peb

54
BAB 1 PENDAHULUAN Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin adalah preeklampsia (PE) yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4% (WHO, 2006).Preeklampsia merupakan kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta. Pada wanita dengan preeklampsia dan fetus yang masih imatur, pengelolaannya termasuk memperlambat kejadian hipertensi tanpa membahayakan baik ibu maupun kesehatan janinnya. Pada akhirnya ditujukan untuk 1

Upload: sekiann

Post on 23-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEB

BAB 1

PENDAHULUAN

Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi

yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan

meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap

tahun karena kehamilan dan persalinan.

Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin adalah

preeklampsia (PE) yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-

38,4% (WHO, 2006).Preeklampsia merupakan kondisi khusus dalam kehamilan,

ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa

berhubungan dengan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu,

sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio

plasenta.

Pada wanita dengan preeklampsia dan fetus yang masih imatur,

pengelolaannya termasuk memperlambat kejadian hipertensi tanpa

membahayakan baik ibu maupun kesehatan janinnya. Pada akhirnya ditujukan

untuk menunggu sampai fetus menjadi matur, memberi kesempatan pematangan

servik dan meningkatkan probabilitas kelahiran pervaginam.

Bila kelahiran pervaginam tidak memungkinkan maka harus segera

dilakukan tindakan section cesarean. Penentuan teknik anestesi antara anestesi

umum dan regional sangat tergantung keadaan ibu dan janin serta kemampuan

anestesiolog, oleh karena itu seorang ahli anestesi diharapkan dapat memilih

teknik anestesi yang aman, tepat dan aman bagi ibu.

1

Page 2: PEB

Pada anestesi regional sebaiknya perlu dipertimbangkan pemakaian blok

subaraknoid/spinal anestesi karena perubahan tekanan darah akan terjadi dengan

cepat dan dapat mengganggu perfusi plasenta, kecuali jika telah dipersiapkan

terapi preoperatif dengan baik (cairan dan vasodilator). Secara umum dapat

dikatakan bahwa ada gangguan koagulasi merupakan kontra indikasi untuk

regional anestesi, karena dapat terjadi hematom epidural yang akan menekan

medula spinalis.

Anestesi spinal ataupun epidural masih merupakan teknik anestesi regional

yang baik untuk tindakan-tindakan bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah

abdomen dan ekstremitas bawah.

2

Page 3: PEB

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklampsia Berat

2.1.1. Definisi

Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau

edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum. 1,2,6,

2.1.2. Insidensi

Insidensi terjadinya preeklampsia di Negara sedang berkembang adalah

0,3 – 0,7 %, sedang di Negara maju 0,05 – 0,1 %.6

2.1.3. Etiologi

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara

pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “ The Diseases of Theories “.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia

adalah :

1. Faktor Trofoblast.

2. Faktor Imunologik.

3. Faktor Hormonal.

4. Faktor Genetik.

5. Faktor Gizi.

6. Faktor Zat Vasoaktif dan Disfungsi Endotel. 2,6

2.1.3.1. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan

terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan

Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa

keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1,2

3

Page 4: PEB

2.1.3.2. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul

lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa

pada kehamilan pertama pembentukan “ Blocking Antibodies “ terhadap

antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak

menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan

berikutnya, pembentukan “ Blocking Antibodies “ akan lebih banyak akibat

respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.2

2.1.3.3. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron

antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang

menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan

Edema.1,3

2.1.3.4. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper ( 1986 ) bahwa Preeklampsia / eklampsia

bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2

2.1.3.5. Faktor Gizi

Menurut Chesley ( 1978 ) bahwa faktor nutrisi yang kurang

mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai

precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “ Loss Angiotensin

Refraktoriness “ yang memicu terjadinya preeklampsia.3

2.1.4. Faktor Predisposisi

Seorang gravida akan cenderung mengalami preeklampsia, bila

dijumpai faktor-faktor predisposisi berikut:

1. Primigravida atau Nullipara, terutama umur reproduksi ekstrim

yaitu remaja dan umur > 35 tahun.

2. Multigravida dengan klinis

a. Hamil ganda.

b. Peyakit vaskuler, termasuk Hipertensi Essensial kronik dan DM.

4

Page 5: PEB

3. Hiperplasentosis

a. Molahidatidosa

b. Hamil ganda

c. Hidrops Fetalis

d. Bayi besar

e. DM

4. Riwayat keluarga pernah Preeklampsia atau Eklampsia

5. Obesitas atau Hidramnion

6. Gizi kurang atau Anemia

7. Kasus-kasus dengan :

a. Kadar asam urat tinggi

b. Defisiensi kalsium

c. Defisiensi asam lemak tak jenuh

d. Kurang antioksidan1,2,5,8

2.1.5. Patofisiologi Preeklampsia

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia

terjadi perubahan dan gangguan istem vaskuler dan hemostatis. Sperof

(1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik

uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta

yang meningkat denagn aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang

berkurang.

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga

terjadi penurunan kadar 1 α – 25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen

( HPL ), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.

Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi

perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon

( PTH ) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan

peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke

dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan

peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah.3,6

5

Page 6: PEB

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat

menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas

vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan

pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap

Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang

resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi

vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah

yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya

hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan

aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel

pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang

merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar

sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit

dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan

gangguan ke berbagai sistem organ.4,5

2.1.6. Gejala Klinis

Gejala preeklampsia adalah :

1. Hipertensi

2. Edema

3. Proteinuria

4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda /

gejala berikut :

1. TD ≥ 160 / 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+

3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam

4. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan

5. Nyeri epigastrium

6. Edema paru atau sianosis

7. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat ( IUFGR )

8. HELLP Syndrom ( H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme,

LP = Low Platelet Counts )2,6

6

Page 7: PEB

Efek Preeklampsia

Pada Janin PJT

Perubahan respon Kegagalan Imun ibu terhadap dari tidak ada Trofoblas migrasi perubahan

