pedoman penilaian dampak sosial ekonomi...
TRANSCRIPT
PEDOMAN PENILAIAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI PERUBAHAN
IKLIM
Kementerian Lingkungan Hidup
2014
PEDOMAN PENILAIAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI PERUBAHAN IKLIM
Bagian atau seluruh Isi Buku Ini dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya disertai
ucapan terimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Cara mengutip:
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2014. Pedoman Penilaian
Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim, Jakarta
Cetakan Pertama
April, 2014
TIM PENYUSUN
Pengarah
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Penanggung Jawab:
Sri Tantri Arundhati - Asisten Deputi Adaptasi Perubahan Iklim
Anggota:
Arif Wibowo, Koko Wijanarka, Astutie Widyarissantie
Nara Sumber:
Prof. Rizaldi Boer, Dr. Muhammad Ardiansyah,Dr. Perdinan, Adi Rakhman, M.Si., Anria, Prima Yustitia
Diterbitkan oleh:
Asdep Adaptasi Perubahan Iklim
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
JL. D.I. Panjaitan Kav. 24 Jakarta Timur
Telp./Fax. (021) 85904934
e-mail: [email protected]
alamat situs web: http://adaptasi.menlh.go.id
iii
PENGANTAR
Hasil kajian yang dilakukan oleh
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
yakni panel ahli internasional yang mengkaji
aspek ilmiah tentang perubahan iklim menunjukkan
bahwa dampak perubahan iklim di kawasan Asia
Tenggara, termasuk di Indonesia, diperkirakan akan
meningkatkan ancaman terhadap ketahanan pangan,
kesehatan manusia, ketersediaan air, dan juga ancaman
keragaman hayati.
Laporan terbaru dari IPCCC dalam Kajian IPCC
yang ke-5 (IPCC Fifth Assessment Report/AR-5) yang dikeluarkan pada akhir Tahun 2013, khususnya Laporan Kelompok Kerja I IPCC
(Working Group 1 Physical Science Basis), menunjukkan akan meningkatnya
frekuensi dan intensitas kejadian curah hujan yang tinggi secara global, kondisi suhu
ekstrim, termasuk hari-hari panas dan gelombang panas menjadi lebih umum terjadi,
serta meningkatnya frekuensi badai tropis dengan skala 4 dan 5 secara global.
Perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan frekuensi kejadian fenomena El Nino
dan La Nina di Indonesia. Adanya fenomena ini akan menyebabkan kondisi curah
hujan yang ekstrim dan juga kondisi kekeringan yang ekstrim yang akan menimbulkan
dampak bencana berupa kekeringan dan banjir.
Untuk mengantisipasi hal tersebut upaya adaptasi perubahan iklim sebagai
langkah untuk mengurangi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang
ditimbulkan perlu terus didorong pelaksanaannya. Sebagai salah satu langkah untuk menyusun strategi adaptasi yang tepat dalam menghadapi perubahan iklim pada suatu
daerah, penilaian dampak sosial ekonomi perubahan iklim merupakan tahap awal untuk
memberikan pijakan pilihan-pilihan adaptasi yang mungkin dilaksanakan dan
diselaraskan dengan program pembangunan.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT
atas diterbitkannya Buku Pedoman Penilaian Dampak Sosial dan Ekonomi Perubahan
Iklim. Buku ini disusun dengan mengambil beberapa studi kasus beberapa sektor
utama yang terjadi di daerah dan dilengkapi dengan berbagai contoh perhitungan,
sehingga dapat membantu berbagai pihak dalam menilai dampak sosial ekonomi dari
perubahan iklim yang terjadi. Dengan diterbitkannya buku ini kami mengharapkan agar
adaptasi perubahan iklim dapat menjadi prioritas pembangunan baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, sehingga dampak perubahan iklim bisa diminimalisasi dan
pembangunan nasional dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Untuk lebih menyempurnakan dan melengkapi buku ini, kami dengan senang
hati menerima kritik dan masukan yang konstruktif, sehingga pedoman ini dapat lebih
mudah diaplikasikan dan bermanfaat bagi semua pihak.
iv
Akhir kata, Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan kontibusi dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.
Jakarta, April 2014
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup,
Ir. Arief Yuwono, MA.
v
SAMBUTAN
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP
Perubahan iklim menjadi perhatian
sejak penyelenggaraan KTT Bumi di Rio De
Jenairo yang menghasilkan Agenda 21 yang
didalamnya juga menghasilkan tersusunnya
konvensi tentang perubahan iklim. Setelah
pelaksanaan KTT Bumi tersebut, Pemerintah
Indonesia menyusun Agenda 21 Indonesia
yang menekankan adanya perubahan-
perubahan termasuk kebijakan dan program-program lingkungan, serta bertekad untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan
dengan mengintegrasikan konsep-konsep
sosial, ekonomi dan lingkungan.
Pengaruh antropogenik masih
menjadi penyebab terbesar terjadi perubahan iklim, melalui kegiatan pembangunan
yang tidak memperhatikan keseimbangan alam, dan penggunaan bahan bakar fosil
yang tidak terkontrol. Aktivitas manusia yang tidak terkontrol cenderung untuk
menambah beban bagi lingkungan sehingga dapat mempengaruhi daya dukung
lingkungan tersebut, termasuk daya dukung menghadapi dampak perubahan iklim
yang kian terasa. Perubahan yang terjadi pada variabel iklim, seperti kenaikan temperatur permukaan bumi, perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan
lain-lain akan memberikan dampak yang cukup signifikan bagi berbagai sektor yang
menunjang kehidupan manusia.
Potensi kejadian bencana iklim ekstrim dapat menyebabkan kerugian baik
materi maupun non material, dan dapat mempengaruhi dan mengganggu
berkembangnya faktor ekonomi dan sosial yang ada di masyarakat, antara lain
kesehatan masyarakat, kerusakan dan kehilangan properti, kerusakan infrastruktur,
kehilangan mata pencaharian, kerugian akibat gagal panen, dan kerusakan ekosistem
dan sumber daya lingkungan. Banyak sektor pembangunan yang akan terkena dampak
perubahan iklim, dan sektor tersebut adalah sektor yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat, karena terkait dengan penyediaan kebutuhan hidup masyarakat. Sektor
pertanian, sumber daya air, perikanan dan pesisir, kesehatan adalah beberapa sektor yang dianggap penting dan berpotensi mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap
perubahan iklim.
Penilaian dampak sosial dan ekonomi juga menjadi hal yang sangat penting
dalam proses perencanaan pembangunan, karena parameter sosial dan ekonomi masih
menjadi dominasi dalam penentuan keberhasilan pembangunan. Untuk itu, dalam
vi
melihat apakah perubahan iklim sudah memberikan dampak signifikan terhadap
kegiatan pembangunan di Indonesia juga harus dilakukan penilaian dampak sosial dan ekonomi dari beberapa sektor kegiatan terdampak, sejalan dengan dilakukannya
kajian risiko dan adaptasi perubahan iklim yang menjadi masukan pertimbangan
penyusunan kebijakan nasional RPJP, RPJM, Renstra, RKP dan rencana kerja
pemerintah secara nasional maupun daerah. Dengan penyusunan kebijakan yang
memperhatikan pertimbangan dampak perubahan iklim, diharapkan rencana
pembangunan nasional yang disusun dapat mewujudkan pembangunan yang
beradaptasi terhadap perubahan iklim dan siap serta tahan menghadapi berbagai
paparan parameter perubahan iklim yang ekstrim. Penyiapan infrastruktur dan
perangkat sosial ekonomi yang baik dapat meningkatkan ketahanan negara terhadap
potensi bahaya perubahan iklim.
Adanya buku pedoman ini sangat baik untuk memberikan arahan bagi pihak-
pihak yang berkepentingan untuk dapat mulai menginisiasi penilaian dampak sosial dan ekonomi di lingkup kegiatan yang menjadi kewenangannya. Hasil penilaian ini
nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana kerja
institusinya. Selain itu juga hasil ini dapat menjadi bahan referensi untuk
pengembangan konsep sistem ganti rugi maupun asuransi iklim yang sangat
diperlukan oleh para pemangku kepentingan yang terkait baik dari pelaku praktisi
maupun regulator.
Saya berharap agar pedoman ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan juga
dikembangkan lebih lanjut, serta dimutahirkan sesuai dengan perkembangan masa
dan teknologi. Dengan demikian, tujuan Agenda 21 Indonesia dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan dengan integrasi positif dari faktor sosial, ekonomi dan
lingkungan dapar tercapai. Atas tersusunnya pedoman ini, saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan atas sumbangan pemikiran dari semua pakar dan pihak yang terlibat
dalam penyusunan buku pedoman ini.
Jakarta, April 2014
Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA
vii
Glossary
ADB Asian Development Bank
BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPLHD Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
CRED The Centre for Research on the Epidemiology of Disasters
ENSO El Nino Southern Oscillation
IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change
KLH Kementerian Lingkungan Hidup
MoE Ministry of Environment (Kementerian Lingkungan Hidup)
OFDA Office of Foreign Disaster Assistance
viii
Daftar Isi
PENGANTAR ......................................................................................................... iii
SAMBUTAN............................................................................................................ v
Glossary ............................................................................................................... vii
Daftar Isi .............................................................................................................. viii
Daftar Gambar ......................................................................................................... ix
Daftar Tabel.............................................................................................................. x
Bab 1. Pendahuluan .................................................................................................. 1
Bab 2. Lingkup Pedoman .......................................................................................... 3
Bab 3. Potensi Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim .......................................... 5
Bab 4. Metodologi Penilaian Dampak Perubahan Iklim ........................................... 11
4.1. Dampak Sosial ...................................................................................12
4.2. Dampak Ekonomi ..............................................................................14
A. Sektor Pertanian ..........................................................................14
B. Sektor Perikanan Darat ................................................................18
C. Sektor Kesehatan ........................................................................21
D. Sektor Penyediaan Air Bersih ......................................................24
4.3. Penilaian Dampak Untuk Prediksi Banjir dan Kekeringan ...................25
Penutup ............................................................................................................... 26
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 27
LAMPIRAN ........................................................................................................... 28
Lampiran 1. Kuisioner Individu ............................................................................... 29
I. Umum ...................................................................................................29
II. Sektor Pertanian ...................................................................................35
III. Sektor Perikanan .................................................................................40
Lampiran 2. Kuisioner Lembaga ............................................................................. 44
ix
Daftar Gambar
Gambar 1. Jumlah kejadian bencana terkait iklim berdasarkan jenis (atas) dan tahun
kejadian (bawah) ...................................................................................... 6
Gambar 2. Sepuluh kejadian bencana terkait iklim yang mengakibatkan kerugian
ekonomi dan dampak terhadap kehidupan masyarakat. .............................. 7
Gambar 3. Jumlah kejadian kekeringan dan luas kerusakan yang diakibatkannya
periode tahun 2003-2011. ......................................................................... 8
Gambar 4. Jumlah dampak kejadian banjir di Kabupaten Bandung ............................ 9
x
Daftar Tabel
Tabel 1. Informasi kejadian El Nino (E), Normal (N), dan La Nina di Indramayu mulai
tahun 1990 .................................................................................................11
Tabel 2. Contoh tabulasi dampak sosial terhadap individu dan komunal ....................13
Tabel 3. Informasi yang diperlukan untuk penilaian dampak perubahan iklim ...........14
Tabel 4. Contoh informasi yang diperlukan untuk penilaian dampak pada sektor
perikanan ...................................................................................................19
Tabel 5. Contoh informasi yang diperlukan untuk budidaya perikanan ......................19
Tabel 6. Contoh informasi yang diperlukan untuk perhitungan dampak pada sektor
kesehatan ...................................................................................................22
Tabel 7. Contoh perhitungan biaya tambahan yang diperlukan untuk menyediakan air
bersih ketika terjadi banjir ..........................................................................24
1
Bab 1. Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir ini dampak perubahan iklim telah menjadi
perhatian dunia (IPCC 2007). Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji dampak
perubahan iklim pada berbagai sektor ekonomi terutama sektor-sektor yang rentan
terhadap variabilitas iklim. Sektor-sektor yang diindikasikan sensitif terhadap dampak
perubahan iklim adalah pertanian dan sumberdaya air. Kajian dampak perubahan iklim
dalam skala global menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat berdampak negatif bagi
produksi pertanian dunia. Dampak negatif tersebut terutama dirasakan oleh daerah-
daerah tropis yang berlokasi dekat equator (Cline 2007).
