi,
kepentingan pribadi tidak boleh didahulukan, mengingat RISKA adalah organisisi, walau
bagaimanapun juga kepentingan oganisasi adalah diatas segalanya. Ketika membuat sebuah
program harus dikaji terlebih dahulu mana yang menjadi hal-hal prioritas yang harus
didahulukan, kalau perlu kita membuat analisis SWOT (Streenght, weakness, opportunity,
treatment) atau kelebihan, kekurangan, peluang dan ancaman dari suatu program.
Keempat, Berpikir menang/menang, keoptimisan dalam menjalankan organisasi sangat
dibutuhkan, selalu berfikir menang dengan cara yang baik dan bijaksana, ketika menjalankan
suatu program haruslah yakin bahwasannya program tersebut akan berjalan lancar sesuai yang
telah direncanakan. Akan tetapi selain dengan keyakinan, haruslah diimplementasikan dengan
perbuatan, bukan hanya keyakinan dan niat semata.
Napoleon Hill berpendapat bahwa yang disebut berpikir menang atau berpikir positif
adalah dengan sikap mental positif yang mencakup segala hal yang plus yang dinyatakan lewat
kata-kata, seperti keyakinan, integritas, harapan, optiomisme, keberanian, inisiatif,
kedermawanan, toleransi, kebaikan dan berpikir sehat.
Kelima, Berusah mengerti baru dimengerti, ketika melihat suatu permasalahan dalam
organisasi, sebelumnya kita harus mengerti terlebih dahulu apa sebenarnya yang terjadi,
mempelajari kronologi awal mulanya terjadinya masalah, sehingga tidak langsung
menyimpulkan pada suatu masalah tertentu. Memahami suatu masalah terlebih dahulu adalah
suatu kewajiban yang harus dilaksanaklan oleh semua pengurus, agar tidak terjadi
kesalahpahaman, hal ini sangat dibutuhkan mengingat dalam berorganisasi banyak sekali
masalah yang dihadapi.
Dalam memahami sesuatu kita harus dapat menjadi pendengar yang baik, mendengar
dengan penuh empati yaitu mendengar untuk memahami apa yang disampaikan orang lain,
194
mendenger dengan memasuki kerangka acuan orang lain (frame of references), mengerti dan
memahami perasaan orang lain, serta melihat dunia pengalaman orang lain (field experience),
Keenam, wujudkan sinergi, bersinergi dengan orang lain adalah salah satu kunci sukses
dalam suatu organisasi, hal ini sangat penting karena organisasi adalah kumpulan orang yang
mempunyai tujuan yang sama yang diatur dalam undang-undang organisasi, sehingga sangat
diwajarkan ketika dalam berorganisasi terjadi kesalahpahaman mengingat ini adalah kumpulan
orang banyak yang mempunyai karakter berbeda-beda. Inilah pentingnya sinergi dengan orang
lain, dimana perasaan ego kita kita harus dikesampingkan terlebih dahulu guna mencapai
tujuan organisasi, karena kita tidak dapat bekerja sendiri tanpa bersinergi dengan yang lain.
Para pelaku organisasi harus memilki lebih dari sekedar kemampuan teknis, akan tetapi
lebih dari itu, mereka harus dapat berinteraksi dengan orang-orang yang juga bekerja di
organisasi itu. Terutama bagi pemimpin organisasi harus lebih dapat bersinergi dengan
bawahannya dan juga harus lebuh bijak dalam memberikan keputusan agar dapat diterima oleh
semua pihak.
Ketujuh, Asahlah gergaji, inilah hal terpenting yang harus dimilki oleh setiap pengurus
dalam organisasi, ini bermakna , kita harus tetap menjaga nilai-nilai spiritual, emosional dan
intelektual yang telah diberikan Allah kepada kita. Sesungguhnya Allah telah memberikan kita
berbagai macam kelebihan yang harus kita syukuri, salah satunya adalah dengan cara mengasah
terus segala kemampuan yang kita miliki, baik dengan cara selalu mendekatkan diri dengan
Allah agar spiritual kita tetap tertanam, dengan menjaga perasaan kita untuk terus berfikir
positif agar emosional kita tetap terjaga, ataupun dengan memperbanyak membaca buku-buku
ilmiah guna menigkatkan nilai-nilai intelektual yang kita miliki.
Untuk lebih jelas memahami implementasi The Seven Habits dalam organisasi
RISKA, beberapa waktu lalu penulis membuat quesioner yang kemudian disebarkan kepada
pengurus RISKA untuk diisi sesuai dengan kondisi yang ada.
Adapun quesioner ini berjumlah 30 yang akan diberikan kepada 30 responden dengan
kriteria 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan, usia mereka sebagian besar berkisar antara
20-30 tahun dan latar belakang pendidikan mereka sebagian besar SI walaupun ada beberapa
orang yang S2.
195
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan quesioner ini, penulis menulisnya di lampiran
skripsi ini, sedangkan dalam bab ini penulis mencantumkan perbandingan respon RISKA
antara ideal dan realita yang terjadi di lapangan dalam mengimplementasikan The Seven
Habits dalam upaya mengembangkan organisasi, kemudian penulis akan mengambil poin yang
terbesar dan yang terkecil kemudian menjelaskannya. Selain itu penulis juga akan
mencantumkan mengenai rekapitulasi skor rata-rata variable respon riska terhadap
implementasi The Seven Habits dalam mengembangkan organisasi dan juga akan mengambil
poin terbesar dan terkecil yang kemudian menjelaskannya.
B. Karakteristik responden terhadap pengimplementasian The seven Habits dalam
organisasi RISKA
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
Jenis Kelamin Frekuensi Frekuensi Relatif (%)
Laki-Laki 18 60%
Perempuan 12 40%
Total 30 100%
Mayoritas responden adalah perempuan yaitu sebanyak 12 orang atau 40% dan sisanya
responden laki-laki sebanyak 18 orang atau 60%
Usia Frequency Frekuensi Relatif (%) <17 3 10% >17 17 56.7% >25 10 33.3% >30 0 0% Total 30 100%
Usia responden <17 tahun sebesar 10%, usia >17 tahun sebesar 56.7%, usia >25 sebesar 33.3%,
dan usia di >30tahun sebesar 0%
TABEL 2. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Pro aktif dalam
mengembangkan organisasi.
PRO AKTIF
No Pertanyaan Ideal (Skor) Realita (Skor) Deviasi Rangking
196
1. Mempuyai inisiatif 150 137 13 IV
2. Cepat mengambil tindakan 147 139 8 II
3. Membuat komitmen 149 134 15 V
4. Memenuhi komitmen 149 140 9 III
5. Cepat tanggap 148 142 6 I
Rata-rata Skor 148,6 138,4
Dalam variabel pro aktif ini kita dapat melihat bahwasannya indikator
terbesar yang telah diterapkan oleh RISKA adalah cepat tanggap, sedangkan
indicator yang terkecil adalah membuat komitmen, sehingga indicator cepat
tanggap adalah sikiap yang selalu diterapkan dalam kepegurusan RISKA dalam
menjalankan organisasi, karena lebih mendekati dari nilai ideal. Begitu juga
sebaliknya, sikap membuat komitmen kurang diterapkan dalalm kepengurusan
RISKA karena jauh dari niali ideal, untuk lebih jelasnya terurai di bawah ini.
Penjelasan :
A. Cepat tanggap dalam mengambil kebijakan organisasi. (rangking tertinggi)
Cepat tanggap dalam melihat berbagai masalah yang terdapat dalam
organisasi adalah suatu kelayakan yang harus dimiliki oleh RISKA, hal ini
terbukti dengan terbentuknya divisi-divisi baru yang berorientasi pada
kebutuhan anggota dan juga ketika melihat kondisi masyarakat yang
membutuhkan mereka sering kali langsung terjun ke lapangan.
Dalam berbagai persoalan RISKA sering sekali cepat dalam mengambil
keputusan, akan tetapi tidak sembarang dalam mengambil keputusan, mereka
juga melakukan banyak pertimbangan dan penuh dengan kehati-hatian dalam
197
mengambil suatu keputusan. Kebijakan organisasi selalu dikeluarkan secara
musyawarah, tidak mengambil otoritas penuh seorang pemimpin, sehingga
keputusan tersebut dapat diterima semua pihak.
B. Membuat komitmen dalam usaha mengembangkan organisasi. (rangking
terendah)
Hal yang tidak kalah penting dalam suatu organiosasi adalah membuat
komitmen dalam berorganisasi, akan tetapi dalam remaja RISKA membuat
komitmen tidak terlalu terlihat dalam berorganisasi, walaupun pada dasarnya
mereka sudah membuat komitman awal mengenai kesiapan mereka dalam
berorganisasi. Ketidaksiapan mereka dalam membuat komitmen kalau boleh penulis
menyimpulkan lebih didsarkan atas kewaspadaan mereka ketika mereka tidak dapat
menjalankan komitmen tersebut, mereka lebih nyaman ketika harus berjalan dengan
kesadaran dari setiap individu dalam mengembangkan organisasi. Dalam hal ini
motivasi dalam berorganisasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kesadaran
seseorang sehingga akan timbul suatu vitalitas, seperti yang tercantum dalam buku
Spiritual Centered Leadership yang dikarang oleh K.H Toto Tasmara, yaitu inner
power yang mampu mengeluarkan energi luar biasa di luar dugaan dirinya sendiri
dan bahkan orang lain.
TABEL 2. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Merujuk pada tujuan
akhir dalam mengembangkan organisasi.