Trofoblas fisiologis aliran kerusakan Produk Pada darah trofoblas & dari

Bagian intervilus sel endotel trofoblas Miometrial ibu/janin atau Arteri Pgl2 Spiralis TXA2

DM Kerusakan vasospasme + pembentukan + hyperplasia arteriosis HTK sel endotel fibrin miointimal akut HNI ( Pgl2) LAC agregasi

TX2 efek Aktivasi FX2 dari

Trombosit growth factor koagulasi ibu

Efek lokal aliran darah uteroplasental efek Sistemik

Padaibu

Gambar 1. Patogenesis dari PE (DM : diabetes mellitus; HTK : hipertensi kronik; HNI : hidrops non imun; LAC : lupus anticoagulant; Pgl2 : prostacyclin; TXA2 : tromboxane; FX2 : activated factor X; PJT : pertumbuhan janin terhambat).(dikutip dari Cohen WR; Complication in Pregnancy Ed.5th. Philadelphia/ tercantum dalam tesis sarah Dina, dr, Luaran ibu dan bayi pada penderita preeklamsi berat dan eklamsi dengan atau tanpa sindroma Hellp; 2002

7

Page 8: PEB

2.1.7. Diagnosis

Preeklampsia

A. Tekanan darah ≥ 140 / 90 mmHg atau kenaikan systole ≥ 30

mmHg dan kenaikan tekanan diastole ≥ 15 mmHg

B. Edema

C. Proteinuria > 0,3 gr / l dalam urine 24 jam. Pada pemeriksaan

kualitatif : (+)1 atau (++)2 atau ≥ 1 gr / l urine midstream,

minimal 2 kali pemeriksaan dengan jarak waktu 6 jam. 2,6

Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat.

Gejala dan tanda preeklampsia berat :

1. Tekanan darah ≥ 160 / 110 mmHg

2. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus

3. Trombosit < 100.000 / mm3

4. Oliguria < 400 ml / 24 jam

5. Proteinuria > 3 gr / l

6. Nyeri epigastrium

7. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

8. Pendarahan retina

9. Edema pulmonum

10. Koma2,6

2.1.8. Diagnosis Banding

1. Hipertensi Kronis

2. Penyalit Ginjal

3. Edema Kehamilan

4. Proteinuria Kehamilan1,4,8

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Pemeriksaan urine lengkap

3. Tes fungsi hati

4. Tes fungsi ginjal

8

Page 9: PEB

5. Pemeriksaan koagulasi ( Haemorrhagic Screening Test )

6. Kardiotokografi

7. Ultrasonografi

8. Amniosintesis

9. Pemeriksaan kadar Estriol

10. Pemeriksaan kadar HPL ( Human Placental Lactogen) 2

2.1.10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan farmakologis dengan pemberian MgSO4 dan obat antihipertensi

dan terminasi kehamilan.

- Pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4)

Cara pemberian:

§ Loading Dose (initial dose): 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10 cc)

selama 15 menit

§ Maintenance dose: diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer / 6 jam atau

diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram

i.m. tiap 4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4:

1. Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi, yaitu kalsium

glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit.

2. Refleks patella (+) kuat

3. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, distress pernapasan (-)

MgSO4 harus dihentikan bila terjadi:

1. Ada tanda-tanda intoksikasi

2. Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

- Pemberian Obat Antihipertensi

Pemberian antihipertensi untuk lini pertama adalah nifedipin dengan dosis

10-20 mg per oral, diulangi setiap 20 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat

cepat sehingga hanya boleh diberikan per oral.

Lini kedua dapat digunakan Sodium nitroprusside 0,25 µg iv/kg/menit,

ditingkatkan 0,25 µg iv/kg/ 5 menit.

9

Page 10: PEB

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT

Kehamilan ≤ 37 minggu

- Istirahat/isolasi Kriteria PE ringan

- Diet rendah garam SM hentikan

- Dauer kateter Perawatan Pe ringan

- D5% 1 ltr + RL 500 cc Monitoring ibu/ janin

- SM 4 gr (20%, 20 cc) Ada terus-menerus

- SM 4gr i.m perbaikan

- Diulangi 4 gr tiap 4 jam

- Diberikan selama 1 x 24 jam (36 gr) Belum PE ringan

SM teruskan 24 jam

Tidak ada perbaikan Tidak ada perbaikan

Terminasi Kehamilan

10

Page 11: PEB

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT

Kehamilan ≥ 37 minggu

Istirahat/Isolasi

Diet rendah garam

Dauer kateter 4 jam SM 4 gr

D5% 1 ltr + RL 500 cc

SM 4 gr (20%, 20 cc) iv Terminasi kehamilan PE berat

SM 8 gr i.m

Belum inpartu Inpartu

Drip oksitosin Pelvik skor ≥5 Kala I Kala II

Tak terpenuhi

Fase laten Fase aktif

Amniotomi

Drip oksitosin Amniotomi Amniotomi

Drip Oksitosin Drip Oksitosin

12 anak belum lahir 6 jam belum 6 jam belum lengkap

fase aktif

Seksio sesaria Seksio sesaria

Catatan : primigrvida cenderung seksio sesarea

11

Page 12: PEB

2.2 Teknik Anestesi Pada Sectio Cesarean

Penentuan teknik anestesi antara anestesi umum dan regional sangat

tergantung keadaan ibu dan janin serta kemampuan anestesiolog, oleh karena itu

seorang ahli anestesi diharapkan dapat memilih teknik anestesi yang aman, tepat

dan aman bagi ibu. Pada anestesi regional sebaiknya dihindari blok

subaraknoid/spinal anestesi karena perubahan tekanan darah akan terjadi dengan

cepat dan dapat mengganggu perfusi plasenta, kecuali jika telah dipersiapkan

terapi preoperatif dengan baik (cairan dan vasodilator). Secara umum dapat

dikatakan bahwa ada gangguan koagulasi merupakan kontra indikasi untuk

regional anestesi, karena dapat terjadi hematom epidural yang akan menekan

medula spinalis.6

Anestesi umum memberikan beberapa keuntungan antara lain: induksi

anestesi yang cepat, lebih mudah dalam mengontrol jalan nafas dan ventilasi serta

memperkecil kejadian hipotensi dan gangguan kardiovaskuler selama persalinan.