Untuk Indonesia, dampak perubahan iklim diindikasikan dengan adanya
pergeseran musim dan perubahan pola hujan di berbagai daerah di Indonesia contohnya
Sumatra dan Jawa (MoE 2007). Adanya perubahan pola curah hujan musiman tersebut
disinyalir dapat berdampak pada kejadian bencana terkait iklim seperti kering dan banjir. Perubahan musim kemarau yang menjadi lebih panjang dapat menyebabkan
kekeringan, sementara intensitas curah hujan yang meningkat pada musim hujan dapat
berpotensi meningkatkan kejadian banjir pada berbagai daerah di Indonesia. Dalam
empat dekade terakhir ini dilaporkan bahwa frekuensi kejadian kekeringan di Indonesia
meningkat (Boer and Subbiah 2005).
Kejadian banjir diberbagai daerah di Indonesia juga dilaporkan menjadi
semakin sering terjadi dengan 530 kejadian banjir terjadi pada periode 2001-2004
(MoE 2007). Adanya perubahan pola hujan musiman yang berpotensi mengakibatkan
bercana terkait iklim tersebut disinyalir terkait dengan peningkatan frequensi kejadian
ENSO (El-Nino-Southern Oscillation) atau yang dikenal dengan El Nino and La Nina
di Indonesia. Timmermann et al. (1999) melaporkan bahwa pemanasan global dapat berdampak pada meningkatnya frekuensi kejadian ENSO.
Selanjutnya kejadian kekeringan dan banjir tersebut dapat mempengaruhi
sistem pertanian dan ketersedian sumberdaya air di berbagai daerah di Indonesia.
Terjadinya kekeringan dapat berakibat pada kegagalan panen dan krisis air bersih.
Contohnya, Indonesia mengimpor sebesar 600 ribu ton beras pada tahun 1991 dan satu
juta ton beras pada tahun 1994 (KLH, 1998) dimana tahun-tahun tersebut diindikasikan
merupakan tahun dengan kejadian El Nino cukup kuat. Terganggunya ketersediaan air
dapat berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bersih untuk berbagai keperluan pada
suatu daerah. Setiap rumah tangga dan industri memerlukan air bersih untuk berbagai
keperluan sehari-hari. Sektor pertanian juga memerlukan air untuk keperluan irigasi.
Fluktuasi ketersediaan air tersebut juga dapat berpengaruh pada sektor industri
perikanan darat. Kejadian kering dan banjir diperkirakan dapat merugikan petani ikan dikarenakan menurunnya produksi panen.
Peningkatan suhu udara terkait pemanasan global dan pola curah hujan yang
tidak teratur dengan intensitas hujan yang diperkirakan meningkat di Indonesia,
diperkirakan dapat berdampak pada kejadian penyakit tular vektor seperti demam
berdarah dengue (DBD) dan malaria. Kondisi ini dikarenakan kelembaban yang tinggi
2
dikombinasikan dengan suhu tinggi sangat mendukung siklus kehidupan vektor
pembawa penyakit. Kejadian diare juga dapat meninngkat dikarenakan berkurangnya suplai air bersih yang dapat berdampak pada pola kehidupan yang tidak sehat.
Dengan mempertimbangkan potensi dampak perubahan iklim pada berbagai
sektor tersebut, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) menekankan perlunya penilaian
dampak sosial-ekonomi perubahan iklim pada berbagai sektor. Penilaian ini diperlukan
untuk mengestimasi potensi kerugian yang dapat diakibatkan dari kejadian bencana
terkait iklim yang frekuensinya dapat meningkat dikarenakan adanya perubahan iklim
global. Estimasi nilai sosial dan ekonomi kerugian tersebut akan bermanfaat untuk
memberikan dorongan kepada para pihak di Indonesia untuk melakukan upaya adaptasi
perubahan iklim dalam rangka mengurangi potensi kerugian yang mungkin terjadi.
3
Bab 2. Lingkup Pedoman
Secara umum perubahan iklim memiliki dampak kontinu, diskontinu dan
permanen. Pada pedoman ini, dampak diskontinu yaitu kejadian banjir dan kekeringan
yang diperkirakan akan meningkat akibat perubahan iklim dipergunakan dalam
penyusunan pedoman. Pedoman disusun berdasarkan penelusuran pustaka berkaitan
dengan dampak perubahan iklim di Indonesia dan teknik pengkajian dampak ekonomi
perubahan iklim serta indikator-indikator yang potensial digunakan untuk pengkajian
dampak perubahan iklim pada berbagai sektor. Tahapan berikutnya diarahkan untuk
menentukan sektor-sektor yang dinilai berpotensi rentan terhadap kejadian iklim
berdasarkan studi literatur dan pengalaman tim dalam melakukan kajian dampak
perubahan iklim. Tahapan selanjutnya adalah menjabarkan mekanisme pengumpulan
data yang diperlukan untuk menghitung nilai kerugian ekonomi bencana terkait iklim
sebagai sebuah pendekatan untuk suatu wilayah di Indonesia. Berlandaskan pada tujuan utama dari kegiatan ini yaitu penyusunan pedoman perhitungan dampak sosial-
ekonomi perubahan iklim, contoh wilayah kajian diambil untuk memberikan sebuah
ilustrasi dalam menggunakan metoda yang disusun. Berdasarkan hasil berbagai tahapan
diatas disepakati untuk menyusun pedoman penilaian dampak ekonomi perubahan
iklim terhadap sektor pertanian, perikanan darat, sumberdaya air bersih, dan
kesehatan. Selanjutnya, untuk empat sektor tersebut, dilakukan evaluasi mengenai
ketersediaan data dan indikator-indikator yang dapat digunakan untuk penyusunan
pedoman penilaian dampak dari perubahan iklim terhadap sektor-sektor ekonomi
terpilih tersebut. Penulisan pedoman penilaian dampak perubahan iklim dilengkapi
dengan ilustrasi contoh wilayah kajian disusun dalam kotak terpisah untuk memberikan
representasi contoh kerugian akibat dampak perubahan iklim. Pedoman penilaian dampak sosial ekonomi perubahan iklim yang disusun ini
ditujukan untuk dapat digunakan oleh berbagai kalangan terutama dinas terkait seperti
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) di setiap kabupaten kota seluruh
Indonesia, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, dan Dinas Kesehatan. Pedoman dampak
ekonomi untuk kajian lingkungan, diantaranya: 1) Panduan Valuasi Ekonomi
Ekosistem Karst, 2) Panduan Umum Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Untuk
Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, 3) Panduan Valuasi
Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, sudah pernah disusun dan diterbitkan
terlebih dahulu oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Perbedaannya pedoman
penialian dampak sosial ekonomi perubahan iklim ini menekankan perhitungan
dampak berdasarkan kejadian iklim yang dapat mengakibatkan kerugian pada suatu
wilayah. Pedoman ini memberikan gambaran mengenai dampak perubahan iklim yang diasumsikan berkaitan dengan kejadian banjir dan kekeringan akibat kejadian La Nina
dan El Nino. Penilaian dampak ekonomi diberikan secara terpisah untuk kejadian banjir
dan kekeringan. Pedoman disusun secara terstuktur dalam kotak-kotak contoh
perhitungan dengan tujuan untuk memudahkan pengguna dalam memahami metode
perhitungan yang diberikan.
4
Pedoman penilaian dampak ekonomi yang disusun didesain untuk dapat
digunakan berdasarkan data sekunder dan hasil survey lapang. Oleh karena itu, penggunaannya tidak sebatas pada contoh ilustrasi yang diberikan. Misalnya, dalam
perhitungan dampak ekonomi untuk pertanian dipergunakan sumber bahan pangan
pokok yaitu padi. Untuk wilayah lain dengan bahan pangan pokok berbeda, misalnya
jagung, dapat tetap menggunakan pedoman ini dengan mengikuti metodologi penilaian
yang disusun. Selanjutnya, perlu dipahami, bahwa metode penilaian ekonomi disusun
dalam satuan unit dampak, yaitu rupiah per hektar ((IDR/ha), sehingga pengguna perlu
mendaptakan informasi dampak luasan yang terkena banjir dan kekeringan untuk
menghitung dampaknya dalam suatu kawasan. Penggunaan unit dampak ditujukan agar
pedoman dapat lebih fleksibel dipergunakan untuk wilayah lainnya. Walaupun
pedoman disusun berdasarkan data-data historis, pengguna juga dapat menggunakan
pedoman untuk mengestimasi dampak di masa depan dengan cara memodelkan
kejadian banjir dan keringan berdasarkan fenomena iklim, sehingga lama dan luasan banjir dan kekeringan di masa depan dapat diestimasi. Nilai ekonomi juga dapat
dijustifikasi dengan menggunakan discount factor untuk merepresentasikan nilai
ekonomi pada saat itu (masa depan) dan digunakan dalam analisis biaya manfaat.
5
Bab 3. Potensi Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim
Sebagaimana dijelaskan diatas, perubahan iklim yang dipicu oleh pemanasan
global akibat dari efek gas rumah kaca merupakan isu lingkungan yang mendapat
perhatian dalam beberapa dekade terakhir. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on
Climate Change) pada tahun 2007 menyatakan bahwa peningkatan suhu global
observasi sejak pertengahan abad ke-20 seiring dengan peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca (antropogenic). Berdasarkan 29.000 data observasi, secara umum
diperlihatkan bahwa lebih dari 89% perubahan dalam banyak sistem fisik dan biologis
terjadi sebagai reaksi terhadap pemanasan global.
Akibat dari pemanasan global, banyak penelitian mengindikasikan
peningkatan intensitas dan frekuensi perubahan iklim ekstrim. Salah satu fenomena
umum yang banyak terjadi dan diasosiasikan/dihubungkan dengan perubahan iklim
adalah ENSO (El-Nino Southern Oscillation). Selama beberapa tahun fenomena ini makin sering terjadi seiring dengan perubahan suhu global tahunan yang terus
meningkat (Hansen et al., 2006). Hal ini mengindikasikan/menandakan bahwa kejadian
iklim ekstrim yang berhubungan dengan El Niño juga semakin meningkat. Di
Indonesia, dalam 46 kejadian kekeringan, 30 diantaranya terjadi sekitar tahun 1844 –
1960 (dalam 117 tahun), dan 16 lainnya terjadi sekitar tahun 1961-2006 (dalam 46
tahun), lebih dari 75% kejadian kekeringan tersebut dihubungkan dengan El-Nino
(Boer and Subbiah, 2005). Banjir juga menjadi semakin sering kejadian. Selama
periode 2001-2004, sekitar 530 banjir terjadi di banyak provinsi di Indonesia. Dalam
periode tersebut, terlihat peningkatan kejadian banjir.
Berdasarkan data dari OFDA/CRED Database Bencana International (2007),
dari 1907-2007, bencana alam yang terjadi di Indonesia, 345 diantaranya dikategorikan sebagai bencana alam global. Sekitar 60% kejadian yang berhubungan dengan iklim,
umumnya banjir, diikuti dengan longsor, penyakit (vektor penyakit), badai angin,
kebakaran hujan, banjir bandang, dan pasang naik (Gambar 1-kiri). Fakta yang menarik
adalah bahwa kejadian iklim sejak pertama tercatat pada tahun 1953 menunjukkan
kondisi semakin sering terjadi setelah 1980an (Gambar 1-kanan). Peningkatan
frekuensi dan intensitas kejadian bencana alam dapat menyebabkan kerugian sosial-
ekonomi. Sebagaimana diketahui, kejadian kekeringan dan banjir dapat berakibat pada
kondisi sosial-ekonomi. Sebagai gambaran, kerugian ekonomi akibat bencana terkait
iklim sejak tahun 2007 dapat mencapai jutaan US dollar dan mempengaruhi kehidupan
jutaan manusia (Gambar 2).
6
Gambar 1. Jumlah kejadian bencana terkait iklim berdasarkan jenis (atas) dan tahun kejadian (bawah). (Sumber: OFDA/CRED International Disaster
Database, 2007)
0
2
4
6
8
10
12
14
1950
1955
1960
1965
1970
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
Num
ber o
f Clim
ate-
Rel
ated
.