MERUJUK PADA TUJUAN AKHIR
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Selalu merujuk pada tujuan akhir 146 94 52 IV
198
2. Memiliki visi dan misi 144 138 6 I
3. berpusat pada pekerjaan 148 134 12 II
4. Selalu mengembalikan pada prinsip 148 134 14 III
Rata-rata Skor 146,5 125
Dalam variabel merujuk pada tujuan akhir, kita dapat lihat bahwasannya
sikap memilki visi dan misi adalah indicator yang memiliki rangking yang paling
tinggi, sedangkan indicator selalu merujuk pada tujuan akhir menempati urutan paling
rendah dalam hal rangking, sehingga merujuk pada tujuan akhir benar-benar belum
sepenuhnya diterapkan oleh pengurus RISKA, untuk dapat lebih jelasnya dapat
melihat penjelasan dibawah ini.
PENJELASAN
A. Memiliki Visi dan Misi pribadi maupun organisasi dalam menjalankan organisasi.
(rangking tertinggi)
RISKA adalah organisasi remaja masjid yang sudah cukup lama aktif di kawasan
Jakarta, sehingga mereka sudah memilki visi dan misi yang jelas sejak didirikannya organisasi
ini. Visi dan misi adalah hal terpokok yang paling terpenting bagi semua organisasi, tidak
hanya RISKA. Tanpa visi dan misi organisasi akan tidak mempunyai arah dalam menjalankan
roda organisasi, ia adalah tujuan akhir dalam setiap organisasi, sebelum tujuan akhir yang
sesungguhnya yaitu mendapatkan Ridho dari Allah SWT.
Visi dan Misi yang dimiliki oleh RISKA sangatlah jelas, mereka ingin menjadi anak
mua yang tidak hanyan cerdas dalam intelektual akan tetapi juga cerdas dalam hal emosional
dan spiritual, dalam misi mereka terdapat poin yang berkaitan dengan kepedulian mereka
terhadap masyarakat, kemudian mereka juga ingin menjadi jiwa-jiwa muda yang kreatif yang
sesuai dengan nilai-nilai yang islami. Kemudian dalam visi mereka selalu mengedepankan
199
akhlak yang baik sebagai semua landasan program agar dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Sehingga apapun yang mereka kerjakan selalu berorietasi pada nilai-nilai yang islami.
B. Selalu Merujuk Pada Tujuan Akhir dalam setiap menghadapi masalah dalam
organisasi. (rangking terendah)
Merujuk pada tujuan akhir sangat diperlukan juga dalam suatu organisasi, kirta harus
melihat tujuan akhir kita dalam berorganisasi, yaitu berkiblat pada visi dan misi suatu
organisasi, akan tetapi dalam penerapannya, RISKA terkadang tidak dapat merujuk pada tujuan
akhir organisasi, karena harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Akan tetapi
meskipun tidak merujuk pada tujuan akhir RISKA selalu berpedoman pada kemashlahatan
orang banyak terutama anggota organisasi tersebut.
Sesuai dengan apa yang dilakuakan penulis melalui penyebaran angket questioner,
penulis memahami bahwasannya para pengurus RISKA menganggap bahwasannya merujuk
pada tujuan akhir adalah harus sesuai dengan visi dan misi yang mereka buat pada awal
pembentukan organisasi, sedangkan kebutuhan yang harus dilakukan oleh organisasi haruslan
relevan dengan kondisi yang ada sekitar, sehingga mererka memahami merujuk pada tujuan
akhir harus disesuaikan dengan kondisi yang ada.
TABEL 3. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Dahulukan yang
utama dalam mengembangkan organisasi.
DAHULUKAN YANG UTAMA
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Selalu memproritaskan hal penting 146 138 8 I
2. Selalu berusaha memproritaskan
aktivitas 145 135
10 II
200
3. Selalu memenuhi komitmen dan janji 149 135 14 III
Rata-rata Skor 146,67 136
Dalam variabel ini, kita dapat melihat bahwasannya selalu memprioritaskan hal yang
paling penting merupakan sikap yang paling sering diterapkan oleh RISKA dan memiliki
rangking tertinggi dalam upaya mengembangkan organisasi, sedangkan indicator selalu
memenuhi komitmen dan janji merupakan hal yang jarang terjadi di RISKA,dan memiliki
rangking yang terendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey bahwasannya hasil realita
berjarak jauh dengan nilai ideal yang seharusnya diterpakan oleh RISKA. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dari penjelasan di bawah ini.
PENJELASAN
A. Selalu memprioritaskan hal yang penting pada hal-hal yang terpenting ketika terjadi
masalah dalam organisasi. (rangking terringgi)
Dalam implementasinya, para pengurus RISKA selalu berusaha untuk mendahulukan
hal-hal yang terpenting terlebih dahulu, baik dalam melaksanakan program organisasi maupun
dalam kehidupan mereka sehari-hari, ketika suatu program sudah matang direncanakan, maka
apapun halangannya, ketika itu tidak bertentangan dengan AD ART dalam organisasi maka
mereka harus tetap melaksanakn program tersebut. Contoh kecil ketika ada program kegiatan
Hari Besar Islam (HBI) yang sudah direncanakan pada awal tahun, maka ketika ada kegiatan
yang belum direncanakan sebelumnya dan waktunya berbenturan, maka yang harus
diprioritaskan adalan program yang sudah direncanakan sebelumnya.
Memprioritaskan hal yang penting lebih dari pada mendahulukan kepentingan pribadi,
berhubung kita bernaung dalam satu organiasasi yang memiliki tujuan yang sama, maka kita
harus mendahulukan kepentingan organisasi ketimbang kepentingan pribadi kita.
201
B. Selalu memenuhi komitmen dan janji yang telah direncanakan (rangking terendah)
Ketika suatu komitmen telah dibuat, maka hal selanjutnya yang harus diperhatikan
adalah memenuhi komitmen tersebut, hal inilah yang menjadi kekurangan bagi organisasi
RISKA, mereka kerap kali tidak komitmen dengan janji yang mereka telah buat, hal terkecil
adalah ketika membuat kesepakatan untuk rapat, komitman awal adalah setiap orang harus
dating on time akan tetapi dalam kenyataannya, istilah rubber time atau jam karet masih sangat
kental dalam organisasi tersebut, ini disebabkan karena banyak dari mereka yang masih saling
mengandalkan satu sama lain dalam menjalankan suatu program organisasi. Akibatnya, banyak
sekali program-progam yang belum berjalan sempurna karena komitmen mereka yang belum
dijalankan.
Memenuhi komitmen adalah suatu keharusan bagi setiap orang, bukan hanya orang
yang aktif diorganisasi, karena itu kita harus menghargai atas senua komtmen yang sudah kita
buat, seperti yang dikutip oleh Daniel Goleman, “ orang berkomitmen adalah para warga
perusahaan teladan. Mereka bersedia menempuh perjalanan lebih panjang. Dan seperti kerikil
yang dilontarkan ke tengan kolam, karyawan yang berkomtimen tersebut menyebarkan riak-
riak perasaan kebahagiaannya ke seluruh lingkungan perusahaan. Komimen yang sangat tinggi
memungkinkan dirinya berjuang keras menghadapi tantangan dan tantangan dan tekanan yang
bagi orang yang tidak mempunyai komitman dirasakannya sebagai beban berat dan
menimbulakan stress.
TABEL 4. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Berpikir
menang/menang dalam mengembangkan organisasi.
BERFIKIR MENANG/MENANG
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
202
1. Selalu berfikir optimis 149 128 21 III
2. Selalu memilih yang terbaik 150 135 15 I
3. Membuat kesepakatan 148 127 21 III
4. mengedepankan system 149 131 18 II
Rata-rata Skor 149 130,25
Pada table ini, kita dapat melihat bahwasannya dalam variabel Berpikir
menang/menang terdapat indicator selalu memilih yang terbaik merupakan rangking tertinggi
dalam implementasinya pada remeja RISKA, sedangkan yang uniknya adalah ketika kita
melihat rangking terendah terdapat dua indicator yang memiliki rangking yang sama, yaitu
indicator selalu berpikir optimis dan membuat kesepakatan dalam berorganisasi, hak ini .lebih
disebabkan karena kedua indicator tersebut memang belum sepenuhnya diterapkan dalam
remaja RISKA. Untuk lebih jelasnya dapat melihat penjelasan dibawah ini.
PENJELASAN
A. Memilih yang terbaik diantara pilihan baik (rangking tertinggi)
Memilih yang terbaik dalam setiap kegiatan yang dilakuakn RISKA adalah suatu
keharusan yang harus dilakuakn oleh setiap pengurus, dalam hal berpikir menang, memilih
yang terbaik adalah salah satu cara agar keyakinan kita untuk meraih kemenangan semakin
mudah, keyakinan saja tidaklah cukup untuk meraih suatu kemenangan, disitu perlu strategi
khusus bagaimana caranya kita dapat meraih kemenangan tersebut.
Semua program kerja yang dilaksanakan RISKA adalah program kerja yang baik, dan
kinerja mereka pun dapat dikatakan baik merkipun masih ada kekurangan di berbagai hal,
sekarang yang selalu dikedepankan oleh pengurus adalah bagaimana caranya agar dapat
203
memilih program yang paling baik yang dapat memberikan pengaruh besar dalam
perkembangan organisasi.
B. Selalu berfikir optimis dalam menghadapi semua masalah (rangking terendah)
Befikir optimis adalah hal yang paling mendasar ketika kita ingin menjalankan suatu
program yang akan kita laksanakan, Helen Keller pernah berkata “ Optimism is the faith that
leads to achievements. Nothing can be done without hope and confidence (optimis adalah
sebuah keyakinan yang akan membawa pada pencapaian hasil. Tidak ada yang bias diperbuat
tanpa harapan dan percata diri).’’