Teknik anestesi ini diperlukan selama bedah sesar terutama pada beberapa kondisi

tertentu seperti terjadinya gangguan hemodinamik pada ibu, koagulopati, gawat

janin yang tidak dapat diatasi dengan anestesi regional atau atas permintaan

ibunya sendiri. Selain itu selama periode anestesi, faktor tindakan anestesi dan

pembedahan dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler antara lain pada

periode induksi anestesi dimana fluktuasi tekanan darah dan denyut jantung dapat

terjadi berlebihan, mendadak, dan cepat. Keadaan ini juga terjadi pada saat

penghentian obat anestesi sehingga perlu perhatian dan pengawasan yang lebih

ketat. 7,8

Teknik anestsi pada pasie Sectio Cesarean ada 2 yaitu6:

1. Anestesi Regional

Pada teknik anestesi ini, memungkinkan sang ibu untuk tetap sadar selama proses

pembedahan dan untuk menghindari bayi dari pembiusan.

2. Anestesi umum

Teknik anestesi ini sudah jarang dilaukan, umum dilakukan apabila terjadi kasus-

kasus berisiko tinggi atau kasus darurat.

12

Page 13: PEB

2.2.1 Anestesi Regional

Anestesi regional dapat dibagi menjadi 2 tindakan anestesi yaitu6:

1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan

kaudal. Tindakan ini sangat sering digunakan

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia

regional intravena, dan lain-lainnya.

Pada pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan section cesarean dapat

dipilih penggunaan anestesi regional dengan blok sentral.

2.2.1.1 Anestesi Spinal

Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang

subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik

lokal ke dalam ruang subarachnoid. Medulla spinalis berada didalam kanalis

spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens

(duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada

anak L2 dan pada bayi L3. 6,7

Indikasi untuk dilakukan anestesi spinal yaitu6:

1. Bedah ekstremitas bawah.

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum-perineum

4. Bedah obstetri ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

13

Page 14: PEB

Sedangkan kontraindikasi dilakukan anestesi spinal dapat dibagi menjadi 2 yaitu

kontra indikasi yaitu6:

1. Kontra indikasi absolut :

a. Pasien menolak untuk dilakukan anestesi spinal

b. Terdapat infeksi pada tempat suntikan

c. Hipovolemia berat sampai syok

d. Menderita koagulopati dan sedang mendapat terapi antikoagulan

e. Tekanan intrakranial yang meningkat

f. Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim

g. Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi

2. Kontra indikasi relatif :

a. Menderita infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )

b. Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan

c. Kelainan neurologis

d. Kelainan psikis

e. Bedah lama

f. Menderita penyakit jantung

g. Hipovolemia

h. Nyeri punggung kronis.

Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyai kelainan

paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal,

sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan. Spinal

anesthesia punya banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang

cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih kecil, dengan blok anesthesi yang

baik maka perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah

diketahui dengan baik; analgesia dapat diandalkan; sterilitas dijamin, pengaruh

terhadap bayi sangat minimal; pasien sadar sehingga dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya aspirasi; dan tangisan bayi yang baru dilahirkan

merupakan kenikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu. Disertai jalinan

psikologik berupa kontak mata antara ibu dengan anak dan penyembuhan rasa

sakit pasca operasi yang ditawarkan oleh morfin neuraxial. Tetapi terdapat potensi

untuk hipotensi dengan teknik ini yang disebabkan6,7,8:

14

Page 15: PEB

a. Perubahan kardiovaskuler

Pada ibu yang pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid yaitu serabut

saraf preganglionik otonom, yang merupakan serat saraf halus (serat saraf tipe

B). Akibat denervasi simpatis ini akan terjadi penurunan tahanan pembuluh

tepi, sehingga darah tertumpuk di pembuluh darah tepi karena terjadi dilatasi

arterial, arteriol dan post-arteriol. Pada umumnya serabut preganglionik diblok

dua sampai empat segmen dikranial dermatom sensoris yang diblok. Besarnya

perubahan kardiovaskular tergantung pada banyaknya serat simpatis yang

mengalami denervasi.

b. Pengaruh terhadap bayi

Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri terhadap bayi

dapat diabaikan. Penyebab utama gangguan terhadap bayi pasca seksio cesaria

dengan analgesia subaraknoid yaitu hipotensi yang menimbulkan

berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia maternal. Besarnya efek tersebut

terhadap bayi tergantung pada berat dan lamanya hipotensi. Penurunan arus

darah uterus akan sesuai dengan penurunan tekanan darah rata-rata. Bila

tekanan darah rata-rata turun melebihi 31%, arus darah uterus turun sampai

17%. Sedangkan penurunan tekanan darah rata-rata sampai 50%, akan disertai

dengan penurunan arus darah uterus sebanyak 65%.

Persiapan anestesi spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah

disekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya

ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak

teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu harus pula dilakukan8:

1. Informed consent

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran

Peralatan yang harus disiapkan pada saat akan dilakukan anestesi spinal yaitu:

1. Peralatan monitor, untuk memonitor tekanan darah, nadi, oksimeter denyut

dan mesin EKG

2. Peralatan resusitasi /anestesia umum

3. Jarum spinal

15

Page 16: PEB

Teknik analgesia spinal dapat dilakukan dengan posisi duduk atau posisi tidur

lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering

dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan

hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan

dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

Teknik dilakukan anestesi spinal yaitu6:

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau duduk

dan buat pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus mudah teraba.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan

tulang punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya L2-

L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko trauma

terhadap medulla spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol

4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.

5. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,

23G, atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G

atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum

suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak

sedikit sedikit kea rah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut

16

Jarum pinsil (whitecare)

Jarum tajam (Quincke-Babcock)

Page 17: PEB

madrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-

Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada

posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari

kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal.