Haz
ards
Jum
lah Kejadian
Ben
cana
terkait Iklim
7
Gambar 2. Sepuluh kejadian bencana terkait iklim yang mengakibatkan kerugian
ekonomi dan dampak terhadap kehidupan masyarakat. (Sumber:
OFDA/CRED International Disaster Database, 2007)
8
Kejadian bencana iklim terkait ENSO juga berdampak pada kejadian berbagai
penyakit, seperti: malaria, DBD, diare, kolera dan penyakit berbasis vector lainnya. Di Indonesia, penyakit DBD (dengue) diindikasikan meningkat terutama pada saat
kejadian La Nina ketika curah hujan diatas normal. Kondisi tersebut juga ditemui pada
berbagai kota besar terutama di Jawa. Selanjutnya, kejadian kekeringan dan banjir juga
dilaporkan akan mengakibatkan luas kerusakan lahan dan berbagai dampak lainnya.
Sebagai contoh kasus untuk beberapa daerah di Jawa Barat, kekerigan berdampak besar
terhadap luasan daerah di Kabupaten Bandung (Gambar 3). Kejadian banjir juga
dilaporkan akan berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat, misalnya: adanya
jumlah pengungsi dan penderita (Gambar 4).
Gambar 3. Jumlah kejadian kekeringan dan luas kerusakan yang diakibatkannya periode tahun 2003-2011. (sumber: dibi.bnpb.go.id)
9
Gambar 4. Jumlah dampak kejadian banjir di Kabupaten Bandung
Kelompok yang paling menderita akibat kejadian bencana alam adalah
kelompok dengan penghasilan rendah. Kemampuan mereka untuk beradaptasi terhadap
perubahan iklim ekstrim sangat terbatas dikarenakan keterbatasa akses terhadap sumber
daya iklim dan teknologi. Akibatnya, ketergantungan mereka pada pemerintah akan semakin meningkat di masa depan dengan asumsi kejadian terkait iklim diperkirakan
akan meningkat. Sebagai contoh, Provinsi NTT, merupakan daerah yang sangat rentan
pada kejadian kekeringan, banyak petani mengalami kegagalan panen akibat
kekeringan pada El-Nino 2006/07. Sebagai akibatnya, pada tahun tersebut sumber
pendapatan sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah,. Banyak petani yang harus
menjual ternaknya ataupun bekerja sebagai buruh untuk mendapatkan tambahan
pendapatan. Di Indramayu, kejadian kekeringan terkait El Nino 2003 mengakibatkan
gagal panen yang relatif besar. Pada saat itu, banyak keluarga yang tidak dapat
mencukupi kebutuhan pangannya yang meningkat meningkat sekitar 14% bila
dibandingkan dengan tahun-tahun normal (Boer et al., 2004).
Studi-studi yang mempelajari pengaruh perubahan iklim terhadap kondisi
sosial-ekonomi di Indonesia masih sangat terbatas. Namun demikian, dari studi global terindikasi/terlihat bahwa tanpa peningkatan kapasitas adaptasi, pada 2050 kerugian
ekonomi dapat mencapai 300 miliar USD per tahun. Saat ini kerugian ekonomi berkisar
antara 50-100 miliar USD per tahun (SEI, IUCN, IISD, 2001). Sebagai tambahan,
Oxfam (2007b) menyatakan bahwa risiko-risiko iklim di masa depan akan menghambat
kemampuan sebuah Negara untuk mencapai tujuan utama dari perkembangan
negaranya. Sebagai contoh untuk Indonesia, Boer et al. (2009) memperkirakan
produksi padi di Jawa akan berkurang sebesar lima juta ton pada tahun 2025 dan
10
sebanyak sepuluh juta ton pada tahun 2050 dikarenakan konversi lahan dan perubahan
iklim. Untuk kajian dampak perubahan iklim, pemerintah Indonesia sudah merangkum dampak perubahan iklim dan kerentanannya yang dirilis oleh Kementrian Lingkungan
Hidup (MoE 2007). Walaupun demikian, penilaian ekonomi dari dampak tersebut
masih belum dimasukkan.
11
Bab 4. Metodologi Penilaian Dampak Perubahan Iklim
Sebagaimana dijelaskan diatas, pedoman penilaian potensi dampak perubahan
iklim disusun dengan pendekatan nilai dampak dari kejadian bencana terkait iklim
yaitu kekeringan dan banjir yang terjadi di Indonesia. Pendekatan ini dilakukan
mengingat fenomena iklim yaitu El Nino dan La Nina diindikasi mempengaruhi
kejadian dan curah (intensitas) hujan di Indonesia. Sementara frekuensi El Nino dan La
Nina diperkirakan akan meningkat dikarenakan perubahan iklim. Untuk Indonesia,
secara umum, fenomena El Nino berdampak pada penurunan kejadian dan curah
(intensitas) hujan yang dapat berakibat pada kekeringan, sementara La Nina berdampak
pada peningkatan kejadian dan curah (intensitas) hujan yang dapat mengakibatkan
banjir. Asumsi juga dilakukan dengan pertimbangan kompleksitas dari penilaian sosial-
ekonomi dampak perubahan iklim pada berbagai sektor terpilih, yaitu: pertanian,
perikanan, kesehatan dan sumberdaya air bersih. Dengan asumsi tersebut, penilaian dampak dapat dilakukan berdasarkan informasi kerugian yang ditimbulkan akibat
kejadian banjir dan kering pada masing-masing sektor yang terjadi pada suatu daerah.
Penyusunan pedoman ini juga ditujukan agar penilaian dapat dilakukan berdasarkan
informasi yang dapat diperoleh melalui survey lapang ataupun data sekunder untuk
suatu daerah.
Memahami asumsi yang dipergunakan dalam pedoman yang disusun,
informasi mengenai kejadian El Nino dan La Nina secara umum, misalnya: tahun-tahun
El Nino dan La Nina, diperlukan dalam proses pemilihan daerah kajian. Sebagai
contoh, daerah Kabupaten Indramayu dipilih dikarenakan kondisi iklim (i.e., curah
hujan) daerah ini sangat dipengaruhi oleh El Nino dan La Nina. Informasi umum
mengenai tahun-tahun kejadian El Nino (E), Normal (N), dan La Nina (L) dapat
ditelusuri seperti digambarkan pada Tabel 1. Selain itu Kabupaten Indramayu juga dikenal sebagai daerah pertanian yang relatif besar di Indonesia.
Tabel 1. Informasi kejadian El Nino (E), Normal (N), dan La Nina di Indramayu mulai
tahun 1990
Tahun 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01
Kejadian N E E E E E N E E L L L
Tahun 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
Kejadian E E N N E L L E L L L L
Selanjutnya, penilaian dampak untuk setiap sektor terpilih (pertanian,
perikanan, kesehatan dan sumberdaya air bersih) dilakukan secara individual
berdasarkan indikator-indikator untuk masing-masing sektor. Untuk sektor pertanian
indikator yang dipergunakan adalah produksi pangan utama untuk suatu lokasi.
12
Misalnya: produksi padi merupakan pangan utama di kabupaten Indramayu. Penilaian
kerugian akibat kering atau banjir didasarkan pada dampak kejadian bencana terkait iklim tersebut terhadap produksi padi di Indramayu. Untuk penilaian dampak informasi
terkait biaya produksi padi dan potensi luasan daerah kering atau banjir diperlukan.
Pendekatan yang sama juga dilakukan untuk sektor perikanan dengan mengidentifikasi
budidaya perikanan air tawar utama yang dilakukan pada suatu daerah. Untuk sektor
kesehatan, indikator yang dipergunakan adalah penambahan jumlah kejadian penyakit
yang tercatat pada suatu daerah. Sebagai contoh: untuk kabupaten Indramayu kejadian
banjir disinyalir meningkatkan jumlah penderita diare dan DBD. Untuk sektor
sumberdaya air bersih, indikator yang dipergunakan adalah biaya yang diperlukan
untuk pengolahan air saat kejadian banjir dibandingkan dengan saat kondisi normal.
Untuk indikator sosial dibedakan menjadi dua yaitu dampak bagi individu dan
rumahtangga, dan dampak masyarakat (komunal). Dampak individu dan rumah tangga
berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek kehidupan individu dan rumah tangga akibat terjadinya bencana terkait iklim seperti banjir atau kekeringan.
Contoh indikator yang dapat dipergunakan antara lain : 1) Perubahan pendapatan dan
kemiskinan; 2) Perubahan mata pencaharian; 3) Migrasi. Dampak komunal meliputi
kerusakan yang terjadi pada infrastruktur daerah akibat iklim ekstrim seperti kering
atau banjir antara lain : 1) pengangguran; 2) tindak kejahatan; 3) kelembagaan lokal.
Selengkapnya, pedoman penilaian dampak disertai dengan ilustrasi dengan
menggunakan contoh Kabupaten Indramayu dijabarkan untuk setiap sektor pada bagian
berikut.
4.1. Dampak Sosial Penilaian dampak sosial perubahan iklim dengan pendekatan banjir dan
kekeringan dilakukan dengan menentukan indikator sosial yang perubahannya
dipengaruhi oleh kejadian bencana terkait iklim. Berbeda dengan penilaian dampak
ekonomi (walaupun perubahan indikator ekonomi juga dapat diangggap sebagai bagian
dari indikator sosial di masyarakat dikarenakan dapat berdampak sosial, misal kenaikan
biaya penyediaan air bersih), dampak sosial tidak dikuantifikasi dalam bentuk angka-
angka. Langkah ini diambil dengan pertimbangan dampak sosial merupakan proses
yang terjadi dan berlangsung terus menerus sehingga dampak yang dirasakan umumnya
tidak terjadi serta merta saat terjadi kejadian bencana, namun seringkali merupakan akumulasi dari berbagai kejadian yang terjadi. Contoh dampak sosial yang dapat terjadi
akibat kejadian iklim misal kekeringan atau banjir adalah migrasi. Perilaku migrasi
tidak langsung dilakukan saat terjadi kejadian iklim namun merupakan tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi berbagai persoalan akibat kejadian iklim. Indikator lainnya
adalah kemungkinan berubahnya mata pencaharian, meningkatnya jumlah kemiskinan
dan masyarakat yang memerlukan bantuan pemerintah. Dalam konteks ini, penilaian
dampak sosial dapat dilakukan dengan membuat tabel checklist mengenai dampak yang
terjadi pada individu/rumahtangga maupun masyarakat. Adapun indikator sosial yang
13
dipergunakan dapat bekembang sesuai dengan diskusi dilapangan. Untuk kasus
Indramayu, tabel disajikan sebagai berikut.
Tabel 2. Contoh tabulasi dampak sosial terhadap individu dan komunal
Keterangan Individu Komunal
Penurunan Pendapatan √
Kehilangan Pekerjaan √
Kehilangan Pemukiman √
Perubahan Mata Pencaharian √
Kesulitan sumber daya air √
Kesulitan Pangan √
Migrasi √ √
Rusaknya pasar/ lokasi usaha √
Rusaknya rumahsakit/puskesmas √
Rusaknya Saran pendidikan √
Rusaknya Jalan v
Meningkatnya Penggangguran √ √
Meningkatnya Kejahatan √
Kepercayaan masyarakat
(meningkat/ menurun) Menurun
Kelembagaan lokal (Menguat/
Merenggang Menguat
*Catatan: checklist dilakukan berdasarkan informasi survey ataupun diskusi di daerah
kajian (contoh: Kab. Indramayu). Informasi tambahan bila dimungkinkan dapat digali
misalnya: jumlah individu, keluarga ataupun kelompok masyarakat yang mengalami berbagai dampak tersebut.
14
4.2. Dampak Ekonomi
A. Sektor Pertanian1 Perhitungan dampak ekonomi pada saat kekeringan atau banjir untuk sektor
pertanian dibedakan menajdi dua bagian, yaitu: perhitungan nilai dampak untuk setiap
satuan luasan produksi pertanaman (unit loss) dan untuk daerah kajian (regional loss).