Meskipun hal ini sangat urgent bagi suatu organisasi, tetapi terkadang pada RISKA
sikap ini tidak terlihat, para penguruis terkesan berjalan apa adanya, tanpa adanaya percaya diri
yang lebih, keoptimisan mereka terkadang sedikit menurun ketika mereka melihat p[engurus
yang lain terkadang mereka tidak komitmen dengan janji yang mereka sudah lakuakn.
Meskipun begitu, ketika semua pihak mendukung untuk pengembangan organisasi ini, rasa
optimis mereka selalu memuncak sampai akhirnya mereka mencapai kemajuan dalam
berorganisasi.
C. Membuat kesepakatan kerja untuk dapat menang (rangkingi terendah)
Seperti dibahas sebelumnya, membuat komitmen dalam berorganisasi di RISKA
memang sedikit tidak diutamakan, dikarenakan mereka takut tidak dapat menjalankan
komitman tersebut, akan tetapi mereka akan lebih comfort untuk dapat bekerja langsung tidak
hanya NATO alias No action talk only, begitu juga membuat kesepakatan dalam bekerja
mereka, mereka terkadang lebih tertarik untuk dapat langsung action ke lapangan, sehingga
dapat langsung terjun untuk bekerja tanpa banyak teori yang kurang berarti terlebih dahulu.
204
TABEL 5. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Berusaha mengerti
baru dimengerti dalam mengembangkan organisasi.
BERUSAHA MENGERTI BARU DI MENGERTI
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Selalu mengadakan komunikasi 150 138 12 I
2. Mendengarkan dengan empati 148 130 18 II
3. Melakukan penelitian 147 135 12 I
4. selalu memahami persepsi 148 126 22 III
Rata-rata Skor 148,25 132,25
Dalam variabel ini, kita dapat melihat bahwasannya terdapat dua indicator yang
memiliki rangking tertinggi yang sama, yaitu indicator selalu mengadakan komunikasi dan
melakukan penilitian masalah sebelum menyimpulkan masalah tersebut, kedua skor dari
indicator tersebut memiliki niali yang sama-sama tinggi karena memilki selisih yang lebih
sedikit untuk mencapai niali ideal. Sedangkan rangking terendah dalam variabel ini adalah
selalu memahami persepsi dengan bijak, penjelasan lebih lanjut tertulis di bawah ini.
PENJELASAN
A. Selalu mengadakan komunikasi yang empati dengan yang lain (rangking tertinggi)
Stephen R Covey mengatakan Komunikasi adalah keterampilan paling penting dalam
hidup. Kita menghabiskan sebagian besar jam bangun kita untuk berkomunikasi, sehingga
205
tidadk mengherankan pula kalau maju tidaknya suatu organisasi sangat tergantung pada
tingtkat komunikasi yang efektif antara pengurus satu dengan yang lainnya.
Dalam organisasi RISKA organisasi memang menjadi senjata utama dalam
mengembangkan organisasi, meskipun sabagian besar pengurus sibuk dengan kuliah dan juga
‘pekerjaan mereka, akan tetapi komunikasi diantara mereka tetap terjaga dengan baik, terlebih
lagi sekarang sudah zaman dengna teknologi yang canggih, ketika mereka tidak dapat bertemu
tatap muka mereka masih dapat berkomunikasi melalui telepon, atau mungkin hanya melalui
Short Message Sentre (SMS) atau dengan cara yang lebih canggih lagi dengan melalui e-mail
atau yang lainnya. Intinaya, meskipun kesibukan mereka tidak hanya dalam organisasi RISKA
tetapi komunikasi mereka selalu tetap terjaga dengan baik.
B. Mengadakan penelitian terlebih dahulu baru menyimpulkan (rangkingi tertinggi)
Ketika menghadapi suatu permasalahan, kebiasaan baik yang ditimbulkan dalam
RISKA adalah memahami terlebih dahulu apa masalah yang terjadi sebenarnya, mereka
terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap masalah sebelum mereka menyimpulkan
masalah tersebut kemudian mencari solusi yang terbaik.
Mengadakan penelitian terhadap semua masalah yang ada merupakan hal yang harus
dilakukan dalam berorganisasi sebelum menentukan apa yang sebenarnya terjadi, kalau perlu
mereka sering kali melakukan analisis dengan melihat kelebihan, kekurangan, peluang dan
ancaman dari suatu masalah yang mereka hadapi.
C. Selalu memahami persepsi orang lain denagn bijak (rangking terendah)
Dengan banyaknya pengurus RISKA yang ada, terkadang beda pendapat ataupun selisih
paham adalah hal yang biasa yang kita jumpai ketika kita aktif di RISKA, terkadang hanya
dengan permasalahan sepele saja antar pengurus dapat bersitegang, walaupun mungkin tidak
206
lama, hal ini sangatlah difahami, mengingat RISKA adalah orgasnisasi remaja masjid yang bisa
dikatakan salah satu organisasi besar yang ada di lingkungan Jakarta, lebih dari itu yang harus
kita fahami adalah bahwa setiap orang punya pendapat sendiri, sehingga tugas utama kita
adalah bagaimana dapat menghargai pendapat tesebut meskipun orang lain berbeda pendapat
dengan kita.
TABEL 6. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Wujudkan sinergi
dalam mengembangkan organisasi.
WUJUDKAN SINERGI
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Mengadakan kerjasama yang kreatif 149 127 22 III
2. Selalu mendapatkan alternative 150 129 21 II
3. Dapat menghargai perbedaan 150 129 21 II
4. Bersinergi dengan yang lain 148 133 15 I
Rata-rata Skor 149,25 129,5
Pada indicator ini, terdapat rangking tertinggi yang telah diterapkan oleh remaja RISKA
yaitu pada indicator bersinergi dengan yang lain dalam usaha mengembangkan organisasi, hal
ini memang sudah diterapkan dalam organisasi RISKA meskipun memang belum sepenuhnya,
akan tetapi skor realita yang ada hampir mendekati skor nilai yang ideal. Sedangkan indicator
terendah dalam variabel ini terdapat pada indicator mengadakan kerjasama yang kreatif. Untuk
lebih jelasnya tertulis dibawah ini.
PENJELASAN
207
A. Bersinergi dengan yang lain dalam memecahkan masalah dalam organisasi (rangking
tertinggi)
Untuk dapat mengembangkan suatu organisasi, sangat diperlukan sinergi dengan orang
lain, mengingat organisasi adalah kumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama yang
harus mengikuti peraturan-peraturan yang terdapat dalam organisasi tersebut. Bersinergi
dengan orang lain berarti dapat bekerja sama dengna yang lain. RISKA sudah menerapkan itu
semenjak didirikannya organisasi tersebut, antar pengurus selalu mengadakan komunikasi yang
baik, ketika ada suatu permasalahan mereka selalu bahu membahu dalam memecahkan
masalah tersebut.
RISKA senantiasa melakukan sinergi dengan yang lain, bahkan tidak hanya antar
pengurus tapi juga dengan orang lain, terutama dengan pengurus Masjid Sunda Kelapa, sering
kali mereka mengadakan acara bersama dengan melibatkan semua jama’ah Masjid Sunda
Kelapa dan juga masyarakat sekitar.
B. Mengadakan kerjasama yang kreatif dalam yang lain (rangking terendah)
Sesunggunhya, RISKA telah menerapkan ini dalam kegiatan berorganisasi mereka,
kerjasama sering dilakuakan antara divisi yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi mungkin
kerjasama yang kreatif belum sepenuhnya terlihat dalam kerjasama mereka, terkadang mereka
hanya sekedar kerjasama dalam menjalankan satu prograqm yang tidak terlalu besar yang
sebenarnya itu dapat dikerjakan dengna beberapa individu saja. Sifat kreatif sangat diperlukan
dalam organisasi terutama dalam hal kerjasama agar dapat menghasilkan hasil yang
memuaskan yang dapat memajukan organisasi.
TABEL 7. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Asahlah gergaji
dalam mengembangkan organisasi.
ASAHLAH GERGAJI
208
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Mengasah kemampuan diri 148 133 15 IV
2. Selalu memihara kesehatan 149 131 18 V
3. Menjaga nilai-nilai spiritual 150 144 6 I
4. Menjaga nilai-nilai emosional 150 136 14 III
5. Menjaga nilai-nilai intelektual 149 136 13 II
Rata-rata Skor 149,2 136
Dalam variabel yang terakhir ini, kita dapat memahami bahwasannya indicator menjaga
nilai-nilai spiritual memiliki rangking tertinggi dibanding dengan indicator yang lain,
kemudian selalu memelihara kesehatan dengan baik merupakan indicator yang paling rendah,
karena menurut hasil survey nilai realita mempunyai selisih yang cukup jauh dibandingkan
dengan nilai ideal yang seharunya diterapkan dalam berorganisasi.
PENJELASAN
A. Mejaga nilai-nilai Spiritual (rangking tertinggi)
Nilai-nilai spiritual yang terdapat pada remaja RISKA memang harus diakui sangatlah
bagus, mereka benar-benar menjaga nilai-nilai ketuhanan, karena mereka benar-benar
menyadari bahwasnnya segala upaya yang dilakukan dalam mengembangkan organisasi adalah
tujuan utamanya akan kembali pada Allah SWT, karean itu nilai-nilai spiritual tidak pernah
mereka langgar, bahkan belakangan ini mereka mengadakan training ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) yang bertujuan untuk meningkatkan nilai-nilai Spiritual, emosioanal dan intelektual
mereka agar terus meningkat.
209
Hal ini sesuai dengan pernyataan K.H Toto Asmara dalam bukunya Spiritual Centered
Leadership yang menyatakan bahwa segala sesuatu pasti ada intinya. Dan inti dari perbuatan
kita adalah keyakinan yang dibalut rasa cinta yang sangat mendalam kepada Allah. Bisikan hati
dan seluruh tindakan kita berada dalam sorotan kamera ilahiah yang sangat teliti dan tidak
pernah salah merekam dan mencatat perbuatan kita.