Jarum akan menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum,

ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan

ruang subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal

dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat

dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk

menyakinkan posisi jarum tetap baik. Untuk analgesi spinal kontinyu dapat

dimasukkan kateter.13

Sebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seharusnya dilakukan

evaluasi hemodinamik pasien. Sebaiknya tidak melakukan teknik ini kalau pasien

dalam keadaan hipovolemia, atau keadaan yang menjurus hipovolemia selama

persalinan (misalnya plasenta previa), atau pasien yang mengalami sindroma

hipotensi terlentang yang bermanifestasi pada waktu persalinan. Pencegahan

terjadinya sindroma hipotensi dapat dilakukan dengan beberapa tindakan yaitu8,9:

17

Page 18: PEB

a. Hidrasi akut

Sebelum induksi harus dipasang infus intravena dengan kanula atau jarum yang

besar, sehingga dapat memberikan cairan dengan cepat. Hidrasi akut dengan

memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000 - 1500 ml tidak

menimbulkanbahaya overhidrasi; tekanan darah, denyut jantung dan nadi

dalam batas-batas normal.

b. Mendorong Uterus ke kiri

Usaha yang digunakan untuk mempertahankan perfusi uteroplacenta mencakup

posisi miring lateral kiri. Dengan mendorong uterus ke kiri paling sedikit 10°

dapat dihindari bahaya kompresi vena kava inferior dan aorta, sehingga dapat

dicegah sindroma hipotensi terlentang.

c. Pemberian Vasopresor Efedrin

Pencegahan dengan akut hidrasi dan mendorong uterus ke kiri dapat

mengurangi insidensi hipotensi sampai 50-60%. Pemberian vasopresor, seperti

efedrin, sering sekali dipakai untuk pencegahan maupun terapi hipotensi pada

pasien kebidanan. Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non katekolamin

dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. Efedrin meningkatkan

curah jantung, tekanan darah, dan naadi melalui stimulasi adrenergik alfa dan

beta, meningkatkan aliran darah koroner dan skelet dan menimbulkan

bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2.

Efedrin mempunyai efek minimal terhadap aliran darah uterus,

dieliminasi dihati, dan ginjal. Namun, memulihkan aliran darah uterus jika

digunakan untuk mengobati hipotensi epidural atau spinal pada pasien hamil.

Efek puncak : 2-5 menit, Lama aksi : 10-60 menit. Keuntungan pemakaian

efedrin ialah menaikan kontraksi miokard, curah jantung, tekanan darah

dampai 50%, tetapi sedikit sekali menurunkan vasokonstriksi pembuluh darah

uterus.

d. Pemberian Oksigen

Pada persalinan hiperventilasi terjadi lebih hebat lagi, disebabkan rasa sakit dan

konsumsi oksigen dapat naik sampai 100%. Oleh karena itu apabila terjadi

hipoventilasi baik oleh obat-obat narkotika, anestesi umum maupun lokal,

maka akan mudah terjadi hipoksemia yang berat.

18

Page 19: PEB

2.2.1.2 Anestesi Epidural

Blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada

diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm

dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal. Obat anestetik di

lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di

bagian lateral.6

Isi ruang epidural terdiri dari6,7:

1. Sakus duralis

2. Cabang saraf spinal (spinal nerve roots)

3. Pleksus venosus epiduralis

4. Arteria spinalis

5. Pembuluh limfe

6. Jaringan lemak

Indikasi dilakukan anestesi epidural yaitu6:

1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah.

2. Tatalaksana nyeri saat persalinan.

3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak

perdarahan.

4. Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien.

Kontraindikasi absolut terhadap penggunaan analgesi epidural yaitu6:

1. Penolakan pasien

2. Perdarahan aktif maternal

3. Septicemia atau terjadi infeksi pada lokasi insersi jarum dan sekitarnya

4. Adanya tanda klinis koagulopati.

Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung6:

1. Volume obat yang disuntikkan

2. Usia pasien (tua minimal, 19 tahun maksimal)

3. Kecepatan suntikan

4. Besarnya dosis

5. Ketinggian tempat suntikan

6. Posisi pasien

7. Panjang kolumna vertebralis

Suntikan 10-15 ml obat akan menyebar ke kedua sisi sebanyak 5 segmen

19

Page 20: PEB

Teknik analgesia epidural lebih sulit dibandingkan dengan tindakan spinal.

Teknik epidural dapat dilakukan dengan beberapa langkah yaitu6:

1. Posisi pasien pada saat tusukan seperti pada analgesia spinal.

2. Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-L4, karena

jarak antara ligamentum flavum-duramater pada ketinggian ini adalah yang

terlebar.

3. Jarum epidural yang digunakan ada dua macam yaitu:

a. Jarum ujung tajam (Crawford) untuk dosis tunggal

b. Jarum ujung khusus (Tuohy) untuk pemandu memasukkan kateter ke

ruang epidural

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banak teknik. Tetapi yang paling

popular ialah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.

4.1. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)

Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastic rendah

resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. Setelah

diberikan anestetik local pada tempat suntikan, jarum epidural

ditusukkan sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan

perlahan-lahan secara terputus-putus (intermitten) sambil mendorong

jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum

flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung

jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis (test dose).

4.2. Teknik tetes tergantung (hanging drop)

Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini

hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada

tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural

perlahan-lahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras

yang kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural.

Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan uji

dosis (test dose).

5. Uji dosis (test dose)

Uji dosis anestetik local untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah

ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang

20

Page 21: PEB

(kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik local 3 ml yang sudah

bercampur adrenalin 1: 200.000.

5.1 Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum

atau kateter benar.

5.2 Terjadi blockade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruang subaraknoid

karena terlalu dalam.

5.3 Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk

vena epidural.

6. Cara Penyuntikan

Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik local

secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis

total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural

mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intracranial,

nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.

7. Dosis Maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/ segmen yang tentunya

bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonates dosis

dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi 30% akibat

pengaruh hormone dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya

vaskularisasi darah dalam ruang epidural.