Sebagai ilustrasi, dengan mengambil contoh produksi padi di Kabupaten Indramayu,
informasi mengenai biaya produksi dan estimasi nilai ekonomi produksi untuk musim
tanam pada saat musim hujan dan kemarau berdasarkan hasil survey dan studi
sebelumnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Informasi yang diperlukan untuk penilaian dampak perubahan iklim
Informasi Unit Nilai
Harga Beras IDR/kg 2400
Hasil Tanaman Padi
Musim Hujan Ton/ha 7.34
Musim Kering Ton/ha 6.73
Nilai Produksi
Musim Hujan IDR/ha 17.616.000
Musim Kemarau IDR/ha 16.148.000
Biaya Produksi
Persemaian IDR/ha 2.000.000
Pemeliharaan IDR/ha 2.500.000
Pemanenan IDR/ha 1.500.000
* Contoh kasus biaya dan nilai produksi padi untuk kabupaten Indramayu
Perhitungan kerugian yang terjadi untuk satu satuan lahan pertanaman (unit loss) didasarkan pada kapan terjadinya kering atau banjir pada proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Untuk kejadian kering atau banjir apabila penanaman masih
dapat dilakukan kembali maka kerugian sebesar biaya produksi yang sudah
dikeluarkan. Terutama apabila kejadian kering atau banjir pada saat awal penanaman
(persemaian atau awal pemeliharaan). Namun, peluang penanaman kembali setelah
kejadian banjir memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan setelah kejadian
kekeringan mengingat kondisi ketersediaan air tanah. Oleh karena itu dapat
diasumsikan pada saat kekeringan penanaman kembali akan sulit dilakukan. Sehingga
untuk kejadian kekeringan kerugiannya dihitung dengan cara mengurangi nilai total
produksi (Harga * Hasil Tanaman) tergantung dari musim tanamnya dengan
menggunakan asumsi sebagai berikut.
1 Metode perhitungan dampak ekonomi dapat digunakan untuk semua produk pertanian lain seperti palawija
disesuaikan dengan temuan di lapangan berdasarkan hasil survey.
15
a. > 25 hari berturut-turut: seluruh tanaman padi akan rusak
b. 15-25 hari: hasil akan berkurang sekitar 50% c. 10-15 hari: hasil akan berkurang sekitar 25%
d. <10 hari: tidak berpengaruh
Berdasarkan asumsi diatas, pertambahan persentase total kerugian untuk setiap hari
kekeringan untuk panjang kekeringan antara 10 sampai 25 hari adalah sebesar
1,667%/hari. Angka tersebut diperoleh dengan membagi selisih persentase dan hari
antara point b dan c diatas (25%/15 hari).
Sementara untuk total kerugian akibat banjir dengan asumsi penanaman kembali dapat dilakukan dan banjir lebih dari 5 hari (dibawah 5 hari kejadian banjir tidak berpengaruh
terhadap tanaman)
Saat periode persemaian
= Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan persemaian
= IDR 2.000.000
Saat periode pemeliharaan
= Biaya yang dikeluarkan untuk persemaian dan pemeliharaan
= IDR 2.000.000 + IDR 2.500.000
= IDR 4.500.000
Perhitungan kerugian untuk banjir diatas saat periode pemanenan tidak
dilakukan mengingat jarak yang terlalu dekat dengan periode penanaman masa tanam
berikutnya. Peluang penanaman kembali juga akan lebih besar pada saat periode
persemaian dibandingkan periode pemeliharaan. Konfirmasi dapat dilakukan
berdasarkan kondisi daerah kajian. Nilai perhitugan diatas diberikan hanya sebagai
ilustrasi. Apabila banjir terjadi pada saat panen, sehingga penanaman kembali tidak
Contoh 1. Kerugian Saat Kekeringan Terjadi Saat Panen Memasuki Musim
Kemarau (Informasi Lihat Tabel 3.)
Kekeringan yang terjadi selama 15 hari berturut-turut
Nilai produksi = harga * hasil tanaman = IDR 16.148.000,-
Pengurangan hasil akibat kekeringan = 25% + 1,667%/hari*(15-10 hari)
= 33.34%
Nilai kerugian = IDR 16,148,000 * 33.34%
= IDR 5.383.743,- / ha
16
dapat dilakukan, total kerugian sebesar dengan nilai produksi padi sebagaimana
ilustrasi berikut.
Setelah diperoleh nilai perhitungan untuk setiap luasan unit pertanaman (unit
loss), total kerugian untuk suatu kawasan dapat dihitung. Untuk keperluan perhitungan,
perlu diperhatikan perbedaan mendasar untuk asumsi antara banjir dan kekeringan pada luasan daerah yang terkena dampak dari kejadian bencana terkait iklim tersebut. Untuk
kekeringan, luasan lahan pertanian yang ditanami pada saat kejadian kekeringan
berlangsung diasumsikan seluruhnya mengalami kerusakan. Sementara, untuk kejadian
banjir, dampaknya hanya dirasakan pada daerah-daerah rawan banjir saja, sehingga
informasi luasan daerah rawan banjir diperlukan. Informasi luasan daerah pertanaman
padi tersebut diperlukan terutama untuk menghitung kerugian ekonomi suatu kawasan
(regional loss). Sebagai contoh, kekeringan selama 15 hari dalam ilustrasi diatas terjadi
dan mengakibatkan penanaman kembali tidak dapat dilakukan. Total kerugian untuk
daerah kajian (contoh: Kabupaten Indramayu) adalah sebesar luasan pertanaman pada
saat kejadian kekeringan tersebut. Informasi berdasarkan survey luasan kekeringan
jelas diperlukan. Apabila informasi tidak tersedia atau untuk keperluan perhitungan potensi kerugian dimasa depan, maka luasan pertanaman perlu diperkirakan
berdasarkan fraksi luasan pertanaman dari total luas kawasan yang diperuntukan untuk
pertanaman komoditas tersebut (misal: padi). Pola pertanaman pada suatu daerah juga
diperlukan untuk memperkirakan luasan daerah pertanaman komoditas tersebut.
Sebagai contoh untuk pola pertanaman padi-padi-dan bera (RRF) di
Indramayu pada saat kekeringan 15 hari terjadi sekitar awal April sampai pertengahan
bulan April dengan penanaman kembali untuk musim tersebut tidak dimungkinkan
maka kerugian total untuk kawasan tersebut dengan asumsi sekitar 60% dari total
luasan daerah pertanaman padi seluas 60.000 ha (untuk Kabupaten Indramayu sebagai
contoh) setara dengan kerugian per unit luasan dikalikan dengan luasan pertanaman.
Contoh 2. Kerugian Saat Banjir di Musim Tanam Pada Musim Hujan dan Panen
Gagal(Informasi Lihat Tabel 3.)
Nilai produksi = harga * hasil tanaman = IDR 17.616.000,-
Nilai kerugian = nilai produksi = IDR 17.616.000,- / ha
17
Untuk kejadian banjir, perhitungan total kerugian untuk suatu daerah kajian
memerlukan informasi luasan daerah rawan banjir, kemudian dihitungan dengan fraksi
dari total luasan yang terkena banjir berdasarkan lamanya periode genangan banjir.
Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. > 25 hari berturut-turut: merusak total daerah rentan banjir
b. 15-25 hari berturut-turut: hanya merusak 20/30 * total daerah rentan banjir
c. 5-15 hari berturut-turut: hanya mempengaruhi 10/30 * total daerah rentan banjir
d. <5 hari berturut-turut: tidak berpengaruh
Dengan menggunakan asumsi di atas, tambahan persentase kerugian untuk
setiap hari banjir bila panjang hari banjir antara 5 sampai 25 hari adalah sebesar
1,667%/hari. Angka tersebut diperoleh dengan membagi selisih persentase dan hari
pada point b dan c (33.34%/20 hari). Asumsi-asumsi untuk perhitungan pertanian ini
dikembangkan berdasarkan informasi yang diterima untuk daerah Indramayu. Sebagai
ilustrasi, melanjutkan contoh diatas, total kerugian saat terjadi banjir selama 25 hari
pada saat awal pemeliharaan dan penanaman kembali masih dapat dilakukan dengan total daerah rentan banjir sebesar 22.762 ha adalah sebagai berikut :
Contoh 3. Total Kerugian Saat Kekeringan Untuk Kawasan (Mengacu Pada Contoh 1.)
Kekeringan yang terjadi selama 15 hari berturut-turut
Nilai produksi = harga * hasil tanaman
= IDR 16.148.000,-
Pengurangan hasil akibat kekeringan = 25% + 1,667%/hari*(15-10 hari)
= 33.34%
Nilai kerugian = IDR 16,148,000 * 33.34% = IDR 5.383.743,- / ha
Total kerugian untuk daerah = IDR 5.383.743,- / ha (60%*60.000 ha)
= IDR 193.814.748.000,-
18
B. Sektor Perikanan Darat
Metode penilaian dampak ekonomi untuk sektor perikanan hampir sama
dengan metode yang dipergunakan untuk sektor pertanian. Perhitungan dilakukan
dengan menetapkan komoditas utama untuk daerah kajian. Untuk contoh Indramayu,
budidaya ikan bandeng dan udang merupakan komoditas utama. Oleh karena itu
informasi mengenai produksi perikanan untuk kedua komoditas tersebut, harga produk, luasan daerah rawan banjir (Tabel 4) diperlukan untuk perhitungan kerugian yang
mungkin ditimbulkan saat terjadi bencana terkait iklim.
Sedikit berbeda dengan sektor pertanian, kejadian kekeringan tidak
berrdampak nyata terhadap budidaya perikanan. Untuk daerah contoh yaitu kabupaten
Indramayu, pada saat kekeringan petani ikan akan melakukan pemanenan apabila
dirasakan air tidak mencukupi dan tidak akan melakukan penanaman kembali.
Selanjutnya, berdasarkan informasi kajian yang dilakukan oleh Colenco dan Indrakarya
(2000), penuruan debit air saat kekeringan berlangsung yang mempengaruhi kualitas
air (misalnya meningkatnya salinitas) tidak terlihat secara nyata mempengaruhi
produktivitas sektor perikanan. Walaupun demikian, apabila untuk daerah lain
diperoleh informasi lain bahwa kekeringan berpengaruh nyata terhadap produktivitas
perikanan, maka perhitungan kerugian dapat dilakukan dengan mengacu pada perhitungan kerugian sektor pertanian diatas atau sektor perikanan pada saat terjadi
banjir yang akan dijabarkan sebagai berikut.
Untuk kejadian banjir, jumlah hari banjir dan debitnya berdampak pada kerugian
produksi perikanan. Sebagai contoh untuk daerah kajian, saat banjir terjadi lebih dari
15 hari dengan kecepatan debit aliran diatas 50 m3/dt, perikanan yang dibudidayakan
pada kawasan rentan banjir akan habis disapu banjir. Adapun total kerugiannya
Contoh 4. Total Kerugian Daerah Saat Banjir di Periode Penanaman
Saat periode pemeliharaan
= Biaya yang dikeluarkan untuk persemaian dan pemeliharaan
= IDR 2.000.000 + IDR 2.500.000 = IDR 4.500.000 /ha
Luas daerah terkena banjir
= persentase luasan banjir *total daerah rentan banjir
= 20/30 * 22.762 ha
= 15.174,67 ha
Total kerugian daerah
= total biaya*luas daerah terkena banjir
= IDR 4.500.000/ha*15.174,67 ha
= IDR 68.286.015.000,-
19
tergantung pada tahapan proses budidaya perikanan di suatu kawasan. Sebagai contoh
proses budidaya dibagi menjadi tiga tahap untuk Kabupaten Indramayu dengan biaya untuk setiap tahapan dijelaskan pada Tabel 5.