B. Selalu memelihara kesehatan fisik agar dapat berorganisasi dengan baik (rangking
terendah)
Sebagian besar pengurus RISKA adalah orang-orang terpelajar dan mempunyai latar
belakang agama yang cukup baik, akan tetapi menurut hasil survey yang dilakukan mereka
kurang care dengan kesehatan mereka, hal ini menurut analisa penulis lebih disebabkan karena
kegiatan mereka yang cukup padat, mereka tidak hanya aktif di organisasi tapi juga aktif di
masyarakat, disamping mereka juga kuliah dan kerja di berbagai tempat. Kesehatan fisik adalah
sesuatu yang harus dijaga oleh setiap orang, tanpanya sesibuk apapun kita atau sebanyak
apapun kegiatan kita kalau kesehatan fisik kita tidak mendukung kita tidak akan mampu
melaksanakan pekerjaan tersebut.
B. REKAPITULASI SKOR RATA-RATA VARIABLE RESPON RISKA TERHADAP
IMPLEMENTASI SEVEN HABITS DALAM MENGEMBANGKAN ORGANISASI
TABEL VIII
Skor Rata-rata No Variable
Ideal Realita Deviasi Rangking
1. Pro Aktif 148,6 138,4 10,2 I
2. Merujuk pada tujuan akhir 146,5 125 21,5 VII
3. Dahulukan yang utama 146,67 136 10,67 II
210
4. Berfikir menang 149 130,25 18,75 V
5. Berusaha mengerti baru di
mengerti 148,25 132,25 16 IV
6. Wujudkan sinergi 149,25 129,5 19,75 VI
7. Asahlah gergaji 149,2 136 13,2 III
PEJELASAN
1. Pro aktif (rangking variable tertinggi )
Ternyata, variable pro aktif adalah variable yang telah diterapkan oleh RISKA,
meskipun belum sepenuhnya. Pro aktif adalah sikap yang selalu bertindak, ia senantiasa
mempunyai inisiatif untuk dapat melangkah maju. Rasa ingin mendorong dirinya untuk
berprestasi (achievement) sehingga tumbuh semangat bersaing (competitiveness) untuk
menampilkan karya-karya prestatif sebagai rasa syukurnya kepada sang kholiq.Mereka
menganggap berhenti berpikir secara kreatif,berarti memadamkan cahaya ilahi dan karenanya
hudupnya sama sekali tidak punya arti.
Dengan demikian,kreativitas adalah segala kecenderungan diri kita untuk melahirkan
sesuatu yang benar-benar baru (innovation}atau kombinasi-kombinasi baru dengan
memanfaatkan ciptaan Ilahi yang ada di sekitarnya..
Mereka sangat eksploratif dalam pengertian selalu ingin tahu, ingin mencoba,dan
mempertahankan sesuatu bukan sebagaimana biasanya. Mereka disebut kreatif karena memang
sering kali keluar dari kebiasaan-kebiasaan umum. Cara berpikir mereka tidak konvergen,
tetapi divergen. Mereka mampu merangkaikan atau mengkombinasikan sesuatu menjadi yang
baru.
211
Begitu juga dengan RISKA, mereka begitu proaktif dalam menjalankan organisasi,
mereka sangat kreatif dalam mermbuat program-program kereja, sehingga setiap kegiatan yang
dilaksanakan okeh RISKA tidak terkesan monotan karena penuh dengan inovasi-inovasi yang
baru.
2. Merujuk pada tujan akhir (rangking variable terendah )
Dalam hal ini, dalam melaksanakan kegiatan organisasi para pengurus RISKA
sebenarnya telah menerapkan tujuan mereka sesuai visi dan misi organisasi, akan tetapi ada
beberapa kekurangan dalam menjalankan visi dan misi tersebut, sehingga terkesan ketika
melaksanakan suatau program mereka kurang terkoordinir dengna baik, mungkin disebabkan
para pengurus tersebut kurang dapat memahami visi dan misi organisasi, terlebih lagi tujuan
akhir dari kehidupan kita dalam berorganisasi adalah mencari ridho Allah SWT. Akan tetapi
menurut hemat penulis mereka telah menjalankan kepengurusan dengan baik, hanya perlu
beberapa masukan dari pihak luar agar kepengurusan ini dapat lebih berkembang.
98
BAB IV
IMPLEMENTASI THE SEVEN HABITS PADA ORGANISASI REMAJA
MASJID (RISKA) DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN ORGANISASI
C. Implementasi The Seven Habits Pada Organisasi Remaja Masjid
Dalam bab ini penerapan the seven habits secara umum pada dasarnya
sudah diterapkan dalam upaya mengembangkan organisasi walaupun masih
terdapat berbagai macam kekurangan yang terdapat dalam penerapan the seven
habits tersebut. Hal ini terlihat dari hasil survey yang penulis lakukan terhadap
organisasi RISKA beberapa waktu lalu.
Bentuk penerapan The Seven Habits tersebut dilakukan dalam
menjalankan roda organisasi, mulai dari kegiatan harian maupun dalam
melaksanakan progam-program yang mereka telah rencankan dalam rapat kerja
(Raker). Seperti penerapan sikap-sikap yang tercantum dalam buku The Seven
Habits
Pertama, Pro aktif , hal ini diterpkan oleh pengurus RISKA dalam
menjalankan organisasi, mereka dituntut untuk dapat menjadi orang yang akif
ketika berorganisasi, dapat membuat inovasi-inovasi yang signifikan sehingga
dapat mengembangkan organisasi, selain itu mereka juga harus dapat berfikir
kreatif dalam melaksanakan setiap program kerja agar program tersebut tidak
berjalan secara monoton akan tetapi dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi yang ada. Bertindak pro aktif berarti selalu dapat mencari
hal-hal yang belum pernah terfikir oleh organisasi yang lain, yang dapat
membedakan mereka dari yang lainnya, terutama mengenai program kerja yang
mereka telah rencanakan.
99
Kedua, Merujuk pada tujuan akhir, semua pengurus RISKA harus dapat
mengembalikan seluruh kegiatan yang mereka lakuakan kepada visi dan misi
organisasi, terlebih lagi harus diniatkan apa yang dilakukan hanya untuk Allah
semata. Hal ini begitu penting mengingat dalam organisasi ini tidak berorietasi
pada profit oriented, sehingga harus timbul kesadaran sendiri dalam upaya
mengembangkan organisasi sesuai dengan visi dan misi yang telah dicanagkan
oleh para pengurus RISKA.
Orang-orang yang sukses adalah mereka yang menetapkan tujuan yang
akan diraihnya. Bagi mereka hidup adalah pilihan untuk menentukan arah kiblat
yang benar yang memberikan arah ke mana dia harus bergerak. Tujuannya
adalah untuk membentuk sikap dan prilaku seseorang. Mengetahui arah kiblat,
menyebabkan seluruh umat islam menjadi tertib dalam urusan shalatnya. Begitu
juga menetapkan tujuan, akan menumbuhkan disiplin dan gairah kehidupan
karena tindakan dan perbuatan kita dikerahkan menuju arah tersebut. Sikap dan
prilaku seseorang ditentukan oleh tujuannya.
Ketiga, Dahulukan yang utama, dalam hal ini seluruh pengurus harus
dapat memprioritaskan hal-hal yang paling penting yang dapat mengembangkan
organisasi, kepentingan pribadi tidak boleh didahulukan, mengingat RISKA
adalah organisisi, walau bagaimanapun juga kepentingan oganisasi adalah diatas
segalanya. Ketika membuat sebuah program harus dikaji terlebih dahulu mana
yang menjadi hal-hal prioritas yang harus didahulukan, kalau perlu kita
membuat analisis SWOT (Streenght, weakness, opportunity, treatment) atau
kelebihan, kekurangan, peluang dan ancaman dari suatu program.
Keempat, Berpikir menang/menang, keoptimisan dalam menjalankan
organisasi sangat dibutuhkan, selalu berfikir menang dengan cara yang baik dan
bijaksana, ketika menjalankan suatu program haruslah yakin bahwasannya
program tersebut akan berjalan lancar sesuai yang telah direncanakan. Akan
tetapi selain dengan keyakinan, haruslah diimplementasikan dengan perbuatan,
bukan hanya keyakinan dan niat semata.
100
Napoleon Hill berpendapat bahwa yang disebut berpikir menang atau
berpikir positif adalah dengan sikap mental positif yang mencakup segala hal
yang plus yang dinyatakan lewat kata-kata, seperti keyakinan, integritas,
harapan, optiomisme, keberanian, inisiatif, kedermawanan, toleransi, kebaikan
dan berpikir sehat.
Kelima, Berusah mengerti baru dimengerti, ketika melihat suatu
permasalahan dalam organisasi, sebelumnya kita harus mengerti terlebih dahulu
apa sebenarnya yang terjadi, mempelajari kronologi awal mulanya terjadinya
masalah, sehingga tidak langsung menyimpulkan pada suatu masalah tertentu.
Memahami suatu masalah terlebih dahulu adalah suatu kewajiban yang harus
dilaksanaklan oleh semua pengurus, agar tidak terjadi kesalahpahaman, hal ini
sangat dibutuhkan mengingat dalam berorganisasi banyak sekali masalah yang
dihadapi.