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural yaitu6,7:

1. Lidokain (Xylokain, lidonest)

Umumnya digunakan 1-2%, dengan mulai kerja 10 menit dan relaksasi otot

baik.

0,8% blockade sensorik baik tanpa blockade motorik.

1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.

2% untuk relaksasi pasien berotot

2. Bupivakain (Markain)

Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume

yang digunakan <20 ml.

21

Page 22: PEB

Pengendalian tekanan darah pada pasien preeklampsia berat yang

diindikasikan seksio cesarean dengan epidural maupun spinal anestesi harus selalu

dilakukan karena berhubungan erat dengan tindakan selama operasi.

Kebanyakan pasien telah mendapatkan terapi antihipertensi oleh bagian

obstetri, atau bahkan dengan tambahan magnesium sulfat. Dengan level blok

sensoris T4 maka bisa diberikan efedrin dan bolus kristaloid jika tensi turun

sampai dengan dibawah 100 sistolik atau penurunan MAP 20% dari nilai sebelum

dilakukan induksi epidural.7

Banyak ahli anestesi yang setuju bahwa epidural dan spinal anestesi aman

digunakan pada preeklampsia ringan. Untuk mencegah hipotensi pada spinal

diberikan kristaloid 500 ml dan koloid 500 ml. Untuk mengurangi efek hipotensi

diberikan bupivacaine dosis rendah 9-12 mg (1,2-1,6 ml) dengan ditambahkan

fentanyl 10 mikro atau morfin 0,1-0,15 mg.10

Baik ekspansi volume maupun efedrin profilaksis tidak bisa secara

konsisten mencegah hipotensi pada anestesi spinal. Tetapi beberapa ahli anestesi

berpendapat bahwa wanita dengan preklamsia berat mengalami lebih sedikit

kejadian hipotensi bila dibandingkan dengan wanita hamil normal. Sebuah

penelitian kohort menunjukkan bahwa wanita dengan preklampsi kemungkinan

mengalami hipotensi adalah 6 kali lebih kecil bila dibandingkan dengan wanita

hamil normal.8,11

Pada spinal anestesi terjadi perubahan kardiovaskuler pada ibu yang

pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid yaitu serabut saraf preganglionik

otonom, yang merupakan serat saraf halus (serat saraf tipe B). Akibat denervasi

22

Page 23: PEB

simpatis ini akan terjadi penurunan tahanan pembuluh tepi, sehingga darah

tertumpuk di pembuluh darah tepi karena terjadi dilatasi arterial, arteriol dan post-

arteriol. Pada umumnya serabut preganglionik diblok dua sampai empat segmen

dikranial dermatom sensoris yang diblok.6,10

Tujuan ahli anestesi selama persalinan kala 1 adalah untuk menyediakan

anestesi sensori segmental dermatom T10-L1. Dosis anestesi lokal dibutuhkan

untuk mencapai analgesia persalinan yang efektif, tergantung pada intensitas dan

lokasi nyeri pasien. Semua ini tergantung pada variabel yang telah didiskusikan

sebelumnya, termasuk jumlah dan kecepatan dilatasi serviks, kekuatan, frekuensi

dan durasi kontraksi uterus; dan posisi kepala fetus saat analgesia epidural. Sekitar

10mL daru 0,125-0,25% bupivacaine (marcaine) atau 0,125-0,25% ropivacaine

(naropin) dengan atau tanpa dosis kecil opioid larut lemak (contoh: fentanyl atau

sufentanyl) menciptakan analgesi efektif dengan motor blok minimal.

Pemeliharaan analgesi epidural dicapai dengan injeksi bolus secara intermiten,

infus epidural terus menerus atau analgesi epidural yang dikontrol. Pada sebagian

besar kasus, analgesi dipertahankan dengan larutan anestesi lokal yang lebih dilusi

daripada yang dipakai untuk induksi.

Posisi supinasi dikontraindikasikan pada wanita yang mendapatkan

analgesi epidural selama persalinan. Kompresi aorta abdomen dan vena cara

inferior (kompresi aorta caval) oleh uterus yang gravid term menurunkan tekanan

arteri uterus dan meningkatkan tekanan vena uterus. Tekanan perfusi uterus

(tekanan arteri uterus dikurangi tekanan vena uterus) dapat berkurang walaupun

tekanan darah arteri brakial normal. hipotensi maternal terjadi selama analgesi

epidural, adalah penting untuk memverifikasi bahwa pasien tidak dalam posisi

supinasi.

Onset penurunan kepala fetus menyebabkan distensi vagina dan perineum

menyebabkan nyeri hebat. Adalah penting untuk meyakinkan bahwa penyebaran

segmental analesi epidural telah menyebar termasuk serabut sarah S2-4 untuk

memelihara analgesi selama persalinan. Pencapaian analgesi perineal yang

adekuat terutama pada wanita yang diepisiotomi atau menggunakan forceps

adalah memungkinkan. Keluhan tekanan rekat dan penurunan kepala fetus yang

progresif memberitahu ahli anestesi bahwa analgesi sacral mungkin tidak adekuat

untuk persalinan. Wanita yang segera masuk ke persalinan kala 2 setelah induksi

23

Page 24: PEB

analgesi epidural jarang mendapatkan blokade sakral yang adekuat dan sering

membutuhkan bolus epidural terus menerus selama beberapa jam sering

mendapatkan analgesi perineal yang bagus saat persalinan.