Tabel 4. Contoh informasi yang diperlukan untuk penilaian dampak pada sektor
perikanan
Informasi dan Data Unit Nilai
Harga
Udang IDR/kg 55.000
Ikan Bandeng IDR/kg 9.000
Hasil
Udang
o Extensive kg/ha 80
o Semi Intensive kg/ha 800
Ikan Bandeng kg/ha 1.500
Nilai Produksi
Udang -
o Extensive IDR/ha 4.400.000
o Semi Intensive IDR/ha 44.000.000
Ikan Bandeng IDR/ha 13.500.000
Total Pengeluaran
Udang
o Extensive IDR/ha 1.923.000
o Semi Intensive IDR/ha 10.603.000
Ikan Bandeng IDR/ha 4.040.000
Total Luas untuk Produksi Perikanan Ha 22.976,67
Area Perikanan yang terkena Banjir Ha 1.119
*angka-angka dalam tabel adalah contoh Informasi produksi perikanan untuk Kabupaten Indramayu
Tabel 5. Contoh informasi yang diperlukan untuk budidaya perikanan
Komoditas Unit Biaya produksi
Persemaian Pemeliharaan Pemanenan
Udang
(Extensive) IDR/ha 1.282.000 341.867 299.133
Udang (Semi
Intensive) IDR/ha 7.068.667 1.884.978 1.649.356
Ikan Bandeng IDR/ha 2.630.698 751.628 657.674
* Contoh biaya produksi untuk udang dan bandeng di Indramayu
20
Penilaian kerugian pada saat kejadian banjir dilakukan dalam dua tahapan
yaitu perhitungan kerugian untuk setiap luasan (unit loss) dan untuk suatu kawasan yang rentan banjir. Asumsi yang dipergunakan adalah apabila banjir terjadi pada saat
persemaian, maka kerugian setara dengar besarnya biaya yang sudah dikeluarkan untuk
persemaian pada masing-masing komoditas. Selanjutnya, informasi luasan daerah yang
dipergunakan untuk budidaya masing-masing komoditi diperlukan agar dapat dihitung
total biaya produksi yang sudah dikeluarkan untuk sektor perikanan. Selanjutnya,
luasan daerah yang terkena dampak banjir adalah daerah yang rawan banjir. Sebagai
contoh untuk daerah Indramayu luasan tersebut sebesar 1.119 ha. Sehingga total
kerugian adalah jumlah biaya produksi masing-masing komoditas dikalikan dengan
luasan kawasan yang dipergunakan untuk budidaya perikanan tersebut. Untuk daerah
contoh kajian diasumsikan luasan yang dipergunakan untuk budidaya udang semi
intensive dan extensive adalah 75% dan 15%, serta ikan bandeng adalah 10%. Ilustrasi
kerugian pada saat terjadi banjir lebih dari 15 hari pada daerah kawasan banjir saat masa persemaian dan memungkinkan untuk penanaman kemabli adalah sebagai
berikut. Untuk contoh Indramayu, para petani biasanya memulai budidaya udang pada
bulan Maret, Juli dan November dan panen pada bulan Juni, Oktober dan Februari.
Selanjutnya, apabila kejadian banjir terjadi setelah persemaian dan penanaman
kembali tidak dimungkinkan untuk masa tanam tersebut, maka total kerugian adalah
sejumlah nilai produksi masing-masing komoditas perikanan, yaitu: produksi * harga.
Sebagai ilustrasi menggunakan Tabel 4 dapat dihitung potensi kerugian saat banjir
Contoh 5. Penilaian Dampak Ekonomi Sektor Perikanan Akibat Banjir Saat Persemaian dengan Penanaman Kembali dimungkinkan di Indramayu
(Lihat Tabel 3 dan 4)
Luas kawasan rawan banjir = 1.119 ha
Total biaya persemaian (udang extensive) = IDR 1.282.000*1.119 ha*15%
= IDR 215.183.700,-
Total biaya persemaian (udang semi intensive) = IDR 7.068.667*1.119 ha*75% = IDR 5.932.378.780,-
Total biaya persemaian (bandeng) =IDR 2.630.698*1.119 ha*10%
= IDR 294.375.106,-
Total kerugian kawasan = IDR 6.441.937.586,-
21
melanda seluruh kawasan rawan banjir dan semua komoditas ikan yang dibudidayakan
hanyut terbawa banjir sebagai berikut.
C. Sektor Kesehatan
Penilaian dampak ekonomi untuk sektor kesehatan didasarkan pada indikator
tambahan penderita untuk penyakit utama yang diindikasi bertambah dikarenakan
kejadian bencana terkait iklim. Dengan mengambil contoh Indramayu, teridentifikasi
adanya tambahan penderita untuk dua penyakit pada saat kejadian banjir tahun 2007 di Indramayu, yaitu DBD dan diare. Informasi tersebut disajikan pada Tabel 6.
Perhitungan kerugian akibat banjir pada sektor kesehatan dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut.
Kerugian ekonomi untuk penyakit = (Lp/Jm) * Tp * P
dimana: Lp = lama penyakit per minggu
Jm = jumlah minggu per tahun
Tp = tambahan penderita per hari banjir
P = PDB per kapita per tahun
Kerugian ekonomi untuk kematian = Rk * Tk * Pn * P
dimana: Rk = rasio kematian per 100 kejadian Tk = tambahan kejadian kematian per hari banjir
Pn = periode normal untuk bekerja selama hidup
P = PDB per kapita per tahun
Periode Normal untuk bekerja selama hidup = usia pensiun bekerja - usia awal
bekerja
Contoh 6. Penilaian Dampak Ekonomi Sektor Perikanan Akibat Banjir dengan
Penanaman Kembali Tidak Dimungkinkan di IndramayuLihat Tabel 4
Luas kawasan rawan banjir: 1.119 ha
Total nilai produksi (udang extensive) = IDR 4.400.000,-*1.119 ha*15%
= IDR 738.540.000,-
Total nilai produksi (semi intensive) = IDR 44.000.000,-*1.119 ha*75%
= IDR 36.927.000.000,-
Total nilai produksi (bandeng) = IDR 13,500.000,-*1.119 ha*10%
= IDR 1.510.650.000,-
Total kerugian kawasan = IDR 39.176.190.000,-
22
Tabel 6. Contoh informasi yang diperlukan untuk perhitungan dampak pada sektor
kesehatan
Informasi Unit Nilai
Tambahan kejadian DBD**** Kasus 200
Rata-rata hari banjir Hari 10
Tambahan penderita per hari banjir kasus/hari 20
Perbandingan antara kematian per 100
kejadian DBD % 4.36**
Lama penyakit dalam kasus DBD Minggu 4
Tambahan kejadian diare Kasus 3,999
Rata-rata hari banjir Hari 10
Tambahan penderita per hari banjir kasus/hari 399
Lama penyakit dalam kasus diare Minggu 1**
PDB per tahun
2008 (based on IMF/EIU forecast)*** IDR/percapita 17,956,450
* Contoh tambahan penderita DBD dan Diarrhea saat banjir 2007 dibandingkan saat
normal di Indramayu
** Berdasarkan Murray and Lopez (1996)
*** Nilai GDP dipilih sebagai ilustrasi dan mempertimbangkan kejadian banjir tahun
2007
****Tambahan kejadian DBD merupakan jumlah kasus DBD yang terjadi saat
kejadian banjir
Sebagaimana dijelaskan diatas, perhitungan kerugian untuk sektor kesehatan
dibagi menjadi dua bagian yaitu perhitungan kerugian akibat penyakit dan kerugian akibat kematian. Contoh perhitungan kerugian untuk contoh daerah kajian Kabupaten
Indramayu masing-masing untuk DBD dan diare dengan asumsi kejadian banjir selama
10 hari adalah sebagai berikut:
23
Contoh 7. Perhitungan untuk DBD di Kab. Indramayu (Lihat Tabel 6; untuk
penyakit)
Lama penyakit per minggu = 4 minggu
Tambahan penderita per hari banjir = 20 kasus per hari
PDB = IDR 17.956.450,- (/perkapita)
Kerugian ekonomi untuk penyakit
= (lama penyakit per minggu / jumlah minggu per tahun) * tambahan penderita
banjir per hari * PDB per kapita per tahun
= (4/52) * 20 * 17.956.450
= IDR 27.625.308,- /hari banjir
Contoh 8. Perhitungan untuk DBD di Kab. Indramayu (Lihat Tabel 6;untuk
kematian)
Rasio kematian per 100 kejadian = 4.36%
Tambahan penderita per hari banjir = 20
Periode normal untuk bekerja = usia pensiun kerja - usia awal bekerja
= 55 – 18 = 37
PDB per kapita = IDR 17.956.450,- (/perkapita)
Kerugian ekonomi untuk kematian
= Rasio kematian per 100 kejadian * tambahan penderita per hari banjir *
periode normal untuk bekerja selama hidup * PDB per kapita per tahun
= 4.36% * 20 * 37 * 17.956.450
= IDR 579.346.903,-/hari banjir
Contoh 9. Perhitungan untuk Diare di Kab. Indramayu (Lihat Tabel 6; untuk
penyakit)
Lama penyakit per minggu = 1 minggu
Tambahan penderita per hari banjir = 399 kasus per hari
PDB = IDR 17.956.450,- (/perkapita)
Kerugian ekonomi untuk penyakit
= (lama penyakit per minggu / jumlah minggu per tahun) * tambahan penderita
banjir per hari * PDB per kapita per tahun
= (1/52) * 399* 17.956.450
=IDR 137.781.222,- /hari banjir
24
Berdasarkan perhitungan kerugian ekonomi akibat banjir untuk sector
kesehatan per hari banjir berdasarkan informasi tambahan penderita DBD dan diare saat terjadi sepuluh hari banjir adalah sebesar IDR 27.625.308,- /hari banjir + IDR
579.346.903,-/hari banjir + IDR137.781.222,- /hari banjir = IDR 5.958.853.433,-
/hari banjir.
D. Sektor Penyediaan Air Bersih
Sektor penyediaan air bersih merupakan bagian dari PDAM sebagai penyedia
air bersih yang dapat dipergunakan untuk kebutuhan sehari hari baik di saat banjir, saat
kekeringan, maupun kondisi normal. Saat banjir penyediaan air bersih penting untuk
melakukan pembersihan lingkungan setelah banjir surut, maupun untuk keperluan
MCK pada saat banjir. Pada saat banjir diperoleh informasi bahwa ada biaya tambahan
untuk penyediaan air bersih yang dihitung berdasarkan perbedaan harga rata-rata pada
saat bulan banjir dengan harga rata rata untuk bulan lainnya. Secara umum perhitungan tersebut diformulasikan sebagai berikut:
Kerugian produksi air bersih = (Rbb – Rba) * Ab
dimana: Rbb = rataan biaya untuk bulan banjir
Rba = rataan biaya untuk bulan lainnya selain bulan banjir
Ab = air yang terjual pada bulan banjir
Sebagai ilustrasi untuk perhitungan dengan menggunakan Kabupaten
Indramayu, diperoleh informasi dari PDAM adanya biaya tambahan untuk penyediaan air bersih. Adapun nilainya dihitung berdasarkan perbedaan harga rata-rata pada bulan
banjir (Februari) dengan harga rata-rata untuk bulan lainnya (tidak banjir). Sehingga,
kerugian dalam penyediaan air bersih setara dengan biaya tambahan yang diperlukan
untuk pengelolaan air pada saat banjir dikalikan dengan rataan air yang terjual per hari
pada bulan Februari (Tabel 7).
Tabel 7. Contoh perhitungan biaya tambahan yang diperlukan untuk menyediakan air
bersih ketika terjadi banjir
Data dan Informasi Unit Harga/Nilai
Rataan biaya untuk bulan Februari (bulan
banjir) IDR/m3 3.701
Rataan biaya untuk bulan lainnya selain
Februari (bulan tidak banjir) IDR/m3 2.774
Selisih biaya antara bulan banjir dan tidak
banjir IDR/m
3 927
Air yang terjual pada bulan Februari m3/hari 35.235
Kerugian produksi air bersih disaat banjir IDR/hari 32.662.845
25
4.3. Penilaian Dampak Untuk Prediksi Banjir dan Kekeringan
Perhitungan dampak sosial ekonomi akibat banjir dan kekeringan yang disusun dalam pedoman ini didasarkan pada kejadian historis di suatu wilayah kajian.