Dalam memahami sesuatu kita harus dapat menjadi pendengar yang baik,
mendengar dengan penuh empati yaitu mendengar untuk memahami apa yang
disampaikan orang lain, mendenger dengan memasuki kerangka acuan orang
lain (frame of references), mengerti dan memahami perasaan orang lain, serta
melihat dunia pengalaman orang lain (field experience),
Keenam, wujudkan sinergi, bersinergi dengan orang lain adalah salah
satu kunci sukses dalam suatu organisasi, hal ini sangat penting karena
organisasi adalah kumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama yang
diatur dalam undang-undang organisasi, sehingga sangat diwajarkan ketika
dalam berorganisasi terjadi kesalahpahaman mengingat ini adalah kumpulan
orang banyak yang mempunyai karakter berbeda-beda. Inilah pentingnya sinergi
dengan orang lain, dimana perasaan ego kita kita harus dikesampingkan terlebih
dahulu guna mencapai tujuan organisasi, karena kita tidak dapat bekerja sendiri
tanpa bersinergi dengan yang lain.
Para pelaku organisasi harus memilki lebih dari sekedar kemampuan
teknis, akan tetapi lebih dari itu, mereka harus dapat berinteraksi dengan orang-
orang yang juga bekerja di organisasi itu. Terutama bagi pemimpin organisasi
101
harus lebih dapat bersinergi dengan bawahannya dan juga harus lebuh bijak
dalam memberikan keputusan agar dapat diterima oleh semua pihak.
Ketujuh, Asahlah gergaji, inilah hal terpenting yang harus dimilki oleh
setiap pengurus dalam organisasi, ini bermakna , kita harus tetap menjaga nilai-
nilai spiritual, emosional dan intelektual yang telah diberikan Allah kepada kita.
Sesungguhnya Allah telah memberikan kita berbagai macam kelebihan yang
harus kita syukuri, salah satunya adalah dengan cara mengasah terus segala
kemampuan yang kita miliki, baik dengan cara selalu mendekatkan diri dengan
Allah agar spiritual kita tetap tertanam, dengan menjaga perasaan kita untuk
terus berfikir positif agar emosional kita tetap terjaga, ataupun dengan
memperbanyak membaca buku-buku ilmiah guna menigkatkan nilai-nilai
intelektual yang kita miliki.
Untuk lebih jelas memahami implementasi The Seven Habits dalam
organisasi RISKA, beberapa waktu lalu penulis membuat quesioner yang
kemudian disebarkan kepada pengurus RISKA untuk diisi sesuai dengan kondisi
yang ada.
Adapun quesioner ini berjumlah 30 yang akan diberikan kepada 30
responden dengan kriteria 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan, usia
mereka sebagian besar berkisar antara 20-30 tahun dan latar belakang
pendidikan mereka sebagian besar SI walaupun ada beberapa orang yang S2.
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan quesioner ini, penulis
menulisnya di lampiran skripsi ini, sedangkan dalam bab ini penulis
mencantumkan perbandingan respon RISKA antara ideal dan realita yang
terjadi di lapangan dalam mengimplementasikan The Seven Habits dalam upaya
mengembangkan organisasi, kemudian penulis akan mengambil poin yang
terbesar dan yang terkecil kemudian menjelaskannya. Selain itu penulis juga
akan mencantumkan mengenai rekapitulasi skor rata-rata variable respon riska
terhadap implementasi The Seven Habits dalam mengembangkan organisasi dan
juga akan mengambil poin terbesar dan terkecil yang kemudian menjelaskannya.
102
D. Karakteristik responden terhadap pengimplementasian The seven
Habits dalam organisasi RISKA
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
Jenis Kelamin Frekuensi Frekuensi Relatif (%)
Laki-Laki 18 60%
Perempuan 12 40%
Total 30 100%
Mayoritas responden adalah perempuan yaitu sebanyak 12 orang atau 40%
dan sisanya responden laki-laki sebanyak 18 orang atau 60%
Usia Frequency Frekuensi Relatif (%) <17 3 10% >17 17 56.7% >25 10 33.3% >30 0 0% Total 30 100%
Usia responden <17 tahun sebesar 10%, usia >17 tahun sebesar 56.7%, usia >25
sebesar 33.3%, dan usia di >30tahun sebesar 0%
TABEL 2. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Pro aktif
dalam mengembangkan organisasi.
PRO AKTIF
No Pertanyaan Ideal (Skor) Realita (Skor) Deviasi Rangking
1. Mempuyai inisiatif 150 137 13 IV
2. Cepat mengambil tindakan 147 139 8 II
3. Membuat komitmen 149 134 15 V
4. Memenuhi komitmen 149 140 9 III
103
5. Cepat tanggap 148 142 6 I
Rata-rata Skor 148,6 138,4
Dalam variabel pro aktif ini kita dapat melihat
bahwasannya indikator terbesar yang telah diterapkan oleh RISKA
adalah cepat tanggap, sedangkan indicator yang terkecil adalah
membuat komitmen, sehingga indicator cepat tanggap adalah sikiap
yang selalu diterapkan dalam kepegurusan RISKA dalam
menjalankan organisasi, karena lebih mendekati dari nilai ideal.
Begitu juga sebaliknya, sikap membuat komitmen kurang
diterapkan dalalm kepengurusan RISKA karena jauh dari niali
ideal, untuk lebih jelasnya terurai di bawah ini.
Penjelasan :
C. Cepat tanggap dalam mengambil kebijakan organisasi.
(rangking tertinggi)
Cepat tanggap dalam melihat berbagai masalah yang
terdapat dalam organisasi adalah suatu kelayakan yang harus
dimiliki oleh RISKA, hal ini terbukti dengan terbentuknya divisi-
divisi baru yang berorientasi pada kebutuhan anggota dan juga
ketika melihat kondisi masyarakat yang membutuhkan mereka
sering kali langsung terjun ke lapangan.
Dalam berbagai persoalan RISKA sering sekali cepat
dalam mengambil keputusan, akan tetapi tidak sembarang dalam
104
mengambil keputusan, mereka juga melakukan banyak
pertimbangan dan penuh dengan kehati-hatian dalam mengambil
suatu keputusan. Kebijakan organisasi selalu dikeluarkan secara
musyawarah, tidak mengambil otoritas penuh seorang pemimpin,
sehingga keputusan tersebut dapat diterima semua pihak.
D. Membuat komitmen dalam usaha mengembangkan
organisasi. (rangking terendah)
Hal yang tidak kalah penting dalam suatu organiosasi
adalah membuat komitmen dalam berorganisasi, akan tetapi dalam
remaja RISKA membuat komitmen tidak terlalu terlihat dalam
berorganisasi, walaupun pada dasarnya mereka sudah membuat
komitman awal mengenai kesiapan mereka dalam berorganisasi.
Ketidaksiapan mereka dalam membuat komitmen kalau boleh penulis
menyimpulkan lebih didsarkan atas kewaspadaan mereka ketika
mereka tidak dapat menjalankan komitmen tersebut, mereka lebih
nyaman ketika harus berjalan dengan kesadaran dari setiap individu
dalam mengembangkan organisasi. Dalam hal ini motivasi dalam
berorganisasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kesadaran
seseorang sehingga akan timbul suatu vitalitas, seperti yang
tercantum dalam buku Spiritual Centered Leadership yang dikarang
oleh K.H Toto Tasmara, yaitu inner power yang mampu
mengeluarkan energi luar biasa di luar dugaan dirinya sendiri dan
bahkan orang lain.
105
TABEL 2. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Merujuk
pada tujuan akhir dalam mengembangkan organisasi.
MERUJUK PADA TUJUAN AKHIR
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Selalu merujuk pada tujuan akhir 146 94 52 IV
2. Memiliki visi dan misi 144 138 6 I
3. berpusat pada pekerjaan 148 134 12 II
4. Selalu mengembalikan pada prinsip 148 134 14 III
Rata-rata Skor 146,5 125
Dalam variabel merujuk pada tujuan akhir, kita dapat lihat
bahwasannya sikap memilki visi dan misi adalah indicator yang
memiliki rangking yang paling tinggi, sedangkan indicator selalu
merujuk pada tujuan akhir menempati urutan paling rendah dalam hal
rangking, sehingga merujuk pada tujuan akhir benar-benar belum
sepenuhnya diterapkan oleh pengurus RISKA, untuk dapat lebih
jelasnya dapat melihat penjelasan dibawah ini.
PENJELASAN
A. Memiliki Visi dan Misi pribadi maupun organisasi dalam menjalankan
organisasi. (rangking tertinggi)
RISKA adalah organisasi remaja masjid yang sudah cukup lama aktif di
kawasan Jakarta, sehingga mereka sudah memilki visi dan misi yang jelas sejak
didirikannya organisasi ini. Visi dan misi adalah hal terpokok yang paling
106
terpenting bagi semua organisasi, tidak hanya RISKA. Tanpa visi dan misi
organisasi akan tidak mempunyai arah dalam menjalankan roda organisasi, ia
adalah tujuan akhir dalam setiap organisasi, sebelum tujuan akhir yang
sesungguhnya yaitu mendapatkan Ridho dari Allah SWT.
Visi dan Misi yang dimiliki oleh RISKA sangatlah jelas, mereka ingin
menjadi anak mua yang tidak hanyan cerdas dalam intelektual akan tetapi juga
cerdas dalam hal emosional dan spiritual, dalam misi mereka terdapat poin yang
berkaitan dengan kepedulian mereka terhadap masyarakat, kemudian mereka
juga ingin menjadi jiwa-jiwa muda yang kreatif yang sesuai dengan nilai-nilai
yang islami. Kemudian dalam visi mereka selalu mengedepankan akhlak yang
baik sebagai semua landasan program agar dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Sehingga apapun yang mereka kerjakan selalu berorietasi pada nilai-nilai yang
islami.