2.2.1.3 Pertimbangan Anestesi

Beberapa pertimbangan pemilihan tindakan anstesi regional berupa epidural atau

spinal berhubungan dengan beberapa pertimbangan. Keuntungan epidural

dibandingkan spinal yaitu6,10,11:

1. Bisa segmental

2. Tidak terjadi headache post op

3. Hypotensi lambat terjadi

4. Efek motoris lebih kurang

5. Dapat 1–2 hari dengan kateter ® post op pain

Kerugian epidural dibandingkan spinal yaitu:

1. Teknik lebih sulit

2. Jumlah obat anestesi lokal lebih besar

3. Reaksi sistemis

4. Total spinal anestesi

5. Obat 5–10x lebih banyak untuk level analgesi yang sama

Teknik apapun yang dipakai, agar keadaan ibu dan anak tetap baik. Usahakan6,11:

1. Mempertahankan kestabilan sistim kardiovaskuler

2. Oksigenisasi yang cukup

3. Mempertahankan perfusi plasenta yang cukup.

4. Pemberian cairan pre-operatif, pencegahan aortacaval

5. Compression (tilting, uterine displacement), oksigenisasi dan pemberian

efedrin merupakan hal-hal yang penting sekali dilakukan.8

24

Page 25: PEB

BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien : Pasien berjenis kelamin perempuan, umur 39 tahun, BB:

84 kg, G2P0A1

Keluhan Utama : Mules–mules dan tekanan darah tinggi dalam kehamilan

Telaah : Mules – mules sudah dialami pasien ± 2 hari sebelum masuk

RS HAM. Keluhan Tekanan darah tinggi di keluhkan pasien sejak

1 bulan sebelum masuk rumah sakit HAM, pasien datang ke RS

HAM dengan keluhan mulai merasakan mules-mules sejak tanggal

19/05/13, pukul 18.00. Riw. keluar lendir darah (+) sejak tanggal

20/05/12, pukul 18.00 , riw. keluar air-air dari kemaluan (-),riw.

tekanan darah tinggi selama hamil (-) riw. nyeri kepala (-), riw.

mual-muntah (-), riw. pandangan kabur (-), BAK (+) Normal, BAB

(+) Normal.

RPT : Pasien merupakan rujukan dari RS luar dengan diagnosa

PEB+SG (Nulipara) + PK+AH

RPO : -

HPHT : ? – 08 – 2012

TTP : ? – 05 – 2013

ANC : Bidan 5 x

Riwayat Persalinan :

1. Hamil 1 tahun yang lalu (abortus)

2. Hamil ini

Pemeriksaan Fisik di Ruang VK pukul 21.30 WIB

B1 : Airway clear , RR 20x/menit, SP vesikuler, ST -/- , Riw. asma(-),

batuk(-), alergi(-), sesak(-), snoring(-), gurgling(-), crowing(-), MLP I,

JMH >6cm, GL: bebas.

B2 : Akral: H/M/K, TD: 180/110 mmHg, HR: 100x/menit, T/V

kuat/cukup, regular.

25

Page 26: PEB

B3 :Sens: Compos Mentis GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor, φ 3 mm/3

mm, RC +/+. sakit kepala(-). kejang(-), pandangan kabur (-)

B4 : UOP (+), vol. ± 80cc/ jam, warna:kuning jernih

B5 : Abdomen membesar asimetris, teregang kiri, terbawah kepala, TFU

½ pusat – processus xiphoideus (29cm), gerak(+), His(-), DJJ : 144 x/men

& 146 x/men,reg. MMT: pukul 17.00 WIB (tgl. 20/05/2013)

B6 : Oedem pretibial kanan dan kiri (-)

Pemeriksaan USG TAS

- Janin gemeli letak lintang, Anak Hidup

- letak lintang, Anak Hidup

- FM (+), FHR I: (+) 140x/menit regular

- II: (+) 142x/menit regular

- BPD : I: 91mm

- II: 92mm

- FL: I: 66mm

II: 68mm

- Placenta fundal grade III

- Air ketuban cukup

- EFW : 2400-2600 gr

Kesan: IUP (32-34 minggu) + Gemeli + Letak Lintang + AH

+ Letak Lintang + AH

Kondisi Pasien di Ruang VK

• O2 2l/I dengan nasal canule

• Sudah terpasang IV line dua jalur dengan bor besar, dan pastikan lancar

• Tidur posisi miring ke kiri

• Periksa DJJ ulang

• Pemberian Nifedipine 3 x 10 mg

• Pemberian antasida 30 ml, ½ jam sebelum operasi

• Persiapan: pasien, obat, dan alat untuk operasi dan resusitasi

• Inj MgSO4 20%

• Cek urinalisa proteunuria ++++ (+4)

26

Page 27: PEB

Pemeriksaan Laboratorium: 20/05/2013

Parameter Hasil Nilai Normal

Darah Lengkap

Hemoglobin (Hb) 13,20 g % 13.2 – 17.4 g %

Eritrosit (RBC) 4,72 x 103/mm3 4.75-4.85 x103/mm3

Leukocyte (WBC) 10,34 x 103/mm3 4.5 – 11.0 x103/mm3

Hematocrite 39,30 % 43 - 49 %

Trombocyte (PLT) 233 x 103/mm3 150 – 450 x103/mm3

Parameter Hasil Nilai Normal

Hati

Albumin 3.0 g/dl 3.5-5.0 g/dl

LDH 465 U/L 240-480 U/L

KGD ad random 94.00 mg/dl < 200 mg/dl

Ureum 23,70 mg/dl < 50 mg/dl

Creatinin 1,39 mg/dl 0,7- 1,2 mg/dl

Natrium (Na) 136 mEq/L 135 – 155

Kalium (K) 4.1 mEq/L 3,6 – 5,5

Chloride (Cl) 107 mEq/L 96 – 106

Faal Hemostasis Pasien (detik) Kontrol (detik)

Waktu Protrombin 13,7 detik 14,7 detik

INR 0,93 detik

APTT 26,7 detik 30.0

Waktu Trombin 15,5 detik 15,2 detik

D-dimer 1.700 ng/ml < 500 ng/ml

Diagnosa : Preeklampsi Berat + Secondary Gravida (Nullipara) + Gameli +

Kehamilan Dalam Rahim (32-34 mg) + Letak Lintang + Anak Hidup +

inpartu

Rencana Tindakan :

Sectio Caesaria, PS ASA : 2E, Anestesi dengan RA-EPIDURAL, Posisi supine

Pemeriksaan Fisik di Kamar Bedah pukul 21.50 WIB

27

Page 28: PEB

B1 : Airway clear RR: 18 x/men, SP: vesikuler ka=ki, ST: -/-. Riw. Asma

(-), batuk(-), alergi(-), sesak(-), snoring(-), gurgling(-), crowing(-), MLP I,

JMH >6cm, GL: bebas.