Walaupun demikian, penilaian dampak ekonomi juga dapat dipergunakan untuk
prediksi kejadian banjir dan kekeringan di masa depan, misalnya: 5 atau 10 tahun
kemudian. Perhitungan tersebut memerlukan pemodelan yang dapat digunakan untuk
menduga periode dan luasan banjir yang terjadi di suatu wilayah sebagai fungsi dari
informasi iklim, misalnya: curah hujan dan suhu udara. Penilaian ekonomi untuk
prediksi dampak banjir dan kekeringan di masa depan memerlukan informasi dasar
antara lain:
a. Tahun acuan (baseline) yang akan dijadikan dasar perhitungan kerugian ekonomi
b. Target tahun untuk perhitungan dampak kerugian ekonomi (n)
c. Estimasi periode dan luasan banjir dan kekeringan berdasarkan luaran model
Contoh untuk penilaian dampak ekonomi sektor pertanian untuk prediksi kekeringan
dimasa depan diilustrasikan sebagai berikut (angka ilustrasi hanya contoh):
Perlu diperhatikan bahwa perhitungan nilai kerugian (penilaian dampak
ekonomi) untuk sektor terpilih tetap perlu mengikuti pedoman yang telah disusun diatas. Misalnya, kerugian akibat banjir dan kekeringan per unit lahan untuk sektor
pertanian pada tahun tertentu tetap mengikuti pedoman penilaian dampak ekonomi,
yaitu kapan kejadian banjir dan kering tersebut terjadi, sehingga dampak ekonominya
dapat diestimasi. Sementara untuk perhitungan prediksi lebih menekankan perbedaan
nilai ekonomi dan luasan terkena dampak antara tahun baseline dengan tahun target
dalam contoh diatas adalah 2013 dan 2018.
Contoh 10. Perhitungan kerugian lahan dimasa yang akan datang
Misalnya kekeringanterjadi pada tahun 2013
Lahan terkena = 5 ha
Kerugian per unit lahan =IDR5.000.000,-/ha
Kerugian per unit lahan akibat kekeringan pada tahun 2018 dengan
perkiraan luasan kekeringan 10 ha (asumsi discount rate 5%)
= (1+5%)n* jumlah kerugian akibat banjir; n = 2018 – 2013 = 5
= (1+5%)5 * Rp. 5.000.000,- = IDR 6.381.408,-/ha
Kerugian ekonomi akibat banjir pada tahun 2018 untuk 10 ha luasan
kekeringan
=Rp. 6.381.408 /ha* 10 ha
= Rp. 63.814.080,-
26
Bab 5. Penutup
Panduan penilaian untuk melakukan kajian dampak sosial-ekonomi diarahkan
untuk menghitung nilai kerugian per unit luasan akibat kejadian bencana terkait iklim.
Informasi mengenai kerusakan akibat banjir dan kekeringan digunakan sebagai
pendekatan untuk mengevaluasi potensi dampak perubahan iklim. Ilustrasi dari
perhitungan nilai kerugian dilakukan dengan menggunakan Kabupaten Indramayu
contoh. Adapun sektor ekonomi yang dikaji meliputi: pertanian, perikanan darat,
kesehatan, dan sumber daya air bersih. Pilihan indikator-indikator untuk setiap sektor
ekonomi terpilih dilakukan untuk menggambarkan dampak dari kejadian iklim tersebut.
Untuk sektor pertanian, komoditas utama produk pertanian dipilih dan informasi terkait
dengan komoditas tersebut ditelusuri. Metode yang sama juga diterapkan untuk sektor
perikanan darat. Dengan menggunakan contoh kabupaten Indramayu, produksi padi
dipergunakan untuk sektor pertanian dan produksi udang dan bandeng untuk sektor perikanan darat dipergunakan untuk mengilustrasikan potensi dampak ekonomi akibat
kejadian bencana terkait iklim, kekeringan dan banjir. Selanjutnya, untuk sektor
kesehatan dipilih indikator tambahan penderita pada saat kejadian banjir. Untuk kasus
Indramayu ditemui adanya tambahan jumlah penderita DBD dan diare. Untuk sektor
penyediaan air bersih, biaya tambahan yang diperlukan untuk pengelolaan air bersih
pada saat kejadian banjir dipilih. Untuk dampak sosial indikator-indikator yang
menggambarkan fenomena sosial pada lingkup individu/keluarga dan komunal juga
dipresentasikan.
Selanjutnya, dengan menggunakan Kabupaten Indramayu sebagai contoh,
estimasi kerugian perluasan ataupun per kejadian/hari (unit loss) dihitung sebagai
ilustrasi penggunaan pedoman yang telah disusun. Dengan menggunakan asumsi berdasarkan informasi survei ataupun data sekunder, estimasi kerugian untuk wilayah
terpilih pada kondisi historis juga dilakukan. Hal penting yang perlu dicermati dalam
perhitungan estimasi dampak ekonomi untuk suatu wilayah adalah diperlukannya
model dampak yang dapat diandalkan untuk mengestimasi kejadian, lama dan daerah
cakupan banjir dan kekeringan. Pengembangan model tersebut juga diperlukan
terutama untuk penilaian dampak perubahan iklim di masa depan untuk mengestimasi
frekuensi banjir dan kekeringan, termasuk periode dan luasannya, untuk daerah kajian.
Dengan menggunakan informasi berdasarkan luaran model tersebut potensi dampak
ekonomi untuk suatu daerah dikarenakan meningkatnya frekuensi dampak bencana
terkait iklim (banjir dan kekeringan) dapat dilakukan. Diharapkan informasi tersebut
dapat digunakan untuk membantu dalam perencanaan pembangunan terutama dalam
mengidentifikasi strategi yang diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim atau bahkan meningkatkan resiliensi terhadap dampak dari perubahan
iklim pada suatu daerah atau wilayah.
27
Daftar Pustaka
Boer, Rizaldi, and A.R Subbiah. 2005. "Agriculture drought in Indonesia." In
Monitoring and predicting agriculture drought: A global study, edited by V.
K. Boken, A. P. Cracknell and R. L. Heathcote. New York Oxford University
Press.
Cline, W.R., 2007. Global Warming and Agriculture: Impact Estimates by Country.
Center for Global Development and Peterson Institute for International
Economics, Washington, DC.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: Climate Change Impacts, Adaptation and
Vulnerability-Summary for Policy Makers. In Working Group II contribution
to the Intergovernmental Panel on Climate Change Fourth Assessment
Report. Geneva, Switzerland: Intergovernmental Panel on Climate Change.
MoE. 2007. Climate Variability and Climate Change, and their implication. In Indonesia Country Report, edited by Rizaldi Boer, Sutardi and Dadang
Hilman. Jakarta: Ministry of Environment, Republic of Indonesia.
Murray, Christopher J. L., and Alan D. Lopez. 1996. Global Health Statistics: The
Harvard School of Public Health.
OFDA and CRED. 2007. EM-DAT: The OFDA/CRED International Disaster
Database, www.em-dat.net - Université catholique de Louvain - Brussels -
Belgium".
Timmermann, A., J. Oberhuber, A. Bacher, M. Esch, M. Latif, and E. Roeckner. 1999.
"Increased El Nino frequency in a climate model forced by future greenhouse
warming." Nature no. 398 (6729):694-697.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1. Kuisioner Individu
Identitas Responden
Nama Responden : ……………………………………………………………….......
Jenis Kelamin : Pria/Wanita
Umur : ………………… tahun
Pekerjaan : Petani/Wiraswasta/Pegawai
Swasta/PNS/TNI/Polri/...................
Jumlah ang. Keluarga :
Desa : …………………………………………………………
Kecamatan : …………………………………………………………
Kabupaten : ……………………………………………………………
Luas Lahan Garapan : ……………………..Ha atau m2
Status sosial : pemilik/penggarap*
Kelompok tani :
Jabatan dalam Kel. :
I. Umum
1. Apakah daerah ini (tempat tinggal Saudara) sering terkena banjir dan kekeringan ?
a. Ya
b. Lebih sering terkena banjir daripada kekeringan
c. Lebih sering terkena kekeringan daripada banjir
d. Tidak tahu
2. Dalam rentang waktu setahun, bulan-bulan terjadinya bencana adalah:
Banjir
J P M A M J J A S O N D
Kekeringan
J P M A M J J A S O N D
3. Apakah terjadi peningkatan banjir/kekeringan (luas, lama dan frekuensi) dari tahun
ke tahun ?
a. Ya, terjadi peningkatan dari tahun ke tahun
b. Tidak ada peningkatan tapi cenderung tidak teratur
c. Tidak ada peningkatan bahkan cenderung turun dari tahun ke tahun
30
Identifikasi Kejadian Banjir
4. Sumber air yang menyebabkan banjir di daerah Saudara adalah .............................. a. Air sungai
b. Air hujan
c. Air laut (banjir rob)
d. Yang lainnya, sebutkan .......................................................................
5. Penyebab banjir di daerah Saudara adalah ..............................
a. Penyempitan alur sungai
b. Pendangkalan alur sungai
c. Retaknya bendungan/dam/bangunan air
d. Yang lainnya, sebutkan .......................................................................
6. Dalam satu tahun, berapa kali terkena banjir ? a. 1 kali setahun
b. 1 – 3 kali setahun
c. Lebih dari 3 kali setahun
7. Jarak dengan sumber banjir (sungai/waduk) adalah .................
a. Kurang dari 10 meter
b. 10 – 100 meter
c. 100 meter -1 kilometer
d. Lebih dari 1 kilometer
8. Tinggi banjir/genangan (rata-rata) di daerah tersebut adalah ........................ a. Kurang dari 0,5 meter
b. 0,5 – 1 meter
c. Lebih dari 1 meter
9. Pada saat banjir besar, tinggi banjir di tempat tinggal Saudara adalah ...............
meter, tahun terjadinya besar itu adalah …………………………..
10. Umumnya (rata-rata), berapakah lama genangan atau banjir di daerah tersebut?
a. Kurang dari 1 jam
b. Kurang dari 1 hari
c. 1 hari – 1 minggu
d. 1 minggu – 1 bulan e. Lebih dari 1 bulan
11. Pada saat banjir besar, lama genangan atau banjir di tempat tinggal Saudara adalah
............... hari, tahun terjadinya besar itu adalah …………………………..
31
12. Di daerah Saudara, infrastruktur yang sering terkena banjir dan mengalami
kerusakan adalah: a. Jembatan ( di desa ………….; panjang/lebar kerusakan: ......……… meter)
b. Jalan ( di desa ………………; panjang/lebar kerusakan: ......……… meter)
c. Pasar ( di desa …………………; luas kerusakan: ......……… meter persegi)
d. Lainnya, sebutkan ………………………………………………………….
13. Dalam 10 tahun terakhir, tahun-tahun kejadian banjir yang menimpa daerah
Saudara adalah ....................; ........................; ........................; ......................
Identifikasi Kejadian Kekeringan
14. Dalam 10 tahun terakhir, tahun-tahun kejadian kekeringan yang menimpa daerah
Saudara adalah ....................; ........................; ........................; ......................\
15. Umumnya, lama terjadinya kekeringan adalah ...................
a. 1 – 3 bulan
b. 4 – 6 bulan
c. 7 – 9 bulan
d. Lebih dari 9 bulan
Kebutuhan Air
16. Untuk keperluan sehari-hari seperti MMCK (minum, mandi, cuci, kakus),
berapakah jumlah air yang diperlukan oleh tiap satu anggota keluarga :
a. < 30 liter/kapita/hari
b. 30 – 60 liter/kapita/hari c. 60 – 100 liter/kapita/hari
d. > 100 liter/kapita/hari
17. Menurut pengetahuan Saudara, kualitas air yang dikonsumsi adalah ......................
a. Baik (cirinya:...................................................................................)
b. Sedang (cirinya:...................................................................................)
c. Buruk (cirinya:...................................................................................)
18. Kapan terjadinya kesulitan air untuk MMCK
J P M A M J J A S O N D
19. Sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada saat musim
penghujan adalah ……………………………
a. PDAM b. Airtanah (groundwater)
c. Air permukaan (misalnya sungai)
d. Air hujan
32
20. Sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada saat musim
kemarau adalah …………………………… a. PDAM
b. Airtanah (groundwater)
c. Air permukaan (misalnya sungai)
d. Air hujan
Kerugian Akibat Banjir dan Kering (Umum)
21. Sektor apakah yang paling dipengaruhi oleh kejadian bencana:
Banjir
a. Sawah b. Pertanian lahan kering c. Perternakan d. Perikanan
e. Air minum f. Lainnya:.........................