B. Selalu Merujuk Pada Tujuan Akhir dalam setiap menghadapi masalah
dalam organisasi. (rangking terendah)
Merujuk pada tujuan akhir sangat diperlukan juga dalam suatu
organisasi, kirta harus melihat tujuan akhir kita dalam berorganisasi, yaitu
berkiblat pada visi dan misi suatu organisasi, akan tetapi dalam penerapannya,
RISKA terkadang tidak dapat merujuk pada tujuan akhir organisasi, karena
harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Akan tetapi
meskipun tidak merujuk pada tujuan akhir RISKA selalu berpedoman pada
kemashlahatan orang banyak terutama anggota organisasi tersebut.
107
Sesuai dengan apa yang dilakuakan penulis melalui penyebaran angket
questioner, penulis memahami bahwasannya para pengurus RISKA menganggap
bahwasannya merujuk pada tujuan akhir adalah harus sesuai dengan visi dan
misi yang mereka buat pada awal pembentukan organisasi, sedangkan kebutuhan
yang harus dilakukan oleh organisasi haruslan relevan dengan kondisi yang ada
sekitar, sehingga mererka memahami merujuk pada tujuan akhir harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
TABEL 3. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel
Dahulukan yang utama dalam mengembangkan organisasi.
DAHULUKAN YANG UTAMA
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Selalu memproritaskan hal penting 146 138 8 I
2. Selalu berusaha memproritaskan
aktivitas 145 135
10 II
3. Selalu memenuhi komitmen dan janji 149 135 14 III
Rata-rata Skor 146,67 136
Dalam variabel ini, kita dapat melihat bahwasannya selalu
memprioritaskan hal yang paling penting merupakan sikap yang paling sering
diterapkan oleh RISKA dan memiliki rangking tertinggi dalam upaya
mengembangkan organisasi, sedangkan indicator selalu memenuhi komitmen
dan janji merupakan hal yang jarang terjadi di RISKA,dan memiliki rangking
yang terendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey bahwasannya hasil realita
108
berjarak jauh dengan nilai ideal yang seharusnya diterpakan oleh RISKA. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dari penjelasan di bawah ini.
PENJELASAN
B. Selalu memprioritaskan hal yang penting pada hal-hal yang terpenting
ketika terjadi masalah dalam organisasi. (rangking terringgi)
Dalam implementasinya, para pengurus RISKA selalu berusaha untuk
mendahulukan hal-hal yang terpenting terlebih dahulu, baik dalam
melaksanakan program organisasi maupun dalam kehidupan mereka sehari-hari,
ketika suatu program sudah matang direncanakan, maka apapun halangannya,
ketika itu tidak bertentangan dengan AD ART dalam organisasi maka mereka
harus tetap melaksanakn program tersebut. Contoh kecil ketika ada program
kegiatan Hari Besar Islam (HBI) yang sudah direncanakan pada awal tahun,
maka ketika ada kegiatan yang belum direncanakan sebelumnya dan waktunya
berbenturan, maka yang harus diprioritaskan adalan program yang sudah
direncanakan sebelumnya.
Memprioritaskan hal yang penting lebih dari pada mendahulukan
kepentingan pribadi, berhubung kita bernaung dalam satu organiasasi yang
memiliki tujuan yang sama, maka kita harus mendahulukan kepentingan
organisasi ketimbang kepentingan pribadi kita.
B. Selalu memenuhi komitmen dan janji yang telah direncanakan
(rangking terendah)
Ketika suatu komitmen telah dibuat, maka hal selanjutnya yang harus
diperhatikan adalah memenuhi komitmen tersebut, hal inilah yang menjadi
109
kekurangan bagi organisasi RISKA, mereka kerap kali tidak komitmen dengan
janji yang mereka telah buat, hal terkecil adalah ketika membuat kesepakatan
untuk rapat, komitman awal adalah setiap orang harus dating on time akan tetapi
dalam kenyataannya, istilah rubber time atau jam karet masih sangat kental
dalam organisasi tersebut, ini disebabkan karena banyak dari mereka yang masih
saling mengandalkan satu sama lain dalam menjalankan suatu program
organisasi. Akibatnya, banyak sekali program-progam yang belum berjalan
sempurna karena komitmen mereka yang belum dijalankan.
Memenuhi komitmen adalah suatu keharusan bagi setiap orang, bukan
hanya orang yang aktif diorganisasi, karena itu kita harus menghargai atas senua
komtmen yang sudah kita buat, seperti yang dikutip oleh Daniel Goleman, “
orang berkomitmen adalah para warga perusahaan teladan. Mereka bersedia
menempuh perjalanan lebih panjang. Dan seperti kerikil yang dilontarkan ke
tengan kolam, karyawan yang berkomtimen tersebut menyebarkan riak-riak
perasaan kebahagiaannya ke seluruh lingkungan perusahaan. Komimen yang
sangat tinggi memungkinkan dirinya berjuang keras menghadapi tantangan dan
tantangan dan tekanan yang bagi orang yang tidak mempunyai komitman
dirasakannya sebagai beban berat dan menimbulakan stress.
TABEL 4. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Berpikir
menang/menang dalam mengembangkan organisasi.
BERFIKIR MENANG/MENANG
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
110
1. Selalu berfikir optimis 149 128 21 III
2. Selalu memilih yang terbaik 150 135 15 I
3. Membuat kesepakatan 148 127 21 III
4. mengedepankan system 149 131 18 II
Rata-rata Skor 149 130,25
Pada table ini, kita dapat melihat bahwasannya dalam variabel Berpikir
menang/menang terdapat indicator selalu memilih yang terbaik merupakan
rangking tertinggi dalam implementasinya pada remeja RISKA, sedangkan yang
uniknya adalah ketika kita melihat rangking terendah terdapat dua indicator
yang memiliki rangking yang sama, yaitu indicator selalu berpikir optimis dan
membuat kesepakatan dalam berorganisasi, hak ini .lebih disebabkan karena
kedua indicator tersebut memang belum sepenuhnya diterapkan dalam remaja
RISKA. Untuk lebih jelasnya dapat melihat penjelasan dibawah ini.
PENJELASAN
A. Memilih yang terbaik diantara pilihan baik (rangking tertinggi)
Memilih yang terbaik dalam setiap kegiatan yang dilakuakn RISKA
adalah suatu keharusan yang harus dilakuakn oleh setiap pengurus, dalam hal
berpikir menang, memilih yang terbaik adalah salah satu cara agar keyakinan
kita untuk meraih kemenangan semakin mudah, keyakinan saja tidaklah cukup
untuk meraih suatu kemenangan, disitu perlu strategi khusus bagaimana caranya
kita dapat meraih kemenangan tersebut.
111
Semua program kerja yang dilaksanakan RISKA adalah program kerja
yang baik, dan kinerja mereka pun dapat dikatakan baik merkipun masih ada
kekurangan di berbagai hal, sekarang yang selalu dikedepankan oleh pengurus
adalah bagaimana caranya agar dapat memilih program yang paling baik yang
dapat memberikan pengaruh besar dalam perkembangan organisasi.
B. Selalu berfikir optimis dalam menghadapi semua masalah (rangking
terendah)
Befikir optimis adalah hal yang paling mendasar ketika kita ingin
menjalankan suatu program yang akan kita laksanakan, Helen Keller pernah
berkata “ Optimism is the faith that leads to achievements. Nothing can be done
without hope and confidence (optimis adalah sebuah keyakinan yang akan
membawa pada pencapaian hasil. Tidak ada yang bias diperbuat tanpa harapan
dan percata diri).’’
Meskipun hal ini sangat urgent bagi suatu organisasi, tetapi terkadang
pada RISKA sikap ini tidak terlihat, para penguruis terkesan berjalan apa
adanya, tanpa adanaya percaya diri yang lebih, keoptimisan mereka terkadang
sedikit menurun ketika mereka melihat p[engurus yang lain terkadang mereka
tidak komitmen dengan janji yang mereka sudah lakuakn. Meskipun begitu,
ketika semua pihak mendukung untuk pengembangan organisasi ini, rasa
optimis mereka selalu memuncak sampai akhirnya mereka mencapai kemajuan
dalam berorganisasi.
C. Membuat kesepakatan kerja untuk dapat menang (rangkingi terendah)
112
Seperti dibahas sebelumnya, membuat komitmen dalam berorganisasi di
RISKA memang sedikit tidak diutamakan, dikarenakan mereka takut tidak dapat
menjalankan komitman tersebut, akan tetapi mereka akan lebih comfort untuk
dapat bekerja langsung tidak hanya NATO alias No action talk only, begitu juga
membuat kesepakatan dalam bekerja mereka, mereka terkadang lebih tertarik
untuk dapat langsung action ke lapangan, sehingga dapat langsung terjun untuk
bekerja tanpa banyak teori yang kurang berarti terlebih dahulu.
TABEL 5. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel
Berusaha mengerti baru dimengerti dalam mengembangkan organisasi.
BERUSAHA MENGERTI BARU DI MENGERTI
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Selalu mengadakan komunikasi 150 138 12 I
2. Mendengarkan dengan empati 148 130 18 II
3. Melakukan penelitian 147 135 12 I
4. selalu memahami persepsi 148 126 22 III
Rata-rata Skor 148,25 132,25
113
Dalam variabel ini, kita dapat melihat bahwasannya terdapat dua
indicator yang memiliki rangking tertinggi yang sama, yaitu indicator selalu
mengadakan komunikasi dan melakukan penilitian masalah sebelum
menyimpulkan masalah tersebut, kedua skor dari indicator tersebut memiliki
niali yang sama-sama tinggi karena memilki selisih yang lebih sedikit untuk
mencapai niali ideal. Sedangkan rangking terendah dalam variabel ini adalah
selalu memahami persepsi dengan bijak, penjelasan lebih lanjut tertulis di bawah
ini.