B2 : Akral H/M/K, TD: 165/110 mmHg, HR: 98 x/men, t/v : kuat/cukup,

regular

B3 :Sens: Compos Mentis GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor, φ 3 mm/3

mm, RC +/+. sakit kepala(-). kejang(-), pandangan kabur (-)

B4 : UOP (+), vol. ± 80cc/ jam, warna:kuning jernih

B5 : Abdomen membesar asimetris, teregang kiri, terbawah kepala, TFU

½ pusat – processus xiphoideus (29cm), gerak(+), His(-), DJJ : 146 x/men

& 145 x/men,reg. MMT: pukul 17.00 WIB (tgl. 20/05/2013)

B6 : Oedem pretibial kanan dan kiri (-)

Pre-Op

- ACC untuk tindakan Anestesi pasien, persiapkan :

SIA (Surat Izin Anestesi)

Puasa 8 jam sebelum operasi

Pasang IV line di tangan kiri + three way + Transfusi set + IVFD RL 20

gtt/i dan pastikan lancar.

Oral dan Personal higiene

Anjuran :Persiapan 1 kantong PRC,untuk persiapan transfusi durante

operasi.

Persiapan Alat dan Obat:

28

Page 29: PEB

Teknik Anestesi:

• Preload 1000 ml RL

• Identifikasi L3-L4 dalam posisi duduk

• Desinfeksi dengan larutan povidone iodine 10 %, alkohol 70%

• Injeksi Infiltrasi Anestesi lokal (lidokain 2%)

• Insersi jarum Tuohy 18G menembus kutis, subkutis, lig.

Supraspinosum, lig. Intraspinosum epidural space LOR (+), CSF (-),

Darah (-)

• Pasangan connector dan kateter epidural

• Aspirasi dengan spuit 3 cc test dose (-)

29

Page 30: PEB

• Fiksasi kateter epidural posisikan kembali supine

• Inj. Ropivacaine 0,75% 5 cc / 2 menit total 20 cc

• atur ketinggian blok hingga Th4 maintenance lokal anestesi untuk

mempertahankan tinggi blok th 4

Durante Operasi

- Lama operasi : 2 jam

- TD : 115-137/80-99 mmHg

- HR : 74-110 x/menit

- Kontrol ventilator : 12 x/menit

- SpO2 : 99 – 100 %

- Perdarahan : + 200 cc.

- Penguapan : + 1000 cc/jam

- Urine output : 150 cc/2 jam

- Cairan :

Pre op : RL 1000 cc

Durante op : RL 500 cc. KOLOID 700 cc

Foto Durante Operasi

30

Page 31: PEB

Pemeriksaan Fisik Post Operasi di RR

B1 : Airway clear , RR 18x/menit, SP vesikuler, ST -/- , SpO2 98=100%

B2 : Akral: H/M/K, TD: 135/ mmHg, HR: 75x/menit, T/V kuat/cukup,

reguler, T: 36,7°C

B3 :Sens: GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor, φ 3 mm/3 mm, RC +/+.

B4 : UOP (+), vol. ± 80cc/ jam, warna:kuning jernih

B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+) luka operasi tertutup verban,

mual(-), muntah(-)

B6 : Oedem pretibial (-)

Terapi Post operasi di Pasca Bedah

Bed rest, head up 300

Diet bebas jika peristaltik normal

IVFD RL 20 gtt/mnt

IVFD RL + MgSO4 20 mg 14 tts/menit

Inj. Morfin 3 mg dalam 10 cc Nacl 0,9% via epidural catheter/18-24jam

Inj. ceftriaxon 1 gr/12 jam

Cek Darah Rutin, AGDA, KGD ad random, Elektrolit, HST, RFT, LFT.

Monitoring kesadaran, RR, HR, TD, sat O2, UOP setiap 15 menit selama

di RR COT

31

Page 32: PEB

Foto RM 19

32

Page 33: PEB

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

21Mei

2013

Nyeri luka

post operasi

Sens : Compos Mentis GCS 15

(E4V5M6), pupil isokor,

RC+/+,luka operasi tertutup

verban

TD : 150/100 mmHg

HR : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

Temp : 35,4 º C

Protein: +4

Post

SC a/i

PEB +

NH1

- Awasi Vital Sign dan tanda-

tanda perdarahan

-IVFD RL+Oxytosin 10-5-5 IU

20 gtt/i

- IVFD RL + MgSo4 14 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj. Transamine 500 mg/ 8 jam

- Amlodipin 1x 10 mg

- Captopril 2 x 12,5 mg

22Mei

2013

- Sens : Compos Mentis GCS 15

(E4V5M6), pupil isokor,

RC+/+,luka operasi tertutup

verban

TD : 130/100 mmHg

HR : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

Temp : 36,6 º C

Protein: +3

Post

SC a/i

PEB +

NH2

- Awasi Vital Sign dan tanda-

tanda perdarahan

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj. Transamine 500 mg/ 8 jam

- Captopril tab 2x 12,5 mg

- Metildopa 3 x 250 mg

23Mei

2013

- Sens : Compos Mentis GCS 15

(E4V5M6), pupil isokor,

RC+/+,luka operasi tertutup

verban

TD : 130/100 mmHg

HR : 76 x/menit

RR : 20 x/menit

Temp : 37 º C

Protein: +2

Post

SC a/i

PEB +

NH3

- Awasi Vital Sign dan tanda-

tanda perdarahan

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj. Transamine 500 mg/ 8 jam

- Captopril tab 2x 12,5 mg

- Metildopa 3 x 250 mg

BAB 4

33

Page 34: PEB

DISKUSI

Teori Kasus

Definisi dari teori

Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi

disertai proteinuria dan / atau edema

akibat dari kehamilan setelah umur

kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan, bahkan setelah 24

jam post partum

Dari kasus ini, pasien mengalami

hipertensi semenjak 1 bulan SMRS

yaitu pada kehamilan 28 minggu.