Kekeringan
a. Sawah b. Pertanian lahan kering c. Perternakan d. Perikanan
e. Air minum f. Lainnya:.........................
22. Berapakah kenaikan harga produk pertanian saat kejadian bencana dari kondisi
normalnya (2008):
Komoditas
Banjir Kering
Harga
Normal
(Rp./kg)
Kenaikan
Harga (%)
Harga
Normal
(Rp./kg)
Kenaikan
Harga (%)
Beras/Padi
Palawija
Ikan/ternak
Sektor Air Minum (Individu Umum-Perumahan) 23. Apakah ada kesulitan air bersih saat kejadian bencana?
24. Banjir: ya/tidak b. Kering: ya/tidak
25. Berapakah tambahan biaya untuk memperoleh air bersih saat kejadian bencana,
bila ada:
Bencana Biaya saat normal (Rp) Biaya tambahan (%)
Banjir
Kering
33
26. Apakah biaya tambahan air bersih dibayar sendiri atau bantuan pemerintah/LSM?
Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
27. Bila ada bantuan pemerintah berapakah besarnya?
Bencana Bantuan (Rp) Tahun
Banjir
Kering
Sektor Kesehatan (Individu-Umum) 28. Saat kejadian bencana penyakit apa yang sering melanda di daerah ini:
Bencana Jenis penyakit Biaya pengobatan (Rp)
Banjir
Kering
29. Saat kejadian bencana berapakan jumlah orang yang meninggal:
Bencana Jumlah orang
Banjir
Kering
30. Apakah ada bantuan untuk masalah kesehatan dari pemerintah daerah/pusat?
Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
31. Bila ada bantuan pemerintah berapakah besarnya yang anda terima?
Bencana Bantuan (Rp) Tahun
Banjir
Kering
Bila tidak dalam rupiah, apakah anda mendapatkan kartu kesehatan gratis?
ya/tidak
Dampak Sosial (Individu umum)
32. Apakah ada kesulitan untuk mendapatkan sembako saat kejadian bencana?
Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
34
33. Besarnya pengeluaran rumah tangga perbulan saat kondisi normal:
a. Sembako (keperluan sehari-hari): rupiah
b. Energi (minyak tanah, memasak): rupiah
34. Kisaran kenaikan pengeluaran rumah tangga perbulan saat kejadian bencana:
Bencana Banjir (%) Kering (%)
Sembako (keperluan
sehari-hari)
Energi (minyak tanah, memasak)
35. Berapa kerugian/kehilangan yang terjadi saat banjir terhadap barang-barang yang
ada di tempat anda:
Furniture : buah; rupiah
Elektronik : buah; rupiah
Peralatan dapur : buah; rupiah
Mobil/motor : buah; rupiah
36. Apakah kerugian tersebut akibat hilang dicuri? atau terbawa banjir?
37. Bila hilang dicuri, apakah ada peningkatan kriminalitas saat banjir? ya/tidak
38. Apakah ada peningkatan kriminalitas saat kekeringan? ya/tidak
39. Apakah kejadian banjir membuat penduduk harus mengungsi? Ya/tidak
40. Apakah ada peningkatan urbanisasi setelah kejadian banjir dan kering?
Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
41. Apakah kejadian banjir dan kering meningkatkan jumlah pengangguran di sini?
Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
35
II. Sektor Pertanian
Pola Tanam dan Kebutuhan Air 1. Jadwal pergiliran tanaman per tahun di daerah Saudara adalah:
Padi
J P M A M J J A S O N D
Palawija-1 (Jenisnya adalah ……………………………………)
J P M A M J J A S O N D
Palawija-2 (Jenisnya adalah ……………………………………)
J P M A M J J A S O N D
Palawija-3 (Jenisnya adalah ……………………………………)
J P M A M J J A S O N D
2. Sumber air untuk pertanian pada musim penghujan adalah:
a. Irigasi
b. Danau/Kolam
c. Sungai
d. Hujan
3. Sumber air untuk pertanian pada musim kemarau adalah:
a. Irigasi
b. Danau/Kolam
c. Sungai
d. Hujan
Karakteristik Banjir dan Kekeringan
4. Dalam satu tahun, berapa kali lahan pertanian terkena banjir ?
a. 1 kali setahun
b. 1 – 3 kali setahun
c. Lebih dari 3 kali setahun
5. Jarak lahan pertanian dengan sumber banjir (sungai/waduk) adalah .................
a. Kurang dari 10 meter
b. 10 – 100 meter
36
c. 100 meter -1 kilometer
d. Lebih dari 1 kilometer
6. Berapakah tinggi banjir di lahan persawahan/tegalan/ kebun Saudara?
a. Kurang dari 0,5 meter
b. 0,5 – 1 meter
c. Lebih dari 1 meter
7. Umumnya (rata-rata), berapakah lama genangan atau banjir di lahan persawahan/
tegalan/kebun Saudara?
a. Kurang dari 1 jam
b. Kurang dari 1 hari
c. 1 hari – 1 minggu
d. 1 minggu – 1 bulan e. Lebih dari 1 bulan
8. Umumnya, lama terjadinya kekeringan di lahan persawahan/tegalan/kebun
Saudara?
a. 1 – 3 bulan
b. 4 – 6 bulan
c. 7 – 9 bulan
d. Lebih dari 9 bulan
9. Untuk tiap kejadian banjir (rata-rata), persentase luas lahan pertanian yang terkena
banjir adalah……………….. a. < 25% (……………….. Ha atau m2)
b. 25% - 50% (……………….. Ha atau m2)
c. 51% - 75% (……………….. Ha atau m2)
d. > 75% (……………….. Ha atau m2)
10. Untuk tiap kejadian kekeringan (rata-rata), persentase luas lahan pertanian yang
terkena kekeringan adalah………………..
a. < 25% (……………….. Ha atau m2)
b. 25% - 50% (……………….. Ha atau m2)
c. 51% - 75% (……………….. Ha atau m2)
d. > 75% (……………….. Ha atau m2)
Kerugian Ekonomi Sektor Pertanian Padi
11. Berapa luas persawahan yang biasa anda tanam?
Musim basah ha
Musim kering ha
37
12. Berapa biaya yang telah anda keluarkan untuk kedua musim tersebut:
Aktivitas
Musim Basah Musim Kering I Musim Kering II
Biaya
(Rp./ha)
Lama
kegiatan (hari)
Biaya
(Rp./ha)
Lama
kegiatan (hari)
Biaya
(Rp./ha)
Lama
kegiatan (hari)
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
13. Berapakah luas persawahan anda yang rusak akibat bencana:
Banjir Kering
Tergenang
(ha)
Rusak/Puso
(ha)
Rusak/Puso (ha)
Luas sawah
Banjir dengan ketinggian, luas dan lama yang menghancurkan persawahan anda:
Tinggi: m, luas: ha, lama: hari
Kapan biasanya terjadi banjir?
14. Berapakah frekuensi kejadian banjir dan kering sering merusak dan termasuk
kategori kerugian tingkat apa?
Aktivitas
Banjir Kering
Frekuensi
Kerusakan
(sering,
kurang, jarang)
Kerugian
(besar/sedang
/rendah)
Frekuensi
Kerusakan
(sering,
kurang,
jarang)
Kerugian
(besar/sedan
g
/rendah)
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Ket: Misal dalam 10 tahun: Sering: lebih dari 5 kali; Kurang: 3 – 5 x; Jarang: 1-2 x;
Besar: lebih dari sebagian sampai gagal; Sedang: lebih dari ¼ bagian sampai kurang
dari sebagian; Rendah: kurang dari ¼ bagian
15. Berapakah kenaikan harga Beras/Padi saat banjir dari kondisi normalnya:
Bencana Harga normal (Rp) Kenaikan harga (%) Tahun
J F M A M J J A S O N D
38
Banjir
Kering
16. Saat kekeringan adakah biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan
pasokan air bila diperlukan? ya/tidak
17. Berapakah tambahan biaya untuk memperoleh air, bila ada:
tambahan: %, biaya saat normal: rupiah
Cara yang digunakan: a. Bor b. Beli c. Illegal d. Lainnya:
18. Apakah ada bantuan untuk masalah banjir dan kering dari pemerintah
daerah/pusat? Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
19. Bila ada bantuan pemerintah berapakah besarnya yang anda terima?
Bencana Bantuan (Rp) Tahun
Banjir
Kering
Kerugian Ekonomi Sektor Pertanian Palawija
20. Berapa luas persawahan yang biasa anda tanam?
Musim basah ha
Musim kering ha
21. Berapa biaya yang telah anda keluarkan untuk kedua musim tersebut:
Aktivitas
Banjir Kering
Biaya
(Rp./ha)
Lama
kegiatan
(hari)
Biaya
(Rp./ha)
Lama
kegiatan
(hari)
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
22. Berapakah luas persawahan anda yang rusak akibat bencana:
Banjir Kering
Tergenang (ha) Rusak/puso (ha) Rusak/puso
(ha)
Luas sawah
Banjir dengan ketinggian, luas dan lama yang menghancurkan persawahan anda:
Tinggi: m, luas: ha, lama: hari
39
Kapan biasanya terjadi banjir?
23. Berapakah frekuensi kejadian banjir dan kering sering merusak dan termasuk
kategori kerugian tingkat apa?
Aktivitas
Banjir Kering
Frekuensi
Kerusakan
(sering,
kurang, jarang)
Kerugian
(besar/seda
ng
/rendah)
Frekuensi
Kerusakan
(sering,
kurang,
jarang)
Kerugian
(besar/seda
ng
/rendah)
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
24. Berapakah kenaikan harga Beras/Padi saat banjir dari kondisi normalnya:
Bencana Harga normal (Rp) Kenaikan harga (%) Tahun
Banjir
Kering
25. Saat kekeringan adakah biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan
pasokan air untuk pertanian bila diperlukan? ya/tidak
26. Berapakah tambahan biaya untuk memperoleh air bersih tersebut, bila ada:
Tambahan: %, biaya saat normal: rupiah
27. Apakah ada bantuan untuk masalah banjir dan kering dari pemerintah
daerah/pusat? Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
28. Bila ada bantuan pemerintah berapakah besarnya yang anda terima?
Bencana Bantuan (Rp) Tahun
Banjir
Kering
J F M A M J J A S O N D
40
III. Sektor Perikanan
Kebutuhan Air 1. Sebutkan jenis sektor perikanan yang Saudara miliki
a. Perikanan air tawar (dengan jenis komoditas ......................................)
b. Tambak (dengan jenis komoditas ......................................)
c. Nelayan
2. Luas lahan perikanan yang Saudara miliki adalah: .............................
a. Perikanan air tawar (........................... Ha)
b. Tambak (........................... Ha)
3. Sumber air untuk sektor perikanan pada saat musim penghujan adalah …………
a. PDAM
b. Airtanah (groundwater) c. Air permukaan (misalnya sungai)
d. Air hujan
4. Sumber air untuk sektor perikanan pada saat musim kemarau adalah …………
a. PDAM
b. Airtanah (groundwater)
c. Air permukaan (misalnya sungai)
d. Air hujan
5. Debit air yang diperlukan adalah
a. Perikanan air tawar (........................... liter/hari) b. Tambak (........................... liter/hari)
Karakteristik Banjir dan Kekeringan
6. Dalam satu tahun, berapa kali terkena banjir ?
a. 1 kali setahun
b. 1 – 3 kali setahun
c. Lebih dari 3 kali setahun
7. Jarak dengan sumber banjir (sungai/waduk) adalah .................
1. Kurang dari 10 meter
2. 10 – 100 meter
3. 100 meter -1 kilometer 4. Lebih dari 1 kilometer
8. Tinggi banjir/genangan di daerah tersebut
a. Kurang dari 0,5 meter
b. 0,5 – 1 meter
c. Lebih dari 1 meter
41
9. Umumnya (rata-rata), berapakah lama genangan atau banjir di daerah tersebut?
a. Kurang dari 1 jam b. Kurang dari 1 hari
c. 1 hari – 1 minggu
d. 1 minggu – 1 bulan
e. Lebih dari 1 bulan
10. Umumnya, lama terjadinya kekeringan adalah ...................
a. 1 – 3 bulan
b. 4 – 6 bulan
c. 7 – 9 bulan
d. Lebih dari 9 bulan
Kerugian Ekonomi Sektor Perikanan 11. Berapa luas kolam/tambak yang biasa anda tanam?