PENJELASAN
A. Selalu mengadakan komunikasi yang empati dengan yang lain (rangking
tertinggi)
Stephen R Covey mengatakan Komunikasi adalah keterampilan paling
penting dalam hidup. Kita menghabiskan sebagian besar jam bangun kita untuk
berkomunikasi, sehingga tidadk mengherankan pula kalau maju tidaknya suatu
organisasi sangat tergantung pada tingtkat komunikasi yang efektif antara
pengurus satu dengan yang lainnya.
Dalam organisasi RISKA organisasi memang menjadi senjata utama
dalam mengembangkan organisasi, meskipun sabagian besar pengurus sibuk
dengan kuliah dan juga ‘pekerjaan mereka, akan tetapi komunikasi diantara
mereka tetap terjaga dengan baik, terlebih lagi sekarang sudah zaman dengna
teknologi yang canggih, ketika mereka tidak dapat bertemu tatap muka mereka
masih dapat berkomunikasi melalui telepon, atau mungkin hanya melalui Short
Message Sentre (SMS) atau dengan cara yang lebih canggih lagi dengan melalui
114
e-mail atau yang lainnya. Intinaya, meskipun kesibukan mereka tidak hanya
dalam organisasi RISKA tetapi komunikasi mereka selalu tetap terjaga dengan
baik.
B. Mengadakan penelitian terlebih dahulu baru menyimpulkan (rangkingi
tertinggi)
Ketika menghadapi suatu permasalahan, kebiasaan baik yang
ditimbulkan dalam RISKA adalah memahami terlebih dahulu apa masalah yang
terjadi sebenarnya, mereka terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap
masalah sebelum mereka menyimpulkan masalah tersebut kemudian mencari
solusi yang terbaik.
Mengadakan penelitian terhadap semua masalah yang ada merupakan hal
yang harus dilakukan dalam berorganisasi sebelum menentukan apa yang
sebenarnya terjadi, kalau perlu mereka sering kali melakukan analisis dengan
melihat kelebihan, kekurangan, peluang dan ancaman dari suatu masalah yang
mereka hadapi.
C. Selalu memahami persepsi orang lain denagn bijak (rangking terendah)
Dengan banyaknya pengurus RISKA yang ada, terkadang beda pendapat
ataupun selisih paham adalah hal yang biasa yang kita jumpai ketika kita aktif di
RISKA, terkadang hanya dengan permasalahan sepele saja antar pengurus dapat
bersitegang, walaupun mungkin tidak lama, hal ini sangatlah difahami,
mengingat RISKA adalah orgasnisasi remaja masjid yang bisa dikatakan salah
satu organisasi besar yang ada di lingkungan Jakarta, lebih dari itu yang harus
115
kita fahami adalah bahwa setiap orang punya pendapat sendiri, sehingga tugas
utama kita adalah bagaimana dapat menghargai pendapat tesebut meskipun
orang lain berbeda pendapat dengan kita.
TABEL 6. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel
Wujudkan sinergi dalam mengembangkan organisasi.
WUJUDKAN SINERGI
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Mengadakan kerjasama yang kreatif 149 127 22 III
2. Selalu mendapatkan alternative 150 129 21 II
3. Dapat menghargai perbedaan 150 129 21 II
4. Bersinergi dengan yang lain 148 133 15 I
Rata-rata Skor 149,25 129,5
Pada indicator ini, terdapat rangking tertinggi yang telah diterapkan oleh
remaja RISKA yaitu pada indicator bersinergi dengan yang lain dalam usaha
mengembangkan organisasi, hal ini memang sudah diterapkan dalam organisasi
RISKA meskipun memang belum sepenuhnya, akan tetapi skor realita yang ada
hampir mendekati skor nilai yang ideal. Sedangkan indicator terendah dalam
variabel ini terdapat pada indicator mengadakan kerjasama yang kreatif. Untuk
lebih jelasnya tertulis dibawah ini.
PENJELASAN
116
C. Bersinergi dengan yang lain dalam memecahkan masalah dalam
organisasi (rangking tertinggi)
Untuk dapat mengembangkan suatu organisasi, sangat diperlukan sinergi
dengan orang lain, mengingat organisasi adalah kumpulan orang yang
mempunyai tujuan yang sama yang harus mengikuti peraturan-peraturan yang
terdapat dalam organisasi tersebut. Bersinergi dengan orang lain berarti dapat
bekerja sama dengna yang lain. RISKA sudah menerapkan itu semenjak
didirikannya organisasi tersebut, antar pengurus selalu mengadakan komunikasi
yang baik, ketika ada suatu permasalahan mereka selalu bahu membahu dalam
memecahkan masalah tersebut.
RISKA senantiasa melakukan sinergi dengan yang lain, bahkan tidak
hanya antar pengurus tapi juga dengan orang lain, terutama dengan pengurus
Masjid Sunda Kelapa, sering kali mereka mengadakan acara bersama dengan
melibatkan semua jama’ah Masjid Sunda Kelapa dan juga masyarakat sekitar.
B. Mengadakan kerjasama yang kreatif dalam yang lain (rangking terendah)
Sesunggunhya, RISKA telah menerapkan ini dalam kegiatan
berorganisasi mereka, kerjasama sering dilakuakan antara divisi yang satu
dengan yang lainnya, akan tetapi mungkin kerjasama yang kreatif belum
sepenuhnya terlihat dalam kerjasama mereka, terkadang mereka hanya sekedar
kerjasama dalam menjalankan satu prograqm yang tidak terlalu besar yang
sebenarnya itu dapat dikerjakan dengna beberapa individu saja. Sifat kreatif
sangat diperlukan dalam organisasi terutama dalam hal kerjasama agar dapat
menghasilkan hasil yang memuaskan yang dapat memajukan organisasi.
117
TABEL 7. Respon remeja RISKA terhadap implementasi variabel Asahlah
gergaji dalam mengembangkan organisasi.
ASAHLAH GERGAJI
No Pertanyaan Ideal
(Skor)
Realita
(Skor)
Deviasi Rangking
1. Mengasah kemampuan diri 148 133 15 IV
2. Selalu memihara kesehatan 149 131 18 V
3. Menjaga nilai-nilai spiritual 150 144 6 I
4. Menjaga nilai-nilai emosional 150 136 14 III
5. Menjaga nilai-nilai intelektual 149 136 13 II
Rata-rata Skor 149,2 136
Dalam variabel yang terakhir ini, kita dapat memahami bahwasannya
indicator menjaga nilai-nilai spiritual memiliki rangking tertinggi dibanding
dengan indicator yang lain, kemudian selalu memelihara kesehatan dengan baik
merupakan indicator yang paling rendah, karena menurut hasil survey nilai
realita mempunyai selisih yang cukup jauh dibandingkan dengan nilai ideal yang
seharunya diterapkan dalam berorganisasi.
PENJELASAN
A. Mejaga nilai-nilai Spiritual (rangking tertinggi)
Nilai-nilai spiritual yang terdapat pada remaja RISKA memang harus
diakui sangatlah bagus, mereka benar-benar menjaga nilai-nilai ketuhanan,
karena mereka benar-benar menyadari bahwasnnya segala upaya yang dilakukan
118
dalam mengembangkan organisasi adalah tujuan utamanya akan kembali pada
Allah SWT, karean itu nilai-nilai spiritual tidak pernah mereka langgar, bahkan
belakangan ini mereka mengadakan training ESQ (Emotional Spiritual Quotient)
yang bertujuan untuk meningkatkan nilai-nilai Spiritual, emosioanal dan
intelektual mereka agar terus meningkat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan K.H Toto Asmara dalam bukunya
Spiritual Centered Leadership yang menyatakan bahwa segala sesuatu pasti ada
intinya. Dan inti dari perbuatan kita adalah keyakinan yang dibalut rasa cinta
yang sangat mendalam kepada Allah. Bisikan hati dan seluruh tindakan kita
berada dalam sorotan kamera ilahiah yang sangat teliti dan tidak pernah salah
merekam dan mencatat perbuatan kita.
B. Selalu memelihara kesehatan fisik agar dapat berorganisasi dengan baik
(rangking terendah)
Sebagian besar pengurus RISKA adalah orang-orang terpelajar dan
mempunyai latar belakang agama yang cukup baik, akan tetapi menurut hasil
survey yang dilakukan mereka kurang care dengan kesehatan mereka, hal ini
menurut analisa penulis lebih disebabkan karena kegiatan mereka yang cukup
padat, mereka tidak hanya aktif di organisasi tapi juga aktif di masyarakat,
disamping mereka juga kuliah dan kerja di berbagai tempat. Kesehatan fisik
adalah sesuatu yang harus dijaga oleh setiap orang, tanpanya sesibuk apapun kita
atau sebanyak apapun kegiatan kita kalau kesehatan fisik kita tidak mendukung
kita tidak akan mampu melaksanakan pekerjaan tersebut.
119
D. TABEL 8. REKAPITULASI SKOR RATA-RATA VARIABLE
RESPON RISKA TERHADAP IMPLEMENTASI THE SEVEN
HABITS DALAM MENGEMBANGKAN ORGANISASI
Skor Rata-rata No Variable
Ideal Realita Deviasi Rangking
1. Pro Aktif 148,6 138,4 10,2 I
2. Merujuk pada tujuan
akhir 146,5 125 21,5 VII
3. Dahulukan yang
utama 146,67 136 10,67 II
4. Berfikir menang 149 130,25 18,75 V
5. Berusaha mengerti
baru di mengerti 148,25 132,25 16 IV
6. Wujudkan sinergi 149,25 129,5 19,75 VI
7. Asahlah gergaji 149,2 136 13,2 III
PEJELASAN
1. Pro aktif (rangking variable tertinggi )
Ternyata, variable pro aktif adalah variable yang telah diterapkan oleh
RISKA, meskipun belum sepenuhnya. Pro aktif adalah sikap yang selalu
bertindak, ia senantiasa mempunyai inisiatif untuk dapat melangkah maju. Rasa
ingin mendorong dirinya untuk berprestasi (achievement) sehingga tumbuh
120
semangat bersaing (competitiveness) untuk menampilkan karya-karya prestatif
sebagai rasa syukurnya kepada sang kholiq.Mereka menganggap berhenti
berpikir secara kreatif,berarti memadamkan cahaya ilahi dan karenanya
hudupnya sama sekali tidak punya arti.