Setelah persalinan dan selama masa

perawatan tekanan darah pasien juga

masih cukup tinggi.

Etiologi

Penyebab preeklampsia sampai saat

ini masih belum diketahui secara

pasti, sehingga penyakit ini disebut

dengan “ The Diseases of Theories “.

Beberapa faktor yang berkaitan

dengan terjadinya preeklampsia

adalah :

1. Faktor Trofoblast.

2. Faktor Imunologik.

3. Faktor Hormonal.

4. Faktor Genetik.

5. Faktor Gizi.

6. Faktor Zat Vasoaktif dan

Disfungsi Endotel

Dalam kasus ini, etiologi pasti

preeklampsia yang dialami oleh pasien

ini belum jelas. Faktor-faktor seperti

trofoblast pada anak gemelli,

imunologik, hormonal dan lain-lain

mungkin sangat berpengaruh besar

pada kasus ini. Beberapa faktor

predisposisi seperti multigravida

dengan gemelli bias mempengaruhi

terjadi preeklampsia berat pada pasien

ini.

Gejala Klinis berupa:

1. Tekanan darah ≥ 160 / 110 mmHg

2. Peningkatan kadar enzim hati dan /

atau ikterus

3. Trombosit < 100.000 / mm3

4. Oliguria < 400 ml / 24 jam

5. Proteinuria > 3 gr / l

6. Nyeri epigastrium

Pada pasien ini, keluhan utama

merupakan mulas-mulas dan tekanan

darah tinggi dalam kehamilan. Hal ini

sudah dialami pasien sejak 1 bulan ini.

Pada pemeriksaan fisik didapati

tekanan darah pasien 180/110 mmHg

dan pada pemeriksaan urin didapati

protein +4

34

Page 35: PEB

7. Skotoma dan gangguan visus lain

atau nyeri frontal yang berat

8. Pendarahan retina

9. Edema pulmonum

10. Koma2

Penatalaksanaan

Penatalaksanaa pada pasien

preeclampsia berat adalah pemberian

MgSO4 untuk mencegah terjadinya

kejang dan Obat Antihipertensi seperti

nifedipin yang diberikan per oral serta

terminasi kehamilan.

Pada pasien ini, penatalaksaan dengan

pemberian MgSO4 dan pemakaian obat

antihipertensi nifedipin per oral.

Terminasi kehamilan dilakukan dengan

cara SC.

Strategi tindakan Anestesi sectio

cesarean yang digunakan adalah

regional anestesi yaitu spinal anestesi

atau epidural anestesi. Beberapa

pertimbangan dalam pemilihan teknik

anestesi adalah:

Beberapa pertimbangan pemilihan

tindakan anstesi regional berupa

epidural atau spinal berhubungan

dengan keuntungan dan kerugian.

Keuntungan epidural dibandingkan

spinal yaitu:

1. Bisa segmental

2. Tidak terjadi headache post op

3. Hipotensi lambat terjadi

4. Efek motoris lebih kurang

5. Dapat 1–2 hari dengan kateter ®

post op pain

Kerugian epidural dibandingkan

spinal yaitu:

Pada pasien ini tindakan anestesi yang

digunakan dalam sectio cesarean

adalah teknis epidural anestesi dengan

pertimbangan

1. Bisa segmental

2. Tidak terjadi headache post op

3. Hipotensi lambat terjadi

4. Efek motoris lebih kurang

5. Dapat 1–2 hari dengan kateter ®

post op pain

35

Page 36: PEB

1. Teknik lebih sulit, persiapan lama

2. Jumlah obat anestesi lokal lebih

besar

3. Reaksi sistemis

4. Total spinal anestesi

5. Obat 5–10x lebih banyak untuk

level analgesi yang sama

DAFTAR PUSTAKA

36

Page 37: PEB

1. Cunningham FG, Gant F.G, etall, William Manual of Obstetrics, 21st Edition

Boston, McGraw Hill, 2003 : P 339-347.

2. Saifuddin, AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, edisi 4, Cetakan

Kelima, Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008 : P 281-300

3. Alarm International : A Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity,

second Edition, Canada, 2001 : P 85-91.

4. Brooks, MB, Pregnancy, Prerclampsia, Diunduh dari URL

http://www.emedicine.com/med/topic3238.htm.Diaksestanggal25Mei2005

5. martaadisoebrata D, Wijayanegara H, et al, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan

Reproduksi Edisi 2, Jakarta, EGC, 2004 : P 68-76.

6. Latief, S., Suryadi, K., Dachlan, R. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2ed.

Bagian Anestesi dan Terapi Intensi FKUI. Jakarta.2002. 105-20

7. Ramanathan, J., Coleman, P., Sibai, B. Anesthetic Modification of

Hemodynamic and Neuroendocrine Stress Responses to Caesarean Delivery in

Women with Severe Preeclampsia, Anesth and Analg, 1991. 772-79

8. Aya, AGM., Mangin, R., Vialles, N., et al. Patients with Severe Preeclampsia

Experience Less Hypotension During Spinal Anesthesia for elective Cesarean

Delivery than Healthy Parturients., Br J Anaesth. 2003. 867-872

9. Morgan, GD., Mikhail, MS., Murray, MJ. Et al., 2002. Clinical

Anesthesiology, 3rd ed., Lange Medical Book, Toronto

10. Gambling, DR., 2004. Hypertensive Disorder. In : Obstetric Anesthesia,

Principles and Practice, Ed Chesnut, DH., 3rd ed., Elsevier Mosby, USA, 794-

835

11. Cooper GM. Anesthesia and Analgesia for obstetric care. In: Cohen PJed. A

practice of Anaesthesia 6 edition.Boston: Edward Arnold,1995:1292-3.

37