Musim basah Ha
Musim kering Ha
12. Berapa jumlah ternak anda dan harga jual per ekor?
Ternak
Jumlah (ekor)/hektar Nilai Jual
(Rp. /ekor)
Anak muda Dewasa Anak muda Dewasa
Ikan
Udang
............
13. Berapa biaya yang telah anda keluarkan untuk kedua musim tersebut:
Aktivitas
Banjir Kering
Biaya
(Rp./ha)
Lama
kegiatan
(hari)
Biaya
(Rp./ha)
Lama
kegiatan
(hari)
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
14. Berapa jumlah pekerja untuk luasan usaha yang anda pekerjakan di kedua musim
tersebut:
Musim Satuan (orang/ha) Total (orang)
Musim basah
42
Musim kering
15. Berapakah kerugian yang anda alami saat kejadian bencana:
Banjir
Ternak
ternak mati/hanyut Jumlah (ekor)
Penurunan Produksi (%)
Anak muda Dewasa Anak muda Dewasa
Ikan
Udang
............
Banjir dengan ketinggian, luas dan berapa lama yang menghancurkan ternak anda:
Tinggi: m, luas: ha, lama: hari
Banjir tersebut terjadi tahun berapa saja:
Kapan biasanya terjadi banjir?
Kering
Ternak
Ternak Mati
Jumlah (ekor)
Penurunan Produksi (%)
Anak muda Dewasa Anak muda Dewasa
Ikan
Udang
............
16. Berapakah frekuensi kejadian banjir dan kering sering merusak dan termasuk
kategori kerugian tingkat apa?
Aktivitas
Banjir Kering
Frekuensi
Kerusakan (sering, kurang,
jarang)
Kerugian
(besar/sedang
/rendah)
Frekuensi
Kerusakan (sering,
kurang,
jarang)
Kerugian
(besar/sedang
/rendah)
J F M A M J J A S O N D
43
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Ket: Sering: lebih dari 5 kali; Kurang: 3 – 5 x; Jarang: 1-2 x; Besar: lebih dari sebagian
sampai gagal; Sedang: lebih dari ¼ bagian sampai kurang dari sebagian; Rendah:
kurang dari ¼ bagian
17. Berapakah kenaikan harga produk perikanan saat bencana dari kondisi normalnya:
Ternak Harga normal
(Rp/kg)
Kenaikan harga (%) Tahun
Banjir Kering
Ikan
Udang
.............
18. Saat kekeringan adakah biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan
pasokan air bila diperlukan? ya/tidak
19. Berapakah tambahan biaya untuk memperoleh air bersih untuk usaha anda
(perikanan), bila ada:
Tambahan: %, biaya saat normal: rupiah
20. Apakah ada bantuan untuk masalah banjir dan kering dari pemerintah
daerah/pusat? Banjir: ya/tidak Kering: ya/tidak
21. Bila ada bantuan pemerintah berapakah besarnya yang anda terima?
Bencana Bantuan (Rp) Tahun
Banjir
Kering
44
Lampiran 2. Kuisioner Lembaga
Kerugian Ekonomi Akibat banjir/Kering
Dinas Pertanian
1. Bagaimanakah pola penggunaan lahan di daerah ini?
SUMBERDAYA PERTANIAN
Pola penggunaan lahan
dan luasnya Musim Basah Musim Kering
Pengolahan Ha Biaya/ha Hasil/ha Ha Biaya/ha Hasil/ha
lahan tanaman
pangan
lahan perkebunan
lahan kering, penggembalaan &
pekarangan
Badan air (danau,
rawa, kolam dsb)
Lahan lainnya
JUMLAH
Status irigasi lahan
pertanian dan luasnya
Lahan irigasi teknis
Lahan irigasi non
teknis
Lahan tadah hujan
JUMLAH
Sistem pertanian utama
dan jumlahnya
Sawah irigasi
permanent
Sawah tadah hujan
Lahan tanaman
campuran
Budidaya mina-padi
(campuran ikan dan
padi)
Budidaya campuran
mina-padi-bebek
JUMLAH
45
2. Berapakah kenaikan harga produk pertanian saat kejadian bencana dari kondisi normalnya:
Komoditas
Banjir Kering
Harga
Normal
(Rp./kg)
Kenaikan
Harga (%)
Harga
Normal
(Rp./kg)
Kenaikan
Harga (%)
Beras/Padi
Palawija
Ikan/ternak
Pertanian Padi dan Palawija
3. Berapa luasan areal yang tergenang oleh banjir di daerah Indramayu:
a. Persawahan : ha
b. Pemukiman : ha
c. Jalan : ha
Banjir dengan ketinggian, luas dan lama yang menghancurkan persawahan disini:
Tinggi: m, luas: ha, lama: hari
Kapan biasanya terjadi banjir?
4. Berapakah frekuensi kejadian banjir dan kering sering merusak dan termasuk
kategori kerugian tingkat apa?
Aktivitas
Banjir Kering
Frekuensi
Kerusakan
(sering,
kurang, jarang)
Kerugian
(besar/sed
ang
/rendah)
Frekuensi
Kerusakan
(sering, kurang,
jarang)
Kerugian
(besar/seda
ng
/rendah)
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Ket: Sering: lebih dari 5 kali;Kurang: 3 – 5 x ;Jarang: 1-2 x; Besar: lebih dari sebagian
sampai gagal; Sedang: lebih dari ¼ bagian sampai kurang dari sebagian; Rendah:
kurang dari ¼ bagian
5. Apakah ada program pemerintah saat ini untuk mengatasi masalah
tersebut?ya/tidak
J F M A M J J A S O N D
46
6. Bila ada, apakah nama programnya, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah keberhasilannya?
Program Anggaran Target Capaian
7. Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9,
dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
8. Dari program-program / upaya yang telah dilakukan, langkah apakah yang
menurut anda paling berhasil?
9. Adakah program yang direncanakan untuk mengatasi banjir/kering pada
sektor ini? ya/tidak
10. Bila ya, apakah program tersebut, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah targetnya?
Program Anggaran Target
11. Kendala apa yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9, dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
47
Air Minum
12. Apakah ada kesulitan air bersih saat kejadian banjir? ya/tidak
13. Adakah kenaikan biaya operasional serta harga air per m3 saat bencana dari
kondisi normalnya:
Komponen
Biaya/Harga
normal
(Rp/m3)
Kenaikan harga (%)
Tahun Banjir Kering
Biaya operasional
Harga air
.............
14. Apakah ada program pemerintah saat ini untuk mengatasi masalah kekurangan
air bersih? ya/tidak
15. Bila diperlukan penyediaan mobil tangki, berapa jumlah mobil tangki yang
dipergunakan dan berapa biayanya per mobil?
Jumlah mobil: ;Biaya/mobil: Rp.
16. Bila ada, apakah nama programnya, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah
keberhasilannya?
Program/Aktivitas Anggaran Target Capaian
17. Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9,
dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
18. Dari program-program / upaya yang telah dilakukan, langkah apakah yang
menurut anda paling berhasil?
19. Adakah program yang direncanakan untuk mengatasi banjir dan kering pada
sektor ini? ya/tidak
48
20. Bila ya, apakah program tersebut, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah targetnya?
Program Anggaran Target
21. Kendala apa yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9,
dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
Kesehatan
22. Saat banjir/kering* penyakit apa yang sering melanda di daerah ini:
Jenis penyakit Besar biaya (Rp./orang) Tahun
* coret yang tidak perlu
23. Apakah ada kenaikan jumlah penderita penyakit tersebut saat banjir/kering*:
Jenis penyakit Penderita (orang) Tahun
Normal Banjir/Kering
* coret yang tidak perlu
24. Adakah kenaikan anggaran yang diperlukan dan berapakah realisasinya untuk
mengatasi kenaikan jumlah penderita penyakit tersebut saat banjir:
Estimasi Total Anggaran (Rp.) Tahun Realisasi Total
Anggaran
Normal Banjir/Kering Kenaikan (%)
* coret yang tidak perlu
49
25. Apakah ada bantuan untuk masalah kesehatan dari pemerintah daerah/pusat?
ya/tidak
26. Apakah ada program pemerintah saat ini untuk mengatasi masalah tersebut?
ya/tidak
27. Bila ada, apakah nama programnya, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah
keberhasilannya?
Program Anggaran Target Capaian
28. Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9,
dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
29. Dari program-program / upaya yang telah dilakukan, langkah apakah yang
menurut anda paling berhasil?
30. Adakah program yang direncanakan untuk mengatasi banjir/kering pada
sektor ini? ya/tidak
31. Bila ya, apakah program tersebut, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah targetnya?
Program Anggaran Target
32. Kendala apa yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9,
dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
50
Sosial (Lembaga Dinas Sosial/Kepolisian)
33. Apakah ada peningkatan kriminalitas saat banjir/kering? ya/tidak
34. Bila ada, silahkan lengkapi tabel berikut
Keterangan Kisaran
1. Peningkatan kriminalitas
a. Banjir (%)
b. Kering (%)
2. Jumlah kriminalitas saat normal (kasus/tahun)
3. Kerugian ekonomi akibat tindakan kriminalitas
(Rp./tahun)
4. Biaya untuk tindakan penangan persatuan
kejahatan (Rp./kasus)
35. Apakah kejadian banjir membuat penduduk harus mengungsi? ya/tidak
Keterangan Kisaran
1. Berapa banyak yang harus mengungsi
(orang/desa)
2. Berapa biaya yang dikeluarkan selama
pengungsian (Rp./hari)
3. Lama mengungsi
4. Apakah biaya tersebut sudah dimasukkan dalam
anggaran antisipasi banjir?
Ya/tidak
5. Bila ya, berapakah biaya yang dianggarkan
(Rp./tahun)
36. Apakah ada peningkatan urbanisasi setelah kejadian banjir? ya/tidak Berapa besar kisaran peningkatannya dibandingkan tahun normal? %
Berapakah laju urbanisasi saat normal per tahun:
37. Apakah kejadian banjir/kering meningkatkan jumlah pengangguran di daerah
ini? ya/tidak
Bila ya, berapa persenkan kenaikannya? %
Berapakah angka pengangguran saat normal per tahun:
51
Penanggulangan Banjir (Pemda Kabupaten)
38. Adakah program penanggulangan banjir/kering dari PEMDA Kabupaten Atau
pusat? ya/tidak
39. Bila ada, apakah nama programnya, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah
keberhasilannya?
Program Anggaran Target Capaian
40. Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9,
dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
41. Dari program-program / upaya yang telah dilakukan, langkah apakah yang
menurut anda paling berhasil?
42. Apakah pemerintah setempat merencanakan anggaran banjir setiap tahunnya? ya/tidak
43. Bila ya, berapa besarnya dana yang dialokasikan untuk penanggulagan banjir?
Rp/Tahun:
44. Berapa persen anggaran tersebut dipergunakan untuk mengatasi banjir?
45. Bila anggaran tersebut tidak mencukupi apa yang dilakukan untuk menutupi
kekurangannya?
46. Adakah program yang saat ini untuk mengatasi banjir dan kering? ya/tidak
47. Bila ya, apakah program tersebut, berapakah besarnya anggaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimanakah targetnya?
Program Anggaran Target
48. Kendala apa yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut?
Kendala Bobot masalah Keterangan Capaian
52
Pendanaan Nilai bobot diisi dengan 1-9,
dimana 1 tidak masalah sama
sekali, 9 paling masalah Sarana
Koordinasi
SDM
Lainnya
49. Apakah lembaga anda menerima bantuan dana penanggulangan banjir atau kering dari, bila ya mohon diisikan besar bantuannya (Rp)?
Lembaga Terima/Tidak
Besar bantuan
Tahun
Pemerintah pusat
PMI
LSM
Lembaga internasional, yaitu:
...............................................
Lainnya:
Informasi Lebih Lanjut
Asisten Deputi Adaptasi Perubahan Iklim
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Kementerian Lingkungan Hidup
Jl. D.I. Pandjaitan Kav. 24 Kebon Nanas, Jakarta Timur 13410 Telp/Fax: 021-85904934
http://adaptasi.menlh.go.id