Dengan demikian,kreativitas adalah segala kecenderungan diri kita
untuk melahirkan sesuatu yang benar-benar baru (innovation}atau kombinasi-
kombinasi baru dengan memanfaatkan ciptaan Ilahi yang ada di sekitarnya..
Mereka sangat eksploratif dalam pengertian selalu ingin tahu, ingin
mencoba,dan mempertahankan sesuatu bukan sebagaimana biasanya. Mereka
disebut kreatif karena memang sering kali keluar dari kebiasaan-kebiasaan
umum. Cara berpikir mereka tidak konvergen, tetapi divergen. Mereka mampu
merangkaikan atau mengkombinasikan sesuatu menjadi yang baru.
Begitu juga dengan RISKA, mereka begitu proaktif dalam menjalankan
organisasi, mereka sangat kreatif dalam mermbuat program-program kereja,
sehingga setiap kegiatan yang dilaksanakan okeh RISKA tidak terkesan monotan
karena penuh dengan inovasi-inovasi yang baru.
2. Merujuk pada tujan akhir (rangking variable terendah )
Dalam hal ini, dalam melaksanakan kegiatan organisasi para pengurus
RISKA sebenarnya telah menerapkan tujuan mereka sesuai visi dan misi
organisasi, akan tetapi ada beberapa kekurangan dalam menjalankan visi dan
misi tersebut, sehingga terkesan ketika melaksanakan suatau program mereka
kurang terkoordinir dengna baik, mungkin disebabkan para pengurus tersebut
121
kurang dapat memahami visi dan misi organisasi, terlebih lagi tujuan akhir dari
kehidupan kita dalam berorganisasi adalah mencari ridho Allah SWT. Akan
tetapi menurut hemat penulis mereka telah menjalankan kepengurusan dengan
baik, hanya perlu beberapa masukan dari pihak luar agar kepengurusan ini dapat
lebih berkembang.
122
BAB V
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan bab
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Proaktif
a. Cepat tanggap dalam mengambil kebijakan organisasi. (nilai
tebesar)
b. Membuat komitmen dalam usaha mengembangkan organisasi.
(nilai terendah)
2. Merujuk pada tujuam akhir
a. Memiliki Visi dan Misi pribadi maupun organisasi dalam
menjalankan organisasi. (nilai tertinggi)
b. Selalu Merujuk Pada Tujuan Akhir dalam setiap menghadapi
masalah dalam organisasi. (nilai terendah)
3. Dahulukan yang utama
a. Selalu memprioritaskan hal yang penting pada hal-hal yang
terpenting ketika terjadi masalah dalam organisasi. (nilai terringgi)
c. Selalu memenuhi komitmen dan janji yang telah direncanakan
(nilai terendah)
123
4. Berpikir menang/menang
a. Memilih yang terbaik diantara pilihan baik (nilai tertinggi)
b. Selalu berfikir optimis dalam menghadapi semua masalah (nilai
terendah)
c. Membuat kesepakatan kerja untuk dapat menang (nilai terendah)
5. Berusaha mengerti baru dimengerti
a. Selalu mengadakan komunikasi yang empati dengan yang lain
(nilai tertinggi)
b. Mengadakan penelitian terlebih dahulu baru menyimpulkan (nilai
tertinggi)
c. Selalu memahami persepsi orang lain dengan bijak (nilai terendah)
6. Wujudkan sinergi
a. Bersinergi dengan yang lain dalam memecahkan masalah dalam
organisasi (nilai tertinggi)
b. Mengadakan kerjasama yang kreatif dalam yang lain (nilai terendah)
7. Asahlah gergaji
a. Mejaga nilai-nilai Spiritual (nilai tertinggi)
b. Selalu memelihara kesehatan fisik agar dapat berorganisasi dengan
baik (nilai terendah)
124
Sedangkan variable dengan rangking terbesar dalam teori The Seven
Habits yang telah diterapkan dalam organisasi RISKA adalah variable pro
aktf. Sedangkan variable dengan rangking terendah dalam teori The
Seven Habits yang telah diterapkan dalam organisasi RISKA adalah
variable merujuk pada tujuan akhir.
B. Faktor pendukung dan penghambat RISKA dalam mengembangkan
organisasi.
1. Faktor pendukung
a. Riska mempunyai visi dan misi yang cukup bagus dalam menghadapi era
globalisasi
b. Riska bernaung dibawah lindungan DKM Masjid Agung Sunda Kelapa,
yang notabenenya adalah salah satu masjid terbesar yang ada di Jakarta,
sehingga memiliki jaringan yang kuat ketika berurusan dengan masalah-
masalah eksternal.
c. Remaja RISKA memiliki karakter yang kuat dalam membangun
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual bagi pribadi maupun
organisasi
d. remaja RISKA dapat berkomunikasi dengan baik dikarnakan perubahan
zaman dan kemajuan teknologi sekarang ini
e. Terdapatnya sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan
organisasi RISKA untuk dapat berjalan dengan baik.
125
f. F.remaja RISKA memiliki tingkat spiritual yang tinggi sehingga apapun
yang dikerjakan selalu diiringi dengan niat kepada Allah SWT.
2. Faktor Penghambat
a. Kesibukan remaja yang cukup padat di luar sehingga perhatian
terhadap RISKA terpecah
b. Kurang kordinasi antara pengurus RISKA dengan DKM Masjid
Sunda Kelapa.
c. Kurangnya konsolidasi antar pengurus.
d. Remaja RISKA identik dengan image organisasi masjid orang-
orang kaya sehingga sulit beradaptasi dengan kalangan bawah.
B. Saran-saran
Seiring denga penelitian sebelumnya, maka penulis mengajukan beberapa
saran yang ditujukan kepada Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa
(RISKA). Semoga saran-saran ini bermanfaat dalam upaya mengembangkan
organisasi RISKA ke arah yang lebih baik.
1. Dapat membuat komitmen dalam menjalankan organisasi agar
RISKA dapat berjalan sesuai dengan harapan, sehingga komitman
tersebut dapat dijadikan acuan dalam keseriusan RISKA dalam
mengembangkan organisasi.
126
2. Dapat merujuk pada tujuan akhir agar seluruh kegiatan yang ada
pada RISKA senantiasa bernilai ibadah karena tujuan akhir dari
organisasi selain visi dan misi adalah yang paling mendapatkan ridho
Allah SWT.
3. Menghilangkan kebiasaan rubber time atau jam karet dalam setiap
mengadakan kegiatan dalam organisai, atau selalu memenuhi janji
yang telah direncanakan.
4. Berhubung RISKA adalah organisasi yang memilki pengurus dan
anggota yang cukup banyak, maka ketika terjadi selisih pendapat
atau berbeda pandangan dalam masalah organisasi maka harus dapat
lebih bijak dalam memahami persepsi.
5. Selalu dapat mengadakan kerjasama yang kreatif antar individu
maupun antar divisi yang ada di RISKA, agar dapat membuat suatu
program kerja yang lebih menarik dan menghasilkan hasil yang
memuaskan.
6. Meskipun pengurus RISKA memiliki kesibukan yang padat,
hendaknya tetap menjaga kesehatan fisik, karena walau
bagaimanapun juga seperti orang bijak berkata “ health is not
everything, but everything without health is nothing”
127
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta, Rineka Cipta, 1993), Edisi Revisi II.
Ayub, E Moh, Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani Press, 1996)
Brosur pendaftaran anggota RISKA 2008
Chowdhury, Subir, Organisasi Abad 21, (Jakarta : PT Indeks Gramedia, 2005)
Covey, R Stephen, The Seven Habits of Highly Effective People (Jakarta, Binarupa Aksara, Bahasa Indonesia, edisi Revisi)
_ _ _ _ _ _ _ _ . Living The Seven Habits. Jakarta: Binarupa Aksara, 2002.
Dubrin J. Andrew, The Complete Ideal’s Guides Leadership (Jakarta: Prenada, 2006)
Dharma, Agus, Manajemen Perilaku Organisasi, (Jakarta : Erlangga, Edisi Ke-4) Hasibuan, Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Jakarta : PT Bumi
Aksara, Edisi Revisi) Kast, Fremont E, dan James E. Rosenzweig, Organisasi dan Manajemen,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2002) Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja
Rosdakarya, 2002), Cet 22, Edisi Revisi, Nasir, Muhammad, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998)
Rukmana, Nana, Masjid Dan Dakwah (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002)
Supriyono, Iman, Financial Spiritual Quotient. (Surabaya: Lutfansyah, 2006).
Sofyandi, Herman dan Iwa Garniwa, Perilaku Organisasi (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2007) Surakhmat, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung : Tarsito, 1980). Tasmara, Toto, Spiritual Centered Leadership, (Jakarta : Gema Insani, 2006) Toha, Miftah, Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta : PT Raja
128
Grafindo Persada, 2003) Winardi, J. Entrepreneur dan Entrepreneurship. (Jakarta: Kencana 2004). Yani, Achmad dan Achmad Satori Ismail, Menuju Masjid Ideal, (Jakarta : LP2SI
Haramain, 2001)
Zein, Muhammad, Jurnal Kemasjidan (Jakarta: Dewan Masjid Indonesia Prov DKI Jakarta 2006)